• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Dan Interaksi Genetik × Lingkungan Galur Galur Sorgum Di Dua Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Dan Interaksi Genetik × Lingkungan Galur Galur Sorgum Di Dua Lingkungan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN DAN INTERAKSI GENETIK ×

LINGKUNGAN GALUR-GALUR SORGUM DI DUA

LINGKUNGAN

ARINA SANIATY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaan dan Interaksi Genetik × Lingkungan Galur-Galur Sorgum di Dua Lingkungan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Arina Saniaty

(4)
(5)

1

RINGKASAN

ARINA SANIATY. Keragaan dan Interaksi Genetik × Lingkungan Galur-Galur Sorgum di Dua Lingkungan. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.

Sorgum merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan alternatif karena selain sebagai sumber karbohidrat, kandungan protein, kalsium, dan vitamin B1 yang lebih tinggi dibanding jagung dan beras. Departemen Agronomi dan Hortikultura telah melakukan pemuliaan sorgum melalui persilangan antar UPCA-S1 (peka Al) dan Numbu (Toleran Al) dan saat ini diperoleh galur-galur lanjut sorgum yang telah diseleksi secara pedigri di lahan masam. Galur sorgum hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura telah diuji pada kondisi lahan masam dan perlu diuji lanjut pada berbagai kondisi lingkungan untuk mengetahui daya adaptasi dan potensi hasilnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai keragaan karakter morfologi dan agronomi serta evaluasi pengaruh interaksi genetik × lingkungan galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB.

Penelitian dibagi menjadi dua percobaan yakni: 1) keragaan karakter morfologi dan agronomi yang dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Pemuliaan Tamanan IPB 2) evaluasi pengaruh interaksi genetik × lingkungan yang dilakukan di Gowa, Sulawesi Selatan dan Bogor, Jawa Barat. Materi genetik yang digunakan pada percobaan 1 adalah 16 galur sorgum hasil pemuliaan IPB dan enam varietas nasional sebagai kontrol. Materi genetik yang digunakan pada percobaan 2 adalah 16 galur sorgum hasil pemuliaan IPB dan dua varietas nasional sebagai pembanding.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman antar galur sorgum pada seluruh karakter morfologi yang diamati, kecuali karakter antosianin pada daun dan putik, lebar daun, kemampuan menyerbuk sendiri, dan bentuk biji. Galur-galur hasil pemuliaan IPB mempunyai tinggi tanaman yang sedang, diameter batang kecil, panjang malai yang pendek, panjang leher malai sedang, malai rapat, serta bobot 1000 butir yang sedang.

Hasil evaluasi interaksi genetik × dan lingkungan menunjukkan bahwa interaksi genotipe dan lingkungan berpengaruh nyata terhadap karakter umur berbunga, panjang malai, bobot 1000 butir, laju pengisian malai, bobot per petak, dan produktivitas. Karakter umur berbunga, panjang malai, bobot 1000 butir, laju pengisian malai, bobot per petak, dan produktivitas dipengaruhi oleh interaksi genetik × dan lingkungan yang bersifat kualitatif. Galur UP/N-124-7, UP/N-89-3, UP/N-151-3, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-4-3, UP/N-118-3, dan UP/N-1187-7 mampu beradaptasi baik pada lingkungan lahan kering beriklim kering. Galur UP/N-48-2, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-156-8, UP/N-118-3, dan UP/N-139-1 mampu beradaptasi baik pada lingkungan lahan kering beriklim basah.

(6)

2

SUMMARY

ARINA SANIATY. Performance and Genetic × Environment Interaction of Sorghum Breeding Lines in Two Environments. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS and DESTA WIRNAS.

Sorghum is a crop that has potential to be developed as an alternative food because sorghum is a source of carbohydrate and the content of protein, calcium, and B group vitamins is higher than rice and corn. Sorghum breeding through crossing between two parent and select in acid soil has been done by the Laboratory of Plant Breeding and Genetics, Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University. Development of acid soil tolerant sorghum is an attempt to optimize marginal lands in Indonesia. Sorghum breeding lines have been tested on acid soil and need a further test on a diverse environmental conditions to determine the adaptability and yield potential. The objectives of this study were to obtain information of Morpho-agronomic traits and evaluation of genetic × environment interaction on sorghum breeding lines.

The study was divided into two experiments: 1) characterization of morpho-agronomic traits was conducted at Bogor Agricultural University experimental field and 2) evaluation of genetic × environment interaction was conducted in Gowa, South Sulawesi and Bogor, West Java. Genetic material used experiment 1 was 16 IPB sorghum breeding lines and six national varieties as a control. Genetic material used experiment 2 was 16 IPB sorghum breeding lines and two national varieties as a check.

The results showed that IPB sorghum breeding lines have variations in morphological traits between genotypes and check varieties, except in anthocyanin in leaf and stigma, leaf width, self fertility, and grain shape. IPB breeding lines has medium plant height, small diameter, short panicle length, and medium weigth of 1000 seeds.

The results of evaluation genetic × environment interaction showed that qualitative genetic × environmet interaction was effected panicle length, days flowering, 1000 grain weigth, grain filling rate, grain yield, and productivity of sorghum lines. The presence qualitative genetic × environment interaction changed the rank among lines in two environments.UP/N-124-7, UP/N-89-3, UP/N-151-3, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-4-3, UP/N-118-3, and UP/N-1187-7 were well adapted in dryland with dry climate. UP/N-48-2, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-156-8, UP/N-118-3, and UP/N-139-1 were well adapted in dryland with wet climate.

(7)

3

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

4

KERAGAAN DAN INTERAKSI GENETIK ×

LINGKUNGAN GALUR-GALUR SORGUM DI DUA

LINGKUNGAN

ARINA SANIATY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

1

(10)
(11)
(12)

2

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tesis ini berjudul Keragaan dan Interaksi Genetik × Lingkungan Galur-Galur Sorgum di Dua Lingkungan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr Ir Trikoemaningtyas, MSc dan Dr. Desta Wirnas, SP MSi selaku

pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran baik seputar akademis, penelitian, maupun motivasi.

2. Dr Ir Suwarto, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis, serta dosen-dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama menempuh pendidikan di IPB.

3. Staf dan pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB atas segala kerjasama dan bantuannya.

4. Ayahanda Mukhtar, ibunda Tien Hartini, dan adinda Alfia Wulan Sariatas segala do’a, semangat, dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di IPB

5. Teman-teman Labdik Pemuliaan Tanaman: Siti Nurhidayah SP, Marina Yuniawti SP, Ranggi Rahimul Insan SP atas bantuan tenaga, sharing

informasi, dan ikatan persahabatan yang erat.

6. Teman-teman PBT 2013, Forum Wacana 2013, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis ini.

7. Beasiswa Program Pendidikan Dalam Negeri (BPPDN) atas dukungan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

Bogor, Maret 2016

(13)

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Sorgum 3

Pemanfaatan Sorgum 4

Pemuliaan Tanaman Sorgum 6

Interaksi Genetik dan Lingkungan 8

3 KERAGAAN KARAKTER GALUR-GALUR SORGUM HASIL PEMULIAAN IPB

11

Abstrak 11

Pendahuluan 11

Metode Penelitian 12

Hasil dan Pembahasan 17

Simpulan 32

4 INTERAKSI GENETIK × LINGKUNGAN GALUR-GALUR

SORGUM HASIL PEMULIAAN IPB DI DUA LINGKUNGAN 33

Abstrak 33

Pendahuluan 34

Metode Penelitian 35

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 48

5 PEMBAHASAN UMUM 49

6 SIMPULAN DAN SARAN 52

DAFTAR PUSTAKA 53

(14)
(15)

1

DAFTAR TABEL

1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum 13

2 Keragaan karakter antosianin pada koleoptil, daun, putik, dan sekam galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

18 3 Keragaan karakter morfologi daun galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

20 4 Keragaan karakter lebar dan panjang daun galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

21 5 Keragaan karakter umur berbunga galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

22 6 Keragaan morfologi bunga galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 23 7 Keragaan leher dan bentuk malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan

IPB

24 8 Keragaan morfologi malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 25 9 Keragaan kemampuan menyerbuk sendiri dan ukuran embrio

galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

26 10 Keragaan sekam dan biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 27 11 Keragaan biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 28 12 Keragaan tinggi tanaman dan diameter batang galur-galur sorgum

hasil pemuliaan IPB

15 Analisis ragam gabungan (model campuran) 37

16 Hasil analisis ragam karakter agronomi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB masing-masing lingkungan

38 17 Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe (G), lingkungan

(L), dan interaksi G x L pada karakter agronomi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB di dua lingkungan

38 22 Data curah hujan selama periode penelitian di Gowa dan Bogor 45 23 Perubahan peringkat karakter produktivitas galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB di dua lingkungan

(16)
(17)

1

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 2

2 Model skematis interaksi genetik dan lingkungan 9 3 Keragaan intensitas antosianin pada koleoptil galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

19 4 Keragaan intensitas antosianin pada sekam galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

19 5 Karakter warna putik galur sorgum dan varietas pembanding 22 6 Bentuk malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 25 7 Keragaan warna biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 28 8 Keragaan tinggi tanaman galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB 29 9 Produktivitas galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB di Gowa dan

Bogor

(18)
(19)

1 dibudidayakan di Afrika digunakan sebagai makanan pokok (Acquaah 2007). Tanaman sorgum berpotensi digunakan sebagai bahan pangan karena mengandung karbohidrat, vitamin B, vitamin A, D, E, dan K serta mengandung

fosfor, kalium, zat besi, dan zinc (Dicko et al. 2006b).

