• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Media Terhadap Jilbab di Majalah Noor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konstruksi Media Terhadap Jilbab di Majalah Noor"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Diajukan oleh : PUTRI RIZKI ARDHINA

100904118

Program Studi Jurnalistik Ilmu Komunikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Putri Rizki Ardhina NIM : 100904118

Tanda Tangan :

(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI INI DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH : NAMA : PUTRI RIZKI ARDHINA

NIM : 100904118

JUDUL : KONSTRUKSI MEDIA TERHADAP JILBAB DI MAJALAH NOOR

Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Mazdalifah, M.Si, Ph.D

NIP. 19650703 198903 2 001 NIP. 19620828 198701 2 001 Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A

Dekan

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Putri Rizki Ardhina

NIM : 100904118

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : KONSTRUKSI MEDIA TERHADAP JILBAB DI MAJALAH NOOR

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

Majelis Penguji : 1. Ketua Penguji :

2. Penguji :

3. Penguji Utama :

Ditetapkan di :

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Putri Rizki Ardhina NIM : 100904118

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eklusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “KONSTRUKSI MEDIA TERHADAP JILBAB DI MAJALAH NOOR” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pada Tanggal : Yang Menyatakan,

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang konstruksi nilai jilbab oleh media. Jilbab yang merupakan perintah agama bagi muslimah mengalami perubahan signifikan. Perubahan nilai tersebut tidak lepas dari peran media, salah satunya majalah. Peneliti memilih majalah Noor karena selama 13 tahun majalah Noor dijadikan rujukan fashion jilbab bagi muslimah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma konstruktivisme. Analisis penelitian menggunakan teknik analisis framing model Pan dan Kosicki. Objek penelitian adalah artikel yang terdapat di majalah Noor Edisi Fashion Trend 2015. Artikel diteliti dengan menggunakan empat perangkat unit analisis yaitu struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Hasil penelitian menunjukkan pada elemen struktur sintaksis, Noor mengeksternalisasi fenomena jilbab yang ada di masyarakat lalu mengobjektivasikannya sebagai bagian tren dan menginternalisasikannya ke dalam artikel yang dimuat di majalah Noor. Pada elemen struktur skrip, Noor menekankan kesadaran berhijab sebagai perintah agama dan pentingnya ilmu mengenai jilbab.Pada elemen struktur tematik, Noor membawa pembaca untuk terlibat dalam tulisan dan secara tidak langsung ikut dikonstruksi pikirannya. Pada elemen struktur retoris, Noor menjadikan jilbab sebagai bahasan penting namun memberikan ruang yang besar untuk fashion.

(7)

ABSTRACTS

This thesis examines the construction value of the veil by the media. A veil which is a religious orders for Muslimah underwent significant changes. It is not separated from the role of the media, one of them is magazine. Researchers chose Noor magazine for their contribution of fashion for muslimah over 13 years. The methodology is qualitative research with constructivism as paradigm. Pan and Kosicki’s models, analytical framing techniques, is used in this research. The object of research is a magazine article in Noor Fashion Trend 2015 Edition. It examined using four devices unit of analysis which is syntactic structure, script, thematic and rhetorical. On the syntactic structure elements, Noor externalize the veil phenomenon in society and objectivize as part of a trend and internalize it into the published article in Noor magazine. The research’s result shows on the structural elements of the script, Noor emphasizing the awareness of hijab as a religious order and the importance of knowledge regarding veil. On thematic structural elements, Noor brings the reader to engage in writings and indirectly involved to constructed his mind. In the rhetorical structure elements, Noor made the veil as an important discussion but it gives a large space for fashion.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

KATA PENGANTAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 7

2.1.1 Paradigma Konstruktivis ... 8

2.2 Kajian Pustaka ... 10

2.3 Kerangka Teoritis ... 12

2.3.1 Komunikasi Massa ... 12

2.3.2 Konstruksi Realitas Sosial ... 17

2.3.2.1 Pijakan Teori Konstruksi Realitas Sosial ... 18

2.3.2.2 Arah Pemikiran Teori Konstruksi Realitas Sosial ... 19

2.3.2.3 Tahapan Konstruksi Realitas ... 22

2.3.3 Majalah ... 24

2.3.3.1 Teknik Penyajian Majalah... 27

2.3.3.2 Fungsi dan Peranan Majalah ... 28

2.3.3.3 Jenis Majalah ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 33

3.1.1 Penelitian Kualitatif Deskriptif ... 33

3.1.2 Framing ... 34

3.2 Objek Penelitian ... 36

3.3 Subjek Penelitian ... 36

3.3.1 Deskripsi Singkat Majalah Noor ... 37

3.3.2 Struktur Organisasi Majalah Noor ... 38

3.4 Kerangka Analisis ... 38

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5.1 Studi Kepustakaan ... 39

3.5.2 Studi Dokumen ... 40

3.5.3 Keabsahan Data ... 40

(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Penelitian ... 44

4.2 Analisis Framing Artikel 1 ... 45

4.2.1 Sintaksis Artikel 1 ... 49

4.2.2 Skrip Artikel 1 ... 53

4.2.3 Tematik Artikel 1 ... 53

4.2.4 Retoris Artikel 1 ... 55

4.3 Analisis Framing Artikel 2 ... 59

4.3.1 Sintaksis Artikel 2 ... 60

4.3.2 Skrip Artikel 2 ... 66

4.3.3 Tematik Artikel 2 ... 68

4.3.4 Retoris Artikel 2 ... 74

4.4 Analisis Framing Artikel 3 ... 78

4.4.1 Sintaksis Artikel 3 ... 80

4.4.2 Skrip Artikel 3 ... 83

4.4.3 Tematik Artikel 3 ... 85

4.4.4 Retoris Artikel 3 ... 87

4.5 Analisis Framing Artikel 4 ... 92

4.5.1 Sintaksis Artikel 4 ... 93

4.5.2 Skrip Artikel 4 ... 95

4.5.3 Tematik Artikel 4 ... 96

4.5.4 Retoris Artikel 4 ... 98

4.6 Rangkuman ... 101

4.6.1 Rangkuman Sintaksis ... 101

4.6.2 Rangkuman Skrip ... 103

4.6.3 Rangkuman Tematik ... 103

4.6.4 Rangkuman Retoris ... 104

4.7 Hasil ... 106

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 108

5.2 Saran Penelitian ... 109

5.3 Saran dalam Kaitan Akademis ... 109

5.4 Saran dalam Kegiatan Praktis ... 110 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

- Teks yang Diteliti - Biodata Peneliti

(10)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan, bimbingan serta karunia-Nya yang tak putus diberikan dalam kehidupan penulis khususnya sepanjang proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis sungguh merasakan banyaknya dukungan dan bantuan dari orang-orang di sekitar penulis baik yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung, baik moril maupun materil. Terima kasih sebesar-besarnya khusus untuk kedua orangtua penulis Ayahanda Drs. Ardi Damanik dan Ibunda Ir. Rena Arifah Hanum Simbolon yang telah memberikan banyak kepercayaan, kasih sayang, pendidikan dan pengertian kepada penulis sampai saat ini. Untuk adinda tersayang, Mahdiyyah Ardhina untuk bagian-bagian hidup yang telah dilengkapi. Izinkan penulis mempersembahkan skripsi ini sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan, orangtua, bangsa dan negara dan dapat dimanfatkan sebaik-baiknya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si, Ph.d selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu dan pencerahan berguna untuk penulis.

