Nama : Athan B Tarigan
Jenis Kelamin : Laki ‐ Laki
Tempat/TanggalLahir : Kabanjahe, 18 Oktober 1994 Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Parang 3 Gg. Sejahtera No. 94 Medan Nomor Handphone : 085270645147
Alamat Email : athanbremanatarigan@yahoo.com Riwayat Pendidikan :
1. TK Swasta Saint Xaverius 1 Kabanjahe (1999‐2000) 2. SD Swasta Methodist Kabanjahe (2000‐2006) 3. SMP Swasta Methodist Kabanjahe (2006‐2009) 4. SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan (2009‐2012)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012‐Sekarang)
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2012 2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2012 3. Peserta Seminar Breast Cancer SCORA PEMA FK USU 2015
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Departemen Infokom & Eksternal PEMA FK USU Periode 20012-2013
2. Ketua Departemen Infokom & Eksternal PEMA FK USU Periode 2013-2014
3. Anggota Divisi Humas SCORA PEMA FK USU Periode 2013-2014
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Pria 27 51.9 51.9 51.9
Wanita 25 48.1 48.1 100.0
Total 52 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0 - 20 tahun 10 19.2 19.2 19.2
21 - 40 tahun 15 28.8 28.8 48.1
> 40 tahun 27 51.9 51.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak Sekolah 6 11.5 11.5 11.5
SD 10 19.2 19.2 30.8
SMP 11 21.2 21.2 51.9
SMA 18 34.6 34.6 86.5
Perguruan Tinggi 7 13.5 13.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Batak Toba 16 30.8 30.8 30.8
Batak Karo 12 23.1 23.1 53.8
Batak Simalungun 5 9.6 9.6 63.5
Batak Pakpak 3 5.8 5.8 69.2
Batak Mandailing 4 7.7 7.7 76.9
Melayu 5 9.6 9.6 86.5
Jawa 7 13.5 13.5 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Petani 8 15.4 15.4 15.4
Wiraswasta 11 21.2 21.2 36.5
Pelajar 7 13.5 13.5 50.0
Pensiunan 9 17.3 17.3 67.3
PNS 7 13.5 13.5 80.8
IRT 9 17.3 17.3 98.1
Tidak Bekerja 1 1.9 1.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
Tempat Tinggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kota Medan 6 11.5 11.5 11.5
Kab. Labuhanbatu 4 7.7 7.7 19.2
Kab. Padanglawas
Utara 2 3.8 3.8 23.1
Kab. Asahan 2 3.8 3.8 26.9
Kab. Dairi 2 3.8 3.8 30.8
Kab. Tapanuli
Tengah 2 3.8 3.8 34.6
Kab. Langkat 2 3.8 3.8 38.5
Non Sumut 3 5.8 5.8 44.2
Kab. Karo 10 19.2 19.2 63.5
Kota
Pematangsiantar 1 1.9 1.9 65.4
Kota Tebing Tinggi 2 3.8 3.8 69.2
Kab. Toba Samosir 3 5.8 5.8 75.0
Kota
Padangsidempuan 4 7.7 7.7 82.7
Kab. Simalungun 5 9.6 9.6 92.3
Kab. Tapanuli
Selatan 3 5.8 5.8 98.1
Kab. Deliserdang 1 1.9 1.9 100.0
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Closed 46 88.5 88.5 88.5
Open 6 11.5 11.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Lokasi Fraktur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Galeazzi 1 1.9 1.9 1.9
Fibula 4 7.7 7.7 9.6
Humerus 3 5.8 5.8 15.4
Femur 38 73.1 73.1 88.5
Tibia 6 11.5 11.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Lama Pengobatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ≤ 1 minggu 10 19.2 19.2 19.2
>1 minggu - 1
bulan 19 36.5 36.5 55.8
>1 bulan 23 44.2 44.2 100.0
Total 52 100.0 100.0
Komplikasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Malunion 5 9.6 9.6 9.6
Neglected 18 34.6 34.6 44.2
Nonunion 10 19.2 19.2 63.5
Perdarahan 5 9.6 9.6 73.1
Dislokasi 10 19.2 19.2 92.3
Tidak ada
komplikasi 4 7.7 7.7 100.0
G Kab.
Deliserdang SMP
Wirasw
asta Jawa >1 bulan Closed Femur Pria 35
21 ‐ 40
Tahun Islam Neglected SJP Kab. Toba
Samosir SD Pelajar Batak Toba ≤ 1 minggu Closed Femur
Wanit a 6 0 ‐ 20 Tahun Kristen Protestan Tidak ada komplikasi SS Kota Tebing Tinggi SMP Wirasw
asta Melayu >1 bulan Closed Femur
Wanit a 30 21 ‐ 40 Tahun Islam Tidak ada komplikasi S Kota Medan SMA Wirasw
asta Jawa >1 bulan Closed Femur Pria 56
> 40
Tahun Islam Nonunion SP Kab.
Simalungun SD Petani
Batak
Simalungun ≤ 1 minggu Closed Femur Pria 31
21 ‐ 40
Tahun Islam Perdarahan AP Kab. Tapanuli
Selatan SMP Petani Batak Pakpak >1 bulan Closed Femur Pria 21
21 ‐ 40
Tahun Islam Nonunion JG Kab. Karo SMP Pelajar Batak Karo ≤ 1 minggu Closed Tibia Pria 13 0 ‐ 20
Tahun Kristen Protestan Dislokasi TS Kota Pematangsiant ar SMA Pensiu
nan Batak Toba >1 bulan Closed Femur
Wanit a 69 > 40 Tahun Kristen Protestan Neglected ES Kota Padangsidemp uan Perguruan
Tinggi PNS Batak Toba
>1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur
Wanit
a 52
> 40
Tahun Islam Neglected
DP Kab.
