• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Substitusi Fly Ash Dan Bottom Ash Terhadap Pembuatan Paving Block Sesuai SNI 03-0691-1996

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Substitusi Fly Ash Dan Bottom Ash Terhadap Pembuatan Paving Block Sesuai SNI 03-0691-1996"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Foto Dokumentasi

Bottom Ash

Fly Ash

Foto material fly ash dan bottom ash dari PT. SOCI MAS

Mengayak bottom Ash dengan no. ayakan 4,75

(22)

Uji analisa ayakan pasir pada bottom ash

Penimbangan berat yang tersisa pada setiap no. ayakan

Penimbangan material bottom ash untuk pengujian colourmetrict

test

Pembacaan warna

(23)

Standar warna Gardner.

Pengujian kehalusan semen

Perendaman material untuk pengujian clay lump

Pencampuran semua material untuk membuat paving block

(24)

Air dimasukkan dengan cara trial

menggunakan gelas ukur Proses pencetakan paving block

Contoh paving block yang telah selesai dicetak

Contoh paving block pada umur 10 hari

(25)

Paving block yang telah berumur 28 hari

Paving block yang telah berumur 28 hari

Perendaman paving block untuk pengujian daya serap

Proses pengeringan paving block dengan oven selama 24 jam

(26)

Proses penimbangan paving block yang telah kering

Paving block yang akan dipotong untuk uji kuat tekan dan

ketahanan aus

Proses pemotongan paving block untuk pelaksanaan pengujian kuat

tekan dan ketahanan aus

Contoh benda uji yang telah dipotong untuk pengujian kuat

tekan [Type a quote from the document

or the summary of an interesting point. You can position the text box anywhere in the document. Use the Text Box Tools tab to change the formatting of the pull quote text box.]

(27)

Benda uji dimasukkan kedalam compression machine

Mulai dilakukakan uji tekan dengan alat compression machine

Pembacaan dial pada uji kuat tekan

Benda uji yang telah ditest

(28)

Contoh benda uji yang telah dipotong untuk pengujian

ketahanan aus

Proses pengujian ketahanan aus dengan mesin los angeles

Penimbangan berat jenis paving block

Desikator untuk pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat

(29)

Paving block direndam dalam larutan natrium sulfat

Paving block ditimbang lalu dicatat beratnya

(30)

xii DAFTAR PUSTAKA

• Departemen Pekerjaan Umum. 1990. Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03. Bandung: YayasanLPMB.

• Dewan Standardisasi Nasional. 1996. Bata Beton (Paving Block), SNI 03-0691-1996. Jakarta.BSN

• Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta: CV Andi Offset.

• Murdock, L.J, Brook, K.M, Hendarko, Stephanus. 1991. Bahan dan Praktek Beton. Jakarta: Erlangga.

• Nugraha, Paul. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton dan Material, Pembuatan Beton Kinerja Tinggi.Yogyakarta: Andi Offset.

• Segel, R., Kole, P., dan Kusuma, Gideon. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Erlangga.

• Tjokrodimuljo, K. 1992. Teknologi Beton. Yogyakarta: Gramedia.

• LI, Zongjin.2011. Advance concrete technology.Canada:John Wiley & Sons

• Mehta, P.Kumar dan Paulo J.M.Monteiro.1993.Concrete.United States:Prentice-Hall

(31)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian merupakan tahapan, proses, urutan ataupun alur kerja untuk

mendapatkan tujuan dari penelitian yang dilaksanakan. Metode penelitian yang

dilakukan pada penelitian ini dilakukan diawali dengan tahapan pengetesan sampel

Fly Ash dan Bottom Ash dari PT.SOCI MAS. Adapun tahap pelaksanaan penelitian

pada Labaoraturium antara lain:

3.1Lokasi dan Waktu Pengujian

a. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Departemen Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

b. Waktu

Pengujian dilakukan mulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan

Desember 2016.

3.2 Metode Penelitian

Secara singkat tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dijabarkan pada

langkah- langkah berikut ini;

a. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk mempelajari penelitian - penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya, terutama mengenai komposisi bahan penyusun yang telah

dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya. Studi ini juga dilakukan untuk mencari

kemungkinan pemakaian bahan tambahan lainnya pada komposisi penyusun yang

mungkin bisa memperbaiki sifat – sifat penelitian tersebut.

b. Pemeriksaan Bahan dan pembuatan benda uji

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap bahan - bahan yang akan digunakan

sebagai penyusun. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:

(32)

26 1) Pemeriksaan Sifat Semen, antara lain;

a) Pemeriksaan kehalusan butir

b) Pemeriksaan waktu ikat semen

2) Pemeriksaan Agregat, antara lain;

a) Pemeriksaan gradasi butiran agregat

b) Pemeriksaan kadar lumpur

c) Pemeriksaan kandungan organik

d) Pemeriksaan kadar liat

e) Pemeriksaan berat isi agregat

f) Pemeriksaan berat jenis dan arbsorpsi

3) Pemeriksaan kadar bahan kimia dalam air

4) Perendaman benda uji

5) Pengujian absorpsi bata beton

6) Pengujian kuat tekan pada umur 28 hari

7) Pengujian ketahanan aus dan ketahanan terhadap natrium sulfat

c. Desain bata beton

Dari hasill pengujian akan dilakukan perhitungan struktur untuk mendesain

ukuran dan ketebalan bata beton beton yang paling optimal.

3.3 Bahan yang Digunakan

Bahan penyusun Paving Block terdiri dari semen portland, agregat halus dan

air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk

mendapatkan sifat-sifat batako yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran

yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun Paving Block yang

lebih ekonomis dan efektif. Bahan-bahan penyusun Paving Block yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

3.3.1 Semen Portland

Semen Portlandyang dipergunakan adalah semen dengan merk dagang Semen

Andalas dalam kemasan 50 kg.

(33)

27

3.3.2 Pasir

Pasir yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari quarry Sei Wampu,

Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi:

a. Analisa ayakan pasir;

b. Pemeriksaan berat isi agregat halus;

c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus;

d. Pemeriksaan berat jenis pada semen dan fly ash;

e. Pemeriksaan kadar lumpur dan kadar liat agregat halus.

3.3.3 Air

Air yang digunakan sebagai bahan pencampur berasal dari Laboratorium

Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara.

3.3.4 Fly Ash dan Bottom Ash

Pada penelitian ini, digunakan Fly Ash dan Bottom Ash hasil dari sisa

pembakaran batu bara sebagai bahan substitusi semen dan pasir.

3.4Pemeriksaan Bahan Penyusun Paving Block

3.4.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990) dan Analisis Ayak Bottom Ash

a. Tujuan Percobaan

1) Menentukan gradasi/distribusi butiran pasir dan Bottom Ash

2) Mengetahui modulus kehalusan (fineness modulus) pasir dan

Bottom Ash

b. Peralatan

1) Timbangan

2) Sieve shaker machine

(34)

28 3) 1 set ayakan

4) Oven

5) Sample splitter

c. Bahan

1) Pasir kering oven sebanyak 1000 gram.