4. Abang Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing proses akademik penulis sedari awal berkuliah sampai menyelesaikan studi, untuk diskusi sederhana sampai pendampingan untuk pengambilan keputusan yang tidak biasa.

5. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi yang sudah memberikan ilmu yang sangat berguna. Semoga kebaikan selalu menyertai Bapak dan Ibu semuanya atas ilmu yang bermanfaat bagi kami.

(11)

7. Seluruh rekan Ilmu Komunikasi angkatan 2010 untuk masa kuliah yang kita lalui bersama, semoga kita mampu mempertanggungjawabkannya. 8. Keluarga kecil di Forum Lingkar Pena Sumatera Utara (FLP Sumut)

terkhusus angkatan V yang telah menjadi bagian hidup penulis yang indah. Terima kasih untuk setiap apresiasi yang kalian berikan, sungguh sangat membantu saya dalam berkembang lebih baik.

9. Partner-partner terbaik di Pers Mahasiswa PIJAR mulai dari angkatan perintis sampai calon-calon insan terpelajar selanjutnya. Dipertemukan dengan kalian adalah jalan hidup yang tidak bisa saya hindari, karenanya saya bersyukur kalian ada. Walau tak bisa terlalu fokus saat menjabat tapi paling tidak kita telah mengusahakan hal-hal baik untuk kita bersama. Semoga terus seperti tagline-nya, On Inspriring Line.

10.Partner-partner di Pers Mahasiswa SUARA USU, terkhusus angkatan 25, bagaimanapun saya tidak bisa menafikan bahwa diri ini pernah menjadi bagian dari rumah kecil di Jl. Universitas no 32B itu. Setidaknya, ada banyak pengalaman, kemampuan serta kenangan yang terpatri kuat dalam ingatan saya.

11.Rekan-rekan Dai Muda Pilihan ANTV sebagai pelecut semangat saya untuk berbuat banyak tanpa menuntut lebih banyak.

12.Ikhwah fillah di Ar-Rahman Quranic Learning and Islamic Center (AQLIC) beserta Tuan Guru yang tidak terlupa, Ustadz Bachtiar Nasir untuk segala ilmu agama, nasihat serta bimbingan yang tidak pernah saya lupakan. Bagaimanapun, pernah belajar di AQLIC sangat saya syukuri. 13.Teman seperjuangan di Forum Indonesia Muda, terkhusus angkatan 14B.

Kalian adalah takdir pertemuan yang membuka mata saya tentang luasnya hidup. Bahwa selagi muda, kita memang harus berkarya sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya.

(12)

15.The Girls, Onee Siti Nuraini, Nur Fitriyani Saputri dan Helen Putriana Sari. Saya selalu percaya, kita telah saling ditakdirkan. Bertemu kalian ternyata membawa saya menyelesaikan permasalahan diri yang selama ini tidak saya sadari adanya. Bertemu kalian, bertemu pengajar kedewasaan. 16.Untuk teman curhat yang minta diberi tempat spesial pada halaman ini,

Sabrina Ridha Sari Sinaga. Kembar AB yang sama-sama rumit cara berpikirnya, yang sama-sama sering berubah moodnya lalu galau bergantian. Terima kasih untuk waktu dan nasihat-nasihatnya, boi.

17.Seorang yang akan dipilihkan Tuhan untuk memimpin saya. Jauh sebelum kita dipersatukan, saya yakin doamu telah mengiringi. Semoga dimampukanNya engkau lalu bertemu kita dalam ketaatan kepadaNya. Akhir kata, penulis berharap hanya Tuhan Yang Maha Esa yang akan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum mencapai kesempurnaan, karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua. Terima kasih.

Medan, Juni 2015 Penulis

(13)

ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang konstruksi nilai jilbab oleh media. Jilbab yang merupakan perintah agama bagi muslimah mengalami perubahan signifikan. Perubahan nilai tersebut tidak lepas dari peran media, salah satunya majalah. Peneliti memilih majalah Noor karena selama 13 tahun majalah Noor dijadikan rujukan fashion jilbab bagi muslimah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma konstruktivisme. Analisis penelitian menggunakan teknik analisis framing model Pan dan Kosicki. Objek penelitian adalah artikel yang terdapat di majalah Noor Edisi Fashion Trend 2015. Artikel diteliti dengan menggunakan empat perangkat unit analisis yaitu struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Hasil penelitian menunjukkan pada elemen struktur sintaksis, Noor mengeksternalisasi fenomena jilbab yang ada di masyarakat lalu mengobjektivasikannya sebagai bagian tren dan menginternalisasikannya ke dalam artikel yang dimuat di majalah Noor. Pada elemen struktur skrip, Noor menekankan kesadaran berhijab sebagai perintah agama dan pentingnya ilmu mengenai jilbab.Pada elemen struktur tematik, Noor membawa pembaca untuk terlibat dalam tulisan dan secara tidak langsung ikut dikonstruksi pikirannya. Pada elemen struktur retoris, Noor menjadikan jilbab sebagai bahasan penting namun memberikan ruang yang besar untuk fashion.

(14)

ABSTRACTS

This thesis examines the construction value of the veil by the media. A veil which is a religious orders for Muslimah underwent significant changes. It is not separated from the role of the media, one of them is magazine. Researchers chose Noor magazine for their contribution of fashion for muslimah over 13 years. The methodology is qualitative research with constructivism as paradigm. Pan and Kosicki’s models, analytical framing techniques, is used in this research. The object of research is a magazine article in Noor Fashion Trend 2015 Edition. It examined using four devices unit of analysis which is syntactic structure, script, thematic and rhetorical. On the syntactic structure elements, Noor externalize the veil phenomenon in society and objectivize as part of a trend and internalize it into the published article in Noor magazine. The research’s result shows on the structural elements of the script, Noor emphasizing the awareness of hijab as a religious order and the importance of knowledge regarding veil. On thematic structural elements, Noor brings the reader to engage in writings and indirectly involved to constructed his mind. In the rhetorical structure elements, Noor made the veil as an important discussion but it gives a large space for fashion.

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah

Jilbab merupakan jenis pakaian yang memiliki arti sebagai kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada (kbbiweb.id). Jilbab memiliki definsi sebagai kain yang dijulurkan untuk menutupi aurat wanita muslimah kecuali wajah dan tangan. Penggunaan jilbab bukan hanya simbol namun merupakan kewajiban bagi kaum muslimah. Kewajiban menggunakan jilbab termaktub dalam kitab suci Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi :

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan

isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh

tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,

karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang”

Muslimah menggunakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Jilbab bukan pakaian populer pada mulanya. Pada zaman dahulu, muslimah yang menggunakan jilbab dianggap sebagai musafir dari Arab ataupun tokoh pergerakan agama Islam. Jilbab hanya digunakan saat menghadiri acara keagamaan sehingga menggunakan jilbab diluar kegiatan tersebut masih dianggap asing. Instansi pemerintah dan beberapa lembaga lain juga masih menganggap jilbab sebagai pakaian yang tidak populer sehingga sulit sekali menemukan pekerja instansi kenegaraan maupun pejabat pemerintahan yang menguunakan jilbab.

