I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan
nasional setiap tahunnya menunjukkan kontribusi yang signifikan disamping
sektor pertanian. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor
Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri
memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain, hal itu dikarenakan nilai
kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja
yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah dari setiap input atau
bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor Industri
juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin
tinggi dari sektor Industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara
yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor
Industri.
Selama Pembangunan Jangka Panjang 1, struktur perekonomian Indonesia
telah mengalami perubahan dari dominasi sektor pertanian beralih ke sektor
industri, penurunan peran sektor ini terlihat dari menurunnya kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB nasional. Sehingga transformasi struktur ekonomi
Indonesia yang semula pertanian tidak dapat dihindarkan, karena kesadaran akan
keterbatasan sektor primer (pertanian) yang selama ini mendominasi
perekonomian indonesia.
Pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor
industri pengolahan yang menjadi primadona perekonomian Indonesia. Sejak
tahun 1991 sektor industri telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu positif, dan
meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik
domestik maupun internasional telah mendorong peranan sektor industri
pengolahan menjadi peringkat pertama dalam pembentukan Produk Domestik
bertahap telah berhasil membawa perubahan dalam struktur perekonomian
nasional, selain memberikan sumbangan yang besar terhadap PDB, sektor ini juga
berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Tabel 1.1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 Lapangan Usaha Tahun 2007 (Triliun Rupiah) 2008 (Triliun Rupiah) 2009 (Triliun Rupiah) 2010 (Triliun Rupiah) 2011 (Triliun Rupiah) 1.Pertanian 271,5
(13,82%) 284,6 (13,67%) 295,9 (13,58%) 304,7 (13,17%) 313,7 (12,74%) 2.Pertambangan
dan Penggalian (8,72%)171,2 (8,28%)172,4 (8,27%)180,2 (8,06%) 186,6 (7,68%)189,2 3. Industri
Pengolahan (27,39%)538,0 (26,79%)557,7 (26,16%)570,1 (25,81%) 597,1 (25,75%)634,2 4.Listrik, Gas dan
Air Bersih (0,69%)13,5 (0,72%)14,9 (0,78%)17,1 (0,78%) 18,1 (0,77%)18,9
5.Konstruksi 121,8 (6,20%) 130,9 (6,29%) 140,3 (6,44%) 150,0 (6,48%) 160,1 (6,50%) 6.Perdagangan,
Hotel dan Restoran 340,4 (17,33%) 363,8 (17,47%) 368,5 (16,91%) 400,5 (17,31%) 437,2 (17,75%) 7.Pengangkutan
dan Komunikasi (7,25%)142,3 (7,97%)165,9 (8,82%)192,2 (9,42%) 218,0 (9,80%)241,3
8.Lembaga
keuangan dan Jasa 183,6 (9,35%) 198,7 (9,55%) 209,2 (9,60%) 221,0 (9,55%) 236,1 (9,59%) 9.Jasa-jasa 181,7
(9,25%) 193,0 (9,27%) 205,8 (9,44%) 217,8 (9,41%) 232,5 (9,44%)
Total 1.964,3
(100%) 2.082,3 (100%) 2.178,9 (100%) 2.313,8 (100%) 2.463,2 (100%) Sumber: BPS, 2012.
Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen.
Berdasarkan Tabel 1.1 sektor industri pengolahan merupakan komponen
utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sektor ekonomi yang
menunjukkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 terbesar pada
tahun 2007 hingga tahun 2011 secara berturut-turut adalah sektor industri
pengolahan yang pada tahun 2007 mencapai Rp 538,0 triliun dengan kontribusi
sebesar 27,39 persen dari total PDB, tahun 2008 mencapai nilai Rp 557,7 triliun
dengan kontribusi sebesar 26,79 persen, tahun 2009 mencapai Rp 570,1 triliun
597,1 triliun dengan kontribusi sebesar 25,81 persen dan pada tahun 2011 PDB
sektor industri pengolahan mempunyai nilai sebesar Rp 634,2 triliun yang
mempunyai kontribusi sebesar 25,75 persen dari total PDB. Perkembangan
tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu menjadi
penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju
pertumbuhan sektor pertanian dan sektor-sektor yang lainnya.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu faktor pendorong yang sangat kuat dan berperan penting
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Penanaman Modal Dalam
Negeri dan Penanaman Modal Asing mampu menciptakan dan memperluas
lapangan pekerjaan, pengembangan teknologi dan produksi suatu komoditi.
Potensi yang besar dimiliki oleh Indonesia dalam menanamkan modal dalam
negeri (PMDN) maupun penanaman modal luar negeri (PMA). Hal tersebut
dikarenakan di Indonesia masih tersedianya sumber daya alam (SDA) yang sangat
luas, jumlah penduduk yang besar dan tersedianya jumlah tenaga kerja yang
banyak, sehingga dapat menarik minat para investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMDN Menurut Sektor, Tahun 2006-2010
Sektor (Miliar Rupiah) 2006
2007
(Miliar Rupiah)
2008
(Miliar Rupiah)
2009
(Miliar Rupiah)
2010
(Miliar Rupiah) 1. Pertanian,Peternakan,Kehutanan,
dan Perikanan 527,0 4.177,2 3.578,8 3.686,0 1.238,5 2. Pertambangan dan Penggalian 448,5 1.324,6 21,0 691,4 519,2 3. Industri Pengolahan 10.517,9 20.931,1 13.012,7 26.289,8 15.914,8 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0 0,1 88,0 746,4 519,8
5. Konstruksi 1.882,6 2.461,7 538,6 2.110,7 881,2
6. Perdagangan 349,2 350,6 345,8 143,0 594,8
7. Hotel dan Restoran 103,4 210,8 180,2 127,7 238,6 8. Pengangkutan dan Komunikasi 1.220,6 637,5 1.227,7 286,2 429,2 9. Keuangan,Real estat dan Jasa
Perusahaan 0,9 46,9 45,6 0,0 0,8
10.Jasa-jasa 214,5 724,1 1.610,6 797,5 26,4
Total 15.264,6 30.864,5 20.649,0 34.878,7 20.363,3
Sektor industri merupakan sektor utama yang menyerap banyak investor
domestik. Berdasarkan Tabel 1.2, pada tahun 2006, realisasi investasi domestik di
sektor industri pengolahan mencapai Rp. 10.517,9 milyar, pada tahun 2007
sebesar Rp. 20.931,1 milyar yang artinya mengalami kenaikan investasi sebesar
Rp. 10.413,2 milyar, dilanjutkan pada tahun 2008 mengalami peningkatan
investasi dalam negeri di sektor industri pengolahan hingga mencapai sebesar Rp.
