• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KOMUNIKASI VERBAL PADA ANAK PENYANDANG TUNANETRA DI SLB NEGERI BRANJANGAN JEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PROSES KOMUNIKASI VERBAL PADA ANAK PENYANDANG TUNANETRA DI SLB NEGERI BRANJANGAN JEMBER"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROSES KOMUNIKASI VERBAL PADA ANAK PENYANDANG TUNANETRA DI SLB

NEGERI BRANJANGAN JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Fakultas Dakwah

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Oleh : Nur Aini NIM : D20161024

PROGAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER

DESEMBER 2022

(2)

ii

PROSES KOMUNIKASI VERBAL PADA ANAK PENYANDANG TUNANETRA DI SLB

NEGERI BRANJANGAN JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Fakultas Dakwah

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Oleh : Nur Aini NIM : D20161024

Disetujui Pembimbing

Dr. Kun Wazis, M. I. Kom NIP . 197410032007101002

(3)

iii

PROSES KOMUNIKASI VERBAL PADA ANAK PENYANDANG TUNANETRA DI SLB

NEGERI BRANJANGAN JEMBER

SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Fakultas Dakwah

Progam Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Hari : Selasa

Tanggal : 29 Desember 2022

Tim Penguji Ketua

Muhammad Muhib Alwi, M.A.

NIP: 19780719 200912 1 005

Sekretaris

Zayyinah Haririn, S.Sos.I., M.Pd.I.

NUP: 201603115 Anggota:

1. Muhibbin, S.Ag., M.Si.

( )

2. Dr. Kun Wazis, M.I.Kom.

( )

Menyetujui, Dekan Fakultas Dakwah

Prof. Dr. Ahidul Asror, M. Ag.

NIP: 197406062000031003

(4)

iv MOTTO

َكَّب َر َّنِإ ُُۚنَس ۡحَأ َيِه يِتَّلٱِب مُهۡلِد َٰج َو ِِۖةَنَسَحۡلٱ ِةَظِع ۡوَمۡلٱ َو ِةَم ۡك ِحۡلٱِب َكِ ب َر ِليِبَس ٰىَلِإ ُعۡدٱ َنيِدَت ۡهُمۡلٱِب ُمَل ۡعَأ َوُه َو ۦِهِليِبَس نَع َّلَض نَمِب ُمَل ۡعَأ َوُه

Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16:125)

*Ahmad Taqiuddin, Mushaf Hafalan Utsmani Madinah, (Bekasi: Maana Publishing, 2019), 281

(5)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah berjasa:

1. Orang tua tercinta Bapak Holili dan Ibu Muryati yang tidak pernah mengeluh dan selalu mendukung dalam hal apapun baik suka maupun saat tersulit dalam hidup saya selalu mendoakan putra-putrinya sehingga tahap inipun bisa dilalui dengan baik.

2. Saudara tersayang Mbak Endang Susiati dan Mas Wahyudi yang turut memberikan semangat, mendoakan dan membantu dalam bentuk apapun.

3. Semua dosen UIN KHAS Jember, khususnya dosen Fakultas Dakwah yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan nasehat terbaik kepada peneliti.

4. Kelompok Opak, Kelompok Ordik, Kelas KPI 01, Kelompok PPL, Kelompok KKN, kalian luar biasa semuanya. Terimakasih atas motivasi hidup sehingga saat ini bisa menyelesaikan kuliah.

5. Seluruh kawan-kawan UIN KHAS Jember angkatan 2016, khususnya kawan-kawan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang begitu peduli dan selalu menyemangatiku. Terimakasih untuk kalian.

6. Almamater UIN KHAS Jember, semoga jaya selalu dan semakin berkualitas dalam bidang apapun.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana, dapat terselesaikan dengan baik.

Selesainya skripsi ini dapat penulis peroleh karena dukungan banyak pihak, untuk itu ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. selaku Rektor UIN KH Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak Prof. Dr. Ahidul Asror, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah UIN KH Achmad Siddiq Jember.

3. Bapak Mochammad Dawud, S.Sos. selaku Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN KH Achmad Siddiq Jember.

4. Bapak Dr. Kun Wazis, S.Sos., M.I.Kom. selaku Dosen Pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini yang selalu bersedia membantu dan membimbing sejak awal hingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Dakwah UIN KH Achmad Siddiq Jember yang dengan ikhlas mendo’akan dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, semoga barokah ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama ini.

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan UIN KH Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan informasi, data, referensi, dan lain-lainnya.

(7)

vii

7. Kepala sekolah SLB Negeri Branjangan Jember dan seluruh guru beserta jajarannya yang sudah memberikan izin dan turut membantu dalam penelitian skripsi ini.

8. Kepada informan Kepala sekolah SLB Negeri Branjangan Jember, Bapak guru Suhri, bapak guru Feri, ibu guru Vivin, dan siswa SLB Negeri Branjangan Jember yang sudah membantu dan bersedia diwawancarai oleh penulis sebagai bahan skripsi ini.

9. Seluruh partisipan yang sudah ikut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih, tanpa partisipasi dari kalian penyelesaian skripsi ini tentu akan lebih sulit.

Akhirnya, semoga kebaikan serta amal baik bapak/ibu dan rekan-rekan seperjuangan tercatat sebagai amal shalih dan mendapatkan balasan pahala terbaik dari Allah SWT.

Jember, 29 Desember 2022

Penulis

(8)

viii ABSTRAK

Nur Aini, Kun Wazis, 2022: Proses Komunikasi Verbal pada Anak Penyandang Tunanetra di SLB Negeri Branjangan Jember.

Proses komunikasi anak tunanetra menjadi sesuatu yang perlu ditelaah karena dengan keterbatasan yang mereka miliki akan menghasilkan pola interaksi yang berbeda dibandingkan dengan proses komunikasi anak normal pada umumnya. Hambatan komunikasi pada anak tunanetra menjadi salah satu warna atau elemen yang terdapat didalam pola komunikasi itu sendiri. Para significan other atau orang–orang terdekat dari anak tunanetra tersebut memahami dengan pasti hambatan–hambatan tersebut. Penyesuaian karakter anak tunanetra dengan kebutuhan yang harus diterima oleh anak tunanetra dari para significan other menjadi hambatan yang berbeda dari masing– masing pihak.

Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah : 1). Bagaimana proses komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember? 2). Bagaimana karakteristik komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember?

Tujuan penelitian ini adalah untuk 1). Untuk mengetahui proses komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember. 2). Untuk mengetahui karakteristik komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, yakni memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek dengan teknik pengumpulan data menggunakan Observasi, wawancara dan dokumentasi.

Penelitian ini memperoleh kesimpulan : 1). Proses komunikasi anak tunanetra secara umum memiliki sedikit perbedaan dengan komunikasi anak normal lainnya. Yakni anak tunanetra tidak dapat berkomunikasi dengan menggunakan indra penglihatannya. Anak tunanetra hanya bisa berkomunikasi dengan menggunakan indra pendengaran dan indra perabanya. 2). Terkait karakteristik komunikasi verbal pada anak tunanetra berkaitan dengan pembendaharaan, intonasi, humor. Dalam proses komunikasi anak tunanetra juga memperhatikan beberapa karakteristik misalnya pembendaharaan kata, intonasi dan humor.

