Area Development of Payangan Agropolitan, Gianyar Regency, Bali Province. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and SETIA HADI
Payangan Agropolitan is an area of agricultural development that has the tourism potential. Along with development of the agricultural sector, the tourism sector also developed. However, there were trends that agriculture sector forced by development of other sectors; one of them was the tourism sector. Thus, in further development need to be done in an integrated manner. Objectives of this research were: (1) To find out the relationship between tourism sector and others; (2) To find out the potential of tourist attractions to be developed in the region of Payangan Agropolitan; (3) Knowing the tourist's perception of the factors that affects tourist visitation to the Area of Payangan Agropolitan; (4) Formulate plans and strategies of integrated tourism development with area development of Payangan Agropolitan in the framework of area development. The results show that via linkage and multiplier effects analysis, the tourism was the main sector. Analysis on the tourism potential showed that the most preferred was nature-related tourism. From analysis on the factors of tourist visit, there were five dominant influential factors, namely: services; tourism and attraction types; the available facilities; transportation facilities, and promotion. Furthermore, on the subsequent analysis obtained three main strategies in the integrated development of tourism with area development of Payangan Agropolitan, namely: improving the sectoral linkage with improving integration of inter-existing sectors via development of science and technology; introducing and offering the existing tourism potential with development of tourism packages via a partnership of government, private and public; and strengthening the tourism by establish partnerships and networks.
Pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan SETIA HADI.
Agropolitan Payangan merupakan kawasan pengembangan pertanian yang memiliki potensi obyek wisata. Seiring dengan berkembangnya sektor pertanian, sektor pariwisata juga ikut berkembang. Namun dalam perkembangannya ada kecenderungan sektor pertanian terdesak perkembangan sektor lainnya, salah satunya oleh sektor pariwisata. Pengembangan wilayah sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak selalu dilakukan dengan mengubah secara fisik suatu wilayah, tetapi akan efektif dan efisien bila dilakukan dengan menggali dan meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki dan memadukan antar potensi yang ada. Sehingga dalam pengembangan kawasan Agropolitan Payangan selanjutnya perlu dilakukan secara terpadu. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya saat ini; (2) mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di kawasan Agropolitan Payangan; (3) mengetahui persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan; dan (4) merumuskan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data primer berupa data hasil survei lapangan dan data sekunder berupa informasi dan data dari literatur-literatur yang didapat dari instansi terkait seperti BPS, BAPPEDA, Dinas Pariwisata, perpustakaan, dan lainnya. Mengawali pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan. Informasi dan data yang berhasil dikumpulkan digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan penelitian utama selanjutnya.
Keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya dianalisis dengan Tabel Input-Output Kabupaten Gianyar yang diperoleh dari Tabel Input-Output Kabupaten Badung yang diturunkan melalui metode RAS. Berdasarkan tabel Input-Output Kabupaten Gianyar, selanjutnya dilakukan beberapa analisis untuk mengetahui keterkaitan sektoral dan multiplier effect yangditimbulkannya. Obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan dapat diketahui dari analisis Scoring System melalui persepsi pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, dan wisatawan yang didapat dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan. Persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan dapat diketahui dari Analytical Hierarchy Process (AHP) dari responden wisatawan. Untuk menyusun rumusan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah, dianalisis dengan A’WOT dari responden pemerintah, swasta dan akademisi. A’WOT merupakan metode hibrid yang menggabungkan metode SWOT dengan metode AHP.
Berdasarkan keunikan, kekhasan, dan pertimbangan dengan tokoh masyarakat setempat, terdapat 6 (enam) Obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan, yaitu: Agrowisata Payangan, Sungai Ayung, Nyepi Kasa, Aci Keburan, Desa Pakraman Pausan, dan Sarkofagus. Berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing obyek wisata, apabila dikelompokkan dapat diketahui 3 kelompok obyek wisata yang paling disukai saat ini yaitu obyek wisata yang berkaitan dengan alam (Sungai Ayung dan Agrowisata Payangan), kedua adalah obyek wisata yang berkaitan dengan adat dan tradisi masyarakat setempat (Nyepi Kasa, Desa Pakraman Pausan, dan Aci Keburan), dan ketiga adalah obyek wisata sejarah dan situs kepurbakalaan (Sarkofagus).
Hasil AHP menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan menurut persepsi wisatawan adalah: (1) pelayanan; (2) jenis wisata dan atraksi yang ditawarkan; (3) fasilitas yang tersedia; (4) sarana transportasi; dan (5) promosi. Faktor pelayanan, yang berpengaruh adalah keramahan masyarakat setempat dan kebersihan lingkungan, berpengaruh positif. Sementara itu, pemandu wisata dan kios (pedagang asongan) berpengaruh negatif. Faktor jenis wisata dan atraksi yang ditawarkan, yang berpengaruh positif adalah wisata budaya dan pada wisata alam termasuk agrowisata.
Serangkaian analisis dalam metode A’WOT, dapat disusun rumusan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah. Berdasarkan analisis matriks internal-eksternal (IE), strategi yang bisa dilakukan yaitu melalui strategi pertumbuhan dengan lebih berkonsentrasi pada integrasi vertikal. Hasil analisis matriks space dapat mempertajam strategi yang akan dikembangkan. Dimana strategi yang dikembangkan berada di Kuadran I yaitu melalu strategi agresif. Oleh karena itu strategi alternatif yang dikembangkan adalah strategi SO (Strengths – Opportunities) sebagai strategi utama, yaitu strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya. Ada tiga rencana dan strategi utama, yaitu: (1) rencana meningkatkan keterkaitan sektoral, dengan strategi meningkatkan keterpaduan antar sektor yang ada melalui pengembangan iptek; (2) memperkenalkan dan menawarkan potensi obyek wisata yang ada, dengan pengembangan paket-paket wisata melalui kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat; dan (3) memperkuat kepariwisataan, dengan membangun kemitraan dan membentuk jejaring.
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan konsep pembangunan yang lebih menitikberatkan pada
pengembangan sektor sekunder bertujuan untuk meningkatkan perekonomian.
Perindustrian sebagai sektor sekunder lebih banyak dibangun di perkotaan dengan
harapan mampu menimbulkan dampak menetes ke bawah (tricle down effect),
ternyata tidak berjalan sesuai harapan dan yang terjadi adalah backwash effect.
Kondisi ini timbul karena pengembangan sektor sekunder yang dilakukan tanpa
mendukung pengembangan sektor primer (pertanian) yang dominan berada di
pedesaan. Menghadapi kondisi seperti ini di pedesaan, diperlukan suatu upaya
untuk mengimbangi pembangunan di perkotaan.
Berdasarkan besarnya potensi yang dimiliki Kabupaten Gianyar pada
sektor pertanian, maka pemerintah daerah melalui Keputusan Bupati Gianyar
Nomor 194 tahun 2003 menetapkan Kecamatan Payangan sebagai Kawasan
Agropolitan. Dalam Master Plan Kawasan Agropolitan Payangan, Desa Kerta
ditetapkan sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), Desa Inti adalah Desa
Melinggih dan desa-desa yang ada disekitarnya seperti Desa Puhu, Melinggih
Kelod, Buahan Kaja, Buahan, Bukian, Kelusa dan Bresela sebagai desa pengaruh
(hinterland).
Kawasan Agropolitan Payangan terletak pada ketinggian 250-950 mdpl
memiliki morfologi landai dengan kemiringan lahan 0-15% dan sebagian pada
lembah-lembah dekat sungai memiliki kemiringan lahan di atas 15%. Kondisi
alamnya yang masih alami dengan hamparan lahan pertanian dengan didukung
suasana yang sejuk dan nyaman telah memberikan pemandangan yang menarik
bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Kunjungan wisatawan semakin
meningkat seiring meningkatnya aksesibilitas dengan dibangunnya sarana dan
prasarana penunjang kawasan seperti jalan dan jembatan. Peningkatan juga terjadi
pada fasilitas-fasilitas pariwisata dengan berkembangnya hotel, villa, dan restoran.
