• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi In Vitro Enam Kultivar Kentang (Solanum Tuberosum L.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma untuk Toleransi Kekeringan Menggunakan Manitol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seleksi In Vitro Enam Kultivar Kentang (Solanum Tuberosum L.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma untuk Toleransi Kekeringan Menggunakan Manitol"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Seleksi

In Vitro

Enam Kultivar Kentang (

Solanum Tuberosum

L.) Hasil

Iradiasi Sinar Gamma untuk Toleransi Kekeringan Menggunakan Manitol

Yuslina Nur Muliani1,Farida Damayanti2 dan Neni Rostini2

1

Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

2Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Kentang merupakan komoditas terpenting setelah beras dan gandum. Perubahan iklim global dapat mengakibatkan cekaman kekeringan sehinga lingkungan tumbuh menjadi tidak optimal. Perakitan tanaman toleran cekaman kekeringan pada kentang perlu dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kalus kultivar kentang yang toleran terhadap cekaman kekeringan setelah dinduksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Kultivar kentang yang diuji yaitu Granola, Atlantik, Merbabu 17, Andina, Cipanas, dan Tenggo. Percobaan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran pada bulan Februari hingga Juni 2014. Percobaan disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara kultivar kentang dengan kombinasi perlakuan iradiasi sinar gamma dan konsentrasi manitol pada karakter pertambahan ukuran kalus dan persentase green spot. Kalus yang toleran terhadap cekaman kekeringan setelah diinduksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma yaitu berasal dari kultivar Merbabu 17 dan Tenggo secara in vitro. Warna kalus kultivar Merbabu 17 dan Tenggo termasuk ke dalam kelompok kuning kehijauan. Struktur kalus kultivar Merbabu 17 yaitu kompak dan struktur kalus Tenggo yaitu remah.

Kata kunci: cekaman kekeringan, mutasi, kentang, manitol, seleksi in vitro, sinar gamma

ABSTRACT

Potato is one of the most important crops after rice and wheat. Global climate change that lead to environment stress, i.e. drought stress, make the environment less suitable for plant growth. The development of drought tolerant potato genotype is one of the options to solve the problem. The objective of this experiment was to obtain the selected drought tolerance callus after mutation induction by gamma ray irradiation. The experiment was conducted at Tissue Culture Plant Breeding Laboratory, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran from February to June 2014. The experiment was arranged in factorial randomized complete block design. The results showed that there were no interaction between potato cultivar with combination of gamma ray irradiation and mannitol concentration in the character of callus size and green spot percentage. Selected drought tolerance callus derived from Merbabu 17 and Tenggo cultivars. The callus colour of both cultivars was categorized in Yellow Green Group. Meanwhile, Merbabu 17 and Tenggo have different callus structure, compact and friable, respectively.

Key words: drought stress, gamma ray, in vitro selection, mannitol, mutation, potato

(2)

PENDAHULUAN

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas terpenting setelah beras dan gandum (Centro Internacional de la Papa/CIP, 2013). Kebutuhan konsumsi kentang di Indonesia selalu meningkat, namun produksi kentang selalu menurun setiap tahunnya. Produksi kentang pada tahun 2009 yaitu 1.176.304 ton, pada tahun 2010 turun menjadi 1.060.805 ton dan pada tahun 2011 produksi kentang hanya 955.488 ton (Badan Pusat Statistik, 2013). Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan produksi kentang di Indonesia yaitu penurunan luas area panen, perubahan iklim global, dan terbatasnya ketersediaan air di Indonesia. Perubahan iklim global telah dilaporkan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi lahan, air, dan infrastuktur seperti irigasi yang dapat menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir (Haryono, 2011).

Perakitan kultivar kentang yang toleran terhadap cekaman kekeringan dibutuhkan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Ketersediaan plasma nutfah kentang yang toleran terhadap cekaman kekeringan di Indonesia belum diketahui secara pasti. Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) telah banyak melepas kultivar kentang diantaranya adalah Granola L, Atlantik Malang, Merbabu 17, Andina, Cipanas, dan Tenggo. Data deskripsi keenam kultivar kentang tersebut hanya dijelaskan mengenai produktivitas, produksi, dan ketahanan terhadap hama penyakit saja, tidak terdapat keterangan mengenai karakter toleran terhadap cekaman kekeringan (Setiawati et al., 2007).

