• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK YANG TELAH DIDAFTARKAN STUDI PUTUSAN (NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN NIAGA MEDAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK YANG TELAH DIDAFTARKAN STUDI PUTUSAN (NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN NIAGA MEDAN)"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK YANG TELAH DIDAFTARKAN STUDI PUTUSAN (NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN

NIAGA MEDAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister kenotariatan Fakultas hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA 167011038

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 20 Januari 2020

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr.Saidin SH.,M.Hum

ANGGOTA : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH.,CN.,M.Hum 2. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum

3. Dr. Dedi Harianto, SH.,M.Hum 4. Dr. Edy Ikhsan, SH.,MA

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawahini,

Nama : TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA

Nim / kelas : 167011038

Program studi : KENOTARIATAN

Judultesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK YANG TELAH DIDAFTARKAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN NIAGA MEDAN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 09 Juli 2020 Yang membuat pernyataan

TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA 167011038

(5)

PERSETUJUAN PUBLIKASI

TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya, yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA

NIM : 167011038

PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti non Ekslusif (Non exclusive, royalty free right) untuk mempublikasikan tesis saya yang berjudul :ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK YANG TELAH DIDAFTARKAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 03/PDT.SUS- MEREK/2015/PN NIAGA MEDAN)

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian persetujuan publikasi ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 09 Juli 2020 Yang menyatakan

TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA NIM : 167011038

(6)
(7)

ABSTRAK

Indonesia menganut sistem konstitutif (first to file) dalam hal pendaftaran merek sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Menurut Undang-Undang Merek, pendaftar pertama adalah yang dilindungi secara hak. Pemasalahan dalam penelitian ini adalah pendaftaran merek dalam hukum yang berlaku di Indonesia. Pembuktian dapat diajukan pengguna merek pertama sehingga dapat mengajukan pembatalan merek yang telah terdaftar. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN Niaga Medan terkait sengketa antara pengguna merek pertama dengan pendaftar merek pertama sudah memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian penulisan tesis ini yaitu preskriptif analisis. Data yang digunakan sebagai bahan analisis penelitian tesis ini adalah data sekunder.

Alat pengumpulan data dalam peneltian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan dengan cara analisis kualitatif.

Kesimpulan perlindungan hukum hak merek didasarkan atas pendaftaran pertama merek (first to file system). Yang mendaftarkan suatu merek untuk pertama kalinya yang paling berhak atas suatu merek karena pendaftaran menimbulkan hak atas suatu merek. Pelaksanaan pendaftaran merek harus mengutamakan iktikad baik. Putusan Hakim Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN Niaga Medan telah memberikan kepastian hukum bagi para pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 4, 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis terdapat dalam Pasal 20 dan Pasal 21.

Saran dalam penelitian ini harus ada peran pemerintah khususnya Dirjen Haki dalam ketelitian pendaftaran hak atas merek. Sebaiknya Undang-Undang Merek memuat lebih rinci tentang pembuktian. Perlu melakukan pembenahan sumber daya manusia di lembaga peradilan khususnya Pengadilan Niaga dalam memutus sengketa merek.

Kata Kunci : Pembatalan, Merek, Telah Didaftarkan

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Pribadi

Nama : TIGOR MANGATUR LUHUT AMBARITA

Tempat/Tanggal lahir : Batu Opat / 17 Desember 1983 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Asahan Km 6 Nomor 527 Pematang Siantar

Status : Belum menikah

Agama : Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia

Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Liat Ambarita (+)

Nama Ibu : Dina Turnip

2. Pendidikan

1990 - 1996 : SD Swasta HKBP Batu Opat

1996 - 1999 : SMP Taman Asuhan Pematang Siantar 1999 - 2002 : SMA N 4 Pematang Siantar

2004 – 2007 : D III AMIK Multicom Pematang Siantar 2012 - 2015 : S1 - Ilmu Hukum

UNIVERSITAS SIMALUNGUN 2016 - 2019 : S2 - Magister Kenotariatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Merek Yang Telah Didaftarkan (Studi Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-MEREK/2015/PN Niaga Medan)” telah dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. OK. Saidin, S.H.,M.Hum, Dr. T. Keizerina Devi A, SH,CN, M.Hum dan Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum, selaku komisi pembimbing, dan Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, Dr. Edy Ikhsan S.H., MA selaku komisi penguji yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M. Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan pendidikan ini.

(10)

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Dr. Edi Ikhsan, SH, MA selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan perkuliahan.

6. Seluruh staff/pegawai di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama ini dalam menjalankan pendidikan.

7. Keluarga besar Ambarita yeng telah banyak memberikan masukan, nasihat dan dukungan dalam segala hal. Terimakasih buat cinta tanpa syarat yang saya rasakan hingga saat ini.

8. Teman seperjuangan, Elfriany, Mesri Elisabeth Aritonang, Junita Tampubolon, Nurliani, Yossy Yoshepin Napitu, Helena Anggraini, Putri Suhaila, Ira Yulia Alfiani, Aqra Rizpadilla Chema, Hendra Rizki Putra yang telah banyak memberikan masukan dan semangat yang luar biasa.

