LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Whitten et al (2004, p12), “Information system is an arrangement of people, data, processes, and information technology that interact
to collect, process, store, and provide as output the information needed to
support an organization”. Dengan demikian, sistem informasi adalah suatu
pengaturan dari orang-orang, data, proses, dan teknologi informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi.
Menurut Laudon dan Loudon (2004, p8), “Information system can be defined technically as a set of interrelated components that collect (or retrive),
process, store and distribute information to support decision making,
coordination, and control in a organization”. Dengan demikian, sistem
informasi adalah komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, kontrol, analisis dan visualisasi dalam suatu organisasi.
Menurut Hall (2001, p7), Sistem Informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada para pemakai.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi di mana data
dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai untuk mendukung pengambilan keputusan dan mencapai sasaran.
2.2 Sistem Informasi Akuntansi
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Wilkinson et al (2000, p7), “Accounting information system is a unified structure within an entity, such as a business firm, that employs physical
resources and other components to transform economic data into accounting
information”. Dengan demikian, Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah struktur kesatuan di dalam suatu entitas, seperti perusahaan bisnis, yang mempekerjakan sumber daya fisik dan komponen-komponen lainnya untuk mengubah data ekonomi ke dalam informasi akuntansi.
Menurut Gelinas et al. (2005, p15), Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah spesifikasi subsistem dari sistem informasi, tujuannya untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berkaitan terhadap aspek keuangan dari kegiatan bisnis, di mana terintegrasi dengan sistem informasi dan tidak dapat membedakan sebagai pemisah subsistem.
2.2.2 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Wilkinson et al. (2000, p8-10), tujuan dan kegunaan sistem informasi akuntansi adalah :
1. Mendukung operasional sehari-hari.
2. Mendukung pengambilan keputusan bagi pengambil keputusan internal. 3. Untuk memenuhi kewajiban atau tanggung jawab yang sesuai dengan
jabatannya.
Menurut Jones dan Rama (2006, p6-7), tujuan dan kegunaan Sistem Informasi Akuntansi ada lima, yaitu :
1. Menghasilkan laporan eksternal
Sistem informasi akuntansi mampu menghasilkan laporan-laporan khusus untuk memuaskan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan. Laporan-laporan tersebut mencakup financial statement, tax returns, dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh perwakilan pihak-pihak
yang terkait.
2. Mendukung aktifitas yang rutin
Mampu mendukung manajer dalam menangani aktivitas-aktivitas operasi yang bersifat rutin selama siklus operasi perusahaan.
3. Mendukung keputusan
Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat non-rutin yang terdapat pada organisasi atau perusahaan.
4. Perencanaan dan pengawasan
dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya.
5. Pengimplementasian pengendalian internal
Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau penggelapan dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut dapat berhasil yaitu dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.
2.2.3 Komponen-Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6-7), terdapat 6 komponen dari sistem informasi akuntansi, yaitu :
1. Orang yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai macam fungsi. 2. Prosedur dan instruksi, baik manual maupun otomatis. Dilibatkan dalam
pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai aktivitas organisasi.
3. Data tentang organisasi dan proses bisnisnya.
4. Software yang digunakan untuk memproses data organisasi.
5. Infrastruktur teknologi informasi, termasuk komputer, peralatan di sekelilingnya, dan peralatan komunikasi jaringan yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan mengirimkan data dan informasi.
2.2.4 Siklus Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Wilkinson et al. (2000, p45-47), siklus Sistem Informasi Akuntansi yang merupakan siklus transaksi akuntansi (transaction cycles) terdiri dari :
1. General ladger and financial Reporting Cycle
Merupakan pusat dari siklus lainnya. Siklus ini unik di mana pemrosesan transaksi individual bukanlah merupakan fungsi keseluruhannya maupun fungsinya yang penting. Selain itu, juga lebih banyak bekerja sama dengan pemrosesan yang berhubungan dengan akuntansi daripada kejadian bisnis. Arus masuk utamanya timbul dari output siklus transaksi lainnya. Sebagai tambahan, siklus ini meliputi transaksi non-rutin dan penyesuaian yang timbul selama atau pada akhir tiap periode akuntansi.
2. Revenue cycle
Siklus ini meliputi tiga kejadian bisnis atau transaksi kunci : permintaan atas proyek, eksekusi proyek dan pengiriman (penjualan), serta peneriamaan kas. 3. Expenditure Cycle
Siklus ini meliputi dua kejadian bisnis atau transaksi kunci : pembelian dan pengeluaran kas.
4. Resources-management cycle
Siklus ini terdiri dari semua aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya fisik perusahaan. Jadi melibatkan kejadian bisnis sebagai berikut :
a) Memperoleh modal dari berbagai sumber (termasuk pemilik), menginvestasikan modal dan membayar modal ke penerimanya.
c) Memperoleh, menyimpan, dan menjual persediaan (barang dagangan). d) Memperoleh, memelihara, dan membayar personil.
5. Other Transaction Cycles
Siklus ini merupakan siklus-siklus lain selain yang telah dijelaskan di atas yang tergantung dari jenis perusahaan. Misalnya pada perusahaan manufaktur menambahkan siklus produksi atau konversi (production / conversion cycle).
2.3 Sistem Pengeluaran kas
Menurut Hall (2001, p274) sistem pengeluaran kas akan memproses pembayaran kewajiban yang dihasilkan oleh sistem pembelian. Tujuam utama dari sistem ini adalah untuk memastikan bahwa kreditor yang sah menerima jumlah terutang yang benar ketika kewajiban jatuh tempo. Jika sistem tersebut melakukan pembayaran lebih awal, perusahaan melewati penghasilan bunga yang dapat dihasilkan dari dana tersebut. namun demikian, jika kewajiban dibayar telat, perusahaan akan kehilangan diskon pembelian atau dapat mengacaukan kredibilitasnya sendiri. Diagram arus data yang menggambarkan arus informasi dan sumber daya dasar dari sistem pengeluaran kas memiliki tiga proses yaitu :
1. Proses utang dagang mempelajari file utang dagang untuk jatuh tempo setiap item dan mengotorisasi proses pembayaran kas untuk melakukan
pembayaran.
kewajibannya dibayar, dan akun utang dagangnya diperbaharui untuk memindahkan kewajban tersebut.
3. Pada periode akhir, baik proses pengeluaran kas maupun proses utang dagang mengirimkan rangkuman informasi ke buku besar. Informasi ini direkonsiliasi dan diposkan ke akun kontrol kas dan utang dagang.
2.4 Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit 2.4.1 Pengertian Penjualan
Berdasarkan pendapat Warren et al. yang diterjemahkan Farahmita A., Amanugrahani dan Hendrawan T. (2005, p290), “Penjualan adalah jumlah yang dibebankan ke pelanggan untuk barang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit”.
Ikatan Akuntansi Indonesia (2004) mendefinisikan, “Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah properti lain yang dibeli untuk dijual kembali. Dan penjualan jasa biasanya menyangkut tugas yang secara kontraktual telah disepakati oleh perusahaan jasa tersebut dapat diserahkan selama satu periode atau secara lebih dari satu periode.” (PSAK No.23.1).
2.4.2 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit
Mengacu pada pendapat Wilkinson et al. (2000, p416-417), tujuan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit meliputi:
1. Mencatatat order penjualan secara akurat dan cepat.
2. Mengidentifikasi pelanggan yang layak mendapatkan kredit.
3. mengirimkan produk atau melakukan pelayanan pada waktu yang tepat. 4. Menagih piutang kepada pelanggan pada waktunya.
5. Mencatat dan mengklasifikasikan penerimaan kas secara cepat dan akurat. 6. Memposting penjualan dan penerimaan kas ke akun-akun yang berhubungan
di dalam buku besar piutang.
7. Mengamankan produk sampai pengiriman. 8. Mengamankan kas sampai dideposit.
2.4.3 Dokumen Yang Digunakan Dalam Penjualan Kredit
Berdasarkan pada pendapat Wilkinson et al. (2000, p419), dokumen yang terdapat pada penjualan kredit, yaitu:
1. Customer order: surat yang berisikan order dari pelanggan yang dikirim kepada perusahaan.
2. Sales order: surat yang dibuat perusahaan berdasarkan customer order. 3. Order acknowledgment: surat pemberitahuan kepada pelanggan bahwa order
telah diterima.
4. Picking list: daftar yang diterima kepada bagian gudang untuk mempersiapkan barang yang dipesan.
6. Billing of lading: dokumen pengapalan.
7. Shipping notice: dokumen yang digunakan sebagai bukti bahwa barang telah dikapalkan.
8. Sales invoice: dokumen yang dikirimkan kepada pelanggan yang berisikan jumlah penjualan.
9. Remittance advice: dokumen yang berisikan jumlah kas yang diterima dari pelanggan.
10.Deposito slip: dokumen yang menyertai ketika kas dideposito ke bank.
11.Back order: dokumen yang disiapkan ketika jumlah persediaan tidak sesuai dengan sales order.
12.Credit memo: dokumen untuk retur penjualan yang terjadi.
13.Credit application: form yang digunakan untuk memasukkan data konsumen yang menerima kredit.
14.Salesperson call report: form yang digunakan untuk menjelaskan salesperson mana yang melakukan panggilan kepada pelanggan.
15.Delinquent notice: dokumen yang disiapkan oleh manajer kredit ketika sebuah akun dipertimbangkan tidak tertagih.
16.Cash register receips: form yang digunakan untuk menggambarkan kas yang diterima.
2.5 Sistem Informasi Akuntansi Piutang.
atau organisasi lainnya. Piutang biasanya memiliki bagian yang signifikan dari total aktiva lancar perusahaan”. Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang atau jasa secara kredit. Account receivable (piutang usaha) semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari.
Menurut Horngren et al. (2002, p12), Piutang Dagang adalah suatu janji untuk menerima uang dari pelanggan dimana perusahaan telah menjual barang-barang atau telah melakukan jasa kepadanya.”
Jadi Piutang Dagang adalah sejumlah uang yang terhutang oleh konsumen kepada perusahaan karena terjadinya transaksi penjualan barang dan jasa.
Menurut Gelinas et al. (2005, p393), proses penagihan terdiri dari tiga bagian penting, yaitu:
1. Billing customer.
2. Managing customer account, dan
3. Securing payment for good sold or service rendered.
Proses billing / account receivable / cash receipt merupakan struktur yang saling berinteraksi antara manusia, peralatan, metode dan kontrol yang dirancang untuk membuat aliran informasi dan bertujuan:
1. Mendukung pekerjaan berulang yang rutin pada bagian kredit, kasir dan bagian piutang.
2.6 Sistem Pengendalian Internal
2.6.1 Pengertian Pengendalian Internal.
Menurut Hall (2001, p150), “pengendalian internal merangkum pada kebijakan, praktek, dan prosedur yang digunakan untuk mencapai 4 tujuan utama, yaitu :
1. Untuk menjaga aktiva perusahaan.
2. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan informasi akuntansi.
3. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan.
4. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen”.
Menurut Jones dan Rama (2006, p13), “Internal control is the rules, policies, procedures, and information system used to ensure that a company’s
financial data are accurate and reliable and to protect a company’s asset from
loss or theft”. Dengan demikian, pengendalian internal adalah aturan, kebijakan,
prosedur dan sistem informasi yang digunakan untuk menjamin data keuangan perusahaan akurat dan dapat dipercaya dan dapat untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau pencurian.
2.6.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal.
1. Efektifitas dan efisiensi operasi.
2. Reliabilitas atau kehandalan pelaporan keuangan. 3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
2.6.3 Pengendalian Internal Dalam Sistem Penjualan Kredit dan Piutang Menurut Wilkinson et al. (2000, p451-453), unsur Pengendalian Internal dalam sistem penjualan kredit meliputi:
1. Pengendalian Umum
a. Pengendalian Organisasi
Harus ada pemisahan tugas antara bagian operasional dengan bagian pencatatan.
b. Pengendalian Dokumen
Dokume harus lengkap dan up-to-date c. Pengendalian Asset Accountability
Buku besar pembantu piutang harus dipertahankan dan direkonsiliasi secara berkala dengan rekening kontrol yang ada di buku besar. Demikian juga halnya dengan catatan persediaan.
d. Pengendalian Praktik Manajemen
e. Pengendalian Data Center Operation
Staf IT dan akuntansi harus diawasi, dan kinerja mereka di-review dengan bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses. f. Pengendalian Otorisasi
Semua transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer kredit. g. Pengendalian Akses
Menggunakan password untuk hak akses, melindungi gudang dan kas secara fisik.
2. Pengendalian Aplikasi a. Pengendalian Input
1. Dokumen yang disiapkan untuk penjualan, pengiriman, dan penerimaan kas diberi nomor berurut, dan setiap dokumen harus mendapat persetujuan dari pihak yang berotorisasi.
2. Validasikan data pada pemesanan penjualan dan bukti kas masuk saat data disiapkan dan dientry untuk di proses.
3. Memperbaiki error yang terdeteksi selama data entry dan sebelum data diposting ke dalam catatan pelanggan dan persediaan.
4. Masukkan total batch yang berhubungan dengan data penting pada sales invoice dan bukti kas masuk. Dalam kasus penerimaan kas, total
b. Pengendalian Processing
1. Pindahkan barang pesanan dari gudang dan kirimkan barang hanya berbasiskan otorisasi tertulis seperti stock request copies.
2. Berikan faktur kepada pelanggan hanya pada saat terdapat notifikasi dari departemen pengiriman tentang jumlah kuantitas yang dikirim. 3. Terbitkan nota kredit untuk retur penjualan hanya setelah terbukti
barang tersebut telah dikembalikan.
4. Verifikasi semua perhitungan pada faktur penjualan sebelum dikirim atau diposting ke dalam akun pelanggan. Bandingkan juga faktur penjualan dengan shipping notices.
5. Verifikasi semua jumlah total yang diposting ke dalam akun piutang dari transaksi batch, kemudian posting jumlah total pada akun buku besar.
6. Setorkan semua kas yang diterima dengan batas penundaan yang minimum untuk menghindari penggunaan kas secara tidak sah oleh karyawan.
c. Pengendalian Output
1. Siapkan laporan bulanan yang harus dikirimkan kepada semua pelanggan kredit.
2. Semua kopian dari dokumen transaksi penjualan kredit sampai penerimaan kas diberi nomor urut dan setiap nomor urut diperiksa secara periodik untuk menghindari adanya gaps.
3. Siapkan daftar printed transaction, dan account summary secara periodik untuk dapat dilakukan audit.
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p205), terdapat unsur pengendalian internal lai yang harus ada, yaitu:
1. Preventative Controls, yaitu tindakan untuk mencegah kesalahan dan kecurangan sebelum terjadi.
2. Detective Controls, yaitu tindakan untuk meng-uncovered kesalahan dan kecurangan yang terjadi.
3. Corrective Controls, yaitu tindakan untuk memperbaiki kesalahan.
Berdasarkan pada pendapat Gelinas et al. (2005, p301), terdapat dua unsur pengendalian internal:
1. Control goals of operation processes
a. Effectiveness: ukuran kesuksesan dari satu atau lebih tujuan proses yang merefleksikan kriteria yang digunakan untuk menilai efektivitas berbagai proses bisnis.
c. Security of resources: perlindungan proses organisasi dari kerugian, kebangkrutan, penyikapan, peniruan, dan penyalahgunaan lainnya.
2. Control goals of information processes
a. Input validity: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa masukan data yang disetujui secara tepat dan menunjukkan objek dan keadaaan ekonomi saat ini.
b. Input completeness: pengendalian yang menjamin bahwa semua kejadian atau objek valid yang dimasukkan ke dalam sistem.
c. Input accuracy: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa kejadian secara benar dimasukkan ke dalam sistem.
d. Update completeness: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa semua kejadian yang dimasukkan dalam komputer dan direfleksikan masing-masing dalam master data.
e. Update accuracy: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa data yang dimasukkan dalam komputer, direfleksikan secara benar ke masing-masing master data.
2.6.4 COSO Internal Framework.
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) adalah kelompok ikatan
profesi yang terdiri dari American Accounting Association, AICPA, Institute of Internal Auditors, Institute of Management Accountings, dan Financial
Executives Institute. Ditahun 1992, COSO menerbitkan hasil studi untuk
panduan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal. Laporannya telah diterima secara luas sebagai torisasi atas pengendalian internal.
COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan oleh dewan direksi, manajemen, dan mereka yang bertanggung jawab menyediakan kepastian yang masuk akal yang mengontrol tujuan-tujuan untuk mengikuti :
1 Efektivitas dan efisiensi operasi. 2 Keandalan dari pelaporan keuangan.
3 Kepatuhan terhadap hukum dan regulasi yang ada.
Menurut Gelinas et al. (2005, p235) definisi Pengendalian Internal dari COSO Report, “ Internal Control is a process – effected by an entity’s board of directors, management and other personeel – designed to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objectives in the following categories :
effectiveness and eficiency of operation, realiability of financial reporting,
compliance with applicable laws and regulation”. Pengendalian internal menyediakan kepastian yang masuk akal dari pada absolut, karena kemungkinan kesalahan manusia, kolusi, dan kesalahan pengelolaan manajemen membuat proses ini sebagai yang tidak sempurna. Model internal control COSO memiliki 5 komponen yaitu :
1. Control Environment
2. Control Activities
Peraturan pengendalian dan proses harus diterapkan dan dieksekusi untuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi manajemen adalah perlu untuk mengarahkan resiko menuju pencapaian dari tujuan organisasi.
3. Risk Assessment
Organisasi harus waspada dan berkutat dengan resiko yang akan dihadapinya. Dia harus menetapkan tujuan, mengintegrasikannya dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan aktivitas lain sehingga organisasi beroperasi dengan benar. Juga harus diterapkan mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola resiko yang berhubungan. 4. Information and Communication
Yang mengelilingi aktivitas kontrol adalah sistem informasi dan komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang di dalam organisasi menangkap dan menukarkan informasi yang diperlukan untuk mengadakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya.
5. Monitoring
2.7 Sistem Basis Data (Database)
2.7.1 Pengertian Data
Menurut Turban et al. (2003, p15), adalah fakta-fakta yang belum diolah atau gambaran-gambaran lebih lanjut dari benda-benda, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, dan transaksi-transasi yang ditangkap, direkam, disimpan, dan diklasifikasikan, tetapi tidak disusun untuk menyampaikan arti khusus lainnya.
2.7.2 Pengertian Database
Menurut Connolly et al. (2002, p15), Database adalah kumpulan data yang saling berhubungan secara logis dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam suatu organisasi.
Menurut Date (2000, p10), Database adalah sekumpulan data persisten yang digunaka oleh suatu sistem aplikasi dalam perusahaan. Persisten artinya suatu data telah tersimpan dalam DBMS dan hanya dapat dihapus melalui DBMS dengan cara-cara tertentu.
Jadi, Database adalah sekumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan suatu organisasi.
2.7.3 Keuntungan Database
Menurut Date (2000, p15), keuntungan menggunakan datebase adalah sebagai berikut:
1. Compactness : mengurangi penggunaan kertas.
3. Less drudgery : mengurangi pemeliharaan data dengan tangan manusia karena tugas mekanis yang dilakukan dengan mesin jauh lebih baik.
4. Currency : database lebih akurat dan terkini (up to date).
2.8 Freight Forwarding
2.8.1 Pengertian Freight Forwarding
Menurut Suyono (2005, p239), Freight Forwarding adalah badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan atau pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut dan/atau udara.
Menurut Ronosentono (2006, p54), Freight Forwarding adalah Badan Hukum yang melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik barang, yang dikumpulkan dari satu atau beberapa tempat, sampai ketempat tujuam akhir melalui suatu sistem pengaturan lalulintas barang dan dokumen, dengan menggunakan satu atau beberapa jenis angkutan, dengan tanpa atau harus memiliki sarana angkutan yang dimaksud.
2.8.2 Jenis-jenis Freight Forwarding
Menurut Ronosentono (2006, p62), Freight Forwarding dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari dapat dibagi dalam 2 jenis golongan yaitu:
1. Atas dasar operasional
mereka, yaitu dengan melihat bentuk, kemasan, berat, dan isi barang yang bersangkutan. Tetapi secara operasional, mereka hanya akan melayani pada areal pengiriman barang terbatas kemampuan atau keinginannya masing-masing. Umpannya saja di Indonesia, forwarder itu dibagi itu dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
a. Forwarder Internasional (Kelas A) b. Forwarder Domestik/Regional (Kelas B) c. Forwarder Lokal (Kelas C)
2. Atas dasar sarana angkutan
Jenis Forwarder lainnya yang berdasarkan sarana angkutan yang dilayani oleh yang bersangkutan, dalam hal ini apakah menggunakan sarana angkutan laut, udara, atau kereta api saja, maka untuk forwarder yang terasuk pada golongan atau jenis ini, dapat dibagi sebagai berikut yaitu:
a. Sea Freight Forwarder b. Air Freight Forwarder
c. Rail and Inland Freight Forwarder d. Combined Transport Operator
Untuk dapat mendirikan perusahaan Freight Forwarding diperlukan Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia, melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan, No.KM-10 tahun 1988 yang menetapkan beberapa persyaratan yaitu:
2. Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dengan modal yang disetor kepada Bank, minimal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
3. Memiliki tenaga ahli dibidang “Freight Forwarding” yang memiliki ijazah Freight Forwarder (jasa pengurusan transportasi) minimal setingkat Sarjana
muda atau sederajat serta telah berpengalaman dalam bidangnya.
4. Memilki ruang kantor yang cukup untuk melaksanakan pekerjaannya dengan dilengkapi dengan sarana atau perangkat komunikasi yang memadai maupun sarana dan prasarana lainnya.
5. Memiliki mitra usaha (Agent) diluar negeri maupun didalam negeri, yang akan dapat bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Forwading bersangkutan, dalam rangka penyerahan barang kepada yang berhak menerimanya.
6. Disamping tenaga ahli dibidang Freight Forwarding, perusahaan harus pula memiliki tenaga–tenaga staff yang berpengalaman dibidang pengurusan lalu-lintas dokumen perdagangan atau surat-surat berharga lainnya, serta laulalu-lintas barang baik di dalam maupun di luar pelabuhan, serta aspek-aspek angkutan niaga baik angkutan darat, laut dan udara.
2.8.3 Aktivitas-aktivitas Umum Freight Forwading
Menurut Suyono (2005, p240), aktivitas Freight Forwarding secara menyeluruh dapat berupa:
1. Memilih rute perjalanan barang, moda transportasi dan pengangkut yang sesuai, kemudian memesan ruang muat (space).
2. Melaksanakan penerimaan barang, menyortir, mengepak, menimbang berat, mengukur dimensi, kemudian menyimpan barang ke dalam gudang.
3. Mempelajari letter of credit (L/C) barang, peraturan negara tujuan ekspor, negara transit, negara impor kemudian mempersiapkan dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
4. Melaksanakan transportasi barang ke pelabuhan laut/udara, mengurus izin Bea dan Cukai, kemudian menyerahkan barang kepada pihak pengangkut. 5. Membayar biaya-biaya handling serta membayar freight.
6. Mendapatkan Bill of Lading/air waybill dari pihak pengangkut.
7. Mengurus asuransi transportasi barang dan membantu mengajukan klaim kepada pihak asuransi bila terjadi kehilangan atau kerusakan atas barang. 8. Memonitor perjalanan barang sampai ke pihak penerima, bedasarkan info
dari pihak pengangkut dan agen forwarder di negara transit/tujuan. 9. Melaksanakan penerimaan barang dari pihak pengangkut.
10.Mengurus izin masuk pada Bea dan Cukai serta menyelesaikan Bea masuk dan biaya-biaya yang timbul di pelabuhan transit atau tujuan.
12.Melaksanakan penyerahan barang kepada pihak consignee, dan melaksanakan pendistribusian barang bila diminta.
Menurut Ronosentono (2006, p129), seorang forwarder dalam melaksanakan tata kerjanya harus mampu serta menguasai hal-hal sebagai berikut:
1. Pengetahuan mengenai barang. 2. Perintah pengiriman barang. 3. Pemeriksaan barang.
4. Penentuan sarana angkutan.
5. Kalkulasi biaya dan tarif pengiriman. 6. Pemantauan barang.
7. Penyerahan barang.
8. Penagihan jasa forwarding. 9. Resiko jasa forwarding.
1. Ex Works (EXW)
“Ex Works” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang, bila dia menempatkan barang-barang itu untuk pembeli ditempat kediaman penjual atau tempat lain yang ditentukan, belum diurus formalitas ekspornya dan juga tidak dimuat keatas kendaraan pengangkut manapun.
2. Free Carrier (FCA)
“Free Carrier” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, yang sudah mendapatkan izin ekspor, kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli ditempat yang disebut.
3. Free Alongside Ship (FAS)
“Free Alongside Ship” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang itu ditempatkan disamping kapal dipelabuhan pengapalan yang disebut.
4. Free On Board (FOB)
“Free On Board” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang melewati pagar kapal dipelabuhan pengapalan yang disebut.
5. Cost and Freight (CFR)
“Cost and Freight” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang melewati pagar kapal dipelabuhan pengapalan. 6. Cost, Insurance, and Freight (CIF)
7. Carriage Paid To (CPT)
“Carriage Paid To” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke tempat tujuan yang disebut.
8. Carriage and Insurance Paid to (CIP)
“Carriage and Insurance Paid to” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke tempat tujuan yang disebut.
9. Delivered At Frontier (DAF)
“Delivered At Frontier” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut, belum dibongkar, sudah diurus formalitas ekspornya, namun belum diurus formalitas impornya, ditempat atau pada titik yang disebut diwilayah perbatasan tetapi belum memasuki wilayah pabean dari negara yang bertetangga.
10.Delivered Ex Ship (DES)
11.Delivered Ex Quay (DEQ)
“Delivered Ex Quay” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli diatas dermaga, belum diurus formalitas impornya, dipelabuhan tujuan yang disebut.
12.Delivered Duty Unpaid (DDU)
“Delivered Duty Unpaid” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pembeli, belum diurus formalitas impornya, dan belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut.
13.Deliverery Duty Paid (DDP)
“Deliverery Duty Paid” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pembeli sudah diurus formalitas impornya, namun belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut.
Menurut Suyono (2005, p272), dalam pengangkutan peti kemas dari suatu negara ke negara lainnya, petikemas mempunyai dua status, yaitu:
1. Full Container Load (FCL) Ciri-cirinya adalah:
a. Berisi muatan dari satu shipper dan dikirim untuk satu consignee.
c. Di pelabuhan bongkar, petikemas diambil oleh consignee di CY dan di-unstuffing oleh consignee.
d. Perusahaan pelayaran tidak bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang ada dalam petikemas.
2. Less than Container Load (LCL) Ciri-cirinya adalah:
a. Petikemas berisi muatan dari beberapa shipper dan ditujukan untuk beberapa consignee.
b. Muatan diterima dalam keadaan breakbulk dan diisi (stuffing) di-container freight station (CFS) oleh perusahaan pelayaran.
c. Di pelabuhan bongkar, petikemas di-unstuffing di CFS oleh perusahaan pelayaran dan diserahkan kepada beberapa consignee dalam keadaan breakbulk.
d. Perusahaan pelayaran bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut dalam petikemas.
2.9 Analisis Dan Perancangan Sistem 2.9.1 Analisis Sistem
2.9.1.1 Pengertian Analisis Sistem
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p792), “System analysis is a rigorous and systematic approach to decision making, characterized by
acomprehensive definition of available alternatives and exhaustive
analysts of marits of each alternatives as a basis for choosing the best
alternatives”. Dengan demikian, Analisis Sistem adalah sebuah pendekatan yang teliti dan sistematis untuk pengambilan keputusan, merupakan definisi dari alternatif yang ada dan analisis yang mendalam mengenai alternatif yang pantas sebagai sebuah dasar memilih alternatif yang terbaik.
2.9.1.2 Tahapan Analisis Sistem
Berdasarkan pendapat Bodnar dan Hoopwood (2001, p500-504), tahapan dalam analisis sistem adalah sebagai berikut:
1. Melakukan survei terhadap sistem yang sedang berjalan sekarang. 2. Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan informasi.
3. Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan sistem (system requirements).
2.9.2 Perancangan Sistem
2.9.2.1 Pengertian Perancangan Sistem
Menurut Whitten et al. (2004, p39), Perancangan Sistem merupakan spesifikasi atau konstruksi dari suatu solusi yang berbasis komputer dan teknis bagi kebutuhan-kebutuhan bisnis yang diidentifikasikan dalam analisis sistem. (Catatan: Rancangan mengambil bentuk dari sebuah working prototype.)
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p792), “System design is the process of preparing detailed specification for the development of the
new information systems”. Dengan demikian, Perancangan Sistem adalah
proses menyiapkan spesifikasi secara rinci untuk pengembangan sistem informasi yang baru.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perancangan Sistem merupakan proses menyiapkan spesifikasi dari suatu solusi untuk pengembangan sistem informasi sesuai kebutuhan yang diidentifikasikan dalam analisis sistem.
2.9.2.2 Tahapan Perancangan Sistem
Berdasarkan pendapat Bodnar dan Hopwood (2001, p511-515), tahapan dalam perancangan sistem adalah sebagai berikut:
3. Mempersiapkan dan mengajukan spesifikasi-spesifikasi perancangan sistem.
4. Perencanaan (blueprinting) proses bisnis.
2.10 Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
2.10.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen et al. (2000, p12), “Object oriented analysis and design is a collection of general guidelines for carrying out analysis and
design”. Menurut Mathiassen, analisis dan perancangan berorientasi objek merupakan kumpulan dari langkah-langkah secara umum untuk menyelesaikan analisis dan perancangan.
Menurut Whitten et al (2004, p31), “Object Oriented Analysis and Design is a collection of tools and techniques for systems development that will
utilize object technologies to construct a system and its software”. Dengan
demikian, analisa dan perancangan berorientasi objek adalah sekumpulan tool dan teknik untuk pengembangan sistem yang akan memberikan kegunaan bagi object teknologi untuk membangun sebuah sistem dan softwarenya.
Gambar 2.1 Kegiatan Utama dan hasilnya dalam OOA&D Sumber : Mathiassen et al. p.15
2.10.2 Object
Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), object adalah suatu entitas dengan identitas, keadaan dan sifat tertentu. Jadi dapat disimpulkan object adalah sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, atau dapat dirasakan dimana user dapat menyimpan data dan berasosiasi dengan behaviour.
2.10.3 System Definition
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p24-25), “System definition: A concise description of a computerized system expressed in natural
language.” Dengan demikian, dapat diterjemahkan bahwa system definition
tepat, dan berisikan keputusan yang paling utama (fundamental) mengenai sistem.
Terdapat tiga subaktivitas yang harus dilakukan untuk membuat system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari situasi,
membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan memformulasikan dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada. System definition dihasilkan melalui iterasi pada tiga subaktivitas tersebut.
2.10.4 FACTOR Criterion
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al (2000, p39-40), FACTOR criterion terdiri dari 6 elemen sebagai berikut:
1. Functionality : fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain.
2. Application domain : bagian-bagian dari sebuah organisasi yang mengelola, mengawasi, atau mengendalikan problem domain.
3. Conditions : kondisi-kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
4. Technology : baik teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi dimana sistem akan berjalan.
5. Objects : objek-objek utama di dalam problem domain.
2.10.5 Rich Picture
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p26), “A rich picture is an informal drawing that presents the illustrator’s understanding of a situation.”
Dapat diterjemahkan bahwa rich picture merupakan sebuah gambaran informal yang mempresentasikan pemahaman ilustrator dari suatu situasi. Dengan demikian, dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi di antara pemakai dalam sistem dan mendapatkan sebuah gambaran dari situasi dengan cepat.
Untuk memulai rich picture adalah dengan menggambarkan entitas yang penting, seperti orang, objek fisik, tempat, organisasi, peran, dan tugas. Orang dapat berupa pengembang sistem (system developer), pengguna (user), pelanggan, dan lain-lain. Objek fisik dapat berupa mesin, perangkat, atau persediaan di gudang. Tempat mendeskripsikan lokasi orang dan benda. Organisasi dapat berupa keseluruhan perusahaan, departemen, atau proyek yang melibatkan beberapa perusahaan. Peran dan tugas mengikat orang kepada organisasi yang merefleksikan tanggung jawab atas tugas-tugas spesifik.
2.10.6 Problem Domain Analysis
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p46), problem domain adalah bagian dari konteks yang diadministrasi, dimonitor, dan dikontrol oleh sistem. Tujuan dari aktifitas ini adalah mengidentifikasikan dan memodelkan problem domain. Sedangkan model merupakan gambaran dari class, structure,
dan behaviour pada problem domain
Behavior
Structure System Definition
[image:35.612.178.472.246.416.2]Model Classes
Gambar 2.2 Aktivitas Problem Domain (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.46))
2.10.6.1 Classes
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al (2000, p51-53), “Class : A description of a collection of objects sharing structure, behavioral
pattern, and attributes”, dapat diterjemahkan sebagai suatu deskripsi dari
“Event : An instantaneous incident involving one or more objects”, dapat diterjemahkan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang
terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.
Untuk menjalankan aktivitas classes dapat dimulai dengan mengidentifikasikan kandidat atau calon yang mungkin untuk classes dan events dalam model problem domain. Setelah itu, evaluasi dan pilih
secara kritis classes dan events yang benar-benar relevan dengan konteks sistem.
Aktivitas classes menghasilkan suatu event table dengan classes dan events yang berkaitan seperti terlihat pada Tabel 2.1 Dimensi horizontal terdiri dari classes yang terpilih, dimensi vertikal terdiri dari events yang terpilih, dan tanda cek mengindikasikan objects dari class
Class Events
Customer Assistant Apprentice Appointment Plan
Reserved * * + *
Cancelled * * +
Treated * +
Employed + +
Resigned + +
Graduated +
Agreed * * *
Tabel 2.1 Contoh Event Table untuk Sistem Hair Salon (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.100))
2.10.6.2 Structure
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p69), structure bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan struktural di antara classes dan objects dalam problem domain. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam structure, yaitu pembelajaran abstrak, hubungan statis di antara classes; pembelajaran konkrit, hubungan dinamis di antara objects;
pemodelan hanya hubungan-hubungan struktural yang diperlukan. Hasil dari structure berupa sebuah class diagram dengan classes dan structures.
Konsep structure menurut Mathiassen adalah sebagai berikut: 1. Class Structures
Class structures memperlihatkan hubungan-hubungan konseptual
[image:37.612.145.492.73.226.2]a. Generalization
“Generalization: A general class (the super class) describes properties common to a group of specialized classes (the
subclasses)”. Dengan demikian dapat diterjemahkan
generalisasi sebagai suatu kelas yang umum (kelas super) yang mendeskripsikan sebuah grup dari kelas-kelas khusus (subkelas).
b. Cluster
“Cluster: A collection of related classes”. Dengan demikian dapat diterjemahkan cluster sebagai sekumpulan dari classes yang berhubungan.
2. Object Structures
Object structures menangkap hubungan-hubungan yang dinamis di
antara objects dalam problem domain, terdiri dari: a. Aggregation
“Aggregation : A superior object (the whole) consists of a number of inferior objects (the parts)”. Dengan demikian dapat
b. Association
“Association : A meaningful relation between a number of objects”. Dengan demikian dapat diterjemahkan bahwa
association sebagai suatu hubungan yang berarti di antara
sejumlah objects.
2.10.6.3 Behavior
Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p93), aktivitas behavior adalah aktivitas terakhir dalam problem domain analysis,
bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dari suatu problem domain sistem sepanjang waktu. Tugas utama dalam aktivitas ini adalah menggambarkan pola perilaku (behavioral pattern) dan attribute dari setiap class. Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah pola perilaku (behavioral pattern) dengan attributes untuk setiap class dalam suatu class diagram, yang dikenal dengan state chart diagram.
Event trace merupakan serangkaian events yang melibatkan
sebuah object yang spesifik. Behavioral pattern merupakan suatu deskripsi dari event traces yang mungkin untuk seluruh objects dalam sebuah class. Terdapat tiga notasi untuk behavioral pattern, yaitu:
a. Sequence : events muncul satu per satu secara berurutan. Notasinya : “+”.
c. Iteration : sebuah event muncul sebanyak nol atau berulang kali. Notasinya : “*”.
2.10.7 Application Domain Analysis
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p115), Application domain adalah organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem
domain. Tujuan dari application domain ini adalah untuk menganalisis
[image:40.612.189.496.307.431.2]kebutuhan dari pengguna sistem.
Gambar 2.3 Aktifitas Application Domain (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.117))
2.10.7.1 Usage
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p119-120), use case adalah pola interaksi antara sistem dan actor di dalam application
domain. Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi
use case, dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan
case tersebut atau dengan diagram statechart karena use case adalah
sebuah fenomena yang dinamik.
Actor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi
dengan target sistem. Cara untuk mengidentifikasi actor adalah dengan mengetahui alasan actor menggunakan sistem. Masing-masing actor memiliki alasan yang berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu dengan melihat peran dari actor seperti yang dinyatakan oleh use case dimana actor tersebut terlibat. Masing-masing actor memiliki peran
yang berbeda-beda.
2.10.7.2 Function
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p137-139) kegiatan function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan perkerjaan mereka. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar
function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan
dan actor dan harus konsisten dengan use case. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu :
b. Signal, function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks.
c. Read, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model.
d. Compute, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh actor atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan system memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah function list yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari actor serta harus konsisten use case.
2.10.7.3 Interface
Menurut Mathiassen et al (2000, p151-152), “Interface is the facilities that make a system’s model and functions availables to actors”.
Dengan demikian, interface adalah sebuah fasilitas yang menghubungkan model sistem dan functions dengan actor.
Interface menghubungkan sistem dengan semua actor yang
1. User interfaces merupakan suatu hubungan interaksi antar user. 2. System interfaces merupakan suatu hubungan interaksi antara sistem
dengan sistem yang lain.
2.10.8 Architectural Design
Pada architectural design tersebut bertujuan untuk menstrukturisasikan suatu sistem yang terkomputerisasi. Aktivitasnya terdiri dari :
1. Criteria, aktifitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada rancangan yang akan dibuat.
2. Component, mendefinisikan bagaimana suatu sistem distrukturisasikan menjadi komponen-komponen.
[image:43.612.233.460.440.550.2]3. Process, bertujuan untuk mendefinisikan struktur fisik dari suatu sistem arsitektur.
2.10.8.1 Criteria
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p177-179), dalam menciptakan sebuah desain yang baik diperlukan pertimbangan mengenai kondisi-kondisi dari setiap proyek yang dapat mempengaruhi kegiatan desain yang meliputi technical, conceptual, dan human.
Sebuah desain yang baik memiliki tiga ciri-ciri, yaitu : 1. Tidak memiliki kelemahan
Syarat ini menyebabkan adanya penekanan pada evaluasi dari kualitas berdasarkan review dan eksperimen dan membantu dalam menentukan prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan pendesainan.
2. Menyeimbangkan beberapa criteria.
Konflik sering terjadi antar criteria, oleh karena itu untuk menentukan criteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada situasi sistem tertentu.
3. Usable, flexible, dan comprehensible.
Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap proyek pengembangan sistem.
Criteria Ukuran dari
Usable Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis. Secure Ukuran keamanan sistem dalam menghadapi akses yang tidak
terotorisasi terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis. Correct Pemenuhan dari kebutuhan.
Reliable Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi.
Maintainable Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan.
Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan.
Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk.
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem.
Reusable Kemungkinan untuk menggunakan bagian dari sistem pada sistem lain yang berhubungan.
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang berbeda.
[image:45.612.124.563.70.376.2]Interoperable Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem yang lain. Tabel 2.2 Criteria dalam perancangan
(Sumber Mathiassen et al, 2000, p.178)
2.10.8.2 Component Architecture
Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur : 1. Arsitektur layered
Merupakan bentuk yang paling umum dalam software. Sebuah arsitektur layered terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan yang ada diatasnya.
2. Arsitektur generic
Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka, function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan komponen interface diatasnya.
3. Arsitektur client-server
Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem di antara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan
database dan resources yang dapat disebarkan kepada client melalui
Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U (user interface), F (function), M (model) :
Client Server Architecture
U U + F + M Distributed presentation U F + M Local presentation U + F F + M Distributed functionality
U + F M Centralized data
[image:47.612.184.543.125.218.2]U + F + M M Distributed data Tabel 2.3 Jenis architecture client-server
2.10.8.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al (2000, p211), “process architetecture is a system-execution structure composed of interdependent processes”.
Dengan demikian, Arsitektur Proses adalah struktur dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling bergantung. Untuk mengeksekusi atau menjalankan sebuah sistem dibutuhkan processor. Sedangakan external device adalah processor khusus yang tidak dapat menjalankan program. Arsitektur proses harus dapat memastikan bahwa sistem dapat dijalankan secara memuaskan dengan menggunakan processor yang telah tersedia.
Beberapa pola distribusi dalam kegiatan desain process architecture :
1. Centralized pattern
interface saja. Keseluruhan model dan semua fungsi bergantung pada
server, dan client hanya berperan sebagai terminal.
2. Distributed pattern
Mengacu pada Mathiassen et al (2000, p217) pola ini merupakan kebalikan dari centralized pattern. Pada pola ini, semua didistribusikan kepada client dan server hanya diperlukan untuk melakukan update model diantara clients.
3. Decentralized pattern
Mengacu pada Mathiassen et al (2000, p219) pola ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari kedua pola sebelumnya. Pada pola ini, client mengimplementasikan model yang lokal, sedangkan servernya
memakai model common (umum).
2.10.9 Component Design
Pada component design tersebut bertujuan untuk menentukan sebuah implementasi dari persyaratan di dalam suatu arsitektural framework. Aktifitas pada component design adalah :
1. Model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model pada problem domain. Tujuannya adalah untuk menyampaikan data saat ini dan data yang telah lalu ke function dan ke pengguna sistem lain. 2. Function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan
3. Connecting component digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen sistem. Pada connecting component ada dua konsep, yaitu :
a. Coupling adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menentukan bagaimana dekatnya hubungan amtara dua class atau component.
[image:49.612.232.479.249.350.2]b. Cohesion merupakan ukuran seberapa kuatnya keterikatan dari suatu class atau component.
Gambar 2.5 Aktifitas Component Design ( Sumber Mathiassen et al, p.232 )
2.10.10 Diagram dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen et al (2000, p334), “ada delapan diagram yang digunakan untuk menggambarkan empat tahap atau aktifitas utama dalam analisis dan perancangan berorientasi objek adalah sebagai berikut :
1. Rich picture menggambarkan sebuah pandangan menyeluruh dari people, object, process, structure, dan problem domain, system problem dan
application domain.
3. State chart diagram menggambarkan behavioural yang digunakan pada semua object dalam sebuah class khusus dan diuraikan oleh state dan transisi lainnya.
4. Use case diagram, model yang digunakan untuk interaksi antara sistem dan actor dalam application domain. Pada use case diagram berisi actor dalam
sebuah sistem.
5. Sequence diagram menggambarkan secara grafis bagaimana objek-objek berinteraksi satu sama lain melalui message-message yang dilakukan dari suatu use case atau operasi.
6. Navigation diagram adalah sebuah statechart diagram khusus yang memfokuskan pada keseluruhan user interface yang dinamis. Navigation diagram menggambarkan semua windows user interface dan hubungan
dinamisnya.
7. Deployment diagram menguraikan sebuahnfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang dihubungkan ke processor. Deployment diagram
menggambarkan komponen sistem program, external device dan hubungan struktural timbal balik.