Sorgum dapat dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif karena memiliki kandungan nutrisi yang baik, namun pemanfaatannya belum banyak dilakukan (Sirrapa 2003). Salah satu penyebabnya adalah adanya senyawa tanin pada biji sorgum. Senyawa tanin menyebabkan rasa sepat/pahit dan menurunkan kemampuan pencernaan protein di dalam tubuh (Duodu et al. 2003; Dykes & Rooney 2007), namun senyawa tanin dapat berfungsi sebagai antioksidan seperti

anticarsinogenic, cardiovascular, gastroprotective, anti-ulcerogenic (Dykes & Rooney 2007; Lekalake et al. 2007).

Sorgum dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri seperti etanol, bir, sirup, dan modifikasi pati. Produktivitas batang sorgum berkisar antara 54-69 ton/ha dan mampu memproduksi 3000 l/ha etanol (Almondares & Hadi 2009). Batang sorgum yang sudah diolah menjadi bioetanol juga masih dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena masih mengandung nutrisi mikro dan mineral-mineral (Reddy et al. 2005). Keunggulan lain dari sorgum adalah daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Sorgum dapat ditanam di daerah tropis dan subtropis (Price et al. 2005). Sorgum dapat ditanam di lahan kering dan mampu tumbuh pada rentang suhu optimum yang relatif lebar (Harris et al. 2007).

Program pemuliaan tanaman sorgum bertujuan untuk melakukan perbaikan produktivitas, kualitas biji, dan adaptabilitas di lahan marginal. Departemen Agronomi dan Hortikultura telah melakukan pemuliaan sorgum melalui persilangan antar UPCA-S1 (peka Al) X Numbu (toleran Al) dan saat ini diperoleh galur-galur F8 sorgum yang telah diseleksi di lahan masam. Pengembangan galur-galur sorgum toleran lahan masam merupakan upaya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan-lahan marginal di Indonesia. Galur sorgum hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura telah diuji pada kondisi lahan masam (Isnaini 2010; Puspitasari 2011) dan perlu diuji lanjut pada berbagai kondisi lingkungan untuk mengetahui daya adaptasi dan potensi hasilnya.

(20)

2

Fenotipe tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi genetik × lingkungan. Interaksi genetik × lingkungan merupakan perbedaan respon genotipe ketika ditanam pada lingkungan yang berbeda (Romagosa & Fox 1993). Karakter kuantitatif seperti hasil dan komponen hasil sangat dipengaruhi oleh interaksi genetik × lingkungan (Ghazy et al. 2012). Hasil penelitian pada tanaman sorgum menunjukkan bahwa interaksi genetik × lingkungan berpengaruh nyata pada karakter produktivitas sehingga galur yang mempunyai produktivitas yang baik pada suatu lokasi belum tentu mempunyai produktivitas yang baik pada lokasi lainnya (Adugna 2007; Showemimo 2007; Abubakar & Bubuche 2013). Informasi interaksi genetik × lingkungan diperlukan untuk membantu pemulia dalam menentukan genotipe stabil pada lingkungan spesifik atau genotipe stabil pada berbagai lingkungan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi mengenai keragaan karakter morfologi dan agronomi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

2. Mempelajari interaksi genetik × lingkungan pada galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB yang diuji pada dua lingkungan

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan karakter morfologi dan agronomi diantara galur- galur sorgum hasil pemuliaan IPB

2. Terdapat interaksi genetik × lingkungan galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB yang diuji pada dua lingkungan

Gambar 1. Bagan alir penelitian Galur – galur sorgum hasil pemuliaan IPB

IPB

Karakterisasi galur sorgum berdasarkan UPOV

Uji daya hasil di dua lingkungan

(21)

3

Sorghum propinquun (2n=2x=20), dan Sorghum halepense (2n=4x=40)

(Acquaah 2007). Sorghum bicolor dan Sorghum propinquun memiliki kromosom yang hampir sama (Price et al. 2005). Tanaman sorgum yang dibudidayakan hanya jenis Sorghum bicolor yang mempunyai lima ras utama yakni durra, kafir, guinea, bicolor, dan caudatum. Kelima ras ini mempunyai perbedaan dalam bentuk malai, ukuran biji, potensi hasil, dan karakteristik lainnya (Acquaah 2007).

Tanaman sorgum merupakan tanaman monokotil dan mempunyai sistem perakaran yang terdiri atas akar-akar primer (pada dasar buku pertama pangkal batang), akar sekunder, dan akar tunjang. Akar primer muncul pertama kali pada proses perkecambahan benih yang berkembang dari radikula, kemudian digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh pada ruas pertama (Rismunandar 1989). Akar sekunder mempunyai panjang 5-15 cm, berukuran kecil, seragam, dan hanya sebagian kecil dari sistem perakaran sorgum. Akar sekunder lain tumbuh pada ruas kedua atau yang lebih dikenal dengan akar permanen. Akar permanen akan bercabang secara lateral dan masuk ke dalam tanah hingga 1-2 m untuk menyerap air dan nutrisi. Akar tunjang pada tanaman sorgum terdiri dari akar koronal (akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Akar tunjang berfungsi seperti jangkar untuk tanaman sorgum dan berfungsi menyerap air dan unsur hara jika mencapai tanah. Perakaran tanaman sorgum mampu menopang pertumbuhan dan menjadikan tanaman sorgum toleran kekeringan (House 1985).

Tinggi tanaman sorgum dipengaruhi oleh jumlah buku, panjang ruas batang, panjang tangkai malai, dan panjang malai (House 1985). Perpanjangan buku tanaman sorgum dikendalikan oleh empat lokus gen Dwarf yaitu Dw1, Dw2, Dw3, dan Dw4 (House 1985). Batang sorgum berbentuk silinder dan berbuku-buku. Setiap ruas memiliki alur yang letaknya berselang-seling. Batang sorgum memiliki sel-sel parenkim atau seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras. Sorgum dengan batang yang kering mempunyai tulang daun berwarna coklat, sedangkan batang yang berair mempunyai tulang daun yang berwarna hijau (Acquaah 2007).

Daun tanaman sorgum terdiri dari helai daun dan pelepah daun. Helaian daun sorgum berbentuk lanselot, lurus, mendatar, berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan permukaan daun yang dilapisi oleh lapisan lilin. Lapisan lilin pada permukaan daun berfungsi untuk menahan atau mengurangi penguapan air dari dalam tanah sehingga toleran terhadap kekeringan (Rismunandar 1989). Sorgum mempunyai daun bendera yang muncul terakhir sebelum keluar malai. Daun bendera akan menyelubungi primodia bunga selama proses perkembangan primodia bunga (fase booting).

(22)

4 sorgum terdiri atas kulit luar 8%, lembaga 10%, dan endosperma 82% (Hahn & Rooney 1985). Kulit luar sorgum terdiri atas hilum dan perikap. Hilum berada pada bagian dasar biji dan akan berubah menjadi gelap atau hitam pada saat memasuki fase masak fisiologis. Bagian lembaga biji sorgum terdiri atas bagian inti embrio, skutelum, calon tunas (plumula), dan calon akar (radikula). Bagian lembaga mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat, protein, lisin, dan polisakarida nonpati (Dicko et al. 2006b). Bagian endosperma biji sorgum terdiri atas lapisan lapisan endosperman luar, tengah, dan dalam. Endosperma mempunyai peran penting dalam penyediaan nutrisi bagi tanaman pada awal pertumbuhan (Dicko et al. 2006b).

Sorgum dapat ditanam di daerah tropis, subtropis, dan mampu tumbuh pada rentang suhu optimum yang relatif lebar (Price et al. 2005). Sorgum termasuk kedalam golongan C4 seperti jagung dan tebu sehingga efisien dalam melakukan fotosintesis, terutama pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kekurangan air (Harris et al. 2007). Sorgum dapat ditanam pada lahan kering dan lahan masam dengan tingkat kejenuhan Al tinggi (Harris et al. 2007; Human et al. 2010). Meskipun tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan, tetapi tanaman sorgum akan lebih mudah terkena cekaman kekeringan pada fase akhir berbunga (Ali et al. 2011). Cekaman kekeringan pada sorgum mengakibatkan hilangnya air dalam proeses pembentukan biji, daun prematur, tanaman menjadi senescence, batang rebah, dan terjadi reduksi ukuran biji (Harris et al. 2007).