(11)

Kemudian juga, terimakasih kepada semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan saran yang sangat membangun dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil, sampai ujian tertutup, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, 16 Januari 2020 Penulis,

Tigor Mangatur Luhut Ambarita

(12)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

TANGGAL UJIAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

RIWAYAT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR SKEMA ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penulisan ... 14

D. Manfaat Penulisan ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Konsepsi ... 28

G. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 29

2. Sumber Data ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 32

4. Alat Pengumpulan Data... 33

5. Analisis Data ... 34

BAB II PENDAFTARAN MEREK DALAM HUKUM DI INDONESIA .. 36

A. Sistem Pendaftaran Merek di Indonesia ... 36

B. Kedudukan Hukum Pengguna Merek Pertama Dalam Sistem Pendaftaran Hak Atas Merek di Indonesia ... 51

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftar Merek Pertama di Indonesia Terkait Adanya Pembatalan Merek ... 54

BAB III PEMBUKTIAN YANG DAPAT DIAJUKAN PENGGUNA MEREK PERTAMA SEHINGGA DAPAT MENGAJUKAN PEMBATALAN MEREK YANG TERDAFTAR ... 62

A. Pembatalan Atas Merek Terdaftar ... 62

B. Pembuktian Yang Dapat Diajukan Pengguna Merek Pertama Dalam Gugatan Pembatalan Merek ... 80

(13)

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS SENGKETA MEREK SESUAI PUTUSAN NOMOR 03/PDT.

SUS-MEREK/2015/PN NIAGA MEDAN ... 92

A. Duduk Perkara Putusan NOMOR 03/Pdt.Sus-Merek/2015/ PN Niaga Medan ... 92

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Sengketa Merek Sesuai Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/ PN Niaga Medan ... 95

C. Analisis Kasus Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN Niaga Medan Terkait Sengketa antara Pengguna Merek Pertama dengan Pendaftar Merek Pertama Sudah Memberikan Kepastian Hukum Bagi Para Pihak ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(14)

DAFTAR ISTILAH

Bepaalbaarheid : Ditentukannya Exclusive right : Pemilik merek First to file : Sistem konstitutif

Firs to use : Sistem pendaftaran deklaratif Library research : Penelitian kepustakaan

Field research : Penelitian lapangan

Merely descriptive : Menggambarkan produknya Morality and public order : Ketertiban umum

(15)

DAFTAR SINGKATAN Dirjen : Direktur Jenderal

GATT : General Agreement on Tariffs and Trade

HAM : Hak Asasi Manusia

HKI : Hak Kekayaan Intelektual

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PP : Peraturan Pemerintah

PT : Perseroan Terbatas

RIE : Reglement Industriele Eigendom SIUP : Surat Izin Usaha Perdagangan

TRIPs : Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights UNCTAD : United Nation Conference of Trade and Development

WTO : World Trade Organization

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Contoh Pelanggaran Merek ... 49 Tabel 2 Perbedaan Antara Undang-Undang Nomor 15 Tentang Merek

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis... 76 Tabel 3 Analisis Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN Niaga Medan 92

(17)

DAFTAR SKEMA

Skema. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ... 59

(18)

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang

Hak Kekayaan Intelektual atau dikenal dengan singkatan HKI, berasal dari terjemahan Intelectual Property Rights yang berasal dari hukum sistem Anglo Saxon.1Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dikatakan sebagai hak atas kepemilikan sebagai karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.2 Sedangkan Helianti Hilman, dalam makalah yang berjudul “Manfaat Perlindungan Terhadap Karya Intelektual pada Sistem HaKI”

memberikan pengertian bahwa yang dimaksud Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau sekelompok orang atau entitas untuk memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat dari karya intelektual yang mengandung HKI tersebut.3

Hak Kekayaan Intelektual ada agar dapat melindungi ciptaan serta invensi seseorang dari penggunaan atau peniruan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa izin.4 Karya-karya intelektual tersebut apakah dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau teknologi dilahirkan dengan mengorbankan tenaga, waktu, bahkan

1Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indoensia, PT. Alumni, Bandung, 2003, hlm. 1

2 Ibid, hlm. 2

3 Helianti Hilman, Manfaat Perlindungan Terhadap Karya Intelektual pada Sistem HaKI, Disampaikan pada Lokakarya Terbatas tentang “Masalah-masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya”, 10-11 Februari 2004, Financial Club, Jakarta, hlm. 4

4 Eddy Damian, Dkk, Hak Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), PT.Alumni, Bandung 2003, hlm. 2.

(19)

biaya. Sehingga perlindungan yang diberikan dalam HKI akan menjadikan sebuah insentif bagi pencipta dan inventor.

Hukum HKI merupakan sebuah hukum yang harus terus mengikuti perkembangan tekhnologi untuk melindungi kepentingan pencipta. Kata milik atau kepemilikan dalam HKI memiliki ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Perlu dilakukan sosialisasi sebgai jembatan terhadap keberhasilan sistem HKI agar memberi pemahaman kepada masyarakat.5 Hal ini juga sejalan dengan konsep hukum perdata Indonesia yang menerapkan istilah milik atas benda yang dipunyai seseorang.6 Salah satu jenis HKI adalah merek.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis (untuk selanjutnya disebut UU No. 20 Tahun 2016), Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Di Indonesia dikenal tiga jenis merek, yaitu merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif. Merek dagang sebagaimana yang tertera di dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2016 menyebutkan sebagai berikut:

5 Dikki Palma Kacaribu, “Analisis Yuridis Atas Minyak Karo Dukun Patah Pergelangan Sebagai Produk Indikasi Geografis di Kabupaten Karo”, USU Jurnal Law, Vol. 3, 2018, hal. 10.

6 Ahmad M. Ramli, Hak atas Kepemilikan Intelekttual: Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 24.

(20)

”Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya”.

Selanjutnya merek jasa menurut Pasal 1 ayat (3) adalah:

”merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya”.

Sedangkan merek kolektif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) adalah:

”merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya”.