2) Bottom Ash

d. Prosedur Percobaan

1) Ambil pasir dan Bottom Ash yang telah kering oven (110±5) ºC;

2) Sediakan pasir dan Bottom Ash sebanyak 2 sampel

masing-masing seberat 1000 gr dengan menggunakan sampel splitter;

3) Susun ayakan berturut-turut dari atas ke bawah: 9,52 mm; 4,76

mm; 2,38 mm; 1,19 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm dan

pan;

4) Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas sieve shaker

machine;

5) Masukkan sampel 1 pada ayakan yang paling atas lalu ditutup

rapat;

6) Mesin dihidupkan selama 5 (lima) menit;

7) Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan;

8) Lakukan percobaan diatas untuk sampel 2.

e. Rumus

(3.1)

Dimana:

FM = Fineness Modulus

Derajat kehalusan (kekasaran) suatu agregat ditentukan oleh modulus

kehalusan (fineness) dengan batasan-batasan sebagai berikut:

- Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60

- Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90

(35)

29 - Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

f. Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 2,51

Modulus kehalusan Bottom Ash (FM) = 2,406

Pasir dapat dikategorikan sebagai pasir halus. (2,20 < FM < 2,60)

3.4.2 Berat Isi Agregat Halus (ASTM C-29) dan Berat isi Bottom Ash.

a. Tujuan Percobaan

1) Menentukan berat isi agregat halus pasir dan Bottom Ash

b. Peralatan

1) Timbangan dengan tingkat kepekaan 0,1% dari berat sampel

2) Batang perojok

1) Dengan cara merojok:

a) Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi dengan pasir dan

dirojok 25 kali secara merata lalu permukaannya diratakan.

Dalam perojokan untuk setiap lapis tidak boleh menembus

lapisan dibawahnya;

(36)

30 b) Timbang bejana + pasir / Bottom Ash;

c) Pasir dan Bottom Ash dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu

diisi oleh air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan

diukur suhu air didalam bejana;

2) Cara menyiram:

Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi air hingga

penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam

bejana. Percobaan dilakukan untuk 2 sampel.

e. Rumus

f. Hasil Percobaan Pasir

Berat isi dengan cara merojok: 1,677 gr/cm3

Berat isi dengan cara menyiram: 1,562 gr/cm3

g. Hasil Percobaan Bottom Ash

Berat isi dengan cara merojok: 1,421 gr/cm3

Berat isi dengan cara menyiram: 1,331 gr/cm3

(37)

31

3.4.3 Pengujian Kadar Organik Pasir/Colorimetric Test (SNI 03-2816-1992) dan Kadar Organik Bottom Ash/ Colorimetric Test.

a. Tujuan Percobaan

Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus.

b. Peralatan

1) Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350

ml

2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml

3) Timbangan

4) Mistar

5) Standar warna Gardner

6) Sendok pengaduk

1) Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel

splitter sehingga terbagi seperempat bagian;

2) Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi ± 3 cm dari

dasar botol;

3) Sediakan larutan NaOH 3% dengan cara mencampur 12 gram

kristal NaOH kedalam 388 ml air menggunakan gelas ukur.

Aduk hingga kristal NaOH larut;

4) Masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan ± 2 cm dari

permukaan pasir (tinggi pasir + larutan = 5 cm);

5) Larutan diaduk menggunakan sendok pengaduk selama 7

menit;

(38)

32 6) Botol gelas ditutup rapat menggunakan penutup karet dan

diguncang-guncang pada arah mendatar selama 8 menit;

7) Campuran didiamkan selama 24 jam;

8) Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam

dengan standar warna Gardner.

e. Rumus/standar

Pengelompokkan standar warna Gardner adalah sebagai berikut:

1) Standar warna no. 1: berwarna bening/jernih

2) Standar warna no. 2: berwarna kuning muda

3) Standar warna no. 3: berwarna kuning tua

4) Standar warna no. 4: berwarna kuning kecoklatan

5) Standar warna no. 5: berwarna coklat

Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah

standar warna no. 3. Jika perubahan warna yang terjadi melebihi standar warna no. 3

maka, pasir tersebut mengandung bahan organik yang banyak dan harus dicuci

dengan larutan NaOH 3% kemudian bersihkan dengan air.

f. Hasil Percobaan

Warna material pasir adalah kuning muda (Standar no. 2)

Warna material Bottom Ash adalah kuning kecoklatan (Standar no. 4)

3.4.4 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200)

a. Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar lumpur pada pasir dan Bottom Ash.

(39)

33 c. Bahan

1) Pasir kering oven

2) Kerikil kering oven

3) Air

d. Prosedur Percobaan

1) Sediakan 2 (dua) sampel pasir sebanyak masing-masing 500

gram dan 2 (dua) sampel kerikil sebanyak masing-masing 1000

gram dalam keadaan kering oven;

2) Tuang pasir kedalam ayakan no. 200 dan disiram dengan air

melalui kran;

3) Pada saat pencucian, pasir harus diremas-remas hingga air

keluar melalui ayakan terlihat jernih dan bersih;

4) Letakkan sampel kedalam pan dan keringkan dalam oven

selama 24 jam;

5) Setelah 24 jam, sampel yang ada didalam pan ditimbang dan

hasilnya dicatat;

6) Lakukan percobaan untuk sampel kedua dan sampel kerikil.

e. Rumus

(3.3)

Dimana:

KL = Kadar lumpur agregat (%)

A = Berat sampel mula-mula (gr)

B = Berat sampel setelah dikeringkan selama 24 jam (gr)

Pasir yang memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan, bila kadar lumpur pasir

< 5%.

(40)

34 f. Hasil Penelitian

Kadar lumpur Bottom Ash rata-rata = 4,4% (Bottom Ash memenuhi

persyaratan dan layak untuk digunakan).

3.4.5 Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

a. Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar liat dalam pasir dan Bottom Ash.

b. Peralatan

1) Pasir sisa pengujian kadar lumpur

2) Aquades

3) Air

d. Prosedur Percobaan

1) Pasir hasil percobaan kadar lumpur sebanyak 2 (dua) sampel

dengan berat kering setelah pencucian lumpur sebagai berat awal

direndam dalam aquades selama 24 jam;

2) Setelah direndam ± 24 jam aquades dibuang dengan hati-hati agar

jangan ada pasir yang ikut terbuang;

3) Tuangkan pasir dalam ayakan no. 200 dan dicuci dibawah kran

sambil diremas-remas selama ± 5 menit;

4) Pasir hasil pencucian dituang ke dalam pan dikeringkan dalam

oven bersuhu 110 ± 5 ºC selama 24 jam;

5) Pasir kering hasil pengovenan kemudian ditimbang beratnya dan

dicatat.

(41)

35 e. Rumus

(3.4)

Dimana:

A = Berat pasir mula-mula (sisa pencucian kadar lumpur) (gr)

B = Berat pasir setelah di oven (gr)

Pasir yang memenuhi persyaratan, bila kadar liat pasir <1%.

f. Hasil Percobaan

Kadar liat rata-rata = 0,42 % (pasir memenuhi syarat untuk dipakai dalam

campuran batako).

