• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN SKRIPSI"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK TAHUN 2016-2018

SKRIPSI

Oleh :

Leonardo Petrus Situmorang 150100066

PROGRAMS STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK TAHUN 2016-2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

Leonardo Petrus Situmorang 150100066

PROGRAMS STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Hubungan Jumlah Paritas dengan Kejadian Prolaps Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2016- 2018” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), yang banyak memberikan dukungan secara psikologi selama proses penyusunan skripsi.

2. Dosen Pembimbing, dr. Edy Ardiansyah, M. Ked (OG), Sp. OG (K), yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.

3. Ketua Penguji, dr. Letta Sari Lintang, M. Ked (OG), Sp. OG (K) dan Anggota Penguji, dr. Radita Nur Anggraeni Ginting, M. Ked (PA), Sp.

PA, untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Refli Hasan, Sp. PD, Sp.JP (K) yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa perkuliahan 7 semester.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pihak RSUP Haji Adam Malik yang banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Mangiring Situmorang dan Risma sagala, yang selalu mendukung, memberikan semangat, kasih sayang, bantuan dan rasa kebersamaan yang tidak pernah berhenti sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat penulis, Krisda Oktaviani Mendrofa, Loren Gabriela Purba, Khairunnisa dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa disebut satu per satu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

9. Rekan-rekan CTM terhebat khususnya Yohannes Christian Silalahi, Enrico Josua Aprilio Marpaung, Samuel Sembiring, Roni Andreas

(5)

Hariono Sembiring, David Erikson Eduardo Tambunan, Raja Rigel Kent Hutajulu dan Armiza Sipahutar yang telah membantu dalam membimbing penulis serta memberikan dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Rekan-rekan stambuk 2015 yang sejak awal perkuliahan berjuang bersama melewati berbagai praktikum dan Perkulihan bersama,

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan Negara terutama dalam bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2018 Penulis,

Leonardo Petrus Situmorang

150100066

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Daftar Isi... ii

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... v

Daftar Singkatan... vi

Abstrak ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Anatomi Uterus ... 4

2.2 Prolaps Uteri ... 6

2.2.1 Definisi ... 6

2.2.2 Etiologi ... 6

2.2.3 Patofisiologi ... 6

2.2.4 Klasifikasi ... 7

2.2.5 Gejala Klinis ... 8

2.2.6 Faktor Resiko ... 8

2.2.7 Diagnosis ... 10

2.3.8 Tatalaksana ... 11

2.3 Kerangka Teori ... 17

2.4 Kerangka Konsep ... 17

2.5 Hipotesis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN... 18

3.1 Rancangan Penelitian ... 18

3.2 Lokasi Penelitian ... 18

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 18

3.3.1 Populasi ... 18

3.3.2 Sampel ... 18

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 19

3.5.1 Pengolahan Data ... 19

3.5.2 Analisa Data ... 19

3.6 Definisi Operasional ... 20

(7)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 31

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Anatomi uterus ... 5

2.2 kondisi prolaps uteri tingkat 1 dan 3 ... 12

2.3 jenis jenis Pessarium ... 14

2.4 Cara pemasangan Pessarium ... 15

2.5 Kerangka teori ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 17

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Definisi operasional……….. 20

4.1 Distribusi karakteristik prolaps uteri …….. ………. 22 4.2 Hasil analisis jumlah paritas dengan prolpas uteri

berdasarkan grade………. 24

4.3 Hasil analisis jumlah paritas dengan prolaps uteri ………... 24

(10)

DAFTAR SINGKATAN

AMS : Amarican Medical System BUM : Blood Urea Nitrogen

POP-Q : Pelpic Organ Prolaps Quantifikatioan System RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik TVL : Total Vagina Length

PNS : Pegawai Negri Sipil IRT : Ibu Rumah Tangga

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Prolap organ panggul merupakan kondisi yang mempengaruhi kualitas hidup wanita. Prolaps organ panggul ini dapat disebabkan oleh perlukaan sewaktu proses persalinan, proses penuaan, komposisi jaringan pada seorang wanita, batuk batuk kronis, atau sering melakukan pekerjaan berat. Pengenalan dini prolaps terkait dengan prognosis pemulihan anatomik dan fungsional organ panggul. Hingga kini, penerapannya dalam dunia klinis belum banyak sehingga pelatihan dan pembelajaran lebih lanjut tentang pelvic organ prolapse quantification (POPQ) jelas diperlukan Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara jumlah paritasdengan prolaps uteri. Metode. Penelitian yang dilakukan bersifat analitik deskriptif dengan desain cross sectional.

Sampel penelitian adalah subjek dari data rekam medis di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2016-2018 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi 57 sampel untuk prolaps Uteri.

Teknik pengambilan data adalah secara total sampling. Hasil. Analisis Bivariat menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara jumlah paritas dengan kejadian prolapse uteri pada pasien Prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2016-2018 dengan p value sebesar 0,000 ( p value < 0,05). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian prolapse uteri di RSUP Haji Adam Malik tahun 2016-2018

Kata kunci. Multiparitas, prolapse uteri, usia

(12)

ABSTRACT

Background. Pelvic organ prolapse is a condition that affects a woman's quality of life. Pelvic organ prolapse can be done by labor, the aging process, tissue formation in a woman's body, coughing cough, and others. Early prolapse recognition is related to the prognosis and function of the pelvic organs. Until now, there have not been many applications in the clinical world. Training and further research on quantification of pelvic organ prolapse (POPQ) is clearly needed.