Penemuan merek diawali dari temuan-temuan dalam bidang hak kekayaan intelektual lain yang saling berkaitan. Seperti dalam merek terdapat unsur ciptaan, misalnya desain logo, desain huruf atau desain angka. Ada hak cipta dalam bidang seni, sehingga yang dilindungi bukan hak cipta dalam bidang seni, tetapi yang dilindungi adalah mereknya sendiri. Merek sangat berharga dalam HKI karena merek dikaitkan dengan kualitas dan keinginan konsumen dalam sebuah produk atau servis. Dengan merek, seseorang akan tertarik atau tidak tertarik untuk mengkonsumsi sesuatu. Sesuatu yang tidak terlihat dalam merek dapat menjadikan pemakai atau konsumen setia dengan merek tersebut.

(21)

Hak atas merek akan diperoleh setelah didaftarkan. Pemilik Merek juga akan memperoleh perlindungan hukum jika telah melakukan permohonan pendaftaran mereknya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 sampai Pasal 19 UU No. 20 Tahun 2016. Dalam mengajukan permohonan merek, pemohon harus memenuhi persyaratan materiil dan persyaratan formil. Persyaratan materiil merupakan persyaratan dimana merek yang didaftarkan tidak bertentangan dengan alasan absolut dan alasan relatif, sedangkan persyaratan formil merupakan persyaratan yang terkait dengan dokumen administrasi.7

Dalam dunia perdagangan dewasa ini merek sangat penting artinya pada suatu produk baik barang barang/jasa lainnya sebagai penanda kepada konsumen untuk menunjukkan kualitas dan harga dalam pemasaran produk tersebut.8 Peran merek dalam kehidupan pasar seringkali menjadi komoditi yang sangat untuk di perdagangkan. 9 Terdapat 2 (dua) macam cara mengajukan permohonan pendaftaran merek, yakni dengan cara biasa dan dengan hak prioritas.

Permohonan pendaftaran dengan cara biasa dilakukan karena merek yang dimohon pendaftarannya belum pernah didaftarkan sama sekali, sedangkan permohonan pendaftaran dengan hak prioritas dilakukan karena merek yang akan didaftarkan di Indonesia sudah pernah didaftarkan di negara lain.10

7 Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Globalisasi Dan Integrasi Ekonomi, Predana Media, Surabaya, 2017, hlm. 145.

8 Ely Yusnita, “Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)”, USU Jurnal Law, Vol. 1, 2017, hal. 1.

9 Miftahul Haq, “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)”, USU Jurnal Law, 2007, hal 19.

10 Gatot Supramono, 2008, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.25.

(22)

Sebagai dasar hak atas merek ditentukan atas dasar pemakaian pertama kali, sedangkan pihak yang mendaftar hanya menimbulkan anggapan, bahwa ia sebagai pemakai pertama kali, sepanjang tidak ada bukti sebaliknya.11 Sistem ini dikenal dengan Sistem Deklaratif atau sistem “first to use”. Terhadap pemilik Merek terdaftar dapat diajukan pembatalan oleh pihak yang menganggap sebagai pemakai pertama kali sekalipun tidak terdaftar.12

Menurut pendaftaran dengan sistem Konstitutif (aktif) dengan doktrinnya

“prior in filling” bahwa yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang mendaftarkan mereknya, dikenal pula dengan asas “presumption of ownership”.

Jadi pendaftaran itu menciptakan suatu hak atas merek tersebut. Pihak yang mendaftarkan dialah satu-satunya yang berhak atas suatu merek dan pihak ke tiga harus menghormati hak si pendaftar sebagai hak mutlak.13

Dalam Pasal 21 UU No. 20 Tahun 2016, menyebutkan :

11Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 hlm. 11, bahwa dalam pendaftaran Merek dikenal dua sistem pendaftaran, yakni Sistem Deklaratif dan Sistem Konstitutif. Sistem Deklaratif yang biasa juga disebut sistem pasif, memberikan asumsi bahwa pihak yang Mereknya terdaftar adalah pihak yang berhak atas Merek terdaftar tersebut sebagai pemakai pertama. Lihat juga H. OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 367, bahwa Status pendaftaran hanyalah merupakan status anggapan bahwa Mereka yang telah mendaftarkan Mereknya adalah yang memakai pertama tersebut sehingga se-waktu-waktu Merek yang telah didaftarkan oleh seseorang dapat saja diganggu gugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas Merek tersebut.

12 Hartono Projomardojo, “UU Merek 1961 dan Permasalahan-nya Dewasa Ini”, disampaikan di Ceramah Seminar Hukum Atas Merek, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Jakarta, 1978, hlm. 21, bahwa dengan dianutnya stelsel declaratoir, maka jika Merek yang didaftar itu pada keseluruhannya atau pada pokoknya sama dengan Merek orang lain yang telah memakai Merek itu lebih dulu dari orang yang terdaftar Mereknya itu, maka orang yang telah memakai lebih dahulu Merek tersebut dapat mengajukan permohonan agar supaya pendaftaran Mereknya dibatalkan. Juga sesuai dengan Pasal 10 UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek.

13 Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 256.

(23)

1) Perrnohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis;

b) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dari/atau jasa sejenis;

c) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d) Indikasi Geografis terdaftar.

2) Permohonan ditolak jika merek tersebut:

a) Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau

c) Merupakan tiruan atau rnenyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.

(24)

Selain iktikad baik, legalitas kepemilikan merek harus dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat merek. Suatu merek diajukan pendaftarannya di Indonesia oleh seseorang atau suatu badan hukum yang bertujuan untuk menghalangi pihak lain masuk ke pasar lokal, atau menghambat pesaing dengan memperluas jaringan bisnisnya, maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan di Indonesia.14 Larangan ini untuk mencegah jangan sampai orang atau pihak tertentu melakukan pendaftaran berbagai jenis barang dalam suatu merek dengan iktikad tidak baik agar orang lain tidak dapat menggunakan merek tersebut atau dengan cara-cara curang membatasi perdagangan barang dan/atau jasa.