Kata kunci : Proses Komunikasi Verbal, Penyandang Anak Tunanetra.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Istilah ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu ... 12

B. Kajian Teori ... 14

1. Komunikasi Verbal ... 14

2. Tahapan Perkembangan Komunikasi ... 22 Hal

(10)

x

3. Fungsi Komunikasi ... 24

4. Model Komunikasi ... 25

5. Hambatan-Hambatan dalam Komunikasi ... 26

6. Pengertian Tunanetra ... 28

7. Faktor Penyebab Tunanetra ... 30

8. Klasifikasi Tunanetra ... 32

9. Pembelajaran Anak Tunanetra ... 33

10. Media Pembelajaran Anak Tunanetra ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 43

B. Lokasi Penelitian ... 43

C. Subyek Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Analisis Data ... 47

F. Keabsahan Data ... 50

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 51

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Gambaran Obyek Penelitian ... 53

B. Penyajian Data dan Analisis ... 58

1. Bagaimana Proses Komunikasi verbal pada Anak Penyandang Tunanetra ... 58

2. Bagaimana Karakteristik Komunikasi verbal pada Anak Penyandang Tunanetra di SLB Negeri Branjangan Jember ... 61

(11)

xi

C. Pembahasan Temuan ... 64 1. Bagaimana Proses Komunikasi verbal pada Anak Penyandang Tunanetra ... 64 2. Bagaimana Karakteristik Komunikasi verbal pada Anak Penyandang Tunanetra di SLB Negeri Branjangan Jember ... 67 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pernyataan Keaslian Tulisan 2. Pedoman Penelitian

3. Jurnal Kegiatan Penelitian 4. Dokumentasi

5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Selesai Penelitian 7. Biodata Penulis

(12)

xii

DAFTAR TABEL

No. Uraian Hal.

2.1 Penelitian Terdahulu……… 13 4.1 Profil SLB Negeri Branjangan Jember………. 52

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

Anak tunanetra merupakan anak dengan hambatan penglihatan atau dengan kata lain anak yang tidak bisa melihat. Pada tahun 2019 badan pusat statistik menyatakan jumlah penyandang tunanetra di Kabupaten Jember sebanyak 202 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sedangkan di SLB Negeri Branjangan terdapat 18 peserta didik yang terdiri dari 7 laki-laki dan 11 perempuan. Yang terdiri dari kelas VII sebanyak 2 siswa, kelas VIII 5 siswa, kelas IX 1 siswa, kelas X 3 siswa, kelas XI sebanyak 2 siswa, kelas XII sebanyak 5 siswa.1

Stigma negatif terhadap seseorang yang mengalami hambatan penglihatan telah lama berlangsung. Misalnya seseorang yang tidak bisa membaca atau tidak bisa mengenal huruf dan angka oleh masyrakat disebut dengat seseorang yang buta huruf, bahkan dalam kehidupan sehari – hari sering digunakan contoh masyarakat ketika menyebut pengemis yang buta.

Dan masih banyak lagi penyebutan negtif yang menggunakan kata buta.

Seolah-olah menjadi buta identik dengan tidak berdaya. Tidak selalu benar bahwa orang dengan gangguan penglihatan distigmatisasi. Jika ada yang benar, adalah tanggung jawab kita bahwa Tuhan telah memberi kita kemampuan untuk menyadari salah satu kesalahan kita, yaitu bahwa kita

1Aida Choirun Nisa, Wawancara, 14 Februari 2022.

1

(14)

tidak segera menciptakan kesempatan yang bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan orang-orang dengan kesulitan penglihatan. 2

Padahal dalam Undang-undang dijelaskan bahwa disabilitas mempunyai hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas

Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adinl dan bermartabat. 3

Dalam undang Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas bagian ketiga mengenai bebas dari stigma pasal 7

“Hak bebas dari stigma untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya. 4

Anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam aspek kognitif, sosial dan psikomotorik. Keterbasan aspek kognitif anak tunanetra bukan disebabkan karena rendahnya integelensi melainkan karena kurangnya variasi pengalaman. Pada aspek sosial karena rasa tidak percaya diri pada anak tunanetra, dan pada aspek psikomotorik karena kurangya variasi gerak pada lingkungan sekitar. hambatan pada anak tunanetra perlu ada sebuah solusi

2 Mashud, Pendidkan Anak dengan Hambatan Penglihatan (Kalimantan Selatan: PJOK FKIP ULM Press, 2019), 3

3 Sekretariat Negara, Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas, 2.

4 Sekretariat Negara, Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas, 9.

(15)

agar anak tunanetra dapat berkomunikasi secara mandiri dalam lingkungan sosial. Penyandang tunanetra yang dapat berkomunikasi dengan baik dalam lingkunagan sosial akan mendapat sebuah pengetahuan yang baru dalam hidupnya sebagai penunjang aspek kognitifnya .sebuah pengetahuan hanya bisa diperoleh dengan sebuah interaksi sosial, adapun dalam interaksi sosial tersebut agar berjalan dengan baik diperlukan kemampuan komunikasi yang baik pula. Karaketeristik yang ada pada penyandang tunanetra merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan komunikasi anak.

Dalam pengembangan komunikasi penyandang tunanetra pemberian stimulus merupakan langkah yang baik. Misalnya dengan melakukan perbincangan yang dapat merangsang anak dalam berkomunikasi.5

Komunikasi merupakan sebuah kegiatan dalam menyampaiakan pesan dengan menampilan gaya berbicara dan bahasa. Kemampuan menghasilkan suara dengan menggunakan alat-alat vokal seperti bibir, lidah, telinga, dan gigi merupakan keterampilan yang diperlukan untuk berbicara. Untuk memahami simbol-simbol yang melalui saraf di otak untuk persepsi selanjutnya, keterampilan bahasa memproses informasi. Keterampilan berbahasa merupakan kemampuan ekspresif dan reseptif. Kapasitas untuk mengungkapkan pendapat atau umpan balik kepada orang lain dikenal sebagai bahasa ekspresif. Kemampuan seorang anak untuk memahami apa yang orang lain katakan dikenal sebagai bahasa reseptif. Adanya kelainan

5 Rendy ros hardoyo, Pengembangan Komunikasi Anak Tunanetra dalam Permainan Kooperatif Traditional (Yogyakarta, Pendidikan Luar Biasa Pascasarjana UNY, 2010), 4.

(16)

bicara dan bahasa pada anak merupakan tanda adanya masalah perkembangan.6

Proses komunikasi anak tunanetra menjadi sesuatu yang perlu ditelaah karena dengan keterbatasan yang mereka miliki akan menghasilkan pola interaksi yang berbeda dibandingkan dengan proses komunikasi anak normal pada umumnya. Dalam pola komunikasi itu sendiri, kesulitan komunikasi pada anak tunanetra merupakan salah satu warna atau komponennya. Orang- orang terdekat, atau mereka yang paling akrab dengan anak-anak tunanetra, pasti dapat memahami tantangan ini. Menyesuaikan kepribadian anak tunanetra untuk memenuhi kebutuhan mereka dan kebutuhan orang lain menciptakan tantangan tersendiri bagi semua orang yang terlibat. 7

Dibandingkan dengan anak berkebutuhan khusus lainnya, gangguan ini tampak lebih kompleks dan dikatakan istimewa dalam pelaksanaannya.

Terpaparnya kata-kata khusus yang kompleks karena komunikasi lisan terlibat dalam interaksi dan membutuhkan pengucapan yang jelas. Hambatan psikologis anak tunanetra merupakan faktor pembeda dasar yang membuat proses komunikasi menjadi lebih berwarna. Dalam proses pembentukan model, komunikasi bahasa dan pembentukan model komunikasi anak tunanetra digabungkan. Diantaranya, orang-orang terdekat (terutama orang lain). seperti orang tua dan guru dan teman, mereka perlu belajar untuk mengintegrasikan komunikasi bahasa ke dalam pola komunikasi anak tunanetra itu sendiri.

6 Glans Gunawan, dkk, Gambaran Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak Usia 0-3 Tahun, (Bandung: Sari Pediatri, 2011), 22.

