BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan menunjukkan kemampuan organisasi dalam memenuhi
kebutuhan karyawannya. Pengertian kepuasan telah dikemukakan oleh beberapa
ahli diantaranya adalah Robbins dan Judge (2008: 99) mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan
hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Moorse dalam Panggabean
(2002: 128) mengemukakan bahwa pada dasarnya kepuasan kerja tergantung
kepada apa yang diinginkan oleh seorang karyawan dari pekerjaannya dan apa
yang mereka peroleh. Karyawan yang paling merasa tidak puas adalah mereka
yang mempunyai keinginan paling banyak dan mendapat paling sedikit.
Sedangkan yang merasa paling puas adalah mereka yang menginginkan banyak
dan mendapatkannya.
Menurut Keith David dan John Newstorm (2008: 105) mengatakan
kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau
tidaknya pekerjaan karyawan. Menurut Handoko (2008: 193) mengatakan bahwa
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan
pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan
yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan dan jika kepuasan kerja karyawan diperhatikan maka
karyawan akan bekerja sejauh kemampuannya agar memperoleh apa yang
diharapkan dalam bekerja. Apabila perusahaan memperhatikan kepuasan kerja
karyawan, maka karyawan akan semakin giat bekerja sehingga produktivitas kerja
karyawan akan semakin tinggi pula.
2.1.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Menurut Mangkunegara (2011: 120) teori-teori kepuasan terdiri
dari enam yaitu:
1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan
input-outcome pegawai lain. Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang
maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila tidak seimbang
dapat menimbulkan dua kemungkinan, yaitu ketidak seimbangan yang
menguntungkan dirinya dan sebaliknya, ketidak seimbangan yang
menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding.
2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Menurut teori ini, apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar dari
apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan
menyebabkan pegawai tidak puas.
3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia
mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan
terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Bagitu pula sebaliknya
apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak
puas.
4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.
Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai
dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila
hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh
kelompok acuan.
5. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan
bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu pemeliharaan dan
pemotivasian. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar
pekerjaan dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah
reaksi negatif dinamakan sebagai pemeliharaan. Sebaliknya kepuasan ditarik
daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang
promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena
faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan
pemotivasian.
6. Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)
Menurut teori ini, semakin besar kesesuaian antara harapan dan kenyataan
maka semakin puas seseorang, begitu pula sebaliknya.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Mangkunegara (20011: 120) mengatakan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a. Faktor Pegawai
Yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi
fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi,
cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
b. Faktor Pekerjaan
Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi
jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.
Menurut Robbins (2006: 76) bahwa faktor – faktor yang mendorong
kepuasan kerja adalah :
1. Ganjaran yang pantas
2. Pekerjaan itu sendiri
4. Kesesuaian kepribadian-pekerjaan
Menurut De Santis dan Durst dalam Panggabean (2002: 130) faktor-faktor
yang perlu diperhatikan agar dapat menimbulkan kepuasan kerja pada diri seorang
karyawan yaitu :
1. Monetery/non-monetery, yaitu adanya penghargaan terhadap kinerja
karyawan dari segi monetery misalnya gaji dan upah dan non-monetery
misalnya promosi dan lain-lain.
2. Karakteristik pekerjaan (job characteristics), yaitu berkaitan dengan
pekerjaan itu sendiri dimana ia berkaitan dengan cara bagaimana karyawan
menilai tugas-tugas yang ada dalam pekerjaannya.
3. Karakteristik kerja (work characteristics), merupakan faktor-faktor yang
diduga dapat membantu atau menghalangi karyawan dalam pelaksanaan
tugas-tugasnya.
4. Karakteristik individu yang dianutnya, yaitu sikap dan perilaku yang ada
pada individu akibat dari nilai-nilai.