Dalam perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek, ada beberapa azas-azas yang digunakan, diantaranya:

1. Azas Teritorialitas

Azas ini dapat dirumuskan sebagai pembatasan ruang lingkup berlakunya perlindungan hukum atas suatu merek terdaftar. Batasannya adalah wilayah hukum dari negara-negara yang bersangkutan dimana merek tersebut didaftarkan.

Konsekuensinya adalah suatu merek yang terdaftar di Indonesia tidak melindungi pemakaian merek tersebut di negara lain. Untuk dapat dilindungi di negara lain, maka merek tersebut harus pula didaftarkan disana. Hal ini sering ditafsirkan keliru “kalau belum terdaftar atau belum dipakai di Indonesia maka dapat didaftar dan dipakai oleh siapa saja”.15 Kebalikan dari hal ini adalah azas universalitas, yaitu azas yang didasarkan pada pemikiran bahwa hak atas merek timbul dari hak

14 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights).

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 356

15 Gunawan Suryo Murcito. Makalah Seminar Merek Yang Sudah Terkenal. Tidak diterbitkan dan tanpa tahun.

(25)

pribadi orang pertama kali memakai suatu merek, jadi harus mendapat perlindungan yang universal yang menembus batas-batas wilayah hukum negara dimana hak atas merek itu pertama kali diperoleh.16

2. Asas National Treatment

Azas National Treatment merupakan salah satu azas dasar yang penting di dalam kaitannya dengan perlindungan merek dalam kerangka hubungan antar negara. Azas ini menghendaki bahwa terhadap orang asing diberlakukan ketentuan yang dengan warganegara dari negara yang bersangkutan atau juga dapat dikatakan Non Discrimination Treatment.17

3. Azas Konstitutif

Azas ini dipakai sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Azas ini menentukan bahwa perlindungan merek diberikan kepada pendaftar pertama. Salah satu tujuan pokok yang terkandung dalam sistem ini melenyapkan atau memperkecil timbulnya perselisihan dimana hak atas merek didasarkan pemilikannya pada pendaftar pertama. Doktrin dan prinsip inilah yang menjadi landasan azas “Prior In Tempore, Melior In Jure” Hak utama berada di pendaftar pertama.18 Dengan sistem konstitutif pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek.19

16 Pendapat ini dikemukakan oleh Joseph Kohler seorang ahli hukum berkebangsaan Jerman, dalam Stephen P. Ladas . Patens, Trademarks and Related Rights Vol. II hlm. 969-970.

17 Paris Convention for the Protection of Industrial Property (1883) yang direvisi terakhir di Stockholm (1967) disahkan dengan KEPPRES no. 15/1997 tentang perubahan KEPPRES no.

24/1979. Lihat article 2 (National Treatment for National of Countries of The Union)

18M. Yahya Harahap. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm 106

19 Siti Rahma, “Analisis Hukum Unsur Itikad Tidak Baik Dalam Sengketa Kepemilikan Merek Ayam Lepas (Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan No. 01/Merek/2013/

PN.Niaga/Medan)”, USU Jurnal Low, Vol. 10, 2016, hal. 4.

(26)

4. Azas Deklaratif

Azas Deklaratif atau dikenal dengan azas first to use yang maknanya adalah “hak atas merek didasarkan pada adanya pemakaian pertama”. Azas ini dipakai dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Seperti dikatakan bahwa, perlindungan merek terdaftar mutlak diberikan oleh pemerintah kepada pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin terhadap kepastian berusaha bagi produsen.20

Dalam pembuktian, suatu merek yang diprosuksi harus ada daya pembeda dengan merek lainnya. Terjadinya perbedaan kemasyhuran suatu merek, membedakan pula tingkat derajat kemasyhuran yang dimiliki oleh berbagai merek. Ada 3 (tiga) jenis merek yang dikenal oleh masyarakat:21

1. Merek Biasa

Disebut juga sebagai “normal mark”, yang tergolong kepada merek biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi.

2. Merek Terkenal

Merek terkenal biasa disebut juga sebagai “well known mark”. Merek jenis ini memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. Fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu prodak

20 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Panduan Memahami Dasar Hukum Penggunaan Dan Perlindungan Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hlm. 38.

21 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,1996, hlm 80.

(27)

dengan prodak lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (wellknown marks).22

3. Merek Termasyhur

Sedemikian rupa terkenalnya suatu merek sehingga dikategorikan sebagai

“famous mark”.

Menurut Penjelasan Pasal 21 UU No. 20 Tahun 2016, dapat dirangkum kriteria merek yang dikategorikan merek terkenal, yaitu :

1. Pengetahuan umum masyarakat dibidang usaha yang bersangkutan;

2. Reputasi merek karena promosi merek yang gencar-gencaran;

3. Investasi yang dilakukan oleh pemiliknya di beberapa negara ; 4. Bukti pendaftaran dibeberapa negara di dunia;

5. Hasil survei yang dilakukan oleh lembaga yang bersifat mandiri akan tetapi ditunjuk oleh Pengadilan Niaga.

Manakala suatu merek terkenal lalai atau belum didaftarkan oleh pemiliknya dan merek yang bersangkutan telah didaftarkan terlebih dahulu oleh pihak lain, sehingga memperoleh hak atas merek tersebut. Pendaftaran suatu merek dapat diterima, karena hasil dari pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Dirjen Haki tidak menunjukkan merek yang akan didaftarkan memiliki persamaan dengan merek lain. Sebaliknya ketika terjadi sengketa di pengadilan ternyata diketahui bahwa merek yang didaftarkan tersebut mempunyai persamaan

22 Khairi Afif Nasution, “Pembatalan Merek Akibat Tidak Dipenuhinya syarat Iktikad Baik Dalam Pendaftaran Merek (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 01/2013/Merek/PN.Niaga Medan)”, USU Jurnal Law, Vol. 1, 2018, hal. 2.

