• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGMP USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGMP USU"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat siang,

Perkenalkan nama saya Fandra Nasution, saat ini saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGMP USU” yang bertujuan untuk mengetahui efek penyembuhan madu alami yang ditinjau dari ukuran stomatitis aftosa rekuren (SAR) tipe minor (sariawan). Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya bagi instansi pendidikan bahwa madu alami dapat digunakan sebagai salah satu obat untuk menyembuhkan SAR (sariawan) dan memberikan informasi bagi tenaga kesehatan tentang alternatif untuk pengobatan SAR (sariawan) yaitu dengan menggunakan madu alami.

(2)

kontrol setiap hari untuk tiga hari berikutnya setelah diberikan pengobatan dengan madu alami.

Partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan ada terjadi efek samping pada Saudara/i dan tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter gigi bila Saudara/i tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Saudara/i akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini identitas Saudara/i akan disamarkan. Hanya dokter gigi peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Saudara/i akan dijamin sepenuhnya.

Apabila selama penelitian ini terjadi keluhan pada Saudara/i, silahkan menghubungi saya Fandra Nasution (087766164265).

Demikian penjelasan dari saya. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(3)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp./HP :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, 2014

Mahasiswa Peneliti Peserta Penelitian

(4)

Lampiran 3

Nomor Data Penelitian:

REKAM MEDIK PENELITIAN

EFEK MADU ALAMI TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR

PADA PASIEN RSGMP USU

Tanggal Pemeriksaan :

Tanggal Kontrol Pertama :

Tanggal Kontrol Kedua :

Tanggal Kontrol Ketiga :

A. Data Demografi

Nama :

Umur : ... tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Pekerjaan :

Riwayat Penyakit :

B. Pemeriksaan Umum

Berat Badan : ... kg

Tinggi Badan : ... cm

(5)
(6)

Eritema Halo : Ya Tidak

Kontrol Hari Ketiga

Ukuran SAR : ... mm

Skala Rasa Sakit :

Tidak sakit Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat

(7)
(8)

Lampiran 5

Frequency Table

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 1 6.3 6.3 6.3

Perempuan 15 93.8 93.8 100.0

Total 16 100.0 100.0

Riwayat penyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada 16 100.0 100.0 100.0

BMI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kurang 2 12.5 12.5 12.5

Normal 12 75.0 75.0 87.5

Obesitas 2 12.5 12.5 100.0

(9)

Lokasi SAR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Mucosa labial 4 25.0 25.0 25.0

Mucosa bucal 6 37.5 37.5 62.5

Lateral lidah 4 25.0 25.0 87.5

Dasar mulut 2 12.5 12.5 100.0

Total 16 100.0 100.0

Eritema Halo awal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 16 100.00 100.0 100.0

Tidak ada 0 0 0 0

Total 16 100.0 100.0

Eritema Halo hari 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 10 62.5 62.5 62.5

Tidak ada 6 37.5 37.5 100.0

(10)

Eritema Halo hari 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(11)

Tests of Normality

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

(12)

Descriptive Statistics

b. Design: Intercept

Within Subjects Design: waktu

Pairwise Comparisons

95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

(13)

3 1 -.969* .180 .000 -1.351 -.586

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the .05 level.

a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

(14)

Multivariate Testsb

b. Design: Intercept

Within Subjects Design: waktu

Pairwise Comparisons

95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 .813* .188 .001 .413 1.212

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the .05 level.

(15)

NPar Tests Friedman Test

Ranks

Mean Rank

Eritema Halo awal 1.38

Eritema Halo hari 1 2.16

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Eritema Halo hari 1 - Eritema

Halo awal

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 1b 1.00 1.00

Ties 15c

Total 16

Eritema Halo hari 2 - Eritema

Halo awal

Negative Ranks 0d .00 .00

(16)

Ties 11f

Total 16

Eritema Halo hari 3 - Eritema

Halo awal

Negative Ranks 0g .00 .00

Positive Ranks 9h 5.00 45.00

Ties 7i

Total 16

Eritema Halo hari 2 - Eritema

Halo hari 1

Negative Ranks 0j .00 .00

Positive Ranks 4k 2.50 10.00

Ties 12l

Total 16

Eritema Halo hari 3 - Eritema

Halo hari 1

Negative Ranks 0m .00 .00

Positive Ranks 8n 4.50 36.00

Ties 8o

Total 16

Eritema Halo hari 3 - Eritema

Halo hari 2

a. Based on negative ranks.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. Philadelphia: Saunders, 1984: 428-9, 431.

2. Kennedy AC, Blumgart LH. Essentials of medicine and surgery for dental students. 4th ed., Edinburgh: Churchill Livingstone, 1985: 151.

3. Scully C. Aphthous ulcers

4. Tayanin GL. Recurrent aphthous stomatitis: prevalence.

5. Hardi DS. Sekilas tentang panas dalam dan sariawan.

(Juli

8.2013).

6. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology clinical pathologic correlations. 5th ed., San Francisco: Saunders Elsavier, 2008: 35, 38-9.

7. Coulthard P, Sloan P, Horner K, Theaker ED. Master dentistry: oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. 2nd ed., Edinburgh: Churchill Livingstone, 2008: 180.

8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial pathology. 3rd ed., St. Louis: Saunders Elsavier, 2009: 331-2, 335.

9. Chestnutt IG, Gibson J. Clinical dentistry. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsavier, 2007: 448-9.

10.Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut (clinical oral medicine). Alih Bahasa. Wiriawan E. Jakarta: Widya Medika, 1998: 48-9. 11.Haddad SE. Honey: a new treatment for recurrent minor aphthous stomatitis.

Saudibi Dent J, 2009: 81.

(18)

13.Subrahmanyam M. A prospective randomised clinical and histological study of superficial burn wound healing with honey and silver sulfadiazine. Burns J 1998; 24: 157.

14.Mohamed SS, Al-Douri AS. The effect of honey on the healing of oral ulcers (clinical study). Al-Rufidain Dent J 2008; 8(2): 159.