7 Ibid, 23.

(17)

Baik simbol lisan maupun tulisan digunakan dalam proses komunikasi yang dikenal sebagai komunikasi lisan.8Menggunakan kata-kata atau untaian kata dengan makna tertentu sebagai simbol komunikasi dikenal sebagai pola komunikasi.9 Komunikasi verbal tidak hanya yang terkait dengan lisan dan gerak tubuh tetapi bagaimana kita mengucapkan kata-kata; infleksi, jeda, nada, volume dan aksen. Dari pemaparan sebelumnya komunikasi verbal menjadi pola komunikasi yang memungkin digunakan bagi anak tuna netra.

Yang menarik dalam hal ini adalah proses komunikasi anak tunanetra dilihat hambatan dari keterbatasan yang mereka miliki pada penglihatannya. Dan menggunakan indra pendengarannya dalam memahami dan komunikasi dengan orang sekitarnya. Beberapa kegiatan anak tunanetra dianjurkan melakukan kegiatan yang sama seperti yang dilakukan oleh orang normal pada umunya. Contohnya pada aspek sholat yang dalam pelaksanaanya ada banyak gerakan yang memer lukan sebuah penglihatan. Bahkan dalam sebuah hadis nabi menganjurkan untuk sholat sebagaimana Nabi Sholat. Tunanetra seperti dipaparkan diatas merupakan seseorang dengan hambatan penglihatan.

Secara tidak seorang tunanetra tidak bisa memahami bahasa verbal yang bisa dipahami disabilitas lainnya seperti tunarungu dan tunadaksa yang bisa memahami bahasa tubuh dan ekspresi wajah (verbal). Padahal dalam teori menyebutkan bahwa bahasa verbal seperti ekpresi wajah, gerak tubuh mempunyai fungsi sebagai menekankan, mengulangi, dan melihat

8 Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 2.

9 Mulyani, Implementasi Komunikasi Verbal dan Non Verbal dalam Proses Menghafal Juz Amma pada Pendidikan Anak Usia Dini di Bait Qur’ani (Jakarta: Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatulla, 2011), 28.

(18)

kejujuran10. Kemudian dikaitkan dengan hadits nabi diatas dalam konteks sholat tersebut. Dari pemaparan tersebut proses komunikasi anak tunanetra apabila dibandingkan dengan anak tunarungu dan tunadaksa akan menampilkan proses komunikasi yang lebih menarik nantinya.

Lebih dalam lingkup sekolah yang notabene peserta didiknya berkebutuhan khusus sehingga dapat mempermudah komunikasi dalam proses pembelajaran. Dalam proses komunikasi harus menggunakan pesan atau bahasa yang mudah dimengerti dalam kehidupan sehari-hari baik komunikasi dengan anak normal lebih-lebih komunikasi dengan anak yang berkebutuhan khusus. Melihat keterbatasan yang ada pada mereka.

Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur an surah An-Nisa ayat 8:

ىَ بْ رُ ق ْ لااو ُ لوُ ا َ ةَ مْسِ ق ْ لاَ رَضَحاَ ذِ اَ و ُ هْ نِ م ْ مُ هْ وُ قُ زْ رَ ف ُ نْ يِ كَسَ م ْ لاَ و ىَ مَ تَ ي ْ لاَ و .اً فْ وُ رْ عَّ م ًلاْ وَ ق ْ مُ ه َ ل اْ و ُ لْ وُ قَ و

Artinya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat. Anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.11

Sekolah SLB Negeri Branjangan merupakan sekolah yang berbasis peserta didik yang semuanya merupakan anak dengan kemampuan terbatas.

10 Nuruddin, Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2016), 135.

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjamahnya (Jakarta: Intermassa, 1971), 116.

(19)

Salah satunya peserta didik penyandang tuna netra, tuna wicara , tuna getra.

Di sekolah SLB Negeri Branjangan yang dalam proses pembelajarannya menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah SLB Negeri Branjangan yang fokus pada pola komunikasi penyandang tuna netra. Dengan judul penelitian komunikasi Proses Komunikasi verbal pada Anak Penyandang Tuna Netra di SLB Negeri Branjangan Jember.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam konteks penelitian di atas, maka berikut ini penulis mengidentifikasikan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana proses komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember?

2. Bagaimana karakteristik komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Fokus Penelitian yang tertera di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang penting untuk diketahui, yaitu :

1. Untuk mengetahui proses komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember.

2. Untuk mengetahui karakteristik komunikasi verbal pada anak penyandang tuna netra di SLB Negeri Branjangan Jember.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca, adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan komunikasi verbal dan bisa dijadikan panutan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi bagi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) tambahan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

1) Menambah wawasan pengetahuan dalam menulis karya ilmiah /secara teoritik dan praktik. Sehingga bisa menjadi pengalaman dan latihan bagi peneliti dalam penulisan karya ilmiah yang baik.

2) Peneliti ini menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti tentang pembinaan komunikasi verbal.

3. Bagi UIN KH Achmad Siddiq Jember

Hasil penelitian ini diharapkan bisa berguna untuk pengembangan khasanah keilmuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa/i dalam bidang studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Bagi Sekolah SLB Negeri Branjangan Jember

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Branjangan Jember sebagai acuan untuk

(21)

terus mengembangkan pembinaan yang sesuai metode komunikasi yang dapat diterima dengan mudah, sehingga para tunanetra dapat berkomunikasi dengan lebih mudah.

E. Definisi Istilah

Definisi istilah mengandung arti istilah penting yang menarik bagi peneliti dalam judul penelitian, dari judul ”Proses komunikasi verbal pada anak penyandang tunanetra di SLB Negeri Branjangan Jember“ maka hal – hal yang perlu dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses komunikasi

Pesan, pemikiran, dan ide semua dapat dikirim antara orang-orang melalui komunikasi, yang umumnya dipahami sebagai tindakan melakukannya. Lebih mudah bagi kedua belah pihak untuk memahami satu sama lain ketika bentuk komunikasi ini sering dilakukan secara lisan atau tertulis.

Secara bersamaan, tidak ada komunikasi yang terjadi tanpa melalui suatu prosedur. Informasi yang disampaikan oleh pembicara umumnya merupakan langkah pertama dalam proses komunikasi, yang kemudian diterima oleh penerima. Beberapa spesialis memiliki pandangan yang berlawanan tentang proses komunikasi. Proses komunikasi penelitian ini merupakan kegiatan atau proses komunikasi yang terjadi baik di dalam maupun di luar proses pembelajaran.

(22)

2. Komunikasi verbal

Berbicara langsung talking merupakan salah satu cara orang dapat berkomunikasi secara verbal. Mereka dapat melakukan ini baik tatap muka atau melalui perantara media seperti media sosial atau kontak ponsel.

Sementara korespondensi tertulis dapat dilakukan melalui media seperti surat, kartu pos, obrolan online dan lain-lain. komunikasi lisan melalui tulisan lebih umum. Penelitian ini menggunakan istilah 'komunikasi lisan' untuk merujuk pada proses berkomunikasi menggunakan bahasa lisan.

3. Tunanetra

Buta dan tuna adalah akar dari kata blind. Kata 'tuna' (rusak atau cacat) dan 'netra' (penglihatan) keduanya termasuk dalam kamus Besar Bahasa Indonesia. Dengan demikian, istilah 'buta' juga dapat merujuk pada seseorang yang memiliki penglihatan yang buruk. Anak-anak tunanetra yang digambarkan sebagai 'buta' dalam penelitian ini adalah anak-anak muda.

F. Sistematika Pembahasan

BAB I pendahuluan, yang berisi konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika pembahasan.

BAB II mencakup kajian pustaka, yang berisi mengenai kompendium kajian terdahulu yang mempunyai relevansi menggunakan penelitian yang akan dilakukan dalam waktu ini dan memuat mengenai kajian teori.

(23)

BAB III mencakup metode penelitian, yang berisi mengenai metode yang dipakai peneliti yang mencakup pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, asal data, metode pengumpulan data, keabsahan data dan yang terakhir tahapan-tahapan penelitian.