Objective This study was conducted to see the relationship between the amount of parity and uterine prolapse. Method. The research conducted was descriptive analytic with cross sectional design. The research sample was the subject of medical record data in Haji Adam Malik Hospital in 2016-2018 which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria as many as 57 cases of uterine prolapse. Result. The data collection technique was total sampling. Results. Bivariate analysis shows a logical relationship between the amount of parity and the incidence of prolapse in patients with uterine prolapse in Haji Adam Malik Hospital in 2016-2018 with a p value of 0,000 (p value <0.05. Conclusion. There is a relationship between the number of parity and the incidence of uterine prolapse in Haji Adam Malik Hospital in 2016-2018

Keyword ; Multiparity, Pelvic organ prolapse, age

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prolaps Uteri merupakan salah satu bentuk dari turunya peranakan, yaitu turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang atau rongga kemaluan. Kondisi ini menunjukkan penonjolan atau penurunan satu atau lebih organ panggul ke dalam atau keluar dari vagina. Organ panggul terdiri salah satunya rahim dan vagina. Prolaps uteri muncul karena otot, ligamentum dan fascia (anyaman jaringan ikat) yang menyangga organ-organ tersebut pada posisi yang benar menjadi lemah. Penyebab utama adalah kerusakan saraf, ligamen, dan otot yang menyangga organ panggul dan hal tersebut dapat disebabkan oleh Kehamilan, persalinan dan menopause dapat menyebabkan kelemahan lebih lanjut dari struktur dasar panggul (Jelovsek,2010). Penurunan dari organ genetalia akibat kurang berfungsinya system penyokong organ panggul. Turunnya rahim ini dikarenakan berbagai interaksi antara lain faktor tulang panggul, jaringan ikat penyokong organ panggul, serta otot-otot dasar panggul (Kim et al.2011).

Prolaps uteri tentu saja sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang seiring bertambahnya usia harapan hidup. Berbagai dampak dapat timbul antara lain dampak sosial dan dampak ekonomi. Dampak sosial yaitu kehilangan pekerjaan, bahkan ada yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan dampak ekonominya adalah pengeluaran biaya untuk mengurangi keluhan dan meningkatkan kualitas hidup (Hendrix et al.2009). Walaupun insiden POP tinggi, hanya sedikit yang diketahui dasar patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, paritas, penyakit jaringan ikat, Ras status menopause merupakan faktor risiko yang sering dikaitkan dengan kejadian POP (Barsoom,2009). Dengan mengetahui penyebab dari kelainan dasar panggul, akan membantu terhadap terapi perbaikan kondisi ini, dan yang lebih penting lagi adalah menciptakan strategi pencegahan, dengan cara membuat prioritas klinik yang sangat berhubungan. Penyakit ini pada tingkat

(14)

2

molekuler belum sepenuhnya diketahui, sehingga pencegahan belum ditetapkan secara luas dan operasi tetap merupakan pilihan penanganan sampai saat ini selama kurang lebih 100 tahun (Klutke, 2012).

Prolaps uteri ditemukan paling sedikit pada 14 % perempuan di atas 30 tahun. Sedangkan menurut data dari American Medical System (AMS), pada perempuan antara 18 sampai 44 tahun, prevalensinya adalah 24 % (Abrams,2014). Pada umumnya perempuan multipara mengalami pelemahan dasar panggul, karena itu prevalensi prolaps uteri tanpa gejala cukup tinggi.

Diperkirakan 50% multipara menderita prolapsus uteri genetalia. Kasus prolapsus uteri akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya usia hidup wanita (Abrams,2014). Diprediksi hampir dari setengah dari seluruh wanita yang melahirkan akan mengalami penurunan organ peranakan.

Meskipun sudah dikenal sejak lama, kelainan ini tidak banyak terungkap.

Sedangkan penyakit ini berpotensi menurunkan kualitas hidup wanita (Mazna,2014). Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor resiko untuk terjadinya prolaps uteri contohnya tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan, laserasi dinding vagina bagian bawah pada kala II dan reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolaps genitalia terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas. Faktor resiko prolaps uteri meningkat menjadi 1,2 kali lipat pada persalinan pervaginam (Winkjosastro, 2007).

Berdasarkan beberapa studi penelitian, jumlah paritas dan faktor resiko lainnya memiliki peran terhadap risiko terjadinya prolaps uteri. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh jumlah paritas terhadap prolaps uteri di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik?

(15)

3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

a. Mengetahui prevalensi prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik.

b. Mengetahui pengaruh jumlah paritas dengan kejadian prolaps uteri RSUP Haji Adam Malik.

c. Mengetahui karakteristik penderita prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan kemampuan diri peneliti dalam melakukan penelitian.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber imformasi bagi mahasiswa/i mengenai prolops uteri.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat refrensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan prolaps uteri.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus

Uterus berbentuk buah alpukat, dan memiliki rongga yang terdiri dari tiga bagian besar, yaitu:

1. Badan rahim (korpus uteri) berbentuk segitiga, 2. Leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder, dan 3. Rongga rahim (kavum uteri)

Bagian rahim antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri, merupakan bagian proksimal rahim. Pada sebagian besar perempuan, sumbu panjang uterus melengkung ke depan terhadap sumbu panjang vagina disebut anteversi.

