I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn W
Umur : 56 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Suku/bangsa : Jawa Barat
Alamat : Slipi, Jakarta Barat Pekerjaan : Supir
Agama : Islam Status Pernikahan :Menikah
Masuk RS : 17 Desember 2008
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 24 Desember 2008 a. Keluhan Utama : Sesak
b. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak kuning-kehijauan, demam, mual, nafsu makan menurun, nyeri dada kanan sampai ke belakang, perut sebelah kanan bawah sakit dan kram, badan terasa lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS AL Mintoharjo dengan keluhan sesak sejak 1 hari Sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien menyangkal sesak saat berjalan, terbangun di malam hari karena sesak, maupun tidur dengan lebih dari satu bantal.
Sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami batuk-batuk berdahak berwarna kuning kehijauan berbau amis. Batuk dialaminya sepanjang waktu. Pasien pun mengaku demam dan meriang, mual, nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien dirasakan berkurang. Pasien pun mengeluh nyeri pada dada kanannya seperti ditusuk-tusuk dan menjalar sampai ke dada belakang. Pasien menyangkal pernah batuk-batuk lama dan berkeringat di malam hari. Pasien pun merasakan nyeri pada perut sebelah kanan bawah.
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku mengalami diare, dimana dalam sehari pasien buang air besar sebanyak 5 kali dengan bentuk cair
dan terdapat ampas. BAB pasien berwarna kuning, tidak ada lendir maupun darah. Pasien pun mengaku selama mencret-mencret tersebut, pasien tidak mengalami demam.
Pasien mengaku, selama ini tidak pernah berobat ke dokter maupun dirawat di RS. Namun pasien menyangkal tidak pernah merasa sakit. Batuk & pilek pernah dialami pasien, namun tidak pernah berobat, hanya minum obat warung saja. Pasien menyangkal pernah meminum obat paru selama 6 bulan maupun buang air kecil berwarna merah ketika minum obat.
Pasien menyangkal pernah mengalami gangguan menelan atau sering tersedak jika makan maupun minum. Dalam hal kebersihan mulut, pasien mengaku, karena pekerjaannya sebagai supir yang jarang di tempat, pasien jarang menggosok gigi ataupun memperhatikan kebersihan mulutnya. Pasien mengakui banyak giginya yang berlubang dan terdapat gigi-gigi yang patah. Namun pasien belum pernah memeriksakan giginya ke pelayanan kesehatan gigi. Karena jarang di rumah, jika lapar pun pasien sering makan di warung-warung sesinggahnya pasien ketika perjalanan.
Pasien adalah seorang perokok aktif dimana dalam sehari pasien merokok 2-3 bungkus rokok filter selama hampir 30 tahun. Selama sakit pasien mengaku telah berhenti merokok.
Saat di anamnesis pasien sudah menjalani perawatan selama 7 hari, dan saat ini sesak pasien sudah berkurang. Selama perawatan, kondisi pasien dapat dikatakan telah mengalami perbaikan, sehingga pasien dapat pulang dan rawat jalan dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah menderita batuk-batuk lama yang membutuhkan pengobatan lama. Pasien menyangkal pernah berobat maupun dirawat di Rumah Sakit.
Hipertensi disangkal.
Infeksi Saluran Pencernaan disangkal. Riwayat alergi ataupun asma disangkal. e. Riwayat Penyakit keluarga
Diabetes Mellitus disangkal. Penyakit Jantung disangkal Hipertensi disangkal. Asma disangkal. Kanker disangkal. f. Riwayat Hidup
Pasien adalah seorang supir. Pasien menikah dengan seorang dan memiliki 4 orang anak. Pasien adalah seorang perokok aktif yang merokok (1-2 bungkus)/hari dengan rokok yang sering dihisapnya adalah dji samsoe. Pasien tidak ada pantangan makan, suka makanan bersantan dan berlemak, goring-gorengan. Pasien tinggal dirumah pribadi dengan istri dan keempat anaknya. Rumah tersebut dikatakan pasien cukup baik ventilasi dan sanitasinya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang, tampak aktif, kooperatif, terpasang infuse.