3.4.6 Pengujian Berat Jenis Semen (SNI 15-2531-1991)dan Berat Jenis Fly Ash

a. Tujuan Percobaan:

Menentukan berat jenis semen.

B. Peralatan:

1) Timbangan dengan ketelitian 0.001 gr

2) Botol Le Chatelir

3) Cawan Porselin

API (American Petroleoum Institute)

d. Prosedur Percobaan:

1) Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta sampai antara

skala 0 dan 1, bagian dalam piknometer diatas permukaan

cairan.

(42)

36 2) Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air dengan suhu

ditetapkan pada botol Le Chatelir 20 oC untuk mengunakan

suhu cairan dalam piknometer l dengan suhu yang ditetapkan

dalam botol Le Chatelir.

3) Setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang

ditetapkan pada botol Le Chatelir, baca skala pada botol Le

Chatelir (V1).

4) Masukkan semen portland sebanyak 64 gr, sedikit demi sedikit

ke dalam botol Le Chatelir, hindarkan penempelan semen pada

dinding dalam botol Le Chatelir diatas cairan.

5) Setelah benda uji dimasukkan, putar botol Le Chatelir dengan

posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara

tidak timbul lagi pada permukaan cairan.

6) Ulangi pekerjaan no. 2 setelah suhu dalam botol Le Chatelir

V1 = Pembacaan pertama pada skala botol Le Chatelir

V2 = Pembacaan kedua pada skala botol Le Chatelir

V2- V1 = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu

Catatan:

- Berat jenis semen portland antara 3 - 3.2

- Suhu ruangan yang diperbolehkan 20 oC - 24 oC.

(43)

37 f. Hasil Percobaan:

Berat jenis semen: 3,062 gr/ml

Prosedur pengujian berat jenis Fly Ash sama dengan prosedur

pengujian berat jenis semen.

Berat jenis Fly Ash : 2,43 gr/ml

3.5 Pembuatan Benda Uji

3.5.1 Benda Uji Paving Block

a. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan benda uji batako:

1) Ayakan, untuk mengayak pasir dengan ukuran 4,8 mm.

2) Timbangan, untuk menimbang kebutuhan bahan yang

dipergunakan dalam pembuatan benda uji.

3) Ember, untuk tempat menampung kebutuhan air yang

dipergunakan sebagai pencampuran bahan-bahan pembuat

batako.

4) Sendok spesi, untuk mencampur dan memasukkan adonan

adukan kedalam cetakan.

5) Sekop dan cangkul, untuk mengaduk campuran batako.

6) Mesin cetak Paving Block dengan ukuran cetakan (20 x 10 x 6)

cm

b. Prosedur Pembuatan benda uji Paving Block :

1) Siapkan semua bahan dan alat yang diperlukan.

2) Timbang semen, pasir dan dengan perbandingan 1 pc : 3 ps.

Penambahan Fly Ash dan Bottom Ash dimulai dari 0%, 25%,

50% 75%, dan 100 % dari berat semen dan pasir dengan

mengurangi jumlah semen pasir awal.

3) Campurkan bahan dengan perbandingan menjadi 1 pc : 3 ps

untuk campuran selanjutnya dengan penambahan 25 %, 50 %,

75 % dan 100 %. Aduk semua bahan sampai rata.

(44)

38 4) Adonan batako yang sudah dicampur hingga rata ditambah air

secukupnya sampai tercapai campuran setengah basah (lengas

tanah) yang merata. Secara sederhana, keadaan ini dapat

diketahui dengan cara: Campuran yang telah merata dikepal

dengan telapak tangan. Kemudian dijatuhkan dari ketinggian

lebih kurang lebih kurang 1,2 meter kepermukaan tanah keras.

Bila campuran sudah baik, 2/3 bagian tetap mengumpul dan

1/3 lainnya tersebar (Utomo, 2010).

5) Setelah itu adonan yang sudah tercampur merata dimasukkan

kedalam cetakan Paving Block setinggi 2/3 bagian cetakan,

kemudian dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai benar

benar padat dengan alat pemadat.

6) Masukkan kembali adonan Paving Block kedalam cetakan

hingga penuh, kemudian dipadatkan lagi

7) Setelah itu tutup cetakan dengan penutup mesin cetakan

manual, kemudian di tekan hingga padat. Setelah padat,

adonan di keluarkan dari mesin cetak Paving Block manual.

8) Lalu Paving Block yang sudah di tercetak diangkat secara

perlahan dan letakkan ditempat yang teduh, tidak terkena

cahaya matahari langsung dan terlindung dari hujan.

3.6 Perawatan Benda Uji 3.6.1 Benda Uji Paving Block

Perawatan Paving Block yang baik, yaitu sesuai dengan langkah-langkah

berikut:

a. Hindarkan Paving Block dari sinar matahari langsung dan air hujan agar

pengikatan adonan sesuai yang diharapkan.

b. Perawatan Paving Block selama 28 hari yaitu dengan merendam dan

dengan menjaga suhu ruangan.

(45)

39

3.7Pengujian Benda Uji

3.7.1 Pengujian Penyerapan Air

a. Peralatan yang diperlukan pada pengujian penyerapan air:

1) Wadah berisi air untuk merendam benda uji hingga Paving

Block jenuh air.

2) Kain lap dipergunakan untuk menyeka permukaan Paving

Block dari kelebihan air setelah di rendam.

3) Timbangan dipergunakan untuk menimbang Paving Block

dalam keadaan jenuh air dan kering oven. Timbangan yang

dipergunakan dengan kapasitas 60 kg dengan ketelitian 0,1 gr.

4) Oven dipergunakan untuk mengeringkan Paving Block akan

kandungan air setelah direndam. Oven yang dipergunakan

dilengkapi pengatur suhu, dengan suhu antara 105oC sampai

dengan 110oC.

b. Prosedur Pengujian:

Paving Block yang akan diuji penyerapan airnya harus dalam keadaan kering.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengujian ini adalah:

1) Paving Block dibersihkan dari bahan-bahan lain yang

menempel.

2) Paving Block dimasukan kedalam oven selama 24 jam/sehari,

sehingga didapati Paving Block dalam kering oven.

3) Timbang Paving Block, sehingga didapat berat Paving Block

dalam keadaan kering oven.

4) Rendam Paving Block selama 24 jam /sehari atau hingga

Paving Block sudah keadaan jenuh.

5) Timbang Paving Block, sehingga didapati berat Paving Block

dalam keadaan jenuh. Setelah mendapatkan data-data yang

diperlukan, penyerapan air dapat dihitung.

(46)

40

3.7.2 Pengujian Kuat Tekan

a. Peralatan yang diperlukan pada pengujian kuat tekan:

1) Mistar sorong dipergunakan untuk mengukur luas bidang

tekan. Mistar sorong dipergunakan sampai dengan ketelitian

0,01 mm.

