• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Periodontal Pada Penderita Sindroma Down

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyakit Periodontal Pada Penderita Sindroma Down"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT PERIODONTAL PADA PENDERITA

SINDROMA DOWN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh:

EVA MARGARETHA NIM:060600066

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2012

Eva Margaretha

Penyakit Periodontal Pada Penderita Sindroma Down

x + 29 halaman

Sindroma Down merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh

ketidaknormalan kromosom, ditandai dengan keadaan fisik khas dan retardasi mental

dengan faktor etiologi yang belum diketahui secara pasti. Namun diduga risiko

memiliki anak dengan sindroma Down akan semakin meningkat dengan semakin tua

usia ibu pada saat hamil.

Penderita sindroma Down pada umumnya mempunyai gambaran klinis yang

khas, sangat mirip antara satu orang dengan lainnya disamping itu terlihat tanda

kelainan klinis neurologik antara lain berupa hipotonia otot dan retardasi mental.

Selain itu penderita sindroma Down juga mempunyai beberapa kelainan sistemik

seperti kelainan kardiovaskuler yang penting untuk diperhatikan dokter gigi.

Dalam bidang Periodonsia, banyak penyakit – penyakit atau kondisi sistemik

yang berkaitan dengan penyakit periodontal, diantaranya sindroma Down. Pada

umumnya penderita sindroma Down mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya

penyakit periodontal. Ada dua faktor pencetus yang mempengaruhi tingginya

prevalensi penyakit periodontal pada penderita ini yaitu faktor lokal dan faktor

(3)

anomali gigi dan jaringan gingiva, saliva dan faktor sistemik seperti respon imun

host, integritas jaringan, mediator inflamatori, enzim proteolitik dan faktor endokrin

serta nutrisi.

Walaupun hingga saat ini belum ada penelitian jangka panjang tentang

keberhasilan atau kegagalan perawatan pada penderita sindroma Down, namun

penderita sindroma Down ini memerlukan perawatan yang efektif dan efisien untuk

mengatasi penyakit periodontal yang dialaminya. Ada hal –hal yang harus

diperhatikan oleh dokter gigi sebelum melakukan perawatan pada penderita Sindroma

Down seperti sleep apnea dan penanganan tingkah laku. Perawatan periodontal pada

penderita ini harus dilakukan secara dini, agresif dan inovatif. Perawatan – perawatan

yang dilakukan diantaranya adalah: perawatan preventif, terapi antimikroba dan

cangkok tulang.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Juli 2012

Pembimbing Tanda tangan

1. Zulkarnain, drg., M. Kes ……….

NIP: 19551020 198503 1 001

2. Irmansyah Rangkuti, drg., Ph. D ………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 16 Juli 2012

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA: Irmansyah Rangkut i , drg., Ph.D ………

ANGGOTA: 1. Krisna Murthy Pasaribu, drg., Sp. Perio ……….

2. Pitu Wulandari, drg., S. Psi., Sp. Perio ………..

Mengetahui:

KETUA DEPARTEMEN

Irmansyah Rangkuti, drg., PhD ……….

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

penyertaanNya yang telah memberi kekuatan sehingga skripsi ini telah selesai

disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang khusus penulis berikan kepada orangtua tersayang,

N. Silalahi dan U.Sidabutar atas perhatian, kasih sayang, semangat, nasehat –

nasehat serta dukungan baik moral dan materil selama ini, terlebih selalu mendoakan

yang terbaik sehingga penulis dapat tetap berjuang dan menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar yang

turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terkhusus kepada Armando,Tante

Hanna dan Ika parhusib yang selalu berdoa dan memberi semangat kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat

bimbingan, pengarahan, saran – saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab

itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Irmansyah Rangkuti, drg.,Ph.D selaku dosen pembimbing dan Ketua

Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang

telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing

(7)

3. Zulkarnain,drg.,M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu dan pikiran baik dalam pendidikan dan penulisan skripsi ini sehingga dapat

diselesaikan dengan baik.

4. Dosen penguji skripsi Krisna Murthy Pasaribu, drg., Sp. Perio dan Pitu

Wulandari, drg., S.Psi., Sp. Perio atas saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat

lebih baik.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara.

6. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM selaku penasehat akademik yang telah

membimbing penulis selama menyelesaikan program akademik di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Senior kak Nancy, kak Mei atas dukungan semangat dan doanya, teman –

teman angkatan 2006, Riza, Lysa, Imme, Octa, Lusi, Muktar, Dewi, Bril, Jose dan

yang lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

8. Sahabat – sahabat penulis Dosma, Jondi, Dio, Juni, Lia, Jan, Vega, David

yang selama ini tetap memberi dukungan semangat kepada penulis.

9. Manotar Siahaan atas dukungan doa, semangat dan waktunya

10. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Akhirnya rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, dan

(8)

mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan

pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Juli 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN...

HALAMAN TIM PENGUJI...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

BAB 3 MANIFESTASI PENYAKIT PERIODONTAL PADA PENDERITA SINDROMA DOWN 3.1 Faktor – faktor Pencetus penyakit periodontal pada Sindroma Down ……….. …………. 15

3.1.1 Faktor lokal ……… 15

3.1.1.1 Oral Hygiene dan Kalkulus……….. 15

3.1.1.2 Otot wajah dan mulut lemah……… 15

(10)

3.1.1.4 Faktor Saliva……… 16

3.1.2 Faktor sistemik ………. 16

BAB 4 PERAWATAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA SINDROMA DOWN 4.1 Penatalaksanaan Tingkah Laku... 20

