• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp.L) dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp.L) dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

(Sandoricum koetjape Merr) DAN KAYU RAMBUTAN

(Nephelium spp.L) DENGAN PEMANASAN DALAM MINYAK

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

SILVA DWIKA MARETHA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(Sandoricum koetjape Merr) DAN KAYU RAMBUTAN

(Nephelium spp.L) DENGAN PEMANASAN DALAM MINYAK

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

Silva Dwika Maretha

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DHH

Kecapi Wood (Sandoricum koetjape Merr) and Rambutan Wood (Nephelium spp) by Oil Heating and The Heat Effect on

Physical and Mechanical Properties of Woods.

Silva Dwika Maretha1, Trisna Priadi2

INTRODUCTION: Community forest is the alternative of wood resource beside natural forest to fulfill wood demand which tend to increase every year. However, the use of low quality woods from community forest should be improved with proper technology, especially to increase the durability from biodeterioration such as preservation. The process of wood durability improvement is expected to be environmentally safe and affordable for public. In that regard, this study aimed to determine the durability of woods after oil heat treatment, and its effect on the physical properties (weight and density) and mechanical properties (MOE and MOR) of the woods.

METHOD: Kecapi wood (Sandoricum koetjape Merr) and rambutan wood (Nepheliumspp) were used in this study and were heated in cooking oil waste at temperatures of 100 oC, 150 oC, and 180 oC for an hour and two hours. After heat treatment, the durability of woods were tested in the field to be exposed to subterranean termites based on graveyard test method (ASTM D 1758-96). The test of wood physical properties (weight and density) and mechanical properties (MOR and MOE) were conducted based on ASTM D 143.

RESULT: The results showed that the durability of woods against subterranean termites increased after heat treatment. The durability value of kecapi increased from 4 to 8 by heating at 180 °C for an hour, while the durability value of rambutan increased from 7 to 10 by heating at 100 °C for an hour. Wood heating in oil also significantly increased the weight and density of the two wood species. Generally, the mechanical properties of wood were not significantly influenced by this oil heat treatment, except the MOE of kecapi wood that slightly decreased after the treatment.

KEYWORDS: mechanical properties, oil heating, physical properties, subterranean termites, and wood durability.

 

 

1.

Student of Forest Products Departement, Faculty Forestry IPB 2.

(4)

SILVA DWIKA MARETHA. Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.

Dibimbing Oleh TRISNA PRIADI

Hutan rakyat merupakan alternatif sumber kayu selain dari hutan alam untuk memenuhi kebutuhan di berbagai penggunaan yang setiap tahunya cenderung meningkat. Namun, kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki kualitas yang rendah sehingga dalam penggunannya harus didukung teknologi yang tepat, terutama untuk meningkatkan ketahannanya dari biodeteriorasi misalnya dengan teknologi pengawetan kayu. Proses peningkatan keawetan kayu sangat diharapkan bersifat ramah lingkungan dan terjangkau masyarakat luas. Sehubungan dengan itu maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan kayu setelah diberi perlakuan minyak panas dan mengetahui pengaruh proses pemanasan tersebut terhadap sifat fisis (penambahan berat dan kerapatan) serta sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini kayu kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan kayu rambutan (Nephelium spp). Contoh uji kedua jenis kayu tersebut dipanaskan dalam limbah minyak goreng pada suhu 100 oC, 150 oC, dan 180 oC dalam waktu satu jam dan dua jam. Setelah diberi perlakuan pemanasan kayu diuji sifat keawetannya terhadap rayap tanah di lapangan dengan metode graveyard test (ASTM D 1758-96). Sifat fisis (penambahan berat dan kerapatan) serta sifat mekanis (MOR dan MOE) diuji berdasarkan ASTM D 143.

Hasil penelitian menunjukan bahwa keawetan kayu terhadap rayap tanah meningkat setelah diberi perlakuan pemanasan. Nilai keawetan kayu kecapi meningkat dari 4 menjadi 8, dengan pemanasan 180 oC selama satu jam sedangkan nilai keawetan kayu rambutan meningkat dari 7 menjadi 10 dengan pemanasan 100 oC selama satu jam. Pemanasan kayu dalam minyak juga meningkatkan secara nyata berat dan kerapatan kedua jenis kayu tersebut. Umumnya, sifat mekanisnya tidak terpengaruh secara nyata oleh perlakuan pemanasan minyak, kecuali pada kayu kecapi yang sedikit menurunkan nilai MOE setelah perlakuan pemanasan.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan

Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan

(Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya terhadap

Sifat Fisis dan Mekanis Kayu adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Silva Dwika Maretha

(6)

dengan Pemanasan dalam Minyak serta Pengaruhnya

Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu.

Nama Mahasiswa : Silva Dwika Maretha

NIM : E24080109

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc

NIP: 19670425 199302 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.F

NIP: 19660212 199103 1 002

(7)

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 21 Maret 1990 sebagai

anak kedua dari empat bersaudara pasangan Zulman Avani dan Yeti

Sukmapriyati. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama studi penulis aktif diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2009

sebagai staf divisi pengembangan sumber daya mahasiswa Bina Desa BEM KM

IPB, tahun 2010 sebagai ketua departemen humas and fundrising Bina Desa BEM

KM IPB dan sebagai sekertaris departemen sosial masyarakat BEM Fakultas

Kehutanan IPB, tahun 2011 sebagai anggota eksternal Himpunan Profesi Hasil

Hutan IPB dan anggota pengembangan sumber daya mahasiswa DKM

Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB serta terlibat dalam beberapa

kepanitiaan kegiatan kampus seperti Internasional Forestry Students Symposium,

Lokakarya LS. Bina Desa BEM KM, Bimantara BEM E, Road to PKM,

Himasiltan Goes to Industri, Himasiltan Care, Fortex dan Masa Perkenalan

Departemen. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem

Hutan (PPEH) di Papandayan dan Sancang, melaksanakan Praktek Pengelolaan

Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga

melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood Manufacturing.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengeringan Kayu. Penulis juga lolos

PKM yang didanai oleh dikti tahun 2011. Selama studi penulis pernah menerima

beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik , IPB Speak’s Out Community, Tanabe

Foundations, dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) Al-Hurriyah IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian

dalam bidang Peningkatan Mutu Kayu dengan judul Peningkatan Keawetan Kayu

Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu Rambutan (Nephelium spp) dengan

Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc selaku pembimbing, yang telah

memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingannya kepada penulis.

2. Ibu Dr. Dra. Nining Puspaningsih, MS selaku dosen penguji dan ibu

Arinana, S.Hut, M.Si selaku ketua sidang yang telah memberikan masukan

dan penyempurnaan skripsi.

3. Bapak (Zulman Avani), mama (Yeti Sukmapriyati), kakak (Rinus), adik

(Renaz dan Zella) atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya yang

tiada henti.

