ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
TAS WANITA
(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION
BOGOR)
Oleh
SRI WIDIYASTUTI
H24103048
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Sri Widiyastuti. H24103048. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Dibawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Beatrice Mantoroadi.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Salah satu subsektor industri pengolahan adalah industri kulit. Meningkatnya jumlah unit UKM di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa UKM tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat.
Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan HPP sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Dengan demikian, perhitungan HPP yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC; (2) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC; (3) mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan HPP.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan hasil pengamatan di lapangan; dan data sekunder dari laporan produksi perusahaan dan berbagai literatur. Kemudian, data dianalisis dengan metode perhitungan harga pokok produksi berbasis aktivitas (Activity Based Costing/ABC).
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
TAS WANITA
(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION
BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SRI WIDIYASTUTI
H24103048
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA (STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SRI WIDIYASTUTI H24103048
Menyetujui, Mei 2007
Dr. Ir. Muhammad Syamsun M.Sc Dosen Pembimbing I
Beatrice Mantoroadi SE, AK. MM Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M Munandar M.Sc Ketua Departemen
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection, Bogor) dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kondisi persaingan yang semakin pesat menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya poduksi. Melalui efisiensi biaya produksi,
pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Dengan demikian,
perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti menjadi penting untuk dikaji.
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. My lovely family;mama, bapak, mbak Iis, mas Kardi, adikku Issye dan Andini keponakanku yang imut dan lucu yang tak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan dukungannya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir Muhammad Syamsun M.Sc dan Ibu Beatrice Mantoroadi SE,
AK. MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis.
3. Ibu Anggraini Sukmawati S.Pt. MM atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.
v
5. Bapak H. Aak Atmaja selaku pemilik Lifera Hand Bag Collection yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut dan mbak Fauziah serta seluruh pekerja yang telah menyumbangkan
waktu, pikiran dan informasi selama penelitian.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB.
7. Gusniwan Trinandi selaku pustakawan FEM IPB yang telah banyak direpotkan oleh penulis.
8. Keluarga Suwarjo dan Suparto yang telah banyak membantu penulis. 9. Keluarga besar di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta.
10.Mbak Pipin SEIP 39 yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.
11.Sahabat-sahabatku , Dian, Silva, Prita, Ranti, Gita, Yuli, Yusi, Wati, dan Yuni
untuk kebersamaan, doa dan bantuannya.
12.Rekan satu bimbingan, Ai, Made, Fandi dan Bayu untuk kerjasama dan motivasi selama pengerjaan skripsi terutama untuk Ai yang telah banyak memberikan semangat, dukungan dan pencerahan kepada penulis disaat penulis menghadapi kebuntuan selama penelitian.
13.Rekan-rekan di Departemen Manajemen angkatan 40 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama perkuliahan. Tetap semangat!!
14.Teman-teman Wisma MOBSTER; Nana, Mardi, Rini, Nita, Ina, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk keceriaan dan
kebersamaannya selama tiga tahun terakhir di kosan kita tercinta. 15.Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan akan penulis terima dengan kerendahan hati untuk hasil yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2007
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1985. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ariyanto dan Ibu Sri Suharti.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta selama lima tahun kemudian dilanjutkan di SDN Cisalak 2 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun
2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 2 Cimanggis dan pendidikan lanjutan menengah keatas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 98 Jakarta dengan masuk dalam program IPA. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vi DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ……… iii
KATA PENGANTAR ……… iv
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ……….. viii
DAFTAR GAMBAR ………. x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
I. PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 4
1.4. Manfaat Penelitian... 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6
2.1. Usaha Kecil Menengah……….... 6
2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)... 6
2.1.2. Peranan UKM dalam Perekonomian... 9
2.1.3. Permasalahan UKM... 10
2.2. Konsep dan Pengertian Biaya... 12
2.3. Klasifikasi Biaya... 14
2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya... 18
2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 19
2.6. Pengertian Activity Based Costing(ABC)……… 21
2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC... 23
2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional………. 24
2.9. Hasil Penelitian Terdahulu………... 25
III. METODOLOGI PENELITIAN……….... 28
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 28
3.2. Metode Penelitian... 30
3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 30
3.2.2. Jenis dan Sumber Data... 30
3.2.3. Pengumpulan Data……….... 31
3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 35
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha... 35
4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha... 36
4.1.3. Visi dan Misi Usaha... 37
vii
4.1.5. Aspek Personalia... 39
4.1.6. Kegiatan Perusahaan... 40
4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 42
4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 44
4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode Perusahaan... 44
4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC... 46
4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC... 60
KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
1. Kesimpulan ... 63
2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil………... 8 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur…. 14 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional……... 25 4. Jenis dan Sumber Data………. 30 5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC... 40
6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi UKM LHBC... 41 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A
dengan Metode Perusahaan... 45
8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan Metode Perusahaan…...………... 46 9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei
hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)…….……… 47 10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga
Oktober Tahun 2006 (Rupiah).……… 48
11. Ikhtisar Aktivitas……….. 48
12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei
hingga Oktober Tahun 2006………. 49 13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober
Tahun 2006 ……….. 50
14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………. 51 15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC
Tahun 2006... 52
16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006…….. 52 17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga
Oktober Tahun 2006………... 53 18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan
Mei hingga Oktober Tahun 2006...……….. 54 19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan
Mei hingga Oktober Tahun 2006………...……….. 54 20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
TAS WANITA
(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION
BOGOR)
Oleh
SRI WIDIYASTUTI
H24103048
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Sri Widiyastuti. H24103048. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Dibawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Beatrice Mantoroadi.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Salah satu subsektor industri pengolahan adalah industri kulit. Meningkatnya jumlah unit UKM di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa UKM tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat.
Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan HPP sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Dengan demikian, perhitungan HPP yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC; (2) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC; (3) mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan HPP.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan hasil pengamatan di lapangan; dan data sekunder dari laporan produksi perusahaan dan berbagai literatur. Kemudian, data dianalisis dengan metode perhitungan harga pokok produksi berbasis aktivitas (Activity Based Costing/ABC).
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
TAS WANITA
(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION
BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SRI WIDIYASTUTI
H24103048
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA (STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SRI WIDIYASTUTI H24103048
Menyetujui, Mei 2007
Dr. Ir. Muhammad Syamsun M.Sc Dosen Pembimbing I
Beatrice Mantoroadi SE, AK. MM Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M Munandar M.Sc Ketua Departemen
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection, Bogor) dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kondisi persaingan yang semakin pesat menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya poduksi. Melalui efisiensi biaya produksi,
pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Dengan demikian,
perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti menjadi penting untuk dikaji.
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. My lovely family;mama, bapak, mbak Iis, mas Kardi, adikku Issye dan Andini keponakanku yang imut dan lucu yang tak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan dukungannya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir Muhammad Syamsun M.Sc dan Ibu Beatrice Mantoroadi SE,
AK. MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis.
3. Ibu Anggraini Sukmawati S.Pt. MM atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.
v
5. Bapak H. Aak Atmaja selaku pemilik Lifera Hand Bag Collection yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut dan mbak Fauziah serta seluruh pekerja yang telah menyumbangkan
waktu, pikiran dan informasi selama penelitian.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB.
7. Gusniwan Trinandi selaku pustakawan FEM IPB yang telah banyak direpotkan oleh penulis.
8. Keluarga Suwarjo dan Suparto yang telah banyak membantu penulis. 9. Keluarga besar di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta.
10.Mbak Pipin SEIP 39 yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.
11.Sahabat-sahabatku , Dian, Silva, Prita, Ranti, Gita, Yuli, Yusi, Wati, dan Yuni
untuk kebersamaan, doa dan bantuannya.
12.Rekan satu bimbingan, Ai, Made, Fandi dan Bayu untuk kerjasama dan motivasi selama pengerjaan skripsi terutama untuk Ai yang telah banyak memberikan semangat, dukungan dan pencerahan kepada penulis disaat penulis menghadapi kebuntuan selama penelitian.
13.Rekan-rekan di Departemen Manajemen angkatan 40 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama perkuliahan. Tetap semangat!!
14.Teman-teman Wisma MOBSTER; Nana, Mardi, Rini, Nita, Ina, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk keceriaan dan
kebersamaannya selama tiga tahun terakhir di kosan kita tercinta. 15.Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan akan penulis terima dengan kerendahan hati untuk hasil yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2007
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1985. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ariyanto dan Ibu Sri Suharti.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta selama lima tahun kemudian dilanjutkan di SDN Cisalak 2 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun
2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 2 Cimanggis dan pendidikan lanjutan menengah keatas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 98 Jakarta dengan masuk dalam program IPA. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vi DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ……… iii
KATA PENGANTAR ……… iv
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ……….. viii
DAFTAR GAMBAR ………. x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
I. PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 4
1.4. Manfaat Penelitian... 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6
2.1. Usaha Kecil Menengah……….... 6
2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)... 6
2.1.2. Peranan UKM dalam Perekonomian... 9
2.1.3. Permasalahan UKM... 10
2.2. Konsep dan Pengertian Biaya... 12
2.3. Klasifikasi Biaya... 14
2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya... 18
2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 19
2.6. Pengertian Activity Based Costing(ABC)……… 21
2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC... 23
2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional………. 24
2.9. Hasil Penelitian Terdahulu………... 25
III. METODOLOGI PENELITIAN……….... 28
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 28
3.2. Metode Penelitian... 30
3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 30
3.2.2. Jenis dan Sumber Data... 30
3.2.3. Pengumpulan Data……….... 31
3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 35
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha... 35
4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha... 36
4.1.3. Visi dan Misi Usaha... 37
vii
4.1.5. Aspek Personalia... 39
4.1.6. Kegiatan Perusahaan... 40
4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 42
4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 44
4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode Perusahaan... 44
4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC... 46
4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC... 60
KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
1. Kesimpulan ... 63
2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil………... 8 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur…. 14 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional……... 25 4. Jenis dan Sumber Data………. 30 5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC... 40
6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi UKM LHBC... 41 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A
