BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Analisis Jalur
Teknik analisis jalur yang dikembangkan oleh Sewal Wright di tahun 1934, sebenarnya merupakan pengembangan korelasi yang diurai menjadi beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, analisis jalur mempunyai kedekatan dengan regresi berganda. Dengan kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur (Sarwono, 2007).
Path analysis walaupun cukup lama dikembangkan, tetapi baru dikenal secara luas oleh para ahli ilmu-ilmu sosial setelah sosiolog Otis D. Duncan pada tahun 1966 memperkenalkannya ke dalam literatur sosiologi lewat tulisannya “Path Analysis : Sociological Example” yang dimuat dalam AJS (American
Journal of Sociology). Sejak saat itulah, path analysis banyak dibicarakan, khususnya oleh para ahli sosiologi, bahkan diantaranya ada yang menganggap path analysis sebagai “the modus operandi of sociological research” (Miller & Stokes, 1975:193). Sekarang path analysis bukanlah monopoli para sosiolog lagi.
Jadi, pada awalnya analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewal Wright (1934). Namun, analisis jalur tersebut baru dikenal luas setelah Otis D. Duncan, seorang ahli sosiologi yang menulis literatur sosiologinya pada American Journal of Sociology. Analisis jalur (path analysis) sendiri bertujuan untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh yang ada pada seperangkat variabel eksogen terhadap variabel endogen.
Seperti yang dikemukakan oleh Riduwan dan Achmad Engkos Kuncoro bahwa analisis jalur bertujuan untuk menerangkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari seperangkat variabel secara serempak (simultan) atau mandiri (parsial) dari variabel penyebab (eksogen) terhadap variabel akibat (endogen). Model path analysis yang dibicarakan adalah pola hubungan sebab akibat atau “a
set of hypothesized causal asymetric relation among the variables”.
2.2 Pengertian Analisis Jalur
Terdapat beberapa definisi mengenai analisis jalur diantaranya, yaitu Riduwan dan Achmad Engkos Kuncoro mengemukakan bahwa “analisis jalur digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsusng maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen)
terhadap variabel terikat (endogen)”. David Garson dalam Jonathan Sarwono
model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti”. Sementara itu definisi lain datang dari Paul Webey dalam Jonathan Sarwono (2007), yang
mengatakan bahwa “Analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk
regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal
dalam seperangkat variabel”. Sedangkan Sarwono mengartikan analisis jalur
sebagai “kepanjangan dari analisis regresi berganda”.
Jadi, dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa analisis jalur merupakan suatu teknik dalam menganalisis masalah regresi berganda dengan menggambarkan masalah tersebut menjadi jalur-jalur yang saling berhubungan. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah dimana anak panah tunggal menunjukkan sebagai penyebab (David Garson dalam Jonathan Sarwono, 2007). Jalur-jalur yang berisikan variabel eksogen dan endogen tersebut dihubungkan oleh beberapa anak panah, yaitu panah tunggal dan panah berujung ganda. Dimana anak panah tunggal menunjukkan sebagai penyebab. Namun, terkadang terdapat pula anak panah berujung ganda yang saling menghubungkan variabel-variabel eksogen (bebas). Anak panah tersebut menyatakan adanya hubungan korelasi (saling mempengaruhi) di antara variabel tersebut.
Jika pada konsep regresi tidak dipermasalahkan mengapa hubungan antar variabel terjadi serta apakah hubungan antar variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri atau mungkin dipengaruhi oleh variabel lain. Namun pada analisis jalur, hubungan antar variabel tersebutlah yang dipelajari.
Analisis jalur ini mempelajari apakah hubungan yang terjadi disebabkan oleh pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel independen terhadap variabel dependen, mempelajari ketergantungan sejumlah variabel dalam suatu model (model kausal), dan menganalisis hubungan antar variabel dari model kausal yang telah dirumuskan oleh peneliti atas dasar pertimbangan teoritis.