Perakitan kultivar yang toleran kekeringan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keragaman genetiknya yaitu dengan cara memanfaatkan teknik variasi somaklonal dan induksi mutasi. Induksi mutasi dapat terjadi secara alami atau pemberian mutagen berupa fisik. Induksi mutasi dengan pemberian mutagen fisik yang sering digunakan yaitu sinar gamma.

Induksi mutasi pada tanaman kentang dapat dilakukan dengan menggunakan sinar gamma (Mattjik, 2011). Induksi mutasi pada tanaman kentang telah dilakukan untuk memperoleh planlet kentang yang toleran terhadap cekaman salinitas tinggi (Yaycili dan Alikamanoğlu, 2012), toleran terhadap penyakit busuk daun, dan temperatur tinggi (Gosal et al., 2001). Dosis yang digunakan untuk memperoleh planlet kentang yang toleran terhadap salinitas tinggi yaitu 5 – 15 Gy (Yaycili dan Alikamanoğlu, 2012), sedangkan dosis yang digunakan untuk memperoleh planlet toleran terhadap penyakit busuk daun dan temperatur tinggi menggunakan dosis 20 dan 40 Gy (Gosal et al., 2001).

Induksi mutasi untuk mendapatkan variasi somaklonal yang mengarah pada perubahan sifat yang diinginkan dapat digunakan metode seleksi secara in vitro (Yunita, 2009). Simulasi seleksi cekaman kekeringan pada teknik in vitro dapat dilakukan dengan cara pemberian agen penyeleksi ke dalam media tanam. Menurut Yunita (2009), agen seleksi tersebut dapat berupa senyawa osmotikum. Senyawa tersebut dapat digunakan sebagai model seperti kondisi kekeringan di lapangan. Agen penyeleksi yang biasa digunakan dalam seleksi in vitro untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan adalah manitol, sorbitol, dan polietilen glikol atau PEG (Gulati dan Jaiwal, 1993; Gopal et al., 2007). Manitol merupakan salah satu agen penyeleksi yang dapat menurunkan potensial air bagi tanaman yang ditambahkan ke dalam media untuk seleksi in vitro (Sumarjan dan Hemon, 2009). Manitol telah banyak digunakan oleh para peneliti karena dapat mensimulasi situasi cekaman kekeringan ketika ditambahkan ke dalam media kultur dan tidak menimbulkan efek phytotoxic atau racun bagi tanaman (Rajashekar et al., 1995).

Perlakuan induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dan penambahan manitol yang ditambahkan ke dalam media tanam akan mempengaruhi penampilan dari eksplan kalus kentang yang tumbuh di

(3)

dalam media. Penampilan fenotipik suatu tanaman merupakan efek dari interaksi antara genotipe dengan lingkungan (Acquaah, 2007). Eksplan kalus kentang kultivar Granola, Atlantik, Merbabu 17, Andina, Cipanas, dan Tenggo yang telah diinduksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma selanjutnya ditanam pada media MS dengan penambahan 4% manitol dilakukan pada penelitian ini untuk memperoleh kalus yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan induksi mutasi dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Waktu percobaan dimulai pada bulan Februari sampai Juni 2014. Percobaan dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu : (i) tahap induksi kalus, (ii) tahap induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma, dan (iii) tahap pengujian pada media MS dengan penambahan 4% manitol.

Metode percobaan yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Faktor pertama yaitu kultivar (K) yang terdiri dari Kultivar Granola (k1), Atlantik (k2), Merbabu 17

(k3), Andina (k4), Cipanas (k5), Tenggo

(k6). Faktor kedua yaitu perlakuan

kombinasi dosis iradiasi sinar gamma dan konsentrasi manitol (P) yang terdiri dari perlakuan 0 Gy + 4% manitol (p1), 20 Gy +

4% manitol (p2), 40 Gy + 4% manitol (p3),

60 Gy + 4% manitol (p4). Analisis yang

dilakukan pada data yang diperoleh dari tahap percobaan tersebut adalah analisis varians dan uji-F. Jika terdapat perbedaan yang nyata pada uji-F, maka dilakukan uji lanjut yaitu Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5% dengan menggunakan software SPSS Versi 18.