(16)

Gambar 1.1 Gambar 1.2

Penggunaan jilbab zaman dulu Penggunaan jilbab masa kini

Realita saat ini menunjukkan bahwa penggunaan jilbab sudah mengalami perubahan. Jilbab menjadi populer di kalangan muslimah, baik dari penggunaannya, warna serta model. Semakin banyak muslimah yang memakai jilbab seperti pelajar sekolah, karyawan kantor, pejabat negara, figur publik bahkan pengunjung kafe dan mall.

Hijabers adalah salah satu komunitas pengguna jilbab yang lebih stylish. Hijabers dipelopori oleh Dian Pelangi sebagai pemilik brand busana muslimah dengan nama sama. Kehadiran komunitas ini menjadi loncatan besar dalam perubahan mode berjilbab di Indonesia. Mode jilbab yang ditawarkan Dian terinspirasi dari gaya berkerudung perempuan Timur Tengah yang identik dengan kain panjang yang dililitkan di kepala. Jilbab tidak lagi berupa kain segiempat yang dilipat namun berbentuk lain seperti pashmina, scarf, shawl ataupun bergo. Warna dan corak yang ditawarkan juga tidak ada habisnya.

(17)

dari tren hingga menunjukkan strata sosial penggunanya. Motivasi muslimah dalam menggunakan hijab menjadi beragam. Ada yang memahaminya sebagai sebuah kewajiban, ada yang merasa bahwa jilbab merupakan bagian dari tren, ada pula yang menganggap bahwa jilbab bisa menonjolkan citra baik.

Jilbab mengalami pergeseran nilai yang cukup signifikan dari nilai-nilai utamanya. Jilboobs adalah satu dari sekian fenomena jilbab yang tidak lagi mengedepankan nilai asli dari jilbab. Menurut asal hukumnya, jilbab seyogyanya dijulurkan hingga menutupi dada. Sedangkan para pengguna jilboobs menyingkap jilbabnya sehingga menampakkan dada. Banyak pengguna jilboobs yang tidak sadar sedang mengenakan jilboobs. Masih banyak pengguna jilbab yang belum memahami kewajiban berjilbab sehingga jilbab dipandang hanya sebatas tren atau identitas belaka.

Perubahan nilai tersebut tidak lepas dari peranan media dalam mengkonstruksi nilai. Berbeda dari pandangan positivisme yang hanya melihat apakah suatu berita sudah disampaikan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik, paradigma konstruktivisme memandang berita adalah hasil konstruksi sosial pekerja-pekerja media. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Dengan demikian isi media adalah realitas yang telah dikontruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004:11) . Althusser dan Gramsci juga sepakat bahwa media massa bukan sesuatu yang bebas (independen), tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Jelasnya, ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa seperti kebijakan redaksi, kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan politik bahkan ideologi wartawan yang menulis berita. Hal ini berarti, adanya suatu realitas yang dapat ditonjolkan ataupun disamarkan dan bahkan dihilangkan dalam suatu berita yang telah dikontruksikan (Sobur, 2004: 30) .

(18)

tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu. Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta. Ketika aspek-aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi yang berarti realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.

Media massa dewasa ini merupakan sarana utama masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang keadaan di sekitarnya maupun di luar lingkungannya. Permasalahannya adalah sebagian besar masyarakat tidak sepenuhnya memahami bahwa realitas media tidak serupa dengan kenyataan yang terjadi sehari-hari di masyarakat.

Salah satu jenis media massa adalah majalah. Majalah merupakan media cetak yang diterbitkan berkala, misalnya mingguan, dwimingguan atau bulanan. Majalah berisi bermacam-macam artikel dalam subyek yang bervariasi yang ditujukan kepada masyarakat umum dan ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang. Biasanya, majalah didanai oleh iklan, harga penjualan, biaya berlangganan di awal atau ketiganya. (id.wikipedia.org)

(19)

Majalah juga memiliki kekuatan tersendiri dalam tulisan yang disajikannya. Majalah yang umumnya memiliki masa persiapan pra-cetak lebih lama memiliki tulisan-tulisan mendalam yang disertai dengan riset atau data pendukung. Hal ini tentu berbeda dengan surat kabar yang terbit harian, dimana aktualitas sangat diutamakan sehingga kadangkala berita yang dituliskan kurang mendalam. Majalah memiliki waktu lebih lama dalam persiapannya sehingga tulisan di majalah mampu mengkonstruksi realitas.

Perubahan nilai jilbab tersebut tidak lepas dari upaya konstruksi yang dilakukan oleh media Islam, salah satunya majalah Noor. Majalah Noor adalah majalah yang sudah eksis selama 13 tahun di segmen pembaca wanita dewasa muslimah. Noor kerap kali menghadirkan artikel tentang jilbab dalam setiap edisi. Di majalah Noor, jilbab ditampilkan lebih stylish, modern dan dinamis sehingga penggunaan jilbab tidak lagi terlihat asing. Selain menghadirkan artikel tentang jilbab, Noor juga memiliki rubrik fashion yang sering dijadikan rujukan desain busana muslimah. Sebagai salah satu majalah yang sudah bertahan cukup lama, tentu Noor sudah memiliki pelanggan sekaligus pembaca tetap yang memiliki loyalitas tinggi terhadap majalah Noor. Dengan demikian konten yang disajikan oleh majalah Noor akan sangat berpengaruh dalam mengkonstruksi nilai jilbab.

Noor tidak hanya memiliki edisi reguler. Pada momen tertentu, Noor menghadirkan edisi spesial. Di tahun 2015 ini, Noor menyajikan edisi spesial Fashion Trend 2015 yang seyogyanya akan dijadikan acuan tren pakaian muslimah khususnya jilbab sepanjang tahun ini. Tentunya nilai jilbab yang dibangun pada edisi ini ikut mempengaruhi nilai jilbab pada masyarakat yang akan menjadi realitas sepanjang tahun 2015.

(20)

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini menfokuskan masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berikut :

Bagaimana media, dalam hal ini majalah Noor melakukan konstruksi terhadap jilbab?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan berupa :

1. Untuk mengetahui konstruksi yang dilakukan majalah Noor terhadap jilbab

2. Untuk mengetahui nilai jilbab yang dikonstruksi oleh majalah Noor dalam pemberitaannya

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan peneliti dan pembaca tentang peranan media dalam mengkonstruksi nilai jilbab.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca dan juga mahasiswa mengenai analisis framing khususnya konstruksi nilai jilbab di media.

(21)

2.1 Paradigma Kajian

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandang terhadap dunia. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model itu yang disebut dengan paradigma (Moleong, 2001 : 49) Paradigma sangat penting dalam mempengaruhi teori, analisis maupun tindak perilaku seseorang. Secara tegas dikatakan bahwa tidak ada suatu pandangan atau teori yang bersifat netral dan objektif, melainkan salah satu di antaranya sangat bergantung pada paradigma yang digunakan. Karena menurut Kuhn (1970) paradigma menentukan apa yang tidak kita pilih, tidak kita inginkan, tidak ingin kita lihat dan tidak ingin kita ketahui.