Labuhanbatu SD Pelajar Melayu >1 bulan Closed Tibia Pria 13
0 ‐ 20
Tahun Islam Nonunion KBG Kab. Karo SMA Pensiu
nan Batak Karo ≤ 1 minggu Closed Femur
Wanit a 75 > 40 Tahun Kristen Protestan Dislokasi S Kab. Padanglawas Utara Tidak Sekolah Wirasw asta Jawa >1 minggu ‐ 1
bulan Open Fibula Pria 55
> 40
Tahun Islam Neglected
TH Kota Medan SD IRT Batak Toba ≤ 1 minggu Closed Femur Wanit
a 76
> 40 Tahun
Kristen
Protestan Dislokasi MR Kab. Asahan Tidak Sekolah Tidak
Bekerja
Batak
Mandailing >1 bulan Closed Femur Pria 4
0 ‐ 20
Tahun Islam Neglected S Kab.
Labuhanbatu Tidak Sekolah IRT Jawa
>1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur
Wanit
a 77
> 40
PS
Labuhanbatu SMA nan Batak Karo >1 bulan Closed Femur a 79 Tahun Protestan Neglected D Kab. Simalungun SMA Wirasw asta Batak Simalungun >1 minggu ‐ 1
bulan Open Tibia Pria 22
21 ‐ 40
Tahun Katolik Neglected TKK Kab. Karo SD Pensiu
nan Batak Karo
>1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur Pria 85
> 40
Tahun Katolik Nonunion CS Kab. Toba
Samosir SMA
Pensiu
nan Batak Toba >1 bulan Closed Tibia
Wanit a 73 > 40 Tahun Kristen Protestan Malunion FBS Kab. Dairi SMA Wirasw
asta Batak Toba ≤ 1 minggu Open Fibula
Wanit a 45 > 40 Tahun Kristen Protestan Neglected EH Kab. Toba
Samosir SMA IRT Batak Toba >1 bulan Closed Femur
Wanit a 73 > 40 Tahun Kristen Protestan Neglected SG Kab. Karo SMP Wirasw
asta Batak Karo
>1 minggu ‐ 1
bulan Closed Tibia Pria 53
> 40
Tahun Islam Perdarahan MT Kab. Tapanuli
Tengah SMA
Pensiu
nan Batak Toba >1 bulan Closed Fibula Pria 70
> 40 Tahun Kristen Protestan Malunion ES Kab. Padanglawas Utara SMA Pensiu nan Batak Toba >1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur
Wanit a 74 > 40 Tahun Kristen Protestan Neglected CBS Kab. Simalungun SMA Wirasw
asta Batak Toba >1 bulan Closed Femur Pria 20
0 ‐ 20
Tahun Katolik Neglected OM Kota Medan SMA Wirasw
asta Batak Toba >1 bulan Closed Femur Pria 53
> 40 Tahun Kristen Protestan Neglected SSH Kota Padangsidemp uan Perguruan Tinggi PNS Batak
Mandailing >1 bulan Closed Femur
Wanit
a 43
> 40
Tahun Islam Nonunion
TK Kab. Karo SMA Pensiu
nan Batak Karo ≤ 1 minggu Closed Femur Pria 72
> 40 Tahun
Kristen
Protestan Perdarahan AH Kab.
Labuhanbatu SD Petani Melayu >1 bulan Closed Humerus Pria 30
21 ‐ 40
Tahun Islam Malunion
AB Kota Padangsidemp uan Perguruan Tinggi PNS Batak
Mandailing >1 bulan Closed Galeazzi Pria 46
> 40
Tahun Islam Neglected
MH
Kota Padangsidemp
uan
SMA IRT Batak Mandailing
>1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur
Wanit
a 61
> 40
SW Kota Medan SMP
asta Jawa bulan Closed Femur Pria 50 Tahun Islam Neglected TT Kab. Karo SMP Pelajar Batak Karo >1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur Pria 13
0 ‐ 20 Tahun
Kristen
Protestan Dislokasi MG Kab. Karo SMP Petani Batak Karo ≤ 1 minggu Closed Femur Pria 40 21 ‐ 40
Tahun
Kristen
Protestan Perdarahan A Kota Tebing
Tinggi SMA PNS Melayu >1 bulan Closed Femur
Wanit
a 30
21 ‐ 40
Tahun Islam Dislokasi RS Kab. Langkat SD Petani Melayu >1 minggu ‐ 1
bulan Open Femur Pria 38
21 ‐ 40
Tahun Islam Neglected PL Kab.
Simalungun Tidak Sekolah Petani
Batak
Simalungun >1 bulan Closed Femur Pria 63
> 40
Tahun Katolik Dislokasi CG Kab. Dairi SMA Pelajar Batak
Simalungun >1 bulan Closed Humerus
Wanit
a 16
0 ‐ 20
Tahun Katolik Nonunion RC Kab. Tapanuli
Selatan SMP Pelajar
Batak
Simalungun ≤ 1 minggu Closed Femur Pria 14
0 ‐ 20 Tahun Kristen Protestan Tidak ada komplikasi H Kab. Tapanuli Tengah Perguruan
Tinggi PNS Batak Toba ≤ 1 minggu Closed Femur
Wanit a 37 21 ‐ 40 Tahun Kristen Protestan Tidak ada komplikasi SR Non Sumut Perguruan
Tinggi PNS Jawa >1 bulan Closed Femur Pria 22
21 ‐ 40
Tahun Islam Dislokasi SK Kab. Karo SMP Wirasw
asta Batak Karo >1 bulan Closed Humerus Pria 47
> 40 Tahun
Kristen
Protestan Perdarahan MM Kab. Asahan SMA IRT Batak Pakpak >1 minggu ‐ 1
bulan Closed Femur
Wanit
a 50
> 40
Tahun Katolik Nonunion I Non Sumut SD Pelajar Batak Toba >1 minggu ‐ 1
bulan Open Tibia Pria 9
0 ‐ 20 Thn
Kristen
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A., 1992, Antropologi Kesehatan Indonesia, 52-54, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Asmino, P., 1995. Pengalaman Peribadi dengan Pengobatan Alternatif. Jakarta:Airlangga University Press.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Available from :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas %202013.pdf [Accesed 30 Maret 2015].
Browner, B.D., Levine, A.M., Jupiter, J.B., Trafton, P.G., 2003, Skeletal Trauma: Basic Science, Management and Recontructios, 3th ed., Saunders Elsevier, Philadelphia.
Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC,1765.
Depkes RI, 1992. UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI. Depkes RI, 2007. Insidens Fraktur.