13.012,7milyar, pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang signifikan hingga
mencapai Rp. 26.289,8 milyar dan terakhir pada tahun 2010 realisasi investasi
dalam negeri di sektor industri pengolahan mengalami penurunan yang drastis
hingga menunjukkan jumlah sebesar Rp. 15.914,8 milyar. Indonesia adalah Negara berkembang yang masih membutuhkan sumbangan dalam bentuk investasi untuk mendapatkan pertumbuhan yang berkesinambungan dan investasi yang memiliki multiplier effect yang besar terhadap terjadinya nilai tambah ekonomi di berbagai sektor lainnya. Sumber investasi tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMA Menurut Sektor, Tahun 2006-2010
Sektor (Juta US$) 2006
2007 (Juta US$)
2008 (Juta US$)
2009 (Juta US$)
2010 (Juta US$)
1.Pertanian,Peternakan,Kehutanan,
dan Perikanan 186,5 348,9 434,4 289,5 154,2
2.Pertambangan dan Penggalian 122 58,9 98,0 309,8 181,4 3. Industri Pengolahan 2.803,30 3.502,10 3.619,7 4.697,0 4.515,2 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 6,1 68,7 105,3 119,3 26,9
5.Konstruksi 385,6 921,9 144,2 448,2 426,7
6.perdagangan 573,5 412,7 434,2 482,9 582,2
7.Hotel dan Restoran 188,7 147,8 111,5 136,4 156,9 8.Pengangkutan dan Komunikasi 103,8 2.946,80 646,0 3.305,2 8.529,9 9.Keuangan,Real estat dan Jasa
Perusahaan 35,2 208,3 254,0 64,5 174,9
10.Jasa-jasa 196,4 298,5 144,4 488,6 123,1
Total 4.601,1 8.914,6 5.991,7 10.341,4 14.871,4
Sumber: BKPM, 2011.
US$ 3.619,7 juta, kemudian terjadi peningkatan jumlah penanaman modal asing pada tahun 2009 yaitu menjadi sebesar US$ 4.697,0 juta, hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi investasi asing yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan mengalami peningkatan yang konstan. Namun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga mencapai sebesar US$ 4.515,2 juta. Dalam hal ini menunjukkan bahwa jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor-sektor lainnya.
Tabel 1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005 – 2009
Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 2005 (Orang) 2006 (Orang) 2007 (Orang) 2008 (Orang) 2009 (Orang) 1.Pertanian 41.309.776 (43,97%) 40.136.242 (42,05%) 41.206.474 (41,24%) 41.331.706 (40,03%) 43.029.493 (41,18%)
2.Pertambangan dan
Penggalian 904.194 (0,96%) 923.591 (0,97%) 994.614 (0,96%) 1.070.540 (1,04%)
1.139.495 (1,09%)
3. Industri
Pengolahan 11.952.985 (12,72%) 11.890.170 (12,46%) 12.368.729 (12,38%) 12.549.376 (12,24%) 12.615.440 (12,07%) 4.Listrik, Gas dan
Air Bersih 194.642 (0,21%) 228.018 (0,24%) 174.884 (0,18%) 201.114 (0,20%)
209.441 (0,20%)
5.Konstruksi 4.565.454 (4,86%) 4.697.354 (4,92%) 5.252.581 (5,26%) 5.438.965 (5,30%) 4.610.695 (4,41%)
6.Perdagangan 17.192.781 (18,3%) 18.447.033 (19,32%) 19.732.464 (19,75%) 20.372.874 (19,87%) 20.972.403 (20,07%)
7.Hotel dan restoran 716.365 (0,76%) 768.626 (0,81%) 822.186 (0,82%) 848.869 (0,83%) 864.365 (0,83%) 8.Pengangkutan dan
Komunikasi 5.652.841 (6,02%) 5.663.956 (5,93%) 5.958.811 (5,96%) 6.179.503 (6,03%)
5.947.673 (5,69%)
9.Keuangan,Real estat dan Jasa
Perusahaan 1.141.852 (1,22%) 1.346.044 (1,41%) 1.399.940 (1,40%) 1.459.985 (1,42%) 1.484.598 (1,42%)
10.Jasa-jasa 10.327.496 (10,99%) 11.355.900 (11,90%) 12.019.984 (12,03%) 12.099.817 (12,77%) 12.611.841 (13,03%)
Total 93.958.387 (100%) 95.456.935 (100%) 99.930.217 (100%) 102.552.750 (100%) 104.485.544 (100%) Sumber: BPS, 2010.
Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
Dilihat dari kontribusinya, sektor industri pengolahan merupakan sektor
yang menjadi penyumbang terbesar dalam PDB maka dalam proses pembangunan
mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang. Dengan didukung
oleh sumber daya manusia yang melimpah, maka sektor industri pengolahan
diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Berdasarkan Tabel
1.4 menunjukkan bahwa pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja.
Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak
sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Sektor industri pengolahan yang
merupakan leading sektor mempunyai PDB yang paling tinggi dibanding dengan sektor-sektor yang lain tetapi sektor tersebut hanya mampu menduduki peringkat
ketiga dalam penyerapan tenaga kerjanya setelah sektor pertanian dan sektor
perdagangan.
Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia?
2. Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perekonomian lainnya di Indonesia?
3. Bagaimana dampak multiplier yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia?
4. Bagaimana dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia.
2. Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perekonomian lain di Indonesia.
3. Menganalisis dampak multiplier yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan arah pembangunan sektor industri pengolahan di Indonesia agar dapat menunjang sektor-sektor lainnya.
2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya lebih lanjut .