Kesadaran : Kompos Mentis Berat Badan : 42 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 17,48
Gizi : Kurang
Warna Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis. Turgor : Baik
Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 90x/m , isi cukup, equal kiri dan kanan Suhu : 36.5
Pernafasan : 24x/m abdominothorakal Status Generalis
Kepala : Normochepali
Rambut : Hitam & putih, lebat, distribusi merata
Wajah : Muka simetris, raut wajah ekspresif, nyeri tekan sinus frontalis - , (-) nyeri tekan sinus maksilaris (-)
Mata : Palpebra oedem (-), Alis mata hitam, distribusi merata, bulu mata hitam, distribusi merata. Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis + /+, Sklera Ikterik -/-, Reflek cahaya langsung +/+, Reflek cahaya tidak langsung +/+
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum -/-, silia +/+ dengan distribusi merata, mukosa konka hiperemis -/-, oedem -/-, secret -/- nafas cuping hidung
-/-Bibir : Lembab, warna merah, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi : Tampak adanya gigi berlubang pada Pre Molar1 dan Molar 1 kiri bawah, Gangren radiks (sisa akar) Caninus dan Pre- Molar 1 kanan bawah. Juga terdapat kalkulus pada rahang atas dan rahang bawah. Tampak Oral higiene yang buruk. Lidah : lidah simetris kiri dan kanan, deviasi (-), tremor (-), hiperemis (-),
papil lidah tidak atrofi, lidah tidak kotor
Tenggorokan : Tonsil tenang T1-T1, uvula simetris ditengah, faring tidak hiperemis.
Telinga : Normotia kiri dan kanan. Nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus +/-, serumen +/+, membrane tymphani intak +/+
Leher : Bentuk normal, trakea ditengah massa (-)
KGB submentalis, submandibularis, cervikalis anterior, supraklavikularis, retroaurikularis tak teraba besar
JVP 5+2 cmH2O Thoraks
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis Retraksi suprasternal dan intercostals (-)
Batas paru hepar : Batas sonor redup : ICS IV Batas redup pekak : ICS VI Peranjakan 2 jari
Batas paru lambung : ICS VII
Batas paru belakang Kanan : sejajar thorakal XI Kiri : sejajar Thorakal X
Auskultasi : suara nafas vesikuler ↓/+, rhales , wheezing -/-Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : Batas jantung sebelah kanan ICS II, III, IV garis sternalis dextra
Batas jantung sebelah kiri ICS V, 2 cm sebelah medial garis mid clavikularis sinistra
Batas atas jantung pada ICS III garis sternalis sinistra Auskultasi : S1S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Abdomen tampak datar, pada waktu bernafas dinding perut mengembang waktu inspirasi dan mengempis waktu ekspirasi secara simetris smiling imbilicus (-), spider nevi (-),vena kolateral (-), gerak peristaltic usus (-)
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (+) region umbilicus,
hipokondrium kanan tidak ada defens muscular, turgor baik.
Hepar dan lien tidak teraba
Ballotemen kedua ginjal tidak teraba Tes undulasi (-)
Perkusi : Tymphani pada seluruh lapang abdomen Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), oedem (-)
Reflek fisiologis biceps, triceps, patella, Achilles positif
Reflek patologis babinsky, brudzinsky I, II dan kernig negative
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium: a. Darah : Keterangan 17-12-08 20-12-08 Darah Rutin: Hb 10,7 gr/dl ↓ 10,7 gr/dl ↓ Ht 32,3 %
Leukosit 21.200/ul 21.000/ul
Trombosit 521.000/mm3 GDS 88 BT/MP 2’0” CT/MP 12’0’’ Kimia darah: Trigliserida 71 mg/dl Cholesterol total 113 mg/dl SGOT 99 U/L ↑ SGPT 174 U/L ↑ Ureum 25 mg/dl Kreatinin 1,4 mg/dl b. URINE
Warna : kuning muda
BJ : 1,015 pH : 6,3 Protein : + Urobilinogen : + Lekosit : +7-8/LPB Eritrosit : ++(25-30) Kristal : Ca-oksalat
c. TINJA (Feces Lengkap) tanggal 22 Desember 2008 Warna : Coklat
Konsistensi : Lembek Darah / lender : /
-Amuba : -Telur cacing : -Sisa makanan : -d. SPUTUM
- KULTUR SPUTUM MIKROORGANISME: Hasil tgl 27 Desember 2008 ditemukan colifarm
- BTA: NEGATIF e. KULTUR DARAH : NEGATIF 2. FOTO THORAKS
a. Thoraks PA (17 Desember 2009)
Kesan: Efusi Pleura Kanan, DD: Massa
“Tampak perselubungan konsolidasi di lobus medius dan inferior dengan kavitas berdinding tebal serta air fluid level di dalamnya. Pada posisi dekubitus juga tampak air-dfluid level.”
