• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA ANAK PENYANDANG HEMOFILIA DENGAN SAUDARA KANDUNG YANG SEHAT TESIS SHANESSA BUDIARTY NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA ANAK PENYANDANG HEMOFILIA DENGAN SAUDARA KANDUNG YANG SEHAT TESIS SHANESSA BUDIARTY NIM :"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

SHANESSA BUDIARTY NIM : 177103016

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

TESIS

Untuk memperoleh gelar Pendidikan Dokter Spesialis di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / Sp. A pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

SHANESSA BUDIARTY NIM : 177103016

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)
(4)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA ANAK PENYANDANG HEMOFILIA DENGAN SAUDARA KANDUNG YANG SEHAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2020

Shanessa Budiarty

(5)
(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Selvi Nafianti , M.Ked(Ped),Sp.A(K) sebagai pembimbing pertama dan Dr.dr. Sri Sofyani, M.Ked(Ped),Sp.A(K), sebagai pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan ilmunya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan tesis ini.

2. dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku Ketua Program studi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

(7)

Sp.A(K), dr. Rosmayanti S. Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis anak di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.Adam Malik, Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Anak atas bantuan selama penelitian ini dilakukan, khususnya kepada teman-teman stase Hematologi-Onkologi.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

(8)

ibunda Surianti, Abang Hirjan dan Adik dr. Hermanto, terima kasih tak terhingga penulis ucapkan atas doa serta dukungannya yang tidak pernah putus.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2020

Shanessa Budiarty

(9)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ... i

Lembar Pernyataan Tesis ... ii

Halaman Pengesahan Tesis ... iii

Ucapan Terima Kasih ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Singkatan dan Lambang ... xii

Abstrak ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Umum ... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemofilia ... 6

2.1.1. Epidemiologi ... 7

2.1.2. Patofisiologi ... 7

2.1.3. Gejala klinis dan diagnosis ... 10

2.1.4. Tata Laksana ... 12

2.1.5. Komplikasi... 14

2.2. Kualitas hidup ... 15

(10)

2.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup anak penyandang

Hemofilia ... 16

2.4. Kualitas hidup saudara kandung sehat ... 21

2.5. Penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Pediatric Quality of Life InventoryTM ... 22

2.6. Intervensi perbaikan kualitas hidup anak penyandang hemofilia 24 2.7. Kerangka Teori ... 27

2.8. Kerangka Konseptual ... 28

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 29

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 29

3.3. Populasi dan Sampel ... 29

3.4. Perkiraan Besar Sampel ... 29

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

3.5.1. Kriteria Inklusi ... 31

3.5.2. Kriteria Eksklusi... 31

3.6. Persetujuan setelah Penjelasan/Informed Consent ... 31

3.7. Etika Penelitian... 31

3.8. Cara Kerja ... 32

3.9. Alur Penelitian ... 34

3.10. Identifikasi Variabel ... 35

3.11. Definisi Operasional ... 35

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ... 37

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Pasien Penelitian ... 38

4.2. Karakteristik Anak Penyandang Hemofilia di RSUP H. Adam Malik ... 39

(11)

4.3. Perbedaan Kualitas Hidup Anak Penyandang Hemofilia dengan Saudara Kandung Sehat dengan menggunakan Kuisioner

PedsQL 4.0 ... 41

4.4. Perbedaan Kualitas Hidup diantara Derajat Ringan, Sedang dan Berat Anak Penyandang Hemofilia... 42

4.5. Perbedaan Kualitas Hidup antara kelompok anak dan remaja hemophilia ... 43

4.6. Reaksi saudara kandung yang tinggal bersama dengan anak penyandang hemofilia ... 43

BAB 5. PEMBAHASAN ... 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 53

BAB 7. RINGKASAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN 1. Personil Penelitian ... 61

2. Biaya Penelitian ... 61

3. Jadwal Penelitian ... 62

4. Penjelasan dan Persetujuan kepada Orangtua ... 63

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) ... 65

6. Kuisioner Penelitian... 66

7. Kuisioner Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQL)TM ... 70

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik demografi populasi penelitian ... 39 Tabel 4.2. Karakteristik anak penyandang hemofilia di RSUP

Haji Adam Malik ... 40 Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan

saudara kandung yang sehat ... 41 Tabel 4.4. Perbedaan kualitas hidup diantara derajat ringan, sedang dan

berat anak penyandang hemofilia ... 42 Tabel 4.5. Perbedaan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja

Hemofilia ... 43 Tabel 4.6. Reaksi saudara kandung yang tinggal bersama dengan anak

penyandang hemofilia ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model koagulasi berbasis sel ... 9

Gambar 2.2. Kerangka teori... 27

Gambar 2.3. Kerangka konseptual ... 28

Gambar 3.1. Alur penelitian ... 34

(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ADP : adenosine diphosphate

APTT : activated partial thromboplastin time

cm : sentimeter

CVS : chorionic villus sampling Faktor IX : faktor sembilan

Faktor VIII : faktor delapan FFP : fresh frozen plasma

HMHI : himpunan masyarakat hemofilia indonesia HRQoL : health related quality of life

ICF : international classification of functioning IU/kg : international unit/kilogram

IU/mL : international unit/mililiter

kg : kilogram

PedsQL : pediatrics quality of life inventory QoL : quality of life

RSUP : rumah sakit umum pusat

S1 : sarjana

SD : sekolah dasar

SD : standar deviasi

SMA : sekolah menengah atas SMP : sekolah menengah pertama

SPSS : statistical package for the social sciences

TF : tissue factor

TK : taman kanak-kanak vWF : von willebrand factor

WFH : world federation of hemophilia WHO : world health organization

(15)

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

CHO-KLAT : Canadian Hemophilia Outcomes Kids Life Assessment Tool

(16)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP

ANTARA ANAK PENYANDANG HEMOFILIA DENGAN SAUDARA KANDUNG YANG SEHAT

Shanessa Budiarty, Selvi Nafianti, Sri Sofyani, Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana, Olga R. Siregar

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Latar belakang : Anak penyandang hemofilia adalah anak dengan defisiensi faktor VIII atau faktor IX dengan manifestasi perdarahan yang dapat memengaruhi kualitas hidup penyandang dan anggota keluarga. Pengaruh hemofilia terhadap kualitas hidup anak penyandang dan saudara kandung belum banyak diketahui.

Tujuan : Membandingkan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dan saudara kandung yang sehat

Metode : Studi potong lintang dilakukan di poliklinik divisi Hematologi- Onkologi RSUP Haji Adam Malik, Medan pada Oktober – Desember 2019.

Kuesioner PedsQLTM 4.0 digunakan untuk menilai kualitas hidup anak yang berusia 5 sampai 18 tahun penyandang hemofilia dan saudara kandung yang sehat. Uji statistik Mann-Whitney untuk menilai perbedaan kualitas hidup antara anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat.

Hasil : Terdapat 36 anak penyandang hemofilia dan 36 saudara kandung yang sehat dengan rerata usia 10.5 tahun (SD 3.7) dan 11.6 tahun (SD 3.5).

Anak penyandang hemofilia memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan saudara yang sehat (p<0.001). Fungsi fisik merupakan fungsi yang paling terganggu pada anak penyandang hemofilia. Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antar derajat hemofilia (p>0.05). Kualitas hidup kelompok remaja hemofilia lebih rendah daripada anak hemofilia (p<0.001).

Fungsi emosi, sosial, dan sekolah merupakan fungsi yang terganggu pada remaja hemofilia.

Kesimpulan : Fungsi fisik, emosi, sosial dan sekolah pada anak penyandang hemofilia lebih rendah dari saudara kandung yang sehat. Kelompok remaja hemofilia memiliki fungsi emosi, sosial dan sekolah yang lebih rendah daripada kelompok anak.