dengan Metode Perusahaan... 45
8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan Metode Perusahaan…...………... 46 9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei
hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)…….……… 47 10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga
Oktober Tahun 2006 (Rupiah).……… 48
11. Ikhtisar Aktivitas……….. 48
12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei
hingga Oktober Tahun 2006………. 49 13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober
Tahun 2006 ……….. 50
14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………. 51 15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC
Tahun 2006... 52
16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006…….. 52 17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga
Oktober Tahun 2006………... 53 18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan
Mei hingga Oktober Tahun 2006...……….. 54 19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan
Mei hingga Oktober Tahun 2006………...……….. 54 20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun
ix
No. Halaman 21. Penggunaan Sumber Daya Tidak Langsung yang timbul pada
Produksi Tas Wanita UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober
Tahun 2006……… 55
22. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Unit yang diproduksi……… 56 23. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar
Pemacu Biaya Jam Peralatan (JP).……… 57 24. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar
Pemacu Biaya Kilowatt Hour (Kwh)……… 57 25. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar
Pemacu Biaya Jumlah Kali Pembelian Bahan……… 57 26. Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik UKM LHBC
selama Bulan Mei hingga Oktober 2006……….. 58 27. Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik pada Masing-Masing
Model Tas Wanita... 59
28. Perhitungan Harga Pokok Produksi per Unit (Rp/unit) dengan
Metode ABC……… 59
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Tanda Daftar Industri UKM Lifera Hand Bag Collection………… 69 2. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar
menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005………. 70
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Bagi sistem perekonomian, peranan usaha kecil dan menengah dalam mengentaskan pengangguran sangat membantu pelaksanaan
pembangunan dari sistem perekonomian nasional karena berperan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri
nasional. Oleh sebab itu, kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja atau kebijakan anti-kemiskinan atau kebijakan redistribusi pendapatan.
Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997, sebagian besar UKM tetap bertahan bahkan cenderung mengalami
peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3% dari tahun 1998 hingga tahun 2000. Data Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (Menekop & PKM) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 39.040.135 unit UKM pada tahun 2000 (Tambunan, 2002). Perkembangan
dan pertumbuhan UKM begitu pesat. Berdasarkan data dari Departemen Koperasi, jumlah unit UKM menurut sektor ekonomi sebanyak 43.707.412 unit pada tahun 2004 dan jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 44.689.588 unit pada tahun 2005. Dalam hal penyerapan tenaga kerja oleh UKM juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 75.490.523 orang pada
tahun 2004 meningkat menjadi 77.678.498 orang pada tahun 2005.
Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Dari data dapat diketahui bahwa jumlah UKM sektor industri pengolahan untuk wilayah Kabupaten Bogor mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 berjumlah 2.180 unit
2
subsektor dari industri pengolahan adalah industri kulit. Jumlah perusahaan dalam industri tersebut mencapai 146 unit hingga tahun 2005.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa walaupun peranan UKM
sebagai penyedia lapangan pekerjaan, penyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan perorangan namun usaha kecil dan menengah tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Hal tersebut merupakan akibat dari adanya globalisasi dimana semakin terbukanya pasar di dalam negeri sehingga semakin banyak barang dan jasa yang masuk dari
luar. Persaingan usaha tidak hanya dari produk luar tetapi juga dari produk dalam negeri sendiri. Selain itu, sebagian besar UKM juga memiliki kendala dalam hal keuangan, salah satunya adalah perhitungan harga pokok produksi. Para pelaku usaha biasanya tidak melakukan perhitungan harga
pokok produksi yang terinci.
Kecamatan Ciampea dikenal sebagai sentra industri kerajinan tas kulit di Kabupaten Bogor. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai pengrajin tas. Sampai tahun 2005, jumlah industri kerajinan tas di wilayah tersebut berjumlah 53 unit. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa
persaingan usaha semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi dimana biaya produksi merupakan dasar bagi penetapan harga jual. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga
harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Dengan demikian, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Untuk mengendalikannya diperlukan peremajaan bagi sistem perhitungan harga
3
yang diperlukan sehingga para pelaku usaha dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Biaya overhead pabrik merupakan salah satu komponen biaya yang akan selalu muncul dalam kegiatan produksi suatu perusahaan karena macamnya yang banyak dan jumlahnya yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan biaya overhead pabrik akan berpengaruh terhadap penetapan harga pokok produksi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada laba yang
akan diperoleh perusahaan. Informasi mengenai harga pokok produksi ini akan menjadi sangat penting bagi perusahaan sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang tepat maka perlu didukung oleh informasi akuntansi yang baik. Keandalan informasi yang dihasilkan
ditentukan oleh sistem akuntansi biaya yang tepat dan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Informasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik) agar tercipta suatu harga pokok produk yang akurat sebagai dasar
pengambilan tindakan perbaikan yang diperlukan sehingga para pelaku usaha menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.
