• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA

RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Oleh

EVARIANI BR SEMBIRING

097003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

(2)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA

RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVARIANI BR SEMBIRING

097003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

Nama Mahasiswa : Evariani Br Sembiring Nomor Pokok : 097003058

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP) (Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP

Anggota : 1. Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak

(5)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Kurang lancarnya aksesibilitas ke pusat bisnis, fasilitas umum dan pusat kegiatan masyarakat merupakan masalah utama bagi sebagian masyarakat miskin di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai program pembangunan sarana dan prasarana pendesaan, diantaranya melalui PNPM. Salah satu pelaksanaan program tersebut adalah pembangunan jalan desa, di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta bagaimana korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran sebanyak 433 rumah tangga. Sampel ditentukan sebanyak 82 orang dengan sistematik sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan uji korelasi.

(6)
(7)

ANALYSIS IMPACT RAISING REGIONAL DEVELOPMENT IN THE RURAL ROADS OF

KUTA RAYAT AND NAMAN TERAN

SUB DISTRICT

ABSTRACT

The smoothless accessibility to business centers, public facilities and community centers is a major problem for most rural poor. Therefore, the government create the various programs rural infrastructure development, particularly the PNPM. The one of the implementation of this program is the construction of village roads, in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. The Formulation of the problem in this study is how the impact of rural road upgrading to increase community access, to increased household incomes and to increased land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as how the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District. The research objective was to determine the impact of rural road improvement to increase community access, increased household incomes and increasing land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as analyzing the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District.

The population in this study were all residents in the village of Kuta district rayat Naman Teran, 433 households. Sample is 82 people by systematic sampling. The data collection through interviews, questionnaires (questionaire) and documentation study. Data analysis with the average different test and test of correlation.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran

Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah” yang dikaji dengan beberapa

pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP, Selaku Pembimbing I, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, Selaku Pembimbing II,yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Penguji, Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D, Ak dan Bapak Dr. Rujiman, SE, MA yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

(10)

penulis dalam mengikuti pendidikan sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan tesis ini saya persembahkan terutama untuk kedua anak saya,Trisha Valeryn Melvainta dan Lakresha Arya Pranata.

7. Rekan–rekan mahasiswa Program Studi Perencanan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.

8. Yusuf, Putra dan Pegawai Biro Administrasi Program Studi Perencanan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) yang memperlancar urusan administrasi selama penulis menjalani perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu Penulis mengharapkan Saran dan Kritiknya sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Januari 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Evariani Br Sembiring dilahirkan di Sukanalu pada tanggal 18 Januari 1977 dari ayah S. Sembiring dan ibu B. Br. Barus. Penulis

Pendidikan Formal Penulis,dimulai dari Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar Negeri 2 Sukanalu kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri Tiga Jumpa kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri I Kabanjahe kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1995, Pendidikan S-1 di Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik ST.Thomas Medan, dan selesai pada Tahun 2001.

merupakan putri sulung dari empat bersaudara.

Pengalaman bekerja penulis dimulai pada tahun 2003 dimana penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo. Pada tanggal 09 April 2009 penulis menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo sampai sekarang dan jabatan fungsional diberikan tugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo sampai saat ini.

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Konsep Pendekatan Pengembangan Desa ... 17

2.3. PNPM PISEW ... 21

2.4. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah... ... 23

(13)

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5. Metode Analisis Data ... 37

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 38

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Geografis dan Fisil Wilayah... 40

4.1.2. Demografi ... 44

4.1.3. Penggunaan Lahan ... 40

4.1.4. Jalan Desa di Kabupaten Karo ... 48

4.2. Karakteristik Responden ... 50

4.3. Analisis Data dan Pembahasan ... 53

4.3.1. Tanggapan Responden ... 53

4.3.2. Dampak Peningkatan Jalan Desa ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 66

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Ketinggian ... 40

4.2. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Kemiringan Lahan ... 41

4.3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karo ... 42

4.4. Luas Wilayah Kecamatan Naman Teran Berdasarkan Desa ... 43

4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 45

4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan ... 46

4.8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Naman Teran ... 47

4.9. Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran di Kecamatan Naman Teran, 2010 ... 48

4.10. Kondisi Jalan menurut Jenisnya di Kecamatan Naman Teran ... 49

4.11. Pelaksanaan Program PNPM PISEW di Kecamatan Naman Teran ... 50

(15)