BAB IV mencakup output penelitian, yang berisi mengenai inti atau output penelitian, objek penelitian, penyajian data, analisis data dan pembahasan temuan.

BAB V mencakup kesimpulan dan saran, yang berisi konklusi berdasarkan output penelitian yang dilengkapi menggunakan saran berdasarkan peneliti.

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Peneliti menyebutkan banyak hasil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang akan datang di bagian ini. Berikut rangkuman penelitiannya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Jum’ati dengan judul ”Pola komunikasi Non Verbal Anak Tunarungu Wicara disekolah Menengah Pertama Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacati(SMPLB B,C,D YPAC) Kaliwates Jember” (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Jember 2016). Penelitian ini meneliti mengenai pola komunikasi nonverbal anak tuna rungu di tingkat sekolah pertama. 12

2. Penelitian yang dilakukan oleh Muslimatul Hasanah dengan judul

“Komunikasi Nonverbal Orangtua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus di Komunitas Anakku Hebat Jember)” (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2019). Penelitian dilakukan pada aspek komunikasi anak berkebutuhan khusus secara umum. Maksudnya semua anak penyandang kebutuhan khusus yang diteliti. 13

3. Penelitian yang dilakukan oleh M. Syaighul Khoir dengan judul ”Pola Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) Frobel

12 Jum’ati, Pola Komunikasi Non Verbal Anak Tunarungu Wicara di Sekolah Menengahi Pertama Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat (SMPLB B,C,D YPAC) Kaliwates Jember, Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2016.

13 Muslimatul hasanah, Komunikasi Nonverbal Orangtua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus di Komunitas Anakku Hebat Jember), Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2019.

12

(25)

Mentessori Jakarta Timur”. (Skripsi, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014). Penelitian ini yang diteliti pada pola komunikasi antara guru dan murid secara umum. 14

Keseluruhan penelitian terdahulu dalam penelitian ini terangkum pada tabel 2. 1 sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

N0 NAMA JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Juma’ati (Institut Agama Islam Negeri Jember, 2016)

Pola komunikasi non verbal anak tunarungu wicara diSekolah Menengah Pertama Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat (SMPLB B, C, D YAPC) Kaliwates Jember

1. Pada aspek yang diteliti yaitu pola komunikasi 2. Pada lokasi penelitian di SLB

1. Penelitian ini lebih fokus pada komunikasi non verbal 2. Penelitian ini

dilaksanakan di tingkat sekolah menengah 2 Muslimatul

Hasanah (Institut Agama Islam Negeri Jember, 2019)

Komunikasi

Nonverbal Orang Tua terhadap Anak

Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus di Komunitas Anakku Hebat Jember)

1. Obyek penelitian yaitu anak berkebutuhan khusus

1. Menggunaka n komunikasi non verbal 2. Obyeknya

komunikasi antara orangtua dan anak

3 M. Syaighul Khoir (Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014)

Pola Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) Frobel Mentessori Jakarta Timur

1. Yang diteliti sama-sama pola

komunikasi antara guru dan murid

1. Yang diteliti pada anak berkebutuhan khusus secara umum.

Sumber: Data diolah Berdasarkan Penulisan Pustaka

14 M. Syaighul Khoir, Pola Komunikasi Guru dan Murid Di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) Frobel Mentessori Jakarta Timur”, Skripsi, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

(26)

B. Kajian Teori

1. Komunikasi Verbal a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan bagian krusial yang tidak bisa dipisahkan berdasarkan kehidupan insan menjadi makhluk sosial. Arti komunikasi merupakan proses penyampaian makna berdasarkan satu entitas atau kelompok lainnya.

Menurut James A. F. Stoner, pengertian komunikasi merupakan suatu proses dalam seorang yang berusaha menaruh pengertian &

liputan menggunakan cara mengungkapkan pesan pada orang lain.

Sedangkan berdasarkan Aristoteles, definisi komunikasi merupakan bisnis yang berfungsi menjadi indera rakyat warga yang berperan dan pada demokrasi.15

Harold Lasswell dalam Mulyana mendeskripsikan menjawab pertanyaan Who Says What In which Channel To Whom With What Effect, atau Who Says What With What Channel To Whom With How Influence, merupakan langkah kunci dalam proses komunikasi.

Rumusan ini dapat digunakan untuk menurunkan lima komponen komunikasi yang saling bergantung, diantaranya sebagai berikut:

1) Sumber adalah orang yang memulai komunikasi atau memiliki kebutuhan untuk melakukannya.

15 Asep Hidayat, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Netra, ( Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), 7.

(27)

2) Pesan adalah kumpulan sinyal ekspresif nonverbal yang tergantung dari mana pendengar berasal, mewakili sentimen, cita-cita, atau niat.

3) Saluran atau media, merupakan indera atau sarana yang dipakai asal buat membicarakan pesannya pada penerima.

4) Penerima, merupakan orang yang mendapat pesan berdasarkan asal.

5) Efek, merupakan apa yang terjadi dalam penerima selesainya beliau mendapat pesan tadi, contohnya penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan keyakinan, perubahan perilaku, &

sebagainya.16

Pemberitahuan, wacana, dialog, pertukaran intelektual, dan interaksi antarpribadi adalah contoh komunikasi. Klasifikasi komunikasi ke dalam bentuk lain juga dimungkinkan; komunikasi lisan dan tertulis adalah dua kategori utama, dengan komunikasi elektronik sekarang ditambahkan ke daftar sumber. 17

Menurut Gea, komunikasi verbal adalah pertukaran informasi melalui penggunaan kata-kata, apakah kata-kata itu secara eksplisit mengekspresikan emosi yang kita rasakan atau tidak. Dibutuhkan kesadaran, penerimaan, dan ekspresi sentimen yang diatur bagi kita untuk mengekspresikannya secara efektif.18

16 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar…………. . 345.

17 Agus, M. Hardjana. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta:Kanisius, 2003)10

18 Antonius Atosokhi Gea dkk, Relasi dengan Sesama, (Jakarta: PT Gramedia, 2003), 131.

(28)

Menurut Suranto, berbicara adalah cara utama kita berinteraksi dengan orang lain dan menyampaikan pikiran, perasaan, dan aspirasi kita. Komunikasi verbal memanfaatkan kata-kata untuk menyampaikan berbagai realitas yang ada dalam diri seseorang. Kata-kata emosi emosional yang berbeda dapat diungkapkan secara verbal atau terdengar atau non-verbal, seperti dalam tulisan.19

1)Berbicara kata-kata dengan keras dikenal sebagai komunikasi verbal atau vokal. Sebagai ilustrasi, seorang manajer berkonsultasi dengan salah satu karyawannya tentang mobil baru yang akan dibeli untuk inventaris perusahaan.

2) Komunikasi yang menggunakan kata-kata tetapi bukan ucapan disebut komunikasi verbal atau non vokal. Misalnya, seorang anggota staf menulis surat kepada manajer yang menguraikan persyaratan mobil yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kerja. Kata-kata yang digunakan dalam metode komunikasi ini dituliskan daripada diucapkan. Dengan demikian, komunikasi linguistik namun nonvokal berlangsung. Jelaslah dari penjelasan di atas bahwa komunikasi verbal mengacu pada interaksi yang dilakukan melalui penggunaan kata-kata yang tepat yang menyampaikan emosi atau gagasan kepada orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

19 Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : PT Gravindo Persada), 78

(29)

b. Komunikasi verbal.

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang melibatkan lisan, perkataan dan tulisan. Manusia memanfaatkan komunikasi untuk mentransfer informasi, ide, pikiran, konsep, bahkan emosi dari satu orang ke orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang paling baik diungkapkan secara lisan atau tertulis.

Komunikasi verbal lisan dan tertulis adalah dua jenis komunikasi verbal yang berbeda. Interaksi verbal pembicara dengan pendengar untuk mempengaruhi perilaku penerima disebut sebagai komunikasi lisan.