Alokasi dengan basis aktivitas (activity based costing) mempunyai informasi yang akurat pada penentuan konsumsi aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya dalam penanganan produk yang
sesungguhnya. Dengan basis aktivitas, perusahaan lebih mampu mengendalikan kegiatan produksi dengan penekanan hanya pada aktivitas yang berhubungan dengan proses penciptaan nilai tambah dan konsumen tidak perlu dibebani dengan aktivitas yang sesungguhnya kurang diperlukan.
Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Dalam menghasilkan produk yang ditujukan untuk konsumen, LHBC melakukan proses produksi berdasarkan pesanan dan proses. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan harga pokok
4
yang ditetapkan belum mencerminkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk karena unsur biaya overhead pabrik tidak secara rinci diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Penerapan
sistem perhitungan harga pokok tersebut akan menghasilkan informasi biaya yang tidak mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam proses produksi. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Oleh karena itu, penulis mencoba menerapkan sistem perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan metode ABC untuk menghasilkan perhitungan biaya yang lebih akurat sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang tepat dan menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahan yang akan diteliti antara lain:
1. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC ?
2. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC ?
3. Bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC.
2. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok
produksi dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC.
5
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang memerlukannya, diantaranya adalah: 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan harga jual yang tepat dengan
mengetahui biaya yang akurat melalui perhitungan harga pokok produksi yang sesuai.
2. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan memberikan gambaran nyata dari aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan mengenai pengalokasian biaya overhead dalam kaitannya terhadap perhitungan harga pokok produksi dan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kegiatan produksi tas wanita yang dilakukan oleh LHBC, Bogor. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai perhitungan terhadap harga pokok produksi tas wanita menurut metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan dan metode Activity Based Costing. Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses, tidak membahas harga pokok pesanan sehingga untuk produk tas yang diproduksi berdasarkan pesanan tidak diteliti dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada jenis tas wanita yang di produksi oleh perusahaan pada tahun 2006 dan model tas wanita
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Kecil Menengah
2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)
Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa definisi
usaha kecil menengah tidak selalu sama, tergantung pada konsep
yang digunakan oleh masing-masing negara. Dalam setiap definisi
tersebut mencakup sedikitnya dua aspek yaitu aspek penyerapan
tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari
jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok
perusahaan tersebut.
Pengertian usaha kecil menurut Keputusan Presiden RI No.99
tahun 1998 yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan
usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan
usaha yang tidak sehat. Usaha kecil menurut Undang-Undang RI No.
9 tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan
untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara
komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200
juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 milyar
atau kurang.
Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa INPRES
No.10 tahun 1999 mendefinisikan usaha menengah adalah unit
kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta
sampai maksimal Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha).
Mengacu pada UU No. 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
7
3. Milik warga Indonesia.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau
usaha besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi.
Sedangkan untuk kriteria usaha menengah adalah sebagai
berikut:
1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5
milyar.
2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3
milyar.
Sesuai dengan pasal 5 UU RI No. 5 Tahun 1984, pemerintah
menetapkan batasan usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Bidang usaha industri yang termasuk dalam kelompok industri
kecil yaitu termasuk industri yang menggunakan keterampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan oleh warga negara Republik Indonesia.
b. Kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat dari
golongan ekonomi lemah.
Batasan/kriteria usaha kecil menurut beberapa organisasi
8
Tabel 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil
Organisasi Jenis Usaha Keterangan kriteria
Undang-Undang No.9/1995 tentang usaha kecil
Usaha Kecil a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1
milyar.
c. Dimiliki oleh orang Indonesia.
d. Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar. e. Boleh berbadan hukum,
boleh tidak.
Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar.
Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orang
Badan Pusat Statistik
Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang Usaha Kecil (UU
No.9/1995)
a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1
milyar. Menneg Koperasi
& PKM
Usaha Menengah (Inpres No.10/1999)
Aset Rp 200 juta sampai Rp 10 milyar.
Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir.BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998
Usaha yang dilakukan oleh masyarakat miskin atau mendekati miskin. a. Dimiliki oleh keluarga
sumber daya lokal dan teknologi sederhana. b. Lapangan usaha mudah
untuk keluar dan masuk.
Usaha Kecil (UU
No.9/1995)
a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1
milyar. Usaha Menengah (SK
Dir.BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997)
a. Aset ≤ Rp 5 milyar untuk sektor industri.
b. Aset ≤ Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufaktur.
c. Omset tahunan < Rp 3 milyar.
Bank Dunia Usaha Mikro
Kecil-Menengah
9
Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), kriteria UKM
secara umum memiliki ciri-ciri yang pada dasarnya sama yaitu
sebagai berikut:
a. Struktur organisasi yang sangat sederhana.
b. Tanpa staf yang berlebihan.
c. Pembagian kerja yang “kendur”.
d. Memiliki hierarki manajerial yang pendek
e. Aktivitas formal memiliki proporsi yang kecil dan sedikit
menggunakan proses perencanaan.
f. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan.