4.2 Sleep Apnea... 21

4.3 Pertimbangan Perawatan Gigi 4.3.1 Penyakit Periodontal dan masalah kesehatan rongga mulut... 21

4.3.2 Penanganan penyakit periodontal secara dini, cepat dan Inovatif... 22

4.3.3 Periontitis... 23

4.3.4 Perawatan Prostetik... 24

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 26

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pemisahan kroosom pada mongoloid karena non-disjunction………. 5

2. Karakteristik permukaan telapak tangan dengan hypertelorism, batang

hidung yang pesek, lidah yg protrusi, garis simian palmar... 7

3. Gambaran telinga yang kecil,lipatan yang abnormal dan hypodonia

pada pasien sindroma Down... ... 7

4. Gambaran Lipatan simian palmar dan celah antara jari kaki... 8

5. Gambaran hunungan rahang makoklusi klas III angle dengan crossbite

posterior dan Maloklusi klas III dengan open bite anterior... 11

6. Gambaran anomali gigi mikrodonsia, peg shaped dan akar pendek... 11

7. Gambaran penyakit periodontal pada penderita sindroma Down... 14

8. Gambaran Ilustrasi skematik terjadinya penyakit periodontal oleh faktor

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelainan- kelainan rongga mulut pada penderita Sindroma Down………….. 10

2. Korelasi kelompok usia dengan indeks CPITN pada penderita sindroma

Down………. 13

3. Perbedaan antara tiga kelompok usia penderita sindroma Down dengan

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2012

Eva Margaretha

Penyakit Periodontal Pada Penderita Sindroma Down

x + 29 halaman

Sindroma Down merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh

ketidaknormalan kromosom, ditandai dengan keadaan fisik khas dan retardasi mental

dengan faktor etiologi yang belum diketahui secara pasti. Namun diduga risiko

memiliki anak dengan sindroma Down akan semakin meningkat dengan semakin tua

usia ibu pada saat hamil.

Penderita sindroma Down pada umumnya mempunyai gambaran klinis yang

khas, sangat mirip antara satu orang dengan lainnya disamping itu terlihat tanda

kelainan klinis neurologik antara lain berupa hipotonia otot dan retardasi mental.

Selain itu penderita sindroma Down juga mempunyai beberapa kelainan sistemik

seperti kelainan kardiovaskuler yang penting untuk diperhatikan dokter gigi.

Dalam bidang Periodonsia, banyak penyakit – penyakit atau kondisi sistemik

yang berkaitan dengan penyakit periodontal, diantaranya sindroma Down. Pada

umumnya penderita sindroma Down mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya

penyakit periodontal. Ada dua faktor pencetus yang mempengaruhi tingginya

prevalensi penyakit periodontal pada penderita ini yaitu faktor lokal dan faktor

(14)

anomali gigi dan jaringan gingiva, saliva dan faktor sistemik seperti respon imun

host, integritas jaringan, mediator inflamatori, enzim proteolitik dan faktor endokrin

serta nutrisi.

Walaupun hingga saat ini belum ada penelitian jangka panjang tentang

keberhasilan atau kegagalan perawatan pada penderita sindroma Down, namun

penderita sindroma Down ini memerlukan perawatan yang efektif dan efisien untuk

mengatasi penyakit periodontal yang dialaminya. Ada hal –hal yang harus

diperhatikan oleh dokter gigi sebelum melakukan perawatan pada penderita Sindroma

Down seperti sleep apnea dan penanganan tingkah laku. Perawatan periodontal pada

penderita ini harus dilakukan secara dini, agresif dan inovatif. Perawatan – perawatan

yang dilakukan diantaranya adalah: perawatan preventif, terapi antimikroba dan

cangkok tulang.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Down merupakan trisomi (melipat tigakan) kromosom 21.1 Hal ini

disebabkan adanya kesalahan selama pembelahan sel yaitu nondisjunction. Pada

sindroma Down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh satu sel yang memiliki dua

kromosom 21, sehingga sel telur yang dibuahi menghasil tiga kromosom 21, sehingga

sering dikenal dengan trisomi 21. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam kasus

ini, sekitar 90% dari sel-sel abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan

nondisjunction tidak diketahui, tetapi pasti ada hubungannya dengan usia ibu.1

Penderita sindroma Down mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap penyakit

periodontal dibandingkan penyakit karies.2,3 Hal ini merupakan keadaan dan masalah

yang sangat serius.4 Beberapa penelitian melaporkan prevalensi penyakit periodontal

berada di antara 90% dan 96% orang dewasa dengan sindroma Down.4 Penyakit

periodontal merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada penderita

sindroma Down.5 Akan tetapi orang tua cenderung lebih memperhatikan masalah

klinis, kondisi keuangan, bahkan lebih menunggu anak hingga dewasa untuk

mengatasi masalah giginya.6 Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis merasa perlu

membahas sindroma Down agar lebih memahami keterkaitan tersebut sehingga

membantu dalam penatalaksanaan terapi yang tepat

Pada bab 2 akan dibahas tentang pengenalan sindroma Down yaitu defenisi

(16)

kardiovaskular, kelainan hematoietic, kelainan mukoskeletal, kelainan saraf dan

kelainan rongga mulut.

Dalam bab 3 akan dibahas tentang faktor- faktor pencetus penyakit periodontal

pada penderita sindroma Down yang terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik

Selanjutnya pada bab 4 akan dibahas tentang perawatan penyakit periodontal

pada sindroma Down yaitu penatalaksanaan tingkah laku, sleep apnea dan

penatalaksanaan gigi pada pasien sindroma Down.

Dan akhir skripsi ini akan ditutup dengan bab 5 yang berisi kesimpulan dan

saran.

Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dokter

gigi mengenai sindroma Down dan keterkaitannya dengan periodonsia sehingga dapat

(17)

BAB II

SINDROMA DOWN

Pada tahun 1866 sindroma Down pertama sekali diperkenalkan oleh seorang

dokter bernama John Langdon Down yang menerbitkan sebuah karangan di Inggris

yang menggambarkan sejumlah anak-anak dengan fitur-fitur umum yang berbeda dari

anak-anak lain dengan keterbelakangan mental.1,7,8 Pada awal abad ke - 20 banyak

spekulasi mengenai penyebab terjadinya sindroma Down. Orang pertama yang

berspekulasi bahwa penyakit tersebut mungkin terjadi karena kelainan kromosom

adalah Waardenburg dan Blayer pada tahun 1930-an.1 Pada tahun 1959, Lejeune dan

Jacob menyebutkan penyebabnya yaitu trisomy ( melipat tigakan) kromosom 21.1

2.1 Definisi

Sindroma Down merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh

ketidaknormalan kromosom, ditandai dengan keadaan fisik khas dan retardasi

mental.4,9 Sindroma Down terjadi diseluruh penjuru dunia dan diantara semua suku

bangsa.7 Sindroma Down merupakan salah satu kelainan genetik yang memiliki

prevalensi 1:800 kelahiran.1,7

2.2 Etiologi

Kromosom adalah struktur benang DNA dan protein lain yang ada disetiap sel

tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan sel untuk berkembang. Sel

manusia normal memiliki 46 kromosom tersusun dalam 23 pasang.1,3 Sel manusia

(18)

merupakan pembelahan satu sel menjadi dua sel, mempunyai jumlah yang sama dan

jenis kromosom sebagai sel induk. Kedua adalah pembelahan sel terjadi pada

ovarium dan testis yaitu miosis dimana sel membelah menjadi dua, sel-sel yang

dihasilkan memiliki setengah jumlah kromosom dari sel induk. Sel telur normal dan

sel-sel sperma hanya memiliki 23 kromosom, bukan 46. Banyak kesalahan dapat

terjadi selama proses pembelahan sel. Miosis yang seharusnya berpisah disebut

disjungsi. Namun kadang-kadang satu pasang tidak membagi. Hal ini berarti bahwa

dalam sel-sel yang dihasilkan seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain

akan memiliki 22 kromosom. Kelainan ini disebut nondisjunction. Jika sel sperma

atau sel telur dengan jumlah kromosom abnormal menyatu dengan pasangan yang

normal, makan sel telur yang dibuahi akan memiliki jumlah kromosom abnormal.

Dari 95% kasus sindroma Down disebabkan oleh satu sel memiliki dua kromosom

21, sehingga sel telur yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. Oleh karena itu

nama ilmiahnya disebut trisomy 21. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% dari

sel-sel abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan nondisjunction belum

diketahui, tetapi diduga ada hubungannya dengan usia ibu.1,3

Faktor- faktor yang memegang peranan terjadinya kelainan kromosom adalah:

(1) Usia ibu biasanya pada usia lebih dari 30 tahun, mungkin karena suatu

ketidakseimbangan hormonal, sedangkan usia ayah tidak berpengaruh, (2) kelainan

kehamilan, (3) Kelainan endokrin pada usia ibu dapat menyebabkan terjadi infiltrasi

(19)

Gambar 1. Kariotipe anak laki-laki dengan trisomy 21.( Len Leshin,MD,FAAP.

Trisomy 21: The story of Down Syndrome, 2003: 2)

Ada tiga tipe sindroma Down, meskipun dianggap bahwa tidak ada perbedaan

secara klinis dalam tiga genotipe. Ketiga bentuk tersebut adalah: (1) Trisomi 21

(94%) memiliki kromosom 21 tambahan dalam setiap sel tubuhnya kondisi ini

disebut Trisomi 21 dan merupakan bentuk sindroma Down yang paling sering

ditemuka n. (2) Translokasi (5%) terjadi jika bagian ujung kromosom 21 dan

kromosom yang lain patah, dan bagian yang tersisa saling bersatu pada bagian yang

patah tersebut. Proses bersatunya salah satu kromosom pada kromosom yang lain

disebut translokasi. Translokasi yang paling sering terjadi yaitu kromosom 14 dengan

kromosom 21. (3) Mosaikisme (1 %) anak – anak dengan sindroma Down memiliki

tambahan pada seluruh bagian kromosom 21,sedangkan sel yang lain dalam keadaan

(20)

2.3 Gambaran Klinis Secara Umum

Gambaran Klinis penderita sindroma Down sangat mirip antara satu orang

dengan lainya.Terjadinya Retardasi mental akan sangat menonjol selain terjadinya

retardasi dalam pertumbuhan (jasmani). Penderita berbicara dengan kalimat- kalimat

sederhana, dan biasanya sangat tertarik dengan musik dan kelihatan sangat gembira.10

Wajah anak sangat khas, ditandai dengan kepala agak kecil, muka lebar, tulang

pipi tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan antara satu dengan yang lainnya,

serta sipit miring keatas dan samping seperti mongolia, iris menunjukan

bercak-bercak. Selain itu, lipatan epikantus sangat jelas serta telinga agak aneh, baik letak

maupun ukurannya, bibir tebal dan lidah besar, kasar bercelah – celah. Pertumbuhan

gigi juga sangat terganggu. Kulit halus dan longgar namun warna normal. Di leher

ditemukan lipatan- lipatan yang berlebihan.10

Pada jari tangan tampak kelingking yang pendek dan membengkok ke dalam.