2) Alat uji yang digunakan adalah mesin uji kuat tekan beton

(compression machine).

b. Prosedur Pengujian:

1) Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman, lalu dijemur

selama ± 24 jam.

2) Timbang berat benda uji lalu letakkan pada compressor

machine sedemikian sehingga berada tepat ditengah-tengah

alat penekannya.

3) Secara perlahan-perlahan beban tekan diberikan pada benda uji

dengan cara mengoperasikan mesin sampai benda uji runtuh.

4) Pada saat jarum penunjuk skala tidak naik lagi atau bertambah,

maka cata skala yang ditunjuk oleh jarum tersebut yang

merupakan beban maksimum yang dapat dipikul benda uji

tersebut.

5) Percobaan diulang untuk setiap benda uji.

6) Hitung kuat tekan batako dengan persamaan rumus

Dimana : P = beban tekan, N

L = luas bidang tekan mm2

3.7.3 Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat

a. Peralatan pengujian :

1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat

jenis antara 1,151-1,174.

(47)

41 2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan natrium sulfat

b. Prosedur Pengujian :

1) Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan

dari kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur

pengering pada suhu (105+2) C hingga berat tetap lalu

didinginkan dalam desikator.

2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian

direndam dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16

sampai dengan 18 jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu

agar cairan yang berlebih meniris.

3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering

pada suhu (105+2) °C selama kurang lebih 2 jam, kemudian

didinginkan sampai suhu kamar.

4) Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali

berturut-turut.

5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak

ada lagi sisa sisa garam sulfat yang tertinggal.

6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang

tertinggal, larutan pencucinya dapat diuji dengan larutan

.

7) Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian

dengan air panas bersuhu kurang lebih 40-50 °C.

8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam

dapur pengering sampai berat tetap (± 2-4 jam), didinginkan

dalam desikator. Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian

0,1 gram.

9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah

perendaman dalam larutan garam natrium sulfat terjadi atau

nampak adanya retakan, gugusan atau cacat-cacat lainnya.

10)Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata :

(48)

42 - Baik/ tidak cacat, bila tidak nampak adanya retak-retak atau

perubahan lainnya

- Cacat/ retak-retak, bila nampak adanya retak-retak

(meskipun kecil), rapuh, gugus dan lain- lain.

11)Apabila selisih penimbangan sebelum perendaman dan setelah

perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat

nyatakan benda-benda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan

dari 2 diantara 3 benda uji tadi lebih besar dari 1 %, sedang

benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan benda uji secara

keseluruhan menjadi cacat.

3.7.4 Pengujian Ketahanan Aus

a. Prosedur penelitian

1) Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar

dengan ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk

pengujian ketahanan aus).

2) Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran

kurang dari 20 mm (untuk penentuan berat jenis)

3) Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari

berat jenis dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin

semen.

4) Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan

pada tempatnya pada mesin pengaus, dibebani dengan beban

tambahan sebesar 3 1/3 kg.

5) Mesin pengaus dijalankan dans etelah pengaus pertama

berlangsung 1 menit, benda uji diputar 90°, dan pengausan

dilanjutkan.

6) Setiap setelah pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar

90°, dan hal ini dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit.

Selama menit-menit pengausan, permukaan yang diaus harus

(49)

43 selalu diamati setiap menit apakah lapisan kepala ini telah ada

yang habis.

7) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah

pengausan selama 5 menit, dibersihkan dari debu dan serpihan

kemudian ditimbang ampai ketelitian 10 mg.

8) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala

telah ada yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir

habisnya lapisan kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu

dan ditimbang.

9) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji

sebelum dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis

lapisan kepalanya, pengausan dapat dilanjutkan sampai pada

menit-menit habisnya lapisan kepala atau sampai menit ke 15.

10)Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering

ditimbang lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis

masing-masing benda uji dengan ketelitian sampai 2 desimal,

dan hitung nilai rata-rata dari 10 benda uji.

11)Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai

berikut :

Dimana :

A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus (gr)

BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala (gr/cm3)

I = Luas permukaan bidang aus, dalam (cm2)

w = Lamanya pengausan (menit)

(50)

44

3.8 Perhitungan Mix Design Paving Block

Perhitungan mix design Paving Block ini didasarkan pada perbandingan

komposisi Semen : Pasir yaitu 1: 3 . Dan dalam pencampuran ini air yang dipakai

menggunakan sistem trial.

Tabel 3.1 Komposisi perencanaan Paving Block 27 sampel

(51)

45 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

&

absorbsi, kuat tekan, ketahanan aus dan ketahanan terhadap natirum sulfat

Analisa data dan Pembahasan

Semen Pasir Fly Ash dan Bottom Ash

(52)

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Paving Block 4.1.1 Pengujian Daya Serap

Adapun hasil pengujian daya serap air pada Paving Block adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengujian Daya Serap

(53)
(54)

48 Gambar 4.1 Nilai absorbsi dengan substitusi fly ash

Gambar 4.2 Nilai absorbsi dengan substitusi bottom ash

(55)

49 Gambar 4.3 Nilai absorbsi dengan substitusi fly ash dan bottom ash

Gambar 4.4 grafik hubungan antara substitusi Fly Ash dan Bottom Ash terhadap absorbsi

Dari grafik komposisi Paving Block yang diuji, nilai penyerapan air terkecil

terjadi pada Paving Block normal dengan nilai penyerapan air sebesar 3,229%. Nilai

penyerapan air pada Paving Block dengan substitusi Fly Ash yang terkecil adalah

Absorbsi

(56)

50 pada Paving Block 25% Fly Ash sebesar 3,998% dan yang terbesar pada Paving

Block 75% Fly Ash sebesar 15,963%. Namun pada Paving Block 100% Fly Ash nilai

penyerapan air tidak dapat dihitung karena Paving Block hancur, disebabkan Fly Ash

hanya memiliki kandungan kapur yang rendah sehingga Fly Ash tidak dapat mengikat

dengan sempurna. Nilai penyerapan air pada Paving Block dengan substitusi Bottom

Ash yang terkecil adalah pada Paving Block 50% Bottom Ash sebesar 5,560% dan

yang terbesar adalah Paving Block 25% Bottom Ash sebesar 8,139%. Nilai

penyerapan air pada Paving Block dengan substitusi Fly Ash Bottom Ash yang

terkecil adalah pada Paving Block 25% Fly Ash Bottom Ash sebesar 5,794% dan yang

terbesar adalah Paving Block 100% Fly Ash Bottom Ash sebesar 13,461%.

Penggunaan variasi substitusi Fly Ash yang besar dapat menyebabkan nilai

absorbsi yang besar dikarenakan sifat fisik dari Fly Ash tidak dapat mengikat dengan

sempurna sehingga penyerapan air semakin besar dan Fly Ash tidak dapat

menggantikan fungsi dari semen.