KESAN: Abses Paru kanan
4. USG ABDOMEN (18 Desember 2008)
Kesan : Encapsulated efusi pleura kanan DD/ massa. Organ abdomen lain tak tampak kelainan.
“Pada scanning terdapat bercak-bercak kesuraman/konsolidasi di lobus medius di inferior kanan disertai air bronchogram, dibagian dorsal tampak kavitas dengan air fluid level di dalamnya. Lobus superior kanan dan paru-paru kiri dalam batas normal”
Kesan : Abses Paru Kanan.
V. RESUME
Pasien laki-laki, 56 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas. 1 minggu SMRS pasien batuk-batuk berdahak kuning-kehijauan, nyeri pada dada kanan yang menjalar ke belakang, demam, mual dan lemas, nyeri pada perut kanan bawah. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan, berat badan menurun. Riwayat batuk lama dan keringat malam hari disangkal pasien. 2 minggu SMRS, pasien mengalami diare, tidak disertai demam, tidak terdapat lendir dan darah. Pasien menyangkal sering tersedak maupun gangguan menelan. Pasien tidak pernah memperhatikan kebersihan mulut. Pasien adalah seorang perokok aktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi berdasarkan IMT adalah kurang. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis. Pada gigi terdapat karies, gangren radiks dan kalkulus. Pada hemithoraks dekstra terdapat fremitus vokal menurun, redup, suara dasar vesikuler menurun, tidak ada rhales maupun wheezing.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb=10,7 gr %, Leukosit 21.200/ul, SGOT&SGPT meningkat. Pada pemeriksaan urine dan tinja tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan BTA sputum negatif. Kultur sputum dan darah negatif. Pada foto thoraks AP didapat kesan Efusi Pleura Dekstra dengan DD massa. Pada foto thoraks RLD didapat abses paru dekstra. Pada USG abdomen ditemukan encapsulated Pleura Dekstra DD/ massa. Dan pada CT Scan Thoraks didapat abses paru kanan.
VI. Diagnosa Kerja
ABSES PARU KANAN dengan anemia VII. DIAGNOSA BANDING
- Tuberkulosis Paru - Emfiema - Pneumonia - Bronkiektesis - Ca Paru VIII. Penatalaksanaan : 1. Non Farmakologi:
Fisioterapi : postural drainage
Edukasi : Kebersihan gigi dan mulut. Diet
2. Farmakologi :
- Cairan : IVFD RL 28 tpm - Kausatif:
Antibiotik:
• Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr IV ( 1 minggu ) • Metronidazol 3 x 500 mg drip ( 1 minggu )
• Klindamicin 4x400 mg po ( 2 minggu – perbaikan )
• Ciprofloksasin 2 x 750 mg ( setelah ditemukan kultur sputum mikroorganisme)
Simptomatis:
• Paracetamol 3x 500 mg (k/p) • Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV • Inpepsa syr 4 x 1 C (1/2 jam ac) - Roboransia: • Curcuma 3x1 • Asam Folat 3x1 • Vit. B compleks 3x1 • Vit C 3x1 • Neurodeks 3x1
• Suplemen antianemia IX. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Pasien adalah seorang laki-laki berumur 56 tahun. Beberapa permasalahan yang didapat dari pasien ini adalah sesak sejak 1 hari SMRS dengan 1 minggu SMRS pasien batuk-batuk berdahak kuning-kehijauan berbau amis, nyeri pada dada kanan yang menjalar ke belakang, demam, mual dan lemas, nyeri pada perut kanan bawah. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan, berat badan menurun. 2 minggu SMRS, pasien mengalami diare, tidak disertai demam, tidak terdapat lendir dan darah. Pasien tidak pernah memperhatikan kebersihan mulut. Pasien adalah seorang perokok aktif.