2.1.4 Pengaruh dari Karyawan yang Tidak Puas dan Puas di Tempat Kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai dan ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaannya. Robbins dan Judge (2008: 111) menyatakan ada empat
respon kerangka yang menjadi kensekuensi ketidakpuasan kerja karyawan yang
berbeda satu sama lain bersama dengan dua dimensi: konstruktif/destruktif dan
a. Keluar (exit). Ditunjukkan dengan meninggalkan organisasi.
b. Aspirasi (voice). Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki
kondisi, termasuk menyarankan perbaikan atau mendiskusikan masalah
dengan atasan.
c. Kesetiaan (loyality). Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman
eksternal dan percaya pada organisasi dan manajemennya.
d. Pengabaian (neglect). Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih
buruk, temasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus,
kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
2.2 Pendidikan
2.2.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1, “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.” Sedangkan menurut Ahmad, (1982: 4) dalam Adhanari, (2005: 10),
Pendidikan itu merupakan kegiatan proses belajar mengajar yang sistem
pendidikannya senantiasa berbeda dan berubah-ubah, dari masyarakat yang satu
kepada masyarakat yang lain. Pendapat lain tentang pengertian pendidikan
Pendidikan adalah proses di mana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan,
kapasitas-kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan alat atau media
yang disusun sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang
lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.”
Pengertian pendidikan bila dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja
menurut Tirtaharja dan Sulo (1994: 37) dalam Adhanari (2005: 11) yaitu
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Sebagaimana dikemukakan oleh Zainun (2001: 80) menyatakan bahwa
pendidikan jika dikaitkan dengan dunia kerja pada dasarnya pendidikan
dimaksudkan untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia sebelum memasuki
pasar tenaga kerja. Diharapkan hendaknya pengetahuan dan keahlian yang
diperoleh selama pendidikan dalam proporsi tertentu sesuai dengan syarat-syarat
yang dituntut oleh suatu pekerjaan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan
manusia untuk menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan di masa yang akan
datang khususnya di dunia kerja.
2.2.2 Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 adalah untuk
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga ne gara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Sementara menurut Tirtarahardja dan Sulo dalam Adhanari (2005: 12)
tujuan pendidikan terdiri atas empat bagian yaitu:
a. Tujuan umum pendidikan nasional adalah untuk membentuk manusia
Pancasila.
b. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga
pendidikan tertentu untuk mencapainya.
c. Tujuan kurikuler yaitu tujuan bidang studi atau pelajaran.
d. Tujuan instruksional yaitu tujuan kurikulum yang berupa bidang studi
terdiri dari pokok bahasan, terdiri atas tujuan instruks ional umum dan
tujuan instruksional khusus.
2.2.3 Tingkat Pendidikan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 14-19, jenjang pendidikan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Dasar
Merupakan jenjang paling dasar pendidikan di Indonesia yang mendasari
pendidikan menengah. Anak usia 7 - 15 tahun diwajibkan mengikuti
pendidikan dasar. Bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD/MI)
b. Pendidikan Menengah
Merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan dasar. Pendidikan menengah
diselenggarakan selama 3 tahun dan terdiri atas Sekolah Menengah Umum
dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
c. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, atau menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian.
Jenjang tersebut adalah jenjang pendidikan yang secara resmi dan wajib
diikuti oleh setiap peserta didik dalam jalur pendidikan formal, tetapi ada tahap
pendidikan yang tidak wajib dilaksanakan yaitu pendidikan anak usia dini
sebelum mengikuti pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangs
angan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan Anak Usia Dini antara lain adalah Taman Kanak-kanak (TK) dan
2.3 Prestasi Kerja
2.3.1 Pengertian Prestasi Kerja
Organisasi adalah kumpulan orang yang memiliki kompetensi yang
berbeda-beda, yang saling tergantung satu dengan yang lainnya, yang berusaha
untuk mewujudkan kepentingan bersama mereka, dengan memanfaatkan berbagai
sumber daya. Pada dasarnya tujuan bersama yang ingin diwujudkan oleh
organisasi adalah mencari keuntungan. Prestasi kerja merupakan gabungan dari
tiga faktor penting yaitu kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi
tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang karyawan. Semakin tinggi ketiga
faktor diatas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.