4.1.2 Pengujian Kuat Tekan

Adapun hasil pengujian kuat tekan pada Paving Block dalam penelitian ini

sebagai berikut:

Tabel 4.2. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan

(57)

51

KUAT TEKAN RATA-RATA 25,50

1 25% FA 0,36 0,404 82 22,78

KUAT TEKAN RATA-RATA 25,28

1 50% FA 0,36 0,396 52 14,44

KUAT TEKAN RATA-RATA 14,67

1 75% FA 0,36 0,363 27 7,50

KUAT TEKAN RATA-RATA 7,22

(58)

52

7 - - - -

8 - - - -

9 - - - -

10 - - - -

KUAT TEKAN RATA-RATA -

1 25% BA 0,36 0,400 100 27,78

KUAT TEKAN RATA-RATA 27,61

1 50% BA 0,36 0,363 58 16,11

KUAT TEKAN RATA-RATA 15,44

1 75% BA 0,36 0,396 70 19,44

KUAT TEKAN RATA-RATA 19,33

1 100% BA 0,36 0,347 58 16,11

2 100% BA 0,36 0,351 60 16,67

(59)

53

KUAT TEKAN RATA-RATA 17,33

1 25% FABA 0,36 0,447 86 23,89

KUAT TEKAN RATA-RATA 26,00

1 50% FABA 0,36 0,426 58 16,11

KUAT TEKAN RATA-RATA 19,11

(60)

54

KUAT TEKAN RATA-RATA 15,06

1 100% FABA 0,36 0,359 40 11,11

2 100% FABA 0,36 0,341 38 10,56

3 100% FABA 0,36 0,338 38 10,56

4 100% FABA 0,36 0,360 38 10,56

5 100% FABA 0,36 0,345 40 11,11

6 100% FABA 0,36 0,351 36 10,00

7 100% FABA 0,36 0,328 40 11,11

8 100% FABA 0.36 0,334 36 10,00

9 100% FABA 0.36 0,336 34 9,44

10 100% FABA 0.36 0,347 38 10,56

KUAT TEKAN RATA-RATA 10,50

Gambar 4.5 Nilai kuat tekan dengan substitusi fly ash

(61)

55 Gambar 4.6 Nilai kuat tekan dengan substitusi Bottom ash

Gambar 4.7 Nilai kuat tekan dengan substitusi fly ash dan bottom ash

(62)

56 Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Kuat tekan tertinggi terdapat pada

Paving Block dengan substitusi Bottom Ash sebesar 27,61 MPa. Dan kuat tekan

terendah terdapat pada Paving Block dengan substitusi Fly Ash sebesar 7,22 Mpa.

Namun pada Paving Block dengan dengan substitusi 100% Fly Ash tidak dapat

dilakukan uji tekan dikarenakan Paving Block sangat rapuh dan mudah hancur.

Variasi sustitusi Fly Ash yang terlalu besar tidak dapat mencapai nilai kuat tekan yang

besar dikarenakan Fly Ash tidak dapat mengikat dengan sempurna seperti pada

semen.

Paving Block yang dapat dimasukkan kedalam kategori mutu B adalah Paving

Block normal, Paving Block 25% Fly Ash, Paving Block 25% Bottom Ash, Paving

Block 75% Bottom Ash, Paving Block 100% Bottom Ash, Paving Block 25% Fly Ash

Bottom Ash, dan Paving Block 50% Fly Ash Bottom Ash. Paving Block dengan mutu

B dapat digunakan untuk pelataran parkir.

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara substitusi Fly Ash dan Bottom Ash terhadap kuat tekan

(63)

57

Paving Block yang dapat dimasukkan kedalam kategori mutu C adalah Paving Block

50% Fly Ash, Paving Block 50% Bottom Ash, dan Paving Block 75% Fly Ash Bottom

Ash. Paving Block kategori mutu C dapat digunakan untuk pejalan kaki.

Paving Block yang dapat dimasukkan kedalam mutu D yaitu Paving Block

dengan substitusi 100% Fly Ash dan Bottom Ash dan dapat digunakan untuk taman

dan pengunaan lainnya.

Paving Block dengan substitusi 75% Fly Ash tidak dapat dimasukkan kedalam

kategori mutu D sebab nilai kuat tekan Paving Block ini berada dibawah syarat

minimal mutu D.

Tabel 4.3. Pengelompokan Variasi Paving Block Terhadap Mutu Sesuai

(64)

58

4.1.3 Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat

Tabel 4.4. Tabel Hasil Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat No

Dari tabel hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat, terlihat bahwa

Paving Block hampir keseluruhan memenuhi syarat. Paving Block dengan substitusi

50% Fly Ash terlihat baik tetapi kehilangan berat melebihi 1% dan Paving Block

dengan substitusi 75% terlihat cacat dan kehilangan berat melebihi 1% sehingga

Paving Block ini dinyatakan cacat menurut SK SNI 03-0691-1994

(65)

59

4.1.4 Pengujian Ketahanan Aus

Tabel 4.5. Tabel Hasil Pengujian Ketahanan Aus

No

Ketahanan Aus Rata-Rata 0,375

1. 25% FA 88 81 7 2,222 5 25 0,252

2. 81 76 5 2,222 5 25 0,180

3. 75 69 6 2,222 5 25 0,216

4. 82 77 5 2,222 5 25 0,180

5. 84 80 4 2,222 5 25 0,144

Ketahanan Aus Rata-Rata 0,194

(66)
(67)

61

2. FABA 75 66 9 1,548 5 25 0,465

3. 79 70 9 1,548 5 25 0,465

4. 78 67 11 1,548 5 25 0,568

5. 96 83 12 1,548 5 25 0,620

Ketahanan Aus Rata-Rata

0,527 1. 100%

FABA

89 76 13 1,540 5 25 0,675

2. 80 65 15 1,540 5 25 0,779

3. 79 61 18 1,540 5 25 0,935

4. 78 62 16 1,540 5 25 0,831

5. 79 64 15 1,540 5 25 0,779

Ketahanan Aus Rata-Rata

0,799

Gambar 4.9 Nilai ketahanan aus dengan substitusi fly ash

(68)

62 Gambar 4.10 Nilai ketahanan aus dengan substitusi bottom ash

Gambar 4.11 Nilai ketahanan aus dengan substitusi fly ash dan bottom ash

(69)

63 Gambar 4.12 Grafik hubungan antara substitusi Fly Ash dan Bottom Ash terhadap

ketahan aus

Dari grafik hasil pengujian ketahanan aus, terlihat bahwa Paving Block

normal, Paving Block 25% Fly Ash, Paving Block 25% Bottom Ash, Paving Block

75% Bottom Ash, Paving Block 100% Bottom Ash, Paving Block 25% Fly Ash

Bottom Ash, dan Paving Block 50% Fly Ash Bottom Ash mempunyai nilai ketahanan

aus yang didapat tidak memenuhi standart Paving Block mutu B menurut SNI

03-0691-1996 yaitu ketahanan aus minimal 0,149 mm/menit dan rata-rata 0,130

mm/menit.

Paving Block 50% Fly Ash, Paving Block 50% Bottom Ash, dan Paving Block

75% Fly Ash Bottom Ash mempunyai nilai ketahanan aus yang didapat tidak

memenuhi standart Paving Block mutu C menurut SNI 03-0691-1996 yaitu ketahanan

aus minimal 0,184 mm/menit dan rata-rata 0,160 mm/menit.