Evans, J. P., MacGrory, B. J., 2002. Fractures of the Proximal Femur. Available through: http://www.hpboardreview.com/pdf/hp_apr02_femur.pdf
[Acessed 15 Desember 2015]
Fisher, D.A., 2007, Sternum Fractures, In: Lenchik, L., Coombs, B.D., Keats, T.E., Krasny, R.M., Chew, F.S., editors (online). Available from: http://www.emedicine.com [Accesed 29 Maret 2015]
Flynn, J.M., Skaggs, D. L., 2014. Femoral Shaft Fractures. Available from: http://freecontent.lww.com/wp-content/uploads/2014/08/Rockwood-Ch27-Femoral-Shaft-Fractures.pdf [Accessed 15 Desember 2015]
Mansjoer, Arif ( 2002 ). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Media Aesculapius, Jakarta.
Maret 2015].
Menkes RI (2007). Permenkes No 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Available from: http://www.hukor.depkes.go.id [Accesed 30 Maret 2015].
Moesbar, Nazar, 2007. Pengendara dan Penumpang Sepeda Motor Terbanyak Mendapat Patah Tulang Pada Kecelakaan Lalu Lintas Available from : http://www.digilibusu.ac.id [Accesed 30 Maret 2015].
Notoatmojo, Soekidjo, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Saleh, S., 1998, Patologi Umum, in Himawan, S., (Ed.) Patologi, 6, Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Smelthzer, Suzanne C Brenda G Bare, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner and Suddart, Edisi 8, Jakarta : EGC.
Subandi, IGM. (1988). Bentuk-Bentuk Pengobatan Tradisional di Indonesia, Semiloka Etika Penelitian obat Tradisional. Jakarta : FK UI.
Wahyudiputra, et al., 2015. Spektrum Penderita Neglected Fracture di RSUD dr. Abdoer Rahem – Januari 2012 s/d Desember 2013. Available from http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_225Spektrum%20Penderita%20N eglected [Accesed 30 November 2015]
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep pasien fraktur yang dirawat di RSUPH Adam
Malik pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional.
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pasien
Definisi : Setiap individu yang dirawat di RSUPH. Adam Malik
Medan.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.2. Usia
Definisi : Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
pasien yang dirawat di RSUPH Adam Malik sebelum
dibawa ke Rumah Sakit.
Cara ukur : Membaca rekam medik. Pasien fraktur yang
dirawat di RSUPH. Adam Malik Medan pasca penanganan awal
oleh pengobatan tradisional Kriteria eksklusi pasien tanpa penanganan awal oleh pengobatan tradisional
1. Jenis Kelamin 2. Usia
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.3. Jenis Kelamin
Definisi :Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam
suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual pada pasien
fraktur yang dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah
dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.4. Tingkat Pendidikan
Definisi : Pendidikan terakhir yang dilalui oleh pasien fraktur yang
dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah dibawa ke
pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.5. Suku/ Ras
Definisi : Identitas kebudayaan pasien fraktur yang dirawat di
RSUPH Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan
tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.6. Pekerjaan
Definisi : Cara pasien fraktur yang dirawat di RSUPH Adam Malik
yang pernah dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
3.2.7. Tempat Tinggal
Definisi : Lokasi tinggal pasien fraktur yang dirawat di RSUPH.
Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan
tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
Skala ukur : Nominal
3.2.8. Jenis Fraktur
Definisi : Tipe pasien fraktur dilihat dari fraktur terbuka atau
fraktur tertutup, dan derajat keparahan frakturnya.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.9. Lokasi Fraktur
Definisi : Daerah pada tubuh yang terkena fraktur pada pasien yang
dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah dibawa ke
pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.10. Lama Rawatan di Yankesrad
Definisi : Waktu yang dibutuhkan pasien saat dirawat di Yankesrad
sebelum dibawa ke RSUPH Adam Malik.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
3.2.11. Komplikasi
Definisi : Penyakit akhir yang lebih parah yang ditimbulkan karena
pengobatan tradisional pada pasien yang dirawat di
Yankesrad sebelum dibawa ke RSUPH Adam Malik.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif yang artinya penelitian ini akan
mengungkapkan fenomena atau data-data yang ditemukan dalam pengamatan
rekam medik.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Waktu persiapan proposal penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan
Maret 2015 hingga Mei 2015. Waktu pengambilan, pengumpulan serta hasil
penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai bulan November
2015.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien fraktur pasca penanganan awal
oleh pengobatan tradisional sejak 2012 hingga 2014 yang ada di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah rekam medik semua pasien fraktur pasca
penanganan awal oleh pengobatan tradisional sejak 2012 hingga 2014 yang ada di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pencatatan data–
data yang dibutuhkan penulis sehingga data yang akan didapat berupa sekunder
yang akan diambil dari rekam medik pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Pada penelitian ini, data yang telah terlampir dari bagian rekam medik
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2015.
Data yang diambil adalah data sekunder, yaitu data rekam medis pada pasien
fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional pada tahun 2012
hingga tahun 2014 di RSUPH. Adam Malik Medan.
5.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang beralamat
di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan
Tuntungan di Instalasi Rekam Medis lantai 1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dan yang telah terakreditasi
dengan nilai A. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dan rumah sakit
pendidikan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Penelitian ini diteliti pada pasien fraktur pasca penanganan awal oleh
pengobatan tradisional dengan jumlah responden sebanyak 52 orang, sehingga
didapati karakteristik sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Jenis Kelamin.
Variabel n %
Jenis Kelamin
Pria 27 51.9
Wanita 25 48.1
Karakteristik dari 52 sampel berdasarkan jenis kelamin sampel didapati 27
sampel (51,9%) berjenis kelamin pria, sedangkan yang berjenis kelamin wanita
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Usia.
Variabel n %
Usia
0 – 20 Tahun 10 19.2
21 – 40 Tahun 15 28.8
> 40 Tahun 27 51.9
Karakteristik usia sampel pada penelitian ini yang berusia > 40 tahun
merupakan usia terbanyak yaitu 27 sampel (51,9%) dan yang paling sedikit adalah
usia 0 – 20 tahun yaitu sebanyak 10 sampel (19,2%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.