Analisa kasus pada pasien ini dapat dimulai dari batuk berdahak. Dimana pada batuk berdahak, dapat ditemukan berbagai macam diagnosis banding penyakit paru. Diagnosis banding itu antara lain abses paru, tuberkulosis paru, emfiema, pneumonia dan bronkiektasis. Adanya variasi dahak berwarna hijau, disertai demam, dengan berat badan menurun pun masih perlu dipertimbangkan diagnosis banding tersebut sampai ditemukan perbedaan pada pemeriksaan fisik sampai dengan pemeriksaan penunjang sehingga kita dapat menyingkirkan diagnosa banding dan didapatkanlah diagnosis kerjanya. Sebelum sesak pasien ini mengalami batuk-batuk berdahak kuning kehijauan. Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul akibat iritasi percabangan trakheobronkhial untuk membersihkan saluran nafas. Pasien ini juga seorang perokok berat. Dimana pada perokok, zat-zat di dalam rokok dapat menyebabkan batuk kronik karena terus menerus terjadi paparan benda asing sehingga saluran nafas sering mengalami peradangan. Adanya sputum yang berlebihan menunjukkan bahwa terdapat gangguan fisik, kimiawi atau infeksi pada membran mukosa. Sputum yang banyak dan purulen menandakan adanya proses supuratif. Sputun yang berwarna kuning kehijauan disertai dengan bau busuk atau tidak sedap disebabkan oleh infeksi dan penimbunan nanah. Dimana warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh lekosit PMN dalam sputum.1
Dari gejala-gejala yang dialami oleh pasien ini, dapat difikirkan beberapa diagnosis banding diantaranya abses paru, tuberkulosis paru, emfiema, pneumonia dan bronkiektasis. Untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah lengkap, sputum BTA untuk menentukan apakah penyebabnya adalah TB paru, feses lengkap untuk mengetahui adakah amuba atau kuman lain sebagai kuman penyebab, kultur darah dan kultur sputum mikroorganisme untuk menentukan kuman penyebab yang nantinya berguna untuk pengobatan. Pemeriksaan lain berupa foto thoraks dengan posisi PA. Jika masih belum jelas dapat ditambah dengan foto thoraks posisi lateral dan lateral kanan dekubitus. Lalu perlu dilakukan pula USG abdomen karena pasien ini sempat mengeluh mengalami diare dan nyeri pada perut kanan bawahnya. Kemudian dilakukan CT scan thoraks untuk semakin meyakinkan diagnosis pasien ini dan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Dari anamnesis yang didapat, masih belum dapat menyingkirkan sementara beberapa diagnosis banding sehingga masih perlu dilakukan beberapa pemeriksaan lain.
Dari pemeriksaan fisik didapat berdasarkan IMT adalah kurang. Hal ini mungkin terjadi karena nafsu makan pasien yang menurun selama sakit. Dan hal ini dapat mengarah kepada TB dengan perawakan yang khas. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis. Hal ini juga dapat terjadi karena asupan gizi pasien yang kurang, sehingga zat besi yang berguna dalam pengikatan hemoglobin pun berkurang. Pada gigi terdapat karies, gangren radiks dan kalkulus. Hal ini menandakan kebersihan oral pasien yang kurang baik. Hal ini penting sebagai salah satu penyebab dari penyakit. Sampai saat ini, kita masih perlu upaya penyingkiran diagnosis. Dimana pada abses paru salah satu penyebabnya adalah oral higiene yang buruk. Dimana dapat terjadi penyebaran kuman dari gigi ke paru-paru. Pada hemithoraks dekstra terdapat fremitus vokal menurun, redup, suara dasar vesikuler menurun. Hal ini menandakan bahwa ada sesuatu di paru kanan. Hal
adanya suatu cairan supuratif atau nanah. Dari hal ini, kita dapat menyingkirkan diagnosis banding lain dan semakin mengarah kepada adanya suatu abses paru.Namun pada pasien ini tidak terdapat rhales maupun wheezing.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb=10,7 gr% yang semakin mendukung adanya anemia. Leukosit 21.200/ul menunjukkan adanya infeksi yang mungkin disebabkan oleh suatu kuman. Adanya leukositosis juga terdapat pada Tb paru, emfiema dan pneumonia. SGOT&SGPT meningkat juga dapat menunjukkan adanya infeksi. Pada pemeriksaan urine dan tinja tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba, sehingga dapat disingkirkan bahwa penyebab abses paru adalah amuba. Pemeriksaan BTA sputum negatif, sehingga dapat menyingkirkan bahwa penyebabnya adalah kuman TB sehingga pasien positif tidak menderita TB. Kultur sputum dan darah negatif, sehingga belum diketahui kuman penyebabnya. Dan hal ini berguna dalam pengobatan. Sehingga pengobatan yang dilakukan adalah berdasarkan data empiris, dimana kuman terbanyak penyebab abses paru adalah kuman an aerob, sampai dengan kuman pasti penyebabnya ditemukan. Pada foto thoraks AP didapat kesan Efusi Pleura Dekstra dengan DD massa. Pada foto thoraks RLD didapat abses paru dekstra. Pada USG abdomen ditemukan encapsulated Pleura Dekstra DD/ massa. Dan pada CT Scan Thoraks didapat abses paru kanan. Dari beberapa pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita abses paru kanan lobus posterior dengan anemia. Sehingga kita dapat menyingkirkan DD emfiema, bronkiektasis maupun pneumonia. Jika ditelaah lebih lanjut, penyebab abses paru pada pasien ini kemungkinan terbesar adalah dari oral higiene yang buruk, sehingga diperlukan edukasi yang tepat dan terarah.