4.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 51

4.14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 52

4.15. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-rata ... 52

4.16. Tanggapan Responden atas Indikator Peningkatan Jalan Desa ... 54

4.17. Tanggapan Responden atas Indikator Pengembangan Wilayah ... 55

4.18. Indikator Waktu Tempuh Masyarakat Desa Menuju Sentra Produksi ... 56

4.19. Perbedaan Harga Lahan di Desa Kuta Rayat ... 58

4.20. Uji t ... 58

4.21. Perbedaan Pendapatan Masyarakat Rata-rata Masyarakat di Desa Kuta Rayat ... 59

4.22. Uji t ... 59

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan ... 11

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 71

2. Karakteristik Responden ... 75

3. Jawaban Responden terhadap Kuesioner ... 78

4. Perhitungan Harga Lahan dan Pendapatan pada Tahun 2010 atas Harga Tahun 2008 ... 83 5. T-Test ... 86

6. Uji Validitas dan Realiabilitas ... 88

7. Peta Lokasi Desa Kuta Rayat ... 90

8. Peta Kecamatan Naman Teran ... 91

9. Peta Kabupaten Karo ... 92

10. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Karo ... 93

11. Kondisi Permukaan Jalan Sebelum Perkerasan Jalan Juma Perdeleng desa Kuta Rayat Kecamatan Namun Teran ... 94

(18)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Kurang lancarnya aksesibilitas ke pusat bisnis, fasilitas umum dan pusat kegiatan masyarakat merupakan masalah utama bagi sebagian masyarakat miskin di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai program pembangunan sarana dan prasarana pendesaan, diantaranya melalui PNPM. Salah satu pelaksanaan program tersebut adalah pembangunan jalan desa, di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta bagaimana korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran sebanyak 433 rumah tangga. Sampel ditentukan sebanyak 82 orang dengan sistematik sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan uji korelasi.

(19)
(20)

ANALYSIS IMPACT RAISING REGIONAL DEVELOPMENT IN THE RURAL ROADS OF

KUTA RAYAT AND NAMAN TERAN

SUB DISTRICT

ABSTRACT

The smoothless accessibility to business centers, public facilities and community centers is a major problem for most rural poor. Therefore, the government create the various programs rural infrastructure development, particularly the PNPM. The one of the implementation of this program is the construction of village roads, in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. The Formulation of the problem in this study is how the impact of rural road upgrading to increase community access, to increased household incomes and to increased land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as how the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District. The research objective was to determine the impact of rural road improvement to increase community access, increased household incomes and increasing land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as analyzing the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District.

The population in this study were all residents in the village of Kuta district rayat Naman Teran, 433 households. Sample is 82 people by systematic sampling. The data collection through interviews, questionnaires (questionaire) and documentation study. Data analysis with the average different test and test of correlation.

(21)
(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pedesaan merupakan salah satu titik berat pembangunan Indonesia, karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan. Namun demikian hingga saat ini masih terjadi kesenjangan antar wilayah, baik antar wilayah pedesaan maupuan antar desa dan kota. Berbagai upaya untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah telah lama dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dimulai pada tahun 1994, pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program lainnya.

(23)

sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang mempengaruhi seluruh pelaksanaan program pemerintah, termasuk program mengatasi kesenjangan antar wilayah (Indratno, 2006).

Sesuai dengan perubahan tersebut, pemerintah mengembangkan suatu program dalam melakukan pengurangan kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka serta juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah. Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan disebut sebagai program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) (Departemen PU, 2008).

Dalam operasionalnya, PNPM-PISEW terdiri dari enam kategori kegiatan, yaitu: pengembangan wilayah (kategori I), kegiatan penunjang peningkatan produksi pertanian (kategori II), prasarana pendukung peningkatan pemasaran pertanian (kategori III), prasarana air bersih dan lingkungan (kategori IV), prasarana pendukung pendidikan (kategori V), dan prasarana pendukung kesehatan (kategori VI). Keenam kategori tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama kegiatan, yaitu: pengembangan infrastruktur desa, kegiatan penunjang produksi pertanian, dan prasarana pendukung (dalam hal ini air bersih dan sanitasi lingkungan, pendidikan dan kesehatan).

(24)

pedesaan. Perbaikan aksesibilitas daerah pedesaan tidak hanya memperbaiki hubungan ke pusat bisnis, tetapi juga akan memperbaiki komunikasi melalui suatu jaringan. Secara umum ini berarti biaya yang lebih rendah untuk mendapatkan barang, untuk menuju daerah pedesaan, juga untuk menuju keluar dari daerah pedesaan, sehingga memudahkan hubungan antar daerah. Transportasi yang baik ke daerah pedesaan juga akan memudahkan bagi mereka yang tinggal di desa dan bekerja di kota untuk pulang balik kerja, tanpa harus berpindah ke kota.

Dengan dibangunnya sarana transportasi (dalam hal ini infrastruktur desa), kegiatan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam pembangunan pada kawasan yang mempunyai potensi ekonomi tinggi akan lebih mudah dikembangkan. Kegiatan ekonomi masyarakat ini akan berkembang apabila mempunyai prasarana dan sarana transportasi yang baik untuk aksesibilitas. Aksesibilitas ini dapat memacu proses interaksi antar wilayah sampai ke daerah yang paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan (Kirmanto, 2005).

(25)

perbaikan akses jalan diharapkan memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan aksesibilitas masyarakat yang dapat dilihat dari kelancaran arus barang dari dan ke Desa Kuta Rayat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya perbaikan akses jalan dilakukan. Dengan semakin lancarnya arus transportasi tersebut akan mengurangi biaya dan waktu pengangkutan sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ? 2. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan pendapatan

masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ? 3. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan harga lahan di

Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

4. Bagaimana korelasi peningkatan jalan desa terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Untuk menganalisis dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

2. Untuk menganalisis dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

(27)

4. Untuk menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan Desa dalam upaya meningkatkan pembangunan pedesaan. 2. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Karo dalam penyusunan

strategi pembangunan pedesaan.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain.

(29)

kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2011) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau

programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam

Tarigan, 2010) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

(30)

(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need

approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang

berkelanjutan (suistainable development).

(31)

pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

Menurut Alkadri (2001) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi disertai kemampuan untuk mewujudkannya. Pendapat lain bahwa pengembangan adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang sama (Budiharsono, 2002).

(32)

antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).