Induksi kalus merupakan salah satu bahan tanaman yang efektif digunakan

untuk kegiatan iradiasi sinar gamma dan seleksi in vitro. Media untuk induksi kalus terdiri dari media MS (Murashige dan Skoog, 1962), gula (30 g/L), agar-agar (8 g/L), zat pengatur tumbuh auksin (2,4- dichlorophenoxyacetic 3 ppm) dan sitokinin (Benzil adenin 0,5 ppm). Media diatur pada pH 5,7-5,8 sebelum disterilisasi. Media tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 17,5 psi selama 15 menit.

Eksplan yang dipakai untuk induksi kalus yaitu berupa buku-buku yang berasal dari planlet-planlet kentang hasil kultur in vitro. Panjang buku yaitu kurang lebih 1 cm. Kultur yang dijadikan sebagai sumber eksplan harus terbebas dari kontaminasi jamur dan bakteri.

Penanaman eksplan dilakukan pada media induksi di ruang tanam menggunakan Laminar Air Flow (LAF). Eksplan yang sudah ditanam pada botol-botol kultur disimpan dalam rak penyimpanan di ruang inkubasi dengan kondisi tanpa penyinaran selama tiga minggu. Kondisi ruang kultur dijaga pada suhu 20oC – 30oC. Eksplan yang telah membentuk kalus selanjutnya diinduksi mutasi menggunakan irradiator gamma chamber 4000A (sumber 60Co) dengan dosis 20 Gy, 40 Gy, dan 60 Gy. Eksplan yang telah diiradiasi tersebut selanjutnya disubkultur pada media MS dengan penambahan 4% manitol. kalus tersebut diinkubasi selama 5 Minggu Setelah Perlakuan (5 MSP).

Pengamatan yang dilakukan selama percobaan terdiri dari pertambahan ukuran kalus, persentase green spot, warna kalus, dan struktur kalus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan utama pada perlakuan kombinasi iradiasi dan manitol dilakukan selama 5 MSP. Berdasarkan hasil uji-F pada Tabel 1 terlihat bahwa tidak terdapat interaksi antara kultivar dan perlakuan kombinasi iradiasi dan manitol pada karakter pertambahan ukuran kalus dan

(4)

persentase green spot. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Waheed (2001), yaitu tidak terdapat interaksi antara genotipe kentang dengan perlakuan iradiasi sinar gamma dan media selektif salinitas tinggi.

Karakter-karakter yang memiliki nilai uji-F berbeda nyata pada taraf 1% dan 5% selanjutnya dianalisis lebih lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 1. Nilai uji-F pada Karakter-Karakter Pengamatan Utama

Sumber Varians Pertambahan Ukuran Kalus (mm) Persentase Green Spot (%) Tabel 0,05 Tabel 0,01 Kultivar 8,2** 39,1** 2,64 3,94

Perlakuan Kombinasi Dosis

Iradiasi dan Manitol 3,8* 0,70

tn

3,03 4,76 Kultivar x Perlakuan

Kombinasi Dosis Iradiasi dan Manitol

1,0tn 0,74tn 2,15 2,97

Keterangan: ** berbeda nyata pada taraf 1% * berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5% Pertambahan ukuran kalus pada perlakuan kombinasi iradiasi dan manitol dipengaruhi sangat nyata oleh kultivar dan perlakuan kombinasi dosis iradiasi dan manitol. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan ukuran kalus setiap kultivar berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan ukuran kalus menunjukkan

respon setiap kultivar berbeda-beda pada kombinasi perlakuan dosis iradiasi dan media MS dengan penambahan manitol. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Marlina (2009) bahwa media tanam, jenis eksplan yang digunakan, dan klon atau

kultivar tanaman mempengaruhi

pertumbuhan kultur.

Tabel 2. Pengaruh Mandiri Kultivar Terhadap Karakter Pertambahan Ukuran Kalus

Kultivar Nilai Rata-rata Pertambahan Ukuran Kalus (mm) Granola (k1) 2,3 c Atlantik (k2) 2,8 bc Merbabu 17 (k3) 3,3 ab Andina (k4) 3,4 ab Cipanas (k5) 3,8 a Tenggo (k6) 3,8 a

Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dinyatakantidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan 60 Gy + 4% manitol menghasilkan rata-rata pertambahan ukuran

kalus terkecil dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, kecuali perlakuan 40 Gy + 4% Manitol.