Posisi Kecamatan Payangan yang berbatasan langsung dengan dua kecamatan
yaitu Kecamatan Ubud dan Kecamatan Tegallang yang masih termasuk lingkup
perkembangan wisata di Payangan. Hal ini tentunya karena kedua kecamatan
tersebut telah lama menjadi daerah tujuan wisata.
Perkembangan kepariwisataan di Kabupaten Gianyar dalam lima tahun
terakhir mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan
dari beberapa obyek wisata yang ada, ditampilkan pada Tabel 1. Kunjungan
wisatawan tahun 2007 sebanyak 670.498 wisatawan atau naik 36,15 persen dari
tahun sebelumnya (2006) yang sebanyak 492.487 wisatawan. Kunjungan
wisatawan ke Kabupaten Gianyar terus mengalami peningkatan dan pada tahun
2010 mencapai 1.363.910 wisatawan.
Tabel 1 Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata di Kabupaten Gianyar Tahun 2006-2010
No Kecamatan Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
1. Gianyar 21.657 21.132 18.976 21.521 266.981
2. Tegallalang 63.471 95.366 109.871 109.325 117.354
3. Tampaksiring 175.180 210.098 270.997 330.329 405.344
4. Blahbatuh 74.653 107.168 134.941 162.335 196.514
5. Sukawati 69.739 121.869 89.160 95.874 229.791
6. Ubud 67.578 93.319 106.092 75.304 117.908
7. Payangan 20.209 21.546 20.666 17.948 30.018
Jumlah 492.487 670.498 750.703 812.636 1.363.910
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar (2011)
Kunjungan wisatawan yang cenderung terus meningkat merupakan
peluang besar untuk pengembangan lebih lanjut dengan menggali potensi-potensi
yang ada. Berdasarkan data PDRB Kecamatan Payangan tahun 2008-2009 seperti
ditunjukkan pada Tabel 2, sektor pertanian masih mendominasi dalam
menyumbang PDRB tentunya karena pertanian merupakan mata pencaharian
utama masyarakat Payangan, selanjutnya diikuti sektor jasa-jasa dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran. Melihat kondisi yang demikian, untuk
mengembangkan sektor pariwisata perlu dilakukan secara terpadu dengan
pengembangan pertanian disamping memperhatikan sektor-sektor yang lain. Hal
ini penting agar pengembangan sektor pariwisata yang akan dilakukan tidak
justru membuat pertanian terpinggirkan, tetapi mampu memberikan nilai tambah
Tabel 2 PDRB Berlaku dan PDRB Konstan Kecamatan Payangan Menurut Sektor Tahun 2008-2009 (Milyar)
Sektor/Lapangan Usaha PDRB Berlaku PDRB Konstan
2008 2009 2008 2009
1. Pertanian 178,46 195,00 95,18 96,71
2. Pertambangan dan penggalian - - - -
3. Industri pengolahan 46,61 53,55 25,25 27,11
4. Listrik, gas, dan air bersih 4,45 5,28 2,31 2,45
5. Bangunan 10,25 13,03 4,58 5,09
6. Perdagangan, hotel & restoran 72,78 84,17 46,47 49,28
7. Pengangkutan & komunikasi 6,34 7,09 3,31 3,45
8. Keuangan, persewaan, & jasa perusahaan 20,78 24,46 11,15 11,98
9. Jasa-jasa 122,03 139,59 62,24 67,14
Produk Domestik Regional Bruto 161,69 522,17 250,48 263,22
Sumber : BPS dan Bappeda Kabupaten Gianyar (2010c)
Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar dalam mempercepat pembangunan
wilayah berupaya mengaitkan pembangunan sektor pertanian dengan sektor
pariwisata, berdasarkan kebijakan yang diambil, yaitu akan menjadikan Kawasan
Agropolitan Payangan sebagai kawasan agrowisata. Sebagai langkah awal, tahun
2010 telah dilakukan pendataan potensi agrowisata Payangan. Pendataan
dilakukan terkait potensi lingkungan fisik maupun non fisik, sektor ekonomi dan
budaya yang mendukung pengembangan agrowisata. Penilaian yang dilakukan
didasarkan atas : 1) adanya potensi unggulan kawasan yang didukung aspek fisik
dasar dan aspek fisik binaan, sarana dan prasarana yang mendukung, ada tidaknya
komoditas/produk unggulan, aksesibilitas, dan potensi unggulan lainnya; 2)
potensi sumber daya manusia; 3) persepsi masyarakat terhadap dikembangkannya
kawasan tersebut sebagai obyek agrowisata; dan 4) kebijakan pemerintah yang
mendukung. Hasil pendataan menunjukkan, lokasi yang berada pada Kawasan
Agropolitan Payangan yang dinyatakan layak dikembangkan sebagai obyek
agrowisata adalah Desa Kerta dan Desa Buahan Kaja serta persepsi masyarakat
secara umum setuju daerahnya dikembangkan sebagai obyek agrowisata.
Pendataan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
belum melihat secara makro keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor
keterpaduan. Keterkaitan antar sektor ini perlu dilihat untuk mengetahui
sektor-sektor apa saja yang perlu ditingkatkan dalam mendukung keterpaduan
pembangunan antar sektor dalam pengembangan wilayah.
Disamping potensi agrowisata yang telah terdata, masih banyak lagi
potensi-potensi lain di Kawasan Agropolitan Payangan yang masih perlu
diketahui untuk dikembangkan sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).
Semakin banyak potensi ODTW yang bisa dikembangkan, semakin banyak
pilihan-pilihan yang bisa ditawarkan kepada wisatawan.
Hal yang tidak kalah penting perlu diketahui terhadap pengembangan
suatu obyek wisata di Kawasan Agropolitan Payangan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan wisatawan. Maju tidaknya suatu obyek wisata bisa
dilihat dari banyak dan lamanya kunjungan wisata yang terjadi. Oleh karena itu,
faktor-faktor ini perlu diketahui untuk dapat mengambil langkah-langkah yang
tepat dalam memajukan suatu kawasan wisata.
Perkembangan pariwisata di Kawasan Agropolitan Payangan selama ini
cukup bagus. Namun ada indikasi bahwa keterlibatan masyarakat masih sangat
kurang. Masyarakat, alam, dan budaya setempat hanya sebagai obyek semata.
Kedepan, dalam mengembangkan potensi yang ada, perlu dilakukan pengelolaan
yang lebih baik dengan memberdayakan masyarakat sekitar, sehingga bisa
menguntungkan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pengelolaan
kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu menumbuhkan
perekonomian suatu daerah melalui penggunaan bahan dan produk lokal, serta
memberikan kesempatan kepada pengusaha dan masyarakat lokal untuk berperan
dalam penyediaan barang dan jasa pada proses pelayanan di bidang
kepariwisataan (Purba 2011).
Berdasarkan kondisi dan alasan tersebut, perlu dilakukan penelitian
potensi obyek wisata dan keterpaduannya dalam pengembangan Kawasan
Agropolitan Payangan. Potensi obyek wisata yang dimaksud disini adalah alam,
lingkungan pertanian, sosial budaya masyarakat, dan peninggalan sejarah yang
bisa dijadikan ODTW, sedangkan keterpaduan dalam pengembangan kawasan
keberhasilan pengembangan kawasan tersebut diperlukan rumusan rencana dan
strategi.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam mengembangkan suatu wilayah
tidak selalu dilakukan dengan mengubah secara fisik suatu wilayah, tetapi akan
efektif dan efisien bila dilakukan dengan menggali dan meningkatkan
potensi-potensi yang dimiliki dan memadukan antar potensi-potensi yang ada.