Menurut Handoko (2012: 19) mengartikan prestasi kerja sebagai ungkapan
kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi
dalam menghasilkan sesuatu. Menurut Hasibuan (2004: 94), menyatakan bahwa
prestasi kerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Selanjutnya Tua (2002: 195) mendefenisikan prestasi kerja merupakan
hasil kerja yang dihasilkan karyawan atau perilaku nyata yang di tampilkan sesuai
dengan perannya dalam organisasi. Byars dan Rue (1984) dalam Sutrisno (2009:
50) mengartikan prestasi kerja sebagai tingkat kecakapan seseorang pada
tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada
bobot kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di
ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadi serta persepsi terhadap
peranannya dalam pekerjaannya itu.
Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2006: 9).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan dapat dikatakan bahwa prestasi
kerja merupakan tingkat keberhasilan suatu pekerjaan dibandingkan dengan
strandar yang telah ditentukan sebelumnya pada perdiode tertentu, jika hasil kerja
sesuai dengan standar yang ditetapkan maka seorang karyawan dikatakan
memiliki prestasi kerja yang baik.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempegaruhi prestasi kerja seperti
dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Mangkunegara (2011: 67), ada dua
faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yaitu
a. Faktor kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari potensi (IQ)
dan kemampuan (knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ
diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
b. Faktor Motivasi
Motivasi tumbuh dari sikap (attitude) seorang pegawai yang menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan
diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan perusahaan. Sikap mental
merupakan kondisi yang mendorong diri pegawai untuk berusaha
mencapai prestasi kerja secara maksimal. Seorang pegawai harus memiliki
sikap mental yang siap secara psikologis (mental, fisik, tujuan dan situasi)
artinya, seorang pegawai harus siap secara mental maupun secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu
memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja aman dan nyaman sesama
karyawan.
Sedangkan menurut Byar dan Rue (1984) dalam Sutrisno (2009: 151),
mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor
individu dan lingkungan.
1. Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah :
a. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang
digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.
b. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu tugas.
c. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu
2. Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah :
Kondisi fisik, peralatan, waktu, material, pendidikan, supervisi, disain
organisasi, pelatihan, keberuntungan.
2.3.3 Aspek-Aspek Prestasi Kerja
Aspek-aspek yang terdapat dalam prestasi kerja seorang karyawan
menurut Hasibuan dalam Mangkunegara (2009: 17) adalah :
a. Kuantitas kerja yaitu jumlah kerja yang dilakukan suatu periode waktu
yang ditentukan.
b. Kualitas kerja yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapan.
c. Pengetahuan kerja yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilan.
d. Kreativitas yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e. Kerja sama yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama
anggota organisasi).
f. Dispilin kerja yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya.
g. Disiplin kerja yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran
dan penyelesaian pekerjaan.
h. Kepribadian yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
Menurut Moenir (2005: 9) terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan
standar prestasi kerja, yaitu :
a. Kualitas kerja yang meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta
kebersihan.
b. Kuantitas kerja yang meliputi output rutin dan output non ruti (ekstra).
c. Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya mengikuti
instruksi, kemampuan inisiatif, kehati-hatian dan kerajinan.
d. Sikap yang meliputi sikap terhadap perusahaan, karyawan lain, pekerjaan
serta kerja sama.
2.3.4 Imbalan Karyawan Berprestasi
Imbalan merupakan motivator yang positif bagi para karyawan untuk
meningkatkan prestasi. Pemberian imbalan berguna baik bagi perusahaan maupun
karyawan karena imbalan digunakan untuk mendorong karyawan dalam
memperbaiki kualitas dan kuantitas kerjanya. Menurut Sulistiyani (2003: 206)
imbalan merupakan konteks yang lebih luas melalui pemberian kompensasi oleh
suatu institusi yang diorganisasikan meliputi seluruh paket keuntungan yang
disediakan organisasi kepada anggotanya dan mekanisme-mekanisme serta
prosedur-prosedur dimana keuntungan dapat didistribusikan.
