• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK YEAST DAN PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN

PERKEMBANGAN TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J. J. Smith.

SKRIPSI

PARAMITA DWI ALFIANTI

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK YEAST DAN PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN

PERKEMBANGAN TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J. J. Smith.

SKRIPSI

PARAMITA DWI ALFIANTI

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK YEAST DAN PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN

PERKEMBANGAN TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J. J. Smith.

SKRIPSI

PARAMITA DWI ALFIANTI

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)
(3)
(4)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk digunakan sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi dengan judul “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Yeast dan Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J. J. Smith.” ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains, jurusan Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih belum sempurna, sehingga memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan naskah skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan riset di bidang kultur jaringan dan aplikasinya di dalam bidang pemuliaan tanaman.

Surabaya, Juli 2016 Penulis,

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa pula penulis mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Yeast dan Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J. J. Smith” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana sains, jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan mendukung segala aktivitas yang berhubungan dengan pengerjaan skripsi ini.

2. Dr. Edy Setiti Wida Utami, MS selaku penguji I yang bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, juga selalu sabar dan telaten dalam memberikan bimbingan, dukungan dan pengarahan selama penelitian.

3. Dr. Junairiah, S. Si. , M. Kes. selaku penguji II yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberi motivasi.

4. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, Dra., M.Si selaku penguji III yang telah memberikan koreksi redaksional, memberikan kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Tini Surtiningsih, DEA selaku penguji IV yang telah memberikan koreksi redaksional dan memberi saran dalam skripsi ini. 6. Tri Nurhariyati, S.Si, M.Kes selaku dosen wali yang telah membimbing

dan memberi saran yang membangun

7. Teman-teman seperjuangan, Inayah, Bilqis, Ella, Maya, Isti, Fatin, Joko, Arif yang selalu memberi semangat, dukungan, dan telah menghibur

(7)

8. Teman-teman satu tim Inayah dan Rere yang saling membantu selama penelitian dimulai sampai penulisan skripsi ini.

9. Moch. Fitroni yang telah meluangkan waktunya untuk mendukung, membantu, mendoakan, memberi semangat dan mendengarkan keluh kesah penulis dalam melakukan penelitian ini.

10. Keluarga besar “KOS 146B Mulyorejo “, Fia, Aini, Gita, Maya, Novi, Nunung dll yang selalu membantu dalam segala hal dan memberi semangat meskipun dalam bentuk candaan dan hinaan.

11. Teman-teman penghuni laboratorium Fisiologi Tumbuhan yang saling memberi semangat.

12. Seluruh teman-teman semua Biologi angkatan 2012, yang saling memberi semangat.

13. Seluruh dosen, laboran, dan karyawan Fakultas Sains dan teknologi Universitas Airlangga atas segala ilmu, masukan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

14. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis hanya bias berdoa, semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan mereka. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran kami hargai demi penyempurnaan penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 14 Juli 2016 Penulis

(8)

Paramita Dwi Alfianti. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak yeast dan pisang raja terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S dan Dr. Junairiah, M.Kes. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Dendrobium lasianthera J.J.Smith merupakan salah satu anggrek yang menawan di Indonesia karena modifikasi sepal dan petalnya. Saat ini keberadaan anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith terancam punah, sehingga perlu dilakukan perbanyakan anggrek secara in vitro. Dalam penelitian ini terdapat 2 tahapan. Tahap pertama adalah perkecambahan biji dengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L) dan tahap kedua adalah perkembangan tunas embrio dengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25g/L, 50g/L, 75g/L) yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif (persentase perkecambahan biji, jumlah daun, jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar, dan berat kering total planlet) dan data kualitatif (morfologi embrio pada tahap perkecambahan dan perkembangan). Analisis data pada tahap pertama menggunakan uji anova yang menunjukkan bahwa ekstrak yeast dengan konsentrasi 1,5 g/L merupakan konsentrasi terbaik untuk perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith. Analisis data pada tahap kedua menggunakan uji multivariat, yang menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk jumlah daun dan jumlah akar. Perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L dan perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk panjang daun, panjang akar dan berat kering tunas. Pada perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L dan 75 g/L memberikan hasil terbaik untuk berat kering akar. Perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L dan perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk berat kering total planlet. Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith.

Kata kunci : anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith, ekstrak pisang raja, ekstrak yeast, perkecambahan biji, perkembangan tunas embrio.

(9)

Paramita Dwi Alfianti. 2016. The Effect of Yeast and Banana Extracts on Seed Germination and Shoot Embryo Development of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. This script is guided by Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S dan Dr. Junairiah, M.Kes. Biology Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

Dendrobium lasianthera J.J.Smith is one of beautiful orchid in Indonesia because of its sepal and petal modifications. Because the presence of Dendrobium lasianthera J.J.Smith is in danger, we need to increase amount of this orchid by in vitro. This research was done in two stages. The first stage was aimed to know the influence of yeast extracts (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L in concentrations) on seed germination of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. The second stage was aimed to know the affect of banana extracts (25g/L, 50g/L, 75g/L in concentrations) combined with the best yeast concentration (2 g/L) on shoot embryo development of Dendrobium lasianthera J.J.Smith. The variable that being observed in the first stage was the percentage of seed germination. The variables that being observed in the second stage werethe amount of leaves, amount of roots, length of leaf, length of root, weight of dried shoot, weight of dried root, and the weight of dried planlet. Data from the first stage was analyzed by One Way ANOVA. The result of this research showed that 1,5 g/L yeast extract was the best concentration for seed germination of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. Data from the second stage was analyzed by Multivariate ANOVA. 50 g/L banana extract gave the best results for amount of leaves and roots. 2 g/L yeast extract + 25 g/L banana extract and 2 g/L yeast extract + 50 g/L banana extract gave the best results for length of leaf, length of root and weight of dried shoot. 50 g/L banana extract and 75 g/L banana extract gave the best result for weight of dried root. 2 g/L yeast extract + 25 g/L banana extract and 50 g/L banana extract gave the best result for weight of dried planlet. The conclusion of this research was that adding yeast and banana extracts could affect seed germination and shoot embryo development of Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

Key words : Dendrobium lasianthera J.J. Smith, banana extract, yeast extract, Seed germination, Shoot embryo development.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI...iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT...ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Rumusan Masalah ...6 1.3 Asumsi Penelitian ...7 1.4 Hipotesi Penelitian ...8 1.4.1 Hipotesis Kerja...8 1.4.2 Hipotesis Statistik ...9 1.5 Tujuan Penelitian ...12 1.6 Manfaat Penelitian ...12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium ...14

2.2 Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium lasianthera...16

2.2.1 Klasifikasi D. lasianthera ...17

2.3.1 Deskripsi Morfologi D. lasianthera...18

2.3 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan ...24

2.4 Tinjauan Umum Media Vacin and Went ...30

2.5 Perkecambahan Biji pada Anggrek ...33

2.6 Perkembangan Tunas Embrio ...35

BAB III METODE PENELITAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...37

3.2 Bahan dan Alat Penelitian...37

3.2.1 Bahan Hayati...37 3.2.2 Bahan Kimia ...37 3.3 Alat Penelitian...37 3.4 Prosedur Penelitian...38 3.4.1 Persiapan ...38 3.4.2 Sterilisasi...41 3.4.3 Tahap Penelitian...43

(11)

3.6 Variabel Penelitian ...45 3.7 PengumpulanData ...46 3.8 Analisis ...46 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan ... ... 48 4.1.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera

pada minggu ke-4 ... ...48 4.1.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera

pada minggu ke-8 ... ...50 4.1.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera

pada minggu ke-12 ... ...52 4.1.4 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek

D. lasianthera pada minggu ke-6... ...55 4.1.5 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek

D. lasianthera pada minggu ke-12... ...61 4.1.6 Morfologi tahap perkecambahan biji dan perkembangan

tunas embrio anggrek D. lasianthera ... ...67

4.2 Pembahasan ... ...71 4.2.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera... ...71 4.2.2 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap jumlah daun anggrek D. lasianthera ... ...73 4.2.3 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap jumlah anggrek anggrek D. lasianthera ... ...74 4.2