Antefleksi uterus (sumbu panjang corpus uteri melengkung ke depan setinggi ostium intemum uteri pada sumbu panjang cervix uteri). Pada beberapa perempuan fundus dan corpus uteri melengkung ke belakang terhadap vagina, sehingga uterus terletak di dalam excavatio rectouterina (cavum Douglasi) disebut retroversi. Bila corpus uteri juga terletak melengkung ke belakang terhadap cervix uteri, posisi ini dikatakan retrofleksi.

Uterus diliputi oleh peritoneum, kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium internum, di tempat ini peritoneum berjalan kedepan ke atas vesica urinaria. Di lateral, juga terdapat ruangan diantara tempat lekat lapisan ligamentum latum.

Arteri utama vang mendarahi uterus adalah arteria uterina, cabang dari arteria iliaca interna. Pembuluh ini mencapai uterus dengan berjalan ke medial di basis ligamenti lati. Arteria uterina menyilang di atas ureter tegak lurus dan mencapai cervix setinggi ostium internum cervici. Arteri kemudian berjalan ke atas sepanjang pinggir lateral uterus di dalam ligamentum latum dan akhirnya beranastomosis dengan arteria ovarica, yang juga mendarahi uterus. Vena uterina mengikuti arteri dan bermuara ke dalam vena iliaca interna.

(17)

5

Gambar 2.1. Anatomi uterus (Netter,2010)

Pembuluh limfe dari fundus uteri menyertai arteria ovarica dan mengalirkan limfe ke nodi paraaortici setinggi vertebra lumbalis pertama. Pembuluh dari corpus dan cervix uteri bermuara ke nodiiliaci interni dan externi. Beberapa pembuluh limfe mengikuti ligamentum teres uteri di dalam canalis inguinalis dan mengalirkan limfe ke nodi inguinales superficiales. Saraf-saraf simpatik dan parasimpatik berasal dari plexus hypogastricus inferior.

Uterus terutama disokong oleh tonus musculus levator ani dan kondensasi fascia pelvis yang membentuk ligamentum transversum cervicis, ligamentum pubocervicale, dan ligamentum sacrocervicale.

(18)

6

2.2 Prolaps Uteri 2.2.1 Definisi

Prolapsus uteri yaitu turunnya rahim (uterus) ke bawah dan menekan atau masuk ke daerah vagina. Prolapsus uteri dapat terjadi pada wanita dalam berbagai usia, namun prolapsus lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang tua atau usia menopause yang memiliki jumlah paritas yang tinggi (Salma,2017).

2.2.2 Etiologi

Prolapsus uteri terjadi karena adanya kelemahan pada otot besar panggul sehingga satu atau lebih organ didalam panggul turun. Kerusakan yang terjadi mulanya tanpa gejala (asimptomatik), tetapi dengan bertambahnya usia maka kadar hormon estrogen dalam tubuh akan menurun dan akan menyebabkan penurunan fungsi otot sehingga keadaan tersebut menjadi bergejala (biasanya terjadi pada usia menopause).

Etiologi Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:

a. Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis

b. Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan dengan spina bifida pada neonatus)

c. Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya elastisitas struktur pelvis - Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru kronik asma

d. Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang kurang, serta uterus yang retrograde (Erwinanto,2015).

2.2.3 Patofisiologi

Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab

(19)

7

paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya.

Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri, ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers Danlos. Pada neonatus prolaps uteri disebabkan oleh kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital (Ewinanto,2015).

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi prolapsus uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2010):

a. Prolapse uteri tingkat I

Yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.

b. Prolapsus uteri tingkat II

Yaitu portio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina. Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua dan mempunyai banyak anak. Gejala- gejala sering timbul setelah menopause ketika otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada keluhan.

c. Prolapsus uteri tingkat III

Disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini prolapsus uteri dapat disertai sistokel, enterokel atau rektokel. Keadaan ini juga mengganggu kegiatan sehari- hari penderita karena keluhan yang dirasakan dan komplikasi yang terjadi.

(20)

8

2.2.5 Gejala Klinis

Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.

Menurut Winkjosastro (2007) prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.

b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.

c. Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan.

Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.

d. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana

e. menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.

f. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri (winkjosastro,2007).

2.2.6 Faktor Risiko 1. Multiparitas

Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul. Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan tidak meningkatkan kecenderungan wanita untuk prolaps uteri. Misalnya, pada studi Organ Penyokong Panggul, peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolaps (Swift, 2009). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan diOxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kalilipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.

(21)

9

2. Usia

Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi sebelumnya ada 100% peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20 sampai 59 tahun kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses degeneratif serta hipoestrogenisme.

3. Penyakit jaringan ikat

Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil, sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita dengan sindrom Ehlers- Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.

4. Ras

Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.

Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita asia.

5. Peningkatan tekanan intra-abdomen

Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang (Aytan,2014).

2.2.7 Diagnosa A. Anamnesis

Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat

(22)

10

siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain : (1) Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis; (2) Protrusi atau penonjolan jaringan; (3) Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme; (4) Nyeri punggung bawah;

(5) Konstipasi; (6) Kesulitan berjalan; (7) Kesulitan berkemih; (8) Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih; (9) Mual; (10) Discharge purulent; (11) Perdarahan; (12) Ulserasi.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat berbeda 1–2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien.

Tanda-tanda menurunnya estrogen: (1) Berkurangnya rugae mukosa vagina; (2) Sekresi berkurang; (3) Kulit perineum tipis; (4) Perineum mudah robek.

Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.3

C. Laboratorium

Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda

(23)

11

obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.

D. POP-Q

POP-Q digunakan untuk mengukur tingkatan dari prolops uteri, tingkatan prolapse uteri diperiksa saat pasien dalam keadaan mengedan keras.

Staging prolapse organ pelvis berdasarkan system POP-Q

- Stage 0 : tidak ada prolaps. Titik Aa, Ap, Ba dan Bp terletak pada -3 cm dan baik titik C atau D berada pada –TVL ( total vagina length = panjang vagina total ) cm dan ( TVL-2 )cm

- Stage I : kriteria stage 0 tidak terpenuhi, namun bagian paling distal dari prolpas berada > 1cm diatas hymen ( nilai kuantitatifikasinya <-1cm )

- Stage II : bagian paling distal dari prolaps berada lebih kecil sama dengan 1 cm proximal dari atau distal terhadap hymen. (nilai kuantifikasinya lebih besar sama dengan -1cm namun lebih kecil sama dengan +1cm)

- Stage III : bagian paling distal dari prolaps berada > 1 cm dibawah hymen namun tidak menonjol melebihi panjang TVL -2 cm. nilai kuantifikasinya adalah >+1 cm namun <+ ( TVL-2)cm.

- Stage IV : eversi total keseluruhan panjang genitalia. Bagian distal prolpas keluar paling tidak (TVL-2cm). nilai kuantifikasi lebih besar sama dengan + (TVL-2)cm. pada kebanyakan kasus, tepian paling dista dari prolpas stage IV adalah serviks atau skar Cuff vagina.

E. Radiologi

USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk menentukan derajat prolapse namun tidak rutin dilakukan (Ewinanto,2015).

2.2.8 Tatalaksana 2. Observasi.

Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan prolaps tetap dalam tingkat I merupakan pilihan yang lebih tepat. beberapa wanita

(24)

12

mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air besar terhambat erosi vagina).

Gambar 2.2 kondisi prolaps uteri tingkat 1 dan 3 (Cunningham,2013).

3. Terapi konservatif

A. Latihan otot dasar panggul

Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot- otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa latihan otot dasar panggul cukup mendukung. Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.

B. Pemasangan pessarium

Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh 86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat

(25)

13

tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin, terbuat dari plastic. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier.

Pedoman Pemasangan Pessarium.

a. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina, ukuran tersebut dikurang 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai.

b. Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit kedalam vagina.

Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik mengalami kesukaran. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai pessarium dari karet dengan per didalamnya.

c. Untuk mengetahui setelah pemasangan, apakah ukuran cocok, penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat diteruskan.

d. Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali, vagina diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan.

Pessarium dibersihkan dan dicuci hamakan dan kemudian di pasang kembali.

e. Indikasi penggunaan pessarium:

- Kehamilan.

- Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.

- Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operashi harus dilakukan - Penderita menolak untuk dioperasi.

- Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan.

(26)

14

Gambar 2.3 Jenis-jenis Pessarium (Cunningham,2013).

Jenis-jenis pessarium.

a. Cube pessary.

b. Gehrung pessary.

c. Hodge with knob pessary.

d. Regula pessary.

e. Gellhorn pessary.

f. Shaatz pessary.

g. Incontinence dish pessary.

h. Ring pessary.

i. Donut pessary.

(27)

15

Gambar 2.4. Cara pemasangan pessarium (gambar A,B & C) , gambar D cara melepaskannya (Cunningham,2013).

4. Terapi Bedah

Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk

(28)

16

mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut

a. Ventrofiksasi

Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.

b. Operasi Manchester

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineo plastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang. Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus dan distosia servikalis pada persalinan.

Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.

c. Histerektomi vagina

Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.

d. Kolpokleisis ( operasi Neugebauer-Le Fort )

Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pascaoperasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif lagi dapatdilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina depandengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup danuterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang (Cunningham,2013).

(29)

17

2.3 KERANGKA TEORI

Gambar 2.5 gambar kerangka teori

2.4 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.6 Gambar Kerangka Konsep

2.5 HIPOTESIS

Ada hubungan antara jumlah paritas dengan prolaps uteri.

Variabel independen

PROLAPS UTERI JUMLAH PARITAS

Variabel dependen Faktor resiko

Tekanan Intra- abdomen Penyakit

jaringan ikat

Ras PARITAS Usia

Amerika latin

- Obesitas - Sembelit

kronis - Angkat berat 36-60

tahun - Primipara

- Multipara

- Grandemultipara - Sindrom

Marfan - Sindrom

ehlers- danlos

Prolaps Uteri

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan mengambil sampel penderita pralaps uteri dan yang tidak menderita prolapse uteri. Hubungan antara variabel yaitu jumlah paritas dengan prolaps uteri ditentukan berdasarkan data yang dikumpulkan dari rekam medis RSUP HAM Medan pada tahun 2016-2018.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUP HAM Medan.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien prolaps uteri di RSUP HAM Medan tahun 2016-2018.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian yang diambil merupakan subjek dari populasi yang dipilih dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling, yaitu pengambilan jumlah sampel yang sama dengan jumlah populasi yang ada.

Kriteria inklusi dan eklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Pasien prolaps uteri tanpa disertai penyakit lain b. Pasien prolaps uteri dengan usia >35 tahun 2. Kriteria Eksklusi

a. Data rekam medis yang kurang lengkap dan rusak.