Komunikasi tertulis, di sisi lain, mengacu pada proses di mana pilihan yang harus dikomunikasikan oleh pemimpin secara simbolis dikodekan dan kemudian ditransmisikan ke karyawan yang diinginkan. Memo, gambar, dan laporan adalah beberapa format komunikasi tekstual.

Sebaliknya, komunikasi lisan dapat dilakukan melalui telepon, radio, atau televisi maupun secara langsung.20

1) Unsur-unsur dalam Komunikasi verbal a) Kata

Kata dalam penggunaanya digunakan untuk menjelaskan sebuah kejadian, barang keadaan dalam kehidupan manusia.

Kata merupakan bagian terkecil dari bahasa.

20 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 21.

(30)

b) Bahasa

Bahasa adalah unsur komunikasi verbal yang digunakan dalam bentuk tulisan, lisan bahkan media elektronik. Bahasa memungkinkan antar orang dapat berbagi makna dalam proses komunikasi. Bahasa memiliki tiga fungsi dalam proses komunikasi. Yang pertama, menciptakan suasana yang nyaman (baik) dalam komunikasi. Kedua, memahami keadaan atau lingkungan sekitar. Yang ketiga, membina ikatan erat dalam komunikasi.

Ada tiga teori yang membicarkan tentang bahasa adalah sebagai berikut:21

(1) Operant Conditioning Theory. Psikolog behavioris adalah orang-orang yang menciptakan hipotesis ini. Ia mengklaim bahwa ketika ada rangsangan eksternal, seseorang dapat berkomunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa seseorang dipengaruhi oleh peran yang dimainkan orang lain, baik yang diajarkan orang tua kepada anaknya maupun yang ia amati di lingkungannya.

(2) Cognitive Theory.Noam Chomsky adalah penulis hipotesis ini. Menurut pengertian tersebut, unsur biologis menentukan kemampuan seseorang untuk berbahasa (bawaan). Hipotesis ini menyangkal adanya pengaruh

21 Desak putu , Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verbal,3

(31)

variabel luar, termasuk yang berasal dari lingkungan atau keluarga.

(3) Mediating Theory. Charles Osgood menciptakan hipotesis.

Di antara dua hipotesis yang baru saja dibahas, ada satu hipotesis yang berdiri di antara keduanya. Menurut hipotesis ini, kapasitas seseorang untuk berkomunikasi secara verbal tidak hanya bergantung pada rangsangan eksternal. Tetapi juga menerima bahwa variabel biologis memiliki dampak (bawaan).

(4) Karakteristik bahasa sebagai berikut:

(a) Pengalihan (relegation). Bahasa berisi fitur yang dikenal sebagai gangguan, di mana kita dapat membahas hal -hal yang jauh dari kita baik dalam ruang dan waktu, mendiskusikan masa lalu atau masa depan, mendiskusikan hal -hal yang belum pernah kita lihat seperti menerbangkan kuda, atau mendiskusikan hewan dari planet lain.

(b) Pelenyapan. keberangkatan. Ketika kita berbicara, suaranya mungkin menghilang atau lenyap dengan cepat.

Suara harus diterima segera setelah dikirim, atau mereka tidak akan pernah dihitung.22

22 Desak putu , Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verbal,4

(32)

(c) Otonomi yang berarti. Bahasa isyarat menawarkan berbagai arti. Karena kita bebas menentukan arti atau arti sebuah kata, maka kata itu memiliki arti atau makna yang dijelaskan.

(d) Transmisi nilai-nilai budaya. Bahasa ditransmisikan secara budaya. Seorang anak muda yang dibesarkan di rumah berbahasa Inggris akan belajar bahasa tersebut.23 2) Jenis-Jenis Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi verbal ada beberapa macam adalah sebagai berikut:24

a) Berbicara dan menulis

Berbicara merupakan salah satu cara komunikasi manusia dalam mengungkapkan pendapat gagasan, berbicara dikategorikan dalam jenis komunikasi verbal vocal, seperti contoh persentasi di kampus. Yang merupakan kebalikannya dari menulis yang dikategorikan dalam komunikasi verbal non vocal.

b) Mendengarkan dan membaca.

Mendengarkan adalah salah satu jenis komunikasi verbal yang dapat dilakukan bagi seseorang yang memiliki pendengaran yang baik. Mendengarkan merupakan kegiatan mengambil makna dari apa yang didengar. Sedangkan membaca

23 Desak Putu,Yuli Kurniati, Modul Komunikasi Verbal dan Non Verbal ( Bali: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, 2016), 7.

24 Desak Putu,Yuli Kurniati, Modul Komunikasi Verbal dan Non Verbal, 4.

(33)

merupakan kegiatan mendapatan informasi dari apa yang ada pada tulisan.

3) Karakteristik komunikasi verbal

Beberapa karakteristik komunikasi verbal yaitu:25 a) Jelas dan ringkas

Komunikasi bersifat sederhana, langsung tanpa bertele-tele sehingga kemungkinan terjadi kesalahan sedikit.

b) Perbendaharaan kata

Keberhasilan dalam komunikasi juga dipengaruhi oleh seseorang dalam menyusun atau menggunakan kata yang digunakannya dalam komunikasi. Semakin baik kata – kata yang digunakan dalam komunikasi maka pesan yang ingin disampaikan akan semakin mudah dimengerti.

c) Intonasi

Intonasi juga memiliki peran yang cukup signifikan dalam proses komunikasi. Penggunaan intonasi yang baik dan menarik juga akan membangkitkan emosi atau gairah komunikasi.

d) Kecepatan bicara

Kecepatan dalam bicara juga mempengaruhi dalam aspek komunikasi. Pengaturan tempo dalam bicara juga penting, terlalu cepat dalam berbicara memungkin membuat kesulitan bagi seseorang lambat dalam memahami pembicaraan

25 Desak putu, Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verba ...5

(34)

seseorang. Terlalu lambat juga memungkin orang bosan dalam mendengarkan informasi yang akan disampaikan.

e) Humor

Humor atau bercanda dinilai menjadi sesuatu hal yang efektif yang dapat memberikan suasan yang enjoy, tidak tegang sehingga pesan yang disampaikan atau jalan komunikasi berjalan dengan baik.

2. Tahapan Perkembangan Komunikasi

Interaksi antara dua orang di mana kedua belah pihak berpartisipasi adalah fitur penting dari komunikasi. Pada tahun pertama kehidupan seorang anak, keterampilan komunikasi juga berkembang. Pemerolehan bahasa dimulai dengan kemampuan reseptif. Tangisan bayi menunjukkan bahwa mereka mampu berkomunikasi. Ketika seorang anak haus, kedinginan, atau kelelahan, mereka akan menangis. Tahapan perkembangan semantik—makna kata—perkembangan sintaksis—aturan bagaimana kalimat harus disusun—perkembangan fonologi—bunyi bahasa—dan perkembangan pragmatis—semuanya dipengaruhi oleh orang dewasa di sekitar (percakapan bahasa). Berikut adalah beberapa contoh bagaimana bayi kecil berkomunikasi26:

26 H. M. Burhan Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi. (Jakarta; Fajar Interpratama Mandiri), 78

(35)

a.Antara usia 1 dan 3 bulan, dengkuran dan suara vokal mulai, b.Antara usia 3 dan 4 bulan, bunyi konsonan mulai,

c. sia 4 sampai 6 bulan, mulai mengoceh, membuat kombinasi vokal dan konsonan seperti “mamama”,

d.Mengoceh menjadi berirama dan memiliki intonasi antara usia 9 dan 12 bulan (tinggi rendah nada suara mengoceh). Sebelum mengucapkan kata pertama, sebagian besar anak muda menggunakan gerakan seperti menatap ke atas, mendorong, menunjuk, dll,

e. Anak usia 10 sampai 11 bulan akan memperagakan minimal 6 gerakan, f. Antara usia 12 dan 20 bulan, memahami arti kata-kata (kata benda,

pekerjaan, kata sifat dan preposisi),

g.Antara usia satu dan dua tahun, anak-anak mulai mengingat nama-nama benda tertentu yang dikenalnya,

h.Antara usia 2 dan 3 tahun, anak-anak mulai berbicara dalam dua kata, i.Anak-anak memiliki antara 25 dan 300 kata dalam kosakata mereka pada

usia 3 tahun. Kemampuan bahasa, baik komunikatif maupun nonkomunikatif, berkembang pada anak-anak antara usia dua dan empat tahun. Mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dikenal sebagai bahasa komunikatif. Pengulangan, monolog, atau sekelompok monolog adalah bentuk wacana nonverbal.