2.1.2. Peranan UKM dalam perekonomian
Usaha Kecil Menengah menjalankan peran yang sangat
strategis dalam ekonomi nasional (Iwantono, 2006) diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Dengan jumlahnya yang sangat besar, UKM menjadi tulang
punggung perekonomian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,
angka proyeksi) pada tahun 2001 terdapat 40.197.611 unit usaha
dimana 40.137.773 unit atau 99,8% merupakan usaha kecil dan
57.743 unit atau 0,15% adalah usaha menengah, serta 2.095 unit
atau 0,05% merupakan usaha besar. Jika usaha kecil ditambah
usaha menengah jumlahnya mencapai lebih dari 99,9% dari total
usaha maka jumlah yang sangat besar tersebut telah menjadikan
UKM sebagai pelaku utama dalam ekonomi.
2. Dalam aneka dimensinya, UKM telah menciptakan lapangan
kerja yang luas bagi masyarakat. Pada tahun 2001 total tenaga
kerja yang diserap sektor usaha adalah 73.645.904 orang dimana
65.246.873 orang atau 88,59% diserap oleh usaha kecil,
7.992.800 orang atau 10,8% diserap oleh usaha menengah, dan
406.231 orang atau 0,55% diserap oleh usaha besar. Secara
sektoral, sektor pertanian, perdagangan, hotel, restoran dan
industri pengolahan merupakan sektor ekonomi utama penyerap
10
3. Memiliki peran dalam pembentukan produksi nasional. Pada
tahun 2000 peranan usaha kecil dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku adalah
46,12%, usaha menengah sebesar 17,42% dan usaha besar
sebesar 36,46%. Total untuk usaha kecil dan menengah adalah
sebesar 63,54% dan sisanya 36,46% adalah usaha besar.
4. Usaha Kecil Menengah adalah pelaku ekonomi utama dalam
pelayanan kegiatan ekonomi yang berinteraksi langsung dengan
masyarakat lapisan bawah. Interaksi tersebut dicapai baik melalui
kegiatan produksi di sektor-sektor yang melibatkan rakyat
banyak seperti sektor pertanian, perdagangan, dan industri
pengolahan maupun dalam kegiatan distribusi dimana yang
bersentuhan langsung dengan konsumen akhir adalah para
pedagang eceran kecil.
5. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh UKM mempunyai
implikasi langsung untuk mengurangi masalah-masalah yang
berdimensi sosial dan politik. Hal ini terbukti ketika ekonomi
Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, UKM telah memainkan
peran kunci dalam kegiatan produksi maupun distribusi yang
mempunyai dampak langsung untuk mengurangi
masalah-masalah sosial yang memiliki dampak politik.
2.1.3. Permasalahan UKM
Mengacu pada artikel yang dipublikasikan oleh Iwantono
(2006), permasalahan yang dihadapi oleh UKM di Indonesia sangat
bervariasi namun demikian pada pokoknya dapat dikelompokkan
dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1. Akses pasar. Pada umumnya, UKM tidak memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan
tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas barang dan
jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UKM juga tidak
11
produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan
ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis
internasional.
2. Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber
pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UKM
dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari
internal usaha. Selain itu, sumber-sumber keuangan eksternal
baik yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun lembaga
keuangan non bank masih belum sepenuhnya berpihak pada
UKM. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas,
prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup
membebani seperti persyaratan aministratif dan jaminan.
3. Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini,
sumber daya manusia yang dimiliki UKM sebagian besar
memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki
keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut
mengakibatkan para pelaku UKM akan mengalami kesulitan
untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya
yang memiliki keterampilan manajemen modern.
4. Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Dalam
hal ini, para pelaku UKM mengalami kesulitan dalam
menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan
permintaan pasar sehingga barang-barang yang dihasilkan
umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model,
desain baru, pengembangan produk dan bahkan mereka tidak
menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.
5. Kelemahan dalam membangun jaringan usaha. Networking atau jaringan bisnis merupakan unsur baru keunggulan bersaing dan
penetrasi pasar. Kualitas SDM yang masih rendah dalam
penguasaan teknologi informasi mengakibatkan UKM pada
umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis dan
12
pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada
cara-cara konvensional menyebabkan mereka tidak mampu
memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan
usaha.
2.2. Konsep dan Pengertian Biaya
Tujuan didirikannya suatu usaha adalah untuk mendapatkan
keuntungan disamping mempunyai tujuan lain yang bersifat sosial seperti
memberikan kesempatan kerja atau memenuhi suatu kebutuhan tertentu.
Dalam penetapan keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu tertentu,
maka manajemen perlu mengetahui berapa hasil yang diperoleh dari
penjualan produksi tersebut dan biaya-biaya yang harus diperhitungkan
dalam rangka penjualan produksi yang dimaksud. Dengan demikian sebagai
suatu sistem yang melakukan proses mengubah suatu masukan menjadi
keluaran tertentu berupa produk (barang atau jasa), baik perusahaan yang
bertujuan mencari laba maupun perusahaan nirlaba harus dapat mengolah
masukan berupa sumber ekonomi secara maksimal agar menghasilkan suatu
keluaran berupa sumber ekonomi yang lain yang nilainya harus lebih tinggi
dari nilai masukannya. Sehingga perusahaan akan memiliki kemampuan
untuk berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Alat yang dapat
digunakan dalam perhitungan nilai masukan yang dikorbankan tersebut
adalah data biaya.