(5)

Kombinasi Iradiasi dan Manitol Nilai Rata-rata Pertambahan Ukuran Kalus (mm) 0 Gy + 4% Manitol (p1) 3,5 ab 20 Gy + 4% Manitol (p2) 3,6 a 40 Gy + 4% Manitol (p3) 3,0 bc 60 Gy + 4% Manitol (p4) 2,9 c

Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dinyatakan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Perlakuan kombinasi iradiasi sinar gamma dan penambahan 4% manitol menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap karakter pertambahan ukuran kalus. Hal tersebut diduga terjadi selain karena adanya pengaruh dari dosis sinar gamma juga terdapat pengaruh dari manitol. Menurut Purnamaningsih (2002), manitol berperan sebagai regulator osmotik apabila diberikan pada media dalam konsentrasi yang tinggi. Nutrisi pada media akan sulit masuk ke dalam jaringan tanaman ketika terdapat tekanan osmotik pada media. Nutrisi yang sulit masuk menyebabkan terhambatnya pertumbuhan kalus. Perlakuan dosis iradiasi 60 Gy + 4% manitol menunjukkan pertambahan ukuran kalus terendah, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis

iradiasi 40 Gy + 4% manitol. Hal tersebut diduga terjadi karena dosis iradiasi yang tinggi menyebabkan kerusakan yang tinggi pada sel-sel (Abdullah et al., 2009), selain itu manitol juga memberikan efek tekanan osmotik menyebabkan sel-sel pada kalus tidak mendapatkan nutrisi yang optimal (Purnamaningsih, 2002).

Persentase green spot dipengaruhi sangat nyata secara mandiri oleh kulitvar. Berdasarkan data Tabel 4 menunjukkan bahwa kultivar Merbabu 17 dan Tenggo memiliki nilai rata-rata persentase green spot tertinggi dan berbeda nyata dengan empat kultivar lainnya. Kultivar Atlantik memiliki nilai rata-rata persentase green spot terendah yaitu 7,2% namun tidak berbeda nyata dengan kultivar Granola. Tabel 4. Pengaruh Mandiri Kultivar Terhadap Karakter Persentase Green Spot

Kultivar Nilai Rata-Rata Persentase

Green Spot (%) Granola (k1) 9,0 d Atlantik (k2) 7,2 d Merbabu 17 (k3) 78,6 a Andina (k4) 52,5 b Cipanas (k5) 26,6 c Tenggo (k6) 70,3 a

Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf kecil yang sama pada kolom yang sama,dinyatakan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.

Kultivar kentang yang diuji menunjukkan respon yang berbeda-beda pada persentase green spot. Hal tersebut diduga adanya efek dari iradiasi sinar gamma dan manitol. Kalus yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma

diduga dapat meningkatkan kandungan prolin di dalam jaringan. Berdasarkan penelitian Awad (2009) pada tanaman Stevia rebaudiana menunjukkan semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma, semakin tinggi pula kandungan prolin di dalam

(6)

tanaman. Kalus kentang ditanam pada media MS dengan penambahan 4% manitol maka sel-sel pada kalus akan mempertahankan diri terhadap cekaman kekeringan yang ditimbulkan oleh efek manitol. Salah satu pertahanan tanaman dalam mempertahankan diri ketika terjadi cekaman kekeringan yaitu dengan cara pertahanan biokimia (Delauney dan Verma, 1993).

Pertahanan secara biokimia yaitu dengan cara tanaman meningkatkan akumulasi prolin di dalam sel-sel agar dapat hidup ketika menghadapi cekaman kekeringan (Cha-um et al., 2010). Senyawa prolin dapat memberikan stabilisasi protein pada membran sel selama dalam keadaan cekaman kekeringan (Mohamed et al., 2000). Lestari dan Yunita (2008) memaparkan bahwa senyawa prolin yang tinggi pada kalus dapat menyebabkan persentase green spot menjadi semakin tinggi. Prolin merupakan senyawa asam amino yang berfungsi untuk pembentukan embriogenesis.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan, kultivar Merbabu 17 dan Tenggo memiliki persentase green spot tertinggi (Tabel 4). Hal tersebut diduga karena kultivar Merbabu 17 dan Tenggo memiliki kandungan prolin yang tinggi. Menurut hasil penelitian Ashraf (1998) pada tanaman gandum, respon genotip terhadap cekaman kekeringan berbeda-beda, hal tersebut dibuktikan dengan kandungan prolin yang tidak sama antar genotip. Genotip yang menunjukkan produktivitas tertinggi pada saat cekaman kekeringan memiliki kandungan prolin yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan percobaan yang telah dilakukan pada penelitian ini bahwa perbedaan kultivar yang digunakan menunjukkan persentase green spot kalus kentang yang berbeda-beda pula.