Upah, gaji, pensiunan, rekreasi, dan promosi jabatan yang lebih tinggi,
tetapi termasuk juga imbalan lainnya seperti jaminan keselamatan kerja,
pemindahan kerja pada posisi yang lebih menantang atau pada posisi yang
mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan dll. Mondy (2008: 4) kompensasi
1. Kompensasi finansial
Tediri dari langsung dan tidak langsung. Adapun kompensasi secara
langsung terdiri dari bayaran seseorang dalam bentuk upah, gaji dimana
merupakan imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara
teratur seperti tahunan, caturwulan, bulanan, mingguan, ada juga insentif
yang merupakan imbalan langsung kepada karyawan karena kinerjanya
melebihi standar yang telah ditentukan, komisi, dan bonus.
Menurut Rivai (2004: 387) terdapat dua penggolongan insentif, yaitu:
a. Insentif individu memilik program yang bertujuan untuk memberikan
penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat
mencapai standar prestasi tertentu. Dapat berupa upah per output atau
per waktu.
b. Insentif kelompok memiliki sistem pembayaran yang berbeda dengan
insentif individu yang seringkali sukar dilaksanakan karena untuk
menghasilkan sebuah produk dibutuhkan kerjasama. Oleh sebab itu
insentif ini diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka
juga melebihi standar yang ditetapkan.
c. Kompensasi non finansial
Mencakup faktor-faktor psikologis dan fisik di dalam lingkungan
terhadap perusahaan.
2.3.5 Penilaian Prestasi Kerja
Ukuran prestasi kerja adalah standar dan target yang telah ditentukan
karyawan untuk mencapai standar atau target tersebut bahkan berusaha melebihi
standar yang ditepakan. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan adanya penilaian
untuk mengukur sejauh mana kontribusi atau prestasi karyawan melalui berbagai
teknik atau cara penilaian yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam kebijakan promosi maupun bahan evaluasi. Penilaian ini
disebut penilaian prestasi kerja.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian penilaian prestasi kerja
diantaranya menurut Dessler (2008 : 290) penilaian prestasi kerja adalah suatu
prosedur yang mengaitkan pengaturan standar kerja, mengukur kinerja terkini dari
karyawan yang dibandingkan dengan standar dan memberi timbal balik pada
karyawan dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan menghilangkan kinerja
yang buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik.
Menurut Malthis dan Jackson (2006: 382) penilaian prestasi kerja adalah
proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan
informasi tersebut kepada karyawan. Menurut Byras dan Rue (2006: 223)
penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana
karyawan melakukan pekerjaan dan menyusun rencana pengembangan kepada
para karyawan itu sendiri.
Menurut Sofyandi (2008: 122) Penilaian kinerja (performance appraisal)
adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam
penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu
mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian
kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan
akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan
memberikan kontribusi kepada organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi
kerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi penerapan
sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas pada
waktu, adanya pengarahan, dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan
masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai
dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada
gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan.
Maka sangat diperlukan metode penilain prestasi kerja yang tepat agar sasaran
dari penilaian prestasi kerja dapat dicapai.
2.3.6 Tujuan dan Kegunaan Serta Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen
untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar kinerja
serta memotivasi karyawan diwaktu berikutnya.
Menurut Mathis dan Jackson (2001: 81) tujuan dan kegunaan penilaian
prestasi kerja antara lain:
1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi: identifikasi kebutuhan latihan,
umpan balik kinerja, menentukan transfer dan penugasan, dan identifikasi
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: keputusan untuk
menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan
karyawan, pengukuran kinerja karyawan, pemutusan hubungan kerja, dan
mengidentifikasi pekerjaan yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi: perencanaan SDM, menentukan
kebutuhan pelatihan, evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, informasi
untuk identifikasi tujuan, evaluasi terhadap sistem SDM, dan penguatan
terhadap kebutuhan pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi: kreteria untuk validitas penelitian,
dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan membantu untuk
memenuhi persyaratan hukum.
Adapun manfaat penilaian prestasi kerja menurut Werther dan Davis dalam
Sirait (2006: 129) menyebutkan manfaat penilaian prestasi kerja adalah sebagai
berikut:
1. Memperbaiki prestasi kerja
Prestasi yang sudah baik harus ditingkatkan lagi dan prestasi yang buruk
harus segera diperbaiki.