(31)

19

b. Pasien yang tidak pernah melahirkan secara pervaginam c. Pasien dengan Penyakit tumor

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP HAM Medan tahun 2016-2018.

3.5 PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 3.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding, data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisa data.

3.5.2 Analisa data

Data kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara jumlah paritas dengan prolaps uteri.

Analisa data yang dimaksud adalah analisa bivariat. Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada analisa bivariat, digunakan uji Spearman karena seluruh variabel dependen dan independen merupakan data kategorik.

Bivariat yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Variabel dependen yang dimaksud adalah kejadian prolaps uteri 2. Variabel independen yang dimaksud adalah jumlah paritas

(32)

20

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah prolaps uteri, jumlah paritas

Tabel 3.1 Definisi operasional.

Prolaps Uteri Jumlah Paritas 1. Definisi Turunnya rahim (Uterus)

kebawah dan menekan atau masuk kedalam vagina

Banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai seorang perempuan

2. Cara Ukur Observasi Observasi 3. Alat Ukur Rekam medis Rekam medis 4. Hasil Ukur - Grade 1 : bagian

paling distal dari prolpas berada > 1cm diatas hymen (nilai kuantitatifikasinya <- 1 cm)

- Grade 2 : bagian paling distal dari prolaps berada lebih kecil sama dengan 1 cm proximal dari atau distal terhadap hymen.

(nilai kuantifikasinya lebih besar sama dengan -1cm namun lebih kecil sama dengan +1cm)

- Primipara (jumlah kelahiran sebanyak 1 kali)

- Multipara (jumlah kelahiran sebanyak 2-4 kali)

- Grandmultipara ( jumlah kelahiran lebih dari 4 kali)

(33)

21

Grade 3 : eversi total keseluruhan panjang genitalia. Bagian distal prolpas keluar paling tidak (TVL-2cm). nilai kuantifikasi lebih besar sama dengan + (TVL-2)cm.

pada kebanyakan kasus, tepian paling dista dari prolpas stage IV adalah serviks atau skar Cuff vagina.

5. Skala

Pengukuran

Ordinal Ordinal

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data rekam medis pasien yang berobat ke RSUP HAM Medan. Penelitian dilakukan terhadap 57 pasien dengan kelainan ginekologi yang datang ke RSUP HAM untuk rawat jalan pada tahun 2016-2018. Sampel penelitian ini adalah pasien prolaps uteri yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil pengumpulan data rekam medis RSUP HAM Medan tahun 2016-2018, didapatkan total subjek penelitian adalah 57 kasus. 27 kasus untuk tahun 2016, 22 kasus untuk 2017 dan 8 kasus untuk 2018.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik pasien Prolpas Uteri

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Umur

36-45 tahun 2 3,5

46-55 tahun 17 29,8

56-65 tahun 26 45,6

>66 tahun 12 21,1

Jumlah 57 100

Suku

Batak Toba 21 36,8

Batak Karo 6 10,5

Jawa 20 35,1

Mandailing 5 8,8

Aceh 5 8,8

Jumlah 57 100

Pekerjaan

PNS 2 3,5

IRT 42 73,7

Pegawai Swasta 4 7,0

Petani 7 12,3

(35)

23

Wiraswasta 2 3,5

Jumlah 57 100

Pendidikan

S1 4 7,0

SMA 34 59,6

SMP 6 10,5

SD 13 22,8

Jumlah 57 100

Jumlah Paritas

Primipara 6 10,5

Multipara 25 43,9

Grandemultipara 26 45,6

Jumlah 57 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa rentang usia pasien prolapse uteri yang terbanyak terjadi pada rentang usia 56-65 tahun sebanyak 26 kasus (45,6%) dan yang terendah pada rentang usia 36-45 tahun sebanyak 2 kasus (3,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa prevalensi prolapse uteri meningkat seiring bertambahnya usia dan memuncak pada wanita dengan usia 55-an (Vilos et al., 2015). Penelitian sebelumnya di RSUD Dr. Moewardi juga menyatakan bahwa wanita yang berusia di atas 55 tahun memiliki risiko lebih besar untuk menderita prolaps uteri dibandingkan dengan wanita yang berusia di bawah 55 tahun. Selain itu, dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sedikit kasus prolpas uteri pada kelompok umur 36-45 tahun (Salma,2016). Bila dilihat dari suku subjek penilitian yang paling banyak mengalami prolapse uteri adalah suku Batak toba sebanyak 21 kasus (36,8%) dan yang terendah bersuku Mandailing dan Aceh sebanyak 5 kasus (8,8%). Bila dilihat dari perkerjaan yang paling banyak mengalami prolapse uteri adalah IRT (ibu rumah tangga) sebanyak 40 kasus (70,2%) dan yang terendah pada Wiraswasta dan Tidak berkerja, sebanyak 2 kasus (3,5%). Bila dilihat dari tingkat pendidikan yang paling sering mengalami prolapse uteri adalah SMA sebanyak 34 kasus (59,6%) dan yang terendah pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 4 kasus

(36)

24

(7,0%). Kemudian bila dilihat dari jumlah paritas yang paling banyak mengalami prolapse uteri adalah Grandemultipara sebayak 26 kasus (45,6%) dan yang terendah pada primipara sebanyak 6 kasus (10,5%) Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan paritas berkaitan erat dengan terjadi perkembangan prolapse uteri. Sebuah studi di Jepang menunjukkan wanita yang telah melahirkan 3 kali atau lebih memiliki risiko terjadinya perkembangan prolaps uteri (Stewart et al., 2016).