Kata kunci : hemofilia, PedsQL, kualitas hidup

(17)

QUALITY OF LIFE OF CHILDREN WITH HEMOPHILIA AS COMPARED TO THEIR HEALTHY SIBLINGS

Shanessa Budiarty, Selvi Nafianti, Sri Sofyani, Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana, Olga R. Siregar

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Background : Hemophilia is an X-linked recessive disorder caused by deficiency coagulation factor VIII or IX with bleeding manifestation. The impact of hemophilia on the quality of life (QoL) of hemophilic children and their healthy siblings is not well known.

Objective : To evaluate the quality of life of children with hemophilia and their healthy siblings

Methods : This was a cross-sectional study conducted among children with hemophilia and their healthy siblings aged 5 to 18 years old attended the Pediatric Hematology-Oncology outpatient clinic at Haji Adam Malik Hospital, Medan, from October to December 2019. The PedsQLTM 4.0 questionnaire was utilized to assess the QoL of the children. A comparison of QoL between children with hemophilia and their healthy siblings was performed using the Mann Whitney test.

Results : A total of 36 children with hemophilia with mean age 10.5 years (SD 3.7) and 36 children as their healthy siblings with mean age 11.6 years (SD 3.5) were included in the study. Children with hemophilia had significantly lower QoL as compared to their healthy siblings (p<0.001). Physical function was the most affected aspect in hemophilic children. There was no significant difference between the PedsQL score of patients categorized based on hemophila severity (p>0.05). However, adolescents had a lower QoL than the childhood hemophilia (p<0.001). Emotional, social, and school functions were impaired QoL in the adolescent hemophilia. Most healthy siblings showed a positive response growing up with hemophilia siblings.

Conclusion : Children with hemophilia have lower QoL than their healthy siblings. To be aware, physical function is markedly compromised in childhood hemophilia while emotional, social and school functions are greatly impaired in adolescent hemophilia.

Keywords : hemophilia, PedsQL, quality of life

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hemofilia adalah keadaan dimana terjadi defisiensi faktor koagulasi kongenital yang bersifat herediter dan paling banyak dijumpai pada anak laki- laki. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII) lebih sering dijumpai, terjadi pada 1:5.000 kelahiran laki-laki, sedangkan hemofilia B (defisiensi faktor IX) terjadi pada 1:30.000 kelahiran laki-laki.1,2. Hasil survei laporan tahunan World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2017 menunjukkan bahwa

sebanyak 1.787 penderita hemofilia A dan 267 penderita hemofilia B dari Indonesia telah teregistrasi dalam survei tersebut.3 Angka tersebut tidak sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta penduduk dimana seharusnya diperkirakan pasien dengan hemofilia sebanyak 20.000 orang.

Prevalensi hemofilia tergolong rendah namun tetap merupakan masalah kesehatan dunia karena merupakan bentuk gangguan koagulasi yang paling sering dijumpai dengan manifestasi perdarahan.4 Manifestasi perdarahan dapat terjadi pada beberapa organ dan berdampak pada kualitas hidup. Penyebab penurunan kualitas hidup pada anak penyandang hemofilia adalah derajat hemofilia, terbatasnya aktivitas fisik, gangguan mobilitas, nyeri akibat perdarahan sendi, dan terapi faktor koagulasi.5 Kualitas hidup yang

(19)

menurun meliputi aspek fisik, psikososial, penurunan persepsi diri, kemampuan di sekolah yang lebih rendah dibandingkan anak sehat.7,8

Hemofilia merupakan penyakit kronis yang tidak hanya memengaruhi kualitas hidup anak penyandang sendiri namun juga berdampak pada kehidupan keluarga seperti orang tua maupun saudara kandung.9 Saudara kandung memiliki ikatan keluarga yang penting dimana memiliki warisan genetik yang sama, lingkungan budaya, pengalaman masa kanak-kanak yang sama secara emosional dan fisik, menghabiskan lebih banyak waktu satu sama lain.10 Namun, saudara kandung yang sehat dari anak-anak dengan hemofilia sering digambarkan sebagai anggota keluarga yang dilupakan dan secara tidak langsung ikut memengaruhi kualitas hidup mereka. Sebuah penelitian di Inggris mengenai pengalaman saudara kandung sehat yang tumbuh bersama anak penyandang hemofilia berat.

Penelitian ini melaporkan bahwa saudara kandung yang sehat merasakan kurangnya perhatian dari orangtua, sosial emosi yang negatif dan kecemasan akan status sebagai pembawa (carrier).11

Penelitian di Iran terkait kualitas hidup pada anak hemofilia melaporkan sebanyak 6% kejadian gangguan depresi dan terdapat 4.8%

mengalami gangguan kecemasan pada anak dan remaja penyandang hemofilia.12 Penelitian lain di India mengenai dampak hemofilia terhadap kualitas hidup anak dan orangtua. Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas

(20)

hidup diantaranya adalah kesehatan fisik yang lemah, ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah atau aktivitas olahraga.13 Penelitian yang serupa di Iran menunjukkan bahwa frekuensi perdarahan, seringnya absen di sekolah, tingkat pendidikan ibu, derajat hemofilia berhubungan dengan kualitas hidup anak penyandang hemofilia.14 Tujuan utama dari penilaian kualitas hidup adalah menilai tingkat kualitas hidup anak sesuai dengan usia dan jika terdapat gangguan kualitas hidup maka dapat dilakukan intervensi.15

Penelitian mengenai kualitas hidup pada dewasa penyandang hemofilia telah banyak dilakukan, namun penelitian serupa pada anak masih sedikit dilakukan mengingat masih sedikit populasi hemofilia anak yang terdaftar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan kualitas hidup antara anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat?

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan kualitas hidup antara anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat

(21)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum : Menilai kualitas hidup pada anak penyandang hemofilia dan membandingkan dengan saudara kandung yang sehat 1.4.2. Tujuan khusus :

1. Mengetahui karakteristik demografi anak penyandang hemofilia dan saudara kandung yang sehat

2. Mengetahui karakteristik anak penyandang hemofilia di RSUP Haji Adam Malik

3. Mengetahui perbedaaan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat dengan menggunakan kuesioner Pediatric quality of life (PedsQL 4.0)

4. Mengetahui perbedaan kualitas hidup diantara derajat ringan, sedang dan berat anak penyandang hemofilia

5. Mengetahui perbedaan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja hemofilia

6. Mengetahui reaksi saudara kandung yang tinggal bersama dengan anak penyandang hemofilia

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik: meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai kualitas hidup anak penyandang hemofilia dan pengaruh terhadap saudara kandung yang sehat sehingga dapat dilakukan usaha untuk

(22)

meningkatkan kualitas hidup anak penyandang hemofilia agar hidup seperti anak normal.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: dengan mengetahui dampak hemofilia terhadap kualitas hidup anak, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap anak maupun saudara kandung.

3. Di bidang pengembangan penelitian: menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam menilai kualitas hidup anak penyandang hemofilia maupun saudara kandung sehat yang dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemofilia

Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang bersifat herediter, pertama kali ditemukan di abad kedua oleh kerajaan Babilonia. Hemofilia berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang sehingga diartikan sebagai suatu

penyakit kelainan darah yang diturunkan dari ibu kepada anaknya.4

Penyakit hemofilia pertama kali dipublikasikan sebagai penyakit genetik sex x-linked recessive oleh dr. John Conrad Otto pada tahun 1803.

Klasifikasi hemofilia menjadi dua jenis yaitu hemofilia A (defisiensi faktor VIII) dan hemofilia B (defisiensi faktor IX) pada tahun 1947. Penyakit ini diturunkan secara x-linked recessive sehingga sering dijumpai pada anak laki-laki.