Kecamatan Payangan secara ekologis merupakan salah satu kawasan
tujuan wisata di Kabupaten Gianyar. Seiring dengan dijadikannya sebagai
kawasan agropolitan, sektor pertanian mengalami perkembangan. Peningkatan
aksesibilitas kawasan, seperti terbangunnya sarana dan prasarana jalan turut
meningkatkan sektor wisata yang ada.
Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali
Tahun 2009-2029 menyatakan bahwa pengembangan sektor kepariwisataan yang
berlandaskan kebudayaan, diarahkan pada kepariwisataan berbasis masyarakat
melalui pengembangan wisata perdesaan (desa wisata), wisata agro, wisata eko,
wisata bahari, wisata budaya, wisata spiritual dengan penyediaan kelengkapan
sarana dan prasarana daya tarik pariwisata yang tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan dan daya dukung dan pengembangan ekonomi kerakyatan. Perda ini
juga menyatakan larangan dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan budidaya
pertanian menjadi non pertanian.
Menurut RPJMD Kabupaten Gianyar 2008-2013, untuk mendorong
pengembangan dan peningkatan kualitas kepariwisataan yang berwawasan
budaya, ramah lingkungan dan melibatkan peranserta masyarakat secara luas
dapat dilakukan melalui pengembangan pemasaran pariwisata, peningkatan sarana
dan prasarana pariwisata, dan pengembangan kemitraan kepariwisataan.
Keberhasilan pelaksanaan program tersebut membutuhkan dukungan berbagai
pihak, baik dari pemerintah sendiri, swasta, maupun masyarakat.
Menyikapi hal tersebut dan dalam rangka mengembangkan potensi yang
lain, ada indikasi bahwa sektor pertanian dan sektor pariwisata masih terlihat jalan
sendiri-sendiri, masih kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
potensi yang ada, dan belum optimalnya serapan produksi pertanian oleh sektor
pariwisata. Di sisi lain perkembangan pariwisata yang ada jangan sampai
mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan secara berlebihan, dimana sektor
pariwisata yang berkembang mendesak sektor pertanian yang ada. Untuk itu perlu
dilakukan pengelolaan yang lebih baik yaitu dengan mengembangkan antar sektor
yang ada secara terpadu dengan mempertimbangkan segala aspek, termasuk dari
segi wisatawan sendiri sebagai pengunjung dan pengguna jasa.
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini belum
terpadunya pengembangan sektor pariwisata dengan sektor lainnya, belum
diketahuinya potensi obyek wisata secara komprehensif, belum diketahuinya
faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan
Payangan, dan belum adanya rencana dan strategi pengembangan obyek wisata
secara terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam
kerangka pengembangan wilayah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya saat ini.
2. Mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan
Agropolitan Payangan.
3. Mengetahui persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi
kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan.
4. Merumuskan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara
terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam
kerangka pengembangan wilayah.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Gianyar dalam upaya mensinergikan kepariwisataan dalam
1.5 Kerangka Pemikiran
Pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dilakukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pertanian sebagai sektor utama dalam
kegiatan perekonomian masyarakat merupakan penyumbang PDRB paling besar
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Kondisi ini tentunya perlu tetap
dipertahankan dan ditingkatkan produktifitasnya.
Seiring dengan berkembangnya sektor pertanian, sektor pariwisata juga
ikut berkembang. Sektor pariwisata yang berkembang mendapatkan manfaat dari
alam dan lingkungan pertanian sebagai salah satu obyek daya tarik wisata. Hal
yang perlu dijaga disini adalah jangan sampai perkembangan pariwisata yang ada
malah menimbulkan eksploitasi alam dan lingkungan secara berlebihan, hingga
mengancam perkembangan sektor pertanian yang ada.
Pengembangan secara bersamaan kedua sektor ini sangat penting
dilakukan, yaitu dengan memadukannya, dimana antara kedua sektor dibuat
hubungan yang saling menguntungkan. Kegiatan pertanian tetap bisa dijaga
kelestariannya dan produk-produk pertanian bisa memenuhi kebutuhan pariwisata.
Untuk pengembangan secara terpadu tersebut dibutuhkan komitmen yang kuat
dari stakeholders (masyarakat, swasta, dan pemerintah), sehingga peningkatan
kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Bagan alir kerangka pemikiran tertera
pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran
Stakeholders
Kawasan Agropolitan Payangan
Potensi obyek wisata
Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pengembangan secara
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan,
pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut. Wisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
obyek dan daya tarik wisata. Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu
yang menjadi sasaran wisata (Anonim 1990). Obyek dan daya tarik wisata dapat
berwujud masyarakat maju, keadaan alam, serta flora dan fauna.
Pariwisata sebagai salah satu kegiatan perjalanan manusia memiliki tujuan
untuk berekreasi. Pariwisata sebagai suatu aktifitas telah menjadi bagian penting
dari kebutuhan dasar masyarakat. Perkembangan pariwisata semakin pesat seiring
dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan politik. Menurut
Putra (2008) membangun pariwisata memerlukan perencanaan yang matang,
karena pariwisata disatu sisi merupakan suatu industri yang mampu memacu
pertumbuhan ekonomi dan di sisi lain bisa menimbulkan dampak negatif bila
tidak dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, menurut Sitorus (2004) peruntukan
suatu lokasi untuk rekreasi perlu sebelumnya dievaluasi kesesuaiannya.
Potensi obyek wisata merupakan segala sesuatu yang bila dikelola dengan
baik akan menimbulkan suatu daya tarik wisata. Menurut Suryasih (2008)
pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) harus memperhatikan
komponen 4A (Attraction, Accessibility, Amenities, Ancillary) yang saling
tergantung antara satu dengan yang lainnya, dimana suatu obyek wisata dikatakan
menarik bila ditunjang adanya atraksi, aksesibilitas memadai, dilengkapi berbagai
fasilitas yang dibutuhkan wisatawan, dan dikelola oleh pengelola yang
profesional. Disamping itu, suatu ODTW yang ideal harus memenuhi tiga syarat
dasar yaitu: something to see, something to do, dan something to buy. Syarat lain
yang tidak kalah penting suatu ODTW adalah unik, spesifik, dan ditunjang oleh
7K (Keamanan, Ketertiban, Kesejukan, Keramahtamahan, Kebersihan,
berkelanjutan (Sustainable Development Tourism) pengelolaan suatu ODTW
sebaiknya mempertimbangkan :
1. Penentuan zona (zoning) yaitu dengan menonjolkan obyek sentral sebagai
tujuan utama disusul produk pendukung lainnya.
2. Dilakukan secara bertahap.
3. Mengacu pada konservasi alam dan budaya.
4. Berbasis pada masyarakat lokal (community based tourism) dimana suatu
ODTW harus menguntungkan secara ekonomi, sosial, dan budaya.
5. Program pendidikan bagi masyarakat dan pekerja pariwisata untuk pelayanan
yang profesional.
6. Adanya pertukaran informasi antara masyarakat dan wisatawan terkait sosial
budaya masing-masing.
7. Adanya evaluasi terhadap dampak positif dan negatif pariwisata (Suryasih,
2008).
Keberhasilan pengelolaan suatu ODTW bisa dilihat berdasarkan tolok ukur antara
lain : meningkatnya kunjungan wisatawan, lama tinggal (lenght of stay), dan
kunjungan berulang-ulang (repeaters guest) (Suryasih 2008).
Spillane (1991) menyatakan bahwa kemajuan pengembangan industri
pariwisata sangat ditunjang oleh berbagai usaha yang dikelola secara terpadu
antara lain : 1) promosi untuk memperkenalkan obyek wisata, 2) transportasi yang
lancar, 3) kemudahan imigrasi atau birokrasi, 4) akomodasi yang menjamin
penginapan yang nyaman, 5) pemandu wisata yang cakap, 6) penawaran barang
dan jasa dengan mutu terjamin dan harga yang wajar, 7) pengisian waktu dengan
atraksi-atraksi yang menarik, 8) kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan
hidup.