2.3 Asumsi-asumsi Analisis Jalur
Sebelum menganalisis data, ada baiknya memperhatikan beberapa asumsi-asumsi pada analisis jalur berikut :
a. Hubungan antar variabel bersifat linier dan normal.
b. Variabel endogen (terikat) minimal dalam skala ukur interval dan ratio. c. Hubungan sebab-akibat yang akan dianalisis didasarkan pada teori-teori
yang relevan, artinya model teori yang akan diuji telah sesuai dengan teori yang ada.
d. Hubungan antar variabel yang bersifat kausalitas hanya berlangsung satu arah.
f. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel).
2.4 Manfaat Analisis Jalur
Adapun manfaat atau kegunaan analisis jalur yaitu :
a. Menjelaskan suatu fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti.
b. Memprediksi nilai variabel endogen (terikat) berdasarkan variabel-variabel eksogen (bebas).
c. Menentukan variabel eksogen (bebas) mana yang lebih berpengaruh terhadap variabel endogen (terikat) dan menelusuri jalur-jalur pengaruh variabel eksogen (bebas) terhadap variabel endogen (terikat). Hal ini dikenal dengan faktor determinan.
d. Pengujian model menggunakan theory trimming, baik untuk uji reliabelitas (uji keajegan) konsep yang sudah ada dan uji pengembangan konsep baru.
2.5 Model Analisis Jalur
2.5.1 Model Analisis Jalur Berdasarkan Banyaknya Sub Struktur
a. Model Satu Jalur
Pada model ini hanya terdapat satu variabel endogen, sehingga pada persamaan strukturalnya nanti hanya terdapat satu sub struktur. Model ini disebut juga model regresi berganda karena rumus umumnya hampir sama dengan regresi berganda, dimana terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat serta adanya variabel lain yang tidak diukur (error). Adapun contoh dari diagram jalur model satu jalur dapat digambarkan seperti berikut :
Gambar 2.1 Model Satu Jalur
b. Model Dua Jalur
Pada model ini terdapat dua variabel endogen dan beberapa variabel eksogen. Model ini disebut juga model mediasi, karena terdapat variabel perantara yang mempengaruhi variabel endogen Y. Pada model ini terdapat dua sub struktur persamaan struktural. Adapun model dapat digambarkan sebagai berikut :
X1
X2
Gambar 2.2 Model Dua Jalur
c. Model Kompleks
Pada model ini terdapat lebih dari dua jalur, dimana terdapat variabel-variabel perantara yang juga mempengaruhi variabel-variabel endogen. Dikatakan kompleks karena terdapat lebih dari dua variabel endogen, sehingga dalam persamaan strukturalnya juga terdapat lebih dari dua persamaan struktural. Adapun model kompleks dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Model Kompleks Y2
Y1
X1
X2
X1 Y2
Y1
X2 Y
2.5.2 Model Analisis Jalur Berdasarkan Sebab Akibat
Adapun jika dilihat dari segi sebab akibat, model analisis jalur terbagi atas dua, yaitu :
A. Model Rekursif
Model ini memperlihatkan bahwa adanya hubungan satu arah di antara variabel-variabel eksogen yang ada terhadap variabel-variabel endogen. Hubungan ini ditunjukkan adanya panah satu arah yang hanya mengarah kepada variabel endogen. Adapun model rekursif dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Model Rekursif X1
X2
X3
B. Model Non Rekursif
Model ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antar variabel eksogen dan variabel endogen. Hubungan tersebut diperlihatkan dengan adanya anak panah yang berbalik (tidak searah). Gambar untuk model non rekursif sebagai berikut :
Gambar 2.5 Model Non Rekursif
Adapun yang dimaksud dengan model rekursif dapat diterangkan oleh contoh diagram di atas. Dimana variabel Y1 keY2 kemudian berbalik lagi dari Y2 ke Y1,
atau dari variabel X1 ke Y1 kemudian panah berbalik lagi dari Y1 ke X1.