15.Greenberg MS, Glick M. Ulcerative, vesicular and bullows lessions. Burket’s oral medicine. 11th ed., Hamilton: BC Decker Inc., 2008: 57-8, 60.

16.Volkov I, Rudoy I, Masalha R. Case report: recurrent aphthous stomatitis responds to vitamin B12 treatment. Canadian Family Physician 2005; 51(6): 2-3.

17.Houston G. Traumatic ulcers.

18.Merijanti LT. Peran sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe-I. J

Kedokteran Trisakti 1999; 18(3): 145.

19.Astina N. 12 faktor penyebab sariwa

20.Casiglia JM. Aphthous stomatitis.

21.Safadi RH. Prevalence of recurrent aphthous ulceration in Jordanian dental

patients. BMC Oral Health J 2009; 9(31): 3.

22.Ibsen OAC, Phelan JA. Oral pathology for the dental hygienist. St. Louis: Saunders Elsavier, 2009: 51, 88-9.

23.Farmaki EA, Poulopoulos AK, Epivatianos A, Farmakis K, Karamouzis M, Antoniades D. Increased anxiety level and high salivary and serum cortisol consentrations in patients with recurrent aphthous stomatitis. Tohoku J Exp Med 2008; 214: 291.

24.Lamey PJ, Lewis MAO. A clinical guide to oral medicine. 2nd ed., United Kingdom: British Dental Journal, 2003: 9.

(19)

26.Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Recurrent aphthous stomatitis: genetic aspects of etiology. Postep Derm Alergol 2013; 30(2): 96.

27.Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis, a consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-1, 204.

28.Vivek V, Nair BJ. Recurrent aphthous stomatitis: recurrent concepts in diagnosis and management. J of Indian Academy of Oral Med and Rad 2011; 23(3): 232-3.

29.Wilkin J. Kenalog® in orabase® (triamcinolone acetonide dental paste, USP) 0.1%

30.Sarwono B. Lebah madu. Jakarta: Agro Media Pustaka, 2001: 62.

31.Brening A, Schindler J, Brown D. Honey: a reference guide to nature’s sweetener 32.Vardi A, Barzilay Z, Linder N, Cohen HA, Parer G, Barzilai. Local

application of honey for treatment of neonatal postoperative wound infection. (Juli 15.2013).

33.Al-Waili NS, Salom K, Al-Ghamdi AA. Honey for wound healing, ulcers, and burns; data supporting its use in clinical practice. The Scientific World J 2011; 11: 773, 775, 777-8.

34.Bogdanov S. Honey in medicine

(Juli

21.2013).

35.Hanafiah KA. Rancangan percobaan. Jakarta: Rajawali Pers, 2011: 9.

36.Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010: 124-5, 182-4.

(20)

38.Bere. Friedman rank test: nonparametric analysis for the randomized block

design.

(Januari 15.2014).

39.Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J Maxillofac Pathol 2011; 15(3): 252-6.

40.Lund I, Lundeberg T, Kowalski J, Svensson E. Gender differences in electrical pain threshold responses to transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS). Ireland: Elsevier, 2005: 79.

41.Hovav AH. Dendritic cells of oral mucosa. J Mucosal Immunology 2014; 7: 27-37.

(21)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post-test only control group design. Penelitian eksperimental merupakan penelitian yang digunakan untuk mempelajari mekanisme korelasi sebab-akibat. Pada penelitian ini sampel akan diperiksa sebelum dan sesudah pemberian madu alami. Penelitian ini untuk melihat efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut pusat di Medan yang memiliki instalasi khusus penyakit mulut yang biasanya banyak menangani kasus penyakit mulut dan dalam hal ini salah satunya adalah kasus SAR tipe minor sehingga mempermudah peneliti untuk mencari subjek penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Februari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pengunjung RSGMP USU yang menderita SAR tipe minor. Sampel penelitian adalah pengunjung RSGMP USU yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Untuk pengambilan sampel, rancangan penelitian ini menggunakan rumus Federer:35

(t-1) (n-1) ≥ 15

Dimana, t = banyaknya kelompok perlakuan

(22)

Banyaknya sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: (1-1) (n-1) ≥ 15

(n-1) ≥ 15 n = 16

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.36 Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Kriteria Inklusi:

1. Pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU, Medan.

2. Pasien yang tidak menderita penyakit sistemik dan tidak mengonsumsi obat-obatan.

3. Pasien yang tidak merokok.

4. Pasien yang memiliki Body Mass Index (BMI) normal.

Kriteria Eksklusi:

1. Pasien tidak bersedia menjadi subjek penelitian. 2. Pasien tidak bersedia mengikuti prosedur penelitian.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel tercoba : Penyembuhan SAR tipe minor 2. Variabel eksperimental : Madu alami

(23)

3.4.2 Definisi Operasional

1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor adalah ulser superfisial yang secara klinis memiliki bentuk bulat atau oval, berukuran <10 mm, dikelilingi eritema halo

dan sering terjadi berulang.2,3 2. Lama penyembuhan:

- Eritema halo adalah batas pinggiran SAR yang berwarna merah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler darah yang bersifat reversibel.3,25-26

- Pengukuran ukuran SAR adalah pengurangan ukuran SAR dalam waktu tiga hari setelah dilakukan pengobatan yang diukur dengan menggunakan jangka.27-28

- Rasa sakit adalah perasaan nyeri dan panas pada mukosa rongga mulut yang terkena SAR yang biasanya diukur dengan skala rasa sakit (0-10, untuk 0 = tidak sakit sama sekali, dan seterusnya sampai 10 = sangat sakit).18

3. Madu alami adalah madu yang mengandung kadar madu asli (100%).11 4. Jenis kelamin adalah keadaan kodrati responden sesuai anatomi, yaitu laki-laki atau perempuan yang dapat dilihat dari rekam medik.37

3.5 Sarana Penelitian

Alat:

1. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian 2. Kaca mulut

3. Jangka 4. Penggaris 5. Lampu senter

6. Timbangan berat badan 7. Pengukur tinggi badan 8. Alat tulis

(24)

3. Tissu

4. Cairan antiseptik 5. Madu alami

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di RSGMP USU. Data mengenai kondisi SAR diperoleh melalui pemeriksaan subjektif berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pasien diberikan lembar penjelasan penelitian dan ditanya kesediannya berpartisipasi dalam penelitian, apabila pasien bersedia, pasien diminta untuk menandatangani lembar informed consent.

(25)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan sistem manual dan komputerisasi. Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang hanya mempunyai satu variabel penelitian dan bertujuan untuk mendiskripsikan variabel tersebut.36 Analisis Ini dilakukan dengan sistem manual. Variabel univariat pada penelitian ini adalah :

1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada pasien SAR tipe minor

2. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe minor 3. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian madu alami pada pasien SAR tipe minor

4. Rata-rata ukuran ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian madu alami pada pasien SAR tipe minor

5. Distibusi dan frekuensi rata-rata skala rasa sakit pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian madu alami pada pasien SAR tipe minor

Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai dua variabel penelitian yang saling berhubungan.36 Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat efek madu alami terhadap penyembuhan SAR tipe minor setelah dilakukan perlakuan selama tiga hari. Oleh karena itu, analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan metode uji Chi Square untuk analisis hasil eritema halo dan uji Anova Repeated

untuk analisis hasil pengukuran SAR dan skala rasa sakit yang pada penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan antara dua pengamatan yang telah dilakukan pada obat sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan.

(26)

2. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian madu alami pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Anova Repeated

3. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian madu alami pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Anova Repeated

Sebelum melakukan uji tersebut, diperlukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak, maka diperlukan uji normalitas Friedman Test.38 Analisis ini dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3. 8 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Ethical clearance

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar persetujuan (informed consent)

(27)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 16 orang yang menderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Subjek dalam penelitian ini melibatkan 1 pria (6,25%) dan 15 wanita (93,75%) yang menderita SAR tipe minor (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien SAR Tipe Minor

Jenis Kelamin F (Frekuensi) %

Pria 1 orang 6,25 %

Wanita 15 orang 93,75%

Total 16 orang 100%

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa lokasi SAR tipe minor paling sering ditemukan pada mukosa bukal yaitu 6 orang (37,5%), selanjutnya pada mukosa labial dan lateral lidah masing-masing 4 orang (25%) dan pada dasar mulut 2 orang (12,5%). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Lokasi Terjadinya Ulser pada Pasien SAR Tipe Minor

Lokasi Ulser F (Frekuensi) %

Mukosa Labial 4 25

Mukosa Bukal 6 37,5

Lateral Lidah 4 25

Dasar Mulut 2 12,5

(28)

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian

Data penelitian berdasarkan distribusi dan frekuensi terjadinya eritema halo

berdasarkan pemeriksaan pada 16 pasien (100%) dijumpai eritema halo dan 0 pasien (0%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari pertama, 10 pasien (62,5%) dijumpai eritema halo dan 6 pasien (37,5%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari kedua, terdapat 6 pasien (37,5%) dijumpai eritema halo dan 10 pasien (62,5%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontol hari ketiga, 2 pasien (12,5%) dijumpai eritema halo dan 14 pasien (87,5%) tidak dijumpai eritema halo. Distribusi dan frekuensi eritema halo dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor

Eritema Halo F % Total

(%)

Ya Tidak Ya Tidak

Pemeriksaan 16 0 100 0 100

Kontrol Hari Pertama 10 6 62,5 37,5 100

Kontrol Hari Kedua 6 10 37,5 62,5 100

Kontrol Hari Ketiga 2 14 12,5 87,5 100

(29)

Tabel 4. Analisis Hasil Eritema Halo SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan

Friedman Test dan Uji Chi Square

* = signifikan

Rata-rata ukuran ulser pada 16 pasien SAR tipe minor saat pemeriksaan adalah 3,1875 mm. Terjadi pengurangan ukuran ulser setelah dilakukan perlakuan dengan rata-rata ukuran ulser setelah diberikan madu alami pada kontrol hari pertama adalah 2,828 mm, kontrol hari kedua 2,219 mm dan kontrol hari ketiga 1,406 mm. Rata-rata ukuran ulser dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Ukuran Ulser pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor

Ukuran Ulser Rata-rata ± SD

Pemeriksaan 3,1875 ± 1,4477

Kontrol Hari Pertama 2,828 ± 1,2135

Kontrol Hari Kedua 2,219 ± 1,1497

Kontrol Hari Ketiga 1,406 ± 1,1138

Uji statistik menggunakan uji Anova Repeated menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai p<0,05, artinya terdapat perbedaan pada ukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga

Eritema Halo Rata-rata Selisih Rata-rata Nilai P

Pemeriksaan 1,38

1,78 0,000*

Kontrol Hari Pertama 2,16

Kontrol Hari Kedua 2,66

(30)

setelah diberikan madu alami. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil bahwa madu alami dapat mengurangi ukuran ulser dengan rata-rata 1,7815 mm selama tiga hari (Tabel 6).

Tabel 6. Analisis Hasil Pengukuran SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Uji

Anova Repeated

* = signifikan

Distribusi dan frekuensi rata-rata skala rasa sakit yang dialami 16 pasien pada saat pemeriksaan adalah 4,50. Terjadi pengurangan skala rasa sakit pada ulser setelah dilakukan perlakuan yaitu pada kontrol hari pertama rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,69, kontol hari kedua 2,38 dan kontrol hari ketiga 1,00. Data mengenai distribusi dan frekuensi rata-rata skala rasa sakit dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distibusi dan Frekuensi Rata-rata Skala Rasa Sakit pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor

Skala Rasa Sakit Rata-rata

Pemeriksaan 4,50

Kontrol Hari Pertama 3,69

Kontrol Hari Kedua 2,38

Kontrol Hari Ketiga 1,00

Ukuran Ulser Rata-rata ± SD Selisih Rata-rata Nilai P

Pemeriksaan 3,1875 ± 1,4477

1,7815 0,000*

(31)

Uji statistik menggunakan uji Anova Repeated menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05). Nilai p<0,05, artinya terdapat perbedaan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga setelah diberikan madu alami. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil bahwa madu alami dapat mengurangi rasa sakit pada SAR tipe minor dengan penurunan skala rata-rata 3,5 selama tiga hari (Tabel 8).

Tabel 8. Analisis Hasil Skala Rasa Sakit SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Pemberian Madu Alami pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Uji

Anova Repeated

* = signifikan

Skala Rasa Sakit Rata-rata ± SD Selisih Rata-rata Nilai P

Pemeriksaan 4,50 ± 2,733

3,5 0,000*

(32)

BAB 5 PEMBAHASAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut dengan tanda khas berupa adanya ulser oval rekuren tanpa adanya penyakit lain.15 Pada penelitian ini, terdapat 16 pasien yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang terdiri dari 1 pria (6,25%) dan 15 wanita (93,75%) yang menderita SAR tipe minor. Penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Preeti, dkk (2011) bahwa SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah terjadinya SAR dengan perbedaan respon rasa sakit antara pria dan wanita.39,40 Respon wanita terhadap rasa sakit lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini disebabkan karena wanita memiliki nilai ambang rasa sakit lebih tinggi dibandingkan pria, yang menyebabkan wanita cenderung lebih sensitif terhadap rasa sakit sehingga menyebabkan wanita lebih sering berobat dibandingkan pria.40

Stomatitis aftosa rekuren dapat terjadi pada berbagai lokasi di rongga mulut terutama pada mukosa bukal, mukosa labial, lateral lidah dan dasar mulut10,18 Pada penelitian yang dilakukan di RSGMP USU dijumpai lokasi paling sering dijumpai SAR adalah pada mukosa bukal yaitu 6 pasien, diikuti mukosa labial dan lidah masing-masing 4 pasien, paling jarang pada dasar mulut yaitu 2 pasien. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Hovav (2013) bahwa SAR lebih sering ditemukan pada mukosa tidak berkeratin terutama mukosa bukal yang merupakan mukosa tidak berkeratin paling luas di rongga mulut sehingga tingkat kejadian SAR lebih tinggi dijumpai di mukosa bukal dibandingkan mukosa tidak berkeratin lainnya.41

(33)

eritema halo pada kontrol hari pertama, 6 eritema halo pada kontrol hari kedua, dan 2 eritema halo pada kontrol hari ketiga. Terjadi penurunan jumlah pasien yang memperlihatkan eritema halo seiring dengan pemberian madu alami setiap harinya dengan rata-rata nilai 1,78 selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gichki, dkk (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat satupun pasien yang mengalami eritema halo setelah dilakukan pengobatan dengan madu alami selama tiga hari.12 Madu alami menyerap toksin yang terdapat pada membran mukosa dan membentuk protein, sehingga eksudat inflamasi yang sebelumnya menimbulkan warna kemerahan disekeliling ulser (eritema halo) diserap oleh madu alami dan kemudian akan mengurangi warna kemerahan disekeliling ulser secara perlahan. 12,14

Hasil analisis pengukuran besar ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga memperlihatkan adanya pengurangan rata-rata ukuran ulser setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami yaitu 0,3595 mm pada kontrol hari pertama, 0,609 mm pada kontrol hari kedua, dan 0,813 pada kontrol hari ketiga. Jika dijumlahkan, madu alami dapat mengurangi rata-rata ukuran ulser sebesar 1,7815 mm selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gichki, dkk (2012), yaitu madu alami dapat mengurangi ukuran ulser dengan epitelisasi sempurna dan penyembuhan sempurna (0 mm) selama tiga hari.12 Hal ini dikarenakan madu alami berfungsi sebagai covering agent, dimana madu alami mempunyai viskositas tinggi (kental) sehingga memungkinkan madu untuk melekat pada ulser.12,14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grotte (1998) bahwa kandungan glukosa yang banyak terdapat pada madu alami akan disuplai ke leukosit dan suplai oksigen ke jaringan yang memproduksi hidrogen peroksida sehingga membantu jaringan yang rusak lebih cepat melakukan perbaikan dengan bantuan aktivitas antimikroba.42

(34)

sampai 10 adalah sangat sakit).18 Pada penelitian ini, rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 4,50 (sakit sedang). Terjadi pengurangan skala rasa sakit setelah diberikan madu alami, pada kontrol hari pertama rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,69 (sakit ringan sampai sakit sedang), kontrol hari kedua 2,38 (sakit ringan) dan pada kontrol hari ketiga 1,00 (tidak sakit sampai sakit ringan). Hal tersebut menunjukkan bahwa madu alami efektif mengurangi rasa sakit yang disebabkan SAR yang dibuktikan dengan penurunan skala rata-rata sebesar 3,50 selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan teori Al-Walii, dkk (2012) yang menyatakan bahwa madu alami berperan sebagai antiinflamasi yang relatif cepat mengurangi rasa nyeri dengan menurunkan kembali permeabilitas pembuluh darah, pergerakan cairan ke jaringan lunak yang terinflamasi dan kadar eksudat pada permukaan ulser yang sebelumnya meningkat.33 Hal tersebut dihubungkan dengan pH madu alami yang relatif rendah (biasanya 4) dan kadar glukosa yang tinggi (osmolaritas yang tinggi) juga membantu proses antiinflamasi terhadap magrofag.40 Selain itu, glukosa tersebut juga mengandung substrat yang berguna untuk proses glikolisis, yang dikenal berfungsi sebagai mekanisme utama untuk menghasilkan energi pada makrofag yang akan mensuplai oksigen terhadap jaringan yang sebelumnya menyebabkan rasa sakit karena kurangnya suplai oksigen. Madu alami juga menyerap toksin yang terdapat pada membran mukosa dan membentuk protein, sehingga eksudat inflamasi yang sebelumnya menyebabkan rasa nyeri diserap oleh madu alami. 12,14

(35)
(36)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGMP Universitas Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa penggunaan madu alami sebagai pengobatan stomatitis aftosa rekuren tipe minor memiliki efek yang baik. Hal tersebut dapat terlihat pada perbedaan ukuran SAR, eritema halo dan skala rasa sakit yang signifikan setelah pemberian madu alami selama tiga hari.

6.2 Saran

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut dengan tanda khas berupa adanya ulser oval rekuren tanpa adanya penyakit lain.15 SAR mempunyai nama lain ulser aftosa dan canker sores.1,6,8

2.1.1 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti. SAR terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja tetapi multifaktorial. Faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya SAR antara lain defisiensi nutrisi, trauma, alergi, merokok, faktor herediter dan imunologi.1,7-10

1. Defisiensi Nutrisi

Pasien yang mengalami defisiensi nutrisi memiliki hubungan dengan terjadinya SAR. Sebagian penderita SAR diperkirakan mengalami defisiensi vitamin B1, B2, B6 dan B12.9-10 Laporan kasus oleh Volkov (2005) terhadap tiga pasien SAR dengan defisiensi vitamin B12 menyatakan bahwa terjadinya SAR bisa disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi dari produk hewani seperti daging yang menyebabkan rendahnya kadar serum vitamin B12, tetapi hal ini masih diragukan karena mekanisme terjadinya SAR dengan defisiensi vitamin B12 masih belum jelas, para ahli memperkirakan bahwa ada hubungannya dengan adanya penekanan imunitas seluler (cell-mediated immunity) pada sel mukosa.16

2. Trauma

(38)

3. Alergi

Alergi adalah perubahan respon imun tubuh terhadap bahan yang ada dalam lingkungan hidup sehari-hari.18 SAR dapat terjadi karena sensitivitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik, permen karet, bahan gigi tiruan atau bahan tambalan, serta bahan makanan. Setelah kontak dengan beberapa bahan yang menyebabkan sensitifitas terhadap mukosa, maka mukosa akan meradang. Gejala ini disertai rasa panas, kadang timbul gatal, dapat juga didahului dengan bentukan vesikel yang sifatnya sementara kemudian akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.19

Teori membuktikan terdapat hubungan antara SAR dengan reaksi autoimun (hipersensitivitas tipe IV) salah satunya adalah terlihat adanya kerusakan jaringan pada pemeriksaan histologi jaringan SAR yang menunjukkan bahwa adanya ulserasi nonspesifik yang didahului oleh infiltrasi limfosit dan terdapat respon imun yang diperantarai sel (cell-mediated).1

4. Genetik

Faktor genetik cenderung mempengaruhi pasien SAR. Lebih dari 40% dari individu yang mengalami SAR memiliki orangtua yang pernah mengalami SAR. Stomatitis aftosa rekuren mungkin berhubungan dengan human leukocyte antigen

(HLA) haplotipe B51 (juga umum pada sindrom Behçet), Cn7, A2, B12, dan DR5.6 Hubungan antara haplotipe HLA spesifik dan SAR telah diselidiki, tetapi tidak ada hubungan yang konsisten yang bisa dibuktikan oleh para ahli, kemungkinan besar karena tidak adanya dasar immunogenetik pada SAR.20

(39)

5. Stres

Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap SAR.19 Stres dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak rongga mulut dikaitkan dengan kebiasaan parafungsional seperti menggigit bibir atau mukosa pipi dan trauma ini dapat menyebabkan mukosa rongga mulut rentan terhadap terjadinya ulserasi.22

Penelitian yang dilakukan oleh Farmaki et al (2008) menyimpulkan bahwa kecemasan bisa menjadi faktor penyebab terjadinya SAR. Pasien yang sering merasa cemas memiliki tingkat serum kortisol yang tinggi pada saat menderita SAR.23

6. Hormonal

Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan dengan terjadinya SAR.24 Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.19 Pada sebagian wanita SAR dilaporkan bisa lebih parah terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi, yang terkait dengan peningkatan tingkat progestogen dan menurunnya estrogen.9 Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun yang menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.19

7. Infeksi Mikroba

Beberapa teori menyatakan bahwa ada hubungan antara SAR dan beberapa agen mikrobial seperti bakteri Streptococcus, Helicobacter pylori, varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), human herpes virus (HHV)-6 dan HHV-7, tetapi tidak terdapat teori dan penjelasan yang cukup kuat mengenai data yang berhubungan dengan SAR dan mikroba yang lebih spesifik.15

8. Defisiensi Hematologi

(40)

folat).6,9,24 Oleh karena itu, pertimbangan adanya defisiensi hematologi mengharuskan pasien menjalani pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12, dan memperbaiki seluruh folat darah dan ferritin seperti Totally Iron Binding Capacity (TIBC) atau kapasitas pengikatan zat besi secara total dari zat besi serum.10

9. Penyakit Sistemik

Pasien yang mengalami SAR terus-menerus harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian lebih lanjut oleh dokter spesialis. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah Behcet’s disease, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal (Chron’s disease, Celiac disease, dan kolitis ulseratif), HIV-AIDS, dan Sweet’s syndrome.19

2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Ulser dimulai dengan rasa terbakar selama 2-48 jam sebelum ulser muncul dan terlihat kemerahan, selanjutnya akan muncul bentukan papula dan ulser membesar.15 SAR ditandai dengan adanya ulser bulat dan dangkal.3,10 Ulser tertutup pseudomembran kuning keabu-abuan, berbatas tegas dan dikelilingi pinggiran halo

eritematus.3,25-26 Stomatitis aftosa rekuren sering ditemukan pada daerah yang tidak berkeratin seperti mukosa bibir dan dasar mulut.10,18

Tidak semua SAR mempunyai gambaran klinis yang sama. Terlihat adanya variasi pada ukuran, kedalaman, dan rentang terjadinya ulser. Maka dari itu, SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe minor, mayor dan herpetiformis:15

1. SAR Tipe Minor (MiRAS)

(41)

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor28

2. SAR Tipe Mayor (MaRAS)

Prevalensi SAR tipe mayor (periadenitis mucosa necrotica recurrents atau Sutton disease) adalah 10-15% pada populasi. SAR tipe mayor biasanya terjadi setelah pubertas. Simtom pada tahap prodromal lebih intens dari tipe minor. Diameter SAR tipe mayor >10 mm. SAR tipe mayor biasanya sangat sakit dan sering muncul pada bibir, palatum lunak dan pangkal tenggorokan. SAR tipe mayor terjadi beberapa minggu hingga bulanan. Pasien SAR tipe mayor biasanya disertai dengan gejala-gejala seperti demam karena dehidrasi, serta disfagia dan malaise karena asupan nutrisi kurang akibat pasien merasa sakit sewaktu ingin makan dan minum.27

(42)

3. SAR Tipe Herpetiformis (HeRAS)

Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis paling sedikit dijumpai pada populasi dengan prevalensi 5-10%. Ulser biasanya terdiri dari 5 sampai 100 ulser dengan diameter antara 1-3 mm dengan bentuk kecil, bulat, dan sakit.27 SAR tipe herpetiformis tejadi selama 40-50 hari. SAR tipe herpetiformis bisa mengenai hampir semua mukosa rongga mulut. Simtom yang menyertainya biasanya lebih banyak dari tipe minor dan beberapa pasien mengalami pola kontinu dari ulserasi.7

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis28

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis SAR pada umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Perhatian khusus harus ditujukan pada umur terjadinya, lokasi, lama (durasi) serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor hormon, stres, dan alergi harus dicatat.10 Gambaran klinis SAR yang terjadi di rongga mulut terlihat dalam bentuk ulser kecil, bulat atau oval, batas margin yang jelas, dasar abu-abu atau kekuningan dan sering terjadi berulang.3

(43)

2.1.4 Perawatan

Saat ini, perawatan SAR hanya berupa perawatan simtomatis. Tidak ada penatalaksanaan spesifik terhadap SAR. Tujuan perawatan SAR adalah untuk menghilangkan gejala, mengurangi jumlah dan ukuran SAR dan mencegah rekurensi.27 Obat yang dapat digunakan untuk perawatan SAR antara lain amlexanox,

chlorhexidine, colchicine, dapsone, tetrasiklin, thalidomide, vitamin dan suplemen mineral digunakan sebagai pengobatan SAR.9

Untuk kasus ringan dengan dua atau tiga ulser kecil dipakai protective agent

seperti Orabase atau Zilactin yang berperan sebagai anestesi dengan sediaan topikal. Pada kasus yang lebih parah digunakan golongan steroid topikal dengan dosis yang lebih tinggi seperti fluocinonide, betamethasone atau clobetasol yang dioleskan langsung pada lesi. Untuk kasus berat seperti SAR tipe mayor yang tidak sembuh dengan menggunakan terapi topikal, penggunaan terapi sistemik sangat dianjurkan. Obat yang dilaporkan bisa mengurangi jumlah ulser pada beberapa kasus adalah

prednisone. Obat-obatan tersebut harus dipertimbangkan sebelum diberikan kepada pasien bahwa keuntungan yang didapat harus lebih besar dari resiko efek samping yang ditimbulkan.15

Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk perawatan SAR adalah golongan kortikosteroid dengan sediaan topikal yaitu triamsinolon acetonide.2

Obat ini dapat membatasi proses inflamasi yang terjadi pada pasien SAR dengan menginduksi fosfolipase A2 penghambat protein (lipocortin). Selain itu,

(44)

2.2 Madu Alami 2.2.1 Definisi

Madu alami adalah madu yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan 70°C. Bentuk madu alami berupa cairan kental seperti sirup dengan warna bening atau kuning pucat sampai coklat kekuningan. Rasa madu alami biasanya khas, yaitu dengan aroma yang enak dan segar. Jika dipanaskan, aromanya menjadi lebih kuat dengan bentuk yang tidak berubah. Bobot madu alami per ml berkisar antara 1,352 gram sampai 1,358 gram.30

2.2.2 Komposisi

Komposisi madu alami terdiri dari 70% gula, 20% air, dan selebihnya terdiri dari karbohidrat (oligosakarida), protein, asam dan mineral. Gula sebagai komponen terbesar madu alami terdiri dari glukosa, fruktosa, monosakarida (gula sederhana) dan disakarida yang terdiri dari maltosa, sukrosa, kojibiosa, turanosa, isomaltosa, dan maltulosa. Hal tersebutlah yang membuat madu alami memiliki rasa manis karena sebagian besar komposisinya adalah berbagai jenis gula.31

(45)

2.2.3 Kegunaan Madu dalam Bidang Medis

Madu merupakan salah satu bahan alami yang sering digunakan dalam pengobatan. Mandal (2011) dalam penelitiannya menyatakan pentingnya pengobatan menggunakan madu telah didokumentasikan dalam kepustakaan medis tertua di dunia, dan sejak zaman kuno madu telah dikenal memiliki antimikroba yang dapat menyembuhkan luka, baik luka bakar, ulser, maupun luka terbuka. Sifat penyembuhan dari madu tersebut ditimbulkan karena adanya aktivitas antimikroba, mempertahankan kelembaban luka dan viskositas yang kental dari madu yang dapat mencegah timbulnya infeksi.12

Subrahmanyam (1998) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan madu dapat meredakan inflamasi dan kontrol infeksi yang baik pada luka bakar. Selain itu, madu tersebut menunjukkan kontrol infeksi yang lebih baik serta memiliki efek penyembuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan perawatan dengan menggunakan silver sulfadiazine.13 Selain sebagai kontrol infeksi, penelitian Vardi et al (1998) juga menyimpulkan bahwa madu sangat bermanfaat dalam perawatan luka paska bedah yang terinfeksi dan tidak memberikan respon terhadap perawatan antibiotik lokal dan sistemik secara konvensional.32

(46)

2.3 Mekanisme Penyembuhan SAR dengan Madu Alami

1. Antiinflamasi

Inflamasi yang terjadi pada ulser menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan meningkatkan pergerakan cairan ke jaringan lunak yang terinflamasi, kemudian meningkatkan kadar eksudat pada permukaan ulser dan menimbulkan rasa sakit. Madu alami berperan sebagai antiinflamasi yang relatif cepat mengurangi rasa nyeri, edema, dan mengurangi produksi eksudat, mempertahankan kelembaban lingkungan sekitar ulser, mengurangi peradangan, dan menyeimbangkan pergerakan cairan.33-34

2. Antimikroba

Aktivitas antimikroba dalam madu alami disebabkan oleh karena adanya enzim hidrogen peroksidase.34 Hal tersebut dihubungkan dengan pH madu alami yang relatif rendah dan kadar gula yang tinggi (osmolaritas yang tinggi) yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada ulser. Madu alami menyerap toksin yang terdapat pada membran mukosa dan membentuk protein, sehingga eksudat inflamasi diserap oleh madu alami. 12,14

3. Covering Agent

Madu alami sebagai covering agent melindungi lapisan jaringan di bawah ulser sehingga mempercepat proses penyembuhan dan proses epitelisasi jaringan yang rusak.Viskositas madu alami yang tinggi (kental) memungkinkan madu untuk melekat pada ulser. Mekanisme tersebut akan mencegah terjadinya infeksi sekunder pada ulser dan mencegah ulser berkontak dengan mikroba dan unsur kemis lain.12,14 Madu alami memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan jaringan pada ulser untuk mempercepat penyembuhan dan memulai proses penyembuhan yang lebih cepat pada luka yang telah lama tidak sembuh.33

4. Antioksidan

(47)
(48)

2.4 Kerangka Teori

Madu Alami Perawatan

Mayor Minor

Stomatitis Aftosa Rekuren

Herpetiformis

Covering Agent

Antimikroba Antiinflamasi

Antioksidan

Modern Tradisional

Triamcinolone acetonide

(49)

2.5 Kerangka Konsep

Penyembuhan SAR Tipe Minor

- Eritema Halo

- Ukuran Ulser - Rasa Sakit

(50)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan yang paling sering terjadi di rongga mulut.1 SAR tipe minor dikarakteristikkan dengan ulser superfisial, berukuran kecil dan sakit.2 SAR di rongga mulut terjadi dalam bentuk ulser kecil, bulat atau oval, berulang, batas margin yang jelas, dan dasar abu-abu atau kekuningan.3 Pola berulang dan ketidaknyamanan yang terjadi membuat SAR sangat mengganggu penderita.1

Prevalensi SAR bervariasi tergantung daerah populasi yang diteliti. Prevalensi SAR sekitar 20% dari populasi dunia, masyarakat yang berada dalam kelompok ekonomi kelas menengah dan atas biasanya paling sering terkena SAR.1 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Scully (2013), SAR dilaporkan mengenai 5-66 % penduduk Amerika Serikat.3 Penelitian yang dilakukan oleh Axell (1990) menunjukkan bahwa prevalensi SAR terjadi pada 11,1% penduduk Thailand.4 Prevalensi SAR di Indonesia sendiri berkisar antara 5-66% dari jumlah populasi umum.5 Angka kejadian yang paling sering dijumpai adalah pada remaja, dan biasanya SAR lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.3

Sampai saat ini, etiologi pasti SAR belum diketahui.1,6,7 Meskipun demikian telah banyak teori yang menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya SAR, diantaranya reaksi alergi, faktor genetik, faktor hormonal, kelainan darah, defisiensi nutrisi, stress dan trauma.1,7-10 Etiologi SAR belum sepenuhnya diketahui, maka perawatannya bersifat simtomatis, untuk pengobatannya biasanya dengan memberikan obat antiinflamasi seperti triamsinolone asetonide.1,2,7,8 SAR juga bisa dirawat dengan pengobatan tradisional dengan menggunakan madu.11

(51)

dunia, dan sejak zaman kuno madu telah dikenal memiliki antimikroba yang dapat menyembuhkan luka, baik luka bakar, ulser, maupun luka terbuka. Sifat penyembuhan dari madu tersebut ditimbulkan karena viskositas yang kental sehingga dapat mempertahankan kelembaban luka dan adanya aktivitas antimikroba yang dapat mencegah terjadinya infeksi.12 Subrahmanyam (1998) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan madu dapat meredakan inflamasi dan kontrol infeksi yang baik pada luka bakar.13 Madu juga memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai bahan alami dalam proses penyembuhan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed (2007) pada ulser rongga mulut.14

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti di atas yang mayoritas masih dilakukan di luar negeri didapatkan hasil yang baik yang menerangkan bahwa madu bisa digunakan sebagai antimikroba, antiinflamasi dan antioksidan, oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang efek penyembuhan madu alami terhadap stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara (RSGMP USU), Medan. Madu alami menjadi pilihan karena mengandung kadar madu asli (100%) tanpa campuran bahan lain yang biasa terdapat pada madu yang sudah diolah. Pemberian madu alami pada penelitian ini diharapkan dapat menyembuhkan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan umum penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada pasien RSGMP USU?

Pertanyaan khusus pada penelitian ini adalah:

(52)

2. Apakah terdapat pengurangan ukuran pada stomatitis aftosa rekuren tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami?

3. Apakah terdapat pengurangan skala rasa sakit pada stomatitis aftosa rekuren tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum penelitian ini dilakukan adalah :

Untuk mengetahui efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada pasien RSGMP USU.

Tujuan khusus penelitian ini dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui pengurangan eritema halo pada stomatitis aftosa rekuren tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami

2. Untuk mengetahui pengurangan ukuran pada stomatitis aftosa rekuren tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami

3. Untuk mengetahui pengurangan skala rasa sakit pada stomatitis aftosa rekuren tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami

1.4 Hipotesis

Terdapat efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada pasien RSGMP USU.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya bagi instansi pendidikan bahwa madu alami dapat digunakan sebagai salah satu obat untuk menyembuhkan SAR.

(53)

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

(54)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2014

Fandra Nasution

Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe

Minor pada Pasien RSGMP USU

xi + 37 halaman

Stomatitis aftosa rekuren tipe minor merupakan ulser superfisial yang secara

klinis memiliki bentuk bulat atau oval, berukuran kurang dari 10 mm, dikelilingi

eritema halo dan sering terjadi berulang. Stomatitis aftosa rekuren menyebabkan rasa tidak nyaman karena rasa sakit yang ditimbulkan. Madu alami adalah obat tradisional

yang bisa digunakan untuk menyembuhkan SAR karena memiliki efek antiinflamasi,

antimikroba, covering agents dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek madu alami terhadap penyembuhan SAR tipe minor pada pasien

RSGMP USU. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan post-test only control group design. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien yang menderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan pemeriksaan awal SAR tentang lokasi, eritema halo, ukuran ulser dan

(55)

data pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan Anova Repeated untuk

mengetahui perbedaan antara pengamatan yang telah dilakukan pada SAR setelah

dilakukan pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan

terhadap pengurangan eritema halo 1,78 (p=0,000), ukuran ulser 1,7815 mm (p=0,000), dan skala rasa sakit 3,5 (p=0,000). Hasil penelitian ini menunjukkan

pengurangan yang signifikan pada eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit,

sehingga madu alami dapat menjadi salah satu pengobatan alternatif untuk

penyembuhan SAR.

(56)

EFEK MADU ALAMI TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR

PADA PASIEN RSGMP USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

FANDRA NASUTION

NIM : 100600019

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2014

Fandra Nasution

Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe

Minor pada Pasien RSGMP USU

xi + 37 halaman

Stomatitis aftosa rekuren tipe minor merupakan ulser superfisial yang secara

klinis memiliki bentuk bulat atau oval, berukuran kurang dari 10 mm, dikelilingi

eritema halo dan sering terjadi berulang. Stomatitis aftosa rekuren menyebabkan rasa tidak nyaman karena rasa sakit yang ditimbulkan. Madu alami adalah obat tradisional

yang bisa digunakan untuk menyembuhkan SAR karena memiliki efek antiinflamasi,

antimikroba, covering agents dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek madu alami terhadap penyembuhan SAR tipe minor pada pasien

RSGMP USU. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan post-test only control group design. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien yang menderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan pemeriksaan awal SAR tentang lokasi, eritema halo, ukuran ulser dan

(58)

data pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan Anova Repeated untuk

mengetahui perbedaan antara pengamatan yang telah dilakukan pada SAR setelah

dilakukan pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan

terhadap pengurangan eritema halo 1,78 (p=0,000), ukuran ulser 1,7815 mm (p=0,000), dan skala rasa sakit 3,5 (p=0,000). Hasil penelitian ini menunjukkan

pengurangan yang signifikan pada eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit,

sehingga madu alami dapat menjadi salah satu pengobatan alternatif untuk

penyembuhan SAR.

(59)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 9 Mei 2014

Pembimbing : Tanda tangan

Nurdiana, drg., Sp. PM ...

(60)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 9 Mei 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Nurdiana, drg., Sp. PM

ANGGOTA : 1. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM

(61)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Madu Alami terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGMP USU” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tersayang, Ibunda Ratna Dewi Lubis, S.Pd dan Ayahanda Lokot Matogu Nasution, S.Pd (Alm) serta Kakanda Manggur Nondang Niari Nasution, AMKeb dan Adinda Fandri Wulanniari Nasution atas segala perhatian, motivasi, harapan dan doa serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada Nurdiana, drg., Sp. PM selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu dan kesabaran yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C. Ort, PhD, Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K) selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(62)

6. Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan izin, bantuan dan saran kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Dedi, Zulmi, Mila, Mhala, Elsa, Rizka, Malfi, Ridho, Yosua, Ilwandy, Faradila dan Anda yang telah banyak menghabiskan waktunya bersama penulis dalam menjalani perkuliahan dan memberikan bantuan, kritik dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi, serta seluruh teman-teman stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Penyakit Mulut yaitu Nunu, Nana, Puput, Tika, Athien, Intan, Dara, Ivan, Gohan, Evi, Fany, Gowri dan Nandra.

9. Komunitas Muslim (K-MUS) FKG USU yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran hidup yang sangat berharga selama menjalani perkuliahan.

Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Penyakit Mulut, serta pengembangan ilmu di kalangan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur yang tak terhingga, semoga Allah SWT selalu memberikan ridho dan karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, April 2014 Penulis,

(63)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………

KATA PENGANTAR……….. iv

(64)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ..……….. 18

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 18

3.3 Populasi dan Sampel ………. 18

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ……… 19

3.4.1 Variabel Penelitian ……… 19

3.4.1 Definisi Operasional……….. 20

3.5 Sarana Penelitian ……….….… 20

3.6 Metode Pengumpulan Data ……….. 21

3.7 Pengolahan dan Analisis Data………... 22

3.8 Etika Penelitian ………. 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis Subjek Penelitian………... 24

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian………... 25

BAB 5 PEMBAHASAN………. 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan ………... 33

3.2 Saran ...……….….……….…..………. 33

Gambar

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Lokasi Terjadinya Ulser pada Pasien SAR Tipe
Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari
Tabel 4. Analisis Hasil Eritema Halo SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan,
Tabel 7. Distibusi dan Frekuensi Rata-rata Skala Rasa Sakit pada Saat Pemeriksaan,
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida) yang digunakan terhadap

[r]

Jangka Waktu Jaminan Pelaksanaan yang diberikan ke PPK nantinya adalah jangka waktu pelaksanaan (60 Hari) dan 14 hari masa klaim jaminan pelaksanaan bukan

Universitas Negeri

Untuk menjawab perumusan pertama akan digunakan ananalisis deskriptif yaitu pembahasan secara teoritis. Saham dalam kondisi undervalue atau overvalue yaitu: a) “Jika nilai

Perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan yang memegang peranan penting bagi kehidupan perekonomian di Indonesia dalam mengerakkan pembangunan.Dalam menjalankan

Kaum wanita pada awal sejarah Jepang memiliki kedudukan sosial dan.. politikyang

b) Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh setoran hafalan santri dalam satu minggu adalah ¼ juz, satu bulan adalah ¾ juz, dan seterusnya. Santri akan menyelesaikan