Banyak pertumbuhan bahasa anak-anak terjadi antara usia 3 dan 4 tahun. Anak-anak mulai mengintegrasikan tata bahasa, kosa kata, dan konvensi bicara pada titik ini.

(36)

3. Fungsi Komunikasi

Setelah menyoroti pentingnya komunikasi dalam keberadaan manusia, Harold D. Lasswell berpendapat bahwa tiga peran kunci komunikasi adalah agar manusia dapat mengelola lingkungannya, beradaptasi dengan lingkungannya, dan mewariskan warisan sosial kepada generasi berikutnya.27

Sejumlah orang juga percaya bahwa hubungan antara orang-orang dapat dipertahankan melalui komunikasi yang efektif. Untuk menjaga hubungan yang baik antara bawahan dan atasan di dalam sebuah organisasi, kita harus berkomunikasi dengan orang lain untuk mendapatkan lebih banyak teman, mendapatkan lebih banyak rezeki, memperluas jumlah dan mempertahankan klien kita. Komunikasi dengan kata lain berfungsi untuk mempererat ikatan sosial antar individu.

Fungsi lain dari komunikasi dilihat dari segi kesehatan; ternyata psikiater (psikiater) percaya bahwa orang yang kurang komunikasi dalam arti terisolasi dari masyarakat lebih rentan terhadap gangguan mental (depresi, kurang percaya diri) dan kanker, sehingga lebih cepat meninggal daripada orang yang senang berkomunikasi. Akibatnya, Nabi Muhammad dikabarkan menyatakan bahwa jika ingin panjang umur, lakukan silaturrahmi, atau berkomunikasi.28

Self-talk membantu seseorang tumbuh dalam hal kreativitas, daya cipta, pemahaman, dan pengendalian diri, serta meningkatkan kematangan

27 Desak putu, Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verba ...35

28 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu . . . p. 59

(37)

proses pengambilan keputusan seseorang. Pengembangan kreativitas melibatkan komunikasi dengan diri sendiri dan menggunakan kapasitas akal untuk menciptakan sesuatu. Hal ini memungkinkan seseorang untuk menyadari batas dirinya sendiri, memungkinkan seseorang untuk lebih memahami diri sendiri dan bagaimana berperilaku dalam masyarakat.29

Orang-orang mampu mengelola pikiran mereka dan menyadari bahwa apa yang ingin mereka capai mungkin bukan demi kepentingan terbaik orang lain melalui percakapan dengan diri mereka sendiri. Dengan demikian, berbicara dengan diri sendiri dapat membantu Anda memikirkan pilihan dengan lebih teliti sebelum membuat pilihan.

Pemecahan masalah pada tingkat pribadi dimungkinkan melalui proses internal ini.30

4. Model Komunikasi

Tiga paradigma komunikasi dijelaskan oleh StewartL. Tubbs dan Sylvia Moss dalam bukunya Human Communication.

a. Paradigma komunikasi satu arah untuk komunikasi linier (one-way view of communication). Ketika tidak ada pihak yang mengadakan seleksi atau interpretasi sedangkan komunikator memberikan dorongan dan komunikan merespon seperti yang diharapkan. Mirip dengan ide jarum suntik, teori ini membuat premis bahwa ketika seseorang membujuk orang lain, dia menyuntikkan ampul persuasi ke orang itu untuk membuat mereka melakukan apa yang mereka

29 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu . . . p. 48

30 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu . . . p. 59

(38)

inginkan.

b. Model komunikasi dua arah adalah jenis komunikasi interaksional yang dibangun di atas metode linier. Berbagi konsep umpan balik (feedback) dimodelkan dalam pendekatan ini. Informasi dikirim oleh satu pihak (pengirim), dan diterima oleh pihak lain (penerima), yang memilih, memecahkan kode, dan bereaksi terhadap pesan yang dikirim oleh pengirim.

c. Komunikasi transaksional, yaitu ketika dua individu atau lebih terlibat, hanya dipahami dalam konteks suatu hubungan.31

5. Hambatan-Hambatan Dalam Komunikasi

Hambatan- hambatan tersebut antara lain sebagai berikut

a. Status effect.Tingkatan sosial setiap orang memiliki tingkat dampak yang berbeda-beda. Karyawan dengan peringkat sosial yang lebih rendah harus tunduk dan mematuhi arahan atasan. Akibatnya, karyawan merasa takut untuk angkat bicara.

b. Semantic Problems. berkaitan dengan bahasa yang digunakan oleh komunikator untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Kesalahpahaman dapat terjadi akibat pengucapan atau masalah tertulis (salah membaca) atau penafsiran(

misapprehension) yang bisa menimbulkan salah komunikasi(

miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh pengucapan demonstrasi menjadi

31 H. M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, ( Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2006), 257.

(39)

demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain lain.32

c. Perceptual distorsion. Distorsi persepsi tercipta karena adanya perbedaan cara pandang yang sempit terhadap diri sendiri dan cara berpikir yang beragam serta keterbatasan pemahaman orang lain, sehingga terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau sudut pandang antara satu dengan yang lain dalam berkomunikasi.33

d. Cultural Differences.Perbedaan Budaya. Hambatan komunikasi dapat muncul sebagai akibat dari variasi konteks budaya, agama, dan sosial.

Setiap suku memiliki istilah sendiri dengan arti yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, istilah 'tidak' berarti tidak, tetapi orang Jawa menganggapnya sebagai sejenis makanan, khususnya sayuran.

e. Physical Distractions. Gangguan lingkungan fisik terhadap proses komunikasi menyebabkan hambatan ini. Misalnya, kebisingan, hujan atau kilat, dan pencahayaan yang buruk.

f. Pemilihan jalur komunikasi yang tidak bijaksana. gangguan yang dibawa oleh media yang memfasilitasi komunikasi. Misalnya, informasi tidak dapat ditangkap dan ditafsirkan dengan baik ketika ada koneksi telepon yang tidak menentu, suara radio yang datang dan pergi, gambar kabur di televisi, atau karakter pengetikan huruf yang buram.

g. No Feed back. Komunikasi satu arah yang tidak efektif terjadi ketika

32 Desak putu, Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verba ...35

33 Desak putu, Yuli Kurniati, Modul Komunikasi verbal dan Non Verba ...36

(40)

komunikator mengirimkan pesan kepada komunikan tetapi tidak menerima balasan dari komunikan. Ada proses komunikasi dalam masing-masing tertentu yang bertujuan untuk saling mengenal;

Akibatnya, komunikasi yang terjadi antara hal-hal khusus harus memiliki pemahaman dan kepercayaan di antara mereka. Selain itu, ada beberapa komponen yang harus dijaga untuk menjaga hubungan komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menimbulkan kerugian atau kehancuran. pemisahan.34

6. Pengertian Tunanetra

Tuna dan buta adalah dua kata dari mana istilah buta berasal. Kata 'tuna' dan 'netra' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masing-masing berarti penglihatan dan bahaya. Oleh karena itu, istilah 'buta' juga bisa merujuk pada seseorang yang memiliki masalah penglihatan.35Istilah 'buta' berasal dari kata 'tuna', yang mengacu pada sesuatu yang rusak atau hilang.