Paradigma mempengaruhi pandangan seseorang yang apa yang baik dan buruk, suka atau tidak suka. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang melihat sebuah realitas sosial yang sama, akan menghasilkan pandangan, penilaian, sikap dan perilaku yang berbeda pula. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan paradigma yang dimiliki, secara otomatis mempengaruhi persepsi dan tindak komunikasi seseorang.

(22)

2.1.1 Paradigma Konstruktivis

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme dalam penelitian ini. Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi sosial (Eriyanto, 2004 : 13)

K. Bertens (1993) menyatakan bahwa di dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan itu lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilahinformasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia juga mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan dengan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.

(23)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme dapat dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Konstruktivisme semacam inilah yang oleh Berger dan Luckmann (1990) disebut dengan konstruksi sosial (Bungin, 2011:14).

Pendekatan paradigma konstruksionis mempunyai penilaian tersendiri bagaimana media, wartawan dan berita dilihat, yaitu:

1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda (Gans, dalam Eriyanto, 2002:19)

2. Media adalah agen konstruksi. Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias dan pemihakannya. Lewat bahasa yang dipakai, media dapat menyebut mahasiswa sebagai pahlawan dapat juga menyebutnya sebagai perusuh.

3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas. Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalis, bukan kaidah baku jurnalistik

4. Berita bersifat subjektif/konstruksi atas realitas opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.

5. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas. Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.

(24)

7. Khalayak mempunyai penilaian tersendiri atas berita. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif, yang mempunyai tafsiran sendiri yang bisa saja berbeda dari pembuat berita (Zamroni, 2009:95)

2.2 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam suatu penelitian ilmiah adalah salah satu bagian penting dari keseluruhan langkah-langkah metode penelitian. Cooper dalam Creswell mengemukakan bahwa kajian pustaka memiliki beberapa tujuan yakni; menginformasikan kepada pembaca hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan erat dengan penelitian yang dilakukan saat itu, menghubungkan penelitian dengan literatur-literatur yang ada dan mengisi celah-celah dalam penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengenai konstruksi nilai jilbab diantaranya :

1. KONTRUKSI BERITA LARANGAN PEMAKAIAN JILBAB PADA SITU

Penelitian yang dilakukan oleh Ita Septiyani dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mencoba menemukan konstruksi berita di media online kuat. Sehingga pemberitaan dan rubrikasi banyak mengacu pada bahasan keislaman. Penelitian ini berusaha mengetahui konstruksi berita kasus larangan pemakaian jilbab di SMA Negeri Bali ditinjau dari kacamata Islam. Analisis dilakukan dengan menggunakan konsep Critical Discourse Analysis (CDA) yang diterapkan oleh Teun Van Dijk. Peneliti menemukan bahwa secara garis besar kecenderungan berita yang dikonstruksi oleh Republika tentang pelarangan penggunaan jilbab di SMA Negeri Bali merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

(25)

Penelitian yang disusun oleh Marthalena ini membahas serta menganalisis hal-hal yang melatarbelakangi mahasiswi UII untuk mengenakan jilbab melalui tiga proses simultan yakni obyektivasi, internalisasi dan eksternalisasi.

Peneliti mencoba menggali lebih dalam tentang proses konstruksi sosial seorang mahasiswi dalam menggunakan jilbab melalui dialektika dalam perspektif Berger. Peneliti menemukan bahwa makna jilbab bagi seorang muslimah adalah sebagai bentuk identitas dirinya untuk mencitrakan citra ideal positif yang mereka inginkan dan juga bermakna sebagai bentuk representatif atas keinginan subyektif yang ada pada diri pribadi mereka. Penelitian ini berfokus pada kajian sosiologis sehingga belum mencakup kajian media.

3. KONSTRUKSI MAKNA JILBAB GAUL BAGI PENGGUNA JILBAB GAUL DI BANDUNG MENGENAI MAKNA JILBAB GAUL DI KALANGAN MAHASISWA BANDUNG.

Penelitian yang disusun oleh Vivi Suhandayani dari Universitas Padjajaran ini bertujuan untuk mengetahui motif penggunaan jilbab gaul, pemaknaan pesan artifaktual mahasiswa Bandung terhadap penggunaan jilbab gaul, dan mengetahui konstruksi yang terdapat pada jilbab gaul di kalangan mahasiswi penggunanya. Peneliti menggunakan teori konstruksi realitas sosial dari Berger dan Luckmann dan teori interaksionisme simbolik dari George Herbert Mead.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jilbab gaul memiliki keunikan tersendiri yaitu motif psikologis, motif modis, motif dorongan dari mimpi, motif adaptif, dan motif kombinasi yaitu yang bukan merupakan satu motif melainkan multi-motif.

4. KONSTRUKSI JILBAB SEBAGAI SIMBOL KEISLAMAN.

(26)

untuk menginvestigasi muslimah pengguna jilbab dari berbagai kalangan di Universitas Islam Bandung (Unisba). Peneliti melihat bahwa jilbab pada dasarnya adalah simbol keagamaan namun belakangan berubah menjadi fenomena fashion dan menjadi bagian dari tren. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga motif penggunaan jilbab yaitu : motif teologis, motif psikologis dan motif fashion.

2.3 Kerangka Teoritis

Dalam suatu penelitian, teori memiliki peran sebagai pendorong pemecah masalah. Setiap penelitian sosial memerlukan teori, karena salah satu unsur yang paling besar perannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun : 1995)

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995 : 39)

Adapun teori yang relevan digunakan untuk penelitian ini adalah : 2.3.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi-organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan satu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Dalam komunikasi massa, media massa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan dan menyampaikannya pada khalayak.

(27)

diketahui bahwa komunikasi massa itu harus mengunakan media massa (Ardianto, 2004:3)

Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio atau visual. (Ardianto, 2004:6)

Sebuah definisi yang singkat dibuat oleh Harold D Laswell, cara tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”. (Cangara, 2004:18)

Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunkan dalam berkomunikasi, apa yang dinamakan Wilbur Schramm “Frame of Reference “ atau kerangka acuan, yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings). Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung dengan lancar. Sebaliknya jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain, atau dengan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif. (Effendy, 2003:30-31) Banyak definisi komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakan. Akan tetapi dari sekian banyak definisi yang ada terdapat benang merah dar kesamaan definisi satu sama lain, dan bahkan definisi-definisi itu sama lain saling melengkapi.

(28)

Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya gabungan antara berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Didalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri. Itu artinya, komunikatornya bukan orang per orang. Menurut Alexis S Tan (1981) komunikator dalam komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa (surat kabar, televisi, stasiun radio, majalah dan penerbit buku. Media massa disebut sebagai organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang dalam proses komunikasi massa tersebut. (Nurudin, 2004:16-18)

2. Komunikan bersifat anonim dan heterogen.

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen, artinya pengguna media itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, punya agama atau kepercayaan yang tidak sama pula. Selain itu dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. (Ardianto, 2004:9)

3. Pesan bersifat umum

Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesan itu ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu pesan-pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini memilki arti pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Kita bisa melihat televisi misalnya, karena televisi itu ditujukan dan untuk dinikmati orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemilihan kata-katanya sebisa mungkin memakai kata-kata populer, bukan kata-kata ilmiah sebab kata-kata ilmiah itu hanya ditujukan untuk kelompok tertentu.

(29)

Proses komunikasi massa berlangsung melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan dan komunikan aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah.

5. Menimbulkan keserempakan

Ada keserempakan proses penyebaran pesan-pesan dalam proses komunikasi massa. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Effendi (1999), mengartikan keserempakan media massa itu ialah kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.

6. Mengandalkan peralatan teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis adalah sebuah keniscayaan yang sangat dibutuhkan media massa tak lain agar proses pemancaran atau penyebaran pesannya bisa lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar.

7. Dikontrol oleh gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut dengan penjaga gawang adalah orang yang

sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah atau mengurangi pesan-pesannya. Intinya adalah pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Keberadaan gatekeeper sama pentingnya dengan peralatan mekanis yang harus dipunyai

(30)

keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya. (Nurudin, 2004:16-30)

Komunikasi adalah bentuk komunikasi yang mengutamakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara misal, berjumlah banyak, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu pesan yang disampaikan cenderung terbuka dan mencapai khalayak dengan serentak.

Komunikasi massa dalam prosesnya melibatkan banyak orang yang bersifat kompleks dan rumit. Menurut McQuail (1999) proses komunikasi massa terlihat berproses dalam bentuk :

1. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar. Jadi proses komunikasi massa melakukan distribusi informasi kemasyarakatan dalam skala yang besar, sekali siaran atau pemberitaan jumlah dan lingkupnya sangat luas dan besar.

2. Proses komunikasi massa cenderung dilakukan oleh model satu arah yaitu dari komunikator kepada komunikan atau media kepada khalayak. Interaksi yang terjadi sifatnya terbatas.

3. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris antara komunikator dengan komunikan. Ini menyebabkan komunikasi diantara mereka berlangsung datar dan bersifat sementara. Kalau terjadi sensasi emosional sifatnya sementara dan tidak permanen.

4. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal atau non pribadi dan anonim.

5. Proses komunikasi massa juga berlangsung didasarkan pada hubungan kebutuhan-kebutuhan di masyarakat. Misalnya program akan ditentukan oleh apa yang dibutuhkan pemirsa. Dengan demikian media massa juga ditentukan oleh rating yaitu ukuran dimana suatu program di jam yang sama ditonton oleh sejumlah khalayak massa.

2.3.2 Konstruksi Realitas Sosial

(31)

bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Menurut kedua ahli sosiologi tersebut, teori ini dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), dan bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh keduanya melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociological of Knowledge pada tahun 1966. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan. (Bungin, 2008 : 192)

Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui tiga tahapan yaitu proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.

Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Sudah menjadi sifat dasar manusia akan selalu mencurahkan diri dimana ia berada. Manusia tidak dapat dimengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menemukan diri sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisasi yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.

Ketiga, internalisasi yaitu penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.

(32)

Teori konstruksi sosial yang dicetuskan oleh Berger & Luckmann ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran sosiologi yang lain. Terutama terpengaruh oleh ajaran dan pemikiran Schutzian tentang fenomenologi, Weberian tentang makna subjektif (melalui Carl Meyer), Durkhemian – Parsonian tentang “struktur” (melalui Albert Solomon), dan Marxian tentang “dialektika”, serta Herbert Mead tentang “interaksi simbolik”.

2.3.2.1 Pijakan Teori Konstruksi Realitas Sosial

Berger & Luckmann berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka mengembangkan teori sosiologi. Beberapa usaha tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pertama, mendefinisikan kembali pengertian “kenyataan” dan “pengetahuan” dalam konteks sosial. Dalam hal ini teori sosiologi harus mampu memberikan pemahaman bahwa kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus. Oleh karena itu pusat perhatian seharusnya tercurah pada bentuk-bentuk penghayatan (Erlebniss) kehidupan masyarakat secara menyeluruh dengan segala aspeknya (kognitif, afektif dan konatif). Kenyataan sosial itu ditemukan dalam pergaulan sosial yang termanifestasikan dalam tindakan. Kenyataan sosial itu ditemukan dalam pengalaman intersubjektif dan melalui pengalaman ini pula masyarakat terbentuk secara terus menerus (unlimited).

Kedua, menemukan metodologi atau cara meneliti pengalaman intersubjektif dalam kerangka mengkonstruksi realitas. Yakni menemukan “esensi masyarakat” yang implisit dalam gejala-gejala sosial itu. Dalam hal ini memang perlu ada kesadaran bahwa apa yang dinamakan masyarakat pasti terbangun dari “dimensi objektif” dan sekaligus “dimensi subjektif” sebab masyarakat itu sendiri sesungguhnya buatan kultural dari masyarakat (yang didalamnya terdapat hubungan intersubjektifitas) dan manusia adalah sekaligus pencipta dunianya sendiri (Poloma, 1994).

(33)

Maka perlu memakai prinsip logis dan non logis. Dalam pengertian berpikir secara dialektis. Kemampuan berpikir secara dialektis tampak dalam pemikiran Berger, sebagaimana dimiliki Karl Marx dan beberapa filosof eksistensial yang menyadari manusia sebagai makhluk paradoksial. Oleh karena itu kenyataan hidup sehari-hari memiliki dimensi objektif dan subjektif (Berger & Luckmann, 1990).

2.3.2.2 Arah Pemikiran Teori Konstruksi Realitas Sosial

Berger & Luckmann dalam bukunya The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociological of Knowledge berpandangan bahwa kenyataan itu

dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.

Eksternalisasi adalah usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product). Objektifikasi adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjketif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality), atau proses interaksi sosial dalam dunia

intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.

(34)

internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).

Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah tiga dialektis yang simultan dalam proses produksi. Secara berkesinambungan adalah agen sosial yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses eksternalisasi dan objektivasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, tiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.

Adanya aturan-aturan dan hukum yang menjadi pedoman bagi institusi sosial dalam kehidupan bermasyarakat adalah produk manusia untuk melestarikan keteraturan sosial. Sehingga meskipun peraturan dan hukum itu terkesan mengikat dan mengekang, tidak menutup adanya kemungkinan terjadi pelanggaran sosial. Hal itu dikarenakan ketidakmampuan individu untuk menyesuaikan dengan aturan yang digunakan untuk memelihara ketertiban sosial. Dalam proses eksternalisasi bagi masyarakat yang mengedepankan ketertiban sosial individu berusaha sekeras mungkin untuk menyesuaikan diri dengan peranan-peranan sosial yang sudah dilembagakan.

Masyarakat adalah sebuah kenyataan objektif yang didalamnya terdapat proses pelembagaan yang dibangun diatas pembiasaan (habitualisation), dimana terdapat tindakan yang selalu diulang-ulang sehingga kelihatan polanya dan terus direproduksi sebagai tindakan yang dipahaminya. Jika habitualisasi ini telah berlangsung maka terjadilah pengendapan dan tradisi. Keseluruhan pengalaman manusia tersimpan dalam kesadaran, mengendap dan akhirnya dapat memahami dirinya dan tindakannyadidalam konteks sosial kehidupannya dan melalui proses pentradisian. Akhirnya pengalaman yang terendap dalam tradisi diwariskan kepada generasi penerusnya. Proses transformasi pengalaman ini salah satu medianya adalah menggunakan bahasa.