2. Untuk dapat melakukan penyesuaian kompensasi
Kompensasi tidak boleh statis tetapi harus dinamis, yaitu dinamis menurut
harga pasar dan kontingensi (dihubungkan dengan prestasi karyawan
masing-masing).
3. Untuk bahan pertimbangan penempatan, promosi, transfer, dan demosi.
5. Melalui penilaian prestasi kerja, kita dapat menetapkan materi latihan dan
pengembangan.
2.3.7 Indikator-Indikator Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja harus memiliki indikator tertentu mengenai sifat dan
karakteristik kerja karyawan yang dapat diukur (measureable).
Menurut Mathis dan Jackson (2006: 378) terdapat beberapa indikator dalam
mengukur prestasi kerja karyawan yaitu :
1. Kualitas kerja karyawan.
Meliputi segi ketelitian dan kerapihan kerja, kecepatan penyelesaian
pekerjaan, ketepatan waktu dan kecakapan.
2. Kuantitas kerja karyawan
Merupakan kemampuan secara kuantitaif dalam mencapai target atau basil
kerja atas tugas-tugas, seperti kemampuan menyusun rencana, kemampuan
melaksanakan perintah/instruksi.
3. Kehadiran Karyawan
Adalah aktifitas para karyawan di dalam kegiatan rutin kantor maupun
acara-acara lain yang ada kaitannya dengan kedinasan.
4. Kerjasama Karyawan
Yaitu kemampuan karyawan dalam melakukan kerjasama dengan setiap
orang baik vertikal maupun horizontal.
Sedangkan menurut Moeheriono (2009: 106) dalam mengimplementasikan
penilaian prestasi kerja, langkah terpenting adalah menentukan variabel penilaian.
1. Hasil kerja
Pencapaian hasil kerja atau target karyawan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
2. Kerjasama
Kesediaan karyawan untuk berhubungan dan bekerjasama, secara vertikal
maupun horizontal dalam menyelesaikan pekerjaan.
3. Sikap kerja (work attitude)
Sikap karyawan dalam bekerja, semangat kerjanya serta motivasi yang
timbul di dalam individu karyawan.
4. Disiplin kerja
Sikap karyawan yang mematuhi peraturan perusahaan dan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh atasan.
2.3.8 Proses Penilaian Prestasi Kerja
Proses penilaian prestasi kerja merupakan hal penting dalam penilaian,
maka proses-proses penilaian harus dilakukan dengan mekanisme yang benar
sesuai standar operasional presedur.
Menurut Dessler (2010: 327) proses penilaian kinerja terdiri dari tiga tahap
yaitu:
1. Mendefinisikan pekerjaan.
Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa pemimpin dan
2. Menilai kinerja.
Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari
bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini biasanya
melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.
3. Memberikan umpan balik.
Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik. Dalam hal ini,
atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan karyawan, dan
membuat rencana untuk pengembangan apapun yang dibutuhkan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Sagala, (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbedaan
Prestasi Kerja dan Kepuasan Kerja Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Karyawan
Divisi Umum dan SDM PT Inalum Kuala Tanjung”. Penelitiannya dengan
menggunakan Analisis Varian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata
prestasi kerja karyawan ditinjau dari tingkat pendidikan dan ada perbedaan
rata-rata kepuasan kerja karyawan ditinjau dari tingkat pendidikan.
Mufidah, Mandey, dan Mananeke (2014) melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Tingkat Pendidikan, Kompetensi dan Kompensasi Terhadap
Kinerja Karyawan Pada PT Asuransi Jasaraharja Putera Manado”. Dengan
menggunakan metode analisis regresi linear berganda hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, kompetensi dan kompensasi berpengaruh
positif dan signifikan baik secara simultan maupun secara parsial.
Ridjal (2006) yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja
industri di Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa prestasi kerja karyawan
dipengaruhi oleh antara lain variabel jaminan sosial, variabel pendidikan, variabel
pengalaman, variabel keterampilan, variabel sarana dan prasarana, variabel umur,
variabel kepribadian, variabel penghargaan, variabel kepribadian, variabel sikap
dan variabel moral berpengaruh terhadap kinerja.