4. Segenap staf, laboran, dan pegawai Departemen Hasil Hutan: Ibu Susi, pak

Atin, mas Gunawan, pak Kadiman, pak Suhada, mas Irfan, mba Esti, bi

Isay, kak Amar (Angkatan 43) dll, yang telah banyak memberikan

masukan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

5. Sahabat (Yuliani, Febrianto, Yanti, Dwi, Rina, mba Tita, dan mas

Jawawi) atas doa, bantuan, kasih sayang serta motivasi.

6. Rekan-rekan mahasiswa Lab. Peningkatan Mutu Kayu dan Angkatan 45

Departemen Hasil Hutan: Nur Aisyah, Ari Suhardianto dan teman-teman

lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Teman-teman Wisma Andaleb 1 atas kasih sayang dan dukungannya

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Peningkatan Keawetan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape Merr) dan Kayu

Rambutan (Nephelium spp) dengan Pemanasan dalam Minyak Serta Pengaruhnya

terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu. Sholawat serta salam senantiasa tercurah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak menerima bantuan dan

bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi

ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng. Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingannya.

Bogor, Februari 2013

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kayu dari Hutan Rakyat ... 3

2.1.1Kayu Kecapi ... 3

2.1.2Kayu Rambutan ... 4

2.2 Keawetan Kayu ... 5

2.3 Organisme Perusak Kayu ... 6

2.3.1 Rayap ... 6

2.3.2 Rayap Tanah ... 8

2.4 Pemanasan Kayu ... 9

2.5 Sifat Mekanis kayu ... 10

III.BAHAN DAN METODE ... 12

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 12

3.3 Metode Penelitian ... 12

3.3.1 Persiapan Bahan Baku ... 12

3.3.2 Pemanasan Contoh Uji dengan Limbah Minyak Goreng .. 13

3.3.3 Pengkondisian Contoh Uji ... 13

3.3.4 Pengujian Lapang Keawetan Kayu ... 14

3.3.5 Pengujian Peningkatan Kerapatan Kayu ... 15

(11)

3.3.7 Analisis Data ... 16

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Pengujian Keawetan Kayu ... 18

4.2 Peningkatan Berat Kayu ... 22

4.3 Kerapatan ... 23

4.4 Sifat Mekanis Kayu (MOE dan MOR) ... 24

4.5 Rekomendasi Perlakuan Pemanasan ... 27

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Simpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(12)

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1. Klasifikasi keawetan kayu Indonesia (Oey Djoen Seng 1990) ... 6

2. Klasifikasi keawetan kayu berdasarkan uji kubur/ uji lapang ... 6

3. Penilaian keawetan kayu ... 15

4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai

keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan ... 19

5. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi ... 20

6. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai keawetan kayu rambutan ... 20

7. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat

mekanis kayu (MOE dan MOR) ... 26

8. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 26

9. Hasil uji lanjut duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai MOE pada kayu kecapi ... 26

10.Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai MOE pada kayu rambutan ... 27

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Contoh uji kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) ... 12

2. Proses pemanasan kayu dalam oil bath ... 13

3. Uji lapang keawetan kayu kecapi dan rambutan ... 14

4. Cara pengumpanan contoh uji kayu dalam uji lapang ... 14

5. Pengujian sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu kecapi dan rambutan ... 16

6. Nilai keawetan kayu kecapi dan rambutan ... 18

7. Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang oleh rayap ... 19

8. Rayap kasta prajurit yang ditemukan menyerang pada kayu kecapi dan kayu Rambutan... 20

9. Mandibel rayap yang menyerang kayu kecapi dan kayu rambutan (perbesaran 20x) ... 21

10.Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang jamur ... 21

11.Kayu kecapi sebelum (a) dan setelah diberi perlakuan pemanasan (b) ... 22

12.Peningkatan berat kayu kecapi dan kayu rambutan setelah diberi perlakuan pemanasan dalam minyak ... 23

13.Perubahan nilai kerapatan pada kayu kecapi dan kayu rambutan ... 24

14.Modulus elastisitas (MOE) kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak ... 25

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Nilai rataan kayu kecapi yang terserang rayap ... 34

2. Nilai rataan kayu rambutan yang terserang rayap ... 34

3. Rata-rata penambahan berat pada kayu kecapi ... 34

4. Rata-rata penambahan berat pada kayu rambutan ... 34

5. Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu kecapi ... 35

6. Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu rambutan ... 35

7. Rata-rata nilai MOE kayu kecapi ... 35

8. Rata-rata nilai MOE kayu rambutan ... 35

9. Rata-rata nilai MOR kayu kecapi ... 36

10.Rata-rata nilai MOR kayu rambutan ... 36

11.Analisis ragam nilai keawetan kayu kecapi ... 36

12.Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi ... 36

13.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 36

14.Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 37

15.Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi ... 37

16.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOR kayu kecapi ... 37

17.Analisi ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan pada kayu Rambutan ... 37

18.Uji Duncan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai keawetan kayu rambutan ... 37

19.Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan ... 37

20.Uji Duncan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan ... 38

21.Analisi ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu rambutan ... 38

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan kayu terus meningkat terutama untuk bahan furniture dan

bangunan, hal ini mendorong terjadinya ketidakseimbangan antara kecepatan

pemanenan dan penanaman pohon di hutan. Pasokan kayu komersial berkualitas

tinggi dari hutan alam semakin menurun sedangkan harganya semakin mahal.

Sehubungan dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan dalam mengatasi

keterbatasan pasokan kayu diantaranya dengan menggunakan kayu dari hutan

rakyat maupun hutan tanaman.

Rambutan dan kecapi merupakan jenis-jenis kayu yang sering diproduksi

dari hutan rakyat. Sebagian besar kayu-kayu tersebut telah digunakan masyarakat

untuk konstruksi, tetapi keawetan kayu tersebut tergolong rendah yaitu berkisar

antara kelas awet III–V (Seng 1990).

Kayu yang tidak awet memerlukan perlakuan pengawetan agar memiliki

umur pakai yang relatif lama. Namun, menurut Syafii (2000) semua bahan sintetis

yang digunakan dalam pengawetan kayu berpotensi mencemari lingkungan karena

bersifat racun. Oleh karena itu dibutuhkan teknik peningkatan keawetan kayu

yang lebih ramah lingkungan terutama yang bukan menggunakan bahan beracun.

Keawetan kayu diberi perlakuan panas dalam limbah minyak goreng yang

diharapkan dapat meningkatkan keawetan kayu dari serangan organisme perusak,

khusunya rayap tanah. Selain tidak bersifat racun, limbah minyak goreng cukup

banyak dihasilkan dari berbagai restoran yaitu sebesar ± 33 750 liter/hari

(Windasari dan Rosita 2008).