Tanaman sorgum yang toleran terhadap cekaman kekeringan memiliki mekanisme pengendalian ketahanan hijau daun (stay green) (Kassahun et al. 2010). Tanaman sorgum yang mempunyai karakter stay green mampu menghasilkan klorofil pada daun dan melakukan fotosintesis sehingga dapat memperlambat senesence meskipun air yang tersedia dalam jumlah yang terbatas (Kassahun et al. 2010). Karakter stay green disebabkan karena adanya keseimbangan antara kebutuhan nitrogen (pada biji) dengan asupan nitrogen dari translokasi dari bagian vegetatif tanaman selama proses pengisian biji.

Senescence pada daun menyebabkan terjadinya degradasi protein dan

terhentinya sintesis asam amino. Hal tersebut mengakibatkan organel fotosintesis rusak sehingga daun menjadi berwarna kuning (Kassahun et al. 2010).

Pemanfaatan Sorgum

(23)

5 Sorgum merupakan salah satu makan pokok berbagai negara di Afrika. Sebagai sumber pangan, sorgum biasanya dikonsumsi dalam bentuk biji, tepung, dan bubur (Dicko et al. 2006a). Sorgum mempunyai nilai gizi yang tinggi yakni dalam 100 gram mengandung 83% karbohidrat, 3,5 % lemak, 2,5 % serat dan 10% protein yang artinya lebih tinggi dibandingkan kadar protein beras giling (6-7%), beras pecah kulit (7-8%), jagung (9%) (Suarni 2004). Sorgum banyak mengandung vitamin B seperti thiamin, riboflavin, pyridoxine dan liposolube

vitamin A, D, E, dan K dan kaya akan kandungan fosfor, pottasium, zat besi, dan

zinc (Dicko et al. 2006b).

Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan belum dilakukan secara maksimal, salah satu faktor penyebabnya adalah adanya senyawa tanin pada sorgum. Kandungan tanin menyebabkan rasa pahit sehingga sorgum tidak bisa dikonsumsi secara langsung. Tanin merupakan senyawa fenol yang berperan sebagai anti nutrisi, namun tanin berfungsi sebagai antioksidan (Dicko et al.

2006b). Senyawa fenol tersebut mengakibatkan rasa pahit pada sorgum (Lekalake et al. 2007). Tanin pada sorgum dapat melindungi biji dari jamur, serangga, dan burung sebelum masa panen sehingga dapat menguntungkan secara ekonomis (Puspitasari 2011). Kandungan tanin pada sorgum juga berpengaruh terhadap proses pencernaan. Kandungan tanin yang tinggi dapat menurunkan kemampuan pencernaan pati yang mengakibatkan nilai indeks glikemik menjadi rendah sehingga baik bagi penderita obesitas dan diabetes (Dicko et al. 2006b). Dykes dan Rooney (2007) menambahkan bahwa menurunnya daya cerna ini disebabkan karena tanin berikatan dengan protein, karbohidrat, dan mineral.

Sorgum yang mempunyai nilai fenol dan antioksidan tinggi akan mempunyai kandungan tanin tinggi pula (Dykes & Rooney 2007). Sorgum dengan kandungan tanin tinggi akan mempunyai lapisan perikarp yang berwarna gelap. Dykes dan Rooney (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara perikarp berwarna gelap dengan kandungan fenol dan antioksidan. Puspitasari (2011) melakukan pengujian tanin terhadap beberapa genotipe sorgum dengan warna perikarp yang berbeda-beda. Hasil menunjukkan bahwa belum terlihat adanya pola hubungan antara karakter kualitatif berupa warna pericarp dengan kandungan tanin. Warna pericap yang gelap (coklat) belum tentu mempunyai kandungan tanin tinggi begitu pula sebaliknya. Adanya perbedaan hasil penelitian ini dikarenakan sulitnya untuk menentukan metode standar untuk pengujian tanin.

Sorgum memiliki kandungan gula pada batang sehingga dapat difermentasikan menjadi bioetanol. Almondares et al. (2008) menyatakan bahwa jenis gula yang ada pada batang sorgum meliputi sukrosa dan gula invert seperti

glukosa, fruktosa, maltosa, dan xilosa, sedangkan gula jenis mannosa, galactosa, dan arabinosa tidak terdapat pada batang sorgum. Hal tersebut menunjukkan bahwa karbohidrat yang terdapat pada batang sorgum merupakan karbohidrat yang mudah dikonversi menjadi etanol (Almondares et al. 2008). Kandungan gula juga terdapat pada biji sorgum juga dapat dikonversi menjadi bioetanol. Kandungan gula pada biji sorgum meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, dan rafinosa (Almondares & Hadi 2009).

(24)

6

(2005) menyatakan bahwa rata-rata produktivitas batang (tinggi 3 m) dan biji sorgum di China sebesar 52 ton/ha dan 5 ton/ha. Etanol yang dapat diproduksi dari batang dan biji sorgum sebesar 3500 l/ha dan 1680 l/ha. Batang sorgum yang sudah diolah menjadi bioetanol masih dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena masih mengandung nutrisi mikro dan mineral-mineral (Reddy et al. 2005). Penggunaan sorgum sebagai bioetanol lebih efektif dan efisien karena mampu menghasilkan etanol dalam waktu 4 bulan, hasil etanol yang cukup tinggi, input yang rendah, serta proses pembuatan etanol yang ramah lingkungan (Reddy et al. 2005).

Pemuliaan Tanaman Sorgum

Program pemuliaan tanaman sorgum bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap produktivitas maupun kualitas sumber daya genetik sorgum. Tanaman sorgum untuk pangan mempunyai beberapa kriteria seperti mempunyai produktivitas tinggi, stabilitas produksi pada kondisi dan lingkungan yang bervariasi, mempunyai tinggi tanaman pendek sehingga mudah dipanen, berumur genjah, tahan terhadap cekaman abiotik seperti: tahan kekeringan, toleran alumunium, tidak sensitif terhadap fotoperiodik, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta kualitas biji yang baik seperti: kandungan nutrisi pada endosperma dan kandungan tanin yang rendah (Acquaah 2007). Program pemuliaan tanaman sorgum di Indonesia masih bertujuan untuk membentuk varietas sorgum yang mempunyai potensi hasil tinggi (Puspitasari 2011). Potensi hasil biji sorgum ditentukan oleh beberapa komponen hasil yang memiliki korelasi positif dengan karakter hasil seperti lebar malai, panjang malai, dan bobot malai (Tesso et al. 2011).

Sorgum juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku alternatif biofuel. Program pemuliaan tanaman sorgum di China, Afrika, dan India sudah ditujukan untuk memperoleh sorgum sebagai bahan baku bioetanol. Bahan baku yang digunakan untuk bioetanol adalah fermentasi biji dan batang sorgum sehingga pemuliaan dilakukan untuk memperbaiki kualitas biji dan batang. Reddy et al. (2005) menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakter yang mempengaruhi produksi bioetanol seperti tinggi tanaman, lingkar batang, total padatan terlarut, batang yang dapat diperas, dan produksi nira. Karakter-karakter tersebut telah diketahui mempunyai keragaman genetik yang tinggi sehingga berpotensi untuk dilakukan perbaikan genetik (Reddy et al. 2005).

Program pemuliaan tanaman sorgum untuk bahan pakan ditujukan kepada perbaikan karakter yang berhubungan dengan daun, biomassa, dan biji. Pemanfaatan biji sorgum digunakan sebagai bahan campuran ransum pakan ternak unggas, sedangkan batang dan daun untuk ternak ruminansia. Kandungan lemak sorgum yang relatif tinggi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan bobot ternak. Pemilihan ideotipe sorgum pakan ternak diarahkan untuk mendapatkan genotipe yang memiliki kandungan lemak tinggi (Isnaini 2010).