Variabel n %
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 6 11.5
SD 10 19.2
SMP 11 21.2
SMA 18 34.6
Perguruan Tinggi 7 13.5
Karakteristik sampel berdasarkan tingkat pendidikan dari 52 sampel dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan SMA merupakan sampel terbanyak, yaitu
18 sampel (34,6%), kemudian sampel yang paling sedikit adalah yang tidak
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Suku.
Variabel n %
Suku
Batak Toba 16 30.8
Batak Karo 12 23.1
Batak Simalungun 5 9.6
Batak Pakpak 3 5.8
Batak Mandailing 4 7.7
Melayu 5 9.6
Jawa 7 13.5
Karakterisitik sampel penelitian berdasarkan suku yang paling banyak
masuk kedalam sampel adalah suku Batak Toba yakni sebanyak 16 sampel
(30,8%) dan suku terendah adalah suku Batak Pakpak dengan sampel sebanyak 3
sampel (6,6%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Pekerjaan.
Variabel n %
Pekerjaan
Petani 8 15.4
Wiraswasta 11 21.2
Pelajar 7 13.5
Pensiunan 9 17.3
PNS 7 13.5
Ibu Rumah Tangga 9 17.3
Pekerjaan terbanyak sampel penelitian ini adalah sebagai wiraswasta
dengan jumlah 11 sampel (21,2%), dan yang terendah adalah yang tidak bekerja
yaitu sebanyak 1 sampel (1,9%).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Tempat
Tinggal.
Variabel n %
Tempat Tinggal
Kab. Labuhanbatu 6 11.5
Kab. Padanglawas Utara 4 7.7
Kab. Asahan 2 3.8
Kab. Dairi 2 3.8
Kab. Tapanuli Tengah 2 3.8
Kab. Langkat 2 3.8
Non Sumut 2 3.8
Kab. Karo 3 5.8
Kota Pematangsiantar 10 19.2
Kota Tebing Tinggi 1 1.9
Kab. Toba Samosir 2 3.8
Kota Padangsidempuan 3 5.8
Kab. Simalungun 4 7.7
Kab. Tapanuli Selatan 5 9.6
Kab. Deliserdang 3 5.8
Karakteristik sampel berdasarkan tempat tinggal dapat disimpulkan bahwa
yang menempati urutan tertinggi adalah Kota Pematangsiantar dengan banyak 10
sampel (19,2%) dan daerah terendah adalah Kota Tebing Tinggi dengan jumlah
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Jenis Fraktur.
Variabel n %
Jenis Fraktur
Closed 46 88.5
Open 6 11.5
Pada penelitian ini ditemukan jenis fraktur terbanyak yaitu fraktur tertutup
(closed fracture) sebanyak 46 sampel (88,5%) dan terendah adalah fraktur terbuka (open fracture) sebanyak 6 sampel (11,5%).
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Lokasi
Fraktur.
Variabel n %
Lokasi Fraktur
Galeazzi 1 1.9
Fibula 4 7.7
Humerus 3 5.8
Femur 38 73.1
Tibia 6 11.5
Pada penelitian ini didapati lokasi fraktur terbanyak ditemukan pada
fraktur femur dengan jumlah 38 sampel (73,1%) dan lokasi terendah adalah
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Lama
Pengobatan.
Variabel n %
Lama Pengobatan
≤ 1 minggu 10 19.2
>1 minggu - 1 bulan 19 36.5
>1 bulan 23 44.5
Pada penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa lama pengobatan
tradisional yang dilakukan oleh sampel dengan kurun waktu terbanyak adalah
lebih dari 1 bulan yaitu sebanyak 23 sampel (44,5%) dan diikuti dengan
pengobatan ≤ 1 minggu sebagai sampel terendah dengan jumlah 10 sampel
(19,2%).
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Komplikasi.
Variabel n %
Komplikasi
Malunion 5 9.6
Neglected 18 34.6
Nonunion 10 19.2
Perdarahan 5 9.6
Dislokasi 10 19.2
Tidak ada komplikasi 4 7.7
Karakteristik sampel berdasarkan komplikasi, didapati bahwa komplikasi
terbanyak adalah neglected sebanyak 18 sampel (34,6%), diikuti dengan komplikasi terendah adalah sampel yang tidak ada komplikasi dengan banyak
sampel 4 sampel (7,7%).
5.2. Pembahasan
Fraktur dapat terjadi karena cidera atau benturan dan adanya kondisi
patologik karena tumor, kanker, dan osteoporosis. Risiko cidera meningkat dapat
terjadi karena kondisi lalu lintas di tempat tinggal, pekerjaan, dan lainnya.
Sedangkan kondisi patologik dapat meningkat karena meningkatnya usia dari
seseorang (Price dan Wilson, 2006 ; Depkes RI, 2007)
Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa sampel terbanyak adalah pria. Hal
ini mungkin terjadi karena aktivitas yang lebih berat yang dilakukan oleh pria
dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan juga karena jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh sampel pria berbeda dengan yang dilakukan oleh wanita.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa sampel terbanyak berusia diatas 40
tahun. Hal ini mungkin terjadi karena jarak usia ini adalah usia produktif
seseorang untuk beraktivitas diluar ruangan, sehingga risiko untuk terjadinya
fraktur lebih besar,kemudian adanya faktor penurunan kekuatan tulang pada usia
menopause sesuai dari penelitian yang dilakukan oleh Flynn dan Skaggs (2014) di
Amerika, 90% kasus fraktur femur dialami oleh pasien berusia > 50 tahun, dan ini
terjadi karena adanya faktor osteoporosis.
Tingkat pendidikan terbanyak yang dimiliki oleh sampel penelitian ini
adalah SMA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012),
bahwa tingkat pendidikan rendah - sedang yaitu : tidak bersekolah, SD, SMP, dan
SMA merupakan sampel terbanyak yang mengalami fraktur.
Penelitian ini mendapatkan bahwa sampel bersuku Batak Toba dan Batak
Karo merupakan suku terbanyak yang didapati pada sampel penelitian ini. Hal ini
mungkin terjadi karena faktor budaya seseorang memengaruhi pola berfikir dalam
mengambil keputusan serta kebiasaan yang berlaku dilingkungan tempat tinggal
mereka.