3. Bagi penulis dan pembaca, untuk meningkatkan wawasan pengetahuan tentang perkembangan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia.
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian yang berjudul Analisis peranan dan dampak investasi sektor
industri pengolahan terhadap perekonomian di ini difokuskan pada sektor industri
pengolahan saja. Penelitian ini menggunakan Tabel Input-Output Indonesia tahun
2008 klasifikasi 66 sektor yang kemudian diagregasikan menjadi 10 sektor dan 17
sektor. Kesepuluh sektor tersebut yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor
konstruksi, sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran, sektor pengangkutan
dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor
jasa-jasa. Sedangkan dalam klasifikasi 17 sektor tersebut merupakan gabungan
antara 10 sektor utama dan 8 subsektor industri diantaranya yaitu : 1) Sektor
industri makanan, minuman, dan tembakau, 2) Sektor industri Tekstil, Pakaian
Jadi, kulit dan alas kaki , 3) Sektor Industri Bambu, Kayu dan Rotan, 4) Sektor
Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton, 5) Sektor Industri Kimia, Karet,
Plastik, dan Pengilangan minyak, 6) Sektor Industri Semen dan barang bukan
logam, 7) Sektor Industri Logam dasar, 8) Sektor Industri lainnya.
analisis multiplier (output, pendapatan, dan tenaga kerja). Analisis keterkaitan
digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian.
Koefisien penyebaran berguna untuk melihat distribusi manfaat dari
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri
Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu
mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri
dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan
ekonomi. Oleh karena itu di Indonesia sektor industri perlu dipersiapkan agar
mampu menjadi sektor pemimpin dan penggerak terhadap perkembangan sektor
perekonomian lainnya, selain akan mendorong perkembangan industri yang
terkait dengannya (Saragih, 2004).
Menurut Dumairy (1996), industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif
yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.
Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrik, atau bahan
manual.
Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang yang homogeny, atau barang-barang yang
memounyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro, industri adalah
kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah yakni semua produk, baik
barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas
adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai
tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan
atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai
produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab
atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993).
Industri pengolahan menurut (Badan Pusat Statistika, 2003) merupakan
suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar
secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau
setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), penggolongan sektor industri
dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu:
1. Industri Besar. Industri Besar merupakan perusahaan industri yang memiliki
jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.
2. Industri Sedang. Industri Sedang merupakan perusahaan industri yang memiliki
jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang.
3. Industri Kecil. Industri Kecil merupakan perusahaan industri yang memiliki
jumlah tenaga kerja antara 5-19 orang.
4. Industri Rumah Tangga. Industri Rumah Tangga merupakan perusahaan
industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 1-4 orang.
Berdasarkan penggolongan industri diatas, penggolongan sektor industri
pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang
bekerja di perusahaan industri tersebut dan tanpa memperhatikan apakah
perusahaan tersebut menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa
memperhatikan besarnya modal perusahaan.
Industri pengolahan menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), terbagi
kedalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Industri Migas, yang terdiri dari:
a. Industri pengilangan minyak bumi
b. Industri gas alam cair
2. Industri Bukan Migas, yang terdiri dari:
a. Industri makanan, minuman dan tembakau
b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki
c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain
d. Industri barang kertas dan barang cetakan
e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet
f. Industri semen dan barang galian bukan logam
g. Industri logam dasar besi dan baja
h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan
2.1.2. Definisi Investasi
Menurut Masitoh (2007), investasi merupakan faktor pendorong yang
sangat kuat bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Investasi juga merupakan langkah awal untuk kegiatan produksi serta
pembangunan ekonomi. Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal
Asing mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sumber perkembangan teknologi,
dan diversifikasi produk sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekspor.
Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi pemerintah dan
investasi swasta. Investasi pemerintah pada umumnya dalam bentuk infrastruktur
seperti jalan, pelabuhan dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk
dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi, sedangkan investasi swasta pada
umumnya terdiri dalam bentuk faktor-faktor produksi seperti mesin, bahan baku,
dan bahan penolong untuk meningkatkan produksi barang dan jasa.
Dalam suatu perekonomian, penanaman modal asing memiliki peran
mikro maupun makro. Secara mikro, PMA (Penanaman Modal Asing)
berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi
terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri, termasuk akses
industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan, dan investasi
regional atau global. Peran PMA secara makro adalah PMA meningkatkan
kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2005).
Investasi dibedakan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial.
Investasi finansial adalah investasi dalam bentuk pemilikan instrument finansial
seperti uang tunai, tabungan, deposito, modal dan penyertaan, surat berharga,
obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial merupakan investasi
dalam bentuk investasi fisik (investasi riil) yang berwujud capital atau barang
modal, termasuk didalamnya inventori (persediaan). Meski demikian, investasi
finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik. Investasi sangat
dibutuhkan oleh negara berkembang seperti negara Indonesia, yang digunakan
untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Hal ini dikarenakan investasi
dapat meningkatkan pendapatan nasional di suatu negara. Setiap kenaikan jumlah
dari pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan meningkatkan
2.1.3. Investasi dan Pembangunan Ekonomi
2.1.3.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses terjadi kenaikan produk nasional
bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau
berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Output total riil suatu
perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan sepanjang
waktu. Ini berarti perekonomian statis atau mengalami penurunan (stagnasi).
Perubahan ekonomi meliputi baik pertumbuhan, statis ataupun stagnasi
pendapatan nasional riil. Penurunan merupakan perubahan negatif, sedangkan
pertumbuhan merupakan perubahan positif. Pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat.
Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat
bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada
dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah
penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi
proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan jalan melihat apa yang
terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di lain pihak.
Aspek yang ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif
waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun,
yang kemudian diikuti dengan penuruan output per kapita bukan pertumbuhan
ekonomi. Suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup
lama untuk mengalami kenaikan output perkapita.
Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan
pertumbuhan ekonomi tergantung bagaimana mengklasifikasikannya. Salah satu
mengklasifikasikanya adalah menjadi faktor-faktor fisik dan faktor-faktor
manajemen yang mempengaruhi sumber-sumber tersebut. Meskipun mempunyai
sumber untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas
pertumbuhan ekonominya akan rendah. Faktor pertumbuhan berupa faktor-faktor
fisik sumber-sumber daya alami, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia,
jumlah barang-barang kapital dan teknologi. Keempat faktor ini disebut
faktor-faktor penawaran dalam pertumbuhan ekonomi. Tersedianya lebih banyak dan
lebih baik sumber-sumber alami dan manusia, barang kapital, serta tingkat
pengetahuan teknologi yang lebih tinggi memungkinkan perekonomian
memproduksi jumlah output lebih besar.
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam
jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut
berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. Satu hal yang
perlu ditekankan sejak awal adalah bahwa didalam ilmu ekonomi tidak hanya
terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan.
Sampai saat ini (dan masa mendatang) tidak ada suatu teori pertumbuhan yang
menyeluruh dan lengkap dan yang merupakan satu-satunya teori pertumbuhan
yang baku. Berbagai ekonom besar, sejak lahirnya ilmu ekonomi mempunyai
pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan
suatu perekonomian. Sering kali pandangan atau persepsi ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan atau peristiwa-peristiwa pada waktu ekonom tersebut hidup.
Seringkali pula teori pertumbuhan seorang ekonom dipengaruhi oleh ideologi
yang dianut oleh ekonom, sehingga aspek-aspek yang ditonjolkan dalam teorinya
mencerminkan kecenderungan idiologisnya.
Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses dimana pemerintah
dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin, 1999). Adapun
teori-teori modern dalam teori-teori pertumbuhan dan investasi, yaitu:
1. Keynessian
Teori Keynessian menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah investasi
akan meningkatkan pendapatan di suatu wilayah, dan pendapatan ini khususnya
atau Agregat Demand (AD). Hal tersebut akan berpengaruh pada kebutuhan
peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat dari peningkatan
produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Selain itu,
kenaikan tabungan masyarakat karena adanya peningkatan pendapatan merupakan
investasi secara langsung melalui lembaga keuangan, dan sistematis dapat ditulis
sebagai berikut :
Y = C + S
dimana: Y= Pendapatan Masyarakat S = Tabungan
C = Konsumsi I = Investasi
dengan asumsi keseimbangan : S = I
maka : Y = C + I (2.1)
Gambaran mengenai peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut:
0 Y1 Y2 Pendapatan (Y) Tingkat
Harga
(P) AS
AD2
AD1
Sumber : Mankiw , 2000.
Keterangan :
Y1 = Pendapatan Awal
Y2 = Pendapatan setelah kenaikan konsumsi dan investasi AS = Penawaran Agregat
AD1 = Permintaan Agregat / agregat demand awal
AD2 = Permintaan Agregat setelah kenaikan pendapatan dan tingkat harga
Gambar 2.1. Hubungan Pendapatan, Tingkat Harga dan Konsumsi
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa adanya investasi mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah
(Mankiw, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan investasi
(r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor
meningkat (I1 ke I2), sehingga akan mengakibatkan pengeluaran yang
direncanakan naik (AE1 ke AE2). Meningkatnya pengeluaran yang direncanakan
ini akan mengakibatkan tingkat pendapatan juga akan mengalami peningkatan (Y1
ke Y2). Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu upaya
yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan
cara menaikkan investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang
ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan
(Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan keynessian yang diringkas dalam
bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada Gambar 2.2 :
(b) Perpotongan Keynesian
AE2 AE1 Harga
(P)
0 Y1 Y2 Pendapatan (Y)
(a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS
0 (I)r1 (I)r2 Investasi (I) 0 Y1 Y2 Pendapatan (Y)
Sumber : Mankiw, 2000.
Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil
2.Harrord – Domar
Teori Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro
Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama
yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan
IS r1
r2 Tingkat
Tingkat Bunga
(r) Bunga
investasi dalam jangka panjang. Harrod – Domar melihat pengaruh investasi
dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini,
pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui
pengaruhnya terhadap kapasitas produksi.
Modal N
2
N1
K
2
K
1
L
1L
20
Tenaga Kerja
Sumber : Carlos, 2007
Gambar 2.3. Model Harrod Domar
Gambar 2.3. menjelaskan fungsi produksi dari Harrod - Domar atau H-D,
yang menggambarkan hubungan antara modal dan tenaga kerja. Sumbu tegak
pada gambar 2.3, menunjukkan jumlah modal dan sumbu datar menunjukkan
jumlah tenaga kerja. Modal dan tenaga kerja tidak dapat saling menggantikan
satau sama lain. Misal untuk memproduksi sebesar N1 diperlukan modal sebesar
K1 dan tenaga kerja sebanyak L1, demikian pula untuk memproduksi sebesar N2,
diperlukan modal sebesar K2 dan tenaga kerja sebesar L2 dan seterusnya.
2.1.3.2. Investasi Langsung (Direct Investment)
Investasi langsung (Direct Investment)merupakan investasi yang melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang akan
yang di tetapkan, tujuan yang hendak di capai, tidak lepas dari pihak yang
berkepentingan (investor asing). Investasi langsung, langsung di perjual belikan
dipasar uang (money market), pasar modal (capital market) dan pasar turunan
(derivative market).
2.1.3.3. Investasi Tidak Langsung (Portofolio)
Investasi tidak langsung (portofolio) merupakan investasi keuangan yang di lakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan harapan
mendapat manfaat finansial dari investasi tersebut. Bentuk investasi portofolio
yang sering di temui adalah pembelian obligasi/perusahaan asing, tanpa kontrol
manajemen di perusahaan investasi.
2.1.4 Analisis Input-Output
Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel
Input-Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel
Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendesrkripsikan suatu industri
dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara
mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977).
Menurut BPS (2000), Tabel Input-Output adalah suatu tabel yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor
ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Selain itu Tabel I-O dapat
menyajikan informasi dalam menggambarkan keterkaitan antara suatu sektor
dengan sektor lainnya. Isian sebelum baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian
output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan
permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input
yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang
berupa input antara maupun input primer.
Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu
memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa barang produksi dalam
negeri maupun impor.