Mathieson dan Wall (1992) menyatakan peningkatan permintaan
pariwisata disebabkan oleh : 1) pengembangan dan peningkatan agen perjalanan
dan tour operation, 2) pengembangan dari alat-alat baru untuk menjual produk
2.2 Pengembangan Kawasan Agropolitan
Pengembangan kawasan agropolitan adalah konsep pengembangan
wilayah yang berbasis pertanian bertujuan untuk mempercepat pembangunan
diperdesaan. Konsep ini lahir dilatarbelakangi oleh terjadinya ketimpangan
pembangunan antara perdesaan dengan perkotaan (Rustiadi dan Hadi 2006), dan
upaya membangun kemandirian perdesaan berdasarkan potensi yang dimiliki
(Sitorus 2010). Wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian
produktivitasnya terus menurun dan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan
ekonomi mengalami beban berlebihan dengan terjadinya urbanisasi yang
berdampak pada masalah-masalah sosial, dimana keduanya memiliki hubungan
yang saling melemahkan. Hubungan ini secara agregat wilayah keseluruhan akan
berdampak pada penurunan produktivitas wilayah (Rustiadi dan Hadi 2006).
Agropolitan sebagi konsep yang berbasis pada pengembangan sistem kewilayahan
memfasilitasi perkembangan kawasan perdesaan sehingga terjalin hubungan yang
saling memperkuat antara perdesaan dengan perkotaan (Rustiadi et al. 2005).
Pengembangan kawasan agropolitan adalah konsep pengembangan
wilayah yang berbasis pertanian bertujuan untuk mempercepat pembangunan di
perdesaan. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa usaha yang perlu dilakukan
yaitu dengan cara memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota yang telah
diselaraskan dengan kondisi di perdesaan, memperluas hubungan sosial ekonomi
dan politik, meningkatkan hubungan sosial masyarakat, menyeimbangkan
pendapatan antar desa-kota dengan membuka lebih banyak lapangan kerja, dan
menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya (Friedmann dan Douglass
1976).
Menurut Rustiadi dan Dardak (2008) pengembangan agropolitan
merupakan pendekatan pengembangan kawasan pertanian perdesaan sebagai
pusat pelayanan baru yang memiliki cakupan terbatas untuk pelayanan kebutuhan
pertanian, dimana memungkinkan masyarakat sekitarnya mendapatkan pelayanan
sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi sehingga
masyarakat setempat tidak perlu lagi ke kota untuk mendapatkannya. Dalam
pengembangan agropolitan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
2. Sebaran kegiatan permukiman dan pertanian
3. Keterkaitan pusat-pusat kegiatan produksi dari hulu ke hilir
4. Orientasi pusat-pusat pemukiman
5. Orientasi hubungan keluar kawasan untuk pemasaran produksi pertanian
Suatu wilayah dapat dijadikan agropolitan bila wilayah tersebut mampu
memberikan pelayanan jasa-jasa yang mudah dan murah maupun dalam produksi
dan pemasaran serta memiliki hinterland dengan kegiatan perekonomian utama
dibidang agribisnis (Sitorus dan Nurwono 1998).
Agropolitan sebagai konsep pembangunan terencana dan terintegrasi
mempunyai beberapa sasaran yaitu :
1. Meningkatkan ekonomi wilayah
2. Meningkatkan pendapatan
3. Memperbaiki distribusi pendapatan
4. Meningkatkan aliran komoditi, barang, jasa dan modal
5. Memperbaiki dan memelihara kualitas sumber daya alam dan lingkungan
6. Meningkatkan fungsi dan efektivitas kelembagaan pemerintah maupun sosial
di dalam wilayah
Sektor-sektor pendukung agropolitan meliputi, infrastruktur fisik, pendidikan,
sistem informasi, dan kelembagaan (Nugroho 2006).
Menurut Rustiadi et al. (2005) pengembangan agropolitan sebagai konsep
pembangunan wilayah dan perdesaan mempunyai beberapa tujuan, antara lain :
1. Menciptakan keberimbangan pembangunan perdesaan dengan perkotaan
2. Meningkatkan keterkaitan desa-kota yang bersinergi yaitu adanya hubungan
saling memperkuat
3. Mengembangkan ekonomi dan lingkungan permukiman perdesaan berbasis
aktivitas pertanian
4. Menciptakan pertumbuhan dan revitalisasi kota kecil
5. Memperluas basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
6. Menciptakan kemandirian daerah
7. Mengurangi terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota
8. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan
9. Memanfaatkan lahan menurut kesesuaian dan kemampuannya dengan
10.Mengupayakan komoditas dan produk olahan pertanian unggulan sebagai
sektor basis
11.Peningkatan sistem perekonomian secara skala maupun cakupan (economic of
scale dan economic of scope) dengan didukung oleh jumlah penduduk dan
luas kawasan (biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa
sampai gabungan satu hingga 3 kecamatan)
12.Menyediakan sarana dan prasarana permukiman mendekati standar perkotaan
serta sarana dan prasarana produksi yang memadai untuk masyarakat lokal.
Ditinjau dari aspek tata ruang, secara umum struktur hierarki sistem kota-kota
agropolitan terdiri dari: (1) orde paling tinggi sebagai kota tani utama dalam
lingkup wilayah agropolitan skala besar, (2) orde kedua sebagai pusat distrik
agropolitan, dan (3) orde ketiga sebagai pusat satuan kawasan pertanian (Sitorus
2011).
Isu-isu strategis yang menjadi permasalahan utama dalam pengembangan
agropolitan dilihat dari kelembagaan, masih lemahnya sistem pengelolaan
sehingga banyak sarana dan prasarana yang disediakan menjadi mubasir,
masyarakat kurang mendapat perhatian terhadap akses sumber daya baik
menyangkut lahan, air maupun finansial. Dilihat dari sisi masyarakat, masih
kurangnya partisipasi masyarakat dan sumber daya manusia yang kurang
memadai. Isu lainnya, masih lemahnya sistem tata niaga yang berdampak pada
tingginya fluktuasi harga, belum berkembangnya industri pengolahan. Dilihat dari
sisi tata ruang, dimana masih rendahnya pemahaman tentang kawasan
agropolitan, penataan ruang yang kurang sesuai, dan lemahnya keterkaitan
kawasan agropolitan dengan kota-kota disekitarnya.
2.3 Perencanaan Pengembangan Wilayah dengan Memadukan Kegiatan Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata
Konsep perencanaan pengembangan wilayah yang memadukan kegiatan
sektor pertanian dan sektor pariwisata, atau meletakkan sektor tersier di sektor
primer dimana konsep ini lebih dikenal dengan agrowisata. Menurut Vipriyanti
(1996) pengembangan agrowisata merupakan usaha agar dampak positif
diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antara pembangunan perkotaan
dengan perdesaan melalui transformasi ketenagakerjaan, sosial budaya, dan
diharapkan pula adanya penerimaan insentif bagi petani sehingga menimbulkan
rangsangan bagi petani untuk tetap menjaga pertaniannya dan mencegah
terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan.
Agrowisata secara definisi menurut Wicks dan Merrett (2003) bisa dilihat
dari dua perspektif. Pertama, berdasarkan perspektif pertanian, agrowisata
merupakan keterpaduan dua unsur yang komplek yaitu industri pertanian dan
perjalanan/wisata untuk membuka pasar baru yang menguntungkan dari produksi
pertanian dan jasa. Agropolitan sebagai pusat usaha pertanian memiliki hubungan
sebagai pertanian alternatif, memberikan nilai tambah produksi, pemasaran
produk pertanian secara langsung, dan mengembangkan masyarakat perdesaan.