1.2Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keawetan kayu sesudah diberi

perlakuan minyak panas, dan mengetahui pengaruh proses pemanasan tersebut

(16)

1.3Manfaat

Manfaat penelitian ini untuk meningkatkan umur pakai kayu kecapi dan

kayu rambutan sehingga bisa menekan konsumsi kayu untuk konstruksi atau

furniture, serta memberi nilai guna limbah minyak goreng yang sudah tidak

digunakan.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah perlakuan minyak panas terhadapkayuakan

meningkatkan keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan. Pemanasan kayu kecapi

dan rambutan dengan limbah minyak goreng mempengaruhi sifat fisis serta

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu dari Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan

Negara yang ditumbuhi berbagai jenis pohon sehingga secara keseluruhan

merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya yang

kepemilikannya berada pada rakyat (Departemen Kehutanan 1999). Menurut SK

Menteri Kehutan No. 49/KptsII/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan

Rakyat diacu dalam Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007, hutan rakyat

adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0.25 ha dengan

penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya lebih dari

50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal

500 tanaman per hektar.

Jenis kayu yang diusahakan atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi

atau tempat tumbuh tidak teratur atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal

dekat hutan alam/hutan tanaman atau tanah-tanah negara yang belum

dimanfaatkan (Hak Guna Garap, HGG). Kayu dari hutan rakyat pada umumnya

berumur muda, berdiameter kecil (< 25 cm), bermutu rendah. Untuk mengolah

menjadi bahan bangunan diperlukan teknologi dalam pengolahannya yaitu

memperbaiki sifat-sifat kayu seperti pola penggergajian, pengeringan, pengawetan

dan teknologi pengolahan perekatan kayu (Abdurachman dan Handjib 2006).

2.1.1 Kayu Kecapi

Klasifikasi tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr) :

Kerajaan : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Dialypetale

Bangsa : Rutales

(18)

Marga : Sandoricum

Jenis : Sandoricum koetjape Merr.

Pohon kecapi (Sandoricum koetjape Merr) merupakan pohon buah yang

tingginya dapat mencapai 25-30 m, dan diameter 70-90 cm, sehingga potensial

dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi. Selain itu, kayu kecapi umumnya

ringan sehingga biasa digunakan untuk komponen bagian atas rumah seperti reng

atau kaso (Heyne 1988). Seng (1990) melaporkan bahwa berdasarkan pengujian

11 contoh uji kayu bagian teras (heartwood) memperlihatkan bahwa kayu kecapi

memiliki BJ 0.49±0.048 tergolong kelas kuat III-IV dan kelas awet IV-V.

2.1.2 Kayu Rambutan

Klasifikasi tumbuhan rambutan:

Kerajaan : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Rosidae

Bangsa : Sapindales

Keluarga : Sapindaceae

Marga : Nephelium

Jenis : Nephelium spp.

Rambutan merupakan pohon buah yang tingginya hingga 25 m, diameter

batang 40-50 cm, biasanya di Nusantara ditanam di dataran rendah. Kayu

rambutan jarang digunakan karena bertesktur kasar, warnanya merah, berat, dan

tidak kuat serta mudah diserang rayap (Heyne 1987).

Pasaribu (2008) menyatakan bahwa rambutan merupakan jenis pohon

yang memiliki manfaat ganda yang biasa disebut MPTS (Multi Purpose Tree

Species). Kayu dari pohon rambutan cukup keras dan kering, tetapi mudah pecah

(19)

2.2Keawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme

biologis perusak kayu seperti serangga, jamur dan binatang laut. Untuk

menyatakan daya tahannya, keawetan kayu dinyatakan dalam peringkat (kelas).

Di Indonesia dikenal lima kelas awet, yaitu kelas awet I yangsangat awet hingga

kelas awet V yangsangat tidak awet (Martawijaya et al. 2001). Kayu yang berasal

dari hutan tanaman merupakan jenis dari kelompok pohon cepat tumbuh sehingga

memiliki keawetan dan stabilitas dimensi yang rendah (Balfas dan Sumarni 1995).

Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap

organisme perusak. Setiap jenis kayu mempunyai zat ekstraktif yang berbeda

(Batubara 2006).

Menurut Tim ELSSPAT (1997), umur pohon memiliki hubungan yang

positif dengan keawetan kayu. Pohon yang ditebang pada umur tua memiliki

keawetan yang lebih baik dibandingkan pohon yang ditebang ketika muda, karena

semakin tua umur pohon, zat ekstraktif yang dibentuk semakin banyak.

Oey Djoen Seng (1964) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000),

membagi kayu dalam lima kelas keawetan di Indonesia berdasarkan usia pakai

kayu pada berbagai kondisi tempat pemakaian, tanpa menyebutkan secara spesifik

jenis organisme yang menyebabkan keruskan kayu tersebut.

Berdasarkan Tabel 1, Batubara (2006) menyatakan bahwa keawetan kayu

terhadap berbagai organisme perusak dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia kayu,

jenis organisme yang menyerang dan kondisi lingkungan yang mendukung

kelangsungan hidup organisme perusak.

Martawijaya (1975) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000) menyatakan

bahwa sistem klasifikasi keawetan kayu yang dibuat berdasarkan uji lapang/uji

kubur (graveyard test) oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

(20)

Tabel 1 Klasifikasi keawetan kayu Indonesia (Oey Djoen Seng 1990) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000)

Kondisi air dan tidak terendam udara

Tabel 2 Klasifikasi keawetan kayu berdasarkan uji kubur/uji lapang

Kelas Resistensi Penurunan berat (%)

I Sangat awet >8

2.3 Organisme Perusak Kayu 2.3.1 Rayap

Rayap adalah serangga perusak kayu yang paling dikenal. Rayap termasuk

jenis serangga dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu sekitar 3 mm. Rayap

termasuk binatang purba karena sudah ada sejak 200 juta tahun silam. Ada tiga

jenis rayap yaitu rayap kayu kering, rayap pohon dan rayap tanah (Lensufiie

(21)

Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang

disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila

tidak ada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya

spesialisasi (kasta), masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang

berbeda dalam kehidupannya. Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang

memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing, yaitu:

kasta prajurit, kasta pekerja atau pekerja palsu dan kasta reproduktif (Nandika et

al. 2003).

1) Kasta Prajurit

Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang

besar dan mengalami penebalan yang nyata. Karakter seksual pada kasta prajurit

dari beberapa jenis rayap hampir tidak tampak. Secara genetik kasta prajurit dapat

berkelamin jantan atau betina. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni

terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta

prajurit mampu menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk,

mengiris dan menjempit. Beberapa kasta prajurit dari golongan rayap terentu

menyerang musuhnya dengan cairan sekresi kelenjar frontal atau kelenjar saliva

(Nandika et al. 2003).

2) Kasta Pekerja

Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap.

Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan

individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kutikula

hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Seperti

halnya pada kasta prajurit, karakter seksual pada rayap kasta pekerja sulit untuk

ditentukan dengan jelas, kecuali pada beberapa jenis rayap tingkat tinggi terutama

anggota dari sub-famili Macrotermitinae. Walaupun kasta pekerja tidak terlibat

dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua

tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti,

memelihara telur dan rayap muda, serta memindahkannya pada saat terancam ke

tempat yang lebih aman. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara

ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Kasta

(22)

merancang bentuk sarang dan membangun termitarium. Rayap inilah yang sering

menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berselulosa lainnya. Bahkan

kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya

individu-individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini merupakan mekanisme

pengaturan keseimbangan kehidupan didalam koloni rayap (Nandika et al. 2003).