Pengamatan warna kalus dilakukan setiap minggu sampai 5 MSP. Penentuan warna kalus dilakukan menggunakan color chart dari The Royal Horticultural Society Fifth Edition Fan 3 dan Fan 4. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada

percobaan ini, warna kalus dikelompokkan menjadi tiga yaitu Yellow-Green Group/kuning kehijauan, Grey-Brown Group/abu kecoklatan, dan Brown Group/coklat.

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan respon kultivar terhadap media selektif manitol. Kalus kultivar Atlantik, Merbabu 17, Andina, dan Tenggo termasuk ke dalam kelompok Yellow-Green Group/kuning kehijauan pada semua perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus yang berwarna kuning kehijaun toleran terhadap media manitol. Mariska et al. (2004) memaparkan bahwa kalus yang berwarna kuning yaitu kalus yang toleran terhadap kekeringan dan dapat diregenerasikan.

Kalus kultivar Granola termasuk ke dalam kelompok Grey-Brown Group/abu kecoklatan pada perlakuan 20 Gy + 4% manitol dan kelompok Brown Group/coklat pada perlakuan 40 Gy + 4% manitol serta 60 Gy + 4% manitol. Kalus kultivar Cipanas memiliki warna kalus Yellow-Green Group/kuning kehijauan pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan 60 Gy + 4% manitol warna kalus termasuk ke dalam Grey-Brown Group/abu kecoklatan (Gambar 1). Hasil penelitian Sumarjan dan Hemon (2009) mengenai efektivitas manitol terhadap embrio somatik kacang tanah menunjukkan bahwa kalus yang terdapat pada media MS dengan penambahan 5% manitol memiliki warna coklat kehitaman. Kalus yang berwarna coklat tersebut merupakan salah satu indikator bahwa kalus tidak dapat beregenerasi.

(a) (b)

Gambar 1. Warna Kalus Kultivar Cipanas: (a) Perlakuan Dosis Iradiasi 0 Gy + 4%

(7)

Manitol dan (b) Perlakuan Dosis Iradiasi 60 Gy + 4% Manitol

Manitol yang bersifat sebagai senyawa osmotik untuk mengubah potensial air menyebabkan kalus sulit untuk menyerap air pada media kultur (Thorpe et al., 2008).Hal tersebut diduga menyebabkan kematian pada sel-sel sehingga warna kalus berubah menjadi coklat karena transportasi air ke dalam sel tidak maksimal. Kalus yang berwarna coklat atau hitam, pertumbuhan lambat atau

tidak mengalami pertumbuhan

mengindikasikan bahwa kalus tersebut telah mati (Sutjahjo dan Kadir, 2007).

Struktur kalus dapat dijadikan sebagai indikator kualitas kalus untuk beregenerasi. Pengamatan struktur kalus dilakukan setiap minggu selama 5 MSP. Struktur kalus terdiri dari kalus yang berstruktur remah, kompak, dan kombinasi remah kompak (intermediate).

Struktur kalus setiap kultivar sangat bervariasi. Kultivar Granola pada perlakuan 20 Gy + 4% manitol yaitu kombinasi remah kompak dan pada perlakuan 60 Gy + 4% manitol yaitu 50% remah dan 50% kompak. Kalus kultivar Atlantik pada perlakuan 0 Gy + 4% manitoldan 60 Gy + 4% manitol yaitu kompak dan struktur kalus menunjukkan kombinasi remah kompak pada perlakuan 20 Gy + 4% manitoldan 40 Gy + 4% manitol. Kalus kultivar Andina memiliki kalus berstruktur remah pada perlakuan 0 Gy + 4% manitoldan 40 Gy + 4% manitol, sedangkan kalus berstruktur remah dan kompak pada perlakaun 20 Gy + 4% manitoldan 60 Gy + 4% manitol. Kalus kultivar Merbabu 17 yaitu kompak dan kalus kultivar Tenggo yaitu remah pada seluruh perlakuan.