Kedua, dilihat dari perspektif pariwisata, bagaimana menjual barang dan jasa
untuk wisatawan dan bukan untuk pasar lokal. Melalui pemasaran, promosi, dan
menyediakan sistem distribusi untuk produksi pertanian dalam satu pasar lokal,
ketika wisatawan sebagai pembeli maupun calon pembeli yang tertarik berada
jauh dari tempat pemasaran, merupakan sebuah tantangan bagi pengusaha
agrowisata. Pembangunan agrowisata dapat menjadi tujuan wisata yang lengkap,
seperti menyediakan atraksi sebagai pendukung dalam satu paket tujuan wisata.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan biofisik wilayah yang
sangat beragam, bila dilakukan pengelolaan dengan benar akan mampu menjadi
andalan perekonomian nasional. Kondisi pertanian mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keunikan
dan keragamannya yang bernilai tinggi memiliki potensi yang besar
dikembangkan sebagai agrowisata.
2.4 Penelitian-Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian Ini
Penelitian-penelitian mengenai kepariwisataan baik itu wisata alam
(ekowisata) maupun agrowisata telah banyak dilakukan. Pamulardi (2006) dalam
tesisnya menggali potensi agrowisata berwawasan lingkungan di Desa Wisata
Tingkir Lor Salatiga. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, dalam
berdasarkan the seven steps of planning. Hasil penelitian menunjukkan: 1)
Kelurahan Tingkir Lor memiliki potensi untuk dibangun dan dikembangkan
sebagai lokasi agrowisata berwawasan lingkungan, sekaligus mengembangkan
Desa Wisata Tingkir yang pada saat ini masih belum dapat disebut sebagai tempat
tujuan wisata. 2) Masyarakat mendukung pembangunan obyek wisata di Desa
Wisata Tingkir dengan konsep agrowisata berwawasan lingkungan. 3)
Berdasarkan pendekatan the seven steps of planning, maka model pembangunan
agrowisata berwawasan lingkungan di Desa Wisata Tingkir adalah dengan
mengembangkan budidaya agro sebagai obyek (atraksi).
Aryanto (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Strategi Pengembangan
Pariwisata Alam di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan” melakukan penelitian
dengan menganalisis potensi penawaran dan permintaan wisata di TNBBS,
menganalisis kebijakan pengelolaan TNBBS dan kebijakan kepariwisataan daerah
serta merumuskan strategi pengembangan pariwisata alam di TNBBS. Penelitian
ini dilakukan di Sukaraja Atas dan Kubuperahu dengan menggunakan metode
survei dan analisis deskriptif, analisis terhadap kebijakan, analisis daerah
operasional obyek wisata alam dan atraksi, dan analisis SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa TNBBS khususnya obyek wisata alam dari Sukaraja Atas
dan Kubuperahu memiliki potensi berkembangnya sumber daya wisata alam yang
besar. Permintaan untuk wisata alam di Sukaraja Atas dan Kubuperahu masih
relatif rendah, tetapi kedua lokasi memiliki potensi permintaan yang
menguntungkan. Obyek wisata alam dan atraksi dari kedua lokasi (Sukaraja Atas
dan Kubuperahu) pada kategori sedang. Berdasarkan analisis SWOT, juga
dirumuskan beberapa strategi untuk pengembangan pariwisata alam di Sukaraja
Atas dan Kubuperahu.
Yang et al. (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Agro-tourism
enterprises as a form of multi-functional urban agriculture for peri-urban
development in China” menyatakan bahwa daerah pinggiran kota yang cepat
tumbuh di China berada di bawah tekanan besar dari tuntutan lahan ekspansi
perkotaan, mengakibatkan hilangnya tanah yang subur, kerusakan lingkungan dan
pengucilan sosial masyarakat desa. Pada perkembangan terbaru, terbangun
pertanian kota komersial, menawarkan cara untuk mempromosikan pembangunan
perkotaan dengan pedesaan yang terintegrasi dan dapat menangkal beberapa
dampak negatif dari urbanisasi. Hasil penelitian ini menganalisis kinerja
perusahaan agrowisata skala besar, Xiedao Green Resort di Beijing, selama
periode 2004-2008. Model bisnis yang menggabungkan produksi pertanian dan
jasa pariwisata serta membina hubungan permintaan-penawaran antara daerah
perkotaan dan pedesaan. Perusahaan ini menawarkan cara untuk meningkatkan
kualitas produk pertanian dan jasa, sedangkan pengembangan beberapa fungsi
agrowisata yang memiliki manfaat yang lebih luas secara ekonomi, lingkungan
dan sosial, menciptakan peluang untuk pembangunan kota-desa terpadu dan
berkelanjutan.
Vipriyanti (1996) dalam tesisnya yang berjudul “Dampak Pengembangan
Agrowisata Terhadap Ekonomi dan Kelembagaan Masyarakat di Kabupaten
Karangasem, Bali” menganalisis dampak pengembangan agrowisata terhadap
ekonomi dan kelembagaan masyarakat karangasem, pola permintaan wisatawan
terhadap kawasan wisata agro, serta peubah wilayah yang mempengaruhi prospek
perkembangan wilayah tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan peran
pertanian cukup penting dalam perekonomian wilayah Karangasem. Nilai
keterkaitan sektor agrowisata baik langsung maupun tidak langsung terhadap
sektor lainnya sangat tinggi. Hasil analisis kelembagaan menunjukkan bahwa
pengembangan agrowisata cenderung mempengaruhi dinamika kelembagaan
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
Luas Kecamatan Payangan 75,88 Km2 dari 368 Km2 luas kabupaten (20,62%),
secara geografis terletak 8o 18' 48" ‐ 8o 29' 40" Lintang Selatan dan 115o 13' 29,0"
– 115o 17' 36,7" Bujur Timur. Kecamatan Payangan secara administrasi terdiri
dari 9 desa. Kegiatan penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai Desember 2011.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Mengawali pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan penelitian
pendahuluan. Pada tahap penelitian pendahuluan kegiatan yang dilakukan adalah
mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, baik swasta
maupun pemerintah, melakukan pengamatan langsung ke lapangan dan
melakukan wawancara langsung dengan penduduk setempat dan tokoh-tokoh
masyarakat di tiap desa di Kecamatan Payangan. Informasi dan data yang berhasil
dikumpulkan digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan penelitian utama
selanjutnya.
3.2.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data primer
berupa data hasil survei lapangan dan data sekunder berupa informasi dan data
dari literatur-literatur yang didapat dari instansi terkait seperti BPS, BAPPEDA,
Dinas Pariwisata, perpustakaan, dan lainnya. Jenis data yang dikumpulkan
Tabel 3 Jenis Data yang Dikumpulkan Menurut Tujuan Penelitian
Output yang Diharapkan
1. Mengetahui keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya saat ini
Tabel Input-Output Kab. Gianyar (turunan), instansi terkait
Analisis
Input-Output
Keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya
2. Mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan
Obyek wisata alam, budaya, agro (pertanian), peninggalan sejarah
Responden Survei dan
wawancara
Scoring system
Obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan
3. Mengetahui persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan
Faktor-faktor yang berpengaruh terkait promosi, sarana
transportasi, fasilitas, jenis wisata & atraksi harga tiket, pelayanan dan jarak dari tempat
tinggal/menginap
Responden Survei dan wawancara
AHP Persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan
4. Merumuskan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah
Hasil analisis tujuan 1, 2, dan 3
Persepsi stakeholders (pemerintah, swasta dan akademisi)
Responden Survei dan wawancara
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Studi Pustaka
Pengumpulan data melalui informasi dan data dari literatur-literatur yang
berhubungan dengan penelitian.
b. Pengamatan (observasi)
Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung
ke obyek atau lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas
terhadap obyek atau lokasi penelitian.
c. Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Pengumpulan data dengan cara meminta keterangan melalui daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Pengambilan sampel (responden) untuk wawancara dilakukan dengan
Teknik Sampling Nonprobabilitas melalui pendekatan Purposive Sampling
dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian.