Pada pemeriksaan radiologis sering ditemukan tulang palang tengah dan distal

rudimenter. Jarak antara jari I dan II baik kaki maupun tangan agak lebar. Gambaran

telapak tangan tidak normal yaitu terdapat gambaran garis melintang. Otot hipotonik

dan pergerakan sendi-sendi berlebihan.10

(21)

Gambar 2. Karakteristik permukaan telapak tangan dengan hypertelorism, batang hidung yang pesek, lidah yg protrusi, satu garis simian palmar pada anak perempuan Sindroma Down umur 2 tahun (L.Dourmishev, MD,PhD,DSc :Down Syndrome.2009: 2)

Gambar a Gambar b

Gambar 3. (a) Telinga yang kecil dan lipatan yang abnormal pada pasien sindroma Down (b)

(22)

a b

Gambar 4: (a) Lipatan simian palmar pada pasien Sindroma Down. (b) Celah antara jari kaki yg pertama dengan jari kaki kedua pada pasien Sindroma Down (L.Dourmishev, MD,PhD,DSc :Down Syndrome.2009: 3)

2.4 Kelainan – Kelainan Sistemik

2.4.1 Kardiovaskular

Sekitar 40% bayi baru lahir yang menderita sindroma Down mengalami cacat

jantung bawaan seperti defek septum ventrikuli, defek septum arteri. Kelainan

jantung bawaan ini dapat dikoreksi dengan operasi pada waktu bayi.5,12,13 Selain itu,

prevalensi dari mitral valve prolapse 5%-10% lebih tinggi pada penderita sindroma

Down.6,12 Kelainan pada jaringan ikat (collagen defect) mungkin menjadi penyebab

tingginya insiden mitral valve prolapse pada penderita sindroma Down. Kebutuhan

(23)

2.4.2 Hematopoietic

Pada penderita sindroma Down dijumpai kelainan – kelainan peningkatan risiko

leukemia, risiko sebagai karier hepatitis B, neutrofil dan leukosit yang tidak

sempurna dan berumur pendek, risiko lymphopenia, risiko eosinopenia dan bentuk

serum immunoglobulin yang tidak seperti biasa.12

2.4.3 Muskoskeletal

Pada penderita sindroma Down dijumpai adanya ketidakstabilan atlantoaxial.

Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada saraf tulang belakang yang irreversibel.12

Jika penderita mempunyai riwayat atlantoaxial, dokter gigi harus berhati-hati ketika

bekerja di daerah leher. Meskipun risiko terjadinya kerusakan pada saraf tulang

belakang selama pemberian anastesi umum sangat kecil, ahli anastesi dan timnya

harus hati-hati terhadap kemungkinan yang akan terjadi.7 Pada penderita sindroma

Down juga dijumpai penyempitan saluran pernafasan dihidung dan sebagian

terhambat akibat deviasi septal dan penebalan mukosa. Hal ini sering menimbulkan

pernafasan melalui mulut. Mulut sering terbuka dengan lidah yang terdorong diantara

bibir.12

2.4.4 Sistem saraf

Fungsi motorik biasanya lebih lambat pada pasien yang lebih muda dan

koordinasi yang terbatas.7 Namun koordinasi dapat meningkat sesuai umur. Selain itu

pada penderita sindroma Down juga dijumpai demensia dan gangguan dalam bicara.

Pada penderita sindroma Down, pengucapan lebih lambat dibandingkan dengan

penerimaan bahasa. Hal ini dihubungkan dengan keterbelakangan mental, masalah

(24)

saliva yang berlebihan, kering dan tebalnya membran mukosa dan hipotonia otot

yang menyeluruh.12

2.4.5 Rongga mulut

Keadaan rongga mulut pada pasien dengan sindroma Down adalah seperti yang

tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Keadaan rongga mulut pada penderita sindroma Down (Dessai SS. Down Syndrome:A rewiew of the literature. J. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radigraphy dan Endodontics, 1997: 11)

Area Kondisi

Palatum "Stair palate" dengan bentuk "v" pada langit-langitnya

Palatum lunak yang tidak sempurna

Lidah Bentuk scallop dan berfissured

Protrusi dan lidah yang terdorong (karena rongga mulut yang kecil)

Makroglossia (karena kavitas rongga mulut yang kecil)

Lidah yang kering (karena bernafas dari mulut)

Dental Mikrodonsia

Hypodonsia

Hypoplasia dan hypocalcification

Resiko karies gigi yang tinggi Erupsi yang terlambat

Periodontal Peningkatan resiko penyakit periodontal

Oklusi Malalignment

Frequent malocclusions

Frequent temporomandibular joint dysfunction Platybsia

(25)

Gambar 5.Hubungan rahang pada penderita sindroma Down A. Maloklusi klas III Angle dengan crossbite posterior. B. Maloklusi klas III dengan open bite anterior.( Cheng RHW, Yiu CKY, Leung WK. Oral Health in in Individuals with Down Syndrome. 2011: 63)

(26)

BAB III

MANIFESTASI PENYAKIT PERIODONTAL PADA PENDERITA

SINDROMA DOWN

Penyakit periodontal merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada

penderita sindroma Down.5 Hal ini merupakan keadaan dan masalah yang sangat

serius dibandingkan dengan karies gigi.4 Periodontitis merupakan keadaan yang

sering dijumpai dan secara umum dapat menyebabkan kehilangan gigi.14 Prevalensi

dan tingkat keparahan penyakit sudah lama diketahui.13 Insiden penyakit periodontal

ditemukan 90%-96%.8 Hal ini terlihat dengan adanya kehilangan tulang alveolar pada

anak berusia 6- 16 tahun.8 Peningkatan insiden penyakit periodontal tidak hanya

disebabkan oleh penumpukan plak, melainkan adanya hubungan langsung dengan

penurunan respon immunoglobin dan inflamasi terhadap penyakit penderita ini.8

Penderita Sindroma Down yang terkait dengan keterbelakangan mental dan

perubahan sistemik dicirikan dengan periodontitis agresif generalisata dengan adanya

destruksi jaringan pendukung dan kehilangan gigi pada usia dini.14 Delapan persen

anak –anak dengan Sindroma Down menderita lesi periodontal pada usia 12 tahun.14

Prevalensi penyakit periodontal pada penderita Sindrom Down ini berkisar

60%-100% pada usia 30 tahun.14 Mekanisme yang mendasari penyakit periodontal pada

penderita sindroma Down dicirikan oleh perubahan jaringan ikat karena kelainan

pada tingkat ini menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap inflamasi periodontal