3) Kasta Reproduktif

Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu, betina (ratu)

yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta

ini dibedakan menjadi reproduktif primer dan kasta reproduktif suplementer atau

neoten (Nandika et al. 2003).

2.3.2 Rayap Tanah

Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah

atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Tempat hidupnya diperlukan

kelembaban tertentu secara tetap. Untuk mendapatkan persediaan air, rayap ini

selalu berhubungan dengan tanah, sarangnya pun didalam tanah. Kepala rayap

tanah berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Antena

terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya. Mandibel

berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah dalam dari

mandibel sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2.46–2.66 mm,

panjang kepala tanpa mandibel 1.56–1.68 mm. Lebar kepala 1.40–1.44 mm

dengan lebar pronotum 1.00–1.03 mm panjangnya 0,56 mm. Panjang badan 5.5–

6.0 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri.

Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al. 2003).

Menurut Tarumingkeng (2001) rayap tanah merupakan serangga sosial

yang hanya dapat hidup jika berada dalam koloninya. Karena di dalam koloninya

terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan

hidupnya. Rayap tanah untuk mencapai makannanya (bangunan atau kayu) yaitu

dengan menambah panjang terowongan-terowongan kembara (jalur-jalur sempit

yang berasal dari pusat sarang ke arah kembara di mana makanan berada, yang

hanya dilalui sekitar 3-4 ekor rayap). Terowongan kembara ini ditutup dengan

(23)

koloninya. Adanya liang tertutup ini maka praktis seluruh ruangan dari sarang

rayap termasuk liang-liang kembara merupakan lingkungan yang sangat lembab

yang menjamin kehidupan rayap tanah.

Rayap tanah sangat ganas dan dapat penyerang obyek-obyek berjarak

sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka

bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan

enzim yang dikeluarkannya. Jenis rayap ini biasanya menyerang kayu yang

berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api atau tiang listrik

(Tarumingkeng 2001).

2.4 Pemanasan Kayu

Menurut Paul et al. (2005) modifikasi kayu melalui perlakuan pemanasan

merupakan metode yang efektif dalam memperbaiki stabilitas dan daya tahan

terhadap kerusakan yang disebabkan oleh jamur pembusuk. Perlakuan ini

biasanya dilakukan pada jenis kayu yang tingkat keawetannya rendah. Modifikasi

panas pada suhu tinggi (diatas 170 oC) dapat merubah sifat kimia dari komponen

penyusun kayu (poliosa, selulosa dan lignin). Proses perlakuan panas memerlukan

kondisi khusus seperti waktu dan temperatur serta tergantung jenis kayu.

Menurut Wang dan Cooper (2005), ikatan kimia kayu hasil dari percobaan

perlakuan panas dapat memperbaiki sifat kayu terutama menurunkan sifat

higroskopis dan memperbaiki stabilitas dimensi, sementara penyerapan minyak

oleh kayu dapat menurunkan penyerapan air.

Menurut Iswanto (2009) Titik didih dari kebanyakan minyak alami dan

resin lebih tinggi dari suhu yang disyaratkan dalam perlakuan panas terhadap

kayu. Perbaikan berbagai karakteristik kayu dapat diharapkan dari aplikasi

perlakuan minyak panas sebagai pembanding perlakuan panas dalam gas

atmosfer, karena sifat dari minyak terkait dengan efek panas.

Menurut Coto dan Daud (2009) Penggorengan kayu dapat meningkatkan

kerapatan dan kekerasan kayu, menurunkan kadar air kesetimbangan, tingkat

perubahan dimensi, dan laju perubahan kadar air. Hal ini disebabkan masuknya

minyak goreng selama proses penggorengan. Semakin lama penggorengan

(24)

banyak jumlah minyak yang mampu mengisi rongga-rongga sel kayu sehingga

menyebabkan kemampuan kayu untuk menahan tekanan yang diberikan semakin

tinggi dan memperlambat kayu pecah atau retak ketika diberi tekanan.

Penurunan kadar air akibat pemanasan kayu berkisar antara 3-5%.

Penurunan kadar air kesetimbangan pada proses pemanasan kayu disebabkan oleh

perubahan sebagian daerah amorf menjadi kristalin yang berakibat berkurangnya

gugus –OH yang tersedia untuk berikatan dengan molekul air, selain itu

pemanasan kayu pada suhu sekitar 200 oC juga menyebabkan penurunan sifat

higroskopisnya. Keberadaan minyak goreng dalam kayu yang bersifat hidrofobik

mampu menghalangi penyerapan kayu terhadap air dari lingkungan (Coto 2005).

Pemanasan kayu pada suhu sekitar 100-200 oC telah terbukti dapat

meningkatkan berat kayu, MOE, stabilitas dimensi dan kekerasan kayu. Pada

kisaran suhu tersebut, hemiselulosa akan terdegradasi dan terjadi penataan ulang

struktur amorf dari selulosa yang dapat menyebabkan derajat kristalinitas kayu

meningkat (Hill 2006).

Forest Product Society (2002) menyatakan bahwa pemanasan kayu pada

suhu sekitar 180–200 oC menyebabkan zat ekstraktif yang mudah menguap dalam

kayu mengalami penguapan sehingga bagian kayu yang kosong akan diisi oleh

minyak goreng dengan demikian akan menambah berat kayu dan meningkatkan

kerapatan.

2.5 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis adalah kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk

suatu benda. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau

gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan

banyaknya bahan yang dimampatkan oleh suatu bahan yang mengenainya

(Haygreen dan Bowyer 2003).

Sifat kekakuan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan

perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi. Sifat ini dinyatakan dengan MOE

dan hanya berlaku sampai batas proporsi. Sedangkan kekuatan lengkung

merupakan ukuran kemampuan kayu dalam memikul beban sampai terjadi

(25)

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang

mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban

yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah

pertumbuhannya. Pada arah aksial modulus elastisitas berkisar antara 2 500-17

000 N/mm2, pada arah radial dan tangensial tidak berbeda nyata yaitu berkisar

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen

Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB untuk proses pemanasan kayu kecapi dan

rambutan. Pengujian keawetan dengan uji lapang/kubur dilakukan di Arboretum

Fakultas Kehutanan IPB. Sedangkan pengujian mekanis (MOE dan MOR) di

Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan,

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari oven, desikator,

oil bath, kaliper, Universal Testing Machine merk Instron, timbangan elektrik,

dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah minyak

goreng, kayu rambutan (Nephelium spp) dan kayu kecapi (Sandoricum koetjape

Merr).

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan Bahan Baku

(a) (b)

(27)

Contoh uji kayu untuk uji kubur di potong 2 cm x 2 cm x 47.5 cm

sebanyak 42 contoh uji. Sedangkan untuk contoh uji pengujian mekanis 41 cm x

2.5 cm x 2.5 cm sebanyak 70 contoh uji. Semua contoh uji dioven selama 6 hari

dengan suhu 60 0C.

3.3.2 Pemanasan contoh uji dengan limbah minyak goreng

Limbah minyak goreng yang akan digunakan disaring satu kali

penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk membersihkan kotoran dari

sisa penggorengan. Alat yang digunakan yaitu oil bath (Gambar 2). Proses

selanjutnya yaitu pemanasan contoh uji dengan limbah minyak goreng. Seluruh

bagian contoh uji terendam limbah minyak goreng. Setiap jenis kayu diberi

perlakuan panas (100 oC, 150 oC, dan 180 oC) dengan variasi waktu satu jam dan

dua jam, sedangkan kontrol tidak diberi perlakuan panas.

Gambar 2 Proses pemanasan kayu dalam oil bath.

3.3.3 Pengkondisian Contoh Uji

Contoh uji yang sudah dipanaskan dalam minyak ditiriskan selama 15

menit dan dilakukan proses pembersihan sisa minyak menggunakan kain.

Kemudian contoh uji di oven selama enam hari pada suhu 60 0C dan ditimbang.

Peningkatan berat kayu setelah diberi perlakuan pemanasan dihitung dengan

(28)

% %

Keterangan :

B = Persentase peningkatan berat contoh uji kayu (%)

W1 = Berat kering oven contoh uji kayu sebelum digoreng (gram)

W2 = Berat kering oven contoh uji setelah digoreng (gram)

3.3.4 Pengujian Lapang Keawetan Kayu

Pengujian lapang keawetan kayu berdasarkan ASTM D 1758-96. Kedua

jenis kayu yang berukuran 2 cm x 2cm x 45.7 cm berjumlah 42 buah dengan

jumlah ulangan pengujian adalah tiga kali. Pengujian dilakukan di tanah terbuka

yang bersih dari serasah dan sampah lainya serta tidak terganggu oleh aktivitas

manusia (Gambar 3). Setiap contoh uji dibenamkan secara vertikal ke dalam tanah

dengan kedalaman 23 cm dan berjarak 20 cm antar contoh uji, 30 cm antar baris

(Gambar 4).

Gambar 3 Uji lapang keawetan kayu kecapi dan rambutan.

Contoh uji

20 cm

Tanah

23 cm

(29)

Pengamatan dan evaluasi serangan rayap dilakukan setelah 12 minggu

pengumpanan dengan menentukan nilai keawetan kayu yang diukur berdasarkan

kriteria ASTM D 1758-96 pada Tabel 3.

Tabel 3 Penilaian keawetan kayu

Nilai Kriteria contoh uji

10 Utuh /tidak ada serangan

9 Terserang 3% bagian melintang

8 Terserang 3–10% bagian melintang

7 Terserang 10–30% bagian melintang

6 Terserang 30–50% bagian melintang

4 Terserang 50–75% bagian melintang

0 Terserang hebat sekali/hancur

Sumber: ASTM D 1758-96.

3.3.5 Pengujian Peningkatan Kerapatan Kayu

Pengujian kerapatan kayu dengan cara mengukur dimensi dan berat kayu

sebelum diberi perlakuan pemanasan serta sesudah perlakuan pemanasan dihitung

dengan rumus:

ρ

Keterangan:

ρ = Kerapatan (g/cm3) m = berat sampel (g)

v = volume sampel (cm3)

%

ρ – ρ

ρ

%

Keterangan:

P = Persentase peningkatan kerapatan (%)

ρ 1 = Kerapatan sampel sebelum diberi perlakuan (g/cm3)

ρ 2 = Kerapatan sampel sesudah diberi perlakuan (g/cm3)

3.3.6 Pengujian Sifat Mekanis (MOE dan MOR)

Pengujian sifat mekanis mengacu pada ASTM D 143. Pengujian MOE dan

(30)

(Gambar 5). Contoh uji berukuran 41 cm x 2.5 cm x 2.5 cm pada kondisi kering

udara, panjang bentang 37.5 cm. Nilai MOE dan MOR dihitung dengan rumus:

Δ

Δ

Keterangan:

MOE = Modulus elastisitas (kg/cm2)

MOR =Modulus patah (kg/cm2)

ΔP = Besarnya perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) ΔY = Besarnya perubahan defleksi akibat perubahan beban P (cm)

P’ = Beban maksimum (kg)

L = Panjang bentang (cm)

b = Lebar contoh uji (cm)

h = Tebal contoh uji (cm)

Gambar 5 Pengujian Sifat Mekanis (MOE dan MOR) kayu kecapi dan rambutan.

3.3.7 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian keawetan dan

kekuatan kayu yaitu analisis faktorial dengan menggunakan rancangan acak

lengkap dengan dua faktor yaitu suhu pemanasan (100 oC, 150 oC, dan 180 0C)

(31)

perlakuan pemanasan sebagai kontrol. Pengujian keawetan terdiri dari tiga kali

ulangan sedangkan untuk uji sifat mekanis terdiri dari lima kali ulangan.

Model persamaan yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya 2002) adalah

sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bi + (AB)ij + €ijk

Keterangan:

Yijk =Respon percobaan pada unit percobaan karena pengaruh taraf ke-j faktor

B terhadap taraf ke-i faktor A pada ulangan ke-k

μ = Rata-rata umum

Ai = Pengaruh dari taraf ke-i faktor A (suhu pemanasan)

Bj = Pengaruh dari taraf ke-j faktor B (waktu pemanasan)

(AB)ij = Pengaruh interaksi dari unit percobaan faktor A dan faktor B

€ = Galat percobaan

Dilakukan analisis ragam atau analysis of varience (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh perlakuan pemanasan terhadap keawetan dan sifat mekanis

kayu. Nilai F-hitung yang diperoleh dari ANOVA tersebut dibandingkan dengan

F-tabel pada selang kepercayaan 95% dengan kaidah keputusan:

1. Apabila F-hitung < F-tabel, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh

nyata terhadap pengujian keawetan dan mekanis kayu kecapi dan rambutan

pada selang kepercayaan 95%

2. Apabila F-hitung > F-tabel, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata

terhadap pengujian keawetan dan mekanis kayu kecapi dan rambutan pada

selang kepercayaan 95%.

Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata atau sangat nyata terhadap

keawetan dan mekanis maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan

(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian keawetan kayu

Hasil penelitian menunjukan bahwa kayu rambutan memiliki nilai

keawetan yang lebih tinggi dibandingkan kayu kecapi. Hal ini terbukti dengan

nilai serangan rayap pada kayu kecapi lebih tinggi daripada kayu rambutan. Nilai

keawetan kayu kecapi mengalami peningkatan dari 4 (kontrol) menjadi 8 (setelah

perlakuan pemanasan) sedangkan kayu rambutan mengalami peningkatan dari 7

(kontrol) menjadi 10 setelah perlakuan pemanasan (Gambar 6). Diduga zat

ekstraktif kayu rambutan lebih bersifat racun dibanding yang ada pada kayu

kecapi. Hal ini dijelaskan oleh Wistara (2002) bahwa keawetan alami kayu

terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua zat

ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu

cenderung meningkat pula (Wistara 2002).

kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180

Nilai

Gambar 6 Nilai keawetan kayu kecapi dan rambutan.

zsGambar 6 menunjukan pemanasan dalam minyak dapat meningkatkan

nilai keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan. Hal ini mengindikasikan rayap

kurang suka terhadap kedua jenis kayu. Sebagaimana Hill (2006) menyatakan

bahwa perlakuan pemanasan menyebabkan kayu kehilangan kandungan

polisakarida. Dengan berkurangnya kandungan polisakarida tersebut sangat

(33)

(a)

(b)

Gambar 7 Kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b) yang terserang oleh rayap.

Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi dan kayu rambutan

Jenis Kayu Kayu Kecapi Kayu Rambutan

Tolak ukur Suhu Waktu Suhu*Waktu Suhu Waktu Suhu*Waktu Nilai

keawetan tn * tn ** tn **

Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan

95% menunjukan bahwa pengaruh interaksi antara suhu dan waktu pemanasan

terhadap nilai keawetan pada kayu kecapi dan rambutan adalah tidak nyata dan

sangat nyata. Nilai keawetan kayu kecapi yang tertinggi pada pemanasan 180 oC

selama satu jam sedangkan nilai keawetan kayu rambutan yang tertinggi yaitu

pada pemanasan 100 oC (satu dan dua jam), 150 oC selama dua jam, dan 180 oC

selama satu jam (Gambar 6).

Berdasarkan hasil uji Duncan pada kayu kecapi perlakuan waktu

pemanasan yang dapat meningkatkan keawetan kayu yaitu selama satu jam,

dengan persentase peningkatan nilai keawetan sebesar 57% dari kontrol (Tabel 5).

Sedangkan untuk pengaruh suhu pemanasan pada kayu kecapi tidak berpengaruh

nyata. Pemanasan yang paling efektif adalah suhu 100 oC selama satu jam,

walaupun pada suhu 180 oC lebih tinggi nilai keawetannya (Gambar 6) tetapi pada

(34)

Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi

Waktu (jam) Nilai Keawetan

kontrol 4b

1 7a

2 4b

Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai keawetan kayu rambutan

Suhu (oC) Waktu (jam) Nilai keawetan

Kontrol Kontrol 7b

100 1 10a

100 2 10a

150 1 5c

150 2 10a

180 1 10a

180 2 6c

Sedangkan untuk kayu rambutan berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6)

perlakuan pemanasan yang paling efektif yaitu pada suhu 100 oC selama satu jam.

Persentase peningkatan keawetan yaitu 43% dari kontrol.

Pemanasan kayu kecapi sampai suhu 180 oC selama satu jam dan dua jam

belum melindungi sepenuhnya kayu dari serangan rayap. Maka dari itu perlu suhu

yang lebih tinggi atau waktu pemanasan yang lebih lama. Hal ini mengindikasikan

perlakuan tersebut lebih tidak disukai oleh rayap, namun perlu dilakukan uji lanjut

apakah keberadaan minyak bersifat racun atau tidak terhadap rayap.

(35)

Gambar 9

n (b) yang tterserang jammur.

(36)

perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap (Nandika et al. 2003).

Menurut Tarumingkeng (2006), rayap tanah mempunyai perilaku yang salah

satunya adalah kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya,

walaupun tidak ada hubungannya dengan tanah asalkan kayu tersebut lembab.

4.2 Peningkatan Berat Kayu

Pemanasan kayu dalam minyak menyebabkan peningkatan berat, hal ini

mengindikasikan minyak masuk pada kayu. Menurut Forest Product Society

(2002) menyatakan bahwa penggorengan kayu pada suhu sekitar 180–200 oC

menyebabkan zat ekstraktif yang mudah menguap dalam kayu mengalami

penguapan sehingga bagian kayu yang kosong akan diisi oleh minyak goreng

dengan demikian berat kayu akan bertambah dan kerapatannya pun meningkat.

Terlihat pada Gambar 11 warna kayu sebelum dan setelah perlakuan pemanasan

berbeda.

(a) (b)

Gambar11 Kayu kecapi sebelum (a) dan setelah diberi perlakuan pemanasan (b).

Peningkatan berat kayu secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12.

Rata-rata peningkatan berat kayu kecapi setelah diberi perlakuan pemanasan dalam

minyak pada umumnya lebih besar dibandingkan kayu rambutan. Hal ini diduga

(37)

rambutan memiliki BJ yang lebih tinggi (0.8–0.9) sedangkan kayu kecapi

(0.4-100 150 180 100 150 180

Peningkatan

Gambar 12 Peningkatan berat kayu kecapi dan kayu rambutan setelah diberi perlakuan pemanasan dalam minyak.

Persentasi peningkatan berat yang paling besar pada kayu kecapi yaitu

pada perlakuan pemanasan dengan suhu 180 oC selama dua jam. Sedangkan untuk

kayu rambutan persentasi penambahan berat paling besar pada perlakuan dengan

suhu 150 oC selama dua jam. Peningkatan berat kayu kecapi pada umumnya

semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu pemanasan. Pada Gambar 12

terlihat dengan pemanasan selama dua jam menghasilkan penambahan berat kayu

lebih tinggi dibandingkan satu jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Coto

dan Daud (2009) bahwa semakin lama waktu penggorengan semakin banyak

jumlah minyak yang mengisi/ masuk rongga-rongga sel kayu.

4.3 Kerapatan

Kerapatan kayu kecapi dan kayu rambutan sestelah perlakuan pemanasan

dalam minyak meningkat. Gambar 13 menyajikan nilai perubahan kerapatan pada

kayu kecapi dan kayu rambutan. Peningkatan kerapatan kayu kecapi berkisar

antara 0.52–0.62 g/cm3. Demikian pula pada kayu rambutan peningkatan

kerapatan yang terjadi antara 0.69–0.84 g/cm3. Persentasi perubahan kerapatan

pada kayu kecapi lebih besar dibandingkan dengan kayu rambutan. Hal ini diduga

karena BJ kayu kecapi relatif rendah, rongga/ pori-pori lebih besar sehingga

(38)

0

100 150 180 100 150 180

Perubahan

Gambar 13 Perubahan nilai kerapatan pada kayu kecapi dan kayu rambutan.

Pemanasan kayu kecapi selama dua jam menghasilkan peningkatan

kerapatan yang lebih tinggi daripada pemanasan satu jam. Hal ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya oleh Coto dan Daud (2009) bahwa pemanasan dalam

minyak dapat meningkatkan kerapatan dan kekerasan kayu, menurunkan kadar air

kesetimbangan, menurunkan tingkat perubahan dimensi, dan menurunkan laju

perubahan kadar air.

4.4 Sifat Mekanis Kayu (MOE dan MOR)

Pemanasan kayu dalam minyak selama dua jam cenderung menurunkan

nilai MOE terutama pada kayu kecapi. Nilai MOE pada kayu kecapi setelah diberi

perlakuan panas dalam minyak berkisar antara 57 948 sampai 87 463 kg/cm2.

Sedangkan nilai MOE kayu rambutan setelah pemanasan berkisar antara 101 023

sampai 122 946 kg/cm2.