SIMPULAN

1. Tidak terdapat interaksi antara kultivar kentang dengan perlakuan iradiasi sinar gamma pada kalus kentang dan perlakuan manitol yang diberikan pada media kultur in vitro pada karakter

pertambahan ukuran kalus dan persentase green spot.

2. Terdapat kalus yang toleran terhadap cekaman kekeringan akibat perlakuan manitol yang diberikan pada media kultur in vitro setelah diinduksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma yaitu berasal dari kultivar Merbabu 17 dan Tenggo.

3. Warna kalus kultivar Merbabu 17 dan Tenggo termasuk ke dalam kelompok Yellow Green Group/kuning kehijauan pada seluruh perlakuan.

4. Struktur kalus pada kultivar Merbabu 17 yaitu kompak dan kalus kultivar Tenggo yaitu remah pada semua perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. L., J. Endan, and B. M. Nazir 2009. Changes in flower development, chlorophyll mutation, and alteration in plant morphology of Curcuma alismatifolia by gamma irradiation. American Journal of Aplied Sciences 6(7): 1436–1439. Acquaah, G. 2007. Principles of Plant

Genetics and Breeding. Blackwell Publishing: Oxford.

Ashraf, M. and M. R. Foolad. 2007. Roles of glycine betaine and proline in improving plant abiotic stress resistance. Elsevier, Vol. 59(2): 206-216.

doi:10.1016/j.envexpbot.2005.12.00 6.

Awad, A. S. A. 2009. Cytogenic studies on Stevia rebaudiana produced by tissue culture and affected by gamma rays and drought. Thesis. Botany Department, Ain Shams University.

Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang, 2009-2012. Available at: http://bps.go.id. Diakses pada 27 Agustus 2013.

Centro Internacional de la Papa (CIP). 2013. Facts and Figures. Available

(8)

at: http://cipotato.org/potato/facts. Diakses pada 5 November 2013. Cha-um, S., T. H. N. Nguyen, and C.

Kirdmanee. 2010. Effect of mannitol and salt induced iso-osmotic stress on proline accumulation, photosynthetic abilities, and growth characters of rice cultivars (Oryza sativa L . Spp . Indica). Pak. J. Bot., 42(2): 927– 941.

Delauney, A. J., and D. P. S Verma. 1993. Proline biosynthesis and osmoregulation in plants. The Plant Journal, 4(2): 215-223.

Gopal, J., K. Iwama, and Y. Jitsuyama. 2007. In vitro screening of potato against water-stress mediated through sorbitol and polyethylene glycol. Plant Cell Reports, 26(5): 693–700. doi:10.1007/s00299-006-0275-6.

Gosal, S.S., A. Das, J. Gopal, J.L. Minocha, H. R, Chopra, H. S. Dhaliwal. 2001. In vitro induction of variability through radiation for late blight resistance and heat tolerance in potato. In Proceedings of a Final Research Co-ordination Meeting organized by the Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture held in Shanghai, China. International Atomic Energy Agency (IAEA), Vienna, Austria.

Gulati, A., and P. K. Jaiwal. 1993. Selection and characterization of mannitol-tolerant callus lines of Vigna radiata (L.) Wilczek. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture, Vol 34: 35–41.

Haryono. 2011. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian.

Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian,

Kementerian Pertanian.

Lestari, E. G. dan R. Yunita. 2008. Induksi kalus dan regenerasi tunas padi varietas fatmawati. Bul. Agron., Vol. 36(2): 106–110.

Mattjik, N. A. 2011. Keragaman Somaklonal dalam Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. PT Penerbit IPB Press: Bogor.

Mariska, I., E. G. Lestari, D. Sukmadjaja, dan D. Suardi. 2004. Seleksi in vitro dan identifikasi tanaman padi varietas gajahmungkur, towuti, dan IR64 yang tahan kekeringan. Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen, hal. 170– 179.Marlina, N. 2009. Teknik perbanyakan lili dengan kultur jaringan. Buletin Teknik Pertanian, Vol. 14(1): 6–8.

Mohamed, M. A., P. J. C. Harris, and J. Henderson. 2000. In vitro selection and characterisation of a drought tolerant clone of Tagetes minuta. Plant Science : An International Journal of Experimental Plant Biology, Vol. 159(2): 213–222. Purnamaningsih, R. 2002. Regenerasi

tanaman melalui embriogenesis somatik dan beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin Agro Bio, Vol. 5(2): 51–58.

Rajashekar, G., D. Palmquist, and C. A. Ledbetter. 1995. In vitro screening procedure for osmotic tolerance in prunus. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture, Vol. 41: 159–164. Setiawati, W., R. Murtiningsih, T.

Handayani, dan G. A. Sopha. 2007. Katalog Teknologi Inovatif Sayuran. Agro Inovasi, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. hal. 12–15.

Stoop, J. M. H., J. D. Williamson, and D. M. Phar. 1996. Mannitol metabolism in plants: a method for coping with stress. Trends in Plant Science, Vol. 1(5): 139–144. doi:10.1016/S13601385(96)80048-3.

Sumarjan dan A. F. Hemon. 2009. Efektivitas polietilena glikol dan manitol sebagai agens penyeleksi in vitro untuk cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan embrio

(9)

somatik kacang tanah. Crop Agro. Vol. 2(1): 30–36.

Sutjahjo, S. H., A. Kadir, dan I. Mariska. 2007. Efektifitas polietilena glikol sebagai bahan penyeleksi kalus nilam yang diiradiasi sinar gamma untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9(1): 48-57.

Thorpe, T., C. Stasolla, E. C. Yeung, G.-J. de Klerk, A. Roberts, and E. F. George. 2008. The Components of Plant Tissue Culture Media II: Organic Additions, Osmotic, and pH Effects, and Support System in Edwin F. G., M. A. Hall, and G-J. De Klerk (eds) Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Springer. Netherlands.Waheed, R.A. 2001. Use of radiation and in vitro techniques for development of salt tolerant mutants in sugarcane and potato. In Proceedings of a Final Research Co-ordination Meeting organized by the Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture held in Shanghai, China. International Atomic Energy Agency (IAEA), Vienna, Austria.

Yaycili, O. dan S. Alikamanoglu. 2012. Induction of salt-tolerant potato (Solanum tuberosum L.) mutants with gamma irradiation and characterization of genetic variations via RAPD-PCR analysis. Turk. J. Biol., Vol. 36: 405-412. Yunita, R. 2009. Pemanfaatan variasi

somaklonal dan seleksi in vitro dalam perakitan tanaman toleran cekaman abiotik. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 28(4): 142-148.

Gambar

Tabel 1. Nilai uji-F pada Karakter-Karakter Pengamatan Utama
Tabel 4. Pengaruh Mandiri Kultivar Terhadap Karakter Persentase Green Spot

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga dapat menyelesaikan

Biaya Administrasi adalah 5% dari total tagihan RS untuk pasien asuransi (tanpa batas maksimal), dan 5% dengan maksimal nilai Rp 600rb - Rp 900rb untuk pasien umum (tergantung

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menganalisa aspek teknis alat tangkap bubu lipat (Traps) di Perairan Tegal, menganalisa pendapatan, biaya dan keuntungan

Hasil output uji T terhadap komposisi hasil tangkapan rajungan dalam berat (kg) pada selang kepercayaan 95% (P>0,05) dan hasil output uji T hasil tangkapan dalam jumlah

Konsentrasi optimal dari pemberian insektisida permetrin pada daya tetas telur Argulus japonicus terdapat pada perlakuan E konsentrasi 1 ppm dengan daya tetas Argulus

Benda yang bergerak melingkar beraturan memiliki tiga percepatan yatiu percepatan sudut (  ), percepatan sentripetal ( a s ) dan percepatan tangensial ( a t

pelanggan untuk bertanya kembali. Pengetahuan dan kehandalan karyawan pada Restoran A&W sangat penting dengan menunjang program layana prima terutama menguasai

Konsentrasi asam organik yang lebih tinggi disebabkan oleh karena meningkatnya konsentrasi asam sitrat dalam hal ini asam sitrat merupakan produk siklus asam sitrat yang selalu