Pekerjaan terbanyak yang mengalami kasus fraktur ini adalah wiraswasta,
hal ini terjadi karena faktor penggolongan wiraswasta yang tidak spesifik pada
rekam medis. Mungkin saja wiraswasta yang disebutkan dalam rekam medis
adalah pedagang, buruh, kuli bangunan ataupun supir yang merupakan faktor
ekonominya yang rendah menjadikan mereka lebih memilih pengobatan
tradisional.
Berdasarkan tempat tinggal, Kota Pematangsiantar merupakan daerah
terbanyak yang mengalami fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan
tradisional. Hal ini dikarenakan Kota Pematangsiantar merupakan Kotamadya
terbesar kedua setelah kota Medan, sehingga penduduknya lebih padat dan
aktivitasnya yang lebih sibuk sehingga mengakibatkan faktor risikonya lebih
tinggi. Mengingat Kota Pematangsiantar merupakan daerah yang luas dan masih
banyak penduduknya berekonomi rendah serta akses ke kota yang sulit
menyebabkan mereka lebh memilih pengobatan tradisional.
Jenis fraktur terbanyak yang dialami sampel adalah closed fracture sehingga sampel lebih memilih untuk melakukan terapi atau pengobatan
tradisional karena tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar pada jenis fraktur ini (Mansjoer A, 2002).
Pada penelitian ini, fraktur tersering terjadi pada tulang femur. Hal ini
mungkin dikarenakan jenis aktivitas fisik seseorang yang lebih mengandalkan
ekstremitas inferior sehingga memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya
fraktur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Evans dan McGrory (2002) dan
hasil penelitian Flynn dan Skaggs (2014), yang menyatakan bahwa fraktur
tersering terjadi pada tulang femur. Di Amerika didapati bahwa angka kejadian
fraktur femur sebanyak 220.000-250.000 setiap tahunnya dan didapati sebanyak
90% kasus terjadi pada pasien yang berusia diatas 50 tahun. Hal ini terjadi karena
adanya riwayat osteoporosis. Hal ini bisa juga disebabkan karena trauma fisik
yang berat, misalnya karena kecelakaan lalu lintas.
Lama pengobatan tradisional paling banyak dilakukan dalam kurun waktu
lebih dari 1 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan jenis fraktur yang dialami oleh
sampel, yaitu closed fracture dan lokasi tersering adalah pada tulang femur. Serta
pengobatan tradisional sering dilakukan karena total pengetahuan, keterampilan,
dan praktek- praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental
(WHO, 2000).
Komplikasi terbanyak yang dialami sampel adalah neglected seperti sudah
dijelaskan, neglected itu adalah fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani tidak semestinya, sehingga menghasilkan keadaan
keterlambatan penanganan atau kondisi lebih buruk, bahkan kecacatan. Hal ini
mungkin terjadi karena pasien-pasien trauma patah tulang di Indonesia
kebanyakan masih memercayakan pengobatannya pada pengobatan patah tulang
tradisional, karena dianggap lebih terjangkau dalam hal biaya dan jarak, dan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Karakteristik terbanyak pada sampel penelitian ini adalah pria dengan
persentase 51,9%.
2. Karakteristik usia terbanyak pada sampel penelitian ini adalah yang
berusia > 40 tahun dengan persentase 51,9%.
3. Tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat SMA dengan persentase
34,6%.
4. Suku terbanyak adalah batak toba dan batak karo dengan persentase
masing-masing adalah 30,8 % dan 23,1%.
5. Jenis pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta dengan persentase 21,2%.
6. Karakteristik sampel berdasarkan tempat tinggal dapat disimpulkan bahwa
sampel terbanyak tinggal di Kota Pematangsiantar sebanyak 10 sampel
(19,2%).
7. Jenis fraktur tersering adalah closed fracture dengan persentase 88,5%.
8. Lokasi fraktur mayoritas terjadi di tulang femur dengan persentase 73,1%.
9. Pengobatan tradisional terlama yang paling banyak dilakukan adalah
dalam kurun waktu lebih dari 1 bulan.
10.Komplikasi terbanyak terjadi pada komplikasi neglected dengan persentase 34,6%.
6.2. Saran
Dari hasil penelitian ini, maka peneliti ingin memberikan beberapa saran
yaitu :
1. Bagi masyarakat, agar mencari pengobatan pada pasien fraktur langsung
ke pengobatan medis terlebih dahulu, jangan membawa pasien ke
pengobatan tradisional. Karena komplikasi terbanyak yang terjadi adalah
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi
bahan pertimbangan agar lebih baik lagi dan dapat mengkaji dari faktor –
faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan dalam memilih pengobatan
tradisional.
3. Bagi dokter, diharapkan agar dapat berkomunikasi dan melakukan
penyuluhan yang lebih baik lagi agar masyarakat dapat mengubah pola
pikir mereka dalam memilih pengobatan karena fraktur sehingga
masyarakat menjadikan pengobatan medis sebagai pilihan pengobatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
2.1.1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer A, 2002).
2.1.2. Jenis – Jenis Fraktur
Menurut Mansjoer A (2002), ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain: 1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
A) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
B) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
C) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
D) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
2. Fraktur terbuka (open/compound fracture)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas. 3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
Derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Patah tulang lengkap (complete fracture)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture)
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Bentuk garis patahan dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5, yaitu:
1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3. Fraktur Multipel : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
2.1.3. Etiologi Fraktur
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu: 1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2001).
2.1.5. Komplikasi Fraktur 1. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembunggelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah-pembuluh darah pulmonari yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dypsnea, perubahan dalam status mental (gaduh-gelisah, marah, bingung, stupor), tacypnea, tachycardia, demam dan ruam kulit ptechie. 2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen, komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan
akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah 15 yang berat dan berikutnya menyebabakan kerusakan pada otot. Gejala - gejalanya mencakup rasa sakit karena terdapat ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat.
3. Nekrosis avaskular
avaskuler mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang cukup lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai pasien keluar dari sumah sakit.
4. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau korteks tulang dapat berupa eksogenous atau hematogeneus. Patogen dapat masuk melalui fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulang tulangnya, luka amputasi karena truma dan frakturfraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskuler memiliki resiko osteomyelitis yang lebih besar.