Tabel 4.2 Hasil analisis jumlah paritas dan prolpas uteri berdasarkan grade.

Jumlah Paritas Prolaps uteri Total (%)

Grade 1 Grade 2 Grade 3

Primipara 6 0 0 6 (10,5)

Multipara 9 16 0 25 (43,9)

Grandemultipara 0 10 16 26 (45,6)

Total 15 26 16 57 ( 100)

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian prolapse uteri dimana pada jumlah paritas primipara dan multipara terjadi prolaps uteri pada grade 1 sebanyak 15 (26,3%) kasus, untuk grade 2 pada jumlah paritas multipara dan grandemultipara pada grade 2 sebanyak 26 (45,6%) kasus, dan untuk grade 3 pada jumlah paritas grandemultipara sebayak 16 (28,1%) kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semangkin tinggi jumlah paritas yang dialami seorang wanita maka semangkin tinggi Grade atau derajat prolapse uteri yang akan dialami pasien (Swift, 2009).

(37)

25

Tabel 4.3 Hasil analisis antara jumlah paritas dengan prolaps uteri

Jumlah Paritas Correlation Coefficient 1.000 .784**

Sig. . .001

Prolaps Uteri Correlation Coefficient .784** 1.000

Sig. .001 .

Tabel 4.3 diatas, hasil analisis dengan menggunakan uji korelasi spearman, didapatkan p value atau nilai signifikasi sebesar 0,001 dimana nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima yang berarti ada hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016- 2018. Pada tabel 4.3 di kolom Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi) terdapat angka 0,784 dengan tanda positif, dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang searah antara jumlah paritas dengan kejadian prolaps uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016-2018 dengan tingkat kekuatan hubungan yang Kuat.

Hal ini sesuai dengan studi yang menyatakan bahwa jumlah paritas yang tinggi dapat meningkatkan insidensi prolapse uteri dimana untuk setiap penambahan angka kelahiran, risiko terjadinya prolpas uteri meningkat lebih dari 20% (McWilliams dan Chennathukuzhi,2017).

Penjelasan untuk hasil penelitian yang telah disebutkan di atas adalah bertambahnya usia meningkatnya aktifitas dan bertambahnya angka kelahiran yang dilakukan oleh seorang wanita akan meningkatkan resiko terjadinya prolapse uteri (Manta et al., 2016). Selain itu, Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya.Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri, ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers Danlos. Pada neonatus prolaps uteri

(38)

26

disebabkan oleh kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital.

(Ewinanto,2015).

Pada saat peneliti melakukan penelitian ini, ada beberapa kendala dan kekurangan yang didapatkan. Salah satu kendala adalah isi data dari rekam medis RSUP HAM Medan. Pada saat pengambilan data, peneliti sedikit kesulitan dikarenakan isi rekam medis yang terkadang tidak lengkap ditulis. Selain itu, kekurangan penelitian ini adalah hasil yang didapatkan masih belum bisa menjelaskan patofisiologi yang jelas mengapa jumlah dapat menyebabkan kejadian prolaps uteri.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian hubungan jumlah paritas dengan kejadian prolapse uteri, maka dapat diambil kesimpulan berupa:

1. Jumlah kejadian prolapse uteri di RSUP HAM Medan selama tahun 2016- 2018, didapatkan ada sebanyak 57 kasus.

2. Hasil analisis dengan menggunakan uji spearman didapatkan nilai p value sebesar 0,001. Dan nilai Correlation Coefficient sebesar 0,784** Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang searah dengan kekuatan hubungan yang kuat antara jumlah paritas dengan kejadian prolapse uteri.

3. Berdasarkan distribusi kasus jumlah paritas dengan prolpas uteri di RSUP HAM Medan tahun 2016-2018 berdasarkan rentang usia, kejadian prolaps uteri paling banyak ditemukan pada rentang usia 56-65 tahun yaitu (45,6%).

berdasarkan jumlah paritas, kejadian prolapse uteri paling banyak ditemukan pada kelompok grandemultipara yaitu (45,6%). berdasarkan status pendidikan, kejadian prolapse uteri paling banyak ditemukan pada wanita dengan status pendidikan terakhir SMA (59,6%). berdasarkan perkerjaan, kejadian prolapse uteri paling banyak ditemukan pada wanita dengan perkerjaan IRT (70,2%).

berdasarkan suku, kejadian prolapse uteri paling banyak ditemukan pada wanita dengan suku batak toba (36,8%)

5.2 Saran

Dari serangkaian proses penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, berupa:

(40)

28

1. Bagi RSUP HAM Medan khususnya instalasi rekam medis agar memperhatikan kelengkapan dari data rekam medis, kelengkapan data akan sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan pengambilan data rekam medis dan dalam mempelajari perjalanan penyakit pasien.

2. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama, disarankan agar melakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan menggunakan data primer dan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan patogenesis dan peran yang ditimbulkan paritas yang tinggi terhadap kejadian prolaps uteri.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aytan, H., Ertunç, D., Tok, E. C., Yaşa, O., & Nazik, H. 2014. Prevalence of pelvic organ prolapse and related factors in a general female population.

Turk Jinekoloji ve Obstetrik Dernegi Dergisi, 11(3), pada hal. 176–180.

Barsoom RS. Uterine Prolapse. Available at : http://www.emedicine.com. Last updated Jun 12nd 2009

Chen GD. Pelvic floor dysfunction in aging women. Taiwan J Obstet & Gynecol.

2007, Vol 46 : 374-8

Charles R.B Beckmann, Frank W. Ling, Barbara M. Barzansky, William N.P Herbert, Douglas W. Laube, & Roger P. Smith. (2010).

Obstetrics and Gynecology (6th ed.).USA: Lippincott Williams and Wilkins.

Cunningham, F. G., Lenevo, kenneth J., Bloom, steven L., Hauth, john C., J.rouse, D., & Spong, C. Y. 2013, williams obstetrics. (diane M. Twickler

& george D. Wendel, Eds.) (23rd ed.). McGraw-Hill Education.

Digesu, G. A., Chaliha, C., Salvatore, S., Hutchings, A., & Khullar, V. 2005, The relationship of vaginal prolapse severity to symptoms and quality of life.

BJOG: An International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 112(7), pada hal. 971–976.

Ermawati., Syafrianto., Bachtiar, H. 2013, Hubungan antara Usia, Paritas, Perkerjaan dan IMT dengan Kejadian Prolaps Organ Panggul Berdasarkan Skor Pelvic Organ Prolaps Quatification, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Faraj, R., & Broome, J. 2009, Laparoscopic sacrohysteropexy and myomectomy for uterine prolapse: a case report and review of the literature. Journal of Medical Case Reports, 3, 99.

Ilmyah, A., Atika. 2012, Hubungan Jenis Persalinan, Perkerjaan Paritas terhadap Prolaps Uteri pada Ibu Menopouse do RSUD Ibnu siga Gersik Tahun 2010-2012, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.

Irawan, A., Ermawati., Bachtiar, H. 2015, Perbedaan Ekspresi Kolagen Tipe III Ligamentum Sakrouterina antara Pasien Prolaps Uteri dengan Pasien tampa Prolaps Uteri, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang Nugroho, T dan Utama, I.B. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.

Yogyakarta:Nuha Medika.

Patel PD, Amrute KV, Badlani GH. Pelvic organ prolapse and stress urinary incontinence : A review of etiological factors. Indian J of Urology 2007.

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Priyastama, R. 2017, Buku Sakti Kuasai SPSS, Pengolahan Data & Analisis Data, Start Up. Bantul:PT ANAK HEBAT INDONESIA.

Reeder, et al. 2013. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga Volume 3. Jakarta: EGC

Rortveit, G., Brown, J. S., Thom, D. H., Creasman, J. M., Subak, L. 2007.

Symptomatic Pelvic Organ Prolapse, 16(5): pada hal. 278-183

(42)

30

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2013. Pelvic Organ Prolapse, 2013. Diakses pada: March 2013, pada hal. 1–4.

Shagam, J. Y. 2011. Pelvic organ prolapse. Radiologic Technology, 77, 389–400;

quiz pada hal. 401–403.

Silitonga, I., Rizkar, M., Sukarsa., Pohan, L., Armawan, E., Handono, B. 2008, Perbandingan Kerapatan Kolagen Ligamentum Sakrouterina dengan dan tampa Prolaps Uteri, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.

Siri, A., Tiro, E., Irianta, T. 2013, Ekspresi Protein Degradasi Matris Metalloproteinase-2 (MMP-2) Ligamentum sakrouterina pada Perempuan dengan Prolaps Organ panggul dan tampa Prolpas Organ panggul, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, makasar.

Siswanto, Susila, Suyanto. 2014, Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Bursa Ilmu, Surabaya, pp. 29, 215, 218, 222, 233-234, 264- 265.

Sulham, R., Irianta, T., Malinta, U. 2012, Ekspresi Tenascin-c Dinding Vagina Anterior pada Perempuan dengan Prolaps Organ Panggul dan Tampa Prolaps Organ Panggul, Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar.

Tegerstedt, G., Miedel, A., Mæhle-Schmidt, M., Nyrén, O., & Hammarström, M.

(2006). Obstetric risk factors for symptomatic prolapse: A population- based approach. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 194(1), pada hal.

Sudigdo, S. 2017, Dasar dasar Metodologi Penelitian Klinis, Ed. 5, Sagung Seto, Indonesia

Wiknjosastro, Hanifa, dkk. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP

(43)

Lampiran A. Biodata Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Leonado Petrus Situmorang

NIM : 150100066

Tempat / Tanggal Lahir : Tg. Pura/ 01 Oktober 1997

Agama : Katolik

Nama Ayah : Mangiring Situmorang

Nama Ibu : Risma Sagala

Alamat : jalan Sawit Seberang, jati sari Riwayat Pendidikan :

1. SD Panca Karya Stabat (2003-2009) 2. SMP Panca Karya Stabat (2009-2012) 3. SMA Negri 1 Padang Tualang (2012-2015)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2015-Sekarang)

(44)

32

Riwayat Pelatihan :

1. Purna Paskibraka angkatan 2012

2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2015

3. Peserta Seminar Kesehatan Jantung dan Workshop EKG SCOPH PEMA FK USU 2015

Riwayat Organisasi :

1. UKM Badminton FK USU (2016 – Sekarang ) 2. UKM Badminton USU (2015 – Sekarang ) 3. UKM KMK St. Lukas USU

Riwayat Kepanitiaan :