(25)

7 adalah lahan masam yang mempunyai derajat kemasaman (pH) dibawah 5.5. Kemasaman tanah menyebabkan larutnya beberapa mineral yang bersifat toksik bagi tanaman seperti Al, Mn, dan Fe. Kondisi pH yang rendah menyebabkan Al menjadi terlarut membentuk senyawa Al(OH)2+, Al(OH)22+, Al(H2O)3+, dan Al(H2O)63+ yang berpotensi menjadi toksis bagi tanaman (Samac & Tesfaye 2003; Kochian et al. 2005). Cekaman Al dapat menyebabkan terhambatnya pembelahan sel akar sehingga akar menjadi lebih pendek dan tereduksinya percabangan dan rambut akar (Vitorello et al. 2005). Terhambatnya pertumbuhan akar menyebabkan terganggunya serapan air dan hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Agustina (2011) menyatakan bahwa genotipe sorgum toleran dapat beradaptasi di lahan masam karena memiliki perakaran yang lebih baik dibandingkan genotipe peka yang ditunjukkan melalui keragaan bobot kering akar, panjang akar, panjang tajuk, dan bobot kering tajuk. Pengembangan sorgum yang memiliki toleransi terhadap Al diperlukan sebagai upaya untuk memanfaatkan lahan-lahan masam yang ada di Indonesia. Varietas sorgum toleran Al telah dikembangkan di beberapa negara (Kochian et al. 2004). Varietas sorgum toleran lahan masam belum intensif dikembangkan di Indonesia, oleh karena itu pengembangan varietas sorgum toleran lahan masam sangat diperlukan (Isnaini 2010).

Sorgum bukan tanaman asli Indonesia sehingga keragaman genetik sorgum di Indonesia sangat terbatas. Keragaman genetik yang terbatas mengakibatkan budidaya, penelitian, dan pengembangan sorgum di Indonesia menjadi terbatas. Umumnya varietas sorgum yang berkembang di Indonesia merupakan hasil introduksi dari ICRISAT, India, Filipina, dan China. Setelah melalui proses pengujian adaptasi dan daya hasil selama beberapa generasi, galur-galur introduksi tersebut dilepas sebagai varietas sorgum unggul nasional. Varietas hasil introduksi tersebut adalah Numbu, Kawali, UPCA S1, Mandau, Keris, Higari, Badik, Gadam, dan Sangkur (Azrai et al. 2013). Adanya beberapa varietas unggul nasional tersebut diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik sehingga perbaikan tanaman sorgum di Indonesai semakin berkembang.

Sorgum merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan tingkat penyerbukan silang yang bervariasi bergantung pada bentuk malai. Pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri umumnya diarahkan pada pembentukan galur murni (Chahal & Gosal 2003). Tanaman menyerbuk sendiri ditemukan dalam bentuk galur-galur yang homozigot. Umumnya populasi yang ditemui adalah populasi yang homogen homozigot (populasi yang terdiri dari individu-individu homozigot dengan genotipe yang sama) dan populasi heterogen homozigot (populasi yang terdiri dari individu-individu homozigot dengan genotipe yang berbeda). Pembentukan galur murni pada tanaman homozigot akan menghasilkan genotipe yang homozigot, sedangkan pada tanaman heterozigot akan menghasilkan genotipe yang homozigot dengan menurunkan tingkat heterozigositasnya dari generasi ke generasi.

(26)

8

dan pembentukan hibrida unggul. Adanya sumber daya genetik mandul jantan pada sorgum menyebabkan pengembangan sorgum saat ini diarahkan untuk membentuk varietas hibrida.

Interaksi Genetik dan Lingkungan

Pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi lain untuk faktor lain maka kedua faktor tersebut berinteraksi. Ketika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain, maka kedua faktor tersebut tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2006). Penampilan tanaman tergantung kepada faktor genetik, lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh, dan interaksi antara genetik dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genetik dan lingkungan (G × L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi dari genetik dalam penampilan akhir (Pfeiffer et al. 1995; Baihaki & Wicaksana 2005).

Interaksi genetik dan lingkungan merupakan perbedaan respon dari genotipe-genotipe yang ditanam dari satu lingkungan ke lingkungan lain (Allard & Bradsaw 1964; Yang & Baker 1991). Interaksi genetik dan lingkungan penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi kemajuan seleksi dan menyulitkan dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas. Susanto dan Adie (2010) menyatakan bahwa potensi genetik galur harapan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan berporduksi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas. Interaksi genetik × lingkungan digunakan sebagai dasar penetapan wilayah adaptasi, mengukur peran faktor lingkungan terhadap potensi genetik, dan menentukan derajat adaptabilitas dan stabilitas galur. Sulaeman (2012) menambahkan bahwa adanya informasi mengenai stabilitas dan interaksi genetik × lingkungan sangat penting diketahui dalam menentukan varietas atau galur yang lebih tepat untuk ditanam di suatu lingkungan. Kedua parameter ini diperlukan jika varietas yang dievaluasi adalah varietas baru atau galur harapan yang dihasilkan dari program pemuliaan tanaman.

(27)

9 Pengaruh faktor genotipe yang lebih besar dibanding pengaruh faktor interaksi genetik × lingkungan pada suatu karakter mengartikan bahwa karakter tersebut memiliki keragaan yang lebih stabil pada berbagai lingkungan (Abdalla & Gamar 2011; Tariq et al. 2012). Rahmah (2011) menyatakan bahwa penentuan galur ideal dapat dilakukan dengan cara menguji sejumlah galur pada beberapa lingkungan. Hasil analisis ragam akan menunjukkan besarnya interaksi genetik dan lingkungan sehingga lebih mudah menentukan galur ideal (Eberhart & Russel 1966). Rahayu (2013) menambahkan bahwa suatu genotipe akan dapat tumbuh dan berproduksi sama baiknya di berbagai lingkungan pertumbuhannya jika tidak terdapat interaksi genetik × lingkungan sehingga varietas atau galur dapat dinyatakan stabil. Informasi interaksi genetik × lingkungan dengan spasial yang luas maupun spesifik merupakan hal penting bagi pemulia untuk menentukan genotipe tanaman yang akan dipilih untuk dilepas atau untuk mengukur komponen ragam suatu karakter tertentu (Baihaki & Noladhi 2005).

(28)

10

interaksi genetik dan lingkungan berpengaruh sangat kecil terhadap karakter hasil panen (Rao et al. 2011).

(29)

11

3

KERAGAAN KARAKTER GALUR-GALUR SORGUM HASIL

PEMULIAAN IPB

(Performance of IPB Sorghum Breeding Lines)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi terhadap karakter morfologi dan agronomi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Pemuliaan IPB pada bulan Mei sampai Agustus 2014. Bahan genetik yang digunakan adalah 16 galur sorgum generasi F8 dan enam varietas nasional sebagai pembanding. Karakterisasi karakter morfologi dan agronomi berdasarkan panduan

International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV). Hasil penelitian menunjukkan terdapat keragaman karakter morfologi antar galur kecuali pada karakter antosianin pada daun dan putik, lebar daun, kemampuan menyerbuk sendiri, dan bentuk biji. Galur-galur hasil pemuliaan IPB mempunyai tinggi tanaman yang sedang, diameter batang kecil, malai yang pendek dan rapat, serta bobot 1000 biji yang sedang. Informasi deskripsi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB dapat digunakan untuk menyusun dokumen pendaftaran varietas tanaman.

Kata kunci: Karakterisasi, karakter morfologi dan agronomi,UPOV ABSTRACT

The objective of this study was to obtain information morphological and agronomic traits on IPB sorghum breeding lines. The experiment was conducted at IPB experimental field Leuwikopo and Plant breeding laboratory IPB, from May to August 2014. This experiment used 16 IPB sorghum breeding lines and six national varieties. The characterization of morphological and agronomic traits based on International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV). The result showed that there variations in morphological traits between genotypes and check varieties, except in anthocyanin in leaf and stigma, leaf width, self fertility, and grain shape. IPB breeding lines have medium plant height, small stem diameter, short panicle length, dense panicle, and medium 1000 grain weight. Information description of IPB sorghum breeding lines can be used to prepare a document for registration of plant varieties.

Key words: Characterization, morphological dan agronomic traits, UPOV

Pendahuluan

Sorgum merupakan tanaman serelia yang dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan sehingga berpotensi untuk dikembangkan, khususnya pada lahan marjinal di Indonesia. Sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan industri. Keunggulan lainnya adalah sorgum mempunyai daya adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Andriani & Isnaini 2013).

(30)

12

Sorgum belum termasuk komoditas prioritas sehingga pengembangannya belum luas dan dianggap sebagai komoditas bernilai ekonomi rendah. Oleh karena itu, pengembangan sorgum diarahkan pada lahan marjinal serta banyak tersebar di wilayah timur Indonesia (Subagio & Aqil 2014).

Departemen Agronomi dan Hortikultura telah melakukan pemuliaan sorgum melalui persilangan antar dua tetua dan saat ini diperoleh galur-galur lanjut sorgum yang telah diseleksi di lahan masam. Galur-galur hasil pemuliaan tanaman perlu dikarakterisasi untuk mengetahui keragaan karakternya. Disamping itu, identitas tanaman diperlukan untuk dapat membedakan antara varietas yang satu dengan varietas lainnya berdasarkan perbedaan karakternya masing-masing. International Union for The Protection of New Varieties of

Plants (UPOV) memberikan panduan lengkap untuk karakterisasi

tanaman-tanaman komersial (Kusmana & Sofiari 2007). Karakterisasi dilakukan untuk mendeskripsikan sifat morfologi, agronomi, dan keunikan suatu galur. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai karakter morfologi dan agronomi galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB.