Adhanari (2005) melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Tingkat
Pendidikan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada
Maharani Handicraft di Kabupaten Bantul” menyimpulkan bahwa, variabel
tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel
produktivitas kerja. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan indeks pada tingkat
pendidikan akan diikuti pula oleh kenaikan indeks tingkat produktivitas secara
signifikan.
Efrizal (2011) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kepuasan
kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada Rumah Sakit Islam Malang”. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap prestasi kerja karyawan Rumah Sakit Islam Malang.
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan variabel yang
diteliti yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan. (Sugiono, 2004)
Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau kecewa seorang
karyawan terhadap pekerjaannya dengan membandingkan harapannya dengan
kenyataan yang didapat. Sehingga karyawan yang puas dan tidak puas akan
tentu akan terdorong untuk berprestasi dalam bekerja sebaliknya karyawan yang
tidak puas akan memiliki kinerja yang cenderung negatif.
Robbins dan Judge (2008: 99) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai
suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Selanjutnya Robbins dan Judge (2008:
111) menyatakan ada empat respon kerangka yang menjadi kensekuensi
ketidakpuasan kerja karyawan yang berbeda satu sama lain bersama dengan dua
dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Sehingga karyawan yang puas
akan cenderung bersikap konstruktif dan aktif sebaliknya karyawan yang tidak
puas akan bersikap destruktif dan pasif. Dengan demikian kepuasan kerja
karyawan yang berbeda satu dengan lainnya akan berdampak juga pada prestasi
kerja yang berbeda.
Selanjutnya tingkat pendidikan karyawan akan berpengaruh terhadap
prestasi kerja. Robbins dan Judge (2008: 56) menyatakan bahwa karakteristik
individual meliputi: karakteristik fisik, intelektual dan biografis. Terlihat bahwa
salah satu karakteristik individu adalah karakteristik intelektual yang dapat
diperoleh melalui pendidikan sehingga tingkat pendidikan yang berbeda akan
menyebabkan kemampuan intelektual yang berbeda pula. Tingkat intelektual yang
berbeda akan menyebabkan prestasi kerja yang berbeda. Dengan demikian
tingkat pendidikan karyawan akan berdampak pada prestasi kerjanya.
Selanjutnya menurut Tirtaharja dan Sulo (1994: 37) menyatakan
pendidikan jika dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai
kemudian menurut Zainun (2001: 80) menyatakan bahwa Pada dasarnya
pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia sebelum
memasuki pasar tenaga kerja. Diharapkan hendaknya pengetahuan dan keahlian
yang diperoleh selama pendidikan dalam proporsi tertentu sesuai dengan
syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyiapkan peserta didik
agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam
memasuki kehidupan di masa yang akan datang khususnya di dunia kerja.
Dengan demikian tingkat pendidikan yang berbeda akan berpengaruh terhadap
prestasi kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka konseptual penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
Kepuasan Kerja (X1)
Tingkat Pendidikan (X2)
Prestasi Kerja (Y)
Karyawan PT JNE Medan Divisi Umum & Logistik
≠
≠
≠
≠
≠
Sumber: Robbins dan Judge (2008: 56, 99 dan 111), Zainun (2001:80) Gambar.2.1 Kerangka Konseptual
2.6 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan teori-teori yang mendukung serta
kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan rata-rata prestasi kerja ditinjau dari kepuasan kerja
karyawan pada Divisi Umum dan Logistik PT. Tiki Jalur Nugraha
Ekakurir Medan
2. Ada perbedaan rata-rata prestasi kerja Karyawan ditinjau dari tingkat
pendidikan karyawan pada Divisi Umum dan Logistik PT. Jalur Nugraha
Ekakurir Medan.
Prestasi Kerja Karyawan S1
Prestasi Kerja Karyawan Puas
Prestasi Kerja Karyawan Tidak Puas Prestasi Kerja Karyawan
D3
Prestasi Kerja Karyawan SMA