(70)

64

dapat dilakukan uji ketahanan aus dikarenakan Paving Block sangat rapuh dan mudah

hancur.

4.2 Hasil Keseluruhan Pengujian

Dari seluruh pengujian yang dilakukan didapat data- data sebagai berikut :

a. Dari grafik komposisi Paving Block yang diuji, nilai penyerapan air

disebabkan Fly Ash hanya memiliki kandungan kapur yang rendah sehingga Fly Ash

tidak dapat mengikat dengan sempurna. Nilai penyerapan air pada Paving Block

dengan substitusi Bottom Ash yang terkecil adalah pada Paving Block 50% Bottom

Ash sebesar 5,560% dan yang terbesar adalah Paving Block 25% Bottom Ash sebesar

8,139%. Nilai penyerapan air pada Paving Block dengan substitusi Fly Ash Bottom

Ash yang terkecil adalah pada Paving Block 25% Fly Ash Bottom Ash sebesar 5,794%

dan yang terbesar adalah Paving Block 100% Fly Ash Bottom Ash sebesar 13,461%.

Penggunaan variasi substitusi Fly Ash yang besar dapat menyebabkan nilai absorbsi

yang besar dikarenakan sifat fisik dari Fly Ash tidak dapat mengikat dengan

sempurna sehingga penyerapan air semakin besar dan Fly Ash tidak dapat

menggantikan fungsi dari semen.

b. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Kuat tekan tertinggi terdapat pada

Paving Block dengan substitusi Bottom Ash sebesar 27,61 MPa. Dan kuat tekan

(71)

65 terendah terdapat pada Paving Block dengan substitusi Fly Ash sebesar 7,22 Mpa.

Namun pada Paving Block dengan dengan substitusi 100% Fly Ash tidak dapat

dilakukan uji tekan dikarenakan Paving Block sangat rapuh dan mudah hancur.

Variasi sustitusi Fly Ash yang terlalu besar tidak dapat mencapai nilai kuat tekan yang

besar dikarenakan Fly Ash tidak dapat mengikat dengan sempurna seperti pada

semen. Paving Block yang dapat dimasukkan kedalam kategori mutu B adalah Paving

Block normal, Paving Block 25% Fly Ash, Paving Block 25% Bottom Ash, Paving

C dapat digunakan untuk pejalan kaki. Paving Block yang dapat dimasukkan kedalam

mutu D yaitu Paving Block dengan substitusi 100% Fly Ash dan Bottom Ash dan

dapat digunakan untuk taman dan pengunaan lainnya. Paving Block dengan substitusi

75% Fly Ash tidak dapat dimasukkan kedalam kategori mutu D sebab nilai kuat tekan

Paving Block ini berada dibawah syarat minimal mutu D.

c. Dari tabel hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat, terlihat

bahwa Paving Block hampir keseluruhan memenuhi syarat. Paving Block dengan

substitusi 50% Fly Ash terlihat baik tetapi kehilangan berat melebihi 1% dan Paving

Block dengan substitusi 75% terlihat cacat dan kehilangan berat melebihi 1%

sehingga Paving Block ini dinyatakan cacat menurut SK SNI 03-0691-1994.

d. Dari grafik hasil pengujian ketahanan aus, terlihat bahwa Paving Block

normal, Paving Block 25% Fly Ash, Paving Block 25% Bottom Ash, Paving Block

75% Bottom Ash, Paving Block 100% Bottom Ash, Paving Block 25% Fly Ash

Bottom Ash, dan Paving Block 50% Fly Ash Bottom Ash mempunyai nilai ketahanan

aus yang didapat tidak memenuhi standart Paving Block mutu B menurut SNI

03-0691-1996 yaitu ketahanan aus minimal 0,149 mm/menit dan rata-rata 0,130

(72)

66 mm/menit. Paving Block 50% Fly Ash, Paving Block 50% Bottom Ash, dan Paving

Block 75% Fly Ash Bottom Ash mempunyai nilai ketahanan aus yang didapat tidak

memenuhi standart Paving Block mutu C menurut SNI 03-0691-1996 yaitu ketahanan

aus minimal 0,184 mm/menit dan rata-rata 0,160 mm/menit. Untuk Paving Block 100

% Fly Ash Bottom Ash mempunyai nilai ketahanan aus yang didapat tidak memenuhi

standart Paving Block mutu D menurut SNI 03-0691-1996 yaitu ketahanan aus

minimal 0,251 mm/menit dan rata-rata 0,219 mm/menit. Namun pada Paving Block

dengan dengan substitusi 100% Fly Ash tidak dapat dilakukan uji ketahanan aus

dikarenakan Paving Block sangat rapuh dan mudah hancur.

4.3 Analisa Harga

Perbandingan harga paving block K-300 di pasaran dengan paving block

substitusi fly ash dan bottom ash.

Tabel 4.6. Harga Paving Block

No. Jenis Paving Block Harga

(Rp)

1. Paving block 20x10x6 cm di

pasaran

Rp. 1.700

2. Paving block 20x10x6 cm dengan

substitusi 25% FA

Rp. 1.250

3. Paving block 20x10x6 cm dengan

substitusi 25% BA

Rp. 1.515

4. Paving block 20x10x6 dengan

substitusi 25% FABA

Rp. 1.390

(73)

67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari hasil pembahasan yang telah

dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Penyerapan air terbesar dari seluruh variasi percobaan adalah pada Paving

Block dengan komposisi Fly Ash 75% yaitu sebesar 15,963%.

b. Kuat tekan terbesar terdapat pada Paving Block dengan substitusi Bottom

Ash 25% sebesar 27,61 MPa.

c. Dari tabel hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat, terlihat

bahwa Paving Block hampir keseluruhan memenuhi syarat, kecuali Paving

Block dengan substitusi Fly Ash 50% dan Fly Ash 75%.

d. Dari pengujian ketahanan aus didapat nilai ketahanan aus yang terlalu

besar sehingga tidak sesuai dengan standart SNI 03-0691-1996.

e. Terlihat perbandingan seluruh pengujian Paving Block normal dengan

Paving Block substitusi Fly Ash dan Bottom Ash.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan sebelumnya maka disarankan

sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan kualitas yang baik, ketelitian, perencanaan, metode

pekerjaan, alat dan bahan hingga perawatan haruslah dilakukan dengan

baik dan sesuai dengan panduan.

b. Begitu banyaknya keterbatasan pada penelitian ini, sehingga diharapkan

untuk penelitian selanjutnya dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Pemilihan material sangat berpengaruh dengan mutu Paving Block

yang akan di uji, termasuk kadar lumpur pada material pasir dapat

menurunan mutu beton dan lebih banyak membutuhkan semen.

(74)

68 2) Pemeriksaan kandungan kimia terhadap Fly Ash dan Bottom Ash

agar bisa diketahui zat kimia yang dikandung secara mendetail.