(35)

dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Berger dan Luckmann lebih lanjut mengatakan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, pada kenyataannyasemua dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya.

Institusionalisasi muncul bersamaan dengan munculnya tipifikasi oleh orang-orang tertentu yang disebut sebagai aktor. Tipifikasi inilah yang disebut institusi. Tipifikasi ini selalu dibagi oleh sesama anggota kelompok sosial. Tiap institusi ini memilih mekanisme kontrolnya masing-masing. Mekanisme kontrol ini sering dilengkapi dengan sanksi. Tiap anggota wajib untuk meraih penghargaan sosial bila menaati realitas dalam institusinya atau menanggung resiko mendapat konsekuensi hukuman bila menyimpang dari kontrol yang ada.

Institusionalisasi mengikutsertakan sejumlah orang, dimana setiap orang bertanggung jawab atas “pengkonstruksian dunia”-nya karena merekalah yang membentuk dunia tersebut.

(36)

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger & Luckmann terdiri atas tiga bagian dasar yaitu :

1. Realitas Sosial Objektif

Realitas sosial objektif adalah gejala-gejala sosial yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta. 2. Realitas Sosial Subjektif

Realitas sosial subjektif adalah realitas sosial yang terbentuk pada diri khalayak yang berasal dari realitas sosial objektif dan realitas sosial simbolik.

3. Realitas Sosial Simbolik

Realitas sosial simbolik adalah bentuk – bentuk simbolik dari realitas sosial objektif, yang biasanya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta isi media (Bungin,2011 : 24)

Setiap peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan melalui media dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.

(37)

2.3.2.3 Tahapan Konstruksi Realitas

Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebenarnya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008 : 203)

Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui empat tahapan, yaitu :

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni ; keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan pada kepentingan umum.

2. Tahap sebaran konstruksi : prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media massa, menjadi penting bagi pemirsa.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui (1) konstruksi realitas pembenaran ; (2) kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif.

4. Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.

2.3.3 Majalah

(38)

atau pada waktu-waktu yang teratur. Majalah ini di terbitkan dengan isi yang antara lain artikel-artikel, berita-berita, cerita-cerita yang mengandung nilai sastra, fiksi dan non-fiksi, puisi, resensi, kritik-kritik, karikatur, lelucon-lelucon, pengisi (filler), tajuk rencana, kadang-kadang iklan. (Komarudin, 1984:149).

Penerbitan majalah sendiri dimulai pertama kali di Amerika oleh Benjamin Franklin bernama General Magazine pada tahun 1741, tetapi perkembangannya sendiri tampak sekitar abad XIX.

Karena termasuk sebagai media cetak maka pesan-pesan dalam majalah bersifat permanen dan publik dapat mengatur tempo dalam membacanya. Selain itu pula kekuatan utamanya adalah dapat dijadikan bukti (Assegaf, 1980 : 27)

Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Peterson mengenai keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh sebuah majalah, yaitu:

Majalah mirip dengan media cetak lainnya, hanya saja majalah tampil lebih berisikan pengetahuan dari pada hal-hal yang menyangkut selera dan perasaan dari komunikannya. Media ini bukan sarana yang dibaca selintas saja seperti media aktual (Broadcast Media), tidak juga membutuhkan perhatian pada waktu tertentu, media ini tidak dengan segera dapat di kesampingkan seperti Koran, majalah dapat disimpan oleh pembaca selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, kadang-kadang bertahun-tahun. (Defleur Dennis:137).

Tetapi dari keunggulan yang dimilikinya itu, kita dapat mengambil kelemahan yang utama dari majalah tersebut, yaitu bahwa majalah tidak terbit setiap hari seperti halnya surat kabar yang merupakan sumber berita (menyampaikan informasi) setiap harinya pada setiap orang.

(39)

olahraga”. Jadi dalam suatu majalah, pesan yang disampaikan bukan saja berupa berita-berita, akan tetapi bisa pula dalam bentuk hiburan, seperti cerita-cerita, puisi atau sajak, foto atau gambar sesuatu yang hendak diperlihatkan pada pembacanya, dan sebagainya.

Majalah dapat menelaah persoalan-persoalan dan keadaan-keadaan yang terjadi dalam masyarakat secara teliti dan mendalam. Sebab majalah diterbitkan dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan surat kabar. Pada umumnya tulisan-tulisan yang dimuat di majalah tidak terlalu mementingkan aktualitas dikarenakan dalam memuat berita majalah tersebut menyesuaikan dengan waktu terbitnya. Oleh karena itu pula maka berita yang disampaikan bukan lagi berita hangat satu hari tertentu, karena berita-berita tersebut disesuaikan dengan waktu terbitnya majalah, maka penulisan-penulisan berita yang ada bisa ditelaah secara lebih luas dan lebih mendalam lagi. Hal ini sesuai dengan karakteristik majalah yang membedakannya dengan surat kabar seperti yang dinyatakan oleh Defleur dan Dennis, yaitu “Disebabkan majalah diterbitkan sedikit lebih jarang dari pada surat kabar, maka majalah dapat menelaah persoalan-persoalan dan keadaan yang lebih hati-hati dan mendalam. Majalah kurang memberikan perhatian terhadap berita yang sifatnya aktual serta lebih menekankan pada penelaahan hal-hal yang berhubungan secara luas”. (Defleur Dennis :137).

Untuk menarik perhatian pembaca, maka suatu penerbitan majalah senantiasa berusaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang diminati oleh masyarakat tersebut. Pada saat sekarang ini sudah banyak beredar beraneka ragam jenis majalah. Hal ini dilakukan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pembaca yang beragam pula.“Kepentingan pembaca, pendengar, dan pemirsa, harus selalu diperhatikan dan diutamakan, karena laku atau tidaknya isi pesan yang dijual sangat tergantung dari konsumen atau dengan kata lain surat kabar atau majalah, radio, televisi, dan film akan laku bila isi pesan sesuai dengan selera konsumen (audience)”. (Wahyudi, 1991:99).

(40)

bahwa masyarakat modern sudah lebih selektif terhadap media-media yang beredar.

Majalah merupakan bagian media massa yang melakukan komunikasi massa, karena dengan melihat karakteristiknya seperti bersifat tidak langsung (melalui media teknis) bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (komunikan), terbuka, dan mempunyai publik yang secara geografis tersebar, maka majalah termasuk sebagai salah satu media komunikasi massa. (Rakhmat, 1994). Dan sebagai media komunikasi, majalah mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh media komunikasi yang lain, antara lain:

1. Khalayak yang diterpa bersifat aktif, tidak pasif seperti bila mereka diterpa media radio, televisi, atau film. Pesan melalui pers majalah diungkapkan dengan huruf-huruf mati, yang baru menimbulkan makna bila khalayak menggunakan tatanan mentalnya secara aktif.