Lebih jelas Zen dalam Alkadri (2001) menggambarkan tentang pengembangan wilayah sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia, dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam memberdayakan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber: Zen, 1999.

Gambar 2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan

Pada umumnya pengembangan wilayah mengacu pada perubahan produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan populasi penduduk, kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri pengolahan. Selain definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada pengembangan sosial, berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan, kesejahteraan dan

Sumber Daya Alam

Teknologi

Pengembangan Wil h

(33)

lainnya. Pengembangan wilayah lebih menekankan pada adanya perbaikan wilayah secara bertahap dari kondisi yang kurang berkembang menjadi berkembang, dalam hal ini pengembangan wilayah tidak berkaitan dengan eksploitasi wilayah.

Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sisi sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).

Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 2008).

Sedangkan pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):

a) Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut

(34)

daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut.

b) Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah

sehingga wilayah dapat berkembang.

c) Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai

pengolah sumber daya yang ada.

d) Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari

adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.

e) Kemampuan pemerintah. Pemerintah merupakan elemen pengarah

pengembangan wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai katalisator pembangunan.

f) Transportasi dan Komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai

media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.

g) Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber

(35)

Pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property) melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal, efisien, sinergi dan berkelanjutan dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan ekonomi, penciptaan iklim kondusif, perlindungan lingkungan dan penyediaan prasarana dan sarana. Pada dasarnya komponen utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah adalah kemajuan ekonomi wilayah bersangkutan.

2.1.1. Pengembangan Wilayah Sistem Top Down

Sistem pengembangan wilayah di Indonesia sebelum otonomi daerah dilaksanakan secara top down, baik kebijakan perluasan wilayah administratif maupun pembentukan wilayah kawasan ekonomi. Hal yang sama juga dilakukan dalam pembentukan kawasan khusus yang mengutamakan landasan kepentingan nasional yang mencerminkan karakteristik pendekatan regionalisasi sentralistik. Dalam hal ini aspek pengambilan keputusan dilaksanankan secara top down (Abdurrahman, 2005).

Rondinelli dalam Rustiadi (2006) mengidentifikasikan tiga konsep pengembangan kawasan, yakni (1) konsep kutup pertumbuhan (growth pole), (2) integrasi (keterpaduan) fungsional-spasial, dan (3) pendekatan decentralized

territorial. Di Indonesia konsep growth pole dirintis mulai tahun delapan puluhan

(36)

dapat menciptakan penyebaran pertumbuhan (spread effect) atau efek tetesan ke bawah (trickle down effect) dan berdampak luas terhadap pembangunan ekonomi wilayah. Indikator ekonomi nasional sangat bagus hingga tahun 1997, namun dampaknya bagi pembangunan daerah lain sangat terbatas. Kenyataannya teori ini gagal menjadi pendorong utama (prime over) pertumbuhan ekonomi wilayah. Sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah penyerapan daerah sekelilingnya dalam hal bahan mentah, modal, tenaga kerja dan bakat-bakat enterpreneur. Hal ini menyebabkan kesenjangan antar daerah.

Perencanaan dan aplikasi pembangunan dengan paradigma top down (sentralistik) tidak dapat membuat perubahan sehingga mulai dievaluasi dan secara bertahap berubaah menjadi sistem bottom up, dimulai sejak tahun 1998 dengan diundangkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 1999 yang baru diaplikasikan pada tahun 2001. Perubahan dari paradigma sentralistik pasca otonomi daerah tidak serta merta hilang, namun secara berangsur-angsur mulai beralih pola ke arah bottom up. Peluang pembangunan wilayah secara nonstruktural, berdasarkan inisiatif lokal dan dikelola tanpa memiliki keterikatan struktural administratif terhadap hirarki yang diatasnya.

2.1.2. Pengembangan Wilayah Sistem Bottom Up

(37)

endogen (Abdurrahman, 2005). Kemudian Rustiadi (2006) menambahkan bahwa konsep integrasi fungsional-spasial seperti yang pernah dicetuskan oleh Rondinelli berupa pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran dan karakteristik fungsional secara terpadu perlu dikembangkan untuk memfasilitasi dan memberi pelayanan regional secara lebih luas.

Salah satu bentuk konsep ini adalah wilayah agropolitan yang dirancang pertama kali oleh Friedman, Mc Dauglas, 1978 yang merupakan rancangan pembangunan dari bawah (development from below) sebagai reaksi dari pembangunan top down (development from above). Agropolitan merupakan distrik atau region selektif yang dirancang agar pembangunan digali dari jaringan kekuatan lokal ke dalam yang kuat baru terbuka keluar (Sugiono, 2002).

Namun dimensi ruang (spatial) memiliki arti yang penting dalam konteks pengembangan wilayah, karena ruang dapat menciptakan konflik dan pemicu kemajuan bagi individu dan masyarakat. Secara kuantitas ruang adalah terbatas dan secara kualitas ruang memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda. Maka dari itu intervensi terhadap kekuatan pasar (planning) yang berwawasan keruangan memegang peranan yang sangat penting dalam formulasi kebijakan pengembangan wilayah. Sehingga keserasian berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah dapat diwujudkan, dengan memanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya guna mendukung kegiatan kehidupan masyarakat (Riyadi dalam Ambardi, 2002).

(38)

luar (Sugiono, 2002). Namun karena penerapan program agropolitan yang berjalan seiring dengan proses globalisasi maka proteksi wilayah sulit dilakukan.