(28)

dengan merek lain, sehingga pendaftaran terhadap merek bersangkutan dibatalkan.23

Praktiknya dalam kegiatan bisnis, seringkali dijumpai sebuah merek yang sama digunakan untuk beberapa barang dan/atau jasa yang sebenarnya diproduksi oleh pelaku usaha yang berbeda. Penggunaan merek oleh beberapa pelaku usaha tersebut dapat terjadi pada kelas barang dan/atau jasa yang sama maupun juga terjadi pada kelas barang dan/atau jasa yang berbeda. Praktek penggunaan merek yang sama atau memiliki kemiripan tersebut tentu dapat merugikan pemilik merek yang sebenarnya.24

Hak atas merek merupakan hak milik perseorangan tertentu tentunya memiliki tuntutan hukum atas pelanggaran hak atas merekterdaftar atas penggaran tertentu terhadap Undang-Undang Merek.25 Jika ditemukan pelanggaran merek, pihak yang dirugikan dapat mengadukan pelanggaran tersebut melalui Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada pada lingkup peradilan umum.Perkara-perkara yang menjadi kompetensi pengadilan niaga adalah satunya menangani perkara Hak Kekayaan Intelektual. Ketentuan Undang- Undang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 menggunakan saluran Pengadilan Niaga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa merek.

Penegakan kebenaran dan keadilan dilakukan Hakim dalam memutus perkara merek melalui Pengadilan Niaga. Hakim memiliki kebebasan dalam

23 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 48

24 Ibid

25 Muhamma Arif Prasetyo, Analisis Yuridis Sengketa Terhadap Pendaftaran Merek Yang Menggunakan Simbol Lima Ring Olimpiade Antara Koi Dan Koni (Putusan Pengadilan Niaga No. 68/PDT.SUS/MEREK/2-14/PN/JKT/PST), USU Jurnal Law, Vol. 20, 2017, hal. 5.

(29)

menafsir ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Apa yang diputuskan hakim adalah hukum yang dianggap benar karena Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara atau sengketa berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak.

Berdasarkan uraian di atas Hakim memiliki peranan yang sangat penting dalam memutus sengketa merek sebagaimana perkara yang akan dijelaskan dibawah ini. Pada tahun 1979, Seniawaty Loeis telah melakukan aktifitas perdagangan dengan menjual perabot/furniture berupa sofa, kursi, lemari hias, meja dan barang-barang lainnya, yang terletak di Jalan Sutomo Nomor 83/265, Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

Usaha perdagangan tersebut diberi nama “Toko REZEKI”. Usaha telah didaftarkan izinnya di Pemerintah Kota Medan sebagaimana dibuktikan dengan Surat Izin Usaha yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan, Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Toko REZEKI, serta surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh Lurah Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

Usaha tersebut telah berjalan dengan baik untuk jangka waktu yang cukup lama, dan telah diketahui oleh masyarakat luas serta memiliki pelanggan yang banyak. Sekitar tahun 2005 berdiri pula toko yang namanya sama dengan toko yang dimiliki oleh Seniawaty Loeis, dan letaknya pun tidak jauh dari “Toko REZEKI” yang dimiliki oleh Seniawaty Loeis tersebut. Secara ekonomi Seniawaty Loeis telah dirugikan akibat adanya toko dengan nama yang sama dengan miliknya. Tidak sedikit masyarakat yang pergi berbelanja ke “Toko

(30)

REZEKI” yang dimiliki Ng Tek Seng karena tidak mengetahui “Toko REZEKI”

yang sebenarnya.

Hal ini telah diketahui oleh Seniawaty Loeis. Pada tahun 2006 Seniawaty Loeis telah memberikan peringatan (somasi) kepada Ng Tek Seng karena telah memakai nama “Toko REZEKI”. Di tahun yang sama, Ng Tek Seng mendaftarkan merek “Toko REZEKI’ tersebut kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan nama “Toko REZEKI”, dengan sertifikat nomor IDM000137573.

Terhadap gugatan tersebut Hakim Pengadilan Negeri Medan memutuskan mengabulkan gugatan Seniawati Loeis, dan menyatakan bahwa Seniawati Loeis adalah pemilik satu-satunya merek tersebut yang mempunyai hak eksklusif atau hak khusus untuk mermakai merek tersebut di Indonesia, serta memerintahkan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk mencatatkan pembatalan pendaftaran merek “Toko REZEKI” dengan sertifikat No. IDM000137573.

Putusan perkara tersebut menarik untuk dibahas karena merek yang didaftarkan oleh Ng Tek Seng selaku pendaftar pertama atas merek yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang telah melakukan perbuatan melawan hukum yang secara sengaja telah mendaftarkan merek milik Seniawati Loeis.

Merek milik Seniawati Loeis tersebut belum didaftarkan karena tidak mengetahui prosedur pendaftaran dan pentingnya pendaftaran atas merek miliknya. Hal

(31)

tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 5 UU No. 20 Tahun 2016 yang menyatakan:

“hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.26

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul

“Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Merek Yang Telah Didaftarkan (Studi Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-MEREK/2015/PN Niaga Medan).

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pendaftaran merek dalam hukum yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana pembuktian yang dapat diajukan pengguna merek pertama sehingga dapat mengajukan pembatalan atas merek terdaftar?

3. Apakah pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN Niaga Medan terkait sengketa antara pengguna merek pertama dengan pendaftar merek pertama sudah memberikan kepastian hukum bagi para pihak?

J. Tujuan Penulisan

Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah diharapkan akan adanya manfaat dari penelitian tersebut, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pendaftaran merek dalam hukum yang berlaku di Indonesia.

26Putusan Nomor :03/Pdt. Sus - MEREK/2015/PN Niaga Medan

(32)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pembuktian yang dapat diajukan pengguna merek pertama sehingga dapat mengajukan pembatalan atas merek terdaftar.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN Niaga Medan terkait sengketa antara pengguna merek pertama dengan pendaftar merek pertama sudah memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

K. Manfaat Penelitian

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis.

1. Secara teoretis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu hukum di bidang hukum bisnis terutama mengenai Hak Kekayaan Intelektual khususnya berkaitan dengan kedudukan hukum merek pertama yang belum didaftarkan

b. Penelitian dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mengenai kedudukan hukum merek pertama yang belum didaftarkan tersebut dapat dijadikan tolak ukur atau untuk memudahkan dalam pembuktian suatu merek sudah didaftar atau belum sehingga apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan.

2. Secara praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan juga mampu memberikan sumbangan secara praktis, yaitu:

(33)

a. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan saran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum dagang di bidang Hak Kekayaan Intelektual.

b. Praktisi hukum

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada praktisi hukum agar dapat menegakan hukum jika terjadi merek yang belum didaftarkan

c. Masyarakat

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih memahami pentingnya perlindungan hukum atas merek dagang.

L. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Program Studi Magister Kenotaritan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan Program Studi Magister Kenotaritan Fakultas Hukum Universitas yang ada di Indonesia, baik secara online maupun fisik, penelitian dengan judul kedudukan hukum merek pertama yang belum didaftarkan, namun ada beberapa judul yang membahas berkaitan dengan pembatalan merekyang telah didaftarkan, antara lain

Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang (2012), dengan judul penelitian Arti Penting Pendaftaran Merek Untuk Perdagangan Barang Dan Jasa (Studi Pendaftaran Merek Di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah). Adapun permasalahan dalam penelitian ini:

(34)

1. Arti penting pendaftaran merek untuk kegiatan perdagangan barang dan jasa.

2. Peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dalam Pendaftaran Merek

Vonarya, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang (2007), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Atas Merek Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Terhadap Produk Makanan Khas Wingko Babat Di Kota Semarang). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemilik merek produk makanan khas Wingko babat di kota Semarang.

2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi didaftarkannya dan tidak didaftarkannya merek atas produk makanan khas-wingko babat di kota Semarang oleh para produsennya.

Erly Sulanjani, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2005), dengan judul penelitian Penggunaan Merek Dagang Tidak Terdaftar Studi Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Tidak didaftarkannya merek dagang di Kawasan Industri Medan (KIM). Adapun permasalahan dalam penelitian ini ;

1. Faktor-faktor penyebab tidak didaftarkannya merek dagang oleh pengusaha di Kawasan Industri Medan

2. Keuntungan dan kerugian yang diaami oleh pengusaha yang memperdagangkan barang dengan merek tidak didaftar

(35)

Gede Wayan Surya Sukanta, Universitas Diponegoro Semarang (2005), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Merek Yang Belum Terdaftar. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Sistem konstitutif masih terdapat sengketa-sengketa dibidang hukum merek 2. Perlindungan hukum dalam sistem konstitutif terhadap pemegang hak merek

yang belum terdaftar secara formil apabila terjadi sengketa 3. Penerapan sistem konstutif dalam perspektif ke depan

Muhammad Arif Prasetyo, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2017. Analisis Yuridis Sengketa Pendaftaran Merek Simbol Lima Ring Olimpiade antara Koi dengan Koni (Studi Putusan Pengadilan Nomor 68/Pdt.Sus.Merek/2014/PN/JKT.PST). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Keberadaan Logo Lima Ring Olimpiade sebagai Merek di Indoneisa.

2. Pembuktian Dalam Sengketa Pendaftran Merek Antara KOI dan KONI Dalam Putusan Pengadilan No.68/Pdt.Sus.Merek/2014/PN/Jkt.Pst.

3. Pertimbangan hukum Hakim dalam sengketa pendaftaran merek antara KOI dan KONI pada Putusan No.68/Pdt.Sus.Merek/2014/PN/Jkt.Pst.

Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya baik secara ilmiah maupun secara akademik M. Kerangka Teori dan Konsepsi

3. Kerangka Teori

(36)

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa Latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. “Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis.” 27 Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.28 Kerangka teoritis merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.29

a) Teori kepastian hukum

Keberlakuan hukum dalam masyarakat harus memperhatikan kepastian hukum didalamnya agar hukum tersebut diterima oleh masyarakat. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten, dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaaan yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch dalam Theo Huijbers adalah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab itu kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil,

27 HR.Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm 21

28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum.Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 134

29 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2014, hlm 25

(37)

atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum, tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.30

Peter Mahmud Marzuki mengenai konsep kepastian hukum mengemukakan kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah, karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputus.31

Menurut L.J Van Apeldoorn, sebagaimana dikutip kepastian hukum mempunyai dua segi. Pertama, mengenai soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal uang konkret. Artinya pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus, sebelumnya memulai perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum. Artinya, perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan Hakim.32

30 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius,Yogyakarta, 1982, hlm 163

31 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm 158

32 Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Revika Aditama, Bandung, 2006, hlm.82-83.