2. Terekam, artinya artikel-artikel dalam majalah tersusun dalam alinea, kalimat, dan kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf yang tercetak pada kertas. Dengan demikian setiap peristiwa atau hal-hal yang diberitakan terekam sehingga dapat dibaca setiap saat dan didokumentasikan, diulang kali, disimpan untuk kepentingan tertentu dan dapat dijadikan sebagai bukti. (Effendy, 1986:111).

2.3.3.1 Teknik Penyajian Majalah

(41)

1. Keseimbangan (balance), penataan unsur-unsur untuk mencapai suatu kesan kasat mata atau penyebaran yang menyenangkan.

2. Lawanan (kontras), penggunaan ukuran, kepekatan, dan warna yang sangat berbeda-beda dalam rangka menarik perhatian dan keterbacaan. 3. Perbandingan (proportion), pertalian di antara objek dan latar belakang, yang keduanya tampak dan saling berinteraksi.

4. Alunan pirsa (gaze motion), penataan judul, ilustrasi, naskah, dan tanda-tanda identifikasi yang demikian rupa dalam rangka pengurutan paling logis.

5. Kesatuan (unity), berbagai mutu keseimbangan, lawanan, perbandingan, dan alunan pirsa, digabungkan untuk pengembangan kesatuan pikir, penampilan, dan reka bentuk tata letak (design in the lay out). (Sudiana, 1986:29).

Suatu tata letak akan berhasil bila di dalamnya mengandung mutu kesatuan dan sederhana, artinya yang berhasil dengan mengusahakan tata letak sederhana, tidak kacau, dan bersifat membantu dalam meringankan pembaca selama mencerna pesan yang dibacanya.

1. Huruf, ada bermacam-macam jenis dan ukuran huruf yang dapat dipilih untuk menandaskan pokok-pokok tertentu atau untuk menarik perhatian pembaca terhadap beberapa aspek dalam naskah.

2. Foto atau gambar, alternatif yang dapat diperkenalkan dalam hal ini sangat banyak dan bervariasi. Kita dapat memilih dan menyunting foto, gambar, sketsa, lukisan, kartun, dan dapat menyisipkan berbagai macam bentuk lainnya.

(42)

pada bagian atas suatu halaman atau iklan. Dan, bagaimanapun judul harus memiliki ukuran huruf yang memadai untuk dapat menawan mata pembaca, dan secara tepat guna berpasangan dengan daya tarik ilustrasi. 4. Warna, pada dasarnya warna adalah suatu mutu cahaya yang dipantulkan dari suatu objek ke mata manusia. Pembubuhan warna mungkin dapat merebut perhatian awal komunikan. Tetapi pemilihan dan penerapan warna secara serampangan akan mengusir pemirsa segera setelah perhatiannya tergugah. Para peneliti menemukan bahwa warna-warna yang sering dianggap favorit ternyata tidak selalu menarik dalam penggunaan-penggunaan tertentu. Bagaimanapun, warna-warna- termasuk hitam, abu-abu, dan putih pada lembar tercetak perlu ditata sedemikian rupa sesuai dengan asas dasar yang sama dari tata letak, yakni mengandung kesan-kesan keseimbangan, kontras, proporsi, irama, keselarasan, gerakan, dan kesatuan. (Sudiana, 1986:34-41).

2.3.3.2 Fungsi dan Peranan Majalah

Media massa seperti halnya majalah adalah merupakan suatu sumber yang dapat menyalurkan informasi serta menambah wawasan pengetahuan masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Salah satu fungsi majalah ialah sebagai sarana pendidikan (mass education). Majalah memuat tulisan yang mengandung

pengetahuan sehingga khalayak pembaca akan bertambah pengetahuannya. (Effendy, 1993:93). Di samping itu pula, sebagai bagian dari pers, maka majalah akan memiliki fungsi yang sama dengan yang dimiliki oleh pers. Menurut Onong Uchjana Effendy, fungsi-fungsi tersebut antara lain:

1. Fungsi menyiarkan (to inform) 2. Fungsi mendidik (to educate) 3. Fungsi menghibur (to entertain)

(43)

Berdasarkan pemuatan tulisan-tulisan dalam majalah yang ditulis secara lebih luas, terperinci dan mendalam, maka pembaca akan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas dan lebih banyak lagi mengenai sesuatu hal, dan pemahaman pembaca terhadap sesuatu masalahpun tentunya bisa lebih mendalam lagi. Membaca majalah membuat pembaca tidak dikejar oleh waktu seperti halnya menggunakan media radio atau televisi sehingga dalam menyerap tulisan-tulisan yang dimuat dalam majalah bisa secara perlahan dan teliti.

Dalam situasi dan kondisi kehidupan masyarakat modern, peranan majalah sebagai media komunikasi yang banyak dipergunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya semakin terasa penting. Dalam hal ini ada beberapa peranan utama majalah seperti yang disebutkan oleh Peterson, yaitu:

1. Membantu perkembangan perubahan-perubahan sosial dan politik.

2. Menafsirkan persoalan-persoalan dari kejadian-kejadian dan menjadikannya sebagai pandangan nasional.

3. Membantu perkembangan suatu pengertian nasional dalam masyarakat. 4. Memberikan hiburan yang murah kepada jutaan orang.

5. Menjadi penyuluh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

6. Menjadi pendidik pada warisan-warisan kebudayaan manusia, melalui tulisan serta perhatian terhadap seni, juga mengenai tokoh-tokoh masyarakat.

Agar suatu majalah dapat dirasakan manfaatnya dan bernilai bagi para pembacanya, maka dalam pelaksanaannya diperlukan keahlian dari pengelola penerbitan majalah tersebut terutama para penulisnya, sebab isi dari majalah itu dapat menentukan karakter dan dampaknya.

2.3.3.3 Jenis Majalah

(44)

Secara universal, M.O Palapah dan Atang Syamsuddin membagi jenis majalah menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Mass magazine, adalah majalah umum yang ditujukan untuk semua golongan, jadi merupakan majalah umum.

2. Class magazine, adalah majalah yang ditujukan untuk golongan tertentu (high or middle class) isinya mengenai bidang-bidang tertentu.

3. Spesialized magazine, adalah majalah khusus dan ditujukan kepada para pembaca khusus.(Palapah dan Syamsuddin, 1983:105-106).

Pembagian jenis majalah secara garis besar seperti disebutkan di atas, dapat dirinci lagi kedalam jenis-jenis majalah yang lebih spesifik. Djafar Assegaff, mengemukakan sebagai berikut:

1. Majalah bergambar (picture magazine), bentuk majalah yang memuat reportase berdasarkan pada gambar. Gambar suatu peristiwa, atau suatu karangan khusus yang berisikan foto-foto.

2. Majalah anak-anak (childrens weekly), bentuk majalah yang isinya khusus mengenai dunia anak-anak.

3. Majalah berita (news magazine), mingguan berkala yang menyajikan berita-berita dengan suatu gaya tulisan yang khas dilengkapi dengan foto-foto dan gambar-gambar.

4. Majalah budaya (culture magazine), penerbitan pers yang mengkhususkan isinya dengan masalah-masalah kebudayaan dan diterbitkan setiap minggu, bulan ataupun secara berkala.

5. Majalah ilmiah (scientific magazine), majalah berkala khusus berisi mengenai ilmu pengetahuan dan mengkhususkan isinya mengenai suatu bidang ilmu, misalnya teknik radio, elektronik, ekonomi, hukum, dan sebagainya.