4. Struktur permintaan barang dan jasa baik berupa permintaan oleh berbagai
sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, invenstasi dan ekspor.
Adapun kegunaan model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang
lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output
antara lain adalah:
a. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai
tambah, impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai
sektor.
b. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa
terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
substitusinya.
c. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara
langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
d. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan
sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.
e. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro.
f. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistic yang pada
gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan
pengembangan lebih lanjut.
2.1.5 Struktur Tabel Input-Output
Format tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran
“n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran
mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Untuk memberikan
gambaran yang lebih lengkap dan jelas, maka gambaran lengkap format Tabel
Input-Output disajikan pada Tabel 2.1. Dalam tabel tersebut, output yang
diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan kepada permintaan antara
Sektor produksi (sektor asal) disajikan disebelah kiri dan sektor tujuan disajikan
disebelah atas Tabel. Sedangkan input-input yang diperlukan oleh masing-masing
sektor disajikan searah kolom (bagian vertikal).
Tabel 2.1 Kerangka Dasar Tabel Input-Output
Permintaan Antara Permintaan
Akhir
Total
Output Sektor Produksi
1 2 … n
Input
Antara
Sektor
Produksi
1 x11 x12 … x1n D1 X1
2 x21 x22 … x2n D2 X2
. . . … . . .
. . . … . . .
n … xnn Dn Xn
Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn
Total Input X1 X2 … Xn
Sumber: Miller dan Blair dalam Sahara et.al, 2007 (dimodifikasi)
Jika dalam Tabel Input-Output tersebut diperlihatkan secara baris
(horizontal), maka alokasi output dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam
persamaan yaitu:
x11 + x12 +….+x1n + D1 = X1
x21 + x22 +….+x2n + D2 = X2
. . (2.2)
. .
. .
xn1 + xn2 +….+xnn + Dn = Xn
dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi:
∑
untuk i = 1, 2, 3 … dst. Dimana Xij adalah banyaknya output sektor i yang
digunakan sebagai input oleh sektor j dan Di adalah permintaan akhir terhadap
sektor i serta Xi adalah total output sektor i.
∑
Sedangkan angka-angka yang berada di kolom (vertical) menunjukkan
input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk
melaksanakan proses produksi. Jika dalam Tabel Input-Output tersebut
diperlihatkan secara kolom (vertikal), maka alokasi input dapat diperlihatkan
secara keseluruhan dalam persamaan yaitu:
x11 + x21 +….+xn1 + V1 = X1
x12 + x22 +….+xn2 + V2 = X2
. . (2.4)
. .
. .
x1n + x2n +….+xnn + Vn = Xn
dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi:
Untuk j = 1, 2, 3 …dst. Dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari
sektor j.
(2.5)
Berdasarkan Tabel 2.1 diatas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-Output,
yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV dengan masing-masing
penjelasan sebagai berikut:
1. Kuadran I (Intermediate Quadrant)
Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa
yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi
mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian.
Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam melakukan proses produksinya.
2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)
Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir
adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga,
pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.
3. Kuadran III (Primary Input Quadrant)
Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem
pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak
langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk
domestic bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)
Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi
langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui
sistem produksi atau kuadran antara.
2.1.6 Asumsi-Asumsi Keterbatasan Input-Output
Dalam analisis menggunakan model Input-Output, karena bersifat statis
dan terbuka maka terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi
(Priyarsono, D. S, et.al, 2007), yaitu: 1. Keseragaman (Homogenity)
Asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis
barang dan jasa dengan susunan input tunggal dan tidak ada substitusi otomatis
terhadap input dari output sektor yang berbeda.
2. Penjumlahan (Aditivity)
Asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor
merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut
secara terpisah.
3. Kesebandingan (Proportionality)
Asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor
produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan
input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output
yang dihasilkan oleh sektor tersebut.
Model Input-Output memiliki beberapa keterbatasan dalam penggunaanya.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah :
1. Memerlukan biaya yang besar dalam penyusunannya.
2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada
maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap.
3. Koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis sehingga
produksinya dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga
input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.
4. Data hanya tersedia untuk tahun tertentu berdasarkan Tabel Input-Output
yang dipublikasikan.
5. Analisisnya bersifat statis.
Sulit melakukan prediksi Tabel Input-Output pada masa yang akan datang.
2.1.7 Kerangka Analisis
Menurut Jensen et.al (1979) aspek-aspek analisis Input-Output yang berfungsi dan berkedudukan penting dalam analisis perekonomian yaitu:
1. Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan merupakan suatu konsep yang biasa digunakan sebagai
dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi melalui adanya peninjauan
terhadap keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Terdapat dua jenis konsep
keterkaitan dalam yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total
pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan
(forward linkage) yang menunjukan hubungan antar sektor dalam penjualan
terhadap total penjualan output yang dihasilkan.
Dengan menggunakan konsep keterkaitan ini maka dapat diketahui
besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor
lainnya melalui proses induksi. Koefisien langsung dalam model I-O dapat
menunjukan adanya keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam
pembelian dan penjualan input antara. Sedangkan matriks kebalkan Leontief atau
yang disebut juga koefisien keterkaitan dapat menunjukan adanya keterkaitan
langsung dan tidak langsung. Matriks ini mengandung informasi yang penting
tentang struktur perekonomian suatu wilayah.
2. Analisis Dampak Penyebaran
Analisis ini merupakan analisis lanjutan yang menggunakan matriks
kebalikan. Analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak
langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai
dilakukan karena indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan
ataupun ke belakang yang telah diuraikan belum memadai untuk digunakan
sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Analisis dampak penyebaran terbagi
menjadi dua bagian yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
3. Analisis Multiplier
Dalam Model Input-Output terdapat tiga jenis analisis multiplier yang menggunakan koefisien teknis sebagai dasar perhitungannya, yaitu :
1. Multiplier output
Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek
awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan
moneter.
2. Multiplier pendapatan
Penggandaan ini mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya
perubahan output dalam perekonomian.
3. Multiplier tenaga kerja
Penggandaan ini menunjukan adanya perubahan pada tenaga kerja yang
disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output.