5. Perdarahan
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma.
6. Ganggren gas
Ganggren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostodium welchi atau
Clostridium perfringens. Clostodium biasanya akan tumbuh pada luka
dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Monitor terus pasien apakah dia mengalami perubahan oada status mental, demam, menggigil, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut dan
jumlah respiratori, serta apakah pasien terlihat letih dan lesu. Jika kondisi seperti itu terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung-gelembung gas pada tempat yang luka.
7. Neglected
setter (ahli patah tulang). Umumnya terjadi pada yang berpendidikan dan
berstatus sosioekonomi yang rendah. Neglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:
a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan
c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan ± 1 tahun d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun 8. Delayed union, nonunion, mal union
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan,
nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur,
sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur.
9. Dislokasi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang yang lepas dari sendi). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Mansjoer A, 2002). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
2.2. Pengobatan Tradisional
2.2.1. Defenisi Pengobatan Tradisional
Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional ialah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek- praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Pengobatan tradisional (traditional medicine disingkat TM) mengacu pada
dan pengalaman masyarakat adat – istiadat dan budaya yang berbeda, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan dan pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental. Obat tradisional mencakup berbagai terapi dan praktek yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di beberapa negara, hal ini disebut sebagai “alternatif”
atau ‘komplementer’ obat (Complementary Alternative Medicine disingkat CAM). Seperti di Indonesia, pengobatan alternatif – komplementer diartikan sebagai pengobatan non – konvensional yang diajukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi dan berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional (KeMenKes , 2007). Dari pengertian tersebut, pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer dapat diartikan sebagai pengobatan yang berasal dari kepercayaan turun-temurun dan digunakan sampai sekarang dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Menurut KeMenKes (2007), pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/ atau perawatan dengan cara obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun secara empiris dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.
Upaya kesehatan tradisional adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara – teknik (metode), obat, sarana, dan pengobatannya (sumber daya manusia, penyelenggara) yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan turun – temurun, baik
yang diperoleh dengan cara berguru atau melalui pendidikan.
2.2.2. Proporsi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Gambar 2.1. Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan, Indonesia 2013.
[image:34.595.115.509.138.632.2]Tabel 2.1 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis yankestrad yang dimanfaatkan menurut
[image:35.595.116.510.184.620.2]provinsi, Indonesia 2013.
2.2.3. Jenis – Jenis Pengobatan Tradisional
Jenis pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer (Permenkes RI. no: 1109/Menkes/Per/2007) adalah:
a. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention): hipnoterapi,
mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.
b.Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur, neuropati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda.
c. Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, dan pijat urut.
d.Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, dan gurah
e. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makronutrien, mikronutrien.
f. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperborik, dan EECP.
Jenis pengobatan tradisional menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu: cara penyembuhan tradisional (traditional healing), yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional (traditional drugs) yaitu: menggunakan bahan – bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: pertama dari sumber nabati yang
diambil dari bagian – bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar – kelenjar, tulang – tulang maupun dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam – garam yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari
tanah.
2.2.4. Standarisasi Pengobatan Tradisional
dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan tradisional akan dapat ditingkatkan, tapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat dihindari (Zulkifli, 2004).
KepMenkes No.1076/Menkes/SK/VII/2003 pasal empat menyebutkan
bahwa semua pengobat tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan, pengkajian, penelitian, dan pengujian serta terbukti aman dan
bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan STPT oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Hal ini dimasukkan agar Dinas Kesehatan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengobatan tradisional tersebut. Misalnya di wilayah kecamatan, Puskesmas itu melakukan pengawasan dan memberi pembekalan terhadap kebersihan bahan-bahan yang dijadikan obat dan sehat dikonsumsi.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1076/Menkes/SK/VII/2003 telah mengatur dalam penyelenggaraan pengobatan tradisional mempunyai prinsip sebagai berikut : (1) tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia, (2) aman dan bermanfaat bagi kesehatan, (3) tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat, (4) tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat (Menkes RI, 2003).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu
bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer A, 2002).
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari lima masalah kesehatan
utama di negara-negara maju, modern dan industri (Depkes RI, 2007). World Health of Organisation (WHO) Global Status report on Road Safety-Time for Action, melaporkan dari kajian di 178 negara, setiap tahun sekitar 1,3 juta orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas (KLL) dan 20-50 juta jiwa
menderita luka/cacat. Sejak tahun 2004 - 2009 dilaporkan tidak terjadi penurunan
yang signifikan. Kecelakaan lalu lintas masih menjadi beban kesehatan
masyarakat. Pejalan kaki, pengendara sepeda, dan pengendara motor merupakan
kelompok terbesar yang menjadi korban, jumlahnya hampir separuh dari total
korban.
Secara medis, fraktur dapat ditangani dengan cara bedah atau non bedah.
Penanganan fraktur dengan pembedahan dilakukan oleh bedah orthopedi. Bedah
orthopedi yaitu tindakan pembedahan untuk memperbaiki sistem muskuloskeletal
akibat cedera akut, kronis, dan trauma serta gangguan lain sistem muskuloskeletal.
Penanganan pasien yang mengalami fraktur terdapat beberapa cara yang
yang dilakukan yaitu dengan cara fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi
interna yakni dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau
batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF) dan fiksasi eksterna yang digunakan untuk menstabilkan fraktur dengan menggunakan pin yang dihubungkan dengan bars
atau frame yang dapat dilihat diluar tubuh atau sering disebut open reduction with
external fixation (OREF) (Fisher, 2007). Penanganan fraktur non bedah ditangani dengan reposisi tertutup dan traksi dilanjutkan dengan pemasangan mitella, gips,
dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membatasi pergerakan (immobilisasi)
sehingga ujung-ujung patah tulang dapat berdekatan dan tetap menempel sehingga
proses penyembuhan fraktur menjadi lebih cepat (Browner et al., 2003).
Karena masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada ajaran nenek
moyang, maka banyak masyarakat yang mengalami fraktur mengobatinya ke
pengobatan tradisional, bukan mengobatinya ke pelayanan medis terdekat seperti
Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan alternatif menurut WHO (2000), pengobatan alternatif adalah
jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek – praktek yang berdasarkan
pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat
budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan
kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit
secara fisik dan juga mental. Pengobatan alternatif bisa dilakukan dengan
menggunakan obat-obat tradisional, yaitu bahan atau ramuan bahan yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif merupakan bentuk pelayanan
pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam
standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan
digunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran moderen
tersebut.
pengobatan tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai “traditional healing”.
Adapula yang menyebutkan “alternatif medicine”. Ada juga yang menyebutkan
dengan folk medicine, ethno medicine, indigenous medicine (Agoes, 1992). Dalam
sehari-hari kita menyebutnya “pengobatan dukun”.
Menurut Riskesdas, Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankesrad) terdiri
dari 4 jenis, yaitu yankestrad ramuan (pelayanan kesehatan yang menggunakan
jamu, aromaterapi, gurah, homeopati dan spa), keterampilan dengan alat
(akupunktur, chiropraksi, kop/bekam, apiterapi, ceragem, dan akupresur),
keterampilan tanpa alat (pijat-urut, pijat-urut khusus ibu/bayi, pengobatan patah
tulang, dan refleksi), dan keterampilan dengan pikiran (hipnoterapi, pengobatan
dengan meditasi, prana, dan tenaga dalam) (Riskesdas, 2013).
Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok
atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di
masyarakat terutama di negara yang sedang berkembang sangat bervarasi,
diantaranya ada 5 pilihan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi
mengenai tindakan pada saat mengalami gangguan kesehatan (sakit), yaitu: tidak
bertindak atau tidak melakukan apa – apa (no action), tindakan mengobati sendiri
(self- treatment), mencari pengobatan ke fasilitas – fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat – obat ke warung
– warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang – tukang jamu,
serta mencari pengobatan ke fasilitas – fasilitas pengobatan modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga – lembaga kesehatan swasta, yang
dikategorikan ke dalam pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo,
2007).
Dari penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa salah satu jenis pengobatan
tradisional yang diminati oleh masyarakat saat ini adalah Pengobatan tradisional
patah tulang. Hal ini dapat dilihat dari data selama periode Januari 2005 sampai
Maret 2007 didapatkan kasus patah tulang di RSUPHAM Medan sejumlah 864
kasus, dimana 463 (53,6%) kasus merupakan kasus baru, 401 (46,4%) kasus lagi
datang ke rumah sakit lebih dari satu minggu setelah kecelakaan. Dari 463 kasus
HAM Medan, sedangkan 252 (54,5%) lagi menolak melakukan pengobatan,
hanya dilakukan pertolongan pertama dan foto rontgen saja dari tungkai yang
patah. Jadi masih banyak masyarakat kita yang menderita patah tulang tidak
mencari pertolongan ke rumah sakit, melainkan pergi ke dukun patah atau
sinshe/pengobatan tradisional (Moesbar, 2007).
Sedangkan, menurut Wahyudiputra, dari penelitiannya didapati bahwa
dari 26 penderita neglected fracture, 20 orang (76,92%) laki-laki dan 6 orang (23,08%) perempuan. Sebanyak 1 orang (3,85%) berusia kurang dari 24 tahun,
24 orang (92,5%) berusia dewasa atau produktif, dan 1 orang (3,85%) lanjut usia.
Umur rata-rata penderita neglected fracture adalah 36,38 tahun. Sebanyak 10 orang (38,46%) masuk kelas I, 1 orang (3,85%) masuk pelayanan kelas 2,
sisanya 15 orang (57,69%) masuk pelayanan kelas 3. Dari 26 orang penderita
tersebut, sebagian besar (69,23%) pasien mengalami neglected fracture di ektremitas bawah, yaitu femur, tibia, dan fibula, sebanyak 30,76% pasien
mengalami neglected fracture pada ekstremitas atas. Sebanyak 12 orang (46,155%) mengalami komplikasi nonunion, 12 orang (46,155%) mengalami
komplikasi malunion, dan 2 orang (7,69%) mengalami komplikasi infeksi (
Wahyudiputra, et al, 2015).
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik pasien
fraktur di RSUP H. Adam Malik Medan pasca penanganan awal oleh pengobatan
tradisional terutama dari faktor suku, pekerjaan, tempat tinggal, dan faktor faktor
lainnya yang akan dibahas di dalam penelitian ini. Karena populasi pasien fraktur
pasca penangan awal oleh pengobatan tradisional cukup tinggi di RSUP H. Adam
Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
Bagaimana karakteristik pasien fraktur di RSUP H. Adam Malik pasca
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran pasien fraktur pasca penanganan
awal oleh sistem medis tradisional yang dirawat di RSUP.H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, suku/etnis, tempat tinggal, lama pengobatan di pengobatan
tradisional, jenis fraktur, dan lokasi fraktur dan komplikasi) masyarakat yang
memilih pengobatan awal oleh pengobatan tradisional.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai karakteristik pasien
fraktur khususnya pasien fraktur pasca penanganan awal oleh sistem
medis tradisional.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi kajian kesehatan
khususnya dalam kasus fratur pasca pengobatan awal oleh sistem medis
tradisional.
3. Menambah informasi bagi ilmu Kedokteran tentang gambaran pada
penderita fraktur pasca penanganan awal oleh sistem medis tradisional.
4. Memahami kendala – kendala mengapa masyarakat lebih memilih
pengobatan tradisional dibanding dengan pengobatan medis secara
ABSTRAK
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Dari data selama periode Januari 2005 sampai Maret 2007 didapatkan kasus patah tulang di RSUP HAM Medan sejumlah 864 kasus, dimana 463 (53,6%) kasus merupakan kasus baru, 401 (46,4%) kasus lagi datang ke rumah sakit lebih dari satu minggu setelah kecelakaan, karena masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada ajaran nenek moyang, maka banyak masyarakat yang mengalami fraktur mengobatinya ke pengobatan tradisional, bukan mengobatinya ke pelayanan medis terdekat seperti Puskesmas atau Rumah Sakit. Pengobatan alternatif menurut WHO, pengobatan alternatif adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek – praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pasien fraktur pasca penanganan awal oleh sistem medis tradisional yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain retrospektif. Penelitian ini menggunakan data catatan rekam medik sebanyak 52 sampel dari tahun 2012-2014. Kemudian data dianalisa dengan menggunakan program SPSS.
Dari penelitian ini didapati bahwa, karakteritik terbanyak dari sampel penelitian ini adalah 27 sampel (51,9%) berjenis kelamin pria, dengan tingkat pendidikan SMA 18 sampel (34,6%), bersuku Batak Toba 16 sampel (30,8 %), bekerja sebagai wiraswasta 11 sampel (21,2%), bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar sebanyak 10 sampel (19,2 %), dengan jenis fraktur tertutup
(closed fracture) sebanyak 46 sampel (88,5%) yang lokasi frakturnya pada femur 38 sampel (73,1%), lama pengobatan tradisional lebih dari 1 bulan yaitu sebanyak
23 sampel (44,5%), dan komplikasi neglected sebanyak 18 sampel (34,6%).
ABSTRACT
Fracture or broken bone is a break in bone tissues or cartilage continuity which commonly caused by trauma. 864 fracture cases were found by the data from January 2005 until March 2007 at RSUP HAM Medan; where 463 cases (53,6%) found recently , another 401 cases (46,4%) came to the hospital a week after the accident or more , mostly because Indonesian people still believe in their ancestor’s doctrine, therefore they treat their broken bones with traditional medicines, in spite of treating them to nearest medical service as Puskesmas or Hospital. Alternative medicine, according to WHO, is the total amount of knowledge, skills and practice based on theories, religion and people experience from different cultures, either explainable or not, and used for health maintenance in prevention, diagnoses, restoration or treatment in disease physically and mentally. This study aim is to find the patient’s representation in first aid of fracture with traditional medicine system at RSUP H. Adam Malik Medan.
This is descriptive study using retrospective design. This study used 52 samples of medical report data from 2012-2014. And then, data analyzed using SPSS program.
The study showed, by the most characteristic sample, 27 samples (51,9%) were males, with 18 samples (34,6%) found high school as the highest level of education, 16 samples (30,8%) culture were Tobanese , 11 samples (21,2%) worked as entrepreneur, 10 samples (19,2%) lived in Pematangsiantar City, 46 samples (88,5%) were classified as closed fracture, 38 samples (73,1%) fracture’s location are in femur, 23 samples (44,5%) traditionally treated for more than 1 month, and 18 samples (34,6%) are neglected complication.
Oleh:
ATHAN BREMANA TARIGAN
120100364
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
ATHAN BREMANA TARIGAN
120100364
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
KARAKTERISTIK PASIEN FRAKTUR DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN PASCA PENANGANAN AWAL OLEH PENGOBATAN
TRADISIONAL
Nama : Athan B Tarigan
NIM : 120100364
Pembimbing
dr. Nino Nasution, Sp.OT(K)
NIP. 1968 1012 199702 1 001
Penguji I
dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK
NIP. 1967 0622 199603 2 001
Penguji II
Dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-KL
NIP. 1981 0914 200912 1 002
Medan, Januari 2016
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Dari data selama periode Januari 2005 sampai Maret 2007 didapatkan kasus patah tulang di RSUP HAM Medan sejumlah 864 kasus, dimana 463 (53,6%) kasus merupakan kasus baru, 401 (46,4%) kasus lagi datang ke rumah sakit lebih dari satu minggu setelah kecelakaan, karena masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada ajaran nenek moyang, maka banyak masyarakat yang mengalami fraktur mengobatinya ke pengobatan tradisional, bukan mengobatinya ke pelayanan medis terdekat seperti Puskesmas atau Rumah Sakit. Pengobatan alternatif menurut WHO, pengobatan alternatif adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek – praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pasien fraktur pasca penanganan awal oleh sistem medis tradisional yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain retrospektif. Penelitian ini menggunakan data catatan rekam medik sebanyak 52 sampel dari tahun 2012-2014. Kemudian data dianalisa dengan menggunakan program SPSS.
Dari penelitian ini didapati bahwa, karakteritik terbanyak dari sampel penelitian ini adalah 27 sampel (51,9%) berjenis kelamin pria, dengan tingkat pendidikan SMA 18 sampel (34,6%), bersuku Batak Toba 16 sampel (30,8 %), bekerja sebagai wiraswasta 11 sampel (21,2%), bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar sebanyak 10 sampel (19,2 %), dengan jenis fraktur tertutup (closed fracture) sebanyak 46 sampel (88,5%) yang lokasi frakturnya pada femur 38 sampel (73,1%), lama pengobatan tradisional lebih dari 1 bulan yaitu sebanyak 23 sampel (44,5%), dan komplikasi neglected sebanyak 18 sampel (34,6%).
ABSTRACT
Fracture or broken bone is a break in bone tissues or cartilage continuity which commonly caused by trauma. 864 fracture cases were found by the data from January 2005 until March 2007 at RSUP HAM Medan; where 463 cases (53,6%) found recently , another 401 cases (46,4%) came to the hospital a week after the accident or more , mostly because Indonesian people still believe in their ancestor’s doctrine, therefore they treat their broken bones with traditional medicines, in spite of treating them to nearest medical service as Puskesmas or Hospital. Alternative medicine, according to WHO, is the total amount of knowledge, skills and practice based on theories, religion and people experience from different cultures, either explainable or not, and used for health maintenance in prevention, diagnoses, restoration or treatment in disease physically and mentally. This study aim is to find the patient’s representation in first aid of fracture with traditional medicine system at RSUP H. Adam Malik Medan.
This is descriptive study using retrospective design. This study used 52 samples of medical report data from 2012-2014. And then, data analyzed using SPSS program.
The study showed, by the most characteristic sample, 27 samples (51,9%) were males, with 18 samples (34,6%) found high school as the highest level of education, 16 samples (30,8%) culture were Tobanese , 11 samples (21,2%) worked as entrepreneur, 10 samples (19,2%) lived in Pematangsiantar City, 46 samples (88,5%) were classified as closed fracture, 38 samples (73,1%) fracture’s location are in femur, 23 samples (44,5%) traditionally treated for more than 1 month, and 18 samples (34,6%) are neglected complication.