Sekitar sepertiga kasus disebut kasus sporadik dimana tidak ada riwayat keluarga hemofilia namun terjadi mutasi baru di gen kromosom X pada faktor VIII atau IX. Hemofilia A lebih sering dijumpai dengan cakupan 80-85% dan sisanya adalah hemofilia B.1,16

Pembagian derajat hemofilia berdasarkan kadar faktor plasma yaitu hemofilia ringan, sedang dan berat. Derajat hemofilia berkaitan dengan beratnya gejala perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di sendi, otot, intrakranial dan berbagai organ interna lainnya.1

(24)

2.1.1. Epidemiologi

Hemofilia tidak menunjukkan kecenderungan ras dan dapat terjadi pada semua kelompok etnis. Angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari 5.000 kelahiran, sedangkan hemofilia B adalah 1 dari 30.000 kelahiran.2

Hasil survei laporan tahunan World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2017 menunjukkan bahwa sekitar 196.706 penderita hemofilia di seluruh dunia tersebar di 116 negara, dimana 158.225 orang adalah penderita hemofilia A dan 31.247 orang adalah penderita hemofilia B.

Adapun sebanyak 1.787 penderita hemofilia A dan 267 penderita hemofilia B dari Indonesia telah teregistrasi dalam survei tersebut.3 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, prevalensi nasional hemofilia adalah 0.7%.17 Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) melaporkan hingga bulan Juni 2012, jumlah penderita yang tercatat telah mencapai 1.410 orang.18 2.1.2. Patofisiologi

Hemostasis adalah kemampuan alami dan proses normal sebagai respon untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka. Komponen-komponen yang berperan dalam hemostasis yaitu sel endotelial, trombosit dan faktor koagulan. Proses terjadinya hemostasis terdiri dari respon pembuluh darah,

(25)

adhesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat luka oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.19

Pada bagian luka pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adhesi trombosit. Trombosit yang melekat akan menjadi trombosit yang aktif dan melepaskan tromboksan A2 dan adenosine diphosphatase (ADP). Tromboksan A2 dan ADP yang dilepaskan menyebabkan semakin banyak trombosit yang beragregasi sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka. Setelah agregasi trombosit, terjadi aktivasi model koagulasi berbasis sel dan pembentukan jaringan fibrin yang kuat untuk menghentikan perdarahan.16,19

Model koagulasi berbasis sel (cell-based model of coagulation) dapat dilihat pada Gambar 2.1 menyatakan bahwa koagulasi muncul pada tahapan yang overlapping yaitu inisiasi, amplifikasi, dan propagasi.20

(26)

Gambar 2.1. Model koagulasi berbasis sel16

Fase inisiasi dimulai saat terjadi cedera dan melepaskan tissue factor (TF). Faktor VIIa dengan cepat mengikat TF untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Selanjutnya, faktor Xa berikatan dengan faktor Va pada permukaan sel dan menghasilkan trombin dalam jumlah yang sedikit. Pada fase amplifikasi terdapat trombin yang dihasilkan pada tahap inisiasi akan mengaktifkan trombosit, melepaskan vWF dan mengaktivasi faktor V, faktor VIII, dan faktor IX. Fase propagasi terjadi di permukaan platelet yang teraktivasi kompleks tenase (faktor VIIIa dan faktor IXa) dan protrombinase (faktor Va dan faktor Xa) terbentuk. Kompleks tenase akan mengaktivasi faktor Xa dan segera berikatan dengan faktor Va sehingga mengubah protrombin menjadi trombin. Selanjutnya, pembentukan trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin.20

Pada hemofilia A (defisiensi faktor VIII) disebabkan oleh mutasi pada gen F8 yang terletak pada lokus 28 dari lengan panjang kromosom X (Xq28).

(27)

Gen F8 ini memiliki ukuran 186 kb serta mengandung 26 ekson dan 25 intron. Defek F8 yang berkaitan dengan hemofilia A dapat disebabkan oleh inversi, delesi atau insersi, dan missense. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) disebabkan oleh mutasi pada gen faktor IX yang terletak pada lokus 27 lengan panjang kromosom X (Xq27). Gen faktor IX secara signifikan lebih kecil dan kurang komplek dibandingkan dengan faktor VIII. Gen faktor IX berukuran 33.5 kb dan mengandung 8 ekson. Mutasi genetik yang dapat terjadi pada hemofilia B yaitu mutasi spontan (de novo), point mutation delesi dan frameshift mutation faktor IX pada lengan panjang kromosom X.21

2.1.3. Gejala klinis dan diagnosis

Hemofilia perlu dicurigai ketika perdarahan yang sukar berhenti pada pasien laki-laki. Hemofilia A dan B tidak bisa dibedakan secara klinis. Derajat berat hemofilia secara klinis ditentukan oleh derajat berat defisiensi faktor pembekuannya. Secara klinis hemofilia dapat diklasifikasikan menjadi hemofilia ringan (konsentrasi F VIII atau F IX 0.05-0.4 IU/mL = 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi F VIII atau F IX 0.01-0.5 IU/mL = 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi F VIII atau F IX dibawah 0.01 IU/mL = dibawah 1%). Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur dan defisiensi faktor pembekuan darah yang terkait.1,4,16

Hemofilia ringan sering tidak terdeksi untuk beberapa waktu sampai penderita menjalani tindakan operasi ringan seperti sirkumsisi atau cabut gigi

(28)

dan setelah trauma berat. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan hemofilia berat sering terjadi perdarahan spontan di berbagai organ seperti sendi, otot, gastrointestinal, genitourinaria, dan intrakranial.16

Angka kejadian perdarahan intrakranial berkisar antara 2.2-7.5% pada pasien hemofilia anak dan dewasa, serta 1-4% pada neonatus. Perdarahan intrakranial dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma kepala.12 Manifestasi lain seperti mudah memar, hematoma intramuskular, dan perdarahan sendi (hemartrosis) dimulai saat pasien mulai merangkak. Selain perdarahan intrakranial, hemartrosis merupakan perdarahan yang paling sering ditemukan pada hemofilia. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi lutut, siku, pergelangan kaki dan tangan. Pada hemofilia derajat berat, 90% episode perdarahan spontan melibatkan sistem muskuloskeletal dengan 80% kasus diantaranya mengenai sendi.1,2

Diagnosa hemofilia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis diperoleh riwayat kecenderungan terjadi perdarahan yang sulit berhenti setelah suatu tindakan, atau timbulnya hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya hemartrosis.

Riwayat keluarga dengan hemofilia terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu. Pemeriksaan laboratorium pada hemofilia berupa pemeriksaan darah rutin yang biasanya normal, masa pembekuan, activated partial

(29)

thromboplastin time (APTT) memanjang. Sedangkan masa perdarahan dan

masa protrombin umumnya normal. Diagnosis pasti adalah dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia A dan kadar faktor IX untuk hemofilia B. Diagnosis molekuler yang dilakukan saat antenatal yaitu dengan memeriksa petanda gen hemofilia pada kromosom X.1,16

2.1.4. Tata Laksana

Hemofilia merupakan gangguan perdarahan yang paling sering dijumpai sehingga perlu di tatalaksana secara dini untuk mencegah disabilitas jangka panjang. Perdarahan akut perlu dihentikan segera dengan penekanan pada lokasi perdarahan, kompres dengan es, imobilisasi dan terapi faktor pembekuan diberikan dalam 2 jam setelah perdarahan.23

Terapi pengganti diutamakan menggunakan konsentrat faktor VIII atau IX. Pemberian kriopresipitat sebagai sumber dari faktor VIII atau fresh frozen plasma (FFP) sebagai sumber dari faktor IX jika faktor konsentrat tidak

tersedia. Dosis konsentrat faktor VIII adalah berat badan (kg) x % (target kadar plasma-kadar faktor VIII penderita) x 0.5 diberikan tiap 12 jam sedangkan dosis konsentrat faktor IX adalah berat badan (kg) x % (target kadar plasma-kadar faktor IX penderita) diberikan tiap 24 jam. Target kadar plasma dan lama pemberiannya tergantung pada lokasi, beratnya perdarahan dan jenis tindakan. Pada tindakan pencabutan gigi atau

(30)

epistaksis diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi besar atau laserasi luas selama 7-14 hari.23,24

Protokol pemberian faktor pembekuan terdiri dari terapi on-demand dan terapi profilaksis. Terapi on-demand adalah terapi yang diberikan saat terjadi perdarahan. Sedangkan terapi profilaksis adalah terapi faktor pembekuan yang diberikan secara teratur untuk mencegah perdarahan.