Jadi ada dua sisi yang saling tarik menarik dan keduanya juga saling bertolak belakang. Di mana satu sisi dibutuhkan kemandirian dalam pengembangkan wilayah sementara disisi lainnya dibutuhkan proteksi atau kekuatan central agar satu dan lain hal dapat dikondisikan untuk mencapai tujuan yang ideal. Sementara itu hal lain yang juga berpengaruh besar adalah adanya kekuatan globalisasi yang tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk mengatur segala sesatunya sesuai dengan konsep yang dicanangkan. Ada beberapa perubahan yang terjadi sesuai dengan berjalannya proses pembangunan itu sendiri.

2.2. Konsep Pendekatan Pembangunan Desa

Pendekatan pembangunan dapat dilihat dari dua sisi, pertama Pembangunan yang bertitik tolak pada pembangunan manusia (people centerred development), konsep pembangunan ini menekankan bahwa manusia adalah subjek pembangunan, sehingga memandang manusia bukan hanya sebagai faktor produksi namun memandang manusia sebagai individu yang harus ditingkatkan kapabilitasnya agar dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya (Indratno, 2006).

Kedua, pendekatan pembangunan yang berorientasi pada produksi (fisik) atau

production centered development, konsep pembangunan ini menekankan bahwa

(39)

hanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga peningkatan keterampilan atau keahlian manusia hanya dipandang salah satu peningkatan faktor produksi agar output yang dihasilkan meningkat (Dirjen Cipta Karya, 2007).

Oleh karena itu ukuran keberhasilan pembangunan yang didasarkan pada peningkatan produksi atau yang biasa disebut peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya merupakan necessery condition namun bukan sufficient condition. Dengan kata lain pembangunan secara utuh harus mencakup pembangunan secara fisik yang diindikasikan sebagai peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang diindikasikan sebagai peningkatan derajat kesehatan dan pendidikannya.

Upaya pembangunan desa antara lain diwujudkan dengan dilakukannya pemilihan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) (cek image 020). KTP2D adalah satu satuan kawasan perdesaan sebagaimana tercantum dalam UU No. 24/1992, yang terdiri dari desa pusat dan desa-desa lain sebagai desa pendukungnya, yang memiliki keunggulan strategis berupa:

a. Peran kawasan ini bagi pertumbuhan dan pengembangan potensi kawasan perdesaan lain di sekitamya,

b. Keuntungan ekonomis (economic scale) guna mengembangkan potensi andalannya,

(40)

Minat yang makin besar pada pusat wilayah perdesan adalah akibat dari strategi ‘kebutuhan pokok” yang memberikan perhatian yang besar pada pemerataan dalam pembagian hasil usaha pembangunan nasional. Strategi “kebutuhan pokok” itu bukan hanya meliputi kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan saja, tetapi mengusahakan juga perbaikan pendapatan bagi penduduk miskin di wilayah perdesaan (Dirjen Cipta Karya, 2007).

Rural Centre Planning (Perencanaan Pusat Wilayah Perdesaan) bertujuan

untuk mengadakan perbaikan dalam hal sosial-ekonomi. Titik berat pada Perencanaan Pusat Wilayah Perdesaan adalah: perencanaan dan penyebaran, yang harus diperhatikan adalah (Jayadinata, 1999):

1. Pengembangan wilayah perdesaan dapat berjalan lancar, jika fasilitas dan pelayanan yang mendorong produksi berlokasi di pusat wilayah perdesaan.

2. Pengembangan perdesaan macam ini, didasarkan akan hirarki pusat perdesaan, misalnya: ibukota propinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan pusat wilayah perdesaan.

3. Perencanaan dilakukan untuk tiap satuan wilayah (yang mungkin dapat dibagi-bagi lagi) yang ditentukan dengan batas menurut keadaan faktor geografis atau faktor administratif atau faktor ekonomi.

Pusat-pusat perdesaan (rural centres) direncanakan dengan hubungan hirarki permukiman dari sistem perkotaan, menurut teori tempat memusat, atau “centre

place”. Pusat-pusat wilayah perdesaan dibentuk di tempat-tempat tertentu (kota,

(41)

kecamatan). Dengan pembentukan pusat-pusat antara wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan akan terdapat interaksi yang lebih baik. Karena model pusat wilayah perdesaan itu berfungsi untuk memperbaiki ketidak seimbangan, maka perencana cenderung untuk menyebar pusat-pusat sebanyak mungkin. Dengan sistem “central place” dalam wilayah perdesaan terdapat pemusatan dari usaha pengembangan.

Menurut keterangan Rodinelli dan Ruddl (1979) dalam Indratno (2006):

1. Penempatan kegiatan sosial-ekonomi yang terpusat dalam suatu pusat wilayah perdesaan tertentu, keuntungannya lebih tinggi dan penjalaran pembangunan berlaku lebih baik.

2. Pusat wilayah perdesaan yang menghubungkan dengan perekonomian di wilayah hinterland, seperti: pasar, kantor pesanan, dan sebagainya, menambah kesempatan kerja.

3. Pusat wilayah perdesaan yang mempunyai prasarana yang lengkap dapat menarik orang-orang yang ingin maju dan wiraswasta yang berbobot, sehingga dapat terciptakan lingkungan yang baik bagi investasi baru.