(27)

Tabel 2. Korelasi kelompok usia dengan indeks CPITN pada penderita sindroma Down (Sabila N. Kebutuhan perawatan periodontal pada penderita

sindroma down di kota medan. Skripsi. Medan, Sumatera Utara :

Univesitas Sumatera Utara, 2012 :35)

Variabel Total P

Keterangan : uji T ; p<0,05 = bermakna

Tabel 3. Perbedaan antara tiga kelompok usia penderita sindroma Down dengan indeks CPITN (Bagić I, Verzak Z, Ćavka SC dkk. Periodontal conditions in individuals with down’s syndrome. Coll Antropol 2003; 27: 78)

Rerata jumlah sektan dengan Indeks CPITN

Subjek usia N

Tidak terkena penyakit periodontal

Perdarahan kalkulus Saku dangkal

Keterangan: * p<0,05 ; ** p<0,02 ; ***p<0,01

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Namira menunjukkan bahwa

tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kelompok usia 13-17 tahun dan

(28)

indeks CPITN (p>0,05). Namun pada korelasi kebutuhan perawatan periodontal

dengan kelompok usia 13-17 tahun dengan usia >23 tahun dan antara kelompok usia

18-22 tahun dengan usia > 23 tahun menunjukkan korelasi yang bermakna (p<0,05).

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagic dkk

yang menunjukkan bahwa skor kebutuhan perawatan periodontal makin besar seiring

dengan bertambahnya usia.4

Gambar 7. Penyakit Periodontal pada penderita Sindroma Down. A. Gingivitis pada lengkung rahang bawah, dan kehilangan Insisivus lateral atas dan semua Insisivus bawah. B. Periodontitis pada Penderita sindroma Down Dewasa. (Cheng RHW, Yiu CKY, Leung WK. Oral Health in in Individuals with Down Syndrome. 2011: 67)

Tingginya prevalensi penyakit periodontal pada penderita Sindroma Down

(29)

3.1 Faktor- faktor Pencetus Penyakit Periodontal pada penderita Sindroma

Down

3.1.1 Faktor lokal

Ada beberapa faktor lokal yang menjadi pemicu tingginya prevalensi

periodontal pada penderita sindroma down, diantaranya adalah

3.1.1.1 Oral hygiene dan kalkulus

Oral hygiene yang inadekuat sangat berhubungan dengan peningkatan plak dan

secara langsung berkaitan dengan berkurangnya respon immunologi terhadap infeksi

dan inflamasi.8 Agen penyebab penyakit periodontal pada Sindroma Down adalah

plak bakteri. Hal ini dapat menginduksi jaringan secara progresif. 13

3.1.1.2 Otot wajah dan mulut lemah

Anak dengan sindroma Down tidak hanya menyebabkan lemahnya otot-otot

lengan dan kaki tetapi juga pada otot leher, wajah dan mulut. Hal ini menyebabkan

rongga mulut tidak dapat berfungsi dengan maksimal termaksud: (1) Kesulitan saat

menyusui, (2) Adanya rasa tidak nyaman saat makan dan mengunyah makanan, (3)

Kehilangan nafsu makan, (4) sulit memakan makanan yang bertekstur.15

3.1.1.3 Anormali gigi dan jaringan gingiva

Anomali gigi meliputi microdontia, hypodontia, partial anodontia,

supernumerary teeth, diastema, taurodontism, crown variants, agenesis, hypoplasia

dan hypocalcification, serta erupsi yang terlambat12. Erupsi gigi yang terlambat dapat

(30)

open bite dan crossbite serta adanya variasi morfologi mahkota yang lebih pendek

dan kecil.13,16

Anomali jaringan pendukung dan gigi terjadi pada usia dini. Delapan persen

anak penderita Sindroma Down menderita periodontitis pada usia 12 tahun, berbeda

dengan kebanyakan anak pada umumnya yang hanya 0.5%. Prevalensi penyakit

periodontal pada penderita sindroma Down yang berada pada usia dibawah 30 tahun

berkisar 9, 15 %12 selain itu dapat juga terjadi ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative

Gingivitis).13

3.1.1.4 Faktor Saliva

Chaushu melaporkan bahwa adanya imunitas oral yang lemah pada penderita

sindroma Down dengan immunoglobulin IgA dan rerata sekresi IgG dari kelenjar

parotid hanya mencapai 13% dan 25%.17 Pada dasarnya aliran saliva dan buffering

saliva sangat penting, akan tetapi pada penderita sindroma Down aliran saliva

menjadi berkurang sehingga menyebabkan serostomia (mulut kering).13

3.1.2 Faktor Sistemik

Penyakit periodontal pada penderita sindroma Down tidak hanya disebabkan

oleh keberadaan plak bakteri tetapi dengan adanya faktor sistemik sebagai

predisposisi terhadap peningkatan kerusakan periodontal. Perkembangan dari

penyakit periodontal pada Sindroma Down akan lebih meningkat jika dipengaruhi

oleh respon imun host, integritas jaringan, mediator inflamatori, enzim proteolitik

(31)

sistemik yaitu respon fagositik dan kemotastik, perubahan metabolisme oksidasi yang

berhubungan dengan kromoson 21 dan adhesi molekul sel pada gen kromoson 21.18

Menurut Izumi dkk, penderita sindroma Down menunjukan penurunan

kemotaksis yang signifikan dibanding orang yang sehat pada umumnya. Yavuzyilmaz

menyatakan bahwa penderita sindroma Down akan mangalami penurunan neutrofil.

Hal ini juga dinyatakan oleh Zaldivar dan Chiapa bahwa terjadi peningkatan

neutrofil, aktifitas fagositik dan produksi anion superoksida. Selain karena infeksi

bakteri, penyakit periodontal juga disebabkan oleh perubahan immunitas sebagai

alasan primer pada penderita Sindroma Down. Dengan menurunnya immunitas pada

individu Sindroma Down dapat mempermudah virulensi microbial periodontopathic,

sehingga terjadi kolonisasi plak subgingiva. Ketika hal ini terjadi, akan menginduksi

reaksi inflamasi pada jaringan gingiva. Peningkatan inflamasi gingiva pada jaringan

gingiva akan menurunkan produksi enzim dan mengubah remodeling tulang. Sebagai

hasil akhir dari inflamasi tersebut menyebabkan kehilangan dan kerusakan

periodonsium atau bahkan kehilangan gigi.18

Kuster dkk melaporkan bahwa penderita sindroma Down terkait erat dengan

disfungsi imun dari hasil penelitiannya diamati adanya komponen berbeda dari

system imun dalam kaitanya dengan periodontitis terutama pada fungsi netrofil,

reaksi imun selular gingival dan produksi antibody terhadap bekteri periontopatik.

Sohoel melaporkan adanya peningkatan antigen HLA1 yang memegang peranan

penting dalam pengaturan imun saat terjadi Chronic Marginal Periodontitis( CMP)

pada penderita sindroma Down. Santoes melaporkan penyebaran antibody terhadap

(32)

pasien normal yang menjelaskan bahwa tujuh penderita sindroma Down dengan

periodontitis memiliki kedalam saku > 4, lima penderita sidroma Down dengan

gingivitis ≤ 3dan pada pasien normal mengalami pendarahan. Berdasarkan laporan

diatas terlihat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan penderita

sindroma Down (p= 0,05), kelompok penderita sindroma Down dengan periodontitis

mengalami reaksi yang sangat tinggi disusul oleh kelompok sindroma Down dengan

gingivitis dan kelompok kontrol.18

Barr dan Agholme melaporkan bahwa jumlah prostaglandin E2 (PGE2) dan

interleukin - 1β (IL- 1β) pada aliran Gingiva Crevicular Fluid (GCF) secara signifikan

lebih tinggi pada penderita sindroma Down dibandingkan dengan pasien normal. Hal

ini menimbulkan perubahan dalam metabolisme asam archidonik pada penderita

sindroma Down.18

Yamazaki dan Kubota melaporkan jumlah tentang jumlah matrix

metalloproteinase-2 (MMP-2) dan matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) pada

gingival crevicular fluid (GCF) dan bakteri periodontopatik pada plak subgingival.

Sampel GCF dan plak diperoleh dari insisivus sentralis. Jumlah MMPs dievaluasi

berdasarkan enzim yang terkait imunitas dan bakteri periodontopatik dideteksi

berdasarkan reaksi rantai polymerase. Jumlah MMP-2 dan MMP-8 pada penderita

(33)

Gambar 8: Ilustrasi skematik terjadinya penyakit periodontal oleh faktor sistemik (Ahmed Khocht: Down Syndrome and Periodontal Disease, Temple University school of Dentistry United States.2012: 219 )

Gambar tersebut menunjukkan penurunan aliran saliva dan hubungan

penurunan produksi antibodi saliva. Neutrofil dengan kemotaksis yang tidak

sempurna tidak dapat mencapai target patogen. Terjadi kolonisasi awal dari

dentogingiva. Jaringan marginal gingiva diinfiltrasi oleh sel imun seperti makrofag

dan limposit. Antigen menunjukan sel yang yang mulai aktif. Makrofag dan sel

gingiva akan menurunkan produksi enzim, degradasi kolagen serta kerusakan

jaringan, pelepasan prostaglandin, peningkatan osteoklas dan kehilangan tulang

(34)

BAB IV

PERAWATAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA SINDROM DOWN

Perawatan dental pada penderita sindroma Down sebaiknya diberi perlakuan

yang sama dengan pasien normal lainnya. Rencana perawatan perlu disesuaikan pada

kondisi individu sehingga memberi perawatan yang komprehensif.6

4.1 Penatalaksanaan Tingkah laku

Penanganan dental pada penderita sindroma Down dapat ditemukan pada usia

dini. Akan tetapi orang tua cenderung lebih memperhatikan masalah klinis, kondisi

keuangan, bahkan lebih menunggu anak hingga dewasa untuk mengatasi masalah

kesehatan giginya. Hal ini menyebabkan sulitnya untuk mengajarkan perawatan gigi

dan mulut yang tepat dirumah dan sulitnya mengembangkan sikap kooperatif anak

pada perawatan gigi. Hal terpenting untuk mendapatkan hubungan kooperatif dengan

penderita Sindroma Down adalah dengan menentukan tingkat komunikasi yang tepat.

Dalam hal ini keluarga pasien dapat memberitahu dokter gigi seperti apa komunikasi

yang sesuai dengan anak. Akan tetapi lebih baik jika dokter gigi dapat berkomunikasi

langsung dengan pasien sekaligus membangun kepercayaan pasien. Hal ini lebih

menguntungkan bagi orang tua pada awal kunjungan perawatan, sekaligus

menanamkan sikap menjaga kebersihan rongga mulut bagi pasien6

Penetapan jadwal kunjungan pada anak sebaiknya dilakukan dipagi hari dimana

baik pasien dan operator dalam kondisi lebih prima atau sehat. Kunjungan pertama

(35)

lebih lama dari biasanya. Sebaiknya dokter gigi terlebih dahulu mengetahui riwayat

medis pasien untuk memungkinkan adanya konsultasi medis jika diperlukan.6

4.2 Sleep Apnea

Pada penderita Sindroma Down hal penting dan perlu diketahui dokter gigi

adalah kemungkinan terjadi sleep apnea, seperti dilaporkan oleh Stebbens bahwa

insiden obstruksi pernafasan atas sebesar 31 % pada anak penderita sindroma Down.

Gejala obstruktif sleep apnea adalah mendengkur, tidur gelisah dan posisi tidur yang

tidak biasa. Jika keluarga pasien melaporkan gejala- gejala tersebut maka

diindikasikan sebagai gangguan tidur secara klinis. Penanganan dapat dilakukan

dengan reposisi pesawat oklusal, pernafasan buatan dengan atau tanpa tindakan

bedah.6

4.3 Pertimbangan Perawatan Gigi

Dokter gigi harus menggunakan pendekatan inovatif untuk perawatan gigi pada

pasien sindroma Down berdasarkan data yang disediakan sebelumnya8

4.3.1 Masalah penyakit periodontal dan kesehatan rongga mulut

Adanya dokumentasi awal tentang perkembangan penyakit periodontal

terutama kehilangan tulang alveolar dan terbentuknya poket merupakan hal yang

penting, sehingga kebanyakan dokter gigi lebih memahami informasi tentang

timbulnya penyakit periodontal dan kemajuan pada usia dini (6-16). Namun saat

melakukan ekstraksi gigi permanen pada anak sindroma Down yang berusia 18 tahun

telah ditemukan kehilangan tulang, sehingga catatan perkembangan penyakit dan

(36)

mengenai keterbatasan perawatan gigi dalam mencegah kehilangan gigi juga

merupakan hal yang penting. Saat ini orang tua maupun pengasuh memiliki tanggung

jawab untuk memperhatikan kebersihan rongga mulut dan jaringan pendukung gigi.8

4.3.2 Penanganan penyakit periodontal secara dini, cepat dan inovatif

Seorang dokter gigi seharusnya memberikan pendekatan penanganan secara

aktual atau mengantisipasi masalah periodontal pada penderita sindroma Down

seperti halnya pendekatan penanganan pada pasien AIDS. Berikut ini merupakan

beberapa contoh penanganan dini , cepat dan inovatif.

Topikal antimikrobial seperti Peridex dan Listerine diindikasikan sebagai

penanganan jangka panjang. Hal ini membantu pasien untuk membersihkan dan

mengurangi mikroba. Cara penggunaannya dengan gel atau spray.8

Antimikroba sistemik seperti tetrasiklin. Pada umumnya terapi tetrasiklin dalam

jangka panjang (10-30 tahun) dilakukan pada bidang dermatologi. ADA (American

Dental Association ) menyatakan antibiotik jangka panjang pada kedokteran gigi

tergantung pengalaman dan pemakaiannya terbatas bagi dokter gigi.8

Terapi periodontal preventif dini meliputi perluasan vestibular dan frenektomi

harus dipertimbangkan. Kebanyakan masalah dikarenakan adanya imun dan respon

host yang berubah sehingga kurangnya kesuksesan dalam terapi periodontal.

Penelitian jangka panjang menyatakan kesuksesan atau kegagalan berbagai terapi

seharusnya tidak diharapkan dalam jangka waktu yang pendek. Oleh karena itu

dokter gigi harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan orang tua pasien mengenai

hasil akhir dan alasan yang dapat diterima pada penangan secara bedah. Dalam hal ini

(37)

membutuhkan jangka panjang sehingga harus diikuti dengan penggunaan antibiotika

walaupun dalam prosedur bedah minor. 8

Dokter gigi harus melakukan terapi dini dan agresif terhadap kondisi ANUG

(Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) atau kerusakan papila pada penyakit

periodontal. Dalam mempertahankan gigi desidui yang diikuti dengan ANUG (Acute

Necrotizing Ulcerative Gingivitis) dan penyakit periodontal, sebaiknya diberikan

perhatian yang lebih khusus dalm mengekstraksi gigi desidui. Selain itu perlu

diperhatikan adanya seleksi ekstraksi yang tepat dari gigi desidui atau permanen atau

enamelloplasti radikal dengan tujuan menghasilkan diastema interdental pada gigi

berjejal.8

Penggunaan cangkok tulang atau bone replacement (hidroksiapatit) saat ini

merupakan perawatan alternatif. Penyelarasan oklusal secara radikal dan agresif

dilakukan untuk mengurangi hambatan oklusal dan mendapatkan rasio mahkota akar

yang sesuai. Dataran oklusi yang datar dapat memberi hasil yang lebih baik pada

penderitasindroma Down pada maloklusi klass III dan crossbite posterior. Tindakan

ortodontik secara dini dengan memperluas palatum serta mengoreksi crossbite dapat

memberikan hasil yang lebih baik. Restorasi pada bentuk gigi peg shape dapat

dilakukan dengan restorasi komposit.8

4.3.3 Periodontitis

Shapira dan Sakellari melaporkan bahwa kebutuhan perawatan pada penderita

sindroma Down lebih tinggi dibandingkan orang normal. Cichon melaporkan bahwa

tidak ada perkembangan secara klinis maupun microbial setelah dilakukan skeling,

(38)

kunjungan pertama. Terapi periodontal standar konvensional tidak dapat

menghilangkan patogen periodontal dan bahkan tidak berpengaruh pada bakteri

subgingiva. Sakellari menyarankan untuk melakukan kunjungan sekali dalam tiga

bulan untuk mengontrol plak supragingiva. Yoshihara juga menganjurkan

melakukan perawatan preventif secara berkala untuk menekan perkembangan

penyakit periodontal. Cheng melaporkan respon penyembuhan yang memuaskan

pada 21 penderita sindroma down setelah dilakukan terapi periodontal mekanis non

bedah, dan menganjurkan menggunakan pasta gigi dan obat kumur chrorhexidine

sehari dua kali. Berdasarkan beberapa penelitian diatas terlihat bahwa terapi

periodontal konvensional seperti instruksi menjaga kebersiahan rongga mulut,

skaling dan debridement akar tidak dapat menjamin penyembuhan gingiva yang

baik. Namun tidak ada standar perawatan periodontal dan bukti yang kuat

diindikasikan untuk menangani penyakit periodontal pada penderita sindroma down.

Modifikasi terapi periodontal yang sesuai seperti terapi periodontal non bedah

dengan penggunaan obat kumur dan melakukan kunjungan berkala akan lebih baik

kedepannya.19

4.3.4 Perawatan Prostetik

Pemilihan perawatan prostetik seperti gigi tiruan cekat, lepasan dan penuh

sangat terbatas pada penderita sindroma Down dikarenakan adanya penyakit

periodontal, mobiliti gigi, retensi yang kurang , hubungan rahang klas III dan pasien

tidak koperatif. Sinus maksilaris yang kecil pada beberapa penderita sindroma

Down dapat digunakan untuk teknologi implan, namun masalah respon host dan

(39)

penting dijelaskan secara keseluruhan kepada orang tua maupun wali pada saat

melakukan rencana perawatan.8

Gambar.9 Gambaran klinis rehabilisasi gigi dengan bedah implan A. Implan pada dinding tulang. B

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Sindroma Down merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh

ketidaknormalan kromosom yang ditandai dengan keadaan fisik yang khas dan

retardasi mental dengan faktor etiologi yang belum diketahui secara pasti, namun

diduga risiko memiliki anak dengan Sindroma Down akan semakin meningkat

dengan semakin tua usia ibu pada saat hamil.

Penderita sindroma Down pada umumnya mempunyai gambaran klinis yang

khas, sangat mirip antara satu orang dengan lainnya disamping itu terlihat tanda

kelainan klinis neurologik antara lain berupa hipotonia otot dan retardasi mental.

Selain itu penderita Sindroma Down juga mempunyai beberapa kelainan sistemik

seperti kelainan kardiovaskuler.

Pada umumnya penderita sindroma Down mempunyai risiko yang tinggi untuk

terjadinya penyakit periodontal. Ada dua faktor pencetus yang mempengaruhi

tingginya prevalensi penyakit periodontal pada penderita sindroma Down yaitu faktor

lokal seperti: oral hygiene, kalkulus, fungsi oral, anomali gigi dan jaringan gingiva,

faktor saliva dan faktor sistemik, respon imun host, integritas jaringan, mediator

inflamatori, enzim proteolitik dan faktor endokrin serta nutrisi.

Rencana perawatan meliputi penatalaksanaan tingkah laku, sleep apnea dan

pertimbangan perawatan gigi. Perawatan periodontal pada penderita sindroma Down

(41)

dilakukan pada penderita sindroma Down ini antaranya adalah perawatan preventif,

pemberian antimikroba baik secara topikal maupun sistemik, skeling dan melakukan

kunjungan berkala ke dokter gigi.

5.2 SARAN

Meskipun pada dasarnya perawatan terhadap penderita sindrom Down tidak

berbeda dengan perawatan terhadap individu normal, namun seorang dokter gigi yang

merawat penderita ini harus dapat memperlihatkan kemampuannya baik dalam

penanggulangan tingkah laku maupun ketrampilan khusus dalam perawatan gigi dan

mulutnya. Sehubungan dengan retardasi mentalnya, cara pendekatan terhadap pasien

ini di perlukan kehangatan, rasa persahabatan dan kesabaran.

Orang tua penderita sindroma Down sebaiknya diberikan pengetahuan tentang

pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut, dan dianjurkan melakukan kunjungan

Gambar

Gambar 1. Kariotipe anak laki-laki dengan trisomy 21.( Len  Leshin,MD,FAAP. Trisomy 21: The story of Down Syndrome, 2003:  2)
Gambar 2. Karakteristik permukaan telapak tangan dengan hypertelorism, batang hidung yang pesek, lidah yg protrusi, satu garis simian palmar pada anak perempuan  Sindroma Down umur 2 tahun (L.Dourmishev, MD,PhD,DSc :Down Syndrome.2009: 2)
Gambar 4: (a) Lipatan simian palmar pada pasien Sindroma Down. (b) Celah antara  jari kaki yg pertama dengan  jari kaki kedua pada pasien Sindroma Down (L.Dourmishev, MD,PhD,DSc :Down Syndrome.2009: 3)
Tabel 1. Keadaan rongga mulut pada penderita sindroma Down (Dessai SS. Down Syndrome:A rewiew of the literature
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bank syariah salah satu tujuannya ialah profit oriented sebagai intermediary finansial institution disamping sebagai lembaga baitul maal Bank syariah bisa menerima dana

[r]

Pembuatan Web Pariwisata menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL dengan web server Apache, dibuat tidak saja hanya menampilkan gambar tempat wisata tetapi juga

protection of consumers against unfair trade practices is found in the Sale of Goods Act, the Unfair Contract Terms Act and CPFTA. 3.11 CPFTA provides consumers with safeguards

perilaku yang terjadi pada perempuan saja namun terjadi juga terhadap para laki- laki. Salah satu hal yang dapat menjadi bukti bahwa laki-laki pun dapat melakukan perilaku

Denial of Service (DoS) attack adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Teknik Universitas

[r]