Karena kata Yunani netra berarti 'mata', cedera pada mata menyebabkan kebutaan. Ketika satu atau lebih organ mata rusak atau terhalang, seseorang dianggap buta.36Indera peraba (buta total) atau anak-anak yang masih bisa membaca dan menulis dengan melihat tetapi dengan ukuran huruf yang lebih besar adalah dua pilihan bagi anak tunanetra yang

34 Desak, Modul Komunikasi Verbal dan Non Verbal (Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, 2016), 29.

35 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 613.

36 Esthy Wikasanti, Pengembangan Life Skills untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta:

Redaksi Maxima, 2014), 9-10.

(41)

membutuhkan media untuk terlibat dalam kegiatan pendidikan.

(Digandakan) dalam ukuran Penglihatan).37

Tunanetra sendiri bukan berarti hilang penglihatan secara total.

Hilang penglihatan secara total maupun yang masih dapat melihat namun terdapat kekurangan atau cacat, seperti halnya buta warna sudah dapat dikategorikan tunanetra. Hal ini merujuk pada pendapat beberapa ahli.

Menurut Hidayat dan Suwandi, peraturan kebutaan hukum, seseorang secara hukum buta jika ketajaman pusat mereka lebih besar dari 20/200 kaki atau kurang pada penglihatan terbaik mereka setelah lensa korektif telah digunakan. Namun, ada sudut bahaya yang signifikan terhadap ketajaman visual mereka. Maksimal 20 derajat ke mata terbaik.38

Anak berkebutuhan khusus bukanlah anak yang memiliki penyakit akan tetapi mereka meliliki kelainan, masalah dan penyimpangan fisik sosial emosi dan perilaku.39 Secara medis adalah anak yang berkelainan dan cacat dan membutuhkan pengobatan dan penyembuhan yang bertujuan untuk kesehatan jasmani dan rohani.40 Secara psikologis anak berkebutuhan khusus memiliki masalah atau kerusakan salah satu organ yang menimbulkan hilangnya pendengaran, pengelihatan, dan

37 E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya, 2012), 181.

38 Asep Hidayat, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunannetra, (Jakarta: Luxima Metro, 2013), 7.

39 David Smith . Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006), 45.

40 Irda Murni, Memahami Anakan Berkebutuhan Khusus, (Bekasi: Goresan Pena, 2018), 6.

(42)

melemahnya fungsi organ pada diri seseorang. Akibatnya, masyarakat mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas sehari-hari.41

Kebutaan, menurut Mohammad Efendi, adalah “suatu kondisi penglihatan di mana seorang anak dengan penglihatan sentral 6/60 atau kurang dari itu tidak lagi dapat menggunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak-anak normal/profesional yang diawasi”.42

7. Faktor Penyebab Tunanetra

Anak tunanetra memiliki penyebab gangguan yang berbeda-beda, beberapa di antaranya disebabkan oleh hal-hal yang mereka lakukan atau tidak lakukan sendiri, dan yang lain disebabkan oleh hal-hal yang terjadi pada mereka di luar kendali mereka. Berikut ini adalah klasifikasi faktor- faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan penglihatan.

sebuah.Sebelum Lahir (Sebelum Lahir)

Tahap prenatal terjadi sebelum anak lahir ketika anak masih dalam kandungan dan mengalami kecacatan. Pengaruh prenatal diklasifikasikan menjadi tiga kategori tergantung pada periodisitasnya: periode janin, janin awal, dan janin aktini. Anak muda sangat sensitif saat ini terhadap dampak trauma, seperti kejutan atau racun.43 Kondisi psikologis sang ibu akibat

41 Irda Murni, Pendidikan Inklusisf Sebagai Solusi dalam Mendidik Anak Istimewa,. . . 8

42 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 31.

43 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 12-13.

(43)

kurang gizi, keracunan obat, dan berbagai virus.44 a. Neonatal (Saat Kelahiran)

Masa neonatus adalah masa dimana bayi dilahirkan. Beberapa faktor tersebut adalah kelahiran prematur (prematuritas), persalinan dengan bantuan alat (tang), posisi bayi yang tidak normal, kelahiran kembar atau kesehatan bayi.

b. Posnatal (Setelah Kelahiran)

Abnormalitas postnatal adalah kelainan yang muncul setelah anak lahir atau selama perkembangan anak. Selama ini, kecelakaan, suhu tubuh yang berlebihan, kekurangan vitamin, dan bakteri dapat menyebabkan kecacatan.45 Mirip dengan kecelakaan yang bersifat eksternal seperti intrusi benda keras atau tajam, bahan kimia berbahaya, kecelakaan kendaraan, dll.46

Dipahami bahwa ada tiga tahap tahap prenatal yang menyebabkan kebutaan pada anak, termasuk efek syok dan trauma kimia. Masa neonatus meliputi bayi prematur, posisi bayi abnormal, kelahiran kembar, dan kesehatan bayi yang buruk. Masa neonatus meliputi bayi prematur, letak bayi yang tidak normal, kelahiran kembar, dan kesehatan bayi yang bersangkutan. Dan masa nifas, termasuk kecelakaan, suhu tubuh yang berlebihan, kekurangan vitamin dan bakteri

44 E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya, 2012), 182.

45 Ibid. , 182

46 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014), 44.

(44)

8. Klasifikasi Tunanetra

Individu tunanetra dipisahkan menjadi dua kelompok, menurut Aqila Smart dalam bukunya 'Children with Disabilities, Not the End Times,' kebutaan mutlak dan penglihatan rendah. Kategorisasi tunanetra dijelaskan lebih jauh ke bawah:

a. Buta total

Dua jari di depan anda tidak dapat dilihat, dan cahaya adalah satu-satunya hal yang dapat anda lihat jika anda benar-benar buta.

Braille saja tidak dapat digunakan untuk karakter lain. Kebutaan total ditandai dengan mata juling secara fisik, sering berkedip, strabismus, kelopak mata merah, infeksi pada mata, gerakan mata yang tidak menentu dan cepat, mata berair terus menerus, dan bulu mata yang tumbuh, termasuk edema kulit. menggosok mata secara berlebihan, menutupi atau menutupi mata lainnya, memiringkan kepala ke depan, mengalami kesulitan membaca atau melakukan tugas lain yang membutuhkan penggunaan mata, lebih sering berkedip, Ketika anda memiliki bola mata, anda tidak dapat melihat sesuatu, dan jika jaraknya agak jauh, anda akan merengut atau menyipitkan mata.

b. Low vision

Saat anda menatap sesuatu, anda mungkin bergerak sedikit lebih dekat, mengalihkan pandangan dari objek yang Anda lihat, atau mengalami pengaburan visual karena fokus rendah. Menulis dan membaca pada jarak yang sangat dekat, hanya membaca karakter

(45)

besar, bagian tengah mata tampak putih, atau kornea (daerah bening di depan Anda) tampak berkabut atau tidak sejajar adalah contoh fitur fisi rendah. Menyipitkan mata atau mengerutkan kening, terutama saat menatap benda dalam cahaya yang sangat terang, mengalami kesulitan melihat di malam hari, menjalani operasi mata, atau mengenakan kacamata yang sangat tebal, namun tetap buram.47

9. Pembelajaran Anak Tunanetra

Anak tunanetra umumnya mempelajari hal yang sama dengan siswa lainnya. Namun demikian, ada beberapa area kritis di mana guru harus fokus saat siswa belajar. Aqila Smart mengidentifikasi sejumlah pedoman yang harus diperhatikan saat membantu anak-anak tunanetra dalam belajar dalam bukunya.

a. Prinsip pribadi

Prinsip individu adalah guru harus memperhatikan segala perbedaan yang dimiliki siswa tunanetra. Perbedaan umum antara setiap siswa, mental, fisik, kesehatan, tingkat kebutaan, dll.

b. Prinsip penginderaan pengalaman

Siswa yang buta atau cacat visual harus terlibat dalam pengalaman sensorik untuk belajar. Siswa membutuhkan praktik langsung dengan materi yang mereka pelajari. Akibatnya, metode pengajaran harus memungkinkan siswa tunanetra untuk berinteraksi dengan subjek yang mereka pelajari.