4. Keuntungan dari investasi yang dari waktu dahulu, dapat membentuk modal baru dan memungkinkan pertumbuhan.

5. Investasi dalam prasarana dan utilitas dapat menarik kegiatan ekonomi baru. 6. Pemusatan prasarana sosial-ekonomi mendorong pembuatan jalan-jalan baru dan

hal ini menarik kegiatan sosial ekonomi baru.

(42)

baru bagi bahan mentah serta barang setengah jadi, dan memberikan keuntungan bagi para produsen.

Terkait dengan pemenuhan kebutuhan terhadap “basic need” bagi masyarakat perdesaan, baik secara ekonomi maupun social, maka fungsi dan peranan rural center planning tersebut meliputi:

1. Pemasaran/koleksi dari surplus produksi pertanian (sebagai kebalikan dari distribusi).

2. Penyediaan/distribusi input-input pertanian yang penting, seperti pupuk, perlengkapan peralatan, kredit, fasilitas reparasi.

3. Penyediaan fasilitas pengolahan hasil pertanian baik untuk kebutuhan subsisten maupun untuk tujuan pemasaran.

4. Penyediaan pelayanan sosial

2.3. PNPM-PISEW

(43)

berbagai tingkatan pemerintahan serta pelaksanaan musyarawarah, forum-forum konsultasi dan pendampingan yang melibatkan masyarakat, dari tingkat desa sampai kecamatan, dan ketiga, sebagai tujuan akhir adalah mengurangi tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Kesemua tujuan tersebut akan diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal melalui pembangunan sarana prasarana sosial dan ekonomi dasar di perdesaan (Dirjen Cipta Karya, 2008).

Tujuan kegiatan PNPM-PISEW terdiri dari dua komponen, yaitu kegiatan penyediaan infrastruktur dasar perdesaan skala kecil, dan penyelenggaraan pelatihan dan pendampingan masyarakat dan aparat pemerintah daerah. Infrastruktur dasar perdesaan skala kecil mencakup 6 (enam) kategori, yaitu: (i) transportasi; (ii) peningkatan produksi pertanian; (iii) peningkatan pemasaran pertanian; (iv) air bersih dan sanitasi lingkungan; (v) pendidikan; dan (vi) kesehatan.

(44)

Dalam pelaksanaan program, proses perencanaan PNPM-PISEW yang dilakukan secara partisipatif, diarahkan sebagai wujud pelaksanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagaimana tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN. Usulan kegiatan partisipatif PNPM-PISEW akan dapat mengisi dan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dari masing-masing kecamatan dan kabupaten peserta. Dengan demikian diharapkan kegiatan PNPM-PISEW dapat bersinergi dengan kegiatan lainnya dari program pembagunan daerah terkait, dan memiliki kontribusi dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Nasional.

Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah, penguatan proses penyusunan renstrada kecamatan dan kabupaten oleh PNPM-PISEW ini diharapkan dapat memperkuat proses Otonomi Daerah dan Desentralisasi sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana perihal renstrada kecamatan secara khusus tertuang dalam PP No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

2.4. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah

(45)

tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.

Morlok (2005) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Pertukaran ini diawali dengan proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum.

Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working,

opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Coley,

1994). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan kuantitas jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan permukiman lainnya di dalam satu kesatuan permukiman.

(46)

merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik (Schipper, 2002).

Hurst (1974) dalam Rustiadi, dkk (2011) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.

(47)

Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Coley, 1994). Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis.

Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.

(48)

Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang atau jauh. Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.

Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan ketergantungan sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi. Transportasi merupakan tolok ukur interaksi antar wilayah.

(49)

Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai.

Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda .

Menurut Santosa (2005) agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain: (a) Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua aspek

kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan hidup sehari-hari, ekonomi, maupun kebutuhan sosial.

(b) Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang cermat (c) Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan

(50)

(e) Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi lokal (jalan dan pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan yang paling cocok

(f) Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan

(g) Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem

bottom-up.

2.5. Pendapatan Mayarakat

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep yang paling sering digunakan adalah tingkat pendapatan. Pendapatan menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1998). Dengan kata lain pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha. Setiap orang yang bekerja akan berusaha untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimum agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

(51)

dari hasil usahataninya, yaitu berupa hasil penjualan dari produk-produk pertanian yang dihasilkannya.

Dalam hal ini pendapatan petani dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan serta harga jual hasil produksi setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Biaya produksi usahatani timbul dari penggunaan sejumlah faktor produksi, diantaranya tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida dan teknologi pengolahan. Oleh karena itu tingkat pendapatan petani tergantung dari efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, termasuk juga dalam hal harga dari faktor-faktor-faktor-faktor produksi tersebut (Mubyarto, 2007).

(52)

2.6. Penelitian Sebelumnya

Indratno (2006) melakukan kajian Pengembangan Pusat Pertumbuhan Dalam Rangka Pengembangan Kawasan Perdesaan: Studi Kasus Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) di Bandung. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satu diantaranya adalah jalan desa. Kondisi jalan desa mempengaruhi pertumbuhan desa, di mana semakin baik kondisi jalan desa maka pertumbuhan desa cenderung semakin meningkat.

Panggabean (2008), melakukan studi tentang Peranan Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan. Hasil studi menunjukkan bahwa pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, di mana pembangunan pertanian merupakan prasyarat adanya kemajuan dalam tahapan-tahapan pembangunan selanjutnya. Pembangunan pertanian merupakan penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan, di mana salah satu kendala dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan adalah kurang infrastruktur yang memada di pedesaan.

Setiawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Dengan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat cukup tinggi dalam pembangunan infrastruktur pedesaan. Hal ini berhubungan dengan harapan masyarakat desa agar aksesibilitas dari dan ke desa menjadi lancar sehingga akan memperlancar pemasaran hasil-hasil produksi pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat desa, yang pada umumnya adalah petani.

(53)

memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat desa. Perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satunya adalah jalan desa. Sehubungan dengan penelitian, maka pembangunan jalan desa di Desa Kuta Rayat diharapkan akan meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat desa.

2.7. Kerangka Berpikir

(54)

Peningkatan pendapatan masyarakat desa dengan ketersediaan aksesibilitas desa yang memadai akan meningkatkan pengembangan wilayah. Hubungan ini diperlihatkan dalam skema pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Program Pembangunan Pedesaan

Peningkatan Jalan Desa melalui PNPM PISEW

Pengembangan Wilayah Pendapatan

Masyarakat

Aksesibilitas Masyarakat

- Kelancaran pengangkutan

- Waktu tempuh

- Penurunan biaya angkut Peningkatan harga

(55)

2.8. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

2. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

3. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran. Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran merupakan satu wilayah yang memperoleh dana PNPM-PISEW untuk peningkatan jalan desa sejak tahun 2009.

Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat, yaitu sebanyak 1.653 orang dalam 433 rumah tangga. Sampel adalah kepala rumah tangga, atau salah satu anggota rumah tangga.

(57)

N = ukuran populasi

e = kesalahan yang ditolerir.

Kesalahan yang ditolerir dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan sebesar 10%.

Dari rumus tersebut di atas, maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut:

n = 81,2 (dibulatkan menjadi 82 orang)

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 82 orang dari salah satu anggota keluarga masyarakat di Desa Kuta Rayat. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode sistematik sampling, dengan ketentuan urutan (K):

K =

82 433

= 5,3

Dengan demikian yang menjadi sampel adalah anggota masyarakat dengan urutan 5, 10, dst hingga diperoleh sebanyak 82 sampel.

3.3. Jenis dan Sumber Data

(58)

adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kantor Camat Naman Teran dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.

Data primer dikumpulkan berdasarkan indikator dari variabel yang diteliti, sebagai berikut:

1. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah perkerasan jalan desa Kuta Rayat. 2. Aksesibilitas masyarakat, dengan indikator: kelancaran pengangkutan barang dan

orang, waktu tempuh, penurunan biaya angkut hasil pertanian, serta manfaat jalan bagi aktivitas masyarakat sehari-hari.

3.4. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Angket (kuesioner)

(59)

sejauh mana hasil suatu pengukuran instrumen dapat dipercaya (Widodo, 2004). Dalam hal ini teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alpha Cronbach.

2. Observasi dan wawancara

Melakukan pengamatan langsung di lapangan dan juga wawancara dengan beberapa responden sehingga peneliti memperoleh data untuk memperkuat data yang dikumpulkan melalui kuesioner.

3. Studi dokumentasi

Dengan mengkaji dokumen-dokumen yang relevan dengan objek yang diteliti.

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis pertama, kedua dan ketiga, yaitu untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan dilakukan melalui analisis the paired t-test (uji t berpasangan), karena data berupa data numerik. Perhitungan uji t dilakukan dengan rumus (Priyatno, 2010) sebagai berikut:

(60)

di mana:

X1

X

= aksesibilitas, pendapatan, dan harga lahan sebelum peningkatan jalan desa (tahun 2008)

2

S

= aksesibilitas, pendapatan, dan harga lahan setelah peningkatan jalan desa (tahun 2010)

1

S

= simpangan baku keadaan tahun 2008

2

n = jumlah sampel

= simpangan baku keadaan tahun 2010

Nilai t-hitung kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel pada α = 0.05.

Selanjutnya model analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis keempat adalah korelasi Rank Spearman (rs), karena data berupa data ordinal (non parametrik). Korelasi Rank Spearman (rs

r

) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

s = Koefisien korelasi Rank Spearman

(61)

H0: rs

H

= 0 (peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan aksesibilitas tidak berhubungan dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo).

1: rs

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah dengan uji statistik r, dengan ketentuan: H

≠ 0 (peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan aksesibilitas

berhubungan dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo)

0 di terima jika rhitung < rtabel; H0 di tolak jika rhitung >

rtabel.

3.6. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan penelitian ini, maka dibuat batasan operasional, sebagai berikut:

1. Infrastruktur desa adalah fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, instalasi- instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan desa, pelayanan sistem desa maupun pelayanan kepada masyarakat.