Multiplier Tipe I dan II dapat mengukur efek dari output, pendapatan, dan
tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena
adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja
yang ada di suatu wilayah.
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam
perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak
dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian,
penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian,
industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya. Setiap
penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan
langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang
(direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan
pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian
terdahulu yaitu Dwi Yuli Mustikasari yang berjudul Peran sektor industri
pengolahan dalam perekonomian di provinsi Jawa Tengah (2005), Surya Agus
Setiawan yang berjudul Analisis peranan sektor industri pengolahan dan
pengaruhnya terhadap perekonomian Kabupaten Jepara (2005) dan Oktavianita
BR Bangun yang berjudul Analisis peran sektor industri pengolahan terhadap
perekonomian provinsi Sumatera utara (2008) didapatkan adanya persamaan
dalam alat analisis dari penelitian yang mereka lakukan. Ketiga penelitian tersebut
menggunakan metode analisis Input-Output.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari dalam skripsinya
menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian
Provinsi Jawa Tengah. Tabel I-O Provinsi Jawa tengah tahun 2000 yang
digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan
memiliki keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan terbesar, menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan sektor
lainnya. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung,
langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah sektor industri makanan,
minuman dan tembakau dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Dari
hasil analisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan memiliki nilai
terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, hal ini menunjukkan sektor industri
pengolahan di Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan yang kuat dalam
menarik dan mendorong sektor hulu dan hilirnya. Hampir semua sub sektor
industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu
kecuali industri migas. Sub sektor industri yang memiliki nilai kepekaan
penyebaran terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki.
Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II sektor industri pengolahan juga memiliki nilai terbesar, sub sektor yang memiliki nilai
pengganda output tipe I dan tipe II terbesar adalah industri tekstil, barang dari
kulit dan alas kaki. Sedangkan jika dilihat dari hasil analisis multiplier pendapatan sektor industri pengolahan, nilainya tidak terlalu signifikan baik tipe I dan tipe II.
industri pengolahan dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sangat besar
dilihat dari nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II yang menduduki peringkat pertama, sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier
tenaga kerja terbesar adalah industri makanan, minuman dan tembakau.
Penelitian yang dilakukan oleh Surya Agus Setiawan dalam skripsinya
menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya
terhadap perekonomian Kabupaten Jepara. Berdasarkan hasil analisis terhadap
Tabel I-O Kabupaten Jepara tahun 2001 yang digunakan dalam penelitian ini
menyatakan bahwa sektor industri pengolahan secara keseluruhan memiliki
keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi
dengan sektor-sektor lain baik sektor pengguna input maupun output, sektor ini
dapat dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lainnya baik hulu maupun
hilir. Sub sektor yang memiliki nilai terbesar pada keterkaitan langsung ke depan
adalah sub sektor industri karet. Sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah
industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kayu.
Untuk keterkaitan langsung ke belakang sub sektor industri kayu memiliki nilai
terbesar, kemudian sub sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah industri
tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, dan industri mineral non
logam. Sedangkan pada analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan, tiga sub sektor utamanya adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri
karet, industri makanan dan minuman. Tiga besar sub sektor utama pada Analisis
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang adalah industri tekstil dan
pakaian jadi, industri kayu, industri makanan dan minuman. Berdasarkan analisis
multiplier, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mampu diandalkan
dalam meningkatkan pertumbuhan di Kabupaten Jepara, khususnya dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat. Sub sektor industri
tekstil dan pakaian jadi, industri karet, dan industri makanan dan minuman
merupakan tiga sub sektor industri utama dengan kontribusi yang cukup besar
terhadap multiplier output (Tipe I dan II). Pada analisis multiplier pendapatan
(Tipe I dan II), tiga sub sektor utama yang mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat adalah industri makanan dan minuman, industri karet, dan industri
menunjukkan bahwa daya penyebaran ke belakang (koefisien penyebaran) lebih
besar dibandingkan dengan daya penyebaran ke depan (kepekaan penyebaran).
Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan
yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan output industri hulunya
dibandingkan dengan kemampuan untuk mendorong output industri hilirnya.
Secara khusus sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi memiliki nilai terbesar
pada kedua analisis daya penyebaran tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh industri
kayu dan industri makanan dan minuman pada analisis kepekaan penyebaran, dan
industri karet serta industri makanan dan minuman pada analisis koefisien
penyebaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianita BR Bangun dalam skripsinya
menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya
terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Tabel I-O Kabupaten Jepara
tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor
industri pengolahan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan
struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah,
investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral.
Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap sektor
lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan
hilirnya. Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II, industri
pengolahan menempati urutan ke dua dan ke tiga dan multiplier pendapatan tipe I
dan II menempati urutan ketiga. Sedangkan untuk multiplier tenaga kerja, sektor
industri pengolahan menempati urutan pertama, hal ini berarti sektor ini mampu
diandalkan dalam mengatasi masalah pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.
Sub sektor industri kayu dan sub sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
merupakan kontribusi utama terhadap multiplier output tipe I dan tipe II. Pada
analisis multiplier pendapatan (tipe I dan tipe II) yang mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara adalah sub sektor industri
makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan pada analisis multiplier tenaga
kerja tipe I dan tipe II, sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau
mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak bagi masyarakat. Oleh karena itu
dapat dilakukan dengan memilih lima sub sektor sebagai fokus pengalokasian
investasi dalam mengatasi masalah pengangguran, sub sektor tersebut adalah sub
sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sub sektor industri kimia,
minyak bumi, batubara dan plastik, sub sektor industri logam dasar, sub sektor
industri kayu dan sub sektor industri logam, mesin, dan perlengkapan.
Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari (2005), Surya Agus
Setyawan (2005), dan Oktavianita BR Bangun (2008) dalam hal cakupan wilayah.
Penelitian ini memfokuskan pada suatu wilayah atau regional yang lebih luas
yaitu wilayah Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Input-Output dengan
klasifikasi 10 sektor dan 17 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan yaitu
Tabel IO Indonesia tahun 2008 atas dasar harga produsen. Dengan metode
penelitian ini akan lebih dapat menjelaskan kondisi terkini dari perekonomian
Indonesia. Dan dalam penelitian ini memperlihatkan adanya investasi yang
diberikan pada sektor industri pengolahan yang tidak dilakukan dalam penelitian
sebelumnya.
2.1.9 Kerangka Pemikiran Operasional
Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai kontribusi
terbesar dalam memberikan sumbangan terhadap PDB. Keberadaan sektor
industri pengolahan tentunya didukung oleh sektor lain sebagai pendukung,
sehingga antara sektor industri pengolahan dengan sektor lain terdapat suatu
hubungan keterkaitan. Apabila terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada
sektor industri pengolahan, hal ini akan berdampak juga pada peningkatan
penyerapan tenaga kerja total pada sektor perekonomian. Namun kondisi pada
saat ini kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan kurang
mampu untuk menyerap tenaga kerja yang tinggi. Kontribusi sektor Industri
Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga
kerjanya. Oleh karena itu agar masalah tersebut dapat teratasi, maka sektor
industri pengolahan harus diberikan dana investasi. Dengan diberikannya dana
positif pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total di seluruh sektor
perekonomian Indonesia.
Pengolahan data analisis Input-Output dengan menggunakan bantuan
software program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft
Excel 2007 serta menggunakan asumsi dan keterbatasan model Input-Output.
Untuk melihat peranan sektor industri pengolahan maka dilakukan analisis
Input-Output yang terdiri dari analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, dan
analisis multiplier, kemudian untuk melihat dampak investasi, maka dilakukan simulasi investasi yang dimasukkan ke dalam tabel I-O. Sehingga akan
didapatkan peranan sektor industri pengolahan dan dampak investasinya terhadap
perekonomian Indonesia. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disusun
alur kerangka penelitian ini dalam Gambar 2.4 :
Permasalahan Ekonomi Indonesia - Penyerapan Tenaga Kerja
- Pengangguran
Pembangunan Sektor Industri Pengolahan
Pembangunan Ekonomi
Analisis Input Output
Analisis Struktur Permintaan Akhir Analisis Keterkaitan Analisis Multiplier
Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Dasar pengagregasian tersebut adalah untuk melihat keterkaitan yang erat antar sektor dan subsektor tertentu.
Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dan selain Tabel Input-Output, digunakan juga data pendukung lainnya seperti studi kepustakaan dan literatur lain yang diperoleh dari perpustakaan IPB, media cetak, dan media internet. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software
program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excel 2007.
3.2. Metode Analisis Model Input-Output
Model I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan sektoral. Dengan menggunakan analisis I-O dapat
diputuskan sektor-sektor mana saja yang dijadikan sebagai leading sektor dalam
pembangunan ekonomi. Suatu sektor yang terindikasi sebagai sektor pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikannya bersifat berganda.
Dari tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan sektor industri pengolahan sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input terhadap sektor lain serta mengetahui dampak yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier.
3.2.1. Koefisien Input
Koefisien input yang disebut juga koefisien teknologi merupakan perbandingan antara banyaknya input antara yang berasal dari sektor i yang
untuk i dan j = 1, 2, 3, ….., n.
fisien input
us koefisen input diatas, maka dapat disusun matriks
+ ………. + + =
(3.2) atau :
…
…
(3.3) A
X -1 F (3.4)
dimana :
I : Matriks identitas F : Permintaan akhir X : Jumlah output (I-A)
)-1
: Matriks kebalikan Leontief
iks kebalikan dapat menganalisis beberapa hal, diataranya ialah
aupun ke belakang antar sektor. patan, dan tenaga kerja.
aan penyebaran.
(3.1)
dimana : = Koe
Sesuai dengan rum sebagai berikut :
+ ………. + + =
+ ………. + + =
+ =
…
X + F = X
= (I-A)
AX + F = X atau F = (I-A) X
: Matriks Leontief (I-A
Matr sebagai berikut :
1. Keterkaitan langsung ke depan m
2. Multiplier output, penda
eterkaitan berguna untuk melihat keterkaitan antar sektor. gsung ke depan, dan keterkaitan
. Keterkaitan Langsung ke Depan
ke depan menunjukan akibat suatu sektor tertentu
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu se tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut
an permintaan total.
dimana :
= Keterkaitan langsung ke belakang knis
epan menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor 3.2.2. Analisis Keterkaitan
Analisis k
Keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan lan belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
langsung dan tidak langsung ke belakang.
1
Keterkaitan langsung
terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan total. Keterkaitan ini dapat dirumuskan :
(3.5)
dimana :
= Keterkaitan langsung ke depan = Unsur matriks koefisien teknis
ktor
secara langsung per unit kenaik
(3.6)
= Unsur-unsur koefisien te
tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
imana :
tidak langsung ke depan sektor i. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
g.
taan total.
imana :
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i.
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran
Beberapa analisis keterkaitan (indeks keterkaitan) yang telah diuraikan di i landasan dalam emilih
bulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
(3.7)
i = Keterkaitan langsung dan
d
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakan
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permin
(3.8)
d
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
atas sebelumnya ternyata belum memadai untuk dipakai sebaga
p an sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan
nsep ini berguna untuk megetahui distribusi manfaat dari
pengembangan su i
mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai
kemampua industri hulunya.
Sektor j dikatakan memiliki kaitan ke belakang lebih tinggi apabila Pdj memiliki
us yang digunakan untuk mencari nilai
Pdj = Koefisien penyebaran sektor j
= Unsur matriks kebalikan Leontief
untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lainnya yang memakai input dari sektor ini. Sektor i
dikatak yeb ran yang tinggi apabila nilai Sdi leb
dari satu. Rumus yang digunakan :
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) Ko
atu sektor terhadap perkembangan sektor lainnya melalu
n suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan
nilai lebih besar daripada satu. Rum koefisien penyebaran adalah :
Pdj = (3.9)
; untuk i dan j = 1, 2, 3, …, n dimana :
n = Jumlah sektor
Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebaran.