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan dari awal anamnesis sampai akhirnya diagnosis ditegakkan. Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.2 Adapun terapi non
farmakologi berupa fisioterapi dengan postural drainage. Dan edukasi mengenai kebersihan gigi dan mulut. Mengingat bahwa pada pasien terdapat karies dan sisa
akar serta kalkulus yang harus dilakukan perawatan gigi yang rutin dan tuntas agar kelak di kemudian hari tidak terjadi kekambuhan. Diet dengan nutrisi yang baik yaitu tinggi kalori dan tinggi protein agar proses penyembuhan dapat menjadi baik.
Postural drainage pada pasien ini dilakukan oleh fisioterapi. Terdapat berbagai macam cara postural drainase yang sesuai dengan letak absesnya. Letak abses paru pada pasien ini yaitu di lobus inferior segmen posterior paru kanan. Sehingga caranya adalah dengan mengatur posisi pasien dimana pasien tidur tengkurap, di bawah perut diganjal 2-3 bantal dan perut kanan lebih sedikit diganjal. Kemudian dilakukan penepukkan (clapping) pada dada belakang pasien terutama dada kanannya (gambar 1, lampiran). Hal ini dilakukan secara rutin setiap harinya agar dahak dapat keluar. Selain dengan postural drainase, drainase lain dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa Bronkoskopi sekaligus untuk menentukan penyebab abses paru. Namun, pada pasien ini belum sampai dilakukan bronkoskopi.
Terapi farmakologi berupa Cairan Intra Vena yaitu RL 28 tpm. Untuk pengobatan kausatif, karena pada hari pertama perawatan belum diketahui dengan pasti diagnosisnya, maka antibiotik yang diberikan adalah antibiotik spektrum luas berupa Antibiotik Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr IV. Kemudian setelah diketahui bahwa diagnosisnya adalah abses paru, maka diberikan obat berdasar data empiris yaitu Metronidazol 3 x 500 mg drip selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan Klindamicin 4x400 mg per oral. Pemberian antibiotik ini diteruskan hingga didapatkan klinis yang baik dan ditunjang dengan foto thoraks yang mendukung adanya perbaikan pada abses paru kanan. Pada pasien ini, ketika diikuti perkembangannya ternyata terdapat perbaikan. Selama rawat jalan, telah didapatkan hasil kultur sputum mikroorganisma dan didapatlah bakteri coliform, dimana pada golongan bakteri ini ternyata sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin dan ciprofloksasin, sehingga untuk terapi selanjutnya diberikan ciprofloksasin 2 x 750 mg. Untuk simptomatis yaitu Paracetamol 3x 500 mg (k/p) untuk demam, Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV, Inpepsa syr 4 x 1 C (1/2 jam ac) untuk
dan untuk memperbaiki fungsi hati, Asam Folat 3x1, Vit. B compleks 3x1, Vit C 3x1, Neurodex 3x1 dan suplemen antianemia.
Prognosis pasien ini secara vitam adalah bonam. Di mana pada zaman era antibiotic sekarang ini, angka penyembuhan mencapai 90-95%.
Prognosis pasien ini secara fungtionam dan sanationam adalah dubia ad bonam. Bila pengobatan dalam jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah. Dan pada pasien ini setelah kita kita monitor lebih lanjut ternyata rajin kontrol ke poli penyakit paru. Sedangkan faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromised, umur yang sangat tua, emfiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobik (termasuk Staphylococcus aureus dan basil Gram negatif), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi. Sedangkan pada pasien ini tidak didapatkan hal-hal tersebut diatas.