2.6 Tahap-tahap Analisis Jalur
Berikut beberapa tahap di dalam analisis jalur, yaitu :
1. Membuat model (diagram jalur) berdasarkan konsep dan teori 2. Merumuskan persamaan struktural berdasarkan model
X1
X2
X2
3. Pemeriksaan terhadap asumsi-asumsi yang ada pada analisis jalur 4. Pendugaan parameter atau perhitungan koefisien jalur
5. Pengujian model 6. Interpretasi model
2.7 Konsep Dasar Analisis Jalur
2.7.1 Koefisien Jalur
Adapun yang dimaksud dengan koefisien jalur merupakan nilai yang menunjukkan pengaruh langsung variabel eksogen (X) terhadap variabel endogen (Y). Pengaruh tersebut dapat ditunjukkan seperti gambar berikut :
Gambar 2.6 Koefisien Jalur pada Diagram Jalur
Hubungan antara X1 dan X2 adalah hubungan korelasional. Intensitas
keeratan hubungan tersebut dinyatakan oleh besarnya koefisien korelasi r .
Hubungan X1 dan X2 ke Y adalah hubungan kausal. Besarnya pengaruh langsung
dari X1 ke Y, dan dari X2 ke Y, masing-masing dinyatakan oleh besarnya nilai 2 1x
x X1
X2
numerik koefisien jalur dan . Nilai menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel residu (implicit exogenous variable) terhadap Y.
Nilai menunjukkan variabel atau faktor residual yang fungsinya menjelaskan pengaruh variabel lain yang telah teridentifikasikan oleh teori, tetapi tidak diteliti atau variabel lainnya yang belum teridentifikasi oleh teori, atau muncul sebagai akibat dari kekeliruan pengukur variabel (Riduwan & Achmad Engkos Kuncoro, 2007). Untuk menghitung nilai digunakan rumus :
= 1 -
Dimana :
= Error
R2 = Koefisien Determinasi (pengaruh total variabel eksogen terhadap variabel
endogen yang dihitung secara parsial)
Berikut langkah-langkah untuk menghitung koefisien jalur, dalam hal ini untuk model analisis jalur berganda atau kompleks :
1. Gambarkan dengan jelas model (diagram jalur) yang mencerminkan permasalahan yang terkandung dalam hipotesa yang diajukan sehingga tampak jelas apa yang menjadi variabel eksogen dan apa yang menjadi variabel endogennya beserta persamaan strukturalnya.
X1 X2 ... Xu Moment Coefficient dari Karl Pearson. Digunakannya Product Moment Coefficient ini karena variabel-variabel yang akan dicari korelasinya berskala interval. Adapun formulanya yaitu :
2
Kemudian hitung matriks korelasi antar variabel eksogen yang menyususn
X1 X ... Xk
4. Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogen dengan rumus :
X1 X ... Xk
Sedangkan untuk menghitung koefisien korelasi dalam analisis jalur model sederhana, yang terdiri dari satu variabel eksogen dan satu variabel endogen nilainya sama dengan besarnya koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut
(p
i ux
2.7.2 Pengaruh Variabel Eksogen Terhadap Variabel Endogen
Pengaruh yang diterima oleh variabel endogen dapat terjadi secara sendiri-sendiri (parsial) maupun secara bersama-saZma (simultan). Pengaruh secara parsial dapat berupa pengaruh langsung (direct effect) dan dapat juga berupa pengaruh tidak langsung (direct effect) melalui variabel eksogen yang lain. Adapun cara untuk menghitung besarnya pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total variabel eksogen tehadap variabel endogen secara parsial (sendiri-sendiri) yaitu sebagai berikut :
a. Pengaruh langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen = p
i ux
x x Pxuxi
b. Pengaruh tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen yaitu = p
i ux
x x r x pxuxi
c. Pengaruh total variabel eksogen terhadap variabel endogen yaitu dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen :
= [p
i ux
x x pxuxi] + [pxuxi x r x pxuxi]
Sedangkan untuk menghitung pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen secara bersama-sama (simultan) dapat menggunakan rumus berikut :
2 1x
x
2 1x
k
atau besarnya pengaruh variabel eksogenus secara bersama-sama (gabungan) terhadap variabel endogenus.
k
1 adalah koefisien korelasi variabel eksogenus X1,
X2, … Xk dengan variabel endogenus Xu.
2.8 Pengujian Koefisien Jalur
Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang telah dihitung, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, serta menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogenus terhadap variabel endogenus, dapat dilakukan dengan langkah kerja berikut :
1. Nyatakan hipotesis statistik (hipotesis operasional) yang akan diuji.
Ho : pxuxi= 0, artinya tidak terdapat pengaruh variabel eksogenus (Xu) terhadap
H1 : pxuxi≠ 0, artinya terdapat pengaruh variabel eksogenus (Xu) terhadap
variabel endogenus (Xi).
Dimana u dan i = 1, 2, … , k
2. Gunakan statistik uji yang tepat, yaitu :
a. Untuk menguji setiap koefisien jalur (secara parsial) :
1
k = Banyaknya variabel eksogenous dalam sub-struktur yang sedang diuji
t = Mengikuti tabel distribusi t, dengan derajat bebas = n – k – 1
Kriteria pengujian :
- Ditolak H0 jika nilai thitung ttabel(n-k-1).
b. Untuk menguji koefisien jalur secara keseluruhan/bersama-sama
k = Banyaknya variabel eksogenus dalam sub-struktur yang sedang diuji
t = Mengikuti tabel distribusi F Snedecor, dengan derajat bebas (degrees of freedom) k dan n – k – 1
Kriteria pengujian :
- Ditolak H0 jika nilai Fhitung Ftabel(k, n-k-1).
- Diterima H0 jika nilai Fhitung Ftabel(k, n-k-1).
c. Untuk menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogenus terhadap variabel endogenus.
Kriteria pengujian :
- Ditolak H0 jika nilai thitung ttabel (n-k-1); atau
- Ditolak H0 jikanilai thitung ttabel (n-k-1).
3. Ambil kesimpulan, apakah perlu trimming atau tidak. Apabila terjadi trimming, maka perhitungan harus diulang dengan menghilangkan jalur yang menurut pengujian tidak bermakna (no significant).
2.9 Teori-teori Variabel Penelitian
2.9.1 Hasil Belajar
2.9.1.1 Pengertian Hasil Belajar
Tujuan Instruksional
a c
Pengalaman belajar b Hasil Belajar
(proses belajar-mengajar)
Gambar 2.7 Hubungan Unsur-Unsur Belajar-Mengajar
Garis (a) meenunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan proses belajar-mengajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara proses belajar-mengajar dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari ketiga unsur-unsur tersebut masing-masing berhubungan antara satu sama lain, yang kesemuanya mengarah pada hasil belajar sebagai sebuah akhir pencapaian (penilaian) dalam proses belajar-mengajar. Jadi, dapat didefinisiskan bahwa hasil belajar merupakan suatu pencapaian oleh siswa atas proses belajar-mengajar yang telah ditempuh, yang di dalamnya terkandung tujuan-tujuan instruksional.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan suatu penilaian yang diperoleh dari kemampuan siswa mengikuti proses belajar, yang berupa angka atau huruf pada periode waktu tertentu.
2.9.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Soekanto (2012) menyebut bahwa di dalam pola hubungan interaksi sosial anak dan remaja merupakan salah satu pihak, di samping adanya pihak lain. Pihak-pihak tersebut saling mempengaruhi, sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian tertentu. Pihak-pihak tersebut dapat disebut sebagai lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu.
Soekanto (2012) juga menyebutkan bahwa ada pengaruh dari lingkungan sosial dalam mempengaruhi tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi anak dan remaja, di samping juga terdapat peranan-peranan pribadi yang tidak mustahil mempunyai pengaruh yang lebih besar. Lingkungan sosial tersebut dapat berupa keluarga (misalnya orang tua, saudara-saudara, dan kerabat dekat), kelompok sepermainan, dan kelompok pendidik (sekolah).
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu ada dua faktor, antara lain :
a. Faktor internal
b. Faktor internal
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari luar siswa, yakni lingkungan sosial. Seperti yang telah dikemukakan oleh Soekanto (2009) bahwa yang termasuk lingkungan sosial yaitu keluarga, kelompok sepermainan, dan kelompok pendidik (sekolah). Kedua faktor tersebut juga berperan penting dalam belajar sehingga secara tidak langsung mempengaruhi dalam pencapaian hasil belajar siswa.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Syah (2010) yaitu bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu ada tiga faktor, antara lain faktor internal (keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa), faktor internal (kondisi lingkungan di sekitar siswa), serta faktor pendekatan belajar (jenis upaya belajar siswa yang meiputi strategi dan metode yang digunakan siswa).
2.9.1.3 Indikator dan Jenis-jenis Hasil Belajar
Adapun menurut Syah (2010) dalam bukunya Psikologi Pendidikan dikatakan
bahwa, “pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkap
atau diukur”. Berikut tabel yang menyajikan tentang indikator, jenis, dan cara
Barlow, 1985; Petty, 2004) dalam Muhibbin Syah, 2009 dengan penyesuian seperlunya.
Tabel 2.1
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Hasil Belajar
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
A. Ranah Cipta (Kognitif)
1. Pengamatan
2. Ingatan
3. Pemahaman
4. Penerapan
1. Dapat menunjukkan 2. Dapat membandingkan 3. Dapat menghubungkan
1. Dapat menyebutkan
2. Dapat menunjukkan kembali
1. Dapat menjelaskan 2. Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri
1. Dapat memberikan contoh 2. Dapat menggunakan secara tepat
1. Tes lisan 2. Tes tertulis 3. Observasi
1. Tes lisan 2. Tes tertulis 3. Observasi
1. Tes lisan 2. Tes tertulis
5. Analisis
B. Ranah Ras (Afektif)
1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Apresiasi atau sikap menghargai
1. Menganggap penting dan bermanfaat
2. Menganggap indah dan harmonis
1. Tes skala penilaian atau sikap
4. Internalisasi (pendalaman)
5. Karakterisasi (penghayatan)
1. Mengakui dan meyakini 2. Mengingkari
1. Melembagakan atau Meniadakan
2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
2.9.1.4 Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran (Sudjana, 2009).
Secara umum, sistem penilaian hasil belajar dibedakan atas dua sistem yaitu penilaian acuan norman (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian acuan norma (PAN) merupakan penilaian yang didasarkan atas rata-rata kelompok siswa. Sedangkan penilaian acuan patokan (PAP) merupakan penilaian yang didasarkan atas tujuan instruksional yang harus dicapai siswa. Sudjana (2009) mengungkapkan bahwa sistem penilaian acuan patokan ini disebut juga standar mutlak, karena dalam penilaian bisa saja terjadi semua siswa gagal atau tidak lulus karena tidak dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
2.9.2. Kegiatan Ekstrakurikuler
2.9.2.1 Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri merupakan bagian dari pengembangan diri, dan biasanya difasilitasi atau dibimbing oleh guru atau tenaga kependidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling yang merupakan wahana pengembangan pribadi peserta didik melalui berbagai aktivitas sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat siswa, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan materi kurikulum sebagai bagian tak terpisahkan dari tujuan dan untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan di seluruh lembaga pendidikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah segala aktivitas yang dilakukan siswa di luar kegiatan belajar mengajar yang telah terjadwal oleh sekolah yang dinyatakan dalam nilai yang ada di laporan hasil belajar (siswa) raport siswa.
2.9.2.2 Jenis-jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
Dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan minat dan bakat siswa, ada beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diterapkan di lembaga pendidikan, antara lain :
2. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), Kegiatan Penguasaan Keilmuan dan Kemampuan Akademik, Penelitian.
3. Latihan/Lomba, Keterbakatan/Prestasi, meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik, teater, dan keagamaan.
4. Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya. Pada prinsipnya masih banyak lagi jenis ekstrakurikuler yang dapat dilaksanakan demi mengembangkan minat dan bakat peserta didik.
2.9.2.3 Penilaian Kegiatan Ekstrakurikuler
2.9.3 Interaksi Sosial
2.9.3.1 Pengertian Interaksi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk selalu berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan manusia tidak bisa lepas dari keberadaan orang lain yang ada di sekitarnya. Di dalam interaksi tersebut, terdapat suatu kontak dan komunikasi dengan orang lain, yang mendorong individu atau sekolompok individu tersebut untuk saling berhubungan satu sama lain.
Menurut Soekanto (2012), bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Jadi interaksi sosial dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal-balik antara individu-individu, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara individu dengan kelompok manusia yang menghasilkan aktivitas-aktivitas sosial.
Soekanto (2012) juga mengemukakan bahwa apabila dua orang bertemu, interaksi sosial telah dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan dan sebagainya. Semuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.
Dari kedua contoh yang telah dikemukakan di atas, dapat terlihat bahwa interaksi sosial terjadi karena adanya kontak dan komunikasi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kontak dan komunikasi tersebut merupakan suatu syarat terjadinya interaksi sosial. Dengan kata lain, interaksi sosial hanya berlangsung jika kedua belah pihak memberikan reaksi atas hubungan yang dilakukan.
Jadi dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan di atas, penulis kemudian menarik suatu kesimpulan mengenai pengertian interaksi sosial. Penulis menyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik, respon akibat adanya komunikasi dan kontak antara dua individu atau lebih.
2.9.3.2 Faktor-faktor Yang Mendasari Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (2012) dalam “Pengantar Sosiologi”, ada beberapa faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial, antara lain :
1. Imitasi
atau negatif. Contohnya, seorang anak SMP merokok karena meniru temannya yang seorang perokok.
Imitasi juga dapat menyebabkan daya kreasi seseorang mati atau tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena orang tersebut hanya meniru setiap perlakuan/sikap, dan sebagainya yang dianggap menarik oleh orang tersebut.
2. Sugesti
Faktor ini berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda emosi, yang menghambat daya berpikirnya secara rasional.
Proses ini juga mungkin terjadi karena apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya yang otoriter. Atau mungkin juga karena orang yang memberikan pandangan merupakan bagian dari suatu kelompok yang bersangkutan, atau masyarakat.
3. Identifikasi
Identifikasi merupakan suatu proses kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk sama dengan pihak lain. Proses ini sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk karena proses ini. Namun, sebelum seseorang sampai pada proses identifikasi ini, mulanya orang tersebut melalui proses imitasi dan atau sugesti.
pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan menjiwai pada orang tersebut.
4. Simpati
Simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Pada proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati ialah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Banyak sekali contoh simpati yang dapat dilihat pada kehidupan nyata, seperti seseorang yang menggalang dana untuk membantu konflik yang sedang terjadi di Palestina, juga seseorang yang meminjamkan uang kepada orang lain untuk membantu mengatasi masalah orang tersebut, dan lain sebagainya. Kesemua contoh tersebut pada mulanya didasari akan perasaan iba atau rasa kasihan akan penderitaan orang lain, sehingga timbul dorongan untuk membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
2.9.3.3 Interaksi Sosial Di Kalangan Remaja
Di dalam proses interaksi tersebut, terdapat proses sosialisasi yang bertujuan agar dipatuhi dan dimengertinya nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat. Dalam proses sosialisasi yang khususnya tertuju pada anak-anak, banyak pihak yang berperan di dalamnya. Pihak-pihak tersebut yaitu keluarga, kelompok sepermainan, dan atau kelompok pendidik (sekolah).
Secara psikologis, usia remaja merupakan usia dimana yang bersangkutan sedang mencari identitasnya. Untuk itu, harus ada tokoh-tokoh ideal yang mampu memberikan contoh-contoh yang terpuji. Oleh karena itu, pada masa ini orangtua diharapkan dapat memberikan atau menanamkan pengertian kepada anaknya yang sedang dalam masa remaja, karena pada masa ini pergaulan remaja ruang lingkupnya bertambah luas (baik di sekolah maupun di luar sekolah).
Pergaulan tersebut dapat membentuk kepribadian yang baik maupun yang buruk, hal ini bergantung pada penerimaan yang bersangkutan terhadap hal-hal yang berlangsung di dalam lingkungannya. Remaja akan senantiasa selalu mencari hal-hal baru atau mengadaptasi, bahkan meniru segala hal yang dianggapnya menarik dari lingkungan sekelilingnya.