Dengan demikian, informasi mengenai biaya menjadi sangat penting
bagi perusahaan karena biaya merupakan refleksi kemampuan suatu
perusahaan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Saat ini, setiap perusahaan dituntut
untuk mampu menentukan true cost untuk setiap aktivitasnya sebagai prasyarat agar dapat menentukan nilai atau manfaat dari suatu kapabilitas
usaha (Witjaksono, 2006).
Rony (1990) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan yang
dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan
nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun
13
biaya merupakan uang atau nilai setara uang (cash equivalent) yang
dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan memberikan
keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan.
Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa definisi biaya mengandung empat unsur pokok,
yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Jadi, biaya merupakan dasar dalam penentuan harga jual sebab suatu
tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian.
Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya
produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi akan menghasilkan
keuntungan.
Kuswadi (2005) menjelaskan bahwa besarnya biaya yang
dikorbankan akan mempengaruhi perhitungan laba rugi suatu perusahaan.
Sehingga harus diketahui berapa total biaya yang terbentuk guna
menentukan harga jual produk yang bersangkutan. Terbentuknya total biaya
14
Tabel 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur
Jenis Biaya Keterangan
Biaya bahan baku (bahan baku dan bahan penolong)
+
Biaya buruh langsung
Biaya primer (prime cost)
Biaya primer +
Biya tak langsung pabrik (overhead pabrik)
Harga pokok produksi
Harga pokok produksi +
Biaya distribusi + Biaya penjualan
+
Biaya umum & administrasi +
Biaya pinjaman
Biaya total =
Biaya primer + biaya overhead pabrik + biaya distribusi + biaya penjualan + Biaya umum & administrasi + biaya pinjaman
(beban bunga)
Sumber: Kuswadi, 2005
Dengan adanya informasi biaya memungkinkan manajemen untuk
melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin
dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai masukan yang dikorbankan.
2.3. Klasifikasi Biaya
Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi, non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa.
Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua
kategori yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.
a. Biaya Produksi
Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi
ke dalam tiga kategori antara lain:
1. Bahan Langsung
Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut
bahan mentah (raw material). Bahan langsung adalah bahan yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri
15
2. Tenaga Kerja Langsung
Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja
yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja
langsung biasanya disebut juga touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan
langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan
perbaikan peralatan produksi, listrik, penerangan, pajak properti,
penyusutan, asuransi fasilitas-fasilitas produksi.
b. Biaya Non produksi (biaya periodik)
Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Biaya Penjualan dan Pemasaran
Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan
untuk memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau
jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut
meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka
penjualan, komisi penjualan, biaya gudang produk jadi.
2. Biaya Administrasi
Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum
organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum,
sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
Selain itu, Mulyadi (1999) mengklasifikasikan biaya
berdasarkan:
1. Objek Pengeluaran
Objek pengeluaran merupakan penjelasan singkat objek suatu
pengeluaran. Dalam hal ini, nama objek pengeluaran merupakan
dasar penggolongan. Jika digolongkan atas dasar objek pengeluaran,
16
menjadi tiga golongan besar yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead pabrik. 2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Menurut fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, biaya
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
a. Biaya produksi
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam
hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi
produk jadi, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik. b. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produk yang meliputi biaya
iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke
gudang pembeli dan biaya sampel (contoh).
c. Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya
administrasi terjadi dalam hubungannya dengan penyusunan
kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan.
Biaya-biaya tersebut seperti biaya gaji karyawan bagian
akuntansi, bagian personalia dan hubungan masyarakat.
3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau depertemen.
Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:
a. Biaya langsung
Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi, yang penyebab
satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya
ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan produk tertentu
17
b. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini tidak mudah
diidentifikasi dengan produk tertentu dan biasanya biaya ini
dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan
seperti listrik.
4. Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya
dapat digolongkan menjadi empat yaitu:
a. Biaya variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan seperti biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
b. Biaya semivariabel
Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan dan mengandung unsur biaya
tetap dan unsur biaya variabel.
c. Biaya semifixed
Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada
volume produksi tertentu.
d. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam
kisaran volume kegiatan tertentu seperti gaji direktur produksi.
5. Jangka waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Pengeluaran modal yaitu biaya yang mempunyai manfaat lebih
dari satu periode akuntansi. Pada saat terjadinya, biaya ini
dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan dalam
18
didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran
modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.
b. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang hanya mempunyai
manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.
Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan
sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang
diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran
pendapatan adalah biaya iklan.
2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya
Manullang dalam Ivana (2004) mendefinisikan harga pokok sebagai jumlah biaya yang seharusnya untuk memproduksi suatu barang ditambah
biaya seharusnya lainnya hingga barang itu berada di pasar. Jadi perhitungan
harga pokok produksi adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian
sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Tujuan dilakukannya
perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan harga jual.
2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahaan.
3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan.
4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru.
5. Untuk perhitungan neraca.
Penentuan harga pokok produk yang benar sangat penting bagi
perusahaan dalam menjalankan usahanya. Penetapan produk yang tidak
benar akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya.
Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti
dalam melakukan perhitungan harga pokok yaitu:
1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi
Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok
sehingga harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah
bagi perusahaan, karena harga pokok yang tinggi dapat menyebabkan
harga jual produk di pasaran menjadi mahal. Dengan harga yang tinggi
tersebut, perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan
19
akan lebih memilih produk sama dengan harga yang lebih rendah dan
memiliki kualitas yang sama.
2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok produksi
yang menyebabkan harga pokok terlalu rendah dapat merugikan
perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan
harga jualnya pun menjadi rendah. Di satu sisi produsen dapat menjual
produknya dengan cepat karena harga jual yang rendah tetapi di sisi lain
hal ini dapat merugikan perusahaan karena pendapatan yang diperoleh
tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi.
2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi.
Menurut Mulyadi (1999) terdapat dua metode dalam memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi yaitu:
a. Metode Full Costing
Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam
harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap ditambah dengan biaya non produksi (biaya
pemasaran, biaya administrasi dan umum).
b. Metode Variable Costing
Metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku
variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel,
20
Menurut Horngren (2005), metode harga pokok terdiri dari dua
metode yaitu:
1. Volume Based Costing System
Dalam metode ini pola konsumsi input, jumlah overhead serta overhead per unit produk dialokasikan pada masing-masing produk berdasarkan volume dan unit. Alokasi ini kurang mencerminkan biaya
aktivitas penanganan produk yang sesungguhnya. Hal ini mengakibatkan
produk dalam jumlah besar dialokasikan biaya terlalu besar, dan
sebaliknya.
2. Activity Based Costing System
Activity Based Costing System merupakan metode penentuan harga pokok yang menelusuri biaya atas dasar aktivitas dan kemudian ke
produknya. Alokasi ini berhubungan dengan konsumsi aktivitas dan
penanganan produk sesungguhnya. Konsep seperti ini mendorong
adanya golongan aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah
nilai, sehingga memungkinkan untuk mengurangi aktivitas bukan
penambah nilai bahkan menghilangkannya sama sekali. Metode ini
sangat cocok untuk perusahaan yang menghasilkan macam-macam
produk.
Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis penentuan
harga pokok yang timbul dalam menanggapi bagaimana proses produksi
dapat dijalankan yaitu:
1. Penentuan Harga Pokok Proses (process costing)
Pendekatan ini digunakan dalam situasi yang hanya melibatkan satu
produk tunggal yang dibuat dalam satu jangka yang lama secara
sekaligus. Pendekatan dasarnya adalah pengumpulan biaya dalam suatu
operasi atau departemen tertentu selama suatu periode penuh (bulan,
kwartal, tahun). Selanjutnya membagi biaya total tersebut oleh jumlah
21
2. Penentuan Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)
Pendekatan ini digunakan pada situasi produksi yang menghasilkan
berbagai produk yang berbeda, pesanan berbeda, atau kumpulan
produksi yang berbeda setiap periode.
2.6. Pengertian Activity Based Costing (ABC)
Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based
Costing/ABC) adalah suatu metode untuk mengukur biaya dan kinerja dari
kegiatan yang terkait dengan proses dan objek biaya yang membebankan
biaya dan aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya
dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk berdasarkan
pemakaian besarnya kegiatan. Metode ini merupakan salah satu cara terbaik
untuk memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan menekankan pada
aktivitas sebagai objek biaya dasar (fundamental). Sistem ABC fokus pada
biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik) dengan memperbaki cara
pengalokasian biaya tidak langsung ke departemen, proses, produk dan
objek biaya lainnya. Pada sistem ABC ini diperlukan suatu
pengidentifikasian berbagai aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya
tidak langsung.
Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa Activity based costing pada dasarnya merupakan metode penetapan harga pokok produk yang ditujukan
untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat bagi
kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber
daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Untuk mengevaluasi profitabilitas lini produksi, perlu untuk melakukan
penelusuran biaya overhead pabrik secara tepat. Meskipun demikian, karena biaya overhead pabrik berhubungan secara tidak langsung dengan produk akhir, maka harus ditemukan dasar yang sesuai untuk membebankan biaya
tersebut ke produk individual.
Activity based costing menitikberatkan penetapan harga pokok produk di semua fase pembuatan produk, sejak fase desain dan
pengembangan produk sampai dengan penyerahan produk kepada
22
produk dibagi menjadi tiga fase yaitu fase desain dan pengembangan, fase
produksi dan fase dukungan logistik. Jika perusahaan menggunakan
pendekatan activity based costing dalam penetapan harga pokok produksinya, full cost of product mencakup total biaya desain dan pengembangan produk (seperti biaya desain, biaya pengujian produk), biaya
produksi (facility sustaining activity cost + product sustaining activity cost +
batch related activity cost + unit level activity cost) ditambah dengan biaya
dukungan logistik (biaya iklan, biaya distribusi, dan biaya garansi produksi)
(Mulyadi, 2001).
Dengan mengidentifikasi aktivitas dan biayanya, sistem ABC lebih
merinci penggunaan sumber daya dalam organisasi. Sistem ABC merupakan
proses pembebanan biaya dua tahap yang menekankan pada penelusuran
langsung dan penelusuran penggerak yang menekankan pada hubungan
sebab akibat. Pembebanan biaya dilakukan dengan cara menelusuri biaya
aktivitas dan kemudian produk (Hansen & Mowen, 2006). Penjelasan
[image:45.612.167.492.401.604.2]mengenai pembebanan dua tahap ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. ABC : Pembebanan Dua Tahap
Kemampuan perusahaan mengelola kegiatan dipengaruhi oleh
ketersediaan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya
dalam berbagai aktivitas. Dalam sistem ABC dikenal empat aktivitas yang Biaya sumber daya
Pembebanan Biaya Penelusuran langsung Penelusuran
langsung
Aktivitas
Pembebanan Biaya
Penelusuran
23
menjadi kategori umum dalam mengidentifikasi dasar alokasi biaya yang
merupakan pemacu biaya (cost driver) pada kelompok biaya berdasarkan
aktivitas, yaitu:
1. Unit level activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu unit diproduksi seperti permesinan dan perakitan. Biaya aktivitas tingkat unit
bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi.
2. Batch related activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap suatu batch (kelompok) produk diproduksi seperti penanganan bahan. Biaya aktivitas
tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi tetap terhadap jumlah unit pada setiap batch.
3. Product sustaining activity adalah aktivitas yang dilakukan bila diperlukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh
perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi input yang mengembangkan
produk atau memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini
dan biayanya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jenis
produk yang berbeda.
4. Facility sustaining activity adalah aktivitas yang menopang proses umum produksi suatu pabrik. Aktivitas tersebut memberi manfaat bagi
organisasi pada beberapa tingkat, tetapi tidak memberikan manfaat untuk
setiap produk secara spesifik. Contoh dari aktivitas ini adalah
penyusutan.
2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC
Sistem kalkulasi harga pokok ABC memiliki beberapa manfaat,
salah satunya adalah untuk membantu mengurangi distorsi yang disebabkan
oleh alokasi biaya metode konvensional (full costing dan variable costing).
Selain itu, sistem ABC juga memberikan pandangan yang jelas mengenai
bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas perusahaan yang
memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.
Blocher dalam Ivana (2004) mengemukakan manfaat utama dari sistem ABC adalah sebagai berikut:
1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang
24
keputusan strategik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini
produk, pasar dan pengeluaran modal.
2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang
dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk
meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya
secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek
peningkatan value.
3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan
untuk pengambilan keputusan bisnis.
Disamping memiliki beberapa manfaat, sistem ABC ini juga
memiliki keterbatasan (Blocher dalam Ivana, 2004) yaitu:
1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran
volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut.
2. Mengabaikan biaya. Beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu dapat diabaikan dari analisis seperti pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan.
3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga
membutuhkan waktu yang banyak.
2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional
Tunggal (1995) menjelaskan beberapa perbedaan antara metode
Activity Based Costing (ABC)dengan metode konvensional (full costing dan variable costing). Perbedaan tersebut antara lain:
1. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk
menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk mengkonsumsinya. Metode konvensional mengalokasikan biaya
25
2. ABCmembagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk dan penopang fasilitas. Sedangkan metode konvensional membagi biaya overhead ke dalam unit. Sebagai akibatnya, ABC mengkalkulasikan konsumsi sumber daya tidak hanya pengeluaran
operasional, sehingga ABC lebih berguna untuk pengambilan keputusan
bagi manajemen.
3. Fokus ABC adalah biaya, mutu dan faktor waktu. Sedangkan metode
konvensional memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek
seperti laba.
4. ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian
daripada metode konvensional karena kelompok biaya dan pemacu biaya
jauh lebih akurat dan jelas. Hal ini dikarenakan ABC dapat
menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya
aktual apabila kebutuhan muncul.
Mulyadi (2001) membedakan metode ABC dengan metode
konvensional (full costing dan variable costing) berdasarkan lima aspek
yaitu tujuan, lingkup, fokus, periode dan teknologi informasi yang
[image:48.612.157.514.453.609.2]digunakan. Perbedaan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional
Metode Konvensional Metode ABC
Tujuan Inventory valuation Product costing
Lingkup Tahap produksi Tahap desain, tahap
produksi dan tahap dukungan logistik
Fokus Biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik
Periode Periode akuntansi Daur hidup produk
Teknologi informasi yang digunakan
Metode manual Komputer
telekomunikasi Sumber: Mulyadi, 2001
2.9. Hasil Penelitan Terdahulu
Ivana (2004) meneliti mengenai analisis penetapan harga pokok
26
Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengidentifikasi kerugian yang
dialami RPA Asia Afrika dengan menganalisis biaya produksi untuk
menghitung harga pokok produksi. Dari hasil penelitiannya, peneliti
mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi karkas dengan
metode Full Costing akan menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dan laba kotor terendah dari ketiga metode yang digunakan sedangkan hasil
perhitu