3) Menggunakan mesin khusus untuk membuat Paving Block, agar

didapat hasil yang maksimal. Karena alat yang tidak memadai,

proses pembuatan Paving Block pada penelitian ini masih dilakukan

secara manual, sehingga membutuhkan waktu lebih lama dan

memungkinkan kualitas dari Paving Block yang berbeda-beda dan

tidak maksimal.

4) Penggunaan mesin pengaus yang kurang maksimal sehingga

diperoleh ketahanan aus yang melebihi standart SNI 03-0691-1996.

(75)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Bata beton merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif

pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan

air dengan perbandingan 1 semen : 3 pasir. Bata beton difokuskan sebagai

konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.

Bata beton yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan

saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan bata beton

menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 (PUBI-1982)

pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan

harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200

mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2atau

(2-7/9,81) kg/mm2. Berdasarkan persyaratan fisik bata beton standar dalam

PUBI-1982 memberikan batasan standar bahwa untuk bata beton dengan nilai kuat tekan

2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat

tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan

komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan

perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan

lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu.

2.2 Klasifikasi Paving Block

Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi beberapa

klasifikasi diantaranya sebagai berikut:

(76)

10

2.2.1 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya a. Paving Block Press Manual/ Tangan

Paving Block press manual/ tangan termasuk jenis Paving Block dengan

kategori D-C (10-15 Mpa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, bata beton jenis

ini memiliki nilai jual yang rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, bata beton

ini umumnya digunakan untuk non structural, seperti untuk taman dan pejalan

kaki dengan daya beban yang rendah.

b. Paving Block Press Mesin Vibrasi/ Getar

Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan

umumnya memiliki mutu kelas C-B (15-20 Mpa). Dalam pemakaiannya, bata

beton ini digunakan untuk pelataran parkir.

C. Paving Block Press Mesin Hidrolik

Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press hidrolik dengan kuat

tekan 300 kg/cm2. Bata beton ini dapat dikategorikan Paving Block degan mutu

B-A (20-40 Mpa). Pemakaian bata beton ini digunakan untuk perkerasan jalan

hingga perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko,

2007).

2.2.2 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaannya

Klasifikasi bata beton menurut SK SNI 03-0691-1994 terdiri dari :

a. Bata beton mutu A digunakan untuk jalan.

b. Bata beton mutu B digunakan untuk pelataran parkir.

c. Bata beton mutu C digunakan untuk pejalan kaki.

d. Bata beton mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain.

(77)

11

2.3 Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji Paving Block menurut SNI 031-0691-1996 yaitu :

2.3.1 Pengujian Penyerapan Air

a. Lima buah benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh

(24jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah.

b. Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering selama kurang lebih 24

jam, pada suhu kurang lebih 105°C sampai beratnya pada dua kali

penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% penimbangan yang

terdahulu.

c. Penyerapan air dihitung sebagaiberikut.

Dimana : BA = berat beton basah, dalam kg

BB = berat beton kering, dalam kg

2.3.2 Pengujian Kuat Tekan

a. Ambil 10 buah contoh uji masing-masing dipotong berbentuk kubus dan

rusuk-rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh uji.

(78)

12 b. Contoh uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin penekan

yang dapat diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan dari mulai

pemberian beban sampai contoh uji hancur diatur dalam waktu 1 sampai 2

menit arah penekanan pada contoh uji disesuaikan dengan arah tekanan

beban didalam pemakaiannya.

Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana : P = beban tekan, N

L = luas bidang tekan mm2

Kuat tekan rata-rata dari contoh bata beton dihitung dari

jumlah kuat tekan dibagi jumlah contoh uji.

2.3.3 Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat

a. Peralatan pengujian:

1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat jenis antara

1,151-1,174.

2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan natrium sulfat

b. Prosedur Pengujian:

1) Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan dari kotoran

yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering pada suhu

(105+2)°C hingga berat tetap lalu didinginkan dalam desikator.

2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian direndam

dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai dengan 18

jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan yang berlebih

meniris.

3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering pada suhu

(105+2)°C selama kurang lebih 2 jam, kemudian didinginkan sampai suhu

kamar.

4) Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut.

5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak ada lagi sisa

sisa garam sulfat yang tertinggal.

(79)

13 6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang tertinggal, larutan

pencucinya dapat diuji dengan larutan � �2.

7) Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian dengan air

panas bersuhu kurang lebih 40-50 °C.

8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam dapur

pengering sampai berat tetap (± 2-4 jam), didinginkan dalam desikator.

Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1gram.

9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman dalam

larutan garam natrium sulfat terjadi atau nampak adanya retakan, gugusan

atau cacat-cacat lainnya.

10)Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata:

- Baik/ tidak cacat, bila tidak nampak adanya retak-retak atau perubahan

lainnya.

- Cacat/ retak-retak, bila nampak adanya retak-retak (meskipun kecil),

rapuh, gugus dan lain-lain

11)Apabila selisih penimbangan sebelum perendaman dan setelah

perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan

benda-benda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda-benda uji

tadi lebih besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan

benda uji secara keseluruhan menjadi cacat.

2.3.4 Pengujian Ketahanan aus

a. Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk pengujian ketahanan

aus).

b. Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran kurang dari

20 mm (untuk penentuan berat jenis)

c. Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari berat jenis

dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin semen.

d. Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan pada tempatnya

pada mesin pengaus, dibebani dengan beban tambahan sebesar 3 1/3kg.

(80)

14 e. Mesin pengaus dijalankan dan setelah pengaus pertama berlangsung 1

menit, benda uji diputar 90°, dan pengausan dilanjutkan. Setiap setelah

pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar 90°, dan hal ini

dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit. Selama menit-menit

pengausan, permukaan yang diaus harus selalu diamati setiap menit

apakah lapisan kepala ini telah ada yang habis.

1) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan

selama 5 menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian ditimbang

sampai ketelitian 10 mg.

2) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala telah

ada yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir habisnya lapisan

kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu dan ditimbang.

3) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji

sebelum dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis lapisan

kepalanya, pengausan dapat dilanjutkan sampai pada menit-menit habisnya

lapisan kepala atau sampai menit ke15.

4) Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering

ditimbang lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis masing-masing

benda uji dengan ketelitian sampai 2 desimal, dan hitung nilai rata-rata

dari 10 benda uji.

5) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai

berikut:

Dimana :

A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam gr

BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala, dalam gr/cm3

I = Luas permukaan bidang aus, dalam cm3

w = Lamanya pengausan, dalam menit.

(81)

15

2.4 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder)

yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat

hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat

sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.4.1 Jenis Semen Portland

Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang

telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland

dibagi menjadi lima tipe, yaitu :

Tipe I

Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak

memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat,

kekuatanawal).

Tipe II

Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap

sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.

Tipe III

High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal

tinggi (cepat mengeras).

Tipe IV

Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan

panas hidrasi rendah,kekuatan awal rendah.

Tipe V

High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap

kadar sulfat tinggi.

(82)

16 Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC

(Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan

secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak

memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedung-

gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

2.4.2. Bahan Penyusun Semen Portland

Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica

(SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.

Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan

gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri

Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.

Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)

Nama Kimia

Rumus Kimia Notasi Persen Berat

Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2 C3S 55

Dikalsium Silikat 2CaO.SiO2 C2S 18

Tirikalsium aluminat 3CaO.Al2O3 C3A 10

Tetrakalsium 4CaO.Al2O3.Fe2O C4AF 8

Gipsum CaSO4.2H2O CSH2 6

2.5 Agregat

Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh

perekat semen (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton

biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini

harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi

sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang kecil

(83)

17 berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar

(Nawy, 1998).

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat

buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan

beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

2.5.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi

alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat

pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan

no.4 dan tertahan pada saringan no.200.

Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan Butiran ( Gradasi)

Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian

(larrard, 1990) menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d

3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang

rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal.

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena

akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain

sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi

penyusutan. Analisa saringan akanmemperlihatkan jenis dari agregat halus

tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine

Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

• Pasir kasar : 2.9 < FM <3.2

• Pasir sedang : 2.6 < FM <2.9

• Pasir halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan

ASTM C33– 74a.

Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

(84)

18

Tabel 2.3 Batasan gradasi untuk agregat halus menurut ASTM C33-74a

Ukuran Saringan ASTM

Persentase berat yang lolos

pada tiap Saringan (%)

9.5 mm (3/8 in) 100

kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % (terhadap berat kering).

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan

merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak

menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams –

Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah danlembab terus menerus atau yang berhubungan

dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat

reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat

menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton

dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan

penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat:

1) Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.

2) Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum

(85)

19

2.6 Fly Ash

Fly Ash adalah abu terbang yang diperoleh dari pembakaran batubara

dengan suhu 1600oC yang memiliki kandungan komponen silika sebesar 72,2%.

Karena sifatnya menyerupai semen sehingga dapat berfungsi sebagai bahan

perekat dan dapat mengurangi penggunaan semen.

Menurut ASTM C618fly ashdibagi menjadi dua kelas yaitufly ashkelas

F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya

calsium, silika, aluminium dan kadar besi di flyash tersebut. Walaupun kelas F

dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ashyang memenuhi

spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan

asal produksi batubara atau kadar CaO.

Fly ash kelas F merupakan fly ashyang diproduksi dari pembakaran

batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk

mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated

lime, atau semen.Fly ash kelas F ini memiliki kadar kapur yang rendah (CaO <

10%).

Fly ash kelas C diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau

sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat

self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah kuat apabila bereaksi

dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Fly ash kelas C ini

mengandung kapur lebih besar dari fly ash kelas F (CaO > 20%).

Sehingga fly ash dari PT. SOCI MAS yang digunakan dalam penelitian ini

diklasifikasikan kedalam fly ash kelas F, karena kadar kapur dalam fly ash ini

sebesar 4,79% (CaO < 10%).

(86)

20 Gambar 2.1 Skema mendapatkan fly ash

ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap

debu dengan effisiensi tinggi (mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang

didapat cukup besar. Dengan menggunakan electro static precipitator (ESP) ini,

jumlah limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16 %

(efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%).

Air Heater merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan udara yang

digunakan untuk menghembusatau meniup bahan bakar agar dapat terbakar

sempurna.

ID Fans (Induced Draft Fan) merupakan alat dari boiler yang berfungsi

sebagai penghisap asap yang dikeluarkan dari ruang pembakaran.

Gambar 2.2 Fly Ash

(87)

21 Dari hasil pengujian di lab karakteristik Fly Ash mengandung unsur:

Tabel 2.4 Unsur yang terkandung dalam Fly Ash

No. Parameter Satuan Hasil Metode

1. Silika sebagai SiO2 % 72,2 Gravimetri

2. Aluminium sebagai Al2O3

% 18,8 Perhitungan

3. Besi sebagai Fe2O3 % 0,79 A A S

4. Kalsium sebagai CaO % 4,79 Tritimetri

5. Magnesium sebagai MgO

Sumber : Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan

Dari hasil pemeriksaan kandungan silika pada Fly Ash sangat

dimungkinkan dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai bahan substitusi

semen yang dapat digunakan pada pembuatan Paving Block.

2.7 Bottom Ash

Bottom Ash adalah material hasil sisa pembakaran batubara yang tidak

sempurna yang memiliki partikel meyerupai pasir dengan karakteristik fisik

berwarna abu-abu gelap, berbentuk butiran berporos sehingga dianggap mampu

mengurangi penggunaan pasir.

Gambar 2.3 Skema mendapatkan bottom ash

(88)

22 Gambar 2.4 Bottom Ash

Dari hasil pengujian di lab karakteristik Bottom Ash mengandung unsur:

Tabel 2.5 Unsur yang terkandung dalam Bottom Ash

No. Parameter Satuan Hasil Metode

1. Silika sebagai SiO2 % 53,4 Gravimetri

2. Aluminium sebagai Al2O3

% 6,77 Perhitungan

3. Besi sebagai Fe2O3 % 1,27 A A S

4. Kalsium sebagai CaO % 8,74 Tritimetri

5. Magnesium sebagai MgO

Sumber : Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan

2.8 Air

Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara

semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan

minyak. Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar

dihindari karena dapat mengganggu pengikatan semen. Pada umumnya air yang

memenuhi persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat bila dipakai

untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak

mengandung sulfat (Oglesby, 1996).

Gambar

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengujian Daya Serap
Gambar 4.1 Nilai absorbsi dengan substitusi fly ash
Gambar 4.3 Nilai absorbsi dengan substitusi fly ash dan bottom ash
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian nilai kuat tekan tertinggi adalah komposisi campuran 1 PC : 3 Abu batu : 3 Kerikil : 3 Pasir pada penambahan 20% sludge fly ash dengan kuat tekan

Sebagian besar dari hasil uji kelarutan unsur hara makro dan mikro yang terkandung dalam fly ash dan bottom ash PLTU Nagan Raya, Aceh terlihat bahwa fly ash

Dalam hal ini bahan tambahan digunakan adalah abu terbang batu bara (fly ash), karena dari hasil penelitian yang telah dilakuan fly ash dalam dosis tertentu

Pada penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan beton ringan NAAC dengan substitusi fly ash dan bottom ash sebagai substitusi dari semen dan agregat halus,

Dari hasil pemeriksaan kandungan kimia diatas maka sangat dimungkinkan dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai bahan pasir dan semen yang dapat digunakan pada

beton ringan non autoclaved aerated concrete (NAAC) dengan menggunakan.. foaming agent, kerikil sebagai agregat kasar, serta fly ash dan bottom ash

Dari seluruh hasil pengujian absorbsi menunjukkan penggunaan fly ash dan bottom ash sebagai substitusi agregat halus dan semen dapat menurunkan nilai

Pemanfaatan fly ash dan bottom ash dapat digunakan sebagai material konstruksi pembuatan batako, genteng dan paving block untuk bangunan ramah lingkungan sebagai