Metode Penelitian

Bahan Genetik

Bahan genetik yang digunakan adalah galur-galur generasi F8 hasil persilangan antara UPCA-S1 (peka Al) X Numbu (toleran Al) yang telah diseleksi dilahan masam, yakni: 139-5, 156-8, 48-2, 39-10, 151-3, 89-3, 166-6, 17-10, 4-3, 82-3, 118-3, 139-1, 159-9, 32-8, 118-7, UP/N-124-7 dan enam varietas nasional sebagai pembanding yaitu: Numbu, Kawali, UPCA-S1, Mandau, Samurai 1, dan Pahat.

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Percobaan dimulai pada bulan di Mei sampai Agustus 2014.

Metode

(31)

13 Pengamatan

Karakter pengamatan mengacu pada panduan dari TG (Technical

guide)/122/4 untuk tanaman sorgum (UPOV 2013). Pengamatan dilakukan

menggunakan skoring untuk setiap karakter dari masing-masing galur dan varietas pembanding. Karakter-karakter yang diamati meliputi:

(32)

14

Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan) No Karakter Metode Pengamatan Skoring 6 Waktu berbunga Pengamatan pada hari

ke 50 dan sebanyak

9 Warna putik Pengamatan pada malai bagian tengah

Putih Kuning terang Kuning Kuning gelap 10 Panjang putik Pengamatan pada

malai bagian tengah 13 Warna anter kering Pengamatan pada

(33)

15 Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan)

20 Panjang cabang

22 Bentuk malai Pengamatan pada hari ke 92-93

No Karakter Metode Pengamatan Skoring 14 Tinggi tanaman Pengamatan pada

hari ke 75-85

15 Diameter batang Pengamatan pada batang disekitar daun 16 Panjang daun Pengamatan pada

daun ketiga dari atas

17 Lebar daun Pengamatan pada daun ketiga dari atas

(34)

16

Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan) No Karakter Metode Pengamatan Skoring

Piramida 24 Panjang sekam Pengamatan pada

hari ke 92-93

Pendek Sedang Panjang Sangat

panjang 25 Warna biji Pengamatan pada

(35)

17 Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan)

No Karakter Metode Pengamatan Skoring

Narrow elliptic Broad elliptic Circular

28 Ukuran embrio Sangat kecil (1), kecil

(3), sedang (5), besar (7), sangat besar (9)

Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar 29 Tekstur

endosperma

Fully vitreorus (1), ¾

vitreorus (3), ½ vitreorus

(5), ¾ farinaceous (7), ½

farinaceous (9)

fully vitreous

¾ vitreous half

vitreous

¾

farinaceous full

farinaceous

30 Warna endosperma Putih (1), kuning muda

(2), kuning (3), jingga (4), ungu (5)

Hasil dan Pembahasan

Karakter Intensitas Antosianin pada Koleoptil, Daun, Putik, dan Sekam Galur-Galur Sorgum Hasil Pemuliaan IPB

(36)

18

sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Roy 2000; Rommahdi et al. 2015). Hal tersebut mengakibatkan galur-galur sorgum memiliki karakter morfologi yang sama meski diuji di lingkungan yang berbeda.

Pengamatan intensitas antosianin dilakukan pada koleoptil, daun, putik, dan sekam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur sorgum yang diuji mempunyai intensitas antosianin yang beragam pada koleoptil dan sekam (Tabel 2). Hasil pengamatan pada daun dan putik menunjukan bahwa seluruh galur sorgum yang diuji tidak mempunyai antosianin pada daun dan putik, demikian juga pada varietas pembanding.

Tabel 2 Keragaan karakter intensitas antosianin pada koleoptil, daun, putik, dan sekam galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Antosianin

Koleoptil Daun Putik Sekam

1 UP/N-139-5 Sedang Tidak ada Tidak ada Lemah 2 UP/N-156-8 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 3 UP/N-48-2 Sedang Tidak ada Tidak ada Lemah 4 UP/N-39-10 Kuat Tidak ada Tidak ada Lemah 5 UP/N-151-3 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedang 6 UP/N-89-3 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 7 UP/N-166-6 Lemah Tidak ada Tidak ada Sedang 8 UP/N-17-10 Kuat Tidak ada Tidak ada Sedang 9 UP/N-82-3 Sedang Tidak ada Tidak ada Tidak ada 10 UP/N-118-3 Sedang Tidak ada Tidak ada Tidak ada 11 UP/N-124-7 Lemah Tidak ada Tidak ada Sangat kuat 12 UP/N-159-9 Sedang Tidak ada Tidak ada Tidak ada 13 UP/N-32-8 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedang 14 UP/N-118-7 Sedang Tidak ada Tidak ada Lemah 15 UP/N-4-3 Lemah Tidak ada Tidak ada Sedang 16 UP/N-139-1 Kuat Tidak ada Tidak ada Tidak ada 17 Samurai 1 Lemah Tidak ada Tidak ada Tidak ada 18 Mandau Sangat kuat Tidak ada Tidak ada Tidak ada 19 Pahat Lemah Tidak ada Tidak ada Tidak ada 20 Numbu Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 21 Kawali Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 22 UPCA-S1 Sedang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Keterangan: Tidak ada = absent, lemah = weak, sedang = medium, sangat kuat =

very strong (UPOV 2013)

(37)

19 merupakan varietas pembanding yang tidak mempunyai antosianin pada koleoptil.

Galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB yang diamati mempunyai antosianin pada sekam dengan intensitas sangat lemah, lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat. Berdasarkan hasil pengamatan, galur UP/N-124-7 mempunyai intensitas antosianin sekam yang kuat, sedangkan galur UP/N-156-8, UP/N-89-3, UP/N-82-UP/N-89-3, UP/N-118-UP/N-89-3, dan UP/N-159-9 tidak mempunyai antosianin pada sekam. Seluruh varietas pembanding tidak mempunyai antosianin pada sekam.

Gambar 3 Keragaan intensitas antosianin pada koleoptil galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB. (a) galur UP/N-156-8, (b) galur UP/N-118-7, (c) varietas Mandau

Gambar 4 Keragaan intensitas antosianin pada sekam galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB. (a) galur UP/N-159-9, (b) galur UP/N-139-5, (c) galur UP/N-124-7

Antosianin berperan membentuk pigmen warna dan berfungsi sebagai antioksidan, photoprotectors, mekanisme pertahanan, dan menarik polinator (Bailon et al. 2004). Antosianin dapat dipengaruhi secara genetik, perubahan suhu, kekurangan nutrisi, dan serangan patogen (Styen et al. 2002).

Karakter Morfologi Daun Galur-Galur Sorgum Hasil Pemuliaan IPB

Hasil pengamatan pada daun menunjukkan bahwa seluruh galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai hijau daun dengan intensitas sedang (Tabel 3). Varietas pembanding mempunyai hijau daun dengan intensitas sedang kecuali Samurai 1, Pahat, dan Kawali. Ketiganya memiliki hijau daun dengan intensitas gelap. Seluruh galur sorgum mempunyai tulang daun berwarna putih kekuningan (yellowish white) serta tidak terdapat gradasi warna antara tulang daun ke helai daun.

a

a b c

(38)

20

Tabel 3 Keragaan karakter morfologi daun galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Intensitas hijau

daun Warna tulang daun

Gradasi warna tulang daun ke

helai daun 1 UP/N-139-5 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 2 UP/N-156-8 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 3 UP/N-48-2 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 4 UP/N-39-10 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 5 UP/N-151-3 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 6 UP/N-89-3 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 7 UP/N-166-6 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 8 UP/N-17-10 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 9 UP/N-82-3 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 10 UP/N-118-3 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 11 UP/N-124-7 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 12 UP/N-159-9 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 13 UP/N-32-8 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 14 UP/N-118-7 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 15 UP/N-4-3 Sedang Putih kekuningan Tidak ada 16 UP/N-139-1 Sedang Putih kekuningan Tidak ada

17 Samurai 1 Gelap Kuning terang Tidak ada

18 Mandau Sedang Kuning terang Tidak ada

19 Pahat Gelap Kuning terang Tidak ada

20 Numbu Sedang Putih kekuningan Tidak ada

21 Kawali Gelap Kuning terang Tidak ada

22 UPCA-S1 Sedang Putih kekuningan Tidak ada Keterangan: Sedang = medium, gelap = dark, putih kekuningan = yellowish

white, kuning terang = medium yellow, tidak ada = absent (UPOV 2013).