(45)

7. Majalah keagamaan (religious magazine), bentuk majalah yang isinya khusus mengenai masalah-masalah agama.

8. Majalah keluarga (home magazine), majalah yang memuat karangan-karangan untuk seluruh keluarga, dari bacaan anak-anak sampai masalah rumah tangga (resep, mode, dan lain-lain).

9. Majalah khas (specialized magazine), bentuk majalah yang isinya khusus mengenai berbagai macam bidang profesi.

10. Majalah mode (fashion magazine), majalah yang berisi mode dan dilampiri lembaran yang berisikan pola pakaian.

11. Majalah perusahaan (company magazine), majalah yang diterbitkan secara teratur oleh perusahaan berisi berita-berita atau informasi mengenai kepegawaian, karyawan, kebijaksanaan perusahaan dan produksi perusahaan.

12. Majalah remaja (juvenile weekly), bentuk majalah yang isinya khusus membahas masalah remaja.

13. Majalah sari tulisan (magazine digest), bentuk penerbitan dengan format khusus yang berisi ringkasan karangan dari berbagai penerbitan. 14. Majalah sastra (literary magazine), bentuk majalah khas yang terbit dan isinya khusus membicarakan masalah kesusastraan dan resensi buku-buku (novel) kontemporer atau kegiatan dalam bidang seni sastra.

(46)

3.1 Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Metodologi dengan kata lain adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan persitiwa dan situasi yang lain. Sebagaimana perspektif yang merupakan suatu rentang juga dari yang sangat kuantitatif hingga yang sangat kualitatif (Mulyana, 2001 : 145)

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang bersifat rasional atau cara yang masuk akal, empiris ataupun orang lain selain peneliti dapat mengamati dan mengetahui cara yang digunakan ataupun menggunakan langkah yang bersifat logis yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012 : 3)

Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah : 3.1.1 Penelitian Kualitatif Deskriptif

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat unutk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan penelitian.

(47)

Penelitian deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Penelitian ini bisa juga dikatakan sebagai kelanjutan dari penelitian eksploratif yang telah menyediakan gagasan dasar sehingga penelitian ini mengungkapkan secara lebih detail. Hasil akhir dari penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas.

Menurut Kenneth D. Bailey, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena secara detail untuk menggambarkan apa yang terjadi ( Bailey, 1982 : 38)

3.1.2 Framing

Penelitian ini menggunakan analisis framing yaitu membingkai sebuah peristiwa atau dengan kata lain framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan menulis berita.

Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu. Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Analisis framing digunakan untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok dan lainnya) yang dilakukan oleh media massa. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi yang berarti realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Akibatnya hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, dianggap penting dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.

(48)

dari dimensi operasional analisis wacana Van Dijk. Zhongdan Pan dan Gerald Kosicki melalui tulisannya “Framing Analysis: An Approach To News

Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai

perangkat framing, yaitu:

1. Struktur Sintaksis

Berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun suatu peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagian berita (headline, lead , latar, kutipan dan pernyataan, sumber serta penutup)

2. Struktur Skrip

Berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan peristiwa ke dalam bentuk berita.

3. Struktur Tematik

Berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan

4. Struktur Retoris

Berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembacanya (Sobur, 2004:176)

(49)

Arikunto (2001:29) mengemukakan pengertian objek penelitian sebagai variabel penelitian yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Objek penelitian merupakan gejala yang terdapat di sekitar kehidupan.

Objek penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi realitas.

Maka dalam hal ini objek penelitian yang peneliti pilih adalah konstruksi realitas sosial atas nilai jilbab di media yaitu secara spesifik di majalah Noor.

3.3 Subjek Penelitian

[image:49.595.196.431.371.677.2]

Subjek penelitian yang peneliti gunakan adalah majalah Noor Vol. XII 2015Rabiul Awal 1436 H Edisi Fashion Trend 2015 yang terbit pada Februari 2015. Majalah ini terdiri dari 132 halaman isi beserta sampul (full colour)dengan menggunakan kertas lux untuk isi dan hardcover untuk sampul.

(50)

Majalah Noor adalah salah satu majalah Islami yang memiliki segmentasi pembaca perempuan muslimah pekerja atau perempuan karir. Mengusung tagline Yakin – Cerdas – Bergaya, majalah Noor hadir dengan konsep majalah muslimah kosmopolitan pertama di Indonesia. Visi misinya adalah untuk menjawab semua kebutuhan, tantangan, gaya hidup muslimah modern beserta keluarganya, serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan pemberdayaan perempuan Indonesia, dengan tetap berpegang teguh pada tuntutan dan syariat Islam. Noor mengajak kaum perempuan Indonesia makin dekat, cinta dan takwa kepada Allah SWT. Noor didirikan oleh tiga orang perempuan yaitu : Ratih Sanggarwati, Sri Artaria Alisjahbana dan Jetti Rosila Hadi serta didukung oleh Mario Alisjahbana. Majalah Noor diterbitkan oleh Pinpoint Publications sebagai majalah bulanan. Pertama kali beredar pada April 2003. Hingga saat ini Noor hadir dengan serangkaian rubrik dan artikel yang informatif, inspiratif, serta menarik dalam tema-tema fikih, fashion, lifestyle, kuliner, inspirasi dan silaturahim.

Majalah Noor memiliki beberapa rubrik, yaitu : a. Cover Story

b. Worship to Allah c. Muslimah in History d. Love and Life e. Focus

f. Muslimah Leader g. Zoom!

h. Stage Story i. Info Kesehatan j. Let’s Cook

(51)

Gambar

Gambar 1.1
Gambar 3.1 Sampul Majalah NooR Edisi Fashion Trend 2015
Tabel 2
Tabel 3 Detail Artikel 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dari struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris dari radio Mara Bandung, menunjukkan dampak apa yang dapat dirasakan masyarakat Jawa Barat

Tanpa ada realitas tentang praktik religio-magis (fenomena) dan intensionalitas anggota masyarakat Osing terhadap praktik religio-magis berhubungan dengan

Manfaat praktis dalam memahami tren persaingan media ini antara lain melihat apakah posisi suatu medium dalam kelompok masyarakat tertentu dapat tergantikan

Remaja sebagai salah satu elemen dari masyarakat juga tidak luput dari perkembangan tren yang ada, sehingga memungkinkan untuk munculnya konsumsi yang berlebihan yang

Lalu elemen-elemen bintang menurut Dyer dalam hal promosi, Rich Chigga masuk dalam kapitalisasi industri musik yang dituntut untuk membuat lagu yang memiliki unsur kekerasan

Struktur Sintaksis, artikel berita ini bertujuan untuk menekankan pemahaman masyarakat bahwa Persija dan Persib merupakan klub besar di Indonesia dengan rivalitas yang

Analisis tekstual pada as- pek struktur mikro teks berita korupsi di televisi meliputi analisis elemen latar (petunjuk atau keterang- an pengaluran yang berhubungan dengan ruang,

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi yang menunjukkan dari ketiga objek wisata yaitu Pantai Bali, Pantai Jilbab, Pulau Gosong merupakan objek wisata yang