Cakupan responden dalam penelitian ini tertera pada Tabel 4 dan penentuan
jumlah responden dilakukan melalui pertimbangan sebagai berikut :
‐ Untuk melakukan analisis scoring system, responden dari unsur pemerintah
Kabupaten Gianyar yang terkait sebanyak 10 orang yaitu dari Bappeda
(Bidang Fisik dan Prasarana, Bidang Kesejahteraan Sosial kebudayaan
kemasyarakatan, Bidang Ekonomi, dan Bidang Penelitian dan
pengembangan), Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Dinas PU, Dinas
Pertanian, MMDP (Majelis Madya Desa Pakraman) Kabupaten Gianyar, dan
Kecamatan Payangan; 15 orang dari swasta (pelaku wisata) dengan proporsi
10% dari jumlah responden wisatawan (150 orang); 32 orang dari tokoh
masyarakat di tiap-tiap desa di Kecamatan Payangan yang faham tentang
perkembangan kepariwisataan; 150 orang dari wisatawan berdasarkan jumlah
kunjungan rata-rata per bulan (2.502 orang dari 30.018 orang berkunjung di
obyek wisata di Kecamatan Payangan tahun 2010), jadi jumlah responden
yang diambil telah melebihi 5% rata-rata kunjungan per bulan. Jumlah
kunjungan wisatawan nusantara di Kecamatan Payangan masih dibawah 10%
beroperasi di Kecamatan Payangan, sehingga dalam menentukan proporsi
kunjungan diambil 10% untuk memudahkan perhitungan, jadi dari 150 orang
responden wisatawan terdiri dari 135 orang wisatawan mancanegara dan 15
orang wisatawan nusantara.
‐ Untuk melakukan Analytical Hierarchy Process (AHP), respondennya 30
orang wisatawan mancanegara dan 3 orang wisatawan nusantara (10% dari
jumlah responden wisatawan mancanegara).
‐ Untuk melakukan analisis A’WOT, respondennya 10 orang yang expert terdiri
dari unsur-unsur yang berkompeten antara lain 8 orang dari pemerintah
(Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Dinas PU, Dinas Pertanian,
BPMD, MMDP (Majelis Madya Desa Pakraman) Kabupaten Gianyar, dan
Kecamatan Payangan); 1 orang dari swasta yaitu dari Ubud Tourist
Information (UTI); 1 orang dari akademisi.
Pelaksanaan wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan
melalui 3 jenis kuesioner yaitu :
‐ Kuesioner pertama, untuk mendapatkan data untuk analisis scoring system dan
untuk analisis A’WOT (dalam penentuan faktor-faktor internal dan eksternal)
dari responden pemerintah, swasta, dan tokoh masyarakat.
‐ Kuesioner kedua, untuk mendapatkan data untuk analisis scoring system dan
AHP dari responden wisatawan. Kuesioner ini dibuat dalam dua versi bahasa,
yaitu bahasa Ingggris dan bahasa Indonesia.
‐ Kuesioner ketiga, untuk mendapatkan data untuk analisis A’WOT (dalam
penentuan strategi) dari responden pemerintah, swasta dan akademisi.
Tabel 4 Cakupan Responden Penelitian
No Responden Analisis
Scoring System AHP A’WOT
1. Pemerintah 10 - 8
2. Swasta 15 - 1
3. Tokoh masyarakat 32 - -
4. Akademisi - - 1
5. Wisatawan mancanegara 135 30 -
6. Wisatawan nusantara 15 3 -
Jumlah 207 33 10
3.3 Bahan dan Alat
Bahan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang berbentuk cetak dan
digital serta peta-peta Kabupaten Gianyar khususnya untuk Kecamatan Payangan.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat tulis, kamera, dan
peralatan penunjang lainnya, serta laptop yang dilengkapi software Microsoft
Word, Microsoft Exel, GAMS dan software ArcGis 9.3.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian
adalah : analisis input-output, analisis scoring system, Analytical Hierarchy
Process (AHP), dan analisis A’WOT.
3.4.1 Kerangka Analisis
Tahapan-tahapan penelitian dilakukan dengan serangkaian analisis untuk
mencapai tujuan penelitian yang dilakukan. Pertama, untuk mengetahui
keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya di Kabupaten Gianyar dilihat
dari keterkaitannya melalui analisi Input-Output. Untuk melakukan analisis ini
dibutuhkan tabel Input-Output Kabupaten Gianyar yang didapat dari tabel
Input-Output Kabupaten Badung yang diturunkan melalui metode RAS. Berdasarkan
tabel Input-Output Kabupaten Gianyar, selanjutnya dilakukan beberapa analisis
untuk mengetahui keterkaitan ke belakang maupun ke depan antara sektor
pariwisata dengan sektor lainnya, daya sebar, indek daya kepekaan, dan multiplier
effect yang ditimbulkan sektor pariwisata terhadap sektor lainnya menyangkut
output, total nilai tambah maupun pendapatan.
Kedua, untuk mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk
dikembangkan dilakukan dengan analisis scoring system. Data analisis diperoleh
melalui persepsi pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, dan wisatawan yang
didapat dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan.
Ketiga, untuk mengetahui persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan wisatawan dilakukan dengan melakukan Analytical
Hierarchy Process (AHP) melalui data persepsi wisatawan yang didapat dari hasil
ketiga diinterpretasikan, serta melalui analisis A’WOT dari persepsi stakeholders
yang terdiri dari unsur pemerintah, swasta dan akademisi untuk mendapatkan
rumusan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan
pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan
wilayah. Secara sistematis rangkaian tahapan penelitian bisa dilihat dari bagan alir
seperti tertera pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Analisis
Persepsi
Stakeholders
Analisis A’WOT
Rencana dan Strategi Pengembangan Obyek Wisata Secara Terpadu dengan Pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam Kerangka
Pengembangan Wilayah Metode RAS
Tabel Input-Output Kab. Badung
Data PDRB Kab. Gianyar
Tabel Input-Output
Kabupaten Gianyar
Analisis Input-Output
Keterkaitan Sektor Pariwisata dengan Sektor Lainnya
Persepsi
Obyek Wisata yang Berpotensi untuk Dikembangkan
Analisis Scoring
System AHP
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan
3.4.2 Analisis Input-Output
Keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor lainnya, atau secara
umum, bisa dilihat dari keterkaitan secara fungsional antar sektor pembangunan.
Adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah menunjukkan suatu wilayah
yang berkembang, dimana terjadi input dan output barang dan jasa antar sektor
secara dinamis. Analisis Input-Output (I-O) secara teknis dapat menjelaskan
karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi
sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral dan efek multiplier perekonomian
wilayah (Rustiadi et al. 2009).
Mengingat adanya keterbatasan ketersediaan data Tabel Input-Output
(I-O) untuk Kabupaten Gianyar, maka untuk mendapatkan Table I-O dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode non survey. Metode ini lebih efektif dan
efisien dari segi biaya dan waktu, walaupun keakurasian data yang dihasilkan
harus mempertimbangkan beberapa hal yang berpengaruh terhadap Table I-O
yang dihasilkan (Vipriyanti 1996). Salah satu metode yang biasa dan banyak
dipakai adalah metode RAS. Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyebutkan
bahwa metode RAS merupakan metode yang bertujuan untuk menaksir matriks
koefisien teknologi (koefisien input) I-O yang baru berdasarkan matriks koefisien
teknologi pada tahun sebelumnya dengan ditambahkan beberapa informasi
mengenai total penjualan output antar sektor, total pembelian input antar sektor,
dan total output secara keseluruhan.