Galur-galur sorgum yang diuji tidak mempunyai tulang daun berwarna coklat (brown midrib), demikian pula pada varietas pembanding. Tulang daun berwarna coklat (brown midrib) merupakan salah satu target pemulian tanaman sorgum, karena dapat menghambat sintesis lignin dan merubah komposisi lignin (Sattler et al. 2010). Reduksi lignin menjadi target penting dalam perbaikan pakan dan bioenergi (Sattler et al. 2010).

(39)

21 Tabel 4 Keragaan karakter lebar dan panjang daun galur-galur sorgum hasil

pemuliaan IPB

No Galur Lebar

(cm) Kategori

Panjang

(cm) Kategori 1 UP/N-139-5 9.2 Sangat Lebar 91.5 Sangat panjang 2 UP/N-156-8 8.7 Sangat Lebar 86.4 Sangat panjang 3 UP/N-48-2 9.4 Sangat Lebar 89.0 Sangat panjang 4 UP/N-39-10 9.2 Sangat Lebar 95.3 Sangat panjang 5 UP/N-151-3 8.6 Sangat Lebar 87.4 Sangat panjang 6 UP/N-89-3 8.2 Sangat Lebar 92.3 Sangat panjang 7 UP/N-166-6 8.2 Sangat Lebar 92.6 Sangat panjang 8 UP/N-17-10 9.2 Sangat Lebar 85.6 Sangat panjang 9 UP/N-82-3 8.4 Sangat Lebar 92.5 Sangat panjang 10 UP/N-118-3 8.4 Sangat Lebar 96.5 Sangat panjang 11 UP/N-124-7 7.9 Lebar 85.2 Sangat panjang 12 UP/N-159-9 8.9 Sangat Lebar 94.4 Sangat panjang

13 UP/N-32-8 8.0 Lebar 84.0 Sangat panjang

14 UP/N-118-7 9.0 Sangat Lebar 97.5 Sangat panjang 15 UP/N-4-3 8.8 Sangat Lebar 82.5 Sangat panjang 16 UP/N-139-1 8.4 Sangat Lebar 88.4 Sangat panjang

17 Samurai 1 7.2 Lebar 72.0 Panjang

18 Mandau 6.9 Lebar 76.0 Panjang

19 Pahat 8.6 Sangat Lebar 81.8 Sangat panjang 20 Numbu 8.2 Sangat Lebar 89.4 Sangat panjang 21 Kawali 8.8 Sangat Lebar 81.4 Sangat panjang 22 UPCA-S1 8.2 Sangat Lebar 92.4 Sangat panjang Keterangan: Lebar = 6.1-8.0 cm, sangat lebar = > 8.0 cm, panjang = 61-80 cm,

sangat panjang = > 80 cm (Elangovan et al. 2014)

Karakter Morfologi Bunga Galur-Galur Sorgum Hasil Pemuliaan IPB

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai umur berbunga lebih genjah dibanding varietas pembanding (Tabel 5). Sebagian besar galur sorgum mempunyai umur berbunga yang genjah kecuali galur UP/N-39-10 dan UP/N-17-10 yang mempunyai umur berbunga yang sedang. Galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai umur berbunga berkisar 56-65 hari. Umur berbunga genjah merupakan target pemuliaan tanaman, karena berhubungan dengan umur panen yang lebih cepat (Nur 2013).

(40)

22

Tabel 5 Keragaan karakter umur berbunga galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Umur berbunga

(hari) Kategori

1 UP/N-139-5 64 Genjah

2 UP/N-156-8 60 Genjah

3 UP/N-48-2 64 Genjah

4 UP/N-39-10 70 Sedang

5 UP/N-151-3 64 Genjah

6 UP/N-89-3 56 Genjah

7 UP/N-166-6 60 Genjah

8 UP/N-17-10 66 Sedang

9 UP/N-82-3 59 Genjah

10 UP/N-118-3 56 Genjah

11 UP/N-124-7 64 Genjah

12 UP/N-159-9 64 Genjah

13 UP/N-32-8 60 Genjah

14 UP/N-118-7 62 Genjah

15 UP/N-4-3 68 Genjah

16 UP/N-139-1 56 Genjah

17 Samurai 1 66 Sedang

18 Mandau 65 Genjah

19 Pahat 65 Sedang

20 Numbu 69 Sedang

21 Kawali 70 Sedang

22 UPCA-S1 68 Sedang

Keterangan: Genjah = 56 – 65 hari, sedang = 66 – 75 hari (Elangovan et al. 2014)

Gambar 5 Karakter warna putik galur sorgum dan varietas pembanding (a) galur UP/N-124-7 warna putik: kuning terang, (b) varietas Mandau warna putik: putih

Hasil pengamatan pada karakter putik menunjukkan bahwa galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai putik berwarna putik (Whitish), kuning terang (medium yellow), dan kuning muda (light yellow).

(41)

23 Tabel 6 Keragaan morfologi bunga galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Warna putik Panjang

5 UP/N-151-3 Putih Pendek Coklat kemerahan

6 UP/N-89-3 Kuning muda Pendek Jingga kemerahan 7 UP/N-166-6 Kuning muda Pendek Jingga

8 UP/N-17-10 Kuning muda Sedang Kuning terang 9 UP/N-82-3 Kuning terang Sedang Jingga kemerahan 10 UP/N-118-3 Kuning muda Pendek Jingga kemerahan 11 UP/N-124-7 Kuning terang Pendek Jingga

12 UP/N-159-9 Putih Pendek Jingga

13 UP/N-32-8 Kuning muda Pendek Coklat kemerahan 14 UP/N-118-7 Kuning terang Pendek Jingga kemerahan

15 UP/N-4-3 Putih Pendek Jingga

16 UP/N-139-1 Putih Pendek Jingga

17 Samurai 1 Putih Sedang Jingga

18 Mandau Putih Sedang Jingga kemerahan

19 Pahat Putih Pendek Jingga

20 Numbu Kuning muda Pendek Coklat kemerahan

21 Kawali Putih Pendek Kuning terang

22 UPCA-S1 Kuning muda Pendek Jingga kemerahan Keterangan: Putih = whitish, kuning muda = light yellow, kuning terang =

medium yellow, pendek = short, sedang = medium, jingga =

orange, jingga kemerahan = orange red, coklat kemerahan = red

brown (UPOV 2013).

Sebagian besar galur-galur sorgum yang diuji memiliki panjang putik yang pendek kecuali galur UP/N-139-5 dan UP/N-82-3 yang memiliki panjang putik sedang (Tabel 6). Panjang putik dipengaruhi lingkungan (Lopez et al. 2010a) dan berkorelasi rendah dengan perkecambahan polen dan pertumbuhan tabung polen (Lopez et al. 2010b).

Karakter Morfologi Malai dan Biji Galur-Galur Sorgum Hasil Pemuliaan IPB

(42)

24

Bentuk malai sorgum berdasarkan deskripsi UPOV (2013) terdiri dari lima kriteria yaitu: piramid terbalik, lebar bagian atas, lebar bagian tengah, lebar bagian bawah, dan piramida. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lima galur mempunyai bentuk malai lebar bagian atas (broard upper part), delapan galur mempunyai bentuk malai lebar bagian tengah (broard middle part), dan tiga mempunyai bentuk malai lebar bagian bawah (broard lower part) (Tabel 7). Tabel 7 Keragaan leher dan bentuk malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan

IPB

No Galur Panjang leher

malai (cm) Kategori Bentuk malai 1 UP/N-139-5 11.0 Sedang Lebar bagian tengah

Karakter panjang cabang malai berdasarkan deskripsi UPOV (2013) terbagi menjadi tiga kriteria yaitu: pendek, sedang, dan panjang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai panjang cabang malai dengan kriteria pendek dan sedang (Tabel 8). Kannababu

et al. (2013) menyatakan bahwa panjang malai berkorelasi kuat dengan panjang

cabang malai.