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) Konsep ini bermanfaat
(3.10)
= Unsur matriks kebalikan Leontief n = Jumlah sektor
jukan bahwa kenaikan
kepekaan dan keofisien penyebaran dapat menunjukan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih tinggi daripada nilai kepekaan p nyebarannya maka sektor tersebut memiliki kemampuan menarik
dengan sektor hilirnya.
3.2.4. Analisis Pengganda (Multiplier)
ana is penggandaan yang digunakan ialah
output , multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja.
ef, baik untuk model terbuka (αij )
ukan nilai-nilai dari pengganda
utput, kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam
Sdi =
; untuk i dan j = 1, 2, 3, …, n dimana :
Sdi = Koefisien penyebaran sektor i
Nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor menun
satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya nilai output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor-sektor tersebut, termasuk sektor-sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebaran. Apabila nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor bernilai lebih dari satu (tinggi), maka sektor i tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya.
Perbandingan antara nilai
e
yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya apabila dibandingkan
Dalam penelitian ini, lis
multiplier
Berdasarkan matriks kebalikan Leonti
maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditent
o pendapatan dan tenaga
Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja
Nilai
Pengganda
Output Pendapatan Tenaga Kerja
Efek Awal 1 hi ei
Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi ∑iaij ei
Efek Dukungan Industri
∑iαij -1-∑iaij ∑iαij hi - hi - ∑iaij hi ∑iαij ei - ei - ∑iaij ei
Efek Induksi Konsumsi
∑iα*ij - ∑iαij ∑iα*ij hi - ∑iαij hi ∑iα*ij ei - ∑iαij ei
Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi ∑iα*ij ei
Efek Lanjutan ∑iα*ij – 1 ∑iα*ij hi - hi ∑iαij ei - ej
Sumber: Daryanto, 2010
dimana: aij = koefisien output
hi = koefisien pendapatan rumah tangga
ei = koefisien tenaga kerja
ij triks kebalikan Leontief terbuka
α*ij = matriks kebalikan Leontief tertutup
Sedangkan untuk m
α = ma
elihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan patan, dan tenaga kerja, maka dihitung
Tipe I k awal + efek p rtama + e indus
per unit pengukuran dari sisi output, penda
dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut:
= efe utaran pe fek dukungan tri
efek awal
efek awal+efek putaran pertama+efek dukungan industri+efek konsumsi
Tipe II =
efek aw
imula ublik
alaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan
nan dan d industr ada
tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan dengan analisis
blik. Denga angkum damp analisis sim estasi
kemudian dapat diperbandi ak dari sing
pengembangan sektor industri pengolahan di indonesia. nalisis dampak investasi dalam penelitian ini dilakukan dengan memasukkan
al
3.3 Analisis S W
si Investasi P
dianalisis pera Indonesia,
ampak sektor i pengolahan terh p perkonomian
investasi pu n mer ak dari ulasi inv
publik tersebut ngkan damp masing-ma
n beserta subsektor industri enelitian ini sikan total kepada sektor
ktor industri PMDN tahun
ayah.
nsep serta definisi dari Indutri engolahan, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah embentukan modal tetap, perubahan
produksinya dihitung sebagai bagian dari output wilayah tertentu. Oleh roduk domestik. Unit usaha yang pro
shock pada bagian investasi sektor industri pengolaha
pengolahan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam p diasumsikan sebesar Rp 86,66 triliun yang dialoka
industri pengolahan dan secara merata pada subsektor-subse pengolahan. Nilai investasi tersebut berasal dari total investasi
2006-2010, disini diasumsikan mengambil nilai total investasi selama lima tahun dikarenakan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang merupakan suatu strategi perencanaan pembangunan suatu daerah atau wil
3.4. Konsep dan Definisi Operasional Data Konsep dan definisi menjelaskan ko P
tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, p
stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y., 2010).
1. Industri
Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
2. Output
Output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksi maupun usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka
karena itu, output sering dikatakan sebagai p
tara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
tara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa an dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan
4.
m kegiatan produksi ja keluarga yang tidak dibayar.
tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.
3. Input Antara
Input an
yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama, adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Contoh dari input an
perbank
gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi atas dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut.
Input Primer
Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan input antara.
a.Upah dan Gaji
Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dala
selain peker
b.Surplus Usaha
Netto
ng netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan
produsen. Subsidi disebut juga langsung negara.
5. Pe
Pe pr pe pr
6. Pe
Permintaan akhir merupakan permintaan akan barang dan jasa selain permintaan untuk sektor produksi juga terdapat permintaan untuk konsumsi akhir. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga,
onsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap bruto, pe
(i)
h rumah tangga dan badan-badan yang tidak
eri. nsumsi Pemerintah
c.Penyusutan
Penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.
d.Pajak Tak Langsung
Pajak tak langsu
subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada
sebagai pajak tak rmintaan Antara
rmintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi oses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah nawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam oses produksi.
rmintaan Akhir
pengeluaran k
rubahan stok, dan ekspor-impor.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan ole
mencari untung, dikurangi nilai netto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukkan modal tetap sektor usaha persewaan tanah dan
bangunan (real estate). Barang dan jasa juga mencakup konsumsi yang
dilakukan di dalam dan di luar neg
(ii) Pengeluaran Ko
ngkatan bersenjata (pertahanan). Modal Tetap Bruto (PMTB)
usen, termasuk perubahan ternak trategis yang merupakan cadangan
(v)
u transaksi barang dan jasa
, jasa asuransi, dan berbagai jasa lainnya. elibatkan seluruh penduduk yang meliputi badan kecuali yang sifatnya pembentukkan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan a
(iii)Pembentukkan
Pembentukkan modal tetap bruto mencakup semua biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor. Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan, kendaraan dan angkutan, serta barang modal lainnya.
(iv) Perubahan Stok
Perubahan stok juga merupakan pembentukkan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Stok biasanya dipegang oleh produsen yang merupakan hasil produksi yang belum sempat dijual oleh konsumen
sebagai bahan-bahan (inventory) yang belum sempat digunakan.
Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (1) perubahan stok barang setengah jadi yang disimpan oleh prod
dan unggas serta barang-barang s
nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.
Ekspor dan Impor
Ekspor dan impor merupakan kegia