Metode RAS merupakan rumus matriks yang dikembangkan oleh Richard
Stone, dimana R dan S merupakan matrik diagonal berukuran n x n dan A matriks
koefisien teknologi berukuran n x n yang menunjukkan sektor industri. Untuk
menaksir elemen matriks A pada periode t atau A(t) dengan mengetahui elemen
matriks A pada periode t = 0 atau A(0), maka A(t) dapat ditaksir dengan rumus
A(t) = R . A(0) . S, dimana R dan S mewakili tingkat perubahan koefisien
teknologi pada dua periode yang berbeda. Elemen matriks diagonal R mewakili
efek substitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan
antara tiap output sektor-sektor industri. Elemen matriks S menunjukkan efek
Estimasi suatu matriks teknologi I-O dalam metode RAS menggunakan
pendekatan optimasi yang dilakukan dengan cara meminimumkan selisih antara
koefisien matriks teknologi pada tahun dasar dengan koefisien matriks teknologi
yang diestimasi melalui proses iterasi. Proses yang dilakukan dibatasi dengan dua
ketentuan yang berlaku pada Tabel I-O, yaitu :
1. Jika koefisien matriks teknologi yang diestimasi dikalikan dengan output,
kemudian dijumlahkan menurut kolom, maka jumlahnya harus sama dengan
jumlah pembelian input antar sektor.
2. Jika hasil perkalian tadi dijumlahkan menurut baris, maka hasilnya harus sama
dengan jumlah penjualan output antar sektor.
Penyusunan Tabel I-O bila terkendala dengan data ekspor dan impor bisa
menggunakan metode Location Quotient (LQ) sederhana. Metode ini
menunjukkan perbandingan output sektor i terhadap total output di regional
dengan proporsi output sektor yang sama terhadap total output secara nasional.
Nilai LQ > 1 menunjukkan surplus sektor i atau mampu memenuhi kebutuhan
wilayah sendiri dan sebagian di ekspor untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain.
Sebaliknya bila nilai LQ < 1 berarti sebagian produknya diimpor atau didatangkan
dari wilayah lain.
Metode RAS yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kabupaten
Gianyar Tahun 2009 dengan mengacu Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009
dengan 54 sektor perekonomian (54 x 54) yang diturunkan (di-RAS) menjadi
Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 dengan 24 sektor (24 x 24). Penurunan
Tabel I-O dari Kabupaten Badung ke Kabupaten Gianyar dilakukan dengan
asumsi bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Kabupaten Gianyar
dengan Kabupaten Badung sebagai wilayah tetangga. Sektor-sektor perekonomian
dalam Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 sektor) yang diperlihatkan
dalam Tabel 5 merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O
Kabupaten Badung Tahun 2009 (54 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi
sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB.
Pelaksanaan metode RAS dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan
teknologi. Data-data yang dibutuhkan disini adalah Tabel I-O Kabupaten Badung
Tahun 2009 (54 x 54 sektor); PDRB Kabupaten Gianyar Tahun 2009 untuk
mendapatkan nilai impor, final demand dan total PDRB. Tahapan Metode RAS
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (54 x 54 sektor) diagregasi menjadi
Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (24 x 24 sektor).
2. Selanjutnya dibuat matriks koefisien teknologi Tabel I-O Kabupaten Badung
Tahun 2009 (24 x 24 sektor).
3. Dari data PDRB Kabupaten Gianyar 2009, dilakukan konversi data PDRB
menjadi total input Kabupaten Gianyar Tahun 2009 berdasarkan proporsi data
PDRB dan total input Kabupaten Badung Tahun 2009.
4. Berdasarkan data-data yang sudah disiapkan, selanjutnya dengan metode RAS
akan didapatkan Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 x 24 sektor).
Tabel 5 Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 sektor) Hasil Update
Kode Sektor Kode Sektor
1. Tanaman Bahan Makanan 13. Angkutan Jalan Raya
2. Tanaman Perkebunan 14. Jasa Penunjang Angkutan
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 15. Komunikasi
4. Kehutanan 16. Bank
5. Perikanan 17. Jasa Penunjang Keuangan
6. Penggalian 18. Sewa Bangunan
7. Industri Tanpa Migas 19. Lembaga Keuangan tanpa Bank
8. Listrik, gas dan air bersih 20. Jasa Perusahaan
9. Bangunan 21. Pemerintahan Umum
10. Perdagangan Besar dan Eceran 22. Jasa Sosial Kemasyarakatan
11. Restoran 23. Jasa Hiburan dan Rekreasi
12. Hotel 24. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
Sumber : Hasil Analisis (2011)
Tabel I-O Kabupaten Gianyar yang dihasilkan, masih perlu dirinci lagi
terutama pada bagian input primer yaitu nilai tambah bruto (PDRB) menjadi upah
dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Pendetailan
Kabupaten Badung Tahun 2009). Secara umum struktur dasar tabel input-output
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Struktur Dasar Tabel Input-Output
Output
Input
Permintaan Internal Wilayah Permintaan Akhir Eksternal
Wilayah
Output
Total Sektor Produksi dalam Wilayah (Permintaan
Antara) Permintaan Akhir dalam Wilayah
1 2 ... j ... n C G I E
dalam Wilayah (Input Antar
a)
xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
Xi : total permintaan akhir sektor i
Xj : total input sektor j
Ci : konsumsi rumah tangga terhadap sektor i
Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i
Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang
menjadi barang modal
Ei : ekspor barang dan jasa sektor i
Cj : konsumsi rumah tangga dari sektor j
Gj : konsumsi pemerintah dari sektor j
Ij : investasi/pengeluaran ke modal tetap usaha sektor j
Mj : impor sektor j
Wj : upah dan gaji sebagai input sektor j
Vj : PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj
Koefisien teknologi aij sebagai parameter utama dalam analisis I-O secara
matematis diformulasikan sebagai berikut :
atau
dimana :
aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
(Xij) terhadap total input sektor j (Xj) atau disebut pula sebagai koefisien
input.
Hasil perhitungan yang dilakukan menghasilkan matriks A (matriks Leontif) dan
setelah diinverskan menghasilkan matriks B (invers matriks Leontief) sebagai
matrik pengganda.
Ada beberapa parameter teknis yang bisa diperoleh dari analisis I-O antara
lain :
1. Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (Bj), menunjukkan
efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi
sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung
dan diformulasikan sebagai berikut :
Untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat
ukuran normalized yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke
belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya,
dimana :
2. Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (Fi), menunjukkan
banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain, dimana :
Untuk NormalizedFi atau *
i
F dirumuskan sebagai berikut :
3. Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage)
( ), menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir
satu unit sektor tertentu (j) yang dapat meningkatkan total output seluruh
sektor perekonomian, dimana :
dimana bij adalah elemen-elemen matriks B atau (I-A)-1 yang merupakan
invers matriks Leontief.
4. Kaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect foreward linkage)
(FLi), yaitu peranan suatu sektor (i) dapat memenuhi permintaan akhir dari
seluruh sektor perekonomian, diformulasikan sebagai berikut :
5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward power of
dispersion) (βj), menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor
dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian,
6. Kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir disebut indeks derajat
kepekaan atau indeks daya kepekaan (foreward power of dispersion) (α.i),
menunjukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan
akhir keseluruhan sektor perekonomian dengan formulasi sebagai berikut :
7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan
tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu
unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Jenis-jenis
multiplier antara lain :
a. Output multiplier, adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu
sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah yang
diformulasikan sebagai berikut :
b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak
meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB.
Dalam tabel I-O diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB
berhubungan dengan output secara linier yang diasumsikan dengan
persamaan matriks sebagai berikut :
dimana V : matriks NTB
vˆ : matriks diagonal koefisien NTB
X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd
c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu
sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah
secara keseluruhan. Income multiplier dapat dihitung dengan rumus :
dimana W : matriks income
wˆ : matriks diagonal koefisien income X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd
3.4.3 Analisis Scoring System
Analisis ini digunakan untuk mengetahui obyek wisata yang berpotensi
untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan. Obyek wisata yang
berpotensi untuk dikembangkan disini, adalah obyek-obyek yang bisa dijadikan
daya tarik wisata dan termasuk obyek daya tarik wisata yang sudah ada. Hasil
penilaian didapatkan dari akumulasi skor yang diperoleh obyek wisata tertentu
berdasarkan pendapat responden. Besarnya skor masing-masing obyek wisata
ditentukan dari kebalikan dari jumlah obyek wisata yang ditentukan, misalkan ada
sejumlah n obyek wisata yang telah ditentukan, maka nilai skor tertinggi suatu
obyek wisata adalah n dan skor terendah adalah 1.
Potensi obyek wisata yang bisa ditawarkan menurut Hardjowigeno dan
Widiatmaka (2007) bisa berupa obyek-obyek yang alami maupun obyek-obyek
buatan manusia.
Obyek-obyek alami antara lain :
1. Iklim : udara yang bersih, kenyamanan, sinar matahari yang
cukup
2. Pemandangan alam : panorama pegunungan yang indah, sungai, air
terjun, bentuk-bentuk alam yang unik, dan
sebagainya
3. Wisata rimba : hutan lebat, pohon langka, hutan wisata
4. Flora dan fauna : tumbuhan dan tanaman khas
5. Sumber air kesehatan : sumber air untuk menyembuhkan penyakit, sumber
air mineral alami, dan sebagainya
Obyek-obyek buatan manusia antara lain :
1. Bercirikan sejarah : peninggalan sejarah seperti candi-candi,
istana-istana kerajaan, dan sebagainya
X
2. Bercirikan budaya : tempat-tempat budaya seperti museum, industri seni
kerajinan tangan, dan sebagainya
3. Bercirikan keagamaan : perayaan tradisional seperti upacara adat,
ziarah-ziarah, karnaval, bangunan-bangunan keagamaan
yang kuno
4. Bercirikan kegiatan usaha masyarakat : agrowisata (subak, kegiatan budidaya,
dan pengelolaan pertanian)
3.4.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan
keputusan dengan pendekatan sistem, dimana diusahakan untuk memahami suatu
kondisi sistem dan membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan
keputusan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami dalam menyelesaikan
persoalan dengan menggunakan AHP adalah :
a. Dekomposisi
Setelah persoalan didefinisikan, dilakukan dekomposisi, yaitu memecahkan
persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur, sampai ke tingkat yang tidak
mungkin dilakukan pemecahan lagi sehingga diperoleh tingkatan persoalan
yang disebut hierarki.
b. Penilaian Komparatif
Membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada tingkat
tertentu dan kaitan dengan tingkatan di atasnya. Dalam menentukan tingkat
kepentingan (bobot) dari elemen keputusan pada setiap tingkatan hierarki
keputusan, penilaian pendapat (judgement) dilakukan dengan menggunakan
fungsi berpikir dan yang dikombinasi dengan intuisi, perasaan atau
penginderaan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan komparasi
berpasangan (matriks) yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen
lainnya pada setiap tingkat hierarki secara perpasangan, akhirnya didapat nilai
tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk
mengkuantifikasi pendapat tersebut digunakan skala penilaian sehingga
diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian ini
yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu pengertian yang
menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dengan relevansinya
terhadap kriteria/tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan
ini memakai pedoman seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Dalam penilaian
kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika
elemen i dinilai 3 kali lebih penting dari j, maka elemen j harus sama dengan
1/3 kali pentingnya dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua
elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting dan dua
elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.
Tabel 7 Skala Dasar Ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)
Tingkat Kepentingan
Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Sumber : diadopsi dari Saaty (1991)
c. Prioritas Sintesis
Dari setiap matriks komparasi berpasangan kemudian dicari eigen vector-nya
untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks komparasi berpasangan terdapat
pada setiap tingkat, sehingga untuk mendapatkan prioritas global harus
dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis
berbeda menurut bentuk hierarki. Pengaruh elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan prioritas
sintesis.
d. Konsistensi Rasio
Konsistensi memiliki dua makna: 1) objek-objek yang serupa dapat
antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Jika penilaian
tidak konsisten maka proses harus diulang untuk memperoleh penilaian yang
lebih tepat.
Meningkatnya kunjungan wisata tidak terlepas dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Ini perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan suatu obyek wisata. Ada 7 (tujuh) faktor penting yang perlu
dipertimbangkan yaitu :
1. Promosi, melalui media promosi apa saja wisatawan mengetahui obyek wisata
yang ditawarkan, apakah non elektronik (pamflet, koran, lisan) atau elektronik
(TV, radio)
2. Sarana transportasi yang digunakan wisatawan mengunjungi obyek wisata,
bisa dengan mobil pribadi, travel/carteran, atau dengan angkutan umum
3. Fasilitas penunjang yang disediakan obyek wisata, seperti penginapan,
restoran, dan toilet
4. Jenis wisata dan atraksi yang ditawarkan obyek wisata, wisata budaya atau
wisata alam (termasuk agrowisata)
5. Harga tiket masuk ke obyek wisata apakah gratis, murah, atau mahal
6. Pelayanan yang ditemui wisatawan di obyek wisata yang dikunjungi yaitu
adanya pemandu wisata, kios (pedagang asongan), kebersihan lingkungan,
atau keramahan masyarakat setempat
7. Jarak dari tempat tinggal/menginap lokasi wisata yang ditawarkan apakah
dekat, sedang, atau jauh
Melalui AHP akan dapat diketahui faktor-faktor mana saja yang berpengaruh
terhadap kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan menurut
persepsi wisatawan. Kemudian disusun hierarki seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3. Level 1 merupakan fokus atau tujuan yang ingin dicapai yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan
Payangan. Level 2 merupakan faktor-faktor yang dimaksud kemudian dijabarkan
Gambar 3 Struktur Hierarki Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke
Kawasan Agropolitan Payangan
1. Mobil pribadi 2. Travel/carteran 3. Angkutan umum 2. Kios/pedagang
asongan
restoran & toilet
1. Gratis 2. Murah 3. Mahal
Promosi Sarana transportasi Fasilitas Jenis wisata & atraksi Harga tiket Pelayanan
1. Dekat 2. Sedang 3. Jauh
Selanjutnya pada level 2 dan 3 masing-masing dibuat perbandingan berpasangan
(pairwise comparison) untuk mendapatkan penilaian sesuai Tabel 7. Jumlah satu
set pertanyaan perbandingan berpasangan dengan n elemen adalah ∑ n 1 ,
sehingga pada level 2 (faktor) dengan 7 elemen terdapat 21 pertanyaan
perbandingan berpasangan, demikian seterusnya untuk masing-masing kriteria
pada level 3.
Berikutnya data yang didapat dikonversi ke dalam bentuk matriks untuk
selanjutnya diolah melalui prosedur sintesis untuk mengetahui pengaruh
masing-masing elemen. Untuk mengetahui suatu perbandingan berpasangan yang telah
dilakukan dengan konsekuen atau tidak, dievaluasi dengan konsistensi rasio. Nilai
konsistensi rasio < 0,1 dinyatakan konsisten (Marimin 2008). Penggabungan
Pendapat dari responden dilakukan dengan menggunakan rata-rata geometrik,
hasil penggabungan ini diolah dengan prosedur AHP.
3.4.5 Analisis A’WOT
Merumuskan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara
terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka
pengembangan wilayah, dapat dianalisis dengan berbagai metode yang
dikembangkan untuk menganalisis secara bersama-sama faktor internal dan
eksternal kawasan. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT)
adalah metode yang umum digunakan melalui pendekatan sistimatis dalam
mendukung situasi keputusan, namun metode SWOT masih memiliki beberapa
titik kelemahan. SWOT tidak bisa menilai situasi pengambilan keputusan yang
strategis komprehensif dan SWOT tidak menyediakan sarana analitis menentukan
pentingnya faktor-faktor atau untuk menilai alternatif keputusan sesuai dengan
faktor-faktor. Namun bila SWOT digunakan dengan benar akan bisa memberikan
dasar yang baik dalam perumusan strategi.
Menurut Kajanus et al. (2004) A’WOT merupakan metode hibrid yang
menggabungkan metode SWOT dengan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP). Metode ini diterapkan untuk menutupi beberapa kelemahan yang dimiliki