(43)

25

Gambar 6 Bentuk malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB Tabel 8 Keragaan malai galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Panjang cabang

malai (cm) Kategori Kerapatan malai

1 UP/N-139-5 6.0 Pendek Rapat

2 UP/N-156-8 10.5 Sedang Sedang

3 UP/N-48-2 5.5 Pendek Rapat

4 UP/N-39-10 6.6 Pendek Rapat

5 UP/N-151-3 10.6 Sedang Jarang

6 UP/N-89-3 11.0 Sedang Sedang

7 UP/N-166-6 7.0 Pendek Rapat

8 UP/N-17-10 5.5 Pendek Rapat

9 UP/N-82-3 7.3 Pendek Rapat

10 UP/N-118-3 6.5 Pendek Sedang

11 UP/N-124-7 8.0 Pendek Rapat

12 UP/N-159-9 7.5 Pendek Sedang

13 UP/N-32-8 7.6 Pendek Rapat

14 UP/N-118-7 10.0 Sedang Sedang

15 UP/N-4-3 6.0 Pendek Rapat

16 UP/N-139-1 6.0 Pendek Sedang

17 Samurai 1 15.5 Panjang Rapat

18 Mandau 15.5 Panjang Rapat

19 Pahat 7.5 Pendek Jarang

20 Numbu 15.4 Panjang Rapat

21 Kawali 11.5 Sedang Rapat

22 UPCA-S1 7.0 Pendek Rapat

(44)

26

Tabel 9 Keragaan kemampuan menyerbuk sendiri dan ukuran embrio galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Kemampuan

menyerbuk sendiri Ukuran embrio

1 UP/N-139-5 Menyeluruh Sedang

2 UP/N-156-8 Menyeluruh Besar

3 UP/N-48-2 Menyeluruh Sangat besar

4 UP/N-39-10 Menyeluruh Sangat besar

5 UP/N-151-3 Menyeluruh Sangat besar

6 UP/N-89-3 Menyeluruh Sangat besar

7 UP/N-166-6 Menyeluruh Besar

8 UP/N-17-10 Menyeluruh Sangat besar

9 UP/N-82-3 Menyeluruh Sedang

10 UP/N-118-3 Menyeluruh Besar

11 UP/N-124-7 Menyeluruh Besar

12 UP/N-159-9 Menyeluruh Besar

13 UP/N-32-8 Menyeluruh Besar

14 UP/N-118-7 Menyeluruh Besar

15 UP/N-4-3 Menyeluruh Sedang

16 UP/N-139-1 Menyeluruh Sangat besar

17 Samurai 1 Menyeluruh Besar

18 Mandau Menyeluruh Besar

19 Pahat Menyeluruh Besar

20 Numbu Menyeluruh Besar

21 Kawali Menyeluruh Sangat besar

22 UPCA-S1 Menyeluruh Sangat besar

Keterangan: Menyeluruh = complete, besar = broad, sangat besar = very broad

(UPOV 2013)

Berdasarkan panduan UPOV (2013), karakter kemampuan menyerbuk sendiri pada tanaman sorgum terbagi menjadi tiga kategori yakni: tidak menyerbuk sendiri (non self fertility), menyerbuk sendiri sebagian (partial self fertility), dan menyerbuk sendiri menyeluruh (completeself fertility). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur sorgum yang diuji mempunyai kemampuan menyerbuk sendiri yang menyeluruh (Tabel 9). Disamping itu, galur-galur hasil pemuliaan IPB juga mempunyai malai yang rapat (Tabel 8). Tipe penyerbukan sorgum dipengaruhi oleh struktur pembungaan tanaman (Azrai et al. 2013). Sorgum dengan bentuk malai yang kompak dan rapat umumnya mempunyai tipe penyerbukan sendiri, sedangkan sorgum dengan malai yang terbuka mempunyai peluang untuk penyerbukan silang sebesar 30-60% (House 1985).

(45)

27 galur-galur hasil pemuliaan IPB mempunyai panjang sekam dengan kategori sedang dan panjang (Tabel 10). House (1985) menyatakan bahwa sorgum yang mempunyai sekam panjang akan mengalami penyerbukan sendiri karena sekam tidak akan membuka pada proses penyerbukan. Disamping itu, sorgum dengan sekam yang panjang lebih resisten terhadap serangan hama dan fungi (grain mold) (Teetes 1984; Sharma et al. 2010).

Tabel 10 Keragaan sekam dan biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

No Galur Warna sekam Panjang

sekam Warna biji 1 UP/N-139-5 Coklat gelap Sedang Merah kecoklatan 2 UP/N-156-8 Coklat Sedang Putih keabuan 3 UP/N-48-2 Coklat kemerahan Pendek Kuning

4 UP/N-39-10 Coklat kemerahan Panjang Merah kecoklatan 5 UP/N-151-3 Coklat Pendek Merah kecoklatan 6 UP/N-89-3 Coklat gelap Pendek Merah kecoklatan 7 UP/N-166-6 Coklat Panjang Coklat gelap 8 UP/N-17-10 Coklat kemerahan Panjang Putih keabuan 9 UP/N-82-3 Coklat gelap Panjang Putih keabuan 10 UP/N-118-3 Hitam Sedang Putih keabuan 11 UP/N-124-7 Coklat gelap Sedang Putih

12 UP/N-159-9 Coklat Pendek Putih kekuningan 13 UP/N-32-8 Coklat gelap Sedang Merah kecoklatan 14 UP/N-118-7 Coklat gelap Pendek Putih keabuan

15 UP/N-4-3 Coklat Panjang Kuning

16 UP/N-139-1 Coklat kemerahan Pendek Merah kecoklatan

17 Samurai 1 Kuning Pendek Kuning

18 Mandau Coklat Sedang Jingga kemerahan

19 Pahat Kuning Sedang Putih kekuningan

20 Numbu Kuning Panjang Kuning

21 Kawali Coklat Panjang Putih kekunigan

22 UPCA-S1 Coklat gelap Sedang Putih

(46)

28

dengan biji terang (putih, kuning) biasanya digunakan untuk pangan (Waniska 2000).

Gambar 7 Warna biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB a= kuning, b= coklat, c= merah kecoklatan

Tabel 11 Keragaan biji galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB No Galur

Biji

Bentuk Tekstur

endosperma

Warna endosperma 1 UP/N-139-5 Circular Fully farinaceous Putih

2 UP/N-156-8 Circular Fully farinaceous Putih

3 UP/N-48-2 Circular Half vitreous Kuning muda 4 UP/N-39-10 Circular Fully farinaceous Putih

5 UP/N-151-3 Circular Fully farinaceous Putih 6 UP/N-89-3 Circular Fully farinaceous Putih 7 UP/N-166-6 Circular Fully farinaceous Putih 8 UP/N-17-10 Circular Fully farinaceous Putih

9 UP/N-82-3 Circular ¾ farinaceous Kuning muda 10 UP/N-118-3 Circular Fully farinaceous Putih

11 UP/N-124-7 Circular Fully farinaceous Putih 12 UP/N-159-9 Circular Fully farinaceous Putih 13 UP/N-32-8 Circular Fully farinaceous Putih

14 UP/N-118-7 Circular ¾ farinaceous Kuning muda 15 UP/N-4-3 Circular ¾ farinaceous Kuning muda 16 UP/N-139-1 Circular Fully farinaceous Putih

17 Samurai 1 Circular Fully farinaceous Putih 18 Mandau Circular Fully farinaceous Putih

19 Pahat Circular Half vitreous Kuning muda

20 Numbu Circular Fully farinaceous Putih 21 Kawali Circular Fully farinaceous Putih

22 UPCA-S1 Circular Half vitreous Kuning muda Keterangan: Putih = white, kuning muda = light yellow (UPOV 2013)

Karakter tekstur endosperma pada galur-galur sorgum yang diuji terbagi kedalam tiga kriteria yaitu: fully farinaceous, half viterous, dan ¾ farinaceous

dan fully vitreous. Sebagian besar galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai

(47)

29 tekstur endosperma fully farinaceous, kecuali galur UP/N-48-2, UP/N-4-3, dan UP/N-159-9 yang mempunyai tekstur endosperma half viterous, dan ¾

farinaceous (Tabel 11). Ioerger et al. (2007) menyatakan, vitreous endosperma mempunyai kandungan total protein dan prolamin yang tinggi dibandingkan

farinaceous endosperma, sedangkan farinaceous endosperma mempunyai

kandungan ɣ prolamin yang tinggi dibandingkan vitreous endosperma. Tekstur endosperma half vitreous lebih mudah berkecambah dibandingkan tekstur endosperma farinaceous (Bekele et al. 2012).

Warna endosperma sorgum berdasarkan deskripsi UPOV (2013) terdiri atas warna putih, kuning muda, kuning, jingga, dan ungu. Sebagian besar galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB mempunyai endosperma yang berwarna putih dan kuning muda (Tabel 9). Endosperma yang berwarna kuning mengandung karotenoid yang tinggi (Waniska 2000; Fernandez 2008), sedangkan endosperma berwarna putih tidak mengandung karotenoid (Subramanian et al.1994).

Karakter Agronomi Galur-Galur Sorgum Hasil Pemuliaan IPB

Karakter tinggi tanaman sorgum terbagi kedalam tiga kategori: pendek (76-150 cm), sedang (151-225 cm), dan tinggi (>225 cm) (Elangovan et al. 2014). Seluruh galur sorgum yang diuji mempunyai tinggi tanaman kategori sedang. Disamping daya hasil, karakter tinggi tanaman merupakan kriteria seleksi dalam program pemuliaan sorgum karena menentukan tingkat kerebahan tanaman (Dillon et al. 2007).