Protokol profilaksis yang paling umum direkomendasikan adalah infus 25-40 IU/kg konsentrat faktor pembekuan tiga kali seminggu untuk hemofilia A dan dua kali seminggu untuk hemofilia B.24,25

Setiap anak dengan hemofilia boleh dan harus mendapat imunisasi.

Berdasarkan rekomendasi WFH mengenai pemberian vaksin secara intramuskular yaitu pemberian vaksin sebaiknya segera setelah mendapat satu dosis terapi faktor pengganti, kompres dengan es pada area sekitar suntikan selama 5 menit sebelum penyuntikan, menggunakan jarum ukuran kecil (23 gauge) dan penekanan di area suntikan selama 5 menit setelah penyuntikan.26

Anak dengan hemofilia juga perlu memperhatikan kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah gingivitis serta periodontitis. Perawatan mulut dan pencegahan masalah gigi memiliki peranan penting yang besar, tidak hanya meningkatkan kualitas hidup namun juga menghindari risiko pembedahan gigi.26

(31)

Aktivitas olahraga dianjurkan pada anak dengan hemofilia karena dapat meningkatkan kekuatan otot, menurunkan frekuensi perdarahan, dan meningkatkan rasa percaya diri. Olahraga yang dianjurkan seperti berenang, bersepeda dan berjalan. Aktivitas olahraga kontak seperti sepak bola, tinju, dan gulat tidak dianjurkan.27

Selain tatalaksana yang telah disebutkan, anak dengan hemofilia dan keluarganya perlu memperoleh dukungan psikologik serta sosial untuk menerima suatu penyakit yang bersifat kronik yang seringkali menimbulkan nyeri, dan kadangkala mengancam jiwa. Dukungan psikososial yang dapat diberikan seperti menjelaskan penyakit hemofilia kepada anak dan orang tua, memberi perhatian, memberi semangat untuk mengerjakan aktivitas produktif sehari-hari.28

2.1.5. Komplikasi

Hemofilia dapat menimbulkan komplikasi kronik pada muskuloskeletal berupa atropati kronik, sinovitis kronik, kontraktur, fraktur, dan deformitas tulang.

Artropati kronis terjadi akibat perdarahan intraartikular berulang sehingga terjadi kerusakan sendi dan cairan sinovial serta kartilago artikular yang menyebabkan sinovitis kronik. Pada anak dalam masa pertumbuhan, sinovitis juga menyebabkan hipertrofi lempeng pertumbuhan epifisis yang berpotensi terjadinya deformitas tulang seperti hipertrofi tulang, perbedaan panjang kaki, dan kelainan bentuk sudut sendi anggota gerak.29

(32)

Deformitas tulang, sinovitis, dan hemartrosis dapat menimbulkan rasa nyeri bagi penderita hemofilia. Nyeri dapat membatasi fungsi fisik, menimbulkan pengaruh negatif pada suasana hati, dan secara signifikan berdampak pada kualitas hidup.6

Komplikasi kronik lain yaitu infeksi yang berhubungan dengan produk darah dan faktor pembekuan seperti human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B virus dan hepatitis C virus. Komplikasi yang paling penting adalah munculnya antibodi atau inhibitor terhadap faktor VIII atau faktor IX. Inhibitor terhadap faktor VIII dapat timbul sekitar 20-30% penderita hemofilia A berat dan sekitar 5-10% pada hemofilia sedang atau ringan.26 Inhibitor jarang ditemukan pada hemofilia B, hanya kurang dari 5% dari total penderita.21 2.2. Kualitas hidup

Beberapa tahun terakhir ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam memantau kesehatan populasi. Pemantauan tidak hanya pada morbiditas namun juga bagaimana seorang individu mencapai kualitas hidup yang baik untuk memperoleh hasil luaran yang baik. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup (quality of life, QoL) sebagai persepsi dari individu terhadap posisi kehidupan terkait dalam konteks nilai dan budaya di tempat tinggal dan memiliki tujuan, harapan, dan standar hidup. Kualitas hidup terdiri dari enam aspek menurut WHO yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan

(33)

dengan lingkungan, dan spiritual.30 Pengertian lain kualitas hidup adalah kemampuan individu untuk memaksimalkan fungsi fisik, sosial, psikologis, dan pekerjaan yang merupakan indikator kesembuhan atau kemampuan beradaptasi dalam penyakit kronis.31

Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kondisi kesehatan termasuk terapi, status sosioekonomi, pola asuh, dan lingkungan tempat seorang anak dibesarkan. Kondisi kesehatan merupakan aspek yang penting berkontribusi terhadap kualitas hidup anak, sehingga muncul definisi lain yaitu kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health related quality of life, HRQoL). Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan

didefinisikan sebagai tujuan, harapan, standar individu terhadap status kesehatannya termasuk penyakit dan tatalaksananya meliputi fungsi fisik, psikologi, sosial, dan kesejahteraan.32

2.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup anak penyandang hemofilia

Hemofilia dapat memberikan dampak negatif yang besar tidak hanya terhadap kesehatan fisik namun juga psikologi, ekonomi dan kesejahteraan sosial pada anak dan anggota keluarga lain. Sebuah penelitian di India mengenai dampak hemofilia terhadap kualitas hidup anak dan orang tua.

Penelitian ini melibatkan 51 anak yang berumur 4-12 tahun dengan hasil penelitian diperoleh bahwa kesehatan fisik yang lemah, keterbatasan

(34)

aktivitas olahraga dan sekolah memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup anak maupun orang tua. Dukungan dari teman, keluarga dan orang lain memberikan pengaruh positif terhadap kualitas hidup.13

Penelitian serupa yang dilakukan di Iran mengenai kualitas hidup anak penyandang hemofilia. Peserta penelitian sebanyak 34 anak laki-laki yang berusia 8-16 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah kejadian perdarahan, jumlah ketidakhadiran di sekolah, tingkat pendidikan ibu, derajat hemofilia, status kesehatan, pendapatan keluarga, dan kemampuan orang tua menyediakan faktor konsentrat berhubungan dengan kualitas hidup.14

Anak penyandang hemofilia yang tidak mendapat terapi faktor pembekuan yang adekuat berisiko terjadi hemartrosis dan berakhir pada artropati kronik. Artropati kronik akan menyebabkan peningkatan kejadian atrofi otot, berkurangnya kekuatan otot, perubahan gaya berjalan, dan disabilitas. Komplikasi otot yang ditimbulkan menyebabkan anak penyandang hemofilia dan orangtua cenderung membatasi aktivitas fisik sehari-hari.33 Berdasarkan WHO International Classification of Functioning (ICF), fungsi fisik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan dasar untuk mencapai hidup mandiri hingga kegiatan yang lebih komplek.

Fungsi fisik dan aktivitas kehidupan sehari-hari berperan penting dalam partisipasi sosial. Individu yang tidak dapat memenuhi tuntutan fisik dalam partisipasi akan berdampak pada kualitas hidup.34

(35)

Terapi faktor konsentrat berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup anak penyandang hemofilia. Penelitian yang membandingkan kualitas hidup anak dengan hemofilia yang mendapatkan terapi profilaksis faktor konsentrat dengan terapi on demand bertujuan untuk membuktikan bahwa terapi profilaksis dan olahraga ringan dapat meningkatkan kualitas hidup terutama dalam fungsi fisik. Penelitian prospektif di Cina terhadap anak dengan hemofilia berat yang berusia 2-16 tahun. Penelitian ini memantau frekuensi perdarahan selama 3 bulan antara kelompok yang menerima terapi profilaksis (25 IU/kg berat badan sebanyak 3 kali dalam seminggu) dengan kelompok terapi on demand. Pemantauan selama 3 bulan diperoleh bahwa penurunan frekuensi perdarahan yang signifikan pada kelompok profilaksis sehingga terjadi peningkatan fungsi otot dan aktivitas sehari-hari.35

Aktivitas fisik yang terbatas dan overprotective dari orang tua dapat berpengaruh pada fungsi emosi anak penyandang hemofilia. Emosi yang sering ditunjukkan pada anak penyandang hemofilia dibandingkan anak yang sehat yaitu kecemasan, marah, menarik diri, perasaan tertekan, keluhan somatik, masalah pikiran, kurang bahagia, sering menyendiri, dan tidak terbuka.7,36 Nyeri yang ditimbulkan dari perdarahan sendi dan saat pemberian faktor konsentrat juga berhubungan dengan peningkatan insiden depresi, mudah marah, frustasi dan kesedihan pada anak penyandang hemofilia.6

(36)

Faktor emosi tidak hanya dirasakan oleh penyandang hemofilia namun juga pada orang tua dan anggota keluarga lain. Ibu dari anak hemofilia memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dari ayah. Hal ini dikarenakan oleh rasa bersalah sebagai pembawa genetik. Rasa bersalah ibu bermanifestasi sebagai perlindungan berlebihan pada anak hemofilia.

Ketegangan emosi yang dirasakan oleh orang tua dari anak hemofilia karena orang tua harus mempelajari penyakit hemofilia yang diderita oleh anak.37

Anak dengan penyakit kronis sering memiliki prestasi sekolah yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sehat. Prestasi sekolah yang lebih rendah berhubungan dengan seringnya absen di sekolah karena gejala penyakit yang berulang, kontrol rutin, dan prosedur medis.38 Anak penyandang hemofilia yang tidak memperoleh faktor konsentrat profilaksis lebih berisiko terjadi perdarahan berulang sehingga dapat menganggu kegiatan akademik di sekolah. Konsekuensi dari prestasi sekolah yang rendah menyebabkan anak penyandang hemofilia lebih sulit memperoleh pekerjaan di kemudiaan hari.39

Sebuah penelitian potong lintang, multisenter di California mengenai pencapaian akademik pada anak dengan hemofilia. Penelitian ini melibatkan 126 peserta hemofilia berat dengan usia 6-12 tahun dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok dengan profilaksis selama 1 tahun dan kelompok on demand. Dari penelitian diperoleh kelompok anak dengan terapi

(37)

profilaksis mengalami episode perdarahan yang lebih rendah dibandingkan on demand (p<0.001). Anak dengan frekuensi perdarahan jarang (≤ 11

episode/tahun) memiliki pencapaian akademik total yang lebih baik daripada anak dengan frekuensi perdarahan sering (p=0.026). Korelasi positif antara jumlah frekuensi perdarahan dengan ketidakhadiran di sekolah (korelasi spearman=0.23, p=0.010). Anak dengan lebih dari 12 episode perdarahan per tahun sering tidak hadir di sekolah sehingga memiliki nilai lebih rendah dalam matematika (p<0.04) dan membaca (p<0.006).8

Anak penyandang hemofilia yang aktivitas fisik terbatas cenderung lebih sulit dalam berinteraksi sosial, rendah diri dan bergaul. Tantangan interaksi sosial yang sering ditemukan oleh anak hemofilia di sekolah yaitu mereka memiliki kesadaran berbeda dari teman sesama jenis, berusaha melakukan upaya untuk menyembunyikan perbedaan dari temannya, dan berusaha terhubung dengan teman sekolah dengan berbagai cara seperti ketidakpatuhan dalam pembatasan aktivitas dan permainan yang agresif.36

Sebuah penelitian di London mengenai penyesuaian sosial antara anak hemofilia dan beta thalasemia. Penelitian ini melibatkan 58 anak hemofilia dan 42 anak beta thalasemia dibandingkan dengan saudara yang sehat. Anak beta thalasemia lebih signifikan mengalami disfungsi sosial daripada anak yang sehat (p<0.05; OR 3.6; IK 95% 1.1-12.2). Disfungsi sosial yang tinggi pada anak beta thalasemia kemungkinan dikarenakan

(38)

pengalaman negatif terkait masalah medis. Sebaliknya, terapi profilaksis yang diterima oleh anak hemofilia membantu anak untuk hidup dan beraktivitas hampir seperti anak sehat lainnya.40

2.4. Kualitas hidup saudara kandung sehat

Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak hanya memengaruhi kualitas hidup anak penyandang sendiri namun juga saudara kandung sehat.9 Dampak negatif penyakit kronis terhadap kualitas hidup saudara kandung yang sehat seperti tanggung jawab yang bertambah di rumah, orang tua yang cenderung fokus pada anak yang sakit dan kurang memberikan perhatian dan dukungan emosional kepada anak-anak sehat lainnya.41 Penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa saudara kandung dari anak dengan kanker tidak mengalami kejadian gangguan jiwa, tetapi sebagian besar mengalami gejala stres paska trauma, reaksi emosional negatif (seperti syok, takut, khawatir, sedih, tidak berdaya, marah dan bersalah) dan kualitas hidup buruk dalam fungsi emosi, keluarga, dan sosial.42

Beberapa literatur yang telah disebutkan diatas mengenai dampak negatif anak dengan penyakit kronis terhadap kualitas hidup saudara kandung.11,41,42 Penelitian lain menggambarkan tidak ada pengaruh terhadap kualitas hidup saudara kandung seperti penelitian di Inggris bahwa saudara kandung sehat tidak memiliki masalah penyesuaian atau kualitas hidup yang

(39)

terganggu bila dihubungkan dengan kesadaran ibu tetap memberikan perhatian yang sama.43 Penelitian di Australia mendapatkan bahwa saudara kandung dari anak dengan disabilitas intelektual menunjukkan sikap positif dan kedewasaan.44

2.5. Penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Pediatric Quality of Life InventoryTM

Dalam menilai kualitas hidup anak dengan penyakit kronis, klinisi membutuhkan instrumen yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak.

Berdasarkan rekomendasi WHO, untuk menilai kualitas hidup harus meliputi aspek fisik, emosi, dan psikososial dengan standar validitas dan realibilitas.45 Pediatric quality of life inventoryTM (PedsQLTM) merupakan salah satu instrumen untuk mengukur kualitas hidup pada anak yang memenuhi standar yang direkomendasikan oleh WHO. Instrumen tersebut terdiri dari modul generik dan spesifik untuk penyakit tertentu. PedsQL 4.0 modul generik telah digunakan pada 25.000 anak beserta orangtuanya dan telah diterjemahkan ke dalam 60 bahasa dimana salah satunya adalah bahasa Indonesia.

PedsQL 4.0 merupakan instrumen untuk mengukur kualitas hidup anak dan remaja sehat serta anak dengan penyakit akut maupun kronik. Instrumen ini memiliki reliabilitas yang baik dengan rentang nilai cronbach α 0.73-0.94, yang artinya instrumen ini memiliki konsistensi sempurna dan dapat

(40)

diandalkan. PedsQL dapat dipakai pada umur antara 2-18 tahun dan terdapat pengelompokan umur berdasarkan sub grup umur.46

Instrumen PedsQLTM dibuat oleh dr.James W. Varni dan asosiasinya terdiri dari 4 versi sesuai usia anak yaitu 2-4 tahun, 5-7 tahun, 8-12 tahun, dan 13-18 tahun. Untuk anak usia 5-18 tahun terdapat format yang perlu diisi oleh orang tua atau pengasuh anak (parent proxy report). Konsep PedsQLTM generik adalah menilai kualitas hidup sesuai persepsi penderita terhadap dampak penyakit yang terdiri atas 23 item yang dibagi menjadi 4 domain yaitu fungsi fisik (8 pertanyaan), fungsi emosi (5 pertanyaan), fungsi sekolah (5 pertanyaan), fungsi sosial (5 pertanyaan). Fungsi fisik menilai kemampuan anak untuk dapat mandiri dalam menjalani aktivitasnya. Fungsi emosi menilai kemampuan anak dalam mengekspresikan rasa marah, sedih, maupun takut. Fungsi sosial menilai kemampuan anak dalam melakukan pergaulan di sekolahnya. Fungsi sekolah menilai kemampuan anak untuk memusatkan perhatian mengerjakan tugas di sekolahnya.47,48

Pengisian kuesioner PedsQL hanya membutuhkan waktu 10-15 menit dengan memberi nilai 0-4 pada setiap jawaban. Angka nol (0) yang berarti tidak menjadi masalah, satu (1) yang berarti hampir tidak menjadi masalah;

dua (2) yang berarti kadang-kadang menjadi masalah; tiga (3) yang berarti sering menjadi masalah; dan empat (4) yang berarti hampir selalu menjadi masalah. Nilai tersebut akan dikonversikan dalam skala 0-100 untuk

(41)

interpretasi standar (0 = 100; 1 = 75; 2 = 50; 3 = 25; 4 = 0). Nilai total kualitas hidup dihitung dengan menjumlahkan nilai pertanyaan yang mendapat jawaban dibagi jumlah pertanyaan yang dijawab pada semua bidang. Skor yang makin tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik.47,48,49

2.6. Intervensi perbaikan kualitas hidup anak penyandang hemofilia Penelitian yang dilakukan di Ohio, Amerika yang membandingkan anak dengan hemofilia dengan teman sekolahnya yang sehat didapatkan hasil bahwa anak dengan hemofilia memiliki kualitas hidup yang rendah terutama fungsi emosi dibandingkan dengan teman sekolahnya yang sehat.7

Fungsi emosi yang terganggu pada anak dengan hemofilia perlu ditindaklanjuti untuk mencapai perbaikan kualitas hidup. Dukungan psikososial dari pihak keluarga, teman sebaya, dan sekolah dapat meningkatkan kualitas hidup anak dengan hemofilia. Dukungan dari pihak keluarga seperti orang tua mampu menerima kondisi anaknya, memahami penyakit hemofilia, orang tua tidak membatasi aktivitas fisik dan mendukung anak dengan berbagai kegiatan olahraga yang diperbolehkan oleh anak dengan hemofilia, orang tua atau keluarga mampu tetap tenang memberikan penanganan awal perdarahan. Dukungan dari teman sebaya seperti selalu memberi semangat dan perhatian sehingga anak dengan hemofilia tidak menjadi terisolasi, percaya diri dan selalu berpikir positif. Koordinasi antara orang tua dengan pihak sekolah seperti orang tua memberi informasi

(42)

mengenai kondisi penyakit, batasan aktivitas fisik yang diperbolehkan, dan tanda-tanda perdarahan.24

Anak penyandang hemofilia tidak hanya memerlukan dukungan psikososial, namun juga perlu didorong untuk melakukan aktivitas olahraga yang telah direkomendasikan. Aktivitas olahraga berupaya mengurangi frekuensi perdarahan sendi, menguatkan otot, mengurangi nyeri, meningkatkan rasa percaya diri serta mencegah obesitas. Anak penyandang hemofilia dapat berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan aktivitas olahraga untuk membahas kesesuaian, pakaian protektif, serta profilaksis sebelum aktivitas.24,46

Adapun intervensi medis yang diberikan adalah faktor pembekuan profilaksis untuk mencegah perdarahan berulang. Saat ini, protokol yang dianjurkan untuk terapi profilaksis adalah transfusi konsentrat faktor pembekuan 24-40 IU/kg, tiga kali seminggu pada pasien hemofilia A dan dua kali seminggu pada pasien hemofilia B.26 Protokol terapi profilaksis sampai saat ini belum dapat diterapkan di Indonesia dikarenakan besarnya biaya yang diperlukan.

Panduan WFH mengenai tatalaksana hemofilia dimana salah satunya adalah tindakan pengendalian penderita hemofilia dengan konseling genetik.

Konseling genetik adalah bagian penting dari perawatan hemofilia untuk membantu penyandang hemofilia, karier, dan keluarganya dalam membuat

(43)

pilihan mengenai keinginan memiliki anak dimana ada kemungkinan anaknya menderita hemofilia. Konseling genetik juga meliputi diagnosis prenatal biasanya ditawarkan untuk membantu keluarga mempersiapkan dan untuk perencanaan persalinan. Pengambilan sampel tali pusat atau chorionic villus sampling (CVS) adalah metode utama untuk diagnosis prenatal dan dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-11 minggu. Diagnosis prenatal yang lain seperti amniosintesis dapat dilakukan pada usia kehamilan 12-15 minggu.24,50

(44)

2.7. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka teori Defisiensi

faktor VIII

Defisiensi faktor IX

HEMOFILIA Gejala Klinis :

- Perdarahan gusi - Hematoma - Hemartrosis - Perdarahan

intrakranial - Perdarahan

saluran cerna - Perdarahan

genitourinaria

Komplikasi : - Artropati kronik - Deformitas tulang - Infeksi yang

berhubungan produk darah - Inhibitor Tata laksana:

- Menghentikan perdarahan akut

- Terapi faktor VIII atau IX - Perawatan mulut dan gigi

Masa tromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang

KUALITAS HIDUP PENYANDANG

HEMOFILIA

KUALITAS HIDUP SAUDARA KANDUNG

SEHAT

PedsQL 4.0 - Fungsi fisik - Fungsi sosial - Fungsi emosi - Fungsi sekolah

INTERVENSI

(45)

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka konseptual ANAK

PENYANDANG HEMOFILIA

SAUDARA KANDUNG YANG

SEHAT HEMOFILIA

PedsQL 4.0 - Fungsi fisik - Fungsi emosi - Fungsi sosial - Fungsi

sekolah

(46)

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan suatu penelitian cross sectional yang menilai perbandingan kualitas hidup antara anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik divisi Hematologi-Onkologi RSUP Haji Adam Malik. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober – Desember 2019

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita hemofilia dan saudara kandung yang sehat. Populasi terjangkau adalah populasi target yang berobat di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian analisis kategorik tidak berpasangan. Interval kepercayaan 95% (α = 0.05; z

= 1.96). Untuk uji analisis kategorik tidak berpasangan diperlukan subjek minimal51

(47)

[ √ √

]

Dimana :

Zα = derivat baku alfa 0.05 (Zα = 1.96) Zβ = derivat baku beta 0.2 (Zβ = 0.84)

P2 = prevalensi nasional hemofilia yaitu 0.7% (0.007)17 Q2 = 1 – P2 = 1 – 0.007 = 0.0993

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti 0.2

Q1 = 1 – P1 = 1 – 0.2 = 0.8

P = proporsi total = (P1 + P2) / 2 = (0.2 + 0.007) / 2 = 0.1035 Q = 1 – P = 1 – 0.1035 = 0.8965

Sehingga,

[ √ √

]

= 35.5 = 36

Jadi besar sampel minimal untuk masing-masing kelompok yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 36 orang

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

(48)

3.5.1. Kriteria Inklusi :

1. Anak usia 5 sampai 18 tahun yang menderita hemofilia A atau hemofilia B dan memiliki saudara kandung sehat yang berusia antara 5 sampai 18 tahun

2. Orang tua dan anak bersedia mengisi informed consent dan kuisioner yang diberikan

3.5.2. Kriteria Eksklusi :

1. Anak yang menderita disabilitas intelektual

2. Anak dengan penyakit kronis lainnya selain hemofilia 3. Anak yang belum memiliki saudara kandung

4. Orang tua pasien tidak bersedia ikut dalam penelitian ini 3.6. Persetujuan setelah Penjelasan / Informed Consent

Semua subjek penelitian diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian ini. Formulir penjelasan terlampir pada lampiran usulan penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (No: 835/TGL/KEPK FK USU-RSUP HAM/2019).

(49)

3.8. Cara Kerja

1. Subjek penelitian merupakan anak dengan hemofilia yang datang ke Poliklinik Hematologi-Onkologi RSUP. H. Adam Malik yang memenuhi kriteria inklusi

2. Pengambilan subjek penelitian adalah anak dengan hemofilia A atau hemofilia B dan saudara kandung yang sehat

3. Orang tua dan anak diberikan penjelasan bahwa sedang dilakukan penelitian tentang kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan saudaranya berdasarkan pengukuran PedsQLTM versi 4.0, serta tujuan dan manfaat penelitian

4. Orang tua diminta persetujuan untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan

5. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuisioner

6. Anak yang memenuhi kriteria inklusi dan mendapat persetujuan orang tua dimasukkan dalam penelitian dan akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anak dengan hemofilia sebagai kelompok kasus, sedangkan saudara kandung yang sehat sebagai kelompok kontrol

7. Melakukan pemeriksaan antropometri untuk menentukan status gizi 8. Anak dan orang tua dijelaskan mengenai cara pengisian dan maksud dari

setiap pertanyaan yang tertera dalam kuesioner PedsQLTM versi 4.0

(50)

9. Anak usia kurang dari 8 tahun dibimbing dalam menyelesaikan pengisian kuesioner dan ditanyakan kembali pada orangtuanya mengenai kebenaran pengisian kuesioner tersebut

10. Data terkumpul dimasukkan ke komputer dan dilakukan pengolahan data

(51)

3.9 Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian Populasi terjangkau

yang memenuhi kriteria inklusi

Informed consent

Anak penyandang hemofilia

Saudara penyandang hemofilia yang sehat

Penilaian kualitas hidup dengan PedsQLTM versi 4.0

Analisis data

(52)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Penyandang hemofilia Nominal

Variabel tergantung Skala

Kualitas hidup Numerik

3.11. Definisi Operasional 1. Penyandang hemofilia

a. Definisi : orang dengan gangguan perdarahan akibat kelainan mutasi gen faktor koagulasi yang diturunkan secara sex (X)- linked recessive sehingga terjadi pengurangan produksi faktor

koagulasi.

b. Klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar faktor dalam plasma terdiri dari hemofilia berat (kurang dari 1%), sedang (1-5%), dan ringan (5-40%)

2. Kualitas hidup

a. Definisi : Persepsi dari individu terhadap posisi kehidupan terkait dalam konteks nilai dan budaya di tempat tinggal dan memiliki tujuan, harapan, dan standar hidup.

b. Cara ukur : Peserta penelitian mengisi kuisioner PedsQLTM versi 4.0 berdasarkan usia. Dalam kuisioner terdiri dari 4 fungsi pertanyaan yaitu fungsi fisik, fungsi emosi, fungsi sekolah,

(53)

fungsi sosial dengan dengan memberi nilai 0-4 pada setiap jawaban. Angka nol (0) yang berarti tidak menjadi masalah, satu (1) yang berarti hampir tidak menjadi masalah; dua (2) yang berarti kadang-kadang menjadi masalah; tiga (3) yang berarti sering menjadi masalah; dan empat (4) yang berarti hampir selalu menjadi masalah. Nilai tersebut akan dikonversikan dalam skala 0-100 untuk interpretasi standar (0 = 100; 1 = 75; 2 = 50; 3 = 25; 4 = 0). Nilai total kualitas hidup dihitung dengan menjumlahkan nilai pertanyaan yang mendapat jawaban dibagi jumlah pertanyaan yang dijawab pada semua bidang. Skor yang makin tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik.

c. Fungsi-fungsi dalam kualitas hidup PedsQL 4.0 terdiri dari : - Fungsi fisik : menilai kemampuan anak untuk dapat mandiri

dalam menjalani aktivitasnya

- Fungsi emosi : menilai kemampuan anak dalam mengekspresikan rasa marah, sedih, maupun takut

- Fungsi sosial : menilai kemmpuan anak dalam melakukan pergaulan di lingkungan tempat tinggal maupun sekolahnya - Fungsi sekolah : kemampuan anak untuk memusatkan

perhatian mengerjakan tugas di sekolahnya

(54)

3. Saudara kandung sehat adalah saudara kandung dari kelompok penyandang hemofilia yang tidak menderita hemofilia, disabilitas intelektual maupun penyakit kronis lainnya.

3.12 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan perangkat lunak program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 23.0. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik sampel. Data kategorik disajikan dalam bentuk frekuensi. Data numerik disajikan dalam rerata±standar deviasi jika data terdistribusi normal atau median (rentang) jika data tidak terdistribusi normal. Analisis bivariat data tidak terdistribusi normal menggunakan uji Mann-Whitney untuk menggambarkan perbedaan kualitas hidup antara anak hemofilia dengan saudara kandung yang sehat. Uji Kruskal-Wallis dengan post hoc Mann- Whitney untuk menilai perbedaan kualitas hidup di antara derajat ringan, sedang dan berat hemofilia. Tingkat kemaknaan dan interval kepercayaan yang digunakan masing-masing adalah p < 0.05 dan 95%.

(55)

BAB 4 HASIL

Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik sejak bulan Oktober sampai Desember 2019. Sampel diperoleh dari anak penyandang hemofilia yang berobat di poli Hematologi Onkologi RSUP H. Adam Malik dan yang terdaftar sebagai anggota HMHI (Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia) Sumatera Utara. Selama kurun waktu penelitian terdapat 36 anak penyandang hemofilia dan 36 anak saudara kandung sehat yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

4.1. Karakteristik pasien penelitian

Tertera pada tabel 4.1, terdapat 36 anak penyandang hemofilia dan 36 saudara kandung yang sehat pada penelitian ini yang berusia antara 5 tahun sampai 18 tahun dengan rerata usia 10.5 tahun dan 11.6 tahun, dimana kelompok usia terbanyak adalah pada kelompok dengan usia 8-12 tahun.

Status gizi pada kelompok penyandang hemofilia terbanyak adalah gizi kurang, yakni 16 anak (44.4%). Sebagian besar saudara kandung sehat memiliki status gizi baik, yakni 26 anak (72.2%). Tingkat pendidikan pada kedua kelompok responden terbanyak yaitu SD. Tingkat pendidikan orangtua kedua kelompok responden yang terbanyak adalah SMA dengan pekerjaan orangtua terbanyak sebagai pegawai.

(56)

Tabel 4.1. Karakteristik demografi populasi penelitian

Karakteristik Anak penyandang

hemofilia (n=36)

Saudara kandung sehat (n=36) Usia (tahun), rerata (SD) 10.5 (3.7) 11.6 (3.5)

5-7 10 3

8-12 13-18

17 9

20 13

Berat badan (kg), rerata (SD) 32.4 (15.2) 36.1 (8.7) Tinggi badan (cm), rerata (SD) 137.3 (17.1) 144.2 (12.3) Status gizi (n,%)

Gizi baik 15 (41.7) 26 (72.2)

Gizi kurang 16 (44.4) 9 (25.0)

Gizi lebih 5 (13.9) 1 (2.8)

Tingkat pendidikan anak (n,%)

TK 4 (11.1) 2 (5.5)

SD 22 (61.1) 20 (55.6)

SMP 4 (11.1) 5 (13.9)

SMA 6 (16.7) 9 (25.0)

Tingkat pendidikan orang tua (n,%)

SD 4 (11.1) 4 (11.1)

SMP 4 (11.1) 4 (11.1)

SMA 25 (69.5) 25 (69.5)

S1 3 (8.3) 3 (8.3)

Pekerjaan orang tua (n,%)

Pegawai 19 (52.8) 19 (52.8)

Wiraswasta 9 (25.0) 9 (25.0)

Nelayan 2 (5.5) 2 (5.5)

Petani 6 (16.7) 6 (16.7)

4.2. Karakteristik anak penyandang hemofilia di RSUP Haji Adam Malik Tabel 4.2. menunjukkan karakteristik anak penyandang hemofilia, dimana usia tersering munculnya keluhan pertama kali perdarahan yang lama berhenti yakni pada usia ≥ 2 tahun (55.6%), usia terdiagnosis hemofilia

(57)

terbanyak adalah ≥ 2 tahun (75%) dengan jenis hemofilia terbanyak adalah hemofilia A (86.1%) dan derajat hemofilia terbanyak adalah ringan (50%).

Usia anak pertama kali mendapat terapi faktor konsentrat secara keseluruhan pada usia ≥ 2 tahun (86.1%). Semua hal ini merupakan data yang mendukung pemilihan sampel dan sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Tabel 4.2. Karakteristik anak penyandang hemofilia

Karakteristik Anak penyandang

hemofilia (n=36) Usia pertama kali perdarahan yang lama berhenti

(n,%)

< 2 tahun 16 (44.4)

≥ 2 tahun 20 (55.6)

Usia pertama kali terdiagnosis hemofilia (n,%)

< 2 tahun 9 (25.0)

≥ 2 tahun 27 (75.0)

Jenis hemofilia (n,%)

Hemofilia A 31 (86.1)

Hemofilia B 5 (13.9)

Derajat hemofilia (n,%)

Ringan 18 (50.0)

Sedang 11 (30.6)

Berat 7 (19.4)

Usia pertama kali terapi faktor konsentrat (n,%)

< 2 tahun 5 (13.9)

≥ 2 tahun 31 (86.1)

Anggota keluarga yang menderita hemofilia (n,%)

Ada 8 (22.2)

Tidak ada 16 (44.5)

Tidak tahu 12 (33.3)

Rutin terapi faktor konsentrat tiap minggu (n,%)

Ya 11 (30.6)

Tidak 25 (69.4)

Data lain menunjukkan sebanyak 8 anak (22.2%) yang anggota keluarga juga menderita hemofilia, dan sebanyak 12 anak (33.3%) yang tidak

(58)

mengetahui apakah ada anggota keluarga lain yang bersifat carrier atau menderita hemofilia karena belum dilakukan pemeriksaan kromosom maupun pemeriksaan faktor VIII atau faktor IX. Sebanyak 11 anak (30.6%) rutin mendapatkan terapi faktor konsentrat VIII atau IX setiap minggunya (tabel 4.2).

4.3. Perbedaaan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung sehat dengan menggunakan kuesioner PedsQLTM 4.0 Berdasarkan penilaian kuesioner PedsQLTM 4.0 terkait perbedaan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung sehat, didapatkan perbedaan diantara kedua kelompok tersebut. Pada penilaian keempat domain yang dilakukan, didapatkan nilai tengah hasil fungsi fisik 75 (50-93.8) banding 93.8 (85-100), fungsi emosi 80 (65-100) banding 90 (80- 100), fungsi sosial 82.6 (50-100) banding 93.8 (85-100), fungsi sekolah 77.5 (50-95) banding 100 (70-100) (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penyandang hemofilia dengan saudara kandung yang sehat

Kualitas hidup Anak hemofilia (n=36)

Median

Saudara kandung sehat (n=36) Median

Nilai p

Fungsi fisik 75 (50-93.8) 93.8 (85-100) <0.001 Fungsi emosi 80 (65-100) 90 (80-100) <0.001 Fungsi sosial 82.6 (50-100) 93.8 (85-100) <0.001 Fungsi sekolah 77.5 (50-95) 100 (70-100) <0.001

Dari keempat domain yang dinilai, fungsi fisik menunjukkan nilai tengah terendah dan hal ini menyimpulkan bahwa fungsi fisik merupakan

(59)

fungsi yang paling terganggu pada anak penyandang hemofilia. Secara statistik menggunakan analisis uji non-parametrik Mann-Whitney didapati hasil yang menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara kelompok anak penyandang hemofilia dan saudara kandung yang sehat dengan nilai p<0.001 (Tabel 4.3).

4.4. Perbedaan kualitas hidup diantara derajat ringan, sedang dan berat anak penyandang hemofilia

Data dari tabel 4.4 dilakukan analisis uji Kruskal-Wallis terhadap masing- masing kelompok derajat hemofilia. Dari hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan derajat hemofilia dengan kualitas hidup dengan nilai p>0.05. Setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan nilai post hoc uji Mann-Whitney untuk mengetahui letak perbedaan antara ketiga derajat

hemofilia.

Dari hasil uji Mann-Whitney antar kelompok derajat hemofilia menunjukkan tidak ada perbedaan kualitas hidup antar derajat ringan dengan sedang, derajat ringan dengan berat dan derajat sedang dengan berat yakni nilai p>0.05.

(60)

Tabel 4.4. Perbedaan kualitas hidup diantara derajat ringan, sedang dan berat anak penyandang hemofilia

Kualitas hidup

Hemofilia ringan (n=18)

Median

Hemofilia sedang (n=11) Median

Hemofilia berat (n=7)

Median

Nilai p

Fungsi fisik 81.3 (53.1-93.8) 62.5 (53.1-81.3) 71.8 (50-84.3) 0.085 Fungsi emosi 80.0 (65-100) 75.0 (65-100) 70.0 (65-95) 0.188 Fungsi sosial 80.0 (50-100) 81.3 (50-100) 85.0 (55-100) 0.703 Fungsi

sekolah

80.0 (55-95) 70.0 (50-90) 75.0 (55-85) 0.305

4.5. Perbedaan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja hemofilia

Pada tabel 4.5, dilakukan penilaian untuk melihat perbedaan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja hemofilia. Kelompok usia dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok anak (5-11 tahun) dan kelompok remaja (12-18 tahun). Berdasarkan hasil analisis uji Mann-Whitney didapatkan terdapat perbedaan yang signifikan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja hemofilia dimana fungsi emosi, sosial, dan sekolah merupakan fungsi yang terganggu pada kelompok remaja dibandingkan kelompok anak dengan nilai p< 0.05.

Tabel 4.5. Perbedaan kualitas hidup antara kelompok anak dan remaja hemofilia

Kualitas hidup Anak hemofilia (n=20)

Median

Remaja hemofilia (n=16)

Median

Nilai p

Fungsi fisik 81.3 (53.1-93.8) 68.7 (50-81.3) 0.266 Fungsi emosi 87.5(65-100) 70.0 (65-85) 0.002 Fungsi sosial 90.0 (55-100) 70.0 (50-90) 0.001 Fungsi sekolah 80.0 (55-95) 72.5 (50-90) 0.025

Gambar

Gambar 2.1. Model koagulasi berbasis sel 16
Gambar 2.2. Kerangka teori Defisiensi faktor VIII  Defisiensi faktor IX HEMOFILIA Gejala Klinis : - Perdarahan gusi - Hematoma - Hemartrosis - Perdarahan intrakranial - Perdarahan saluran cerna - Perdarahan genitourinaria  Komplikasi :  - Artropati kronik
Gambar 2.3. Kerangka konseptual ANAK PENYANDANG  HEMOFILIA SAUDARA KANDUNG YANG SEHAT HEMOFILIA  PedsQL 4.0 - Fungsi fisik  - Fungsi emosi - Fungsi sosial - Fungsi sekolah
Gambar 3.1. Alur Penelitian            Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi Informed consent Anak penyandang hemofilia  Saudara  penyandang  hemofilia yang sehat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Hasil penelitian dengan uji-t didapatkan p &lt; 0.001 yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara yoga dan skor kualitas hidup terkait kesehatan,

Hasil Penelitian: Hubungan antara volume oksigen maksimum dengan kualitas hidup pada lanjut usia, didapatkan hasil (p=0,206), sehingga tidak terdapat hubungan yang

Hasil penelitian dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai Asymp.Sig &lt; 0,05 sehingga didapatkan perbedaan yang signifikan didalam penentuan keputusan diagnosis antara

belum terdapat studi yang menilai perbedaan kualitas hidup anak dengan. PJB pascaoperasi jantung dengan anak sehat

Terdapat perbedaan kualitas hidup pada anak yang mengalami konstipasi fungsional. dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami

Dari kaidah tersebut, maka nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil uji hopotesis penelitian ini menyatakan ada hubungan antara regulasi emosi dengan kualitas hidup

Menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik dari pada perempuan, hal ini

Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian ini, yaitu didapatkan perbedaan yang signifikan pada semua dimensi kualitas hidup dalam index OHIP-14 terhadap kelompok