1. Ketua Panitia Baksos Lukas USU 2017

2. Panitia Seksi Badminton PORSENI FK USU 2017

3. Koordinator Seksi Transport dan Keamanan BAKSOS PMMK FK USU 2016

Riwayat Prestasi :

1. Juara 2 USU Badminton Challenge 2016 2. Juara 2 Mitrata Open 2017 Sekota Medan

3. Juara 1 Badminton Ganda Putra Pekan Olah raga USU 2017 4. Pemain Terbaik Porseni FK USU 2017

5. Juara 1 Tunggal Putra DESTISTRY CUP XVIII 2017 6. Juara 2 Ganda Campuran DESTISTRY CUP XVIII 2017 7. Juara 1 Ganda Campuran DESTISTRY CUP XIX 2018 8. Juara 2 Ganda Putra DESTISTRY CUP XIX 2018

(45)

33

Lampiran B. Peryataan Orisinalitas

PERNYATAAN

Hubungan Jumlah Paritas dengan Kejadian Prolaps Uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016-2018

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila dikemudian hari teryata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ininbukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Desember 2018 Penulis

Leonardo Petrus Situmorang 150100066

(46)

34

Lampiran C. Ethical Clearance Penelitian

Lampiran D. Surat Izin Penelitian

(47)

35

(48)

36

(49)

37

(50)

38

Lampiran E. Output Perangkat Lunak Statistik

Statistics

usia suku perkerjaan pendidikan

N Valid 57 57 57 57

Missing 0 0 0 0

usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 2 3.5 3.5 3.5

2 17 29.8 29.8 33.3

3 26 45.6 45.6 78.9

4 12 21.1 21.1 100.0

Total 57 100.0 100.0

suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak toba 21 36.8 36.8 36.8

batak karo 6 10.5 10.5 47.4

jawa 20 35.1 35.1 82.5

mandailing 5 8.8 8.8 91.2

aceh 5 8.8 8.8 100.0

Total 57 100.0 100.0

(51)

39

perkerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 2 3.5 3.5 3.5

IRT 40 70.2 70.2 73.7

Pegawai swasta 4 7.0 7.0 80.7

Petani 7 12.3 12.3 93.0

tidak berkerja 2 3.5 3.5 96.5

wiraswasta 2 3.5 3.5 100.0

Total 57 100.0 100.0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SMA 34 59.6 59.6 59.6

SMP 6 10.5 10.5 70.2

SD 13 22.8 22.8 93.0

S1 4 7.0 7.0 100.0

Total 57 100.0 100.0

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jumlah_paritas *

prolaps_uteri 57 100.0% 0 0.0% 57 100.0%

(52)

40

jumlah_paritas * prolaps_uteri

prolaps_uteri

Total grade 1 grade 2 grade 3

jumlah_paritas primipara Count 6 0 0 6

% within

jumlah_paritas 100.0% 0.0% 0.0% 100.0%

% of Total 10.5% 0.0% 0.0% 10.5%

multipara Count 9 16 0 25

% within

jumlah_paritas 36.0% 64.0% 0.0% 100.0%

% of Total 15.8% 28.1% 0.0% 43.9%

grandemultipara Count 0 10 16 26

% within

jumlah_paritas 0.0% 38.5% 61.5% 100.0%

% of Total 0.0% 17.5% 28.1% 45.6%

Total Count 15 26 16 57

% within

jumlah_paritas 26.3% 45.6% 28.1% 100.0%

% of Total 26.3% 45.6% 28.1% 100.0%

Correlations

jumlah_paritas prolaps_uteri Spearman's rho jumlah_paritas Correlation Coefficient 1.000 .784**

Sig. (2-tailed) . .001

N 57 57

prolaps_uteri Correlation Coefficient .784** 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .

N 57 57

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Gambar

Gambar 2.2 kondisi prolaps uteri tingkat 1 dan 3 (Cunningham,2013).
Gambar 2.3 Jenis-jenis Pessarium (Cunningham,2013).
Gambar 2.4. Cara pemasangan pessarium (gambar A,B &amp; C) , gambar D cara melepaskannya (Cunningham,2013)
Gambar 2.5 gambar kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa tumor ganas ovarium paling banyak berdasarkan umur, pada kelompok usia 40-60 tahun; berdasarkan jumlah paritas, pada kelompok

Pada penelitian ini kelompok ibu yang paling banyak melahirkan bayi dengan asfiksia adalah kelompok usia 26-29 tahun, hal ini disebabkan oleh jumlah populasi ibu

Pada penelitian kasus mioma uteri yang dilakukan oleh Wise dkk dalam Jurnal National Institute of Health pada tahun 2007 didapatkan data dimana wanita dengan Indeks masa tubuh

Pada penelitian kasus mioma uteri yang dilakukan oleh Wise dkk dalam Jurnal National Institute of Health pada tahun 2007 didapatkan data dimana wanita dengan Indeks masa tubuh

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa mioma uteri lebih sering dijumpai pada kelompok umur risiko tinggi, paling banyak ditemukan pada kelompok umur 41-50 tahun

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa mioma uteri lebih sering dijumpai pada kelompok umur risiko tinggi, paling banyak ditemukan pada kelompok umur 41-50 tahun

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran karakteristik jenis mioma uteri yang paling banyak di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat haji Adam Malik, Medan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran karakteristik jenis mioma uteri yang paling banyak di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat haji Adam Malik, Medan