Gambar 8 Keragaan tinggi tanaman galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB (a) galur UP/N-166-6, galur UP/N-118-7, galur UP/N-89-3, galur UP/N-48-2, galur UP/N-82-3, (b) galur UP/N-156-8, Numbu, galur UP/N-39-10, galur UP/N-17-10, galur UP/N-124-7, galur UP/N-118-3

Tanaman sorgum dengan tinggi tanaman yang terlalu tinggi tidak akan menguntungkan untuk produksi biji. Tanaman yang terlalu tinggi akan mudah roboh jika tidak ditopang dengan struktur perakaran yang kokoh. Disamping itu, tanaman tinggi akan menyebabkan alokasi fotosintat lebih banyak ke batang dibanding ke biji (Indradewa et al. 2005). Hal ini tidak akan menguntungkan bagi tanaman pangan, namun menguntungkan untuk kebutuhan bioetanol karena

(48)

30

tanaman yang tinggi diharapkan akan lebih banyak menghasilkan nira batang sebagai bahan baku bioetanol (Puspitasari 2011).

Karakter diameter sorgum terbagi kedalam tiga kategori: kecil (<2 cm), sedang (2-4 cm), besar (>4 cm) (Elangovan et al. 2014). Seluruh galur sorgum yang diuji mempunyai diameter tanaman kategori kecil. Pemuliaan tanaman sorgum diarahkan untuk membentuk arsitektur tanaman sorgum dengan tinggi yang sedang dan diameter sedang-besar untuk memudahkan pemanenan serta tanaman tidak mudah roboh.

Tabel 12 Keragaan tinggi tanaman dan diameter batang galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB

(49)

31 Karakter bobot 1000 butir terbagi kedalam lima kategori: sangat rendah (<16 g), rendah (16-25 g), sedang (26-35 g), tinggi (36-45 g), dan sangat tinggi (>45 g) (Elangovan et al. 2014). Sebagian besar galur sorgum mempunyai bobot 1000 butir kategori sedang.

(50)

32

Simpulan

(51)

33 4 INTERAKSI GENETIK × LINGKUNGAN GALUR-GALUR SORGUM

HASIL PEMULIAAN IPB DI DUA LINGKUNGAN

(Genetic × Environment Interaction of IPB Sorghum Breeding Lines in Two Environments)

ABSTRAK

Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi dikembangkan di Indonesia. Fenotipe merupakan hasil dari ekspresi dari genotipe, lingkungan, serta interaksi antara genotipe dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi interaksi genetik × lingkungan dari galur-galur hasil pemuliaan IPB. Penelitian dilakukan di Gowa Sulawesi Selatan dan Bogor, Jawa Barat. Penelitian menggunakan 16 galur-galur sorgum hasil pemuliaan IPB dan dua varietas nasional sebagai pembanding. Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Hasil menunjukkan bahwa karakter panjang malai, umur berbunga, bobot 1000 butir, laju pengisian biji, bobot biji per petak, dan produktivitas dipengaruhi oleh interaksi genetik × lingkungan yang bersifat kualitatif. Interaksi genetik × lingkungan kualitatif menyebabkan adanya perubahan peringkat galur di dua lingkungan yang diujikan. UP/N-124-7, UP/N-89-3, UP/N-151-3, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-4-3, UP/N-118-3, dan UP/N-1187-7 mampu beradaptasi baik pada lingkungan lahan kering beriklim kering. UP/N-48-2, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-156-8, UP/N-118-3, and UP/N-139-1 mampu beradaptasi baik pada lingkungan lahan kering beriklim basah.

Kata kunci: Interaksi genetik × lingkungan kualitatif, lahan kering beriklim kering, lahan kering beriklim basah, produktivitas

ABSTRACT

Sorghum is one of potential crops to be developed in Indonesia. The phenotype is a result of expression from genotype, environment, and their interaction. The objective of this study was evaluation of genotype × environment interaction on IPB sorghum breeding lines. Experiment was conducted in Gowa, South Celebes and Bogor, West Java. This experiment used 16 IPB sorghum breeding lines and 2 national varieties as a check. The lines were planted in a randomized complete blocks design with three replications. The results showed that qualitative genetic × environment interaction was effected panicle length, days flowering, 1000 grain weigth, grain filling rate, grain yield, and productivity of sorghum lines. The presence qualitative genetic × environment interaction changed the rank among lines in two environments.UP/N-124-7, UP/N-89-3, UP/N-151-3, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-4-3, UP/N-118-3, and UP/N-1187-7 were well adapted in upland with dry climate. UP/N-48-2, UP/N-32-8, UP/N-17-10, UP/N-156-8, UP/N-118-3, and UP/N-139-1 were well adapted in upland with wet climate.

Key words: Qualitative genotype × environment interaction, upland dry

(52)

34

Pendahuluan

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman serelia dan menjadi sumber pangan utama di Afrika. Tanaman sorgum sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan menjadi tanaman pangan pokok untuk beberapa kelompok masyarakat lokal di Jawa, NTB, dan NTT (Kusumawati et al. 2014). Pemanfaatan sorgum masih rendah di Indonesia dibandingkan tanaman pangan lain seperti padi dan jagung. Sorgum mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena dapat dijadikan bahan pangan alternatif dengan kandungan nutrisi tinggi, bahan baku industri, bioenergi, serta mempunyai daya adaptasi yang luas.

Pemuliaan tanaman sorgum saat ini mulai banyak dilakukan di Indonesia dengan tujuan memperoleh varietas sorgum berdaya hasil tinggi dan kualitas biji yang baik. Disamping itu pemuliaan sorgum juga diarahkan pada daya adaptasi terhadap cekaman kekeringan dan cekaman lahan masam (BATAN 2011). Sorgum berpeluang dikembangkan pada lahan kering, baik pada wilayah beriklim basah maupun beriklim kering. Varietas sorgum yang dikembangkan di Indonesia saat ini umumnya ditujukan untuk dibudidayakan di lahan kering beriklim kering. Varietas sorgum yang adaptif di lahan kering beriklim basah belum banyak dikembangkan di Indonesia.

Tanah di lahan kering beriklim basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan ciri khas sebagian besar wilayah Indonesia (Subagio & Aqil 2014). Departemen Agronomi dan hortikultura melakukan pemuliaan tanaman sorgum dengan melakukan persilangan antara UPCA-S1 X Numbu. Saat ini telah diperoleh 16 galur lanjut yang sudah di seleksi di lahan masam pada generasi awal (Isnaini 2010; Puspitasari 2011). Galur-galur tersebut perlu diuji lanjut pada berbagai kondisi lingkungan untuk mengetahui daya adaptasi dan potensi hasilnya.

Produksi sorgum sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi genetik dan lingkungan. Interaksi genetik × lingkungan merupakan perbedaan respon genotipe diberbagai lingkungan pengujian yang berbeda-beda (Roy 2000; Xie 2003). Hasil penelitian sebelumnya pada tanaman sorgum menunjukkan bahwa interaksi genetik × lingkungan berpengaruh terhadap karakter-karakter kuantitatif seperti hasil dan komponen hasil (Delacy et al. 2010a; Delacy et al. 2010b; dan Rao et al. 2011). Interaksi genetik × lingkungan bersifat kompleks serta mempengaruhi proses seleksi dan pengujian galur-galur unggul (Rao et al. 2011).

Gambar

Gambar 1. Bagan alir penelitian
Tabel 1. Karakter morfologi dan agronomi sorgum
Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan)
Tabel 1 Karakter morfologi dan agronomi sorgum (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah galur sorgum mutan BMR (Patir 3.2 dan Patir 3.7) menghasilkan produksi biomasa yang tidak berbeda dibanding galur sorgum mutan non

Seleksi galur-galur padi hasil persilangan antara Situ Bagendit x Kasalath dan Situ Bagendit x NIL-C433 pada populasi BC2F6, yang diharapkan mempunyai sifat toleran

Tujuan penelitian adalah (1) untuk memperoleh informasi tentang tanggap agronomi genotipe sorgum terhadap pertumbuhan dan produksi pada kondisi cekaman Al dan

Pengamatan dilakukan terhadap nilai Brix pada nira batang (%) yang diukur menggunakan refraktometer pada nira yang dihasilkan dengan memotong dan memerah batang sorgum pada

penelitian mengenai galur hasil persilang- an tanaman kedelai yang bertujuan (1) Mengkaji keragaan galur-galur kedelai hasil persilangan varietas Tanggamus x

The characterization was conducted at IPB experimental Field, based International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV), used 16 IPB sorghum breeding lines

Seleksi F3 Galur Harapan Kedelai Hitam Toleran Kekeringan Hasil Persilangan Varietas Mallika dan Wilis Berdasarkan Nilai Heritabilitas dan Kemajuan Genetik.. Dibimbing

Sebanyak 100 galur generasi lanjut yang berasal dari 58 persilangan turunan tetua toleran kekeringan hasil seleksi tadah hujan (pedigree disajikan pada Tabel 1)