47 Ibid, 37-41.

(46)

c. Prinsip keseluruhan

Menurut pengertian totalitas, pembelajaran bagi anak tunanetra harus memanfaatkan fungsi sensorik yang masih fungsional.

Instruktur menggunakan pengalaman ini untuk mengidentifikasi apa yang dipelajari anak-anak sepenuhnya. Jika seorang tunanetra ingin mengenali bentuk burung, misalnya, pembelajaran terapan harus mampu memberikan informasi yang komprehensif dan akurat tentang bentuk, ukuran, tekstur, suhu, suara, dan atribut burung.

Memungkinkan anak-anak untuk mengenali item sepenuhnya.

d. Prinsip kemerdekaan

Guru dapat berfungsi sebagai fasilitator dan motivator selama proses pembelajaran, memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. Menurut pengertian ini, belajar tidak hanya berarti mendengar dan mencatat, tetapi juga merasakan dan mengalami secara langsung.48

Anak tunanetra sangat bergantung pada indera lain untuk menangkap informasi tentang lingkungan mereka. Menteri Kesehatan Malaysia telah menerbitkan buku berjudul "Manual for the Management of Visual Impaired Children". Buku ini berisi contoh desain metode pembelajaran yang memanfaatkan indera lain anak tunanetra.:

48 Ibid, 83-88

(47)

1) Sentuhan

a. Bimbing tangan anak-anak untuk menyentuh benda

b) Berikan anak-anak berbagai jenis objek, atau objek dengan tekstur, bentuk, dan ukuran yang berbeda

c) Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain, merawat diri, bersosialisasi dengan keluarga, dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti dapur dan taman.

2) Mendengar

a) Berbicara dengan anak-anak dalam situasi yang berbeda, menyebutkan hal-hal di sekitar mereka, dan berbicara tentang lingkungan mereka.

b) Dorong anak untuk berbicara dan banyak bertanya c) Hindari penggunaan bahasa datar untuk anak-anak

d) Pastikan orang-orang di sekitarnya sering berbicara dengan anak

3) Bau

Dorong anak untuk sering mencium bau makanan, sabun, minuman, bensin, balsam, dan benda lain di sekitarnya.

4) Rasa

Anjurkan anak untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya untuk meningkatkan kepekaan lidahnya, tetapi pertama- tama pastikan semuanya bersih dan aman, beri makanan dan minuman dengan rasa dan tekstur yang berbeda, makanan dan

(48)

minuman Beri nama.49

10. Media Pembelajaran Anak Tunanetra

Anak tunanetra memiliki kebutuhan khusus selama proses pembelajaran. Untuk melakukan ini, Anda memerlukan media khusus untuk mendukung pembelajaran Anda. Adapun media khusus yang mendukung proses belajar anak tunanetra adalah:

a. Huruf Braille

Untuk anak tunanetra yang ingin membaca dan menulis, digunakan huruf Braille. Menurut E. Kosasih, 'huruf braille adalah kumpulan titik-titik timbul yang disusun dalam bentuk huruf untuk menggantikan huruf konvensional bagi orang buta.50 Dua titik vertikal dan tiga titik horizontal membentuk masing-masing dari enam titik yang membentuk braille. Lebih mudah bagi anak-anak untuk membaca dan menulis Braille karena Anda dapat menutupi semua titik yang timbul dengan satu jari. Sebelum Braille dibuat, anak-anak tunanetra harus belajar membaca huruf latin yang dicetak timbul, yang tidak terlalu praktis atau efisien.51 Penggunaan Braille sangat bergantung pada sensasi taktil anak. Sebelum menggunakan Braille, anak-anak perlu dilatih untuk meningkatkan kepekaan taktil.

49 Jamila K. A. Muhammad, Special Education for Special Children: Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities, terj. Edy Sembodo (Jakarta: Hikmah, 2007), 86-87.

50 E. Kosasih, Cara Bijak . , 190-191.

51 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik, 49.

(49)

b. Kamera Khusus untuk Tunanetra

Chueh Lee dari Samsung China menciptakan kamera unik untuk mereka yang buta. Dikenal sebagai visor sentuh, kamera ini. Gambar 3D tercetak di permukaan layar braille fleksibel kamera, yang dipamerkan. Penempatan kamera di dahi pengguna adalah cara perangkat ini beroperasi. Saat rana ditekan, kamera ini dapat merekam audio selama tiga detik. Suara ini memberikan petunjuk kepada pengguna tentang penempatan foto.52

c. Mesin baca Kurzweil

Perangkat ini mampu membaca buku tertulis, dan hasil audio disediakan. Bahkan mesin tersebut dapat mengeja kata dan dapat membaca seluruh buku dari awal hingga akhir sambil terus mengulang kata, frasa, dan paragraf.

d. Dengan kata lain, Optacon

Optacon, kependekan dari 'Optical-to-Tactile Converter', adalah perangkat yang memungkinkan mantan diubah menjadi getaran.

Optacon terdiri dari kamera yang terpasang pada kode sentuh yang masing-masing menunjukkan karakter yang berbeda, bersama dengan bagian fotosensitif lainnya. Karakter tertentu yang dipindai kamera menyebabkan dihasilkannya pola getaran yang dapat disentuh.

52 E. Kosasih, Cara Bijak. , 191.

(50)

e. Aturan

Anak tunanetra membutuhkan bantuan khusus untuk menulis. Dan itu memudahkan mereka untuk menulis. Alat khusus ini dikenal sebagai penyesalan.

f. Mesin ketik braille

Keyboard Braille adalah keyboard unik untuk tunanetra. Memiliki akses ke keyboard ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan keterampilan dan proses pembelajaran.

g. Menghitung papan dan sempoa

Anak tunanetra yang sedang belajar berhitung biasanya menggunakan sempoa atau papan hitung khusus. Dengan bantuan butiran sempoa, anak-anak dapat belajar matematika lebih mudah dengan indra mereka.53

3. Karakteristik Tunanetra

Bayangkan betapa mudahnya seorang anak dengan penglihatan normal dapat menjelajahi sekelilingnya, menemukan mainan dan teman bermainnya, dan mengamati serta meniru orang tuanya dalam rutinitas sehari-hari. Anak-anak tunanetra kehilangan kesempatan belajar yang penting ini, yang dapat mempengaruhi perilaku, keterampilan sosial, pembelajaran, dan perkembangan mereka.

53 Nur’aeni, Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 129.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

Pola komunikasi guru penyandang tunarungu terhadap siswa penyandang autis pada pembelajaran seni lukis(studi kasus di kelas menengah slb autism pelita hatizh bandung

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang penyandang tunanetra yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas di kota Bandung tentang self

Dukungan Teman Sebaya pada Remaja Tunanetra di SLB-A TPA Bintoro Kelurahan Bintoro Kecamatan Patrang Kabupaten Jember; Rizkita Saktiani, 102310101070;

masalah yang diangkat dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua penyandang tunanetra dengan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran perpustakaan Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra (SLB-A) Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (PRPCN) Palembang

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis Di SLB TPA Kabupaten Jember” telah diuji dan disahkan oleh Program Studi

Achmad Sodikul Faiq, 2022: konseling behavioral dalam meningkatkan minat belajar anak tunagrahita (studi kasus SLB Negeri Jember). Kata kunci: behavioral, minat