2. Jalan desa adalah akses yang menghubungkan masyarakat desa dengan lokasi-lokasi desa maupun dengan wilayah lainnya.

(62)

4. Pendapatan masyarakat adalah keseluruhan penerimaan yang diterima anggota masyarakat dalam rumah tangga (Rp/bulan).

(63)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografis dan Fisik Wilayah

Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2

Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 – 1420 M di atas permukaan laut. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Aceh.

atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Ketinggian

(64)

Berdasarkan sudut kemiringan/lereng tanahnya luas lahan di Kabupaten Karo dapat dibedakan sebagai berikut:

Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Kemiringan Lahan

No. Kemiringan (%) Luas (Ha) %

1. Datar (2%) 23.900 11,24

2. Landai (2 – 15 %) 74.919 35,22 3. Miring (15 – 40 %) 41.169 19,35

4. Curam (40 %) 72.737 34,19

Jumlah 212.725 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka, 2010

Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo. Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah Aliran Sungai Laubiang

(65)

Tabel 4.3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karo

Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka, 2010

(66)

Simpang Empat (Sebagai Kecamatan Induk), Kecamatan Naman Teran (hasil pemekaran) dan Kecamatan Merdeka (hasil pemekaran). Kecamatan Naman Teran dengan luas ± 87,82 km² berada pada ketinggian rata-rata 1300-1600 m di atas permukaan laut dengan temperatur 16ºC-17ºC dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Merdeka

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Payung dan Simpang Empat

(67)

Tabel 4.4. Luas Wilayah Kecamatan Naman Teran Berdasarkan Desa

(68)

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

(69)

keadatan 309,52 jiwa per km2. Sedangkan dengan yang paling tidak padat adalah Desa Kebayaken dengan kepadatan penduduk 42,07 jiwa per km2

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Naman Teran disajikan

pada Tabel berikut:

.

Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No. Umur (Tahun) Laki-laki

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

(70)

pencaharian utama masyarakatnya adalah pertanian, sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

No. Desa Pertanian Industri PNS/ABRI Lainnya Jumlah

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

4.1.3. Penggunaan Lahan

(71)

Tabel 4.8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Naman Teran

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

(72)

Tabel 4.9. Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran di Kecamatan Naman Teran, 2010

No. Jenis Sayuran Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

1 Buncis 42 525

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

4.1.4. Jalan Desa di Kabupaten Karo

(73)

peningkatan jalan produksi pertanian tetapi sama dengan hal di atas jumlahnya masih terlalu minim. Salah satu desa yang mendapat bantuan pembangunan jalan usaha tani melalui program PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM PISEW adalah Desa Kuta Rayat di Kecamatan Naman Teran.

Secara umum kondisi jalan menurut jenisnya di Kecamatan Naman Teran adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10. Kondisi Jalan Menurut Jenisnya di Kecamatan Naman Teran

No. Desa Jenis Jalan (km)

Aspal Diperkeras Tanah Setapak Jumlah

1 Kuta Gugung 1.0 2.0 0.5 0.5 4.0

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

(74)

akses petani ke pusat-pusat pemasaran hasil pertania yang selanjutnya akan mempengaruhi pendapatan petani.

Program PNPM PISEW di Kecamatan Naman Teran telah dilakukan sejak tahun 2009 dengan fokus membangun jalan usaha tani ke sentra produksi pertanian, sebagai berikut:

Tabel 4.11. Pelaksanaan Program PNPM PISEW di Kecamatan Naman Teran

Tahun Program Panjang (m) Biaya (Rp)

2009 1. Perkerasan jalan ke juma Deleng 260 49.966.000 2. Perkerasan jalan ke juma Kuburen 310 49.688.000 2010 1. Perkerasan jalan ke juma Perdeleng 287,5 50.000.000 2. Perkerasan jalan ke juma Gedung 288 50.000.000 2011 1. Perkerasan dengan telfot ke juma Lau

Ningindet 290 50.000.000

2. Lanjutan perkerasan jalan dengan telfot

ke juma Perdeleng 300 50.000.000

3. Pembangunan rabat beton lingkungan

desa 530 50.000.000

Sumber: Konsultan PNPM PISEW Kecamatan Naman Teran.

4.2. Karakteristik Responden

(75)

Tabel 4.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan usia diketahui bahwa mayoritas responden berusia antara 31 – 40 tahun, yaitu sebanyak 41,46%. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih tergolong usia produktif muda

Tabel 4.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah Responden %

1. SD 26 31.71

(76)

Tabel 4.14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

No. Jumlah Anggota Kelurga Jumlah Responden %

1. ≤ 3 orang 24 29.27

2. 4 – 5 orang 40 48.78

3. > 5 orang 18 21.95

Jumlah 82 100.00

Sumber: Data Primer, Diolah, 2011

Berdasarkan jumlah anggota keluarga diketahui bahwa sebagian besar responden (48,78%) adalah memiliki anggota keluarga sebanyak 4 – 5 orang, kemudian sebanyak 29,27% dengan jumlah anggota keluarga ≤ 3 orang.

Tabel 4.15. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-rata

No. Pendapatan (Rp)

Tahun 2008 Tahun 2010

Jumlah

Sumber: Data Primer, Diolah, 2011

(77)

dengan pendapatan diatas Rp. 3 juta. Selanjutnya setelah program peningkatan jalan desa, yaitu pada kondisi tahun 2010 diketahui bahwa terjadi peningkatan pendapatan responden. Responden dengan pendapatan dibawah Rp. 1 juta menurun hingga menjadi 4,88% saja dari jumlah responden. Selanjutnya responden dengan pendapatan Rp. 1 juta – 1,99 juta bertambah sebanyak 11 responden (13,41%), responden dengan pendapatan Rp. 2 juta – 2,99 juta meningkat sebanyak 17 orang (20,73%), responden dengan pendapatan Rp. 3 juta – 3,99 juta meningkat sebanyak 11 orang (13,41%), kemudian responden dengan pendapatan Rp. 4 juta – 4,99 juta dan dengan pendapatan diatas Rp. 5 juta masing-masing 1 orang. Dengan demikian bahwa program peningkatan jalan desa di Desa Kuta Rayat dapat meningkatkan pendapatan petani.

4.3. Analisis Data dan Pembahasan

4.3.1. Tanggapan Responden

1) Tanggapan atas Peningkatan Jalan Desa

(78)

mereka, dan juga mempercepat akses pemasaran hasil-hasil produksi pertanian mereka.

Tabel 4.16. Tanggapan Responden atas Indikator Peningkatan Jalan Desa

No. Indikator Skor (%)

5 4 3 2 1

1. Kesesuaian peningkatan jalan desa dengan harapan

masyarakat desa 90,2 4,9 2,4 1,2 1,2

2. Peran peningkatan jalan desa dalam memperlancar

pengangkutan barang 96,3 3,7 0 0 0

3. Peran peningkatan jalan desa dalam memperlancar

pengangkutan orang 91,5 8,5 0 0 0

4. Peran peningkatan jalan desa mempersingkat waktu

tempuh ke ladang 97,6 2,4 0 0 0

5. Peran peningkatan jalan desa dalam menurunkan biaya

angkut hasil pertanian 96,3 2,4 1,2 0 0

6. Peran peningkatan jalan desa dalam menurunkan harga

sarana produksi 0 0 22,0 68,3 9,8

Sumber: Data Primer, diolah, 2011.

Keterangan: 5 : sangat sesuai/sangat memperlancar/sangat menurunkan 4 : sesuai/memperlancar/menurunkan

3 : cukup sesuai/cukup memperlancar/cukup menurunkan 2 : kurang sesuai/kurang memperlancar/kurang menurunkan 1 : tidak sesuai/tidak memperlancar/tidak menurunkan.

(79)

sangat memperlancar, selebihnya sebanyak 8,5% menyatakan bahwa perkerasan jalan desa tersebut memperlancar pengangkutan orang

Untuk pertanyaan apakah peningkatan jalan desa ini mempersingkat waktu tempuh ke ladang, sebagian besar responden (97,6%) menyatakan sangat mempersingakt waktu tempuh ke ladang, selebihnya sebanyak 2,4% menyatakan mempersingkat. Karena mempersingkat waktu tempuh dan dengan semakin lancarnya pengangkutan, maka sebagian besar responden (96,3%) menyatakan bahwa perkerasan jalan desa ini menurunkan biaya angkutan hasil pertanian.

Namun dalam hal menurunkan harga sarana produksi, sebagian besar respoden (68,3%) menyatakan kurang menurunkan. Hal ini karena harga sarana produksi pada umumnya sudah diketahui oleh petani penambahan biaya yang selama ini dialami petani adalah biaya pengangkutan saja.

2) Tanggapan atas Pengembangan Wilayah

Tanggapan responden terhadap kuesioner yang diberikan untuk indikator pengembangan wilayah disajikan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. Tanggapan Responden atas Indikator Pengembangan Wilayah

No. Indikator Skor (%)

5 4 3 2 1

1. Peningkatan harga lahan 95,1 3,7 1,2 0 0

2. Pertambahan rumah di sekitar desa 0 0 20,7 31,7 47,6

3. Peningkatan jumlah angkutan umum ke desa 0 9,8 62,2 28,0 0

4. Pemasaran hasil-hasil pertanian dari desa menjadi lebih

mudah 98,8 1,2 0 0 0

(80)

Keterangan: 5 : sangat meningkat/sangat banyak/sangat setuju 4 : meningkat/banyak/setuju

3 : cukup meningkat/cukup banyak/cukup setuju 2 : kurang meningkat/sedikit/kurang setuju 1 : tidak meningkat/tidak ada/tidak setuju.

Untuk pertanyaan apakah peningkatan jalan desa ini mengakibatkan peningkatan harga lahan, sebagian besar responden (95,1%) menyatakan sangat meningkat. Namun dalam hal pertambahan rumah di sekitar desa, sebagian besar responden (47,6%) menyatakan tidak ada. Hal ini karena jalan yang diperkeras adalah jalan menuju sentra produksi pertanian, yang pada umumnya juga melalui areal perladangan penduduk, sehingga pertambahan rumah di sekitar jalan relatif tidak ada.

Dalam hal pertambahan jumlah angkutan umum ke desa, sebagian besar responden (62,2%) menyatakan cukup setuju. Peningkatan jumlah angkutan umum ke desa pada umumnya terjadi saat hari pekan dan ketika panen untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dari desa. Dengan demikian menurut masyarakat desa bahwa perkerasan jalan desa menuju ladang ini memudahkan pemasaran hasil-hasil pertanian mereka. Hal ini didukung oleh sebanyak 98,8% responden.

4.3.2. Dampak Peningkatan Jalan Desa

1) Aksesibilitas Masyarakat

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Ketinggian
Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Kemiringan Lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat di sekitar kawasan TAHURA adalah bambu Petung , bambu Tali, tanaman hias, satwa,

Nilai koefisien determinasi (R²) dipergunakan untuk mengetahui variasi variabel bebas program pengembangan infrastruktur sosial ekonomi, dan persepsi masyarakat dengan adaya

Pada penelitian yang dilakukan, penulis menyoroti masalah dan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung dalam kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga di Desa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat dan strategi hidup masyarakat pasca erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan

Dampak yang diberikan dari erupsi Gunung Sinabung juga sangat besar. bagi kehidupan masyarakat seperti dari aspek kesehatan yakni

Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman