• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK P (Mus GL sa paradisia UKOSA D PEMBERI Dia Me

aca var. sap

DARAH TIK TER IAN JUS BU ajukan Untu emperoleh G Pro Kat FAK UNIVERS Y i pientum (L KUS JANT RBEBANI G UAH PISA SKRIP uk Memenu Gelar Sarjan ogram Stud Oleh therine Jess NIM: 0981 KULTAS F SITAS SAN YOGYAKA 2013 L.) Kunt.) T TAN GALU GLUKOSA ANG AMBO TERHADA UR WISTA A ON P KADAR AR YANG R PSI uhi Salah Sa na Farmasi atu Syarat (S.Farm) i Farmasi : ica Ariani 14073 FARMASI

NATA DHAARMA ARTA

(2)

(3)

(4)

PERSEMMBAHAN

Tuh

Papa

m

Ku

han Yesus

a, Mama d

m

“Satu-sat

mencintai

upersemba

s dan Bun

dan adikk

mendorong

Ignatius

Sahabat

Alm

“Han

keaja

sesuat

tunya ca

apa yang

iv

ahkan kar

nda Mari

kekuat

ku yang

gku untuk

Mariandr

t-sahabatk

mamaterku

nya ada

anda. P

aiban, da

unya ad

ara meng

g anda lak

ryaku ini

a yang se

tan

selalu me

k terus be

rianto Sa

ku tersay

u tercinta

dua car

Pertama

an lainny

dalah kea

gerjakan

kukan” (

i untuk:

elalu mem

emberikan

erkarya

putra

yang

a

a untuk

a berpikir

ya adala

ajaiban”

pekerjaa

Steve Jo

mberikan

n doa dan

menjala

r bahwa

ah berpik

” (Albert

an besar

obs)

adalah

ani hidup

a tak ada

kir segala

Einstein)

p

a

a

)

n

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Pemberian Jus Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Galur Wistar yang Terbebani Glukosa” dengan baik.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan, bantuan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama ini. 2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama

skripsi ini atas segala kesabaran dan perhatian selama memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan, masukan, dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Phebe Hendra, M.Si, Ph.D, Apt sebagai Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kemajuan skripsi ini.

(8)

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si.,Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmasi yang telah memberikan izin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini.

6. Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Kayat, Mas Yuwono dan semua staf laboratorium Farmasi yang bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung.

7. Papa Bambang Ari, Mama Riwin Purbowardani dan Anastasia Jeanice Arintasari yang telah memberikan perhatian, semangat, motivasi, doa dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

8. F.Eki Suprabawati dan Herman Gunawan sebagai sahabat seperjalanan skripsi atas dukungan, semangat, perhatian, dan doanya.

9. Ignatius Mariandrianto Saputra atas cinta dan semangat yang selalu diberikan.

10.Teman-teman FSM B 2009, FKK B 2009 dan semua teman-teman Fakultas Farmasi USD atas kebersamaanya selama kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

11.Teman-teman Kos Icha atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya selama tinggal di Yogyakarta.

12.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat demi pengembangan ilmu pengetahuan, serta menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii ABSTRACT ... xix BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang ... 1 1. Pemasalahan ... 4 2. Keaslian penelitian ... 4 3. Manfaat penelitian ... 5 B. Tujuan penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Diabetes Mellitus ... 6

(11)

1. Definisi ... 6

2. Klasifikasi ... 6

3. Gejala ... 8

4. Diagnosis ... 9

B. Metabolisme Karbohidrat ... 11

C. Terapi Diabetes Mellitus ... 14

D. Glibenklamida ... 18

E. Metode Uji Efek Antidiabetes ... 19

1. Metode uji toleransi glukosa ... 19

2. Metode uji dengan perusakan pankreas ... 20

3. Metode resistensi insulin ... 20

F. Metode Enzimatik GOD-PAP... 20

G. Pisang Ambon ... 21

1. Uraian tanaman ... 21

2. Taksonomi ... 22

3. Kandungan buah pisang ambon ... 23

H. Landasan Teori ... 23

I. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel utama ... 27

2. Variabel pengacau ... 27

(12)

3. Definisi Operasional ... 28

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 29

1. Bahan penelitian ... 29

2. Alat penelitian ... 30

D. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi tanaman ... 31

2. Pengumpulan bahan ... 31

3. Pembuatan jus buah pisang ambon ... 31

4. Perhitungan dosis pemberian jus buah pisang ambon...32

5. Preparasi bahan ... 32

6. Percobaan pendahuluan ... 34

7. Tahap percobaan ... 35

E. Tata Cara Analisis Hasil ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 38

B. Hasil Percobaan Pendahuluan ... 38

1. Penetapan waktu pemberian glibenklamida ... 40

2. Penetapan dosis pemberian jus buah pisang ambon...42

C. Efek penurunan kadar glukosa darah jus buah pisang ambon...43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(13)

LAMPIRAN ... 57 BIOGRAFI PENULIS ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai Kadar Glukosa Darah ... 6

Tabel II. Kriteria Diagnosis DM ... 10

Tabel III. Kriteria Diagnosis DM Berdasarkan Nilai HbA1C... 11

Tabel IV. Nilai Rujukan Kadar Glukosa Darah dalam Manajemen Terapi DM ... 14

Tabel V. Komposisi Kandungan Gizi Buah Pisang Ambon per 100 gram ... 22

Tabel VI. Isi Pereaksi Enzim Glucose GOD-PAP ... 30

Tabel VII. Keseragaman Bobot Tablet...33

Tabel VIII. Volume Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 36

Tabel IX. Hasil Uji Post Hoc Scheffe LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus ... 41

Tabel X. Nilai LDDK0-240 ± SE Suspensi Glibenklamida Sebelum UTGO ... 41

Tabel XI. Rerata Kadar Glukosa Darah dan LDDK0-240 ± SE Pada Setiap Kelompok Perlakuan ... 44

Tabel XII. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus ... 46

Tabel XIII. Hasil Uji Homogenity Of Variance One Way ANOVA LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus yang Terbebani Glukosa ... 47

Tabel XIV. Hasil Uji One Way ANOVA LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus yang Terbebani Glukosa ... 47

(15)

Tabel XV. Hasil Post Hoc Scheffe LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus

yang Terbebani Glukosa ... 48 Tabel XVI. Pengaruh Perlakuan Jus Buah Pisang Ambon

Terhadap LDDK0-240 Kadar Glukosa Darah Tikus dan Prosentase Perbedaan Terhadap Kontrol Positif dan Kontrol Negatif ... 51

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sekresi Insulin Akibat Peningkatan Kadar Glukosa Dalam Darah..12 Gambar 2. Struktur Glibenklamida ... 18 Gambar 3. Tanaman Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. ... 21 Gambar 4. Reaksi Enzimatik Antara Glukosa dan Reagen GOD-PAP ... 40 Gambar 5. Diagram Nilai LDDK0-240 ± SESuspensi Glibenklamida

Sebelum UTGO ... 42 Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Waktu

dan Rerata Kadar Glukosa Darah ... 45 Gambar 7. Diagram LDDK0-240 ± SEKadar Glukosa Darah

Masing-masing Perlakuan ... 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Tumbuhan Pisang Ambon. ... 58 Lampiran 2. Foto Alat Penelitian ... 59 Lampiran 3. Preparasi Bahan ... 60 Lampiran 4.Analisis Statistik Data LDDK0-240 Penetapan Waktu

Pemberian Glibenklamida Menggunakan SPSS 16 ... 62 Lampiran 5.Analisis Statistik Data LDDK0-240 Efek Penurunan Kadar

Glukosa Darah Jus Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca

var. Sapientum (L.) Kunt.Menggunakan SPSS 16 ... 64 Lampiran 6. Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ... 67 Lampiran 7. Leaflet GOD-PAP... 68

(18)

INTISARI

Pengobatan tradisional untuk mengobati Diabetes Mellitus sudah banyak digunakan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt..) saat ini sudah digunakan oleh masyarakat secara tradisional untuk menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian jus Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.. terhadap kadar glukosa darah dan mengetahui dosis jus Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. yang paling efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi secara acak dalam lima kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC 1%, kelompok II (kontrol positif) diberi Glibenklamida dosis 0,64 mg/kgBB dan kelompok III, IV dan V diberi jus Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. dengan dosis 5; 10 dan 20 ml/kgBB, semua pemberian dilakukan secara per-oral. Efek hipoglikemik jus Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. diuji mengikuti metode Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO). Kadar glukosa darah ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240 setelah UTGO dari hewan uji yang sebelumnya telah mendapatkan pra-perlakuan kontrol negatif, kontrol positif dan jus Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.. Kadar glukosa darah akan ditetapkan dengan metode enzimatis GOD-PAP. Data LDDK0-240 tiap kelompok dianalisis secara statistik

menggunakan metode One Way ANOVA dan uji Post-Hoc Scheffe bertaraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus buah Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.. dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa. Dosis Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.. yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah pada dosis 5ml/kgBB.

Kata Kunci: jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt..,penurunan kadar glukosa darah, UTGO, GOD-PAP

(19)

xix

ABSTRACT

Traditional medicine for Diabetes Mellitus are now widely used in Indonesia. Musa paradisiaca var. Sapientum (L.) Kunt. is now used by people traditionally to lower blood glucose levels. This research is to know the effect of giving Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice to the blood glucose levels and to know the most effective of giving Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. dose to lower the blood glucose levels in rats burdened glucose.

This research was experimental study with one way-complete-random design using 25 male rats were divided into five groups. The rats in group I (negative control) were given of CMC 1%, the group II rats were given 0,64mg/kgBW doses of Glibenclamide (positive control), and group III,IV and V were given 5, 10 and 20 ml/kgBW doses of Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice. The hypoglycemic effect of Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice was tested by following the Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) method. The blood-glucose contents were taken, at 0 minutes before OGTT, and also taken at minutes of 15, 20, 45, 60, 90, 120, 180, and 240 after OGTT, from the tested animal that had been gotten the pre-treatment of negative control, positive control and Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice. The blood glucose levels was determined by using enzymatis GOD-PAP method. The AUC

0-240 was statistically analyzed using

one way ANOVA and Scheffe test with 95% convidence level.

The result of this research showed that Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. can lower on rats in burdened glucose. The most effective dose of Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice can lower glucose blood levels at 5ml/kgBW.

Keywords : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. juice, lowering blood glucose levels, OGTT, GOD-PAP

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pada masa sekarang ini, di negara-negara maju dan berkembang, usia harapan hidup masyarakat menjadi berkurang karena menurunnya kondisi kesehatan. Masalah kesehatan dan kematian saat ini kebanyakan disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif diantaranya penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus (DM) (Suyono, 2002).

Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 2% (terdapat 3,56 juta pasien DM). Antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang (Hiswani, 2011). Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, tingkat prevalensi penderita penyakit DM berkisar antara 1,2-2,3% dari jumlah penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Angka ini cenderung meningkat terus seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (Dalimartha, 2005).

DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan resistensi terhadap insulin, sekresi insulin tidak cukup, atau keduanya (Wells, Dipiro, Schwinghammer, dan Dipiro, 2009). Setengah dari jumlah penderita DM tidak terdiagnosa karena pada umumnya DM tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit DM meningkat karena terjadi perubahan gaya

(21)

hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut. Dengan makin majunya keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, diperkirakan tingkat kejadian penyakit DM akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi (Hiswani, 2011).

Menurut Prichatin (2001), pengobatan DM biasanya dilakukan dengan diet atau dengan gabungan diet dan pemberian antidiabetik oral dan bisa juga dengan kombinasi antidiabetik oral dan insulin. Hal ini bergantung pada tingkat keparahan DM yang terjadi. Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan di apotek, tetapi harga obat-obatan ini cukup mahal padahal harus digunakan terus-menerus. Disamping itu daerah yang tidak mempunyai apotek, sulit menemukan obat untuk penyakit ini. Oleh karena itu perlu digunakan obat dari lingkungan sekitar yaitu dengan memanfaatkan tanaman yang bermanfaat dapat menurunkan kadar glukosa darah (Widowati, Dzulkarnain, dan Sa’aroni, 1997).

Pengobatan tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Penggunaan buah pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu alternatif pengobatan tradisional untuk menurunkan kadar glukosa darah. Zafar dan Akter (2011) melaporkan bahwa buah pisang (Musa paradisiaca) yang belum matang (unripe) digunakan secara

(22)

tradisional digunakan untuk mengobati DM dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Alarcon-Aguilara et al, (1998) diketahui bahwa buah pisang (Musa paradisiaca L.) memiliki aktivitas antihiperglikemik pada kelinci. Selain itu, penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurmaulawati (2004) dan Aenah (2004) menunjukkan bahwa pemberian fraksi larut air ekstrak etanolik dan fraksi etanol ekstrak etanolik pisang kapas (Musa paradisiaca L.) dosis 0,25 g/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa.

Buah pisang (Musa paradisiaca L.) mengandung tannin, alkaloid, saponin dan flavonoid (Eleazu, Okafor, dan Ahamefuna, 2010). Buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) juga diketahui memiliki kandungan saponin, glikosida, tannin, alkaloid dan flavonoid (Ajani, Salau, Akinlolu, Ekor, dan Soladoye, 2010). Menurut Kaimal, Sujatha, dan George (2010) senyawa yang bertanggung jawab dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah flavonoid, tannin, triterpenoid dan steroid. Nakanishi (1974) menyatakan bahwa tumbuhan yang memiliki kandungan senyawa yang sama atau konstituen terkait diduga memiliki khasiat yang sama, sehingga menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi mengenai efek buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode UTGO (Uji Toleransi Glukosa Oral). Penelitian ini menggunakan sediaan jus karena didasarkan pada penggunaan buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) di masyarakat dan untuk mempertahankan kesegaran,

(23)

nutrisi, dan kandungan buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.).

1. Permasalahan

a. Apakah jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan galur Wistar yang terbebani glukosa?

b. Berapakah dosis yang paling efektif dari jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) untuk menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan galur Wistar yang terbebani glukosa?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurmaulawati (2004) dan Aenah (2004) mengenai pemberian fraksi larut air ekstrak etanolik dan fraksi etanol ekstrak etanolik pisang kapas (Musa paradisiaca L.) untuk menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa. Persamaan dalam penelitian yang dilakukan Nurmaulawati (2004) dan Aenah (2004) adalah metode yang digunakan, kontrol positif dan kontrol negatif . Perbedaannya terletak pada jenis buah yang digunakan dimana pada penelitian kali ini menggunakan buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dan jenis sediaan yang digunakan yaitu menggunakan bentuk sediaan jus.

Sejauh penelusuran pustaka oleh penulis, penelitian mengenai efek pemberian jus pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) terhadap kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa belum pernah dilakukan.

(24)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) sebagai obat tradisional yang berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah.

b. Manfaat praktis. Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan tambahan wawasan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya para penderita DM mengenai penggunaan buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) untuk menurunkan kadar glukosa darah.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh informasi mengenai efek pemberian jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) untuk menurunkan kadar glukosa darah.

2. Tujuan khusus

a. Memperoleh informasi mengenai jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa.

b. Untuk memperoleh informasi dosis yang paling efektif dari jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa.

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus 1. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. (Widowati dkk., 1997). DM terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2013). Nilai kadar glukosa darah dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Nilai Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah (mg/dL) Glukosa plasma puasa normal <110

Terjadi gangguan kadar glukosa plasma puasa

110-125 Gangguan toleransi glukosa didiagnosis

sesudah pembebanan 75g glukosa 140-199 Pasien didiagnosis DM ketika kadar

glukosa plasma puasa

>126 Pasien didiagnosis DM ketika kadar

glukosa setelah pembebanan 75 g glukosa

> 200

(Merentek, 2006).

2. Klasifikasi

Klasifikasi DM menurut etiologinya yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes gestasional (Soegondo, 2005).

(26)

a. DM Tipe 1

DM tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketoasidosis apabila tidak diobati. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel-sel beta pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta peningkatan kadar gukosa darah (Katzung, 2002).

b. DM Tipe 2

Penderita DM tipe 2 mempunyai sirkulasi endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar yang kurang normal atau kadarnya relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan untuk memproduksi insulin. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, terjadi pula defisiensi respon sel beta pankreas terhadap glukosa (Katzung, 2002).

c. DM Tipe Lain

Pada diabetes tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan penyakit-penyakit lain. Penyakit tersebut meliputi penyakit-penyakit eksokrin pankreas, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik (Soegondo, 2005).

(27)

d. DM Gestasional

DM dalam kehamilan (Gestational DM– GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan resistensi insulin (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM, yaitu riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3-5%. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya DM di masa mendatang (Manaf, 2006).

3. Gejala

Gejala utama pada DM adalah: a. Polifagia (meningkatnya rasa lapar)

Polifagia terjadi karena berkurangnya kadar glukosa dalam tubuh walaupun kadar glukosa darah tinggi. Hal ini karena tubuh berusaha memperoleh tambahan cadangan glukosa dari makanan (Lanywati, 2001). b. Polidipsia (meningkatnya rasa haus)

Terjadinya polidipsia akibat tubuh banyak mengeluarkan urin. Untuk menghindari dehidrasi, maka tubuh akan merespon secara otomatis. Respon ini akan menimbulkan rasa haus pada pasien selama glukosa darah belum terkontrol (Dipiro, Tarbet, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2005).

(28)

c. Poliuria (meningkatnya buang air kecil)

Hal ini disebabkan kadar glukosa darah yang berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan urin. Gejala ini umumnya timbul pada malam hari (Dipiro dkk., 2005).

Gejala dan tanda-tanda penyakit DM dapat digolongkan menjadi : a. Gejala akut

Pada setiap penderita DM gejala akut yang dialami tidak sama, bahkan terdapat penderita yang tidak mengalami gejala apapun sampai waktu tertentu. Gejala akut yang terjadi hampir sama dengan gejala utama. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, maka akan timbul gejala yang disebabkan kurangnya insulin, yaitu nafsu makan mulai berkurang bahkan terkadang terjadi mual dan mudah lelah (Tjokroprawiro, 2006).

b. Gejala kronis

Gejala kronis yang timbul pada penyakit DM antara lain kesemutan, kulit terasa panas, terasa tebal di kulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin (Tjokroprawiro, 2006).

4. Diagnosis

Pemeriksaan untuk DM tipe 2 sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun di dimulai pada usia 45 tahun. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa plasma puasa. Glukosa plasma puasa normal adalah kurang dari 100 mg / dL (5,6 mmol / L). Terjadinya gangguan glukosa plasma jika kadarnya 100

(29)

sampai 125 mg / dL (5,6-6,9 mmol / L). Gangguan toleransi glukosa didiagnosis ketika kadar glukosa 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral adalah antara 140 dan 199 mg per dL (7,8-11,0 mmol / L) (Wells dkk., 2009). Kriteria seseorang didiagnosis menderita DM dapat terlihat pada Tabel II.

Tabel II. Kriteria Diagnosis DM:

Kadar glukosa darah (mg/dL)

Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 Glukosa plasma puasa ≥ 126 Glukosa plasma setelah 2 jam

pemberian 75g glukosa anhidrat

≥ 200

(Wells dkk., 2009). Pemeriksaan yang lebih akurat untuk mendiagnosis seseorang mengalami DM yaitu pemeriksaan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin) (Price, 2005). WHO (2013) menyatakan hasil pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat dibanding pemeriksaan lainnya, karena HbA1C terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 100―120 hari, maka tingkat HbA1C yang buruk mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa yang buruk selama 3-4 bulan. Saat kadar glukosa darah tinggi akan terjadi proses glikosilasi. Proses ini terjadi ketika hemoglobin bercampur dengan larutan berkadar glukosa tinggi, rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara irreversibel. Tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau HbA1C. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar HbA1C dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar HbA1C yang tinggi mencerminkan

(30)

kurangnya pengendalian diabetes. Setelah kadar glukosa darah menjadi stabil, kadar HbA1C kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu (Price, 2005). Kriteria diagnosis DM berdasarkan nilai HbA1C disajikan pada Tabel III.

Tabel III. Kriteria Diagnosis DM Berdasarkan Nilai HbA1C Nilai HbA1C (%)

Normal 3-6

DM >7-11

(Cavanaugh, 2003).

B. Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh (Irawan, 2007). Karbohidrat dari makanan akan dirombak di usus halus dan diubah menjadi glukosa, kemudian dilepas ke aliran darah dan diangkut ke sel-sel tubuh (Tjay dan Raharja, 2002). Glukosa yang diserap tubuh digunakan sesuai keperluan, jika pasokan glukosa berlebihan sisanya akan disimpan dalam bentuk glikogen di otot (Mangoenparsodjo, 2005).

Pada keadaan normal, persediaan glikogen dalam hati cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa jam. Bila hepar terganggu fungsinya maka akan mudah terjadi hipoglikemia dan hiperglikemia. Kadar glukosa dalam darah diatur oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh sel-sel β

pada pulau Langerhans dan disekresikan ke dalam darah sebagai reaksi terhadap keadaan hiperglikemia (Mayes, Murray, dan Granner, 2000).

(31)

Gambar 1.Sekresi Insulin Akibat Peningkatan Kadar Glukosa Dalam Darah (Cartailler, 2004)

Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya sekresi insulin akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah. Sekresi insulin oleh sel beta tergantung oleh 3 faktor utama yaitu, kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels dan Voltage-sensitive Calcium Channels sel beta pankreas.

a. Pada saat puasa, kadar glukosa darah turun, ATP sensitive K channels di membran sel beta akan terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel beta (K-efflux) sehingga mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel beta sehingga perangsangan sel beta untuk mensekresi insulin menurun.

b. Saat setelah makan, kadar glukosa darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel beta melalui glucose transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa akan mengalami fosforilase menjadi glukosa-6 fosfat (G6P)

(32)

dengan bantuan enzim glukokinase. Glukosa 6 fosfat kemudian akan mengalami glikolisis dan akhirnya menjadi asam piruvat. Glikolisis menghasilkan ATP yang akan menutup kanal kalium, sehingga kalium akan banyak di dalam sel dan terjadi depolarisasi membran sel yang membuka kanal kalsium sehingga Ca2+ masuk ke dalam sel. Meningkatnya kalsium di dalam sel akan terjadi translokasi insulin ke membran dan insulin dilepaskan ke dalam darah (Kumar, Abbas, Fausto, dan Aster, 2008).

GLUT 2 mempunyai peran mengangkut glukosa ke dalam sel tanpa batas. Enzim glukokinase berperan sebagai pembatas GLUT2 agar proses fosforilasi berjalan seimbang dan peristiwa depolarisasi dapat diatur sehingga pelepasan insulin dari sel beta ke dalam darah juga disesuaikan dengan kebutuhan. Enzim glukokinase disebut sebagai glucose sensor karena bertindak sebagai sensor terhadap glukosa (Kumar dkk., 2008).

Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase, yaitu:

a. Fase dini (fase 1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang diekskresi disimpan dalam sel beta, sehingga siap digunakan. Pemberian glukosa akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. b. Fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi

glukosa. Makin tinggi kadar glukosa darah sesudah makan makin banyak pula insulin yang dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa darah dalam batas normal (Kumar dkk., 2008).

(33)

C. Terapi Diabetes Mellitus

Tujuan utama dari manajemen terapi DM adalah mengurangi resiko komplikasi penyakit, mengurangi angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Manajemen terapi DM dilakukan untuk mencapai nilai kadar glukosa darah yang dapat terlihat pada Tabel IV.

Tabel IV. Nilai Rujukan Kadar Glukosa Darah dalam Manajemen Terapi DM Kadar Glukosa Darah Glukosa plasma puasa <110 mg/dL Glukosa darah sewaktu <140 mg/dL

HbA1C <6,5%

(Dipiro dkk., 2005) Penatalaksanaan DM dapat dilakukan dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi diet dan latihan fisik. Diet DM berupa mengurangi konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan diet adalah untuk mengendalikan kadar gula darah agar tetap berada diantara nilai normal. Pada penderita DM dianjurkan untuk melakukan latihan fisik ringan secara teratur setiap harinya selama ± 20 menit yang dilakukan 1,5 jam setelah makan. Latihan fisik dapat mengurangi resistensi insulin dan mengontrol kadar glukosa darah, juga dapat mengurangi resiko komplikasi penyakit kardiovaskuler (Dipiro dkk., 2005). Terapi non farmakologi lainnya adalah penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh dokter atau perawat penderita DM, yang meliputi pengetahuan mengenai perlunya diet secara ketat, latihan fisik, minum obat dan juga pengetahuan tentang komplikasi, pencegahan maupun perawatannya. Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian obat antidiabetika (Lanywati, 2001).

(34)

Berikut ini beberapa obat hipoglikemik oral yang ada dipasaran : 1. Sulfonilurea

Mekanisme kerja dari sulfonilurea adalah dengan menstimulasi pelepasan insulin dari sel β pankreas. Sulfonilurea merupakan pemblok selektif terhadap kanal ion K+ yang sensitif terhadap ATP pada sel beta pankreas. Pembukaan kanal KATP diregulasi oleh konsentrasi interseluler ATP. Jika terjadi

peningkatan ATP kanal akan menutup, dan jika kadar ATP menurun kanal akan membuka. Aktivasi kanal KATP di sel beta pankreas diregulasi oleh konsentrasi

glukosa dalam darah. Jika glukosa darah meningkat, glukosa akan ditransport ke dalam sel beta pankreas dan mengalami metabolisme. Metabolisme glukosa menghasilkan peningkatan kadar ATP yang akan menyebabkan penutupan kanal KATP. Penutupan kanal ini memicu depolarisasi yang akan membuka kanal Ca++,

sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi Ca++ intrasel yang pada gilirannya memicu sekresi insulin. Insulin selanjutnya akan membantu transpor glukosa ke dalam sel-sel lainnya, sehingga menurunkan kadar gula darah. Obat golongan sulfonilurea (SU) akan berikatan pada reseptor SUR yang terkait dengan kanal K menyebabkan penutupan kanal dan memicu peristiwa serupa (Zullies, 2011). Salah satu contoh obat golongan sulfoniurea adalah glibenklamida.

2. Biguanida

Obat golongan biguanida yakni metformin. Metformin menurunkan kadar glukosa darah terutama dengan mengurangi produksi glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak, sebagian besar dengan menghambat glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) (Goodman dan Gilman, 2003).

(35)

Metformin akan mengaktifkan AMPK (Adenosine Monophosphate-activated Protein Kinase), yang menyebabkan penekanan proses biosintesis yang menggunakan ATP seperti glukoneogenesis. Metformin juga akan menghambat transkripsi gen glukoneogenesis di hati dan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot. Hal ini dapat menurunkan jumlah glukosa dalam darah, meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi resistensi insulin (Angulo dan Bernstam, 2010).

3. Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah obat baru yang mempunyai efek meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemik. Aktifitas farmakologinya luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat, kegiatan farmakologi lainnya antara lain dapat menurunkan kadar trigliserid atau asam lemak bebas dan mengurangi glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti sulfonilurea (Tjay dan Raharja, 2002). Tiazolidindion merupakan agonis reseptor

γ teraktivasi-proliferator peroksisom (Peroxisome Proliferator-Activated Receptor [PPARγ]). PPARγ, mengaktivasi gen responsif-insulin yang meregulasi metabolisme karbohidrat dan lipid (Goodman dan Gilman, 2008).

(36)

4. Penghambat glukosidase alfa

Inhibitor α-glukosidase merupakan obat anti-diabetes oral yang digunakan untuk DM tipe 2 dengan mencegah pencernaan karbohidrat. Inhibitor

α-glukosidase adalah sakarida yang bertindak sebagai inhibitor kompetitif enzim yang dibutuhkan untuk mencerna karbohidrat, khususnya enzim α-glukosidase di dalam vili-vili usus (intestinal brush border). α-glukosidase akan menghidrolisis oligosakarida, trisakarida, dan disakarida menjadi glukosa dan monosakarida lain di usus kecil. Dengan adanya inhibitor α-glukosidase maka karbohidrat tidak akan dipecah menjadi glukosa dan monosakarida, sehingga kadar glukosa setelah makan tidak akan meningkat (Mycek, 1995).

5. Dipeptidil-peptidase inhibitor (DPP-4 inhibitor)

Dipeptidil peptidase-IV (DPP-IV) adalah enzim yang memecah secara alam GLP-1. Hambatan terhadap pemecahan enzim DPP-IV ini akan dapat meningkatkan kadar GLP-1 sehingga dapat memperbaiki kontrol gula postprandial. Turunan DPP-IV inhibitor adalah Sitagliptin dan Vidagliptin (sudah diizinkan FDA), yang turunan lain masih dalam tahap uji klinik lanjutan. Obat ini bekerja berdasarkan penurunan efek hormon inkretin. Inkretin berperan utama terhadap produksi insulin di pankreas dan yang terpenting adalah GLP1 dan GIP, yaitu Glukagon Like Peptide dan Glucose Dependent Insulinotropic Polipeptide. Inkretin ini diuraikan oleh suatu enzim khas DPP-4 (Dipeptidyl peptidase). Dengan penghambatan enzim ini, senyawa gliptin mengurangi penguraian dan inaktivasi inkretin, sehingga kadar insulin akan meningkat (Meece, 2007). Inkretin berperan utama terhadap produksi insulin di pankreas dan yang terpenting

(37)

adalah GLP1 dan GIP, yaitu Glukagon Like Peptide dan Glucose Dependent Insulinotropic Polipeptide. Inkretin ini diuraikan oleh suatu enzim khas DPP-4 (Dipeptidyl peptidase). Dengan penghambatan enzim ini, senyawa gliptin mengurangi penguraian dan inaktivasi inkretin, sehingga kadar insulin akan meningkat (Meece, 2007).

6. Glignid

Glignid merupakan obat yang bekerja sama dengan golongan sulfonilurea. Glignid akan menstimulasi pelepasan insulin dengan menutup kanal K+ bergantung ATP pada sel β pankreas (Goodman dan Gilman, 2008). Golongan ini mempunyai 2 turunan yaitu, repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin) (Reents dan Seymour, 2002).

D. Glibenklamida Cl OCH3 O C HN H2 C H2 C O2 S HN OC HN

Gambar 2. Struktur Glibenklamida (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)

Glibenklamida (Gambar 2) merupakan golongan sulfonilurea generasi II yang sering disebut sebagai insulin secretagogue, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans di pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca2+.

(38)

Membukanya kanal Ca2+ maka ion Ca2+ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin (Syarif dkk., 2009).

Dosis terapi glibenklamid adalah dimulai dengan dosis awal 5 mg per hari setelah makan dan maksimum 15 mg perhari (Royal Pharmaceutical Society, 2011). Sulfonilurea golongan II memiliki potensi terjadinya hipoglikemik 100 kali lebih besar dari generasi I. Meski waktu paruhnya pendek sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung hingga 12-24 jam, sehingga cukup diberikan 1 kali sehari. Efek samping yang dapat terjadi adalah timbulnya reaksi alergi, mual, muntah, diare, gejala hematologik, gangguan susunan saraf pusat dan mata (Gunawan, 2007).

E. Metode Uji Efek Antidiabetes

Metode uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu:

1. Metode Uji Toleransi Glukosa

Prinsipnya adalah hewan uji yang telah dipuasakan 10-16 jam diberikan larutan glukosa per oral dan pada awal percobaan sebelum pemberian obat dilakukan pengambilan cuplikan darah sebagai kadar glukosa awal. Bila perlu sampel darah juga bisa diambil setiap setengah jam setelah pembebanan glukosa. Kemudian segera dianalisis untuk menentukan kadar glukosa darah (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1991). Keadaan hiperglikemia pada uji toleransi glukosa oral hanya berlangsung beberapa jam setelah pemberian glukosa sebagai diabetogen (Permatasari, 2008).

(39)

2. Metode uji dengan perusakan pankreas

Metode ini dilakukan dengan memberikan diabetogen yang dapat menyebabkan pankreas hewan uji rusak sehingga terkondisi seperti pada penderita DM. Diabetogen yang banyak digunakan adalah aloksan karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemia yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari. Zat-zat diabetogen yang lain seperti streptozosin, diaksosida dan adrenalin. Prinsip metode ini adalah induksi diabetes yang diberikan pada hewan uji dengan disuntikkan aloksan monohidrat. Penyuntikan dilakukan secara intravena. Perkembangan keadaan hiperglikemia diperiksa setiap hari (Permatasari, 2008).

3. Metode resistensi insulin

Prinsip metode ini adalah induksi diabetes yang diberikan pada hewan uji dengan disuntikkan insulin dari luar yang berasal dari sediaan insulin. Penyuntikkan dilakukan secara intraperitonial (Chi, Liu, dan Cheng, 2000).

F. Metode Enzimatik GOD-PAP

Menurut Widowati dkk, (1997), glukosa dapat ditentukan dengan menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD). Prinsip metode ini adalah dengan adanya glukosa oksidase (GOD), maka glukosa dioksidasi oleh udara (O2)

menjadi asam glukoronat dan terbentuk hidrogen peroksida (H2O2). Dengan

adanya enzim peroksidase (POD) bereaksi dengan 4-amino-antypirine dan 2,4-dichlorophenol akan membebaskan O2 yang mengoksidai akseptor kromogen dan

(40)

sebanding dengan konsentrasi glukosa. Penentuan glukosa dengan GOD-PAP dapat digunakan untuk bahan sampel dengan atau tanpa deproteinisasi.

G. Pisang Ambon

Gambar 3. Tanaman Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. (Zafar dan Akter, 2011) 1. Uraian tanaman

Pisang adalah tanaman tropis berbatang lunak yang banyak dijumpai di Asia Tenggara. Biasanya tanaman ini berbatang cukup tinggi, yang sebenarnya berbatang palsu (pseudoterm). Tingginya dapat mencapai 2-8 meter dengan daun yang panjangnya mencapai 3,5 meter. Tiap pseudoterm dapat menghasilkan satu tandan buah warna hijau yang saat masak menjadi warnanya berubah menjadi kuning atau kemerahan. Tandan dapat terdiri atas 3-20 sisir masing-masing terdapat 20 buah pisang. Rata-rata satu tandan beratnya 30-50 kg (Agoes, 2010).

Buah pisang rata-rata beratnya 125 g yang mengandung 75% air dan 25% bahan padat. Buah dilapisi kulit dengan bagian daging pidang di dalammya. Buah ataupun kulit pisang dapat dikonsumsi mentah atau dimasak. Buah pisang kaya akan vitamin B6, vitamin C, dan kalium (Agoes, 2010). Kandungan gizi

(41)

buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) (Gambar 3) ditunjukkan pada Tabel V.

Tabel V. Komposisi Kandungan Gizi Buah Pisang Ambon per 100 gram

Komposisi Nilai Gizi

Air (g) 72 Energi (kkal) 99 Protein (g) 1,2 Lemak (g) 0,2 Karbohidrat (g) 25,8 Kalsium (mg) 8 Fosfor (mg) 28 Besi (mg) 0,5 Vitamin A SI 146 Vitamin B (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 3

(Direktorat Gizi RI, 1981).

2. Taksonomi

Kingdom : Plantae Subkingdom : Trachebionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsoda Sub kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa

(42)

3. Kandungan buah pisang ambon

Zafar dan Akter (2011) menyatakan buah pisang (Musa paradisiaca L.) yang belum matang (unripe) digunakan secara tradisional digunakan untuk mengobati DM. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alarcon-Aguilara et al, (1998) diketahui bahwa buah pisang (Musa paradisiaca) memiliki aktivitas antihiperglikemik pada kelinci. Buah pisang ambon diketahui memiliki kandungan saponin, glikosida, tannin, alkaloid dan flavonoid (Ajani et al., 2010). Menurut Kaimal et al, (2010) senyawa yang bertanggung jawab dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah flavonoid, tannin, triterpenoid dan steroid.

Flavonoid dapat mencegah terjadinya metabolisme glukosa, lemak dan protein yang tidak teratur. Golongan senyawa ini terutama yang berada dalam bentuk glikosidanya mempunyai gugus-gugus gula. Glikosida flavonoid juga mampu bertindak sebagai penangkap hidroksil sehingga mencegah aksi diabetogenik. Tanin diketahui dapat memacu metabolisme glukosa dan lemak, sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat dihindari. Tanin mempunyai aktivitas antioksidan. Senyawa ini juga mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu dengan meningkatkan glikogenesis (Dalimarta, 2005).

H. Landasan Teori

DM merupakan penyakit gangguan metabolisme glukosa akibat resistensi terhadap insulin, sekresi insulin yang tidak cukup atau keduanya, yang menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah. Zafar dan Akter (2011)

(43)

melaporkan bahwa buah pisang (Musa paradisiaca) yang belum matang (unripe) digunakan secara tradisional digunakan untuk mengobati DM dan diketahui bahwa buah pisang (Musa paradisiaca) memiliki aktivitas antihiperglikemik pada kelinci (Alarcon-Aguilara et al., 1998). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurmaulawati (2004) dan Aenah (2004) menunjukkan bahwa pemberian fraksi larut air ekstrak etanolik dan fraksi etanol ekstrak etanolik pisang kapas (Musa paradisiaca L.) dosis 0,25 g/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa. Buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) diketahui memiliki kandungan saponin, glikosida, tannin, alkaloid dan flavonoid (Ajani et al., 2010). Buah pisang (Musa paradisiaca L.) mengandung tannin, alkaloid, saponin dan flavonoid (Eleazu et al., 2010). Senyawa yang bertanggung jawab dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah flavonoid, tannin, triterpenoid dan steroid (Kaimal et al., 2010). Menurut Nakanishi (1974) bahwa tumbuhan yang memiliki kandungan senyawa yang sama atau konstiuen terkait, diduga memiliki khasiat yang sama. Adanya kesamaan kandungan kimia yang terdapat pada buah pisang (Musa paradisiaca L.) dan buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) maka dapat dapat diduga bahwa buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai efek buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dalam menurunkan kadar glukosa darah menggunakan metode UTGO. Dalam penelitian ini digunakan bentuk

(44)

sediaan jus karena penggunaan buah pisang ambon oleh masyarakat dengan cara dimakan langsung ataupun dibuat dalam sediaan jus.

I. Hipotesis

Jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental murni. Penelitian eksperimental murni adalah penelitian dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Penelitian ini dikerjakan dengan rancangan acak lengkap pola searah, yaitu cara menetapkan sampel dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan pengacakan agar setiap sampel punya kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke dalam kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Penelitian dilakukan secara lengkap yaitu dalam penelitian terdapat kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok perlakuan. Pola searah ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian jus buah pisang ambon. Penelitian ini dilakukan pada subjek uji tikus jantan galur Wistar. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan hewan uji 175-250 gram. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur diluar 2-3 bulan dan berat badan diluar 175-250 gram.

(46)

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.). Dosis yang digunakan adalah jumlah mililiter jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) tiap kilogram berat badan hewan uji.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek

pemberian jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dilihat melalui penurunan kadar glukosa darah yang ditunjukkan dengan nilai LDDK0-240.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini yaitu:

1) Subjek uji : tikus putih 2) Jenis kelamin : jantan 3) Galur spesies subjek uji : galur Wistar 4) Berat badan subjek uji : 175-250 gram 5) Umur subjek uji : antara 2-3 bulan 6) Jalur pemberian : peroral

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini yaitu:

(47)

1) Variabel biologis tikus jantan galur Wistar yaitu proses absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi dari tikus jantan galur Wistar terhadap pemberian jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.).

2) Umur buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dan jumlah kandungan kimia buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.).

3. Definisi operasional

a. Jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Ku t.) adalah buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) dijus menggunakan jus ekstraktor sehingga dihasilkan sari buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.).

b. Konsentrasi 100% jus buah pisang ambon adalah sari buah pisang ambon tanpa pengenceran dengan konsentrasi 100 gram/40 ml (2,5g/ml).

c. Dosis jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) adalah sejumlah volume jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) tiap satuan berat badan hewan uji dengan satuan ml/kgBB.

d. Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO) merupakan suatu metode penetapan kadar glukosa darah dengan cara memberikan beban glukosa terhadap tikus dengan larutan glukosa secara oral dengan dosis 1,75 g/kgBB.

(48)

e. LDDK0-240 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang menggambarkan jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang waktu mulai menit ke-0 sampai menit ke-240 yang dihitung menggunakan metode trapezoid.

C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

a. Hewan uji. Tikus putih jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 175-250 gram, dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. b. Bahan uji. Buah pisang ambon diambil dari pasar Pakem Yogyakarta. Buah

pisang ambon dipilih yang setengah matang dengan waktu panen 4 bulan.

c. Senyawa pembanding. Senyawa pembanding berupa kaplet glibenklamid generik yang diproduksi oleh PT. Indofarma.

d. Pereaksi untuk pengukuran kadar glukosa. Pereaksi yang digunakan adalah enzim Glucose GOD FS*(DiaSys®, Germany), yang komposisinya terlihat pada Tabel VI.

(49)

Tabel VI. Isi Pereaksi Enzim Glucose GOD-PAP

Reagen :

Phosphat buffer pH 7,5 250 mmol/l

Phenol 5 mmol/l

4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l

Glukosa oksidase (GOD) ≥ 10 kU/l Phenol Amino Antipirin

Peroksidase

(PAP) ≤ 1 kU/l

Glukosa standar 100mg/dl (5,5 mmol/dl)

e. Lain-lain

1) Heparin sebagai antikoagulan

2) Glukosa monohidrat p.a (Merck®) dengan dosis 1,75 g/kgBB sebagai larutan untuk uji toleransi glukosa oral

3) CMC 1% sebagai kontrol negatif dan pelarut glibenklamida. 4) Aquadest dan aquabidest

5) Parafin cair sebagai pelancar aliran darah dalam pengambilan sampel darah dari hewan uji.

2. Alat penelitian

a. Seperangkat alat gelas ( Beaker glass, labu takar, gelas ukur, pengaduk) merk pyrex®

b. Mortir dan stamper

c. Jarum suntik (injeksi peroral) yaitu jarum suntik yang ujungnya diberi bulatan kecil dengan lubang ditengahnya agar tidak melukai hewan uji d. Mikropipet

e. Sentrifuge (Hettich WBA SS®, Germany), yellow tipe, microtube f. MicroVitalab dan kuvet

(50)

g. Alat timbang elektrik (Mettler Toledo AB 204®, Switzerland), h. Vortex (Janke-Kankel IKA® - Labortechnik)

i. Jus ekstraktor untuk pembuatan jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

j. Stopwatch (Olympic®)

D.Tata Cara Penelitian

1. Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan kesamaan ciri-ciri buah pisang ambon dengan ciri-ciri yang ada pada website www.plantamor.com.

2. Pengumpulan Bahan

Buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah yang masih segar dan masih setengah matang (waktu panen 4 bulan) yang berasal dari tanaman Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. dari pasar Pakem Yogyakarta.

3. Pembuatan Jus Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

Satu buah pisang ambon setengah matang (100 gram) dibuang kulitnya, kemudian dipotong kecil-kecil. Jus buah pisang ambon dibuat dengan jus ekstraktor sehingga didapatkan sari buah pisang ambon (40 ml). Sari buah pisang ambon yang didapat adalah konsentrasi 100% (tanpa pengenceran).

(51)

4. Perhitungan Dosis Pemberian Jus Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

Buah pisang ambon dijus menggunakan jus ekstraktor. Hasil sari buah pisang yang didapat ditentukan peringkat dosis berdasarkan volume maksimal yang dapat diberikan untuk tikus dan menjadi dosis yang tertinggi yaitu 5 ml. Penentuan dosis jus pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.) adalah 5 ml/kgBB (dosis I); 10 ml/kgBB (dosis II); dan 20 ml/kgBB (dosis III).

5. Preparasi Bahan

a. Pembuatan larutan stok glukosa p.a. 15,0 % b/v. Glukosa monohidrat p.a.

ditimbang sebanyak 3,75 gram dan dilarutkan dengan aquadest panas dalam labu takar 25,0 ml sampai tanda.

b. Pembuatan larutan CMC 1% b/v. CMC ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml sampai tanda.

c. Penentuan dosis Glibenklamida. Dosis Glibenklamida yaitu 5 mg pada manusia dengan berat badan 50 kg.

Untuk manusia 70 kg :

= = 7 mg dikonversikan ke tikus 200 gram dengan faktor konversi 0,018.

7 mg glibenklamida x 0,018 = 0,126 mg/ 200 gram

= 0,64 mg glibenklamida/kgBB

Berdasarkan perhitungan maka besarnya dosis glibenklamida pada hewan uji tikus yaitu 0,64 mg/kgBB.

(52)

d. Penentuan keseragaman bobot kaplet glibenklamida. Penentuan keseragaman bobot kaplet glibenklamida mengacu pada Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI (1979). Timbang 20 tablet, hitung bobot tablet. Saat ditimbang satu-satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tabletpun menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Nilai penyimpangan bobot rata-rata kolom A dan B dapat dilihat pada Tabel VII:

Tabel VII.Keseragaman Bobot Tablet

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam % A B 25 mg atau kurang 15% 30% 26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20% 151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15% Lebih dari 300 mg 5% 20%

(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979). e. Pembuatan larutan glibenklamida 0,1125 mg/ml

Timbang serbuk glibenklamida setara dengan 25 mg glibenklamida murni, larutkan dengan CMC 1% dalam labu takar 10 ml sampai tanda sebagai larutan induk glibenklamida. Buat dengan konsentrasi 0,1125 mg/ml yaitu mengambil 0,45 ml larutan induk add aquadest dalam labu ukur 10 ml hingga tanda. Perhitungan volumenya yaitu:

C1 = 25 mg/10 ml = 2,5 mg/ml ; C2 = 0,1125 mg/ml

2,5 mg/ml x V1 = 10,0 ml x 0,1125 mg/ml

(53)

6. Percobaan Pendahuluan

1) Penetapan waktu pemberian Glibenklamida

Tujuan dari penetapan pemberian Glibenklamida adalah untuk melihat pengaruh waktu pemberian terhadap efek hipoglikemik Glibenklamida, agar pada saat Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO), Glibenklamida sudah memberikan efek penurunan kadar glukosa darah. Orientasi ini menggunakan enam ekor tikus yang terbagi dalam 3 kelompok. Perlakuan tersebut dilakukan terhadap masing-masing kelompok yaitu pada menit ke-15 sebelum UTGO untuk kelompok kesatu, menit ke-30 sebelum UTGO untuk kelompok kedua, dan menit ke-45 sebelum UTGO untuk kelompok ketiga. Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15,0% b/v; 1,75 g/kgBB. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 dan 240. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDKK0-240.

2) Orientasi dosis pemberian jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

Konsentrasi jus buah pisang ambon yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi maksimal jus buah pisang ambon yang dapat dipejankan pada tikus jantan melalui jalur oral. Berdasarkan orientasi yang

(54)

dilakukan jus buah pisang ambon dengan konsentrasi 100% sudah dapat dipejankan pada tikus jantan melalui jarum oral.

7. Tahap Percobaan

1) Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah, yaitu dua puluh lima ekor tikus dibagi secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Tiap hewan uji diadaptasikan dengan kondisi yang sama, jauh dari kebisingan dan dihindarkan dari stress. Sebelum mendapat perlakuan, masing masing kelompok dipuasakan selama 10-16 jam dengan tetap diberi minum ad libitum, lalu diberi perlakuan sebagai berikut:

1) Kelompok I yaitu pemberian CMC 1% 20 ml/kgBB (kontrol negatif) 2) Kelompok II yaitu pemberian suspensi Glibenklamida 0,64 mg/kgBB

(kontrol positif)

3) Kelompok III yaitu pemberian dosis I yaitu 5 ml/kgBB jus buah Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.

4) Kelompok IV yaitu pemberian dosis II yaitu 10 ml/kgBB jus buah Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.

5) Kelompok V yaitu pemberian dosis III 20 ml/kgBB jus buah Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.

Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO 30 menit setelah perlakuan dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15,0% b/v; 1,75 g/kgBB . Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat

(55)

sebelum UTGO sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, dan 240 setelah UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDDK0-240.

2) Penetapan kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode GOD-PAP. Pada tiap kelompok dilakukan pengambilan cuplikan darah sebanyak 0,5 ml melalui vena lateralis ekor dan ditampung dalam microtube yang berisi 3 tetes heparin. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 dan 240 setelah UTGO. Kemudian darah geoxalated ini dipusingkan 3000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya diambil 0,01 ml plasma darah, kemudian dilakukan pengukuran seperti dalam Tabel VIII.

Tabel VIII.Volume Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Bahan Sampel (ml) Standar (ml) Blangko (ml)

Supernatan 0,01 - - Larutan baku glukosa - 0,01

-Pereaksi GOD-PAP 1 1 1

Bahan-bahan tersebut dicampur dan diinkubasi selama operating time. Kemudian kadar glukosa darah ditetapkan dengan alat microvitalab menggunakan metode GOD-PAP. Kadar glukosa dinyatakan dalam mg/dL. Pengukuran kadar glukosa dilakukan di laboratorium Fisiologi-Biokimia Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.

(56)

Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah lawan waktu ke-0 sampai menit ke 240 dengan metode trapezoid

0-240) dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(LDDK = − 2 × + + − 2 × + + − 2 × + + − 2 × + Keterangan: t = waktu (jam-1/menit-1) C = konsentrasi zat dalam darah (mg/ml)

LDDKto-tn = luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 sampai ke-n

E. Tata Cara Analisis Hasil

Data kadar glukosa darah pada tiap kelompok dianalisis secara statistik. Dari harga LDDK0-240 glukosa darah dilakukan uji distribusi menggunakan uji Kolmogorov Smirnov kemudian jika distribusinya normal dilanjutkan dengan analisis One Way ANOVA dan Post Hoc Tests Scheffe dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai LDDK 0-240 glukosa darah mempunyai variansi yang

berbeda maka dilakukan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan uji Mann Whitney dengan

tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok bermakna (signifikan) (p<0,005) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,005).

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman

Bahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tanaman pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.). Sebelum digunakan dalam pengujian efek penurunan kadar glukosa darah, dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan telah sesuai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan bahan yang akan digunakan sebagai tanaman uji.

Determinasi tanaman mengacu pada website www.plantamor.com

dengan menyamakan ciri-ciri tanaman pisang ambon yang terdapat pada website tersebut. Hasil determinasi tersebut membuktikan bahwa tanaman yang dideterminasi adalah benar tanaman pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

B. Hasil Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan bertujuan menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk percobaan sebenarnya. Percobaan pendahuluan yang dilakukan yaitu penetapan waktu pemberian glibenklamida dan penetapan dosis pemberian jus pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji toleransi glukosa oral (UTGO) yaitu uji yang memberikan gambaran mengenai kenaikan kadar glukosa darah secara cepat setelah pembebanan glukosa. Metode ini juga memberikan gambaran mengenai efek penurunan kadar glukosa darah secara

(58)

cepat oleh obat atau zat yang bersifat hipoglikemik karena glukosa cepat dimetabolisme. Kelemahan dari metode UTGO adalah hanya untuk menggambarkan kadar glukosa darah untuk jangka pendek, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode perusakan pankreas (dengan induksi aloksan dan streptozosin) dan metode resistensi insulin.

Penetapan kadar glukosa darah dilakukan dengan metode enzimatis yaitu menggunakan reagen GOD-PAP. Reagen GOD-PAP berisi dapar fosfat 250 mmol/L, fenol 5 mmol/L, 4-amino antipirin 0,5 mmol/L, glukosa oksidase (GOD)

≥ 10 ku/L, dan peroksidase (POD) ≥1 ku/L. Prinsip reaksinya (Gambar 4) adalah adanya glukosa oksidase (GOD) akan mengkatalisis oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Glukosa akan bereaksi dengan reagen GOD-PAP dan akan membentuk kompleks kuinonimin yang berwarna merah muda. Besarnya intensitas warna kompleks kuinonimin yang terbentuk berbanding lurus dengan kadar glukosa plasma darah. Pembentukan kompleks kuinonimin memerlukan waktu inkubasi (operating time) yang optimal agar terjadi reaksi yang optimum antara glukosa dengan enzim yang terdapat dalam reagen GOD-PAP. Penelitian ini menggunakan waktu inkubasi 20 menit pada suhu 20-250C. Selama waktu inkubasi, terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang kemudian dibaca kadarnya menggunakan micro vitalab.

(59)

Gambar 4 1. Penetap mendapatk terbesar k dibawah k LDDK0-24 seperti yan 4. Reaksi Enz pan Waktu Penentuan kan waktu kadar glukos kurva dari 0 ini kemu ng terlihat p zimatik Antar u Pemberia n waktu yang optim sa darah tik menit ke-0 udian diuji pada Tabel I ra Glukosa d Winkelman an Glibenkl pemberian mum yang kus didasark 0 sampai m statistik de IX. dan Reagen G , 1978) lamida n Glibenk g menghasil kan pada pe menit ke-24 engan uji P GOD-PAP (H klamida b lkan persen enurunan h 40 (LDDK0 Post Hoc S enry, Canon, ertujuan u ntase penur arga luas d 0-240). Hasil Scheffe, has , dan untuk runan daerah l dari silnya

(60)

Tabel IX. Hasil Uji Post Hoc Scheffe LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus Waktu Pemberian Glibenklamida (menit) 15 30 45 15 - BTB BTB 30 BTB - BTB 45 BTB BTB - Keterangan:

BTB : Berbeda tidak bermakna

Berdasarkan hasil uji statistik Post Hoc Scheffe LDDK0-240 glukosa darah tikus pada Tabel IX menunjukkan bahwa waktu pemberian sebelum UTGO pada menit ke- 15, 30 dan 45 berbeda tidak bermakna (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa pemberian suspensi Glibenklamida pada menit ke 15, 30 dan 45 dapat menurunkan kadar glukosa darah. Dari perhitungan LDDK0-240 yang didapat terlihat pada Tabel X.

Tabel X. Nilai LDDK0-240 ± SESuspensi Glibenklamida Sebelum UTGO

Waktu Pemberian Glibenklamida (menit)belum UTGO

(menit ke-) Mean LDDK 0-240 ± SE (mg.menit/dl) 15 34083 ±11418,00 30 19074 ± 511,25 45 32742 ± 7144,50

Tabel X memperlihatkan bahwa pemberian Glibenklamida pada menit ke-30 sebelum UTGO memiliki nilai LDDK0-240 terkecil dibanding waktu

pemberian yang lain yaitu sebesar 19074 ± 511,25. Penetapan waktu pemberian sebelum UTGO ditetapkan berdasarkan nilai LDDK0-240 terkecil sehingga waktu 30 menit ditetapkan sebagai waktu pemberian sebelum UTGO. Pada menit ke-30 ini Glibenklamida sudah mempunyai kemampuan untuk penurunan darah yang terbesar jika dibandingkan dengan menit ke-15 dan menit ke-45 seperti terlihat pada Gambar 5.

(61)

Gamb 2. Peneta var. sapien var. sapie digunakan ambon (M maksimun jalur oral. tikus mel diberikan (dengan 2 ar 5. Diagram apan Dosis ntum (L.) K Penetapan ntum (L.) K n dalam pe Musa para n jus buah p Volume m alui jalur ke tikus a peringkat d m Nilai LDDK Pemberian Kunt.) n dosis pem Kunt.) bertuj nelitian. Pe adisiaca va pisang ambo maksimun ju oral adalah adalah 20 m dosis) jus bu K0-240 ± SESu n Jus Bua mberian jus b ujuan untuk enetapan do ar. sapientu on yang dap us buah pis h 5 ml, se ml/kgBB. K uah pisang a uspensi Glibe h Pisang A buah pisang menentukan osis dosis p um (L.) K pat diberika ang ambon ehingga dos Kemudian ambon yaitu

enklamida Seebelum UTGOO Ambon (MMusa paradiisiaca

g ambon (M n tingkatan pemberian j Kunt.) berda an pada tiku yang dapa sis maksim ditentukan u 5, 10, dan Musa paradi dosis yang jus buah p asarkan vo us jantan m at diberikan mum yang tingkatan n 20 ml/kgB isiaca g akan pisang olume elalui pada dapat dosis BB.

(62)

C. Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Jus Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.)

Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar glukosa darah dengan kontrol negatif yaitu larutan CMC 1%, kontrol positif yaitu suspensi Glibenklamida 0,64 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan yaitu kelompok I diberi jus buah pisang ambon dengan dosis 5 ml/kgBB, kelompok II diberi jus buah pisang ambon dengan dosis 10 ml/kgBB dan kelompok III diberi jus buah pisang ambon dengan dosis 20 ml/kgBB. Digunakan kontrol negatif yaitu larutan CMC 1% karena pelarut glibenklamida menggunakan CMC 1%.

Tujuan dari uji efek hipoglikemik adalah untuk melihat efek penurunan kadar glukosa darah dari jus buah pisang ambon pada 3 peringkat dosis yaitu 5 ml/kgBB; 10 ml/kgBB dan 20 ml/kgBB. Rerata kadar glukosa darah dari seluruh kelompok perlakuan dapat terlihat pada Tabel XI.

Gambar

Tabel XV. Hasil Post Hoc Scheffe LDDK 0-240  Glukosa Darah Tikus
Gambar 1. Sekresi Insulin Akibat Peningkatan Kadar Glukosa Dalam Darah..12  Gambar 2. Struktur Glibenklamida .................................................................
Tabel I. Nilai Kadar Glukosa Darah
Tabel II. Kriteria Diagnosis DM:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

Fasilitas yang disediakan oleh penulis dalam perancangan ini adalah kapel sebagai tempat berdoa baik bagi komunitas maupun masyarakat sekitar, biara dengan desain interior

Kata hasud berasal dari berasal dari bahasa arab ‘’hasadun’’,yang berarti dengki,benci.dengki adalah suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen

[r]

Konselor :”Sebagai kesimpulan akhir dari pembicaraan kita dapat Bapak simpulkan bahwa Anda mempunyai kesulitan untuk berkomunikasi dalam belajar oleh karena itu mulai besok anda

Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik