STUDI PREFERENSI VARIETAS UNGGUL BERAS PADA
KONSUMEN DARI BEBERAPA WILAYAH YANG MEWAKILI
KONSUMEN BERAS INDONESIA
SKRIPSI
MUNYATUL ISLAMIAH
F24070100
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PREFERENCE STUDY OF HIGH YIELDING VARIETIES OF RICE ON SOME
AREAS IN INDONESIA WHICH REPRESENT THE RICE CONSUMERS IN
INDONESIA
Munyatul Islamiah, Hanifah Nuryani Lioe, and Anton Apriyantono
Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone +62 856 9256 7682, e-mail: munyatul.islamiah@yahoo.com
ABSTRACT
Indonesia is an agricultural country. One of the most important agriculture product is rice which is a staple food for people of Indonesia. Every province in Indonesia has a difference of high yielding variety of rice. It relates to the acceptance and preference of the consumers which are influenced by social environment and origin of area of the consumers where they live. The preference of consumers and the palatability determine quality and sensory characteristic of rice. This study aimed to characterize the sensorial quality of rice, identify preference of consumers to cooked rice, and to relate between the preference and the sensory descriptive of cooked rice. Four domestic high yielding varieties were evaluated by trained sensory panels and 152 peoples who consist of peoples from West Java, West Sumatra, South Sulawesi, and Papua. The result showed that the preference of consumers from West Java and South Sulawesi was influenced by the taste and texture of cooked rice. They less liked taste and texture of cooked rice from Cisokan. Thr preference of these consymers to the taste and texture of Ciherang and Membramo rice was more than those of Cisokan. However, the consumers from West Sumatra less prefered taste, aroma, and texture of cooked rice from Ciliwung. The consumers from Papua less prefered aroma of cooked rice from Ciherang. According to consumers, the sensory characteristics most important to acceptance of cooked rice were pandan aroma, vanilla aroma, nutty aroma, salty, umami, hardness, particle size, and roughness of mass. Using descriptive data, the researcher evaluated predictive models of cooked rice from high yielding varieties’ preference. Data collected here could be useful for Indonesian’s government in developing an understanding of the drivers of high yielding varieties of rice acceptance.
Keyword : Indonesia, Cooked rice, Rice, Preference, Sensory descriptive, Consumers, Sensory Characteristic, High yielding variety of rice
Munyatul Islamiah. F24070100. Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari
Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia. Dibawah bimbingan Dr.Ir.Hanifah
Nuryani Lioe, M.Si dan Dr. Ir. H. Anton Apriyantono, MS. 2011.
RINGKASAN
Beras merupakan makanan pokok yang utama bagi masyarakat Indonesia. Dari tahun ke tahun kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras semakin meningkat sehingga dibutuhkan upaya peningkatan produksi padi. Selain itu, dibutuhkan pula upaya merakit varietas unggul dengan
memperhatikan berbagai aspek seperti preferensi konsumen. Hal ini dikarenakan setiap daerah di
Indonesia memiliki preferensi atau kesukaan yang berbeda-beda terhadap nasi yang dikonsumsi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui deskripsi atribut sensori nasi dan mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap nasi dari empat varietas unggul yang diujikan dilakukan menggunakan analisis sensori deskriptif dan uji afektif. Analisis sensori deskriptif yang digunakan adalah analisis
kualitatif dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dan QDA (Quantitative Descriptive
Analysis). Uji afektif yang digunakan adalah uji rating hedonik. Sampel yang dianalisis sebanyak empat varietas unggul beras, yaitu varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Varietas-varietas tersebut ditentukan melalui studi literatur dengan melihat tingkat produksi dan konsumsi yang paling tinggi di daerah-daerah tersebut.
Dalam analisis sensori deskriptif, atribut sensori yang diujikan adalah rasa, aroma, dan tekstur.
Hasil uji kuantitatif menggunakan analisis two-way ANOVA yang menunjukkan ada atau tidaknya
perbedaan yang nyata pada atribut-atribut tersebut. Adanya perbedaan dilakukan analisis lebih lanjut
dengan uji Tukey. Data analisis kuantitatif kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel, spider web, dan
grafik biplot. Selain itu, dilakukan analisis korelatif antar atribut sensori tunggal.
Pengujian rating hedonik dilakukan oleh panelis tidak terlatih yang asli berasal dari daerah Jawa Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Jumlah panelis yang digunakan sebanyak 151 panelis yang terdiri dari 34 berasal dari Sumatra Barat, 45 dari Jawa Barat, 42 dari Sulawesi Selatan, dan 30 dari Papua. Pengujian dilakukan di dua tempat, yaitu laboratorium dan lapangan.
Hasil uji sensori deskriptif secara kualitatif pada sampel nasi menghasilkan atribut rasa yang teridentifikasi antara lain: manis, asin, dan gurih. Atribut aroma yang teridentifikasi meliputi aroma
vanila, nutty, buttery, manis, dan pandan. Atribut tekstur yang teridentifikasi adalah
kelengketan/adhesifsampel di bibir, kekerasan, kepaduan/kohesif massa sampel, kekasaran, toothpull,
dan ukuran partikel nasi saat dikunyah. Atribut yang teridentifikasi dari uji sensori deskriptif secara kualitatif kemudian dilanjutkan dengan deskriptif kuantitatif.
Hasil uji kuantitatif menggunakan analisis two-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%
menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap atribut rasa manis pada empat varietas unggul beras tersebut. Varietas beras yang memiliki rasa manis paling tinggi adalah varietas Ciliwung, sedangkan
yang paling rendah adalah varietas Ciherang. Hasil uji kuantitatif dengan spider web untuk atribut rasa
menunjukkan bahwa intensitas atribut rasa asin yang paling tinggi dimiliki varietas Ciliwung. Rasa gurih dari varietas Cisokan dan Membramo memiliki intensitas yang sama, sedangkan intensitas yang paling rendah dimiliki oleh varietas Ciherang. Atribut rasa manis berkorelasi positif dengan rasa gurih dan asin yang masing-masing sebesar 0,512 dan 0,698 dimana semakin tinggi rasa manis yang dirasakan saat menkonsumsi nasi, maka semakin tinggi pula intensitas rasa asin dan gurih yang dirasakan.
Pada atribut aroma dihasilkan empat atribut yang memiliki perbedaan nyata dan satu atribut
yang tidak berbeda nyata, yaitu aroma vanilla. Intensitas aroma buttery pada varietas Cisokan berbeda
nyata dengan varietas Ciherang dan Ciliwung dimana varietas Cisokan memiliki intensitas aroma
buttery terendah. Intensitas aroma nutty berbeda nyata antara varietas Ciliwung, Ciherang, dan Cisokan. Intensitas aroma pandan varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Membramo. Intensitas aroma manis varietas Ciliwung berbeda nyata dengan Cisokan. Hasil uji kuantitatif atribut
aroma menunjukkan bahwa varietas Ciliwung dideskripsikan memiliki aroma nutty dan buttery
dengan intensitas paling tinggi. Varietas Cisokan dicirikan dengan aroma manis dan buttery yang
paling rendah. Varietas Ciherang di karakteristikkan dengan atribut aroma buttery tertinggi dan aroma
nutty terendah. Varietas Membramo memiliki intensitas aroma pandan terendah. Pada atribut aroma
serupa juga ditunjukkan antara aroma manis dan buttery, antara vanilla dan manis yang secara berturut-turut berkorelasi positif sebesar 0,750 dan 0,644. Aroma vanilla dan pandan yang berkorelasi negatif sebesar 0,674.
Hasil uji kuantitatif atribut tekstur menunjukkan bahwa varietas Cisokan didominasi oleh atribut adhesif sampel di bibir dengan intensitas terendah. Varietas Membramo didominasi oleh kohesif dan toothpull dengan intensitas yang paling tinggi. Varietas Ciherang dikarakteristikkan memiliki intensitas adhesif dan kekasaran yang paling tinggi, serta kohesif/kepaduan terendah. Varietas Ciliwung didominasi oleh intensitas atribut kekasaran dan toothpull terendah. Uji atribut tekstur menunjukkan empat atribut yang berbeda nyata antara keempat varietas beras. Adhesif sampel pada varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciherang. Kohesif nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciherang. Kekasaran massa nasi dari varietas Ciherang berbeda nyata dengan Ciliwung.
Atribut toothpull pada varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung. Pada atribut tekstur
terdapat atribut yang berkorelasi negatif sebesar 0,918, yaitu atribut ukuran partikel dan adhesif. Hal ini berbeda dengan ukuran partikel dan kekerasan yang berkorelasi positif sebesar 0,819. Atribut yang memiliki korelasi negatif diantaranya adalah hubungan antara kekerasan dan adhesif sampel di bibir;
toothpull dan kekerasan; kekasaran massa sampel dan kohesif massa sampel yang berturut-turut berkorelasi sebesar 0,734; 0,527; 0,552. Selain itu, terdapat juga hubungan antara toothpull dan kohesif massa sampel yang berkorelasi positif sebesar 0,513.
Pengelompokkan pada atribut rasa, aroma, dan tekstur menggunakan PCA menghasilkan adanya tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama terdapat varietas Membramo dan Cisokan yang dideskripsikan dengan atribut adhesif sampel di bibir yang rendah, rasa manis dan gurih yang tinggi. Kelompok kedua terdapat varietas Ciliwung yang dikarakterisasikan dengan atribut aroma manis, vanilla, nutty, dan rasa asin dengan intensitas yang paling tinggi. Selain itu, varietas Ciliwung
juga dicirikan dengan atribut toothpull dengan intensitas yang paling rendah. Kelompok ketiga
terdapat varietas Ciherang yang dicirikan dengan atribut ukuran partikel dan kekerasan dengan intensitas yang paling rendah. Selain itu, varietas ini juga memiliki kekasaran dan aroma buttery
dengan intensitas yang paling tinggi.
Hasil uji hedonik menggunakan analisis one-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% yang
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kesukaan konsumen Sumatra Barat dan Jawa Barat pada atribut kepulenan. Kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang dan Membramo berbeda nyata dengn Cisokan, dan Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Sumatra Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung dan Ciherang serta kesukaan terhadap kepulenan dari Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Papua tidak memiliki pengaruh yang nyata, baik pada atribut rasa, aroma, maupun kepulenan.
Pengelompokkan preferensi konsumen terhadap sampel menggunakan PCA menghasilkan tiga kelompok. Kelompok pertama terdapat kesukaan konsumen Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang, Membramo, dan Cisokan, meskipun kesukaan terhadap nasi dari varietas Cisokan relatif lebih rendah. Kesukaan kelompok konsumen Papua dicirikan dengan varietas Ciherang dari sisi atribut aroma. Kelompok terakhir terdapat kesukaan konsumen Sumatra Barat yang dicirikan dengan rasa, aroma, dan kepulenan nasi dari varietas Ciliwung. Kesukaan kelompok ini terhadap kepulenan nasi dari Ciliwung relatif lebih rendah.
Atribut sensori yang mempengaruhi penerimaan kelompok konsumen Jawa Barat adalah aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran dan ukuran partikel dengan intensitas yang semakin tinggi dan aroma pandan, buttery, rasa asin, dan kohesif dengan intensitas yang semakin rendah. Penerimaan kelompok konsumen Sumatra Barat dalam mengkonsumsi nasi dipengaruhi oleh atribut sensori seperti aroma pandan, kekerasan, adhesif sampel di bibir dengan intensitas yang semakin tinggi dan rasa asin serta ukuran partikel yang semakin rendah. Kelompok konsumen Sulawesi Selatan terhadap nasi
dipengaruhi oleh aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran, ukuran partikel yang semakin tinggi dan
aroma pandan, buttery, rasa asin, kohesif yang semakin rendah. Faktor sensori yang mempengaruhi
penerimaan konsumen dalam mengkonsumsi nasi adalah aroma buttery dan panada, rasa manis,
STUDI PREFERENSI VARIETAS UNGGUL BERAS PADA KONSUMEN
DARI BEBERAPA WILAYAH YANG MEWAKILI KONSUMEN BERAS
INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MUNYATUL ISLAMIAH
F24070100
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari
Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia
Nama
: Munyatul Islamiah
NIM
: F24070100
Menyetujui,
Mengetahui,
Plt. Ketua Departemen ITP
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si
NIP. 19610802 198703 2 002
Tanggal Ujian Akhir : 21 September 2011
Dosen Pembimbing Akademik I
Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, M.Si
NIP. 19680809 199702 2 001
Dosen Pembimbing Akademik II
Dr. Ir. H. Anton Apriyantono, MS
NIP. 19591005 198303 1 003
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Preferensi
Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan
Munyatul Islamiah F24070100
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, 16 November 1989, sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Juweni dan Siti Munawaroh.
Tahun 1995 penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri Lagoa 01 Pagi dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 30 Jakarta Utara hingga tahun 2004. Selepas dari Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 13 Jakarta Utara dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB sebagai mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Selama masa kuliah penulis aktif dalam berbagai aktivitas kampus, baik kepanitiaan maupun organisasi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain : Archery Institut Pertanian Bogor sebagai anggota pada tahun 2007-2008 dan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan) sebagai ketua divisi HIMITEPA Corporation pada tahun 2009-2010. Adapun
kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain : NSPC VII (National Student Paper Competition)
HIMITEPA tahun 2008, Wisuda FATETA (Fakultas Teknologi Pertanian) 2008, Seminar dan
Training HACCP VII tahun 2009, Baur HIMITEPA tahun 2009, IFOODEX (Indonesia Food Expo)
HIMITEPA tahun 2009, NSPC VIII HIMITEPA tahun 2009, Pelatihan “Program Warung Sehat Lingkar Kampus” HIMITEPA-SEAFAST IPB tahun 2010. Penulis juga pernah menerima dana hibah
dari Dikti pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Flake (Sereal
Sarapan) dengan Indeks Glikemik Rendah Berbasiskan Tepung Singkong Termodifikasi dengan Fortifikasi Tepung Sorgum dan Tepung Ubi Jalar” pada tahun 2011.
Selama 3 tahun masa perkuliahan penulis juga menerima beasiswa dari Dikti untuk periode 2008-2011. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa penelitian dari Yayasan Omar Taraki Niode tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, M.Si dan Dr. Ir.H.Anton Apriyantono, MS.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Banyak bantuan, bimbingan, dan dorongan yang diterima penulis dari berbagai pihak sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tuaku, Mama dan Abah, atas cinta, kasih sayang, nasehat, dukungan, dan doa yang
tidak pernah putus.
2. Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi yang yang telah meluangkan
waktunya untuk penulis dan memberikan dukungan serta nasehat yang sangat bermanfaat.
3. Dr.Ir.Anton Apriyantono, MS, selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi atas waktu, saran,
motivasi, dan selalu memberi pelajaran yang berharga.
4. Dr.Nancy Dewi Yuliana S.TP MSc, selaku dosen penguji.
5. Ir.Budi Nurtama, MSc, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, yang bersedia meluangkan waktu dan
memberi kesempatan kepada penulis untuk konsultasi mengenai analisis data secara statistik.
6. Yayasan Omar Taraki Niode yang telah memberikan bantuan materi sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar.
7. Teman-teman panelis terlatih yang sangat berjasa : Marisa, Lukman Saifatah, Virza M, Anggi Sri
Dwijayani, Yufi Sara A, Yanda Genakela Marpaung, Suba Santika, Rohanna Hasibuan, Setyo Wuryastuti, dan Dwi Fitriani yang bersedia meluangkan banyak waktu dan meminjamkan panca indra sebagai “alat” dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
8. Teman-teman panelis baik dari organisasi mahasiswa daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi
Selatan, dan Papua yang sangat berkontribusi dalam penelitian ini.
9. Pak Bram dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
10. Teman satu penelitian : Punjung Renjani, Adi Indra Permana, Adelina Paramita, dan Vita Ayu Puspita atas segala bantuan dan kebersamaan selama penelitian berlangsung.
11. Ibu Sri dan Pak Rojak, laboran yang telah banyak memberikan bantuan, nasehat, dan motivasi.
12. Teman-teman yang membantu langsung dalam penelitian ini : Lia S, Anisa R, Andrew F, Yohana
Maria L, Desir Detak I, Puji S, dan Michael D.
13. Teman-teman ITP yang telah banyak memberi kisah selama kuliah, baik kenangan senang
maupun sedih : Belinda, Amel, Bertha, Ronald, Eliana, Reggy, Trancy, Dinda, Reni, Vendry, Alya, Dina, Niputu Ayu, Irwan, Cintya DNS, Hanna Mery, Septi, Bu Elmi, Iman, Rojak, Indri, dan teman-teman ITP lain yang tidak bisa disebutkan namanya.
14. Teman-teman kosan Pondok Harmoni : Tiwi, Tari, Dewi, Diska, dan Ela yang telah berbagi
kehidupan baik suka maupun duka.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan.
Bogor, Oktober 2011
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ... 1 A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ... 2 C. MANFAAT PENELITIAN ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. BERAS ... 4
1.Mutu Nasi ... 4
2.Aroma dan Flavor Nasi ... 5
3.Rasa Nasi ... 6
4.Tekstur Nasi... 8
B. VARIETAS UNGGUL BERAS ... 10
1.Varietas Unggul Beras di Sumatra Barat ... 10
2.Varietas Unggul Beras di Jawa Barat ... 11
3.Varietas Unggul Beras di Sulawesi Selatan ... 12
4.Varietas Unggul Beras di Papua ... 13
C. PREFERENSI MAKANAN ... 13
D. EVALUASI SENSORI ... 14
1.Quantitative Descriptive Analysis (QDA) ... 14
2.Uji Afeksi ... 16
E. PCA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) ... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
A. ALAT DAN BAHAN ... 18
B. METODE PENELITIAN ... 18
1.Penentuan Sampel Beras ... 18
2.Evaluasi Sensori ... 19
3.Pembuatan Nasi ... 19
4.Analisis Deskriptif ... 19
v
6.Analisis Data ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. PENENTUAN SAMPEL ... 28
B. PEMILIHAN PANELIS ANALISIS DESKRIPTIF ... 29
1.Seleksi Panelis ... 29
2.Pelatihan dan Penetapan Nilai Standar ... 30
3.Pengujian Atribut Sensori Nasi ... 32
C. ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF NASI ... 33
D. ANALISIS DESKRIPTIF RASA NASI ... 33
1.Analisis Kualitatif ... 33
2.Analisis Kuantitatif ... 34
3.Korelasi Atribut Rasa pada Nasi ... 37
E. ANALISIS DESKRIPTIF AROMA NASI... 37
1.Analisis Kualitatif ... 37
2.Analisis Kuantitatif ... 38
3.Korelasi Atribut Aroma pada Nasi ... 41
F. ANALISIS DESKRIPTIF ATRIBUT TEKSTUR NASI ... 42
1.Analisis Kualitatif ... 42
2.Analisis Kuantitatif ... 42
3.Korelasi Atribut Tekstur pada Nasi ... 47
G. PENGELOMPOKKAN VARIETAS BERAS PADA ATRIBUT RASA, AROMA, DAN TEKSTUR ... 48
H. UJI PREFERENSI ... 50
1.Panelis ... 50
2.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sumatra Barat... 51
3.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Jawa Barat ... 52
4.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sulawesi Selatan... 54
5.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Papua ... 55
6.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciherang ... 56
7.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Cisokan ... 56
8.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Membramo ... 57
9.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciliwung ... 58
I. PENGELOMPOKKAN PREFERENSI KONSUMEN SUMATRA BARAT, JAWA BARAT, SULAWESI SELATAN, DAN PAPUA TERHADAP ATRIBUT AROMA, RASA, DAN KEPULENAN / TEKSTUR ... 59
J. HUBUNGAN ANTARA ANALISIS DESKRIPTIF DAN UJI PREFERENSI ... 60
1.Preferensi Kelompok Konsumen Jawa Barat ... 60
2.Preferensi Konsumen Sumatra Barat... 61
vi
4.Preferensi Konsumen Papua ... 63
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. SIMPULAN ... 65
B. SARAN ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Deskripsi atribut dan definisi sensori untuk evaluasi sensori flavor nasi ... 7
Tabel 2. Beberapa varietas beras di Indonesia berdasarkan kandungan amilosanya ... 8
Tabel 3. Deskripsi atribut sensori tekstur pada nasi ... 9
Tabel 4. Proporsi penyebaran varietas padi di Pulau Jawa tahun 2008 ... 12
Tabel 5. Bahan dan Konsentrasi Pengujian Rasa Dasar ... 20
Tabel 6. Bahan dan Karakteristik Bau Pengujian Bau Dasar... 21
Tabel 7. Konsentrasi larutan uji segitiga rasa ... 22
Tabel 8. Bahan dan konsentrasi larutan uji segitiga aroma ... 22
Tabel 9. Larutan uji rasa dasar dalam uji ranking sederhana ... 23
Tabel 10. Konsentrasi standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating ... 24
Tabel 11. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating ... 25
Tabel 12. Standar tekstur yang digunakan untuk pelatihan uji rating ... 26
Tabel 13. Atribut sensori dari empat sampel nasi yang diperoleh dari hasil FGD ... 33
Tabel 14. Hasil analisis kualitatif FGD atribut rasa nasi ... 34
Tabel 15. Data intensitas atribut rasa manis nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 35
Tabel 16. Data intensitas atribut rasa asin nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 35
Tabel 17. Data intensitas atribut rasa gurih nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 36
Tabel 18. Korelasi atribut Rasa (Pearson Correlation) ... 37
Tabel 19. Hasil analisis kualitatif FGD atribut aroma ... 37
Tabel 20. Data intensitas atribut aroma buttery pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 38
Tabel 21. Data intensitas atribut aroma nutty pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 39
Tabel 22. Data intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 39
Tabel 23. Data intensitas atribut aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 40
Tabel 24. Data intensitas atribut aroma vanilla pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 40
viii
Tabel 26. Hasil analisis kualitatif FGD atribut tekstur nasi ... 42 Tabel 27. Data intensitas atribut adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan,
Membramo, dan Ciherang ... 43 Tabel 28. Data intensitas atribut kekerasan pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan
Ciherang ... 44 Tabel 29. Data intensitas atribut kohesif/kepaduan massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan,
Membramo, dan Ciherang ... 44 Tabel 30. Data intensitas atribut kekasaran massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan,
Membramo, dan Ciherang ... 45
Tabel 31. Data intensitas atribut Toothpull sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo,
dan Ciherang ... 45 Tabel 32. Data intensitas atribut ukuran partikel sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan,
Membramo, dan Ciherang ... 46 Tabel 33. Korelasi Atribut Tekstur (Pearson Correlation) ... 48
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Perkiraan kebutuhan gabah & hasil panen tanaman padi diIndonesia tahun 2006-2025 ... 1 Gambar 2. Pola konsumen dalam menentukan pilihan makanan ... 14 Gambar 3. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut rasa manis dan konsentrasi larutan
sukrosa sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA ... 31
Gambar 4. Spider Web atribut rasa nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan
Membramo ... 36
Gambar 5. Spider Web atribut aroma nasi dari varietas Ciherang,Cisokan,Ciliwung &Membramo... 41
Gambar 6. Spider Web atribut tekstur nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan
Membramo ... 47
Gambar 7. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 atribut rasa, aroma, dan tekstur dari varietas Cisokan,
Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. ... 50 Gambar 8. Hasil uji hedonik panelis Sumatra Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras
Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung ... 52 Gambar 9. Hasil uji hedonik panelis Jawa Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras Ciherang,
Cisokan, Membramo, dan Ciliwung ... 53 Gambar 10.Hasil uji hedonik panelis Sulawesi Selatan dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan,
Membramo, dan Ciliwung ... 55 Gambar 11.Hasil uji hedonik panelis Papua dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan,
Membramo, dan Ciliwung ... 56 Gambar 12.Hasil uji hedonik varietas Ciherang yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua ... 56 Gambar 13.Hasil uji hedonik varietas Cisokan yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua ... 57 Gambar 14.Hasil uji hedonik varietas Membramo yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua ... 58 Gambar 15.Hasil uji hedonik varietas Ciliwung yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua ... 58
Gambar 16. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 uji hedonik atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari
varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. ... 60
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner pre-screening seleksi panelis ... 72
Lampiran 2. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar ... 75
Lampiran 3. Scoresheet uji segitiga ... 76
Lampiran 4. Scoresheet Uji Ranking Rasa Dasar ... 77
Lampiran 5. Worksheet acuity test seleksi panelis ... 77
Lampiran 6a. Scoresheet pelatihan panelis atribut rasa ... 80
Lampiran 6b. Scoresheet pelatihan panelis atribut aroma ... 81
Lampiran 6c. Scoresheet pelatihan panelis atribut tekstur ... 82
Lampiran 7. Scoresheet penentuan standar atribut rasa... 84
Lampiran 8a. Scoresheet analisis kuantitatif atribut rasa ... 85
Lampiran 8b. Scoresheet analisis kuantitatif atribut aroma ... 86
Lampiran 8c. Scoresheet analisis kuantitatif atribut tekstur ... 88
Lampiran 9. Kurva standar penentuan standar atribut rasa dan aroma ... 90
Lampiran 10. Data intensitas atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ... 92
Lampiran 11. Scoresheet uji Hedonik ... 93
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat ... 94
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat ... 95
Lampiran 14. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan ... 96
Lampiran 15. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Papua ... 97
Lampiran 16. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut rasa ... 98
Lampiran 17. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut aroma ... 98
Lampiran 18. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut tekstur ... 100
Lampiran 19. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciherang ... 102
Lampiran 20. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Membramo ... 102
Lampiran 21. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Cisokan ... 103
Lampiran 22. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciliwung ... 105
Lampiran 23. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi ... 106
Lampiran 24. Score plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi ... 106
Lampiran 25. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi ... 106
Lampiran 26. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik ... 107
xi
Lampiran 27. Score plott komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji
hedonik ... 107
Lampiran 28. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik ... 107
Lampiran 29. Loadingplot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Jawa Barat ... 108
Lampiran 30. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sumatra Barat ... 110
Lampiran 31. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sulawesi Selatan ... 112
Lampiran 32. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Papua ... 114
Lampiran 33. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat ... 116
Lampiran 34. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat... 118
Lampiran 35. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan... 120
Lampiran 36. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Papua ... 122
Lampiran 37. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang ... 124
Lampiran 38. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan ... 128
Lampiran 39. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung ... 133
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Padi sebagai tanaman pangan utama khususnya bagi masyarakat Indonesia senantiasa mendapat perhatian yang besar agar dalam pengembangannya dapat meningkatkan produktivitasnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Kualitas sensorinya merupakan hal yang paling diperhatikan oleh konsumen. Bahkan preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di Indonesia sebesar 141 kg/kapita/tahun (Deptan, 2006). Oleh karena itu, upaya untuk peningkatan produksi dan produktivitas beras dianggap masih relevan untuk mengatasi masalah peningkatan permintaan beras dan tingginya impor beras Indonesia.
Gambar 1 menjelaskan mengenai perkiraan kebutuhan gabah dan tingkat produksi di Indonesia tahun 2006-2025 (Litbang Deptan, 2007). Dari gambar dapat dilihat bahwa permintaan akan gabah kering giling (GKG) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini juga diikuti oleh hasil panen tanaman padi yang semakin meningkat, tetapi di atas tahun 2015 peningkatan akan permintaan lebih besar dari pada hasil panen tanaman padi. Kenyataan ini merupakan salah satu alasan yang mendorong pemerintah untuk melakukan impor beras.
Gambar 1. Perkiraan kebutuhan gabah dan hasil panen tanaman padi di Indonesia tahun
2006-2025(Litbang Deptan, 2007)
Untuk mendukung upaya peningkatan produksi padi, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi) Sukamandi, Jawa Barat terus berupaya merakit varietas unggul dengan memperhatikan berbagai aspek. Dalam dua dekade terakhir, preferensi konsumen menjadi perhatian pula oleh para pemulia tanaman padi dalam merakit varietas unggul (BBPT Padi, 2009). Hal ini dikarenakan setiap daerah di Indonesia memiliki preferensi atau kesukaan yang berbeda-beda.
2
Preferensi konsumen dan palatabilitas merupakan penentu mutu makan nasi (Food and
Agriculture Policy Research Center, 1997). Evaluasi yang dilakukan terhadap mutu makan
nasi dipengaruhi oleh keadaan psikologis masyarakat suatu daerah dan keadaan daerah tersebut sehingga dalam proses pengukurannya terjadi kesulitan dalam mengekspresikan evaluasi sensorinya (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997). Oleh karena itu, evaluasi sensori memainkan peran penting dalam mengetahui preferensi konsumen.
Setiap daerah di Indonesia memiliki keragaman varietas beras yang dihasilkan. Hal ini tergantung kepada iklim, topografi, kondisi tanah, dan latar belakang budaya yang berbeda-beda untuk setiap daerah. Faktor-faktor tersebut menimbulkan adanya varietas unggul beras yang merupakan favorit varietas beras untuk petani dan konsumen pada daerah tersebut. Penggunaan varietas unggul merupakan suatu upaya intensifikasi pertanian yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Upaya tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80% total areal padi di Indonesia (Susanto, 2003).
Keragaman varietas beras dapat dilihat dari masing-masing daerah, misalnya Beras Varietas Cianjur, Beras Solok, Beras Banyuwangi, dsb. Berdasarkan varietasnya dikenal beras Rojolele, Beras Bulu, Beras IR, Beras Cisadane, dan lain-lain. Beras dengan berbagai varietas ini memiliki komposisi penyusun yang berbeda-beda pula, terutama kandungan amilosa-amilopektin beras tersebut. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, genetik padi, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin ini dijadikan dasar atau merupakan faktor tunggal dalam menentukan mutu rasa dan tekstur nasi. Kandungan amilosa tersebut berkorelasi positif dengan tingkat kelunakan, kelengketan, warna dan kilap (Haryadi, 2008). Semakin tinggi kadar amilosa, volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes. Hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogradasi yang lebih besar. Menurut Haryadi (2008), beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak. Selain itu, faktor lain yang menentukan keragaman varietas beras adalah aroma/flavor. Aroma ini
dihasilkan dari komponen volatil yang dibebaskan dari beras (Zeng et al., 2008).
Sampai saat ini penelitian mengenai beras sudah banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian membahas masalah pembenihan, teknologi genetik padi, keadaan geografis dan pertumbuhan padi, perbedaan varietas, teknologi pascapanen, produk berbahan dasar beras, flavor pada beras aromatik, dan kandungan gizi yang terdapat dalam beras. Adapun penelitian mengenai aspek preferensi beras ditinjau dari kesukaan konsumen pada suatu daerah belum banyak dilakukan. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sangat penting mengingat Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya sehingga kesukaannya pun diperkirakan berbeda.
B.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Menetapkan deskripsi atribut sensori aroma, rasa, dan tekstur empat varietas unggul beras yang masing-masing banyak dikonsumsi di daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
3
(2) Mengidentifikasi preferensi masyarakat yang berasal dari daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua terhadap keempat varietas unggul beras yang diujikan, yaitu Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
(3) Hubungan antara preferensi konsumen dan deskripsi atribut sensori nasi dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
C.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini nantinya dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan para pemulia tanaman padi dalam merakit varietas unggul baru yang dilihat dari segi preferensi atau tingkat kesukaan masyarakat terkait kultur suatu daerah sehingga dapat dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat pada daerah tersebut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
BERAS
Beras didapat dari hasil proses pascapanen dari tanaman padi, yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Di beberapa negara di dunia, beras merupakan komponen yang penting dalam makanan sehari-hari. Menurut FAO (2004), beras adalah makanan pokok yang utama untuk tujuh belas negara di Asia Pasifik (terutama Indonesia, Filipina, Bangladesh, Jepang, dan Cina), sembilan negara di Amerika Utara dan Selatan, dan delapan negara di Afrika.
Secara umum, penduduk Indonesia dan Filipina menyenangi rasa nasi dari beras dengan kandungan amilosa medium (20-25%), sedangkan penduduk Jepang menyenangi beras dengan amilosa rendah (13-20%). Walaupun nasi yang disenangi penduduk Jepang lebih lengket dan mengkilat, kedua jenis nasi tersebut memiliki kepulenan yang sama dan tidak cepat mengeras meskipun dibiarkan semalam (Winarno, 1992).
Beras merupakan bagian dari tanaman padi (Oryza sativa, L.). Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut beras pecah kulit atau brown rice) dan 18-28% kulit gabah atau sekam (Haryadi, 2008). Pada penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh beras giling dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah
lapisan dalam dari lapisan nucellus yang membungkus endosperm dan lembaga. Pada saat
beras pecah kulit disosoh, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi, 2008).
Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Menurut Juliano (1984), bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75% karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling yang mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein. Penyusun-penyusun tersebut tidak tersebar merata pada seluruh bagian beras.
Sifat-sifat fisikokimia sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa, kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras (Haryadi, 2008). Protein berpengaruh terhadap lama waktu penanakan, warna, rasa dan aroma nasi, serta mempengaruhi kemampuan penyerapan air (Haryadi, 2008).
1.
Mutu Nasi
Food and Agricultural Policy Research Center (1997) menyimpulkan mutu sebagai faktor utama yang menentukan nilai pasar produk pertanian dan tanaman pangan pada setiap fase dari produksi sampai konsumsi. Mutu beras terdiri dari mutu utama dan tambahan. Mutu utama meliputi karakteristik morfologi dan fisik yang ditentukan seperti dalam pemeriksaan standar gabah, berat, ukuran, bentuk, persentasi
5
keutuhan biji, dan kandungan air. Sedangkan mutu tambahan, yaitu terpusat pada perhatian konsumen dan proses industri seperti mutu makan, persentase penggilingan, nilai nutrisi, dan daya simpan. Dari faktor-faktor tersebut, mutu makan merupakan faktor penilai mutu beras.
Terdapat empat mutu yang dinilai dalam beras berdasarkan permintaan konsumen (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997), antara lain:
Nilai nutrisi : karakteristik pokok yang dapat diekspresikan dalam bentuk kalori dan
kandungan protein; lemak; vitamin
Mutu dalam bentuk keamanan dan sanitasi : merupakan prasyarat pangan yang
bebas dari komponen-komponen merugikan dan kontaminasi yang berbahaya
Mutu dalam bentuk palatabilitas : motivasi dalam memilih makanan tertentu, seperti
rasa dan penampakan
Mutu dalam bentuk ekonomi
Beras (Oryza sativa L.) tidak seperti gandum, jagung, atau oats yang digiling menjadi tepung yang umumnya dimasak dan dikonsumsi seluruhnya. Ketika memasak beras tanpa bumbu, sifat dari beras itu sendiri yang paling penting dan flavor memegang kunci dalam penerimaan konsumen. Komponen volatil merupakan hal yang menarik dari analisis komposisi flavor beras karena komponen volatilnya berjalan menuju
hidung saat dimakan, dan merangsang reseptor olfactory di dalam rongga hidung. Oleh
karena itu, flavor volatil (aroma) dan tekstur adalah kualitas sensori utama beras. (Zeng
et al. 2008).
Mutu makan dari beras yang dimasak sangat dipengaruhi oleh proses memasak, terutama jumlah air yang ditambahkan. Mutu makan dievaluasi oleh palatabilitas (tingkat kelezatan suatu bahan pangan) dan tingkat kesukaan secara individu. Selanjutnya, evaluasi dipengaruhi oleh keadaan fisiologis individu dan daerah tempat individu tersebut tinggal dimana saat pengukuran mengalami kondisi yang tidak mudah dalam mengungkapkan evaluasi sensorinya (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997). Beras yang dimasak memiliki rasa yang tipis, menimbulkan kesulitan dalam mengevaluasi ciri-ciri dasar seperti kemanisan, kepahitan, dan keasaman. Bahkan analisis komponen kimia secara detail yang mungkin berhubungan dengan flavor beras masak hampir tidak menimbulkan efektivitas dalam evaluasi mutu. Mutu makan nasi umumnya berhubungan dengan kekerasan, kelengketan, aroma beras yang dimasak, kadar amilosa, dan kadar air (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997).
2.
Aroma dan Flavor Nasi
Flavor nasi merupakan faktor penting dalam menentukan mutu dan penerimaan konsumen, sebagai contoh kenyataan pada beras aromatik menunjukkan kesukaan konsumen yang tinggi dan permintaan dengan harga premium (Limpawattana & Shewfelt, 2010). Tak seperti sebagian besar hasil panen lainnya, nasi umumnya dikonsumsi tanpa bumbu, yang membuat karakteristik sensorinya menjadi penting. Sedikit variasi dalam karakteristik sensori pada nasi, terutama aroma, dapat membuat beras mempunyai permintaan yang tinggi atau sebaliknya tidak dapat diterima sama sekali oleh konsumen (Yau & Liu, 1999). Akibatnya, aroma atau flavor dinilai sebagai kriteria utama untuk preferensi konsumen (Limpawattana, 2010).
6
Champagne (2008) menginformasikan bahwa selama lebih dari tiga puluh tahun banyak penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aroma atau flavor nasi dimana sebagian besar hasil penelitian menghubungkan variabel sebelum pemanenan (lingkungan, budaya) dan pascapanen (pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan metode pemasakan) dengan perubahan senyawa volatil. Selain itu, beberapa peneliti diantaranya juga meneliti mengenai preferensi atau sensori deskriptif dengan analisis volatil secara simultan dimana hasilnya menyatakan bahwa senyawa volatil yang teridentifikasi dan mempengaruhi flavor nasi sebelum dan sesudah adalah 2-acetyl
-2-pyrroline (2-AP; aroma popcorn). Senyawa 2-AP telah diketahui sebagai satu-satunya senyawa yang berkontribusi dalam pembentukan karakteristik aroma nasi dan terdapat hubungan antara konsentrasinya dalam nasi dengan intensitas aroma.
Buttery et al. (1982) menemukan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline (disebut juga ACPY) adalah senyawa volatil organik yang terdapat pada nasi dari beras aromatik dimana senyawa ini dapat menjadi indikator yang baik untuk mengidentifikasi aroma nasi dari beras nonaromatik. Aroma dan flavor nasi, baik aromatik maupun nonaromatik, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah genetik padi, perlakuan sebelum panen, waktu panen dan pengeringan, kadar air gabah, kondisi pengeringan, penyimpanan, dan kadar air beras pecah kulit, derajat penyosohan, waktu dan suhu penyimpanan beras sosoh, pencucian beras, perendaman beras dalam air, cara menanak, pengaruh rasio air dan beras, dan suhu saat nasi disajikan (Champagne, 2008). Penelitian tentang aroma nasi dengan analisis deskriptif juga dilakukan oleh Limpawattana & Shewfelt (2010) yang menghasilkan 24 atribut aroma. Deskripsi aroma-aroma tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
3.
Rasa Nasi
Palatabilitas nasi dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, cara penanaman,
pascapanen, hasil penggilingan, dan proses memasak (Tran et al. 2004). Hasil
penggilingan tidak hanya mempengaruhi mutu nasi, tetapi juga profit produsen. Penggilingan juga dapat membawa perubahan komposisi secara biologi dan kimia, seperti aktivitas amilase, peptidase, gula, lemak, asam amino, vitamin, dan mineral (Tran et al. 2004). Gula seperti glukosa dan sukrosa, dan asam amino seperti asam glutamat dan asam aspartat adalah komponen utama yang mempengaruhi rasa manis dan umami pada rasa nasi.
Penelitian mengenai rasa nasi yang dianalisis oleh taste sensing system, evaluasi
secara kimia dan sensori telah dilakukan untuk mengetahui rasa nasi dari beras dengan variabel derajat penyosohan yang berbeda (Tran et al. 2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara derajat penyosohan dengan nilai sensori rasa manis dan gurih serta aktivitas enzim α-amilase dan ß-amilase. Semakin rendah derajat penyosohan, nilai sensori rasa manis dan gurih semakin rendah. Begitupun dengan aktivitas enzim amilase dimana semakin rendah derajat penyosohan,
aktivitas enzim α-amilase dan ß-amilase semakin menurun.
Menurut Sugiyama et al. (1995) dalam Tran et al. (2004) menyatakan bahwa beras mengandung 90% sukrosa dimana 60%-nya terdapat pada lapisan luar beras. Selain itu, asam aspartat, asam glutamat, serin, dan alanin adalah asam amino bebas dimana total dari keempat asam amino tersebut sebesar 56-71% dari jumlah asam amino pada kernel dan 76-80% pada lapisan paling luar. Bahkan, bibitnya mengandung asam
7
amino bebas lebih besar dari pada bagian kernel yang lain (Saikusa et al. 1994). Kandungan asam amino bebas dan gula berkurang karena proses penyosohan. Kandungan glukosa dan sukrosa pada nasi lebih tinggi dari pada beras. Sukrosa adalah gula bebas utama pada beras dan nasi. Penelitian yang dilakukan saat ini (Tran et al. 2004) menunjukkan bahwa asam aspartat dan glutamat adalah asam amino utama pada beras yang belum dan yang sudah disosoh. Jadi, gula bebas (sukrosa dan glukosa) dan asam amino bebas (asam aspartat dan asam glutamat) merupakan komponen utama yang mempengaruhi rasa dari nasi dan mungkin juga bentuk respon sensori.
Tabel 1. Deskripsi atribut dan definisi sensori untuk evaluasi sensori flavor nasi (Limpawattana & Shewfelt, 2010)
Atribut Definisi
Popcorn Aroma yang mengingatkan kepada popcorn
Starchy Aroma yang berhubungan dengan pati pada sumber pati tertentu
Woody Aroma yang berhubungan dengan kayu potong kering yang segar
Smoky Aroma yang berhubungan dengan beberapa jenis flavor asap
Cooked-grain Aroma yang berhubungan dengan biji-bijian yang matang
Grain Aroma yang berhubungan dengan semua karakter yang memberi kesan biji-bijian seperti jagung, gandum, dan oats
Sulfury Aroma yang berhubungan dengan senyawa sulphur
Corn Aroma yang mengingatkan kepada yellow cream kaleng-jagung
Nutty Aroma yang berhubungan dengan kacang panggang
Floral Aroma yang berhubungan dengan bunga-bungaan
Dairy Aroma yang mengingatkan kepada susu sapi pasteurisasi
Barny Aroma yang mengingatkan kepada peternakan
Green Aroma (sedikit manis) yang berhubungan dengan rumput atau sayur hijau
Rancid Aroma yang berhubungan dengan lemak dan minyak yang teroksidasi
Metallic Faktor kimia yang terstimulasi pada lidah dan gigi oleh logam-logaman
Sweet Aromatic Aroma yang berhubungan dengan rasa manis
Earthy Aroma yang mengingatkan kepada tumbuhan yang membusuk dan tanah basah
Waxy Aroma yang berhubungan dengan rantai asam lemak medium
Sweet Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh gula
Salty Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh garam
Bitter Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh kafein
8
4.
Tekstur Nasi
Salah satu permasalahan yang dihadapi industri beras adalah mengontrol mutu
beras secara keseluruhan untuk kebutuhan pasar. Menurut Zeng et al. (2008), mutu nasi
dipengaruhi oleh flavor volatil atau aroma dan tekstur nasi. Tekstur nasi berpengaruh terhadap penerimaan beras oleh konsumen ketika dikonsumsi sebagai biji-bijian yang utuh (Okabe, 1979).
Komposisi fraksi pati sangat berpengaruh pada sifat nasi, yaitu rasio amilosa dan amilopektin yang mempengaruhi karakteristik tekstur dan fisikokimia nasi. Kandungan amilosa juga dapat dikatakan sebagai indikator utama dari mutu nasi, dimana pengaruhnya pada kelengketan (Del Mundo & Juliano, 1981), nasi dari varietas beras yang lebih lengket (umumnya beras berukuran medium dan pendek) mengandung lebih sedikit amilosa dan nasi dari varietas beras yang paling lengket mengandung sebagian besar amilopektin. Kandungan amilosa sudah lama diketahui merupakan penentu tekstur
nasi (Winarno, 1992). Tabel 2 menginformasikan mengenai tekstur nasi pada beberapa
varietas beras di Indonesia berdasarkan kadar amilosa.
Banyak istilah sensori yang menjelaskan dan mendeskripsikan atribut tekstur nasi. Istilah-istilah tersebut dideskripsikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Beberapa varietas beras di Indonesia berdasarkan kandungan amilosanya (Deliani, 2004)
Kadar Amilosa (%)
Tekstur
Nasi Varietas
9-20 Pulen Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani,
Sintanur, Membramo, Cilosari, Cisadane
20-25 Sedang Bondoyudo, Pandanwangi, Rojolele, IR 64,
Cibodas, Maros, Way Apo Buru, Ciherang, Ciliwung
25-33 Pera IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih, dan IR
9
Tabel 3. Deskripsi atribut sensori tekstur pada nasi (Meullenet, 1999)
T
*) permen-permenan
Istilah Definisi Teknik Referensi Skor
Permukaan Kelengketan di bibir Derajat kelengketan sampel saat menempel di bibir Tekan sampel diantara dua bibir, lepaskan, dan nilai Tomat Nougat Roti stik Pretzel Kering 0,0 4,0 7,5 10,0 Gigitan Pertama
Kekerasan Kekuatan yang
dibutuhkan untuk menekan sampel
Tekan atau gigit sampel sesekali dengan geraham Krim keju Putih telur Keju Sosis Sapi Kacang Almond 1,0 2,5 4,5 5,5 9,5 11,0 Pengunyahan Kepaduan massa sampel (setelah 3 dan 8 kali pengunyahan) Derajat pengunyahan saat sampel dikunyah secara bersamaan Kunyah sanpel dengan gigi geraham sebanyak 3 atau 8 kali dan evaluasi
Wortel Jamur Sosis sapi Keju Brownies 2,0 4,0 7,5 9,0 13,0
Kekasaran massa Sejumlah
kekasaran yang dirasakan saat mengunyah sampel Kunyah sanpel dengan gigi geraham 8 kali dan evaluasi Agar-agar Jeruk kupas Oatmeal 0,0 3,0 6,5
Toothpull Kekuatan yang
dibutuhkan agar rahang terpisah pada saat mengunyah
Kunyah sampel sampai 3 kali dan evaluasi Kijing Karamel Candy gum 3,5 5,0 10,0
Ukuran Partikel Besarnya ruang
yang dipenuhi partikel sampel di dalam mulut Tempatkan nasi di tengah mulut dan evaluasi Tic Tac* M & M (plain)* Mike & Ikes* Cherry Bite* Spearmint leaf* 2,5 4,0 6,0 11,0 13,0
10
B.
VARIETAS UNGGUL BERAS
Varietas padi adalah segolongan tanaman yang satu sama lain memiliki sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan kepada keturunannya. Penggunaan benih dari varietas unggul berkontribusi cukup besar dalam meningkatkan produksi beras nasional. Beberapa keunggulan varietas tersebut antara lain produktivitas tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, rasa enak, genjah dan harga jual yang baik (Hadi dkk, 2005). Varietas unggul yang telah dilepas selain unggul dalam produksi (misalnya tahan terhadap suatu penyakit), varietas itu juga harus memiliki sifat yang jelas berbeda dari varietas lainnya yang sebelumnya sudah
beredar (distinctive), seragam kinerja tanaman dan per-tanamannya (uniform), mantap (stable)
dalam keunggulan sifat kinerja tanaman dan pertanaman (Hadi dkk, 2005). Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu, diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional (Susanto, 2003).
Siregar (1981) mengatakan bahwa kata-kata “unggul” yang diberikan terhadap suatu varietas tidak dapat diartikan secara absolut, misalnya varietas padi unggul di negara-negara dingin, seperti Jepang, USA, Italia, dsb belum tentu varietas padi tersebut dikatakan unggul di negara yang beriklim tropis, seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh perbedaan iklim yang terdapat pada negara-negara tesebut, suhu yang rendah di daerah beriklim dingin dan suhu yang tinggi di daerah yang beriklim tropis sehingga mempengaruhi panjang/pendeknya penyinaran antara daerah-daerah tersebut. Suatu contoh bahwa perkataan “unggul” tidak dapat diartikan secara kekal dan abadi. Varietas-varietas Cina, Bengawan, Mas, Peta, Intan, Dara, Sinta, Dewi Tara, Remaja, Jelita, Sigadis, dll. merupakan varietas padi unggul pada zamannya karena memiliki kemampuan produksi yang tinggi. Namun seiring dengan kemajuan zaman, penelitian-penelitian mutakhir berhasil menciptakan varietas yang lebih unggul daripada varietas-varietas tersebut, seperti Pelita, 5, dan 8. Sementara itu, varietas 5 dan PB-8 disusul dan diganti dengan varietas yang lebih unggul, yaitu IR-26, IR-2PB-8, dan IR-30. Ketiga varietas tersebut lebih unggul karena memiliki kemampuan tahan terhadap gangguan serangga hama wereng coklat dan hama wereng hijau dimana kemampuan ini tidak dimiliki oleh PB-5 dan PB-8, walaupun sebenarnya IR-26, IR-28, IR-30 dan PB-5, PB-8 mempunyai daya hasil yang tinggi. Oleh karena itu, sifat unggul yang diberikan sebagai predikat untuk suatu varietas tidaklah berlaku untuk selama-lamanya. Predikat unggul yang diberikan kepada suatu varietas tertentu hanya berlaku selama belum ditemukan varietas yang lebih unggul dibandingkan dengan varietas terakhir yang diberikan predikat unggul (Siregar, 1981).
1.
Varietas Unggul Beras di Sumatra Barat
Sumatera Barat merupakan penyangga kebutuhan beras nasional, khususnya untuk propinsi tetangga, seperti Riau, Bengkulu, dan Jambi yang ditandai dengan surplus beras setiap tahunnya sehingga menghantarkannya menjadi salah satu propinsi di Indonesia sebagai lumbung beras nasional. Menurut Deptan (2003), faktor utama yang mendorong peningkatan produksi padi di Sumatera Barat berasal dari peningkatan luas panen (1,63% per tahun).
Masyarakat Sumatera Barat umumnya menyukai beras dengan tekstur nasi pera (tidak lengket). Kebiasaan makan nasi bertekstur pera sudah membudidaya di kalangan orang Minang. Varietas beras Solok dan varietas beras Ampek Angkek merupakan
11
varietas unggul local yang sangat disukai oleh umumnya orang Sumatra Barat karena tekstur nasinya pera dan aroma khas. Kini varietas lokal tersebut sulit ditemukan di pasar atau mungkin tidak lagi ditanam petani karena umurnya lebih panjang daripada varietas unggul. Meskipun demikian, varietas lokal tersebut merupakan aset yang perlu dilestarikan untuk bahan persilangan dalam menghasilkan padi unggul baru yang sesuai dengan tekstur nasi pera (Puslitbangtan, 2005).
Konsumen Sumatera Barat menyukai rasa nasi pera dengan kadar amilosa >24%. Varietas IR42 dan Cisokan merupakan varietas yang paling dominan berkembang di Sumatera Barat dikarenakan memiliki rasa nasi pera dengan kadar amilosa >25% (Puslitbangtan, 1993). Sampai saat ini di Sumatera Barat, varietas unggul Cisokan dan IR42 yang dilepas berturut-turut tahun 1980 dan 1986 masih berkembang dan ditanam sepanjang musim dalam hamparan yang luas. Diperkirakan varietas unggul Cisokan dan IR42 ditanam berturut-turut sekitar 30% dan 40%, diikuti IR66 (10%), varietas lokal spesifik Kuriak kusuik (10%), varietas lokal lainnya (7%) dan Anak daro (3%) pada periode tahun 2001-2004 (Zen, 2007).
2.
Varietas Unggul Beras di Jawa Barat
Salah satu sifat dari varietas padi yang digemari para petani di Pulau Jawa adalah butir-butir padi atau gabah tidak mudah terlepas dari mayang bulirnya pada saat tanaman padi siap untuk dipetik (Siregar, 1981). Hal ini karena varietas padi yang butirnya mudah rontok oleh para petani dianggap sebagai suatu yang sangat merugikan dimana hasil yang rontok akan dipungut dan merupakan suatu pekerjaan yang jika dilihat dari segi efisiensi akan sangat merugikan karena banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan (Siregar, 1981).
Masyarakat Indonesia di Pulau Jawa sebagian besar menyukai nasi yang pulen
seperti nasi varietas IR64 dan Ciherang (Rozakurniati, 2010). Penyebaran varietas
unggul padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menunjukkan Varietas Ciherang makin mendominasi areal pertanaman padi di ketiga provinsi tersebut. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, lebih dari 50% areal pertanaman padi telah ditanami dengan varietas Ciherang. Persentase penyebaran varietas beras di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.
12
Tabel 4. Proporsi penyebaran varietas padi di Pulau Jawa tahun 2008 (Ruskandar, 2009)
Varietas Jawa Barat (%) Jawa Tengah (%) Jawa Timur (%)
Ciherang 56,19 44,87 50,72 Cigeulis 9,80 0,91 6,74 IR 64 8,65 38,59 14,92 Situbagendit 4,00 Mekongga 2,45 0,84 Bondoyudo 1,33 Widas 1,28 IR42 1,25 Pepe 5,34 0,98 Cilamaya muncul 1,07 Logawa 0,61 Ciliwung 0,60
Way Apo Buru 4,37
Cibogo 9,18
Membamo 1,43 3,11
Cisadane 1,02
Varietas lain 15,06 6,16 8,08
3.
Varietas Unggul Beras di Sulawesi Selatan
Sulawesi selatan merupakan salah satu provinsi lumbung padi nasional kedua terbesar setelah Jawa Timur dengan produksi rata-rata 2,5 juta ton beras per tahun (Anonim, 2009). Areal pertanian yang dimiliki provinsi ini cukup besar, yaitu mencapai 1.411.446 ha, yang terbagi dalam lahan persawahan seluas 550.127 ha, dan lahan kering seluas 861.319 ha (Anonim, 2009). Jumlah areal yang cukup besar tersebut, jika dikelola maksimal sangat berpotensi menunjang ketahanan pangan nasional.
Di Sulawesi Selatan, areal tanam IR64 hanya 10,5%, sedangkan luas pertanaman varietas Ciliwung yang dilepas pada tahun 1989 menduduki 49,4% dari total areal tanaman padi di provinsi tersebut. Survei di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa di Kabupaten Sidrap luas pertanaman padi pada tahun 2001-2002 mencapai 75,6 ribu ha/musim dengan produktivitas 6,6 t/ha. Dari luasan itu, 89,3% diantaranya ditanami varietas unggul baru anjuran, seperti Ciliwung, IR64, Memberamo, Celebes, Way Apo Buru, Ciherang, IR66, IR74, Sintanur, dan Widas. Di Kabupaten Takalar, luas panen tanaman padi mencapai 9,6 ribu ha/musim dengan varietas yang menjadi pilihan utama adalah Ciliwung, Cisadane, Celebes, Membramo, Pelita, IR42, IR66, Sintanur, dan IR64 (Suprihatno & Daradjat, 2009).
Djamaluddin (2009) mengemukakan bahwa luas pertanaman padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2007 adalah 834.636 ha, varietas padi yang banyak digunakan adalah Cisantana (29,2 %), Ciliwung (17,2%), Cigeulis (15,4%), Ciherang (14,3%), Way Apo Buru (4,4%), IR-64 (4,2%), sekitar 15,3 % varietas lain dan varietas lokal.
13
4.
Varietas Unggul Beras di Papua
Kabupaten Merauke merupakan sentra pengembangan padi di Papua (Rouw, 2008). Kondisi ini ditunjukan dengan tingkat kontribusi sebesar 73% terhadap total produksi padi di Papua (Rouw, 2008). Terdapat tiga sentra pengembangan padi sawah di Merauke, yaitu Distrik Merauke, Semangga-Tanah Miring dan Kurik (Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Merauke, 2003).
Varietas padi yang umum digunakan petani di Sentra Semangga-Tanah Miring, meliputi IR 64, IR 66, Memberamo, dan Digul. Varietas padi unggul yang ditanam di Irian Jaya adalah varietas padi yang memiliki potensi hasil tinggi, toleran terhadap serangan hama dan penyakit penting (Tungro dan Wereng Coklat) serta keracunan besi, dan memiliki rasa nasi yang disukai konsumen (LPTP Koya Barat, 2000). Varietas Mamberamo, Digul, Maros dan Cibudas adalah varietas padi yang memiliki potensi produktivitas yang tinggi. Varietas Mamberamo dan Digul memiliki kemampuan paling tahan terhadap Tungro. Varietas padi yang disukai petani adalah Mambramo dan Ciliwung (di Koya Barat); Mambramo, Digul dan Ciliwung (di prafi, Manokwari); Digul dan IR 64 (di Kurik, Merauke) (LPTP Koya Barat, 2000). Berikut adalah nama-nama varietas padi yang dianjurkan dibudidayakan di daerah pengembangan padi (LPTP Koya Barat, 2000):
Jayapura, Manokwari : Membramo, Maros, Digul, dan IR66
Merauke (kondisi tergenang) : IR42, IR48, Digul, Lematang
Merauke (kondisi tak tergenang) : Membramo, IR64, Maros, Ciliwung
C.
PREFERENSI MAKANAN
Pangan merupakan bagian kebudayaan komunitas etnik. Pangan etnik tidak hanya memperkaya sektor pangan tradisional, tetapi juga memainkan tugas penting dalam memelihara kebudayaan nasional.
Tingkah laku konsumen dapat dipelajari dua level esensial, yaitu mental dan fisik. Level
mental meliputi kepercayaan konsumen, preferensi, perasaan, dan pilihan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi pangan menurut Shepherd and Sparks (1994), yaitu faktor intrinsik, ekstrinsik, biologis, fisik, psikologi, pribadi individu, sosial ekonomi, pendidikan, dan kultur. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan, seperti kondisi lapar, perasaan, dan saat terakhir mengkonsumsi.
Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat diubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan adat istiadat dan norma yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru.
Menurut Lundahl (2007), untuk memahami faktor yang mendasar preferensi pangan, kembali pada akar formasi preferensi. Bayi memiliki preferensi bawaan untuk rasa manis dan makanan yang lembut. Mereka juga menghindari rasa asam dan pahit. Bagaimanapun juga, sejak awal (bahkan mungkin sebelum lahir) ada faktor yang mempengaruhi preferensi individu.
Preferensi pangan dapat diukur dengan menggunakan peratingan dari skala hedonik. Hedonik, berasal dari akar kata “hedonistic”, yang berarti mengukur kesukaan penerimaan
14
individu. Peratingan oleh sekelompok konsumen terhadap berbagai macam pangan dapat digambarkan dalam bentuk pemetaan (Lundahl, 2007).
Gambar 2. menunjukkan bahwa untuk mengerti tingkah laku konsumen perlu memahami hubungan proses kognitif dan persepsi suatu individu. Bagaimana teori “persepsi”
mengenai suatu produk yang digerakkan oleh faktor ekstrinsik, seperti brand image, sikap, dan
kebiasaan akan mempengaruhi persepsi sensori seseorang. Selanjutnya proses ini berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Karena preferensi pangan berkembang untuk setiap individu, faktor sensori dan kognitif dipengaruhi oleh faktor kultur (faktor ekstrinsik). Pada kasus ini, kultur memiliki hubungan antara kognitif, persepsi, dan tingkah laku individu. Agar pengembangan suatu produk berhasil dipasaran, peneliti harus mengerti ketiga hubungan kompleks ini yang menentukan pilihan konsumen (Lundahl, 2007).
Gambar 2. Pola konsumen dalam menentukan pilihan makanan (Lundahl, 2007)
D.
EVALUASI SENSORI
Mutu makan nasi adalah mutu yang kompleks dimana sejumlah komponen ikut terlibat. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi mutu makan nasi. Data analisis secara fisikokimia pada setiap komponen tidak mudah dihubungkan dengan analisis secara objektif dan juga tidak ada metode evaluasi yang seefektif metode sensori yang menggunakan organ tubuh manusia sebagai alat yang menilai. Uji sensori dilakukan berdasarkan evaluasi subjektif melalui kemampuan penglihatan, penciuman, dan pencicipan. Akhir-akhir ini evaluasi sensori banyak digunakan untuk mengkaji preferensi makanan individu (Weaver & Helen, 2001).
1.
Quantitative Descriptive Analysis (QDA)
Pertama kali teknik deskripsi sensori yang diperkenalkan adalah Flavor Profile Method (FPM) yang dikembangkan oleh Arthur D. Little, Inc. pada tahun 1950-an (Meilgaard et al. 1999). Aplikasi metode analisis deskripsi yang baru-baru ini muncul
pada tahun 1970-an adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dan Spectrum TM.
Kedua teknik terakhir sangat berbeda dari FPM dimana keduanya digunakan untuk mengukur atribut sensori oleh masing-masing panelis lalu menghasilkan rata-rata atribut