(38)

Azas kepastian hukum ini mempunyai dua aspek, masing-masing bersifat hukum material dan hukum formal. 33 Aspek hukum material sangat erat hubungannya dengan azas kepercayaan, dimana azas kepastian hukum menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat yang berwenang dalam peradilan.34

Menurut sistem konstitutif (aktif) dengan doktrinnya “prior in filling”

bahwa yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang mendaftarkan mereknya, dikenal pula dengan asas “presumption of ownership”. Jadi pendaftaran itu menciptakan suatu hak atas merek tersebut. Pihak yang mendaftarkan dialah satu- satunya yang berhak atas suatu merek dan pihak ke tiga harus menghormati hak si pendaftar sebagai hak mutlak.35

Adanya perlindungan tersebut menunjukkan bahwa negara berkewajiban dalam menegakkan hukum merek. Oleh karena itu apabila ada pelanggaran merek terdaftar, pemilik merek dapat mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang. Dengan perlindungan tersebut, maka akan terwujud keadilan yang menjadi tujuan dari hukum. Salah satu tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan masyarakat. Dengan perlindungan hukum, maka pemilik merek yang sah terlindungi hak-haknya.36

Perlindungan merek adalah salah satu bentuk kepastian hukum yang dibutuhkan investor, baik dalam maupun luar negeri. Setelah Indonesia

33 Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, 2012, hlm.

139

34S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,Yogyakarta, 2009, hlm. 60

35Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Op.Cit.,hlm. 256.

36Haryono, Op.Cit, hlm. 241

(39)

meratifikasi Konvensi tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) guna mengesahkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau Agreement Establishing the WTO, dilakukan pembenahan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.37

Pertimbangan secara khusus menyangkut perubahan sistem pendaftaran merek dari sistem deklaratif (first to use system) ke dalam sistem konstitutif (first to file system), disebutkan dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek bahwa, perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konsitutif, karena sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum dari pada sistem deklaratif.38 Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha.

Seperti dikatakan bahwa, perlindungan merek terdaftar mutlak diberikan oleh pemerintah kepada pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin terhadap kepastian berusaha bagi produsen.39

Penggunaan sistem konstitutif bertujuan menjamin kepastian hukum disertai pula dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin segi-segi keadilan.

Dalam masa pengumuman permintan pendaftaran merek dimungkinkan pemilik

37 Surya Rumiang Pasaribu. Perlindungan Hukum Merek Dagang Dan Sanksi Pelanggaran Penggunaan Merek, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Medan.Niagawan Vol 7 No 2 Juli 2018, hlm 56

38 Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Op.Cit., hlm. 256.

39 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2011, hlm. 38

(40)

Merek tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakai pertama untuk mengajukan keberatan.40

Pentingnya pemilik merek beriktikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan perlindungan hukum beserta hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.41

UU No. 20 Tahun 2016, memberikan perlindungan hukum terhadap merek dan menjamin kepastian hukum. Suatu merek harus didaftarkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2016. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang akan mendapatkan pengakuan dan pembenaran atas penggunaan merek, dapat dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, sehingga memperoleh perlindungan hukum.

b) Teori perlindungan hukum

Teori perlindungan hukum menurut Salmond adalah hukum bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.42 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan

40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Baca Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

41 Gatot Suparmono, Op.Cit, hlm. 18.

42 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53

(41)

kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.43

Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.44Selanjutnya Phillipus M. Hadjon menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.45

Pemberian perlindungan hak atas merek, hanya diberikan kepada pemilik merek yang mereknya sudah terdaftar saja. Perlindungan merek diberikan manakala terjadi suatu pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hak terhadap suatu merek. Dalam dunia perdagangan merek mempunyai peranan yang penting, karena dengan merek yang terkenal maka akan dapat mempengaruhi keberhasilan suatu usaha terutama dalam hal pemasaran.

Dalam dunia perdagangan sering terjadi pelanggaran terhadap merek terkenal.

Pelanggaran terjadi karena ada pihak yang tidak mempunyai hak menggunakan merek terdaftar untuk kepentingannya.46

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 jo Undang- Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam dunia

43 Ibid., hlm 69

44Ibid., hlm 54

45Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 2

46Haryono, Op.Cit,hlm 240

(42)

perdagangan barang atau jasa. Merek yang memperoleh perlindungan adalah merek yang terdaftar di Dirjen Haki, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut Depkumham). Merek yang terdaftar adalah merek yang sah dan diakui oleh undang-undang dan mempunyai nomor register, sehingga memperoleh perlindungan dari negara melalui kantor pengadilan. Sedang merek yang belum atau tidak terdaftar tidak memperoleh perlindungan hukum dari negara. Karena pelanggaran merek adalah delik aduan maka apabila ada pihak yang secara sah memiliki merek mengadukan, maka kantor pengadilan akan memprosesnya47

Proses peradilan ini merupakan bentuk perlindungan yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang sah atau yang terdaftar di Dirjen Haki.

Apabila secara sah dan meyakinkan terdapat atau ada pelanggaran merek maka Hakim akan memberikan perlindungan melalui putusan yang adil. Bagi pelanggar akan dikenakan sanksi (baik pidana maupun denda) sesuai ketentuan pidana merek yang diatur dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 UU No. 20 Tahun 2016. Apabila terbukti secara secara sah ada pihak yang telah melakukan pelanggaran merek maka pihak yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi (baik pidana atau denda) sesuai dengan pelangaran yang dilakukan. Jadi perlindungan hukum akan diberikan oleh Negara hanya kepada merek yang terdaftar saja.48

Pada saat ini perlindungan merek terkenal di Indonesia di dasarkan pada ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf b dan ayat (2) serta Pasal 37 ayat (2) UU No. 20

47 Enny Mirfa. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar. Jurnal Hukum Samudra Keadilan.Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2016, hlm 72

48 Ibid

(43)

Tahun 2016 Pasal 21 ayat (1) huruf b menentukan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak, apabila memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemilik dan disertai bukti pendaftaran merek di beberapa negara, apabila hal-hal tersebut belum dianggap cukup, pengadilan niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan. Sedangkan Pasal 21 ayat (2) menentukan bahwa ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dapat diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis, sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.49

Teori hukum yang dapat memberikan perlindungan merek adalah teori hukum berdasarkan fungsi kepentingan yang dikemukakan oleh Jhering bahwa suatu hukum bukanlah murni dari jiwa bangsa dimana yang sesuai dengan jiwa bangsa hukum tersebut tumbuh dan berkembang jadi hukum yang ideal apabila sesuai dengan jiwa bangsa dan mengandung unsur-unsur yang sesuai dengan jiwa bangsa. Selain itu, teori keadilan John Rals, yang berakar dari kritiknya terhadap Average Utilitianirisme milik John Stuart yang berpendapat bahwa kita boleh diminta berkorban demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan apabila

49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

(44)

pengorbanan tersebut pertama-pertama diminta dari orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat.50

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa, tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end oj justice is to secure for injury).51 Selain itu juga berguna bagi kpentingan umum, sekalipun secara konsepsional sangat sulit didefenisikan, terlebih-lebih jika dilihat secara operasional.52

Kebutuhan akan perlindungan hukum di bidang merek semakin meningkat. Hal ini disebabkan banyaknya pengusaha yang melakukan peniruan terhadap merek-merek. Terlebih pula ketika dunia perdagangan semakin maju serta transportasi yang semakin baik, juga dengan diberlakukannya promosi, maka wilayah pemasaran barangpun menjadi lebih luas. Keadaan seperti ini menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya, juga menghindari peniruan. Pada gilirannya perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan hukum terhadap, merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan.

Pelanggaran merek dalam Pasal 83 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2016 menyatakan bahwa: “Pemilik merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek Terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau

50 Sri Sayekti, Tinjauan Yuridis Perlindungan Merek yang belum terdaftar di Indonesia, Majalah Ilmiah Pawiyatan, Edisi Khusus, Vol :XXII, No 2, Juli 2015, hlm 46.

51 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU-Medan, 17 April 2004, hal. 4-5, Sebagaimana di kutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith on Law”, Valparaiso University Law Review, Vol.

15, 2000, hal. 244.

52 Syafrudin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 69.

(45)

keseluruhan untuk barang atau jasa sejenis berupa gugatan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut”.

Merek juga mencerminkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu barang dan/atau jasa. Produk dengan merek terkenal lebih mudah dipasarkan sehingga mendatangkan banyak keuntungan finansial bagi perusahaan.

Berdasarkan alasan inilah maka perlindungan hukum terhadap hak merek dibutuhkan karena tiga hal yaitu:53

a. Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi para penemu merek, pemilik merek, atau pemegang hak merek;

b. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan atas hak merek sehingga keadilan hukum dapat diberikan kepada pihak yang berhak;

c. Untuk memberi manfaat kepada masyarakat agar masyarakat lebih terdorong untuk membuat dan mengurus pendaftaran merek usaha mereka.

Perlindungan hukum merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.54 Kepastian hukum dapat juga diperoleh dari persetujuan, sehingga maksud dari kedua belah pihak yang mengadakan persetujuan tersebut maupun dari pembentuk

53 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar, Membahas Secara Runtut Dan Detail Tentang Tata Cara Mengurus Hak Atas Kekayaan Intelektual, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm 89

54 Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia, Jurnal Unikom, Vol. 3, 2014, hlm. 1.

(46)

undang-undang yakni untuk mengikatkan kedua pihak itu untuk memenuhi kewajiban atau sering disebut prestasi.55

Perlindungan hukum terhadap merek dagang atau jasa mutlak diberikan oleh pemerintah kepada pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin (1) kepastian berusaha bagi para produsen; serta (2) menarik investor bagi merek dagang asing, sedangkan perlindungan hukum yang diberikan kepada merek dagang lokal diharapkan agar pada suatu saat dapat berkembang secara meluas di dunia internasional. 56

4. Konsepsi

Konsep berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.57 Konsep merupakan salah satu bagian terpenting dari teori.

Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.58

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digenerealisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.59Kerangka konseptual merupakan penggambaran antara konsep- konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan

55 Rudy Haposan Siahaan, Hukum Perikatan Indonesia Teori dan Perkembangannya, Intelegensia Media, Malang, 2017, hal. 32.

56 Hery Firmansyah, Loc.Cit, hlm 38.

57 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm.122

58 Masri Singarimbun dan Sifian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1998, hlm 34

59 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm 3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan

Berdasarkan penelitian hukum yang telah dilakukan atas Putusan MA Nomor 271K/PDT.SUS-HKI/2016 yaitu kasus merek Toko REZEKI, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan nama

Made Diah Sekar Mayang Sari, “ Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Dalam Sistem H ukum Hak Kekayaan Intelektual”, Program Megister Pasca Sarjana Universitas

Turut Tergugat telah memeriksa permohonan pendaftaran Merek milik Tergugat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk memeriksa apakah Merek milik