Gambar 14 menunjukan nilai MOE kayu kecapi dan kayu rambutan yang

dipanaskan selama dua jam lebih rendah daripada yang dipanaskan selama satu

jam kecuali pada suhu 100 oC. Menurut Hill (2006), banyak penelitian yang

menunjukan bahwa nilai MOE kayu sedikit meningkat setelah perlakuan

pemanasan periode waktu yang pendek, tetapi jika pemanasan dilanjutkan maka

nilai MOE akan turun. Chang dan Keith (1978) dalam Hill (2006) menemukan

bahwa MOE kayu elm, beech, aspen, dan maple meningkat sedikit setelah

pemanasan, namun perlakuan pemanasan dalam waktu panjang mengakibatkan

(39)

0

kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180

Nilai

Gambar 14 Modulus elastisitas ( MOE) kayu kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak.

kontrol 100 150 180 kontrol 100 150 180

Nilai

Gambar 15 Modulus patah (MOR) kayu kecapi dan rambutan setelah pemanasan minyak.

Berdsarkan hasil penelitian nilai MOR kayu kecapi dan kayu rambutan

dapat terlihat pada Gambar 15. Nilai MOR pada kayu rambutan ada yang

mengalami peningkatan, sedangkan pada kayu kecapi mengalami penurunan

tetapi perlakuan pemanasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

(40)

Tabel 7 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat mekanis kayu (MOE dan MOR)

Jenis Kayu Kayu Kecapi Kayu Rambutan

Tolak ukur Suhu Waktu Suhu*Waktu Suhu Waktu Suhu*Waktu

MOE ** ** tn * tn **

MOR tn tn tn ** tn tn

Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95 % * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukan

bahwa interaksi suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE

kayu kecapi, tetapi untuk faktor tunggal (suhu dan waktu) pemanasan

menghasilkan nilai MOE yang berbeda nyata (Tabel 7). Pengaruh inetraksi suhu

dan waktu pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE pada kayu

rambutan. Sedangkan pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOR

kayu kecapi dan kayu rambutan tidak berpengaruh nyata. Tetapi untuk perlakuan

tunggal (suhu) pada kayu rambutan berpengaruh sangat nyata.

Tabel 8 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi

Hasil uji beda rata-rata Duncan (Tabel 8) menujukan bahwa pengaruh

pemanasan menurunkan nilai MOE pada kayu kecapi. Persentase penurunan nilai

MOE pada kayu kecapi dengan pemanasan suhu 100 oC yaitu 5%, sedangkan

untuk pemanasan suhu 150 oC dan 180 oC yaitu 25%. Suhu pemanasan 100 oC

realtif lebih aman karena tidak menurunkan nilai MOE secara nyata.

Tabel 9 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi

Hasil uji beda rata-rata Duncan (Tabel 9) menujukan bahwa pemanasan

(41)

berbeda nyata dengan pemanasan dua jam. Persentase penurunan nilai MOE pada

pemanasan satu jam yaitu 12% sedangkan pada pemanasan selama dua jam yaitu

25%. Semakin lama waktu pemanasan maka semakin rendah nilai MOE.

Tabel 10 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor interaksi (suhu dan waktu) terhadap nilai MOE kayu rambutan

Suhu (oC) Waktu (jam) MOE (kg/cm2)

kontrol kontrol 114 687b

100 1 101 023c

Hasil uji Duncan pada Tabel 10 menunjukan interaksi (suhu dan waktu)

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan nilai MOE pada kayu

rambutan kecuali pada suhu 100 oC selama satu jam. Persentase penurunan nilai

MOE pada suhu 100 oC selama satu jam yaitu 12%.

Tabel 11 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh faktor suhu terhadap nilai MOR pada kayu rambutan

Berdasarkan Tabel 11 Hasil uji lanjut Duncan menunjukan faktor

perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan nilai MOR

pada kayu rambutan kecuali pada suhu 100 oC. Persentase penurunan nilai MOR

pada suhu 100 oC yaitu 22%.

4.5 Rekomendasi Perlakuan Pemanasan

Perlakuan pemanasan kayu dalam minyak dapat meningkatkan nilai

keawetan pada kayu kecapi dan kayu rambutan. Nilai keawetan kayu kecapi

meningkat dari 4 (kontrol) menjadi 8 (setelah perlakuan pemanasan) sedangkan

(42)

Perlakuan pemanasan kayu dalam minyak menurunkan nilai MOE dan MOR

kayu, namun tidak nyata. Sifat mekanis kayu (MOE dan MOR) pada umumnya

tidak terpengaruh secara nyata oleh perlakuan pemanasan kecuali pada nilai MOE

kayu kecapi yang dipanaskan 180 oC selama dua jam mengalami penurunan

sebesar 25%.

Perlakuan pemanasan untuk meningkatkan nilai keawetan pada kayu

kecapi dan rambutan cukup dengan suhu 100 oC selama satu jam. Perlakuan

pemanasan pada suhu 100 oC selama satu jam meningkatkan nilai keawetan pada

kayu kecapi menjadi 7 serta hanya menurunkan nilai MOE sebesar 5-12%. Sama

halnya dengan kayu rambutan pemanasan yang paling efektif yaitu pada suhu 100

o

(43)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Perlakuan pemanasan minyak terbukti meningkatkan keawetan kayu

kecapi dan rambutan. Nilai keawetan kayu kecapi meningkat dari 4 (kontrol)

menjadi 8 setelah perlakuan pemanasan dalam minyak. Adapun peningkatan nilai

keawetan kayu rambutan adalah dari 7 (kontrol) menjadi 10 setelah perlakuan

pemanasan dalam minyak.

Perlakuan pemanasan pada umumnya tidak mempengaruhi sifat mekanis

kayu kecuali pada suhu tinggi (180 oC selama dua jam) yang menurunkan nilai

MOE kayu kecapi hingga 25%. Pemanasan pada suhu 100 oC selama satu jam

cukup baik diaplikasikan pada kayu kecapi dan kayu rambutan sehingga terjadi

peningkatan keawetan kayu yang nyata dan tidak menurunkan sifat mekanisnya

(MOE dan MOR).

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengembangan penelitian lanjutan menggunakan

jenis-jenis kayu lain yang berasal dari hutan rakyat atau hutan tanaman. Selain itu juga

diperlukan penelitian pengaruh perlakuan pemanasan ini terhadap keawetan kayu

(44)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2005. Semua Tentang Kayu [terhubung berkala]. Http://www.W3.org/tentang kayu-files [7 Mei 2012].

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1996. Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test with Stake. ASTM D 1758-96. USA.

[ASTM] American Society for Testing Material. 2008. Annual Book of ASTM Standard. Volume 04. 10. Wood. D 143. Section Four. USA.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Panduan kehutanan Indonesia. Jurnal Hutan Rakyat. 7(1):18-19

[Forest Products Society]. 2002. Enhancing the Durability of Lumber and Engineered Wood Products. Medison: Forest Products Society.

[TIM ELSSPAT]. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Jakarta: Puspa Swara.