TABEL DIAGNOSIS BANDING
Simptom Abses Paru
TB Paru Pneumonia BE Ca Paru Pasien ini
Batuk Dahak hijau + +/- +/- +/- +/- + Demam + + + - - + ↓Nafsu makan + + +/- - + + ↓BB + + - - + + Nyeri dada K + +/- +/- -- + + Nyeri Perut K +/- - +/- - - + Lemah + + - - + Sesak +/- +/- +/- +/- + +
Signs Abses Paru TB Paru Pneumonia BE Ca Paru Pasien ini
CA + +/- +/- +/- +/- + Retraksi Sela Iga - + + - - - Rhales + + +/- - + - Wheezing + + - - + - FV ↓ +/- +/- -- + ↓ Takipneu +/- - +/- - - - OH buruk + - - buruk Clubbing Finger +/- +/- +/- +/- + -
PP Abses Paru TB Paru Pneumonia BE Ca Paru Pasien ini
BTA + + - - - + Kultur
sputum MO + - - - - +
Kultur darah +/- - +/- - -
-Ro Thoraks Air Fluid
Level Infiltrat di apeks Infiltrat Opak, batas tegas AFL
USD abd +/- +/- +/- +/- + +
CT Scan
Thoraks Tampak abses Tdl Tdl Tdl Gambaran Massa Tampak abses
TINJAUAN PUSTAKA
ABSES PARU
PENDAHULUAN2
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan kavitas pada pasien tuberkulosis paru.
EPIDEMIOLOGI
Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insidens penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan) karena adanya perbaikan resiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anestesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang lebih baik pada pasien HIV, maka pada tahun-tahun belakangan ini kasus abses paru tampak mengalami peningkatan lagi.
ETIOLOGI
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu:
- Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi. • Bacteriodes melaninogenus • Bacteriodes fragilis • Peptostreptococcus species • Bacillus intermedius • Fusobacterium nucleatum • Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
- Kelompok Bakteri aerob:
Gram Positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi, • Staphylococcus aureus
Gram Negatif: biasanya merupakan sebab nosokomial • Klebsiella pneumoniae • Pseudomonas aeruginosa • Escherichia coli • Haemophyllus influenza • Actinomyces Species • Nocardia Species • Gram negatif bacilli - Kelompok:
Jamur: mucoraceae, aspergillus species Parasit, amuba
Mikobakterium
Studi yang dilakukan Bartlett et al. (1974) mendapatkan 40 % abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.
FAKTOR PREDISPOSISI
- Kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi;
• Gangguan kesadaran: Alkoholisme, epilepsi/kejang sebab lain, gangguan serebrovaskuler, anestesi umum, penyalahgunaan obat intravena, koma, trauma, sepsis.
• Gangguan esofagus dan saluran cerna lainnya: gangguan motilitas • Fistula trakheoesofageal.
- Sebab-sebab iatrogenik - Penyakit-penyakit periodontal - Kebersihan mulut yang buruk - Pencabutan gigi
- Immunosupresi - Bronkiektasis - Kanker paru
- Infeksi saluran nafas atas dan bawah yang belum teratasi. Pasien HIV yang terkena abses paru pada umumnya mempunyai status immunocompromised yang sangat jelek (kadar CD4<50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh infeksi terutama infeksi paru.
PATOFISIOLOGI
Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkhogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkhial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronkhitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran nafas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisem yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkhogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan terbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari abses singel walaupun ukurannya lebih besar. Secara umum, diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 5 cm atau lebih.
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis, dan gangguan
Selain itu abses paru dapat terjadi pada akibat nekrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi dengan organisme penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan grup pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil-kecil (<2 cm).
Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.
Abses paru biasanya satu (singel), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkhus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.
GAMBARAN KLINIS
Onset penyakit dapat berjalan lambat atau mendadak/akut. Disebut abses akut apabila terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4 C atau lebih. Tidak ada demam
tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bisa menjadi purulen dan bisa mengandung darah.
Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru samapai dengan abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya adalah bakteri anaerob dan disebut dengan putrid absceses, tetapi tidak ditemukannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.
Pada beberapa kasus, penyakit berjalan sangat akut dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apikal lobus atas. Seringkali ditemukan adanya faktor predisposisi seperti disebutkan di atas. Sedangkan abses paru sekunder seperti yang disebabkan oleh septik emboli paru dengan infark, abses sudah bisa timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.
Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40 C, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan lokal, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara nafas bronkial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara nafas bronkhial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronkhi.
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piothoraks (emphyema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vokal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi nafas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung ke arah kontralateral tempat lesi.
DIAGNOSTIK LABORATORIUM
Hitung leukosit umumnya tinggi, berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama netropil yang imatur. Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya anemia.
Pemeriksaan dahak dapat membantu dalam menemukan mikroorganisme penyebab abses, namun dahak tersebut hendaknya diperoleh dari aspirasi transtrakheal, transthorakal atau bilasan/sikatan bronkhus, karena dahak yang dibatukkan akan terkontaminasi dengan organisme anaerobik normal pada rongga mulut dan saluran nafas atas. Prosedur invasif ini tidak biasa dilakukan, kecuali bila respon terhadap antbiotik tidak adekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak adalah pewarnaan langsung dengan tekhnik Gram, biakan mikroorganisme aerob, jamur, Nokardia, basil mikobakterium tuberkulosis dan mikobakterium lain. Dahak bisa mengandung Spirochaeta, fusiform bacilli atau sejumlah besar bakteri yang patogen maupun flora manusia seperti Streptococcus viridans. Klostridium dapat ditemukan dari aspirasi transtrakeal. Kultur darah dapat membantu menemukan etiologi, sedangkan pemeriksaan serologi juga dapat dilakukan untuk jamur dan parasit.
Bronkoskopi
Bronkoskopi dengan biopsi sikatan yang terlindung dan bilasan bronkus merupakan cara diagnostik yang paling baik dengan akurasi diagnostik yang paling baik dengan akurasi diagnostik bakteriologi melebihi 80%.ncara ini hendaknya dilakukan pada pasien AIDS sebelum dimulai pengobatan karena banyaknya kuman yang terlibat dan sulit diprediksi secara klinis.
Selain itu 10%-25% dari penyebab abses paru pada orang dewasa adalah karsinoma bronkogenik, dan 60% diantaranya dapat didiagnosa dengan memakai bronkoskopi. Aspirasi Jarum Perkutan
Cara ini mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis dengan spesifitas melebihi aspirasi transtrakheal.
Radiologi
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna kedalam bronkus, maka baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air fluid level) didalamnya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya single (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen) lesinya bias multipel. Sepertiga kasus abses paru bisa disertai dengan empiema. Empiema yang terlokasir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit dibedakan dengan gambaran abses paru. Untuk suatu gambaran abses paru simpel, noduler, dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan paru.
CT-Scan bisa menunjukkan tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endobronkial, dan gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru dengan kavitasi sentral. CT-Scan juga bisa menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya dari empiema.
Lesi-lesi yang bisa mengakibatkan terjadinya abses paru bacterial meliputi karsinoma bronkogenik dengan kavitas, bronkiektasis, empiema sekunder dari fistula bronkopleura, tuberkulosis paru, cocciodomycosis dan infeksi jamur pada paru, bulla atau kista udara yang mengalami infeksi, perlunakan/skuesterisasi paru, nodul silikat dengan sianosis sentral, abses hepar atau subfrenik akibat amuba atau hidatid yang menembus ke bronkus dan Wagener’s granulomatosis. Pemeriksaan diagnostik secara seksama seperti yang disebutkan diatas harus dilakukan untuk membedakannya dari abses paru biasa (simpel). Klinis harus tetap waspada bahwa kavitas paru yang ada bukan suatu abses paru.
Penyebab infeksi: tuberkulosis, bulla infeksi, emboli septik.
Penyebab bukan infeksi: kavitas oleh karena keganasan, Wagner’s granulomatosis, nodul rheumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru kongenital (bulla, kista, bleb).
PENANGANAN
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien dirawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena, mka hendaknya bagian atas tubuh pasien/kepala berada dibagian terbawah (posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein. Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.
Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan antibiotik yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan abses paru yang disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga pengobatan diberikan secara empirik. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan hanya dengan antibiotik dan postural drainage, sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan peratif.
Antibiotik yang paling baik adalah klindamisin oleh karena mempunyai spektrum yang lebih baik pada bakteri anaerob. Klindamisin diberikan mula-mula dengan dosis 3x600 mg intravenous, kemudian 4x300 mg oral/hari. Regimen alternatif adalah penisilin G 2-10 juta unit/hari, ada yang memberikan sampai dengan 25 juta unit atau lebih/hari dikombinasikan dengan sreptomisin, kemudian dilanjutkan dengan penisilin oral 4x500-750 mg/hari. Antibiotik perenteral diganti ke oral bila pasien tidak panas lagi dan merasa sudah baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta unit/hari dan metronidazol 2 gram/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri anaerob) yang diberikan selama 10 hari
dikatakan sama efektifnya dengan klindamisin, walaupun begitu harus diingat bahwa beberapa bakteri anaerob seperti Prevotella, Bakterioides Spp. dan Fusobacterium karena memproduksi beta-laktamase, resisten terhadap penisilin. Kombinasi laktam dan β-laktamase inhibitor seperti tikarsilin klavulanat, amoksisilin + asam klavulanat atau peperasilin + tazobaktam juga aktif terhadap kebanyakan bakteri anaerob dan pada kebanyakan strain basal gram negatif. Kombinasi ini biasanya digunakan pada pasien dengan sakit yang serius dan pasien abses paru nasokomial. Dosis pengobatan tunggal metronidazol (Flagyl) diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB intravenous dalam waktu lebih dari satu jam, kemudian diikuti 6 jam kemudian dengan infuse 7,5 mg/kgBB 3-4x/hari, tetapi pengobatan tunggal dengan metronidazol ini tidak dianjurkan karena beberapa anaerobic cocci dan kebanyakan microaerophilic streptococci sudah resisten. Pengobatan terhadap penyebab pathogen aerobik kebanyakan dipakai klindamisin + penisilin atau klindamisin + sefalosporin. Cefoksitin 3-4x 2 gram/hari intravena yang merupakan generasi kedua sefalosporin, aktif terhadap bakteri gram positif, gram negatif resisten penisilinase dan bakteri anaerob, diberikan bila abses paru tersebut diduga disebabkan oleh infeksi polimikrobial.
Kemudian antibiotik diberikan sesuai hasil sensitivitas. Abses paru yang disebabkan stafilokokus harus diobati dengan penisilinase-resistant penicilin atau sefalosporin generasi pertama, sedangkan untuk Staphylococcus aureus yang methicillin resistant seperti yang disebabkan oleh emboli paru septik nosokomial, pilihannya adalah vankomisin. Abses paru amubik diberikan metronidazole 3x750 mg, sedangkan bila penyakitnya serius seperti terjadinya ruptur dari abses harus ditambahkan emetin parenteral pada 5 hari pertama.
Antibiotik diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami resolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi yang kecil dan stabil dalam waktu lebih dari 2-3 minggu. Resolusi sempurna biasanya membutuhkan pengobatan 6-10 minggu dengan pemberian antibiotik oral sebagai pasien rawat jalan. Pemberian antibiotik yang kurang dari waktu ini sering menyebabkan kekambuhan dengan melibatkan organisme yang
Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi, pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur. Di samping itu dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses.
Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10%-20% kasus. Indikasi operasi adalah:
- Abses paru yang tidak mengalami perbaikan.
- Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura.
- Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruksi primer/metastasis, pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gastroesofageal, malformasi atau kelainan kongenital.
Lobektomi merupakan prosedur paling sering, sedangkan reseksi semental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paru yang refrakter terhadap penanganan obat-obatan. Angka mortalitas setelah pneumektomi mencapai 5%-10%.
Pasien dengan resiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke dalam rongga pleura.
KOMPLIKASI
Komplikasi lokal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecendrungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan yang ruptur ke rongga pleura menjadi piothoraks (empiema). Komplikasi lainnya yang sering yaitu abses otak, hemoptisis massif, rupture pleura visceralis sehingga terjadi piopneumothoraks dan fistula bronkopleura.
Abses paru yang resisten (kronik) yaitu resisten dengan pengobatan 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan menyisakan suatu
bronkiektasis, kor pulmonal.dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kakeksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.
PENCEGAHAN
Perhatian khusus ditujukan kepada kebersihan mulut. Kebersihan mulut yang jelek dan penyakit-penyakit periodontal dapat menyebabkan kolonisasi bakteri pathogen orofaring yang akan menyebabkan infeksi saluran nafas sampai dengan abses paru. Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama bila sebelumnya diduga ada factor yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pasien manula yang dirawat di rumah, batuk yang disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran pasien yang menurun dan pasien yang memakai ventilasi mekanik.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada keadaan umum pasien, letak abses paru serta luasnya kerusakan paru yang terjadi, dan respons pengobatan yang diberikan.
Angka mortalitas pasien abses paru an aerob pada era antibiotic kurang dari 10%, dan kira-kira 10-15% memerlukan operasi. Di zaman era antibiotic sekarang ini, angka penyembuhan mencapai 90-95%. Bila pengobatan dalam jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromised, umur yang sangat tua, emfiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobik (termasuk Staphylococcus aureus dan basil Gram negatif), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.
1. Wilson, Loraine M & Sylvia A. Price. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC, 2006. Hal 594
2. Abses Paru. Dalam Sudoyo, Aru W, dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2006. Hal.