Abdurachman, Hadjib N. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan [terhubung berkala].

www.dephut.go.id/files/Komp_Bangunan.pdf [5 Mei 2012].

Balfas J, Sumarni G. 1995. Keawetan kayu tusam (Pinus merkusii Jungh. el de Vr) dan mangium (Acacia mangium Will) setelah furfulisasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 13(7):259-265.

Batubara R. 2006. Teknologi pengawetan kayu perumahan dan upaya pelestarian hutan [terhubung berkala]. http:// Library.usu.

ac.id/download/06010040.pdf [7 Mei 2012].

Coto Z. 2005. Penurunan kadar air keseimbangan dan peningkatan stabilitas dimensi kayu dengan pemanasan dan pengekangan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 3(1):27-31.

Daud M, Coto Z. 2009. Peningkatan sifat fisis dan mekanis kayu durian (Durio

sp) dengan penggorengan. Simposium Forum Teknologi Hasil Hutan Bogor, 30-31 Oktober 2009.

Djarwanto, Abdurrohim S. 2000. Teknologi pengawetan kayu untuk perpanjangan usia pakai. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(2):159-172.

Haygreen JG, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science An

(45)

Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid II. Koperasi Karyawan, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Heyne K. 1988. Tumbuhan berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya Jilid III. Koperasi Karyawan, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Hill C. 2006. Wood Modification: Chemical, Thermal and Other Processes. West Sussex: John Wiley dan Sons, LTd.

Iswanto AH. 2009. Perlakuan panas pada kayu [terhubung berkala]. repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/08E00915.pdf [7 Mei 2012].

Lensufiee, Tikno. 2008. Teknik Pengawetan Kayu. Jakarta: Erlangga.

Martawijaya A, Barly, Permadi P. 2001. Pengawetan Kayu Untuk Barang Kerajinan. Bogor: Puslitbang Kehutanan Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.

Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: FMIPA IPB.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Pasaribu G. 2008. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Kayu Gerhan [terhubung berkala]. http: // bpk-aeknauli.org [7 Mei 2012].

Paul WM, Ohlmeyer H, Leithoff. 2005. Optimising the properties of OSB by a one-step heat pre-treatment process. Holz als Roh- und Werkstoff Journal

64:227-234.

Seng OD. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pusat Riset dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor

Syafii W. 2000. Zat ekstraktif kayu damar laut (Hope spp) dan pengaruhnya terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 13(2):1-5.

Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap [terhubung berkala]. http://tumou.net/biologi_dan_perilaku_rayap.htm [25 Mei 2012].

(46)

Tsoumis SG. 1991. Science and Technology of Wood [Structure, Properties, Utilization]. New York: Van Nostramd Reinhold.

Wang JY, Cooper PA. 2005. Effect of oil type temperature and time on moisture properties of hot oil-treated wood. Holz als Roh- und Werkstoff Journal

63:417-422

Windasari WA, Rosita AF. 2008. Peningkatan kualitas minyak goreng bekas dari KFC dengan menggunakan adsorben karbon aktif [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.

Wistara IN. 2002. Ketahanan 10 jenis kayu tropis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan

(47)
(48)

Lampiran 1 Nilai rata-rata kayu kecapi yang terserang rayap

Lampiran 2 Nilai rata-rata kayu rambutan yang terserang rayap

Perlakuan

Lampiran 3 Rata-rata penambahan berat pada kayu kecapi

Perlakuan

Lampiran 4 Rata-rata penambahan berat pada kayu rambutan

(49)

Lampiran 5 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu kecapi

Lampiran 6 Rata-rata peningkatan kerapatan pada kayu rambutan

Perlakuan

Lampiran 7 Rata-rata nilai MOE kayu kecapi

Perlakuan

Lampiran 8 Rata-rata nilai MOE kayu rambutan

(50)

Lampiran 9 Rata-rata nilai MOR kayu kecapi

Lampiran 10 Rata-rata nilai MOR kayu rambutan

Perlakuan

Lampiran 11 Analisis ragam nilai keawetan kayu kecapi

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 11.8333 3.9444 0.82 0.5041

Wk 2 50.2222 25.1111 5.22 0.0202

Sh*wk 1 11.2778 11.2778 2.34 0.1480

Lampiran 12 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai keawetan kayu kecapi

Duncan Grouping Mean N Wk

Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE kayu kecapi

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 3537047819 1179015940 42.69 <.0001

Wk 2 2408982864 1204491432 43.62 <.0001

(51)

Lampiran 14 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOE kayu kecapi

Lampiran 15 Uji Duncan pengaruh waktu terhadap nilai MOE kayu kecapi

Duncan Grouping Mean N Wk

A 92327 5 0

B 81492 15 60

C 69045 15 120

Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOR kayu kecapi

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 50116.5842 16705.5281 2.90 0.0524

Wk 2 19905.7431 9952.8716 1.73 0.1959

Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000

Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai keawetan kayu rambutan

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 2622.8074 874.2691 5.18 0.0129

Wk 2 63.0167 31.5083 0.19 0.8316

Sh*wk 1 7616.3557 7616.3557 45.16 <.0001

(52)

Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu pemanasan terhadap nilai MOE pada kayu rambutan

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 853468458 284489486 3.53 0.0276

Wk 2 6493848 3246924 0.04 0.9606

Sh*wk 1 1223436798 1223436798 15.17 0.00006

Lampiran 20 Uji Duncan interaksi suhu dan waktu terhadap nilai MOE kayu rambutan

Lampiran 21 Analisis ragam pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai MOR kayu rambutan

Sumber DB JK KT F Pr > F

Sh 3 442464.1447 147488.0482 6.61 0.0016

Wk 2 96402.3619 48201.1809 2.16 0.1341

Sh*wk 1 0.0000 0.0000 0.00 1.0000

Lampiran 22 Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai MOR kayu rambutan

Gambar

Tabel 2  Klasifikasi keawetan kayu berdasarkan uji kubur/uji lapang
Gambar 1  Contoh uji kayu kecapi (a) dan kayu rambutan (b)
Gambar 2   Proses pemanasan kayu dalam oil bath.
Gambar 3  Uji lapang keawetan kayu kecapi dan rambutan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,

- Bayi yang mendapat asupan campur (ASI dan susu formula): * Feses berwarna kuning dan tak berbentuk merupakan tanda si kecil lebih banyak mendapat ASI ketimbang susu formula. Di

Kesimpulan : Dengan terapi latihan deep breathing exercise, relaxed passive movement, free active movement, active resisted movement, dan transfer dapat

Logika NOT juga dikenal sebagai Inverter dan dinyatakan sebagai X=A, nilai keluaran X merupakan negasi dari masukan A memiliki nilai “1”, maka nilai keluaran X menjadi

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah hasil peramalan harga saham PT TELKOM yang diperoleh dapat menjadi pertimbangan dalam mengindikasi kondisi harga saham

Apabila kita mengadakan peninjauan lebih mendalam dari pengertian proyeksi, maka kurang lebih dapat disimpulkan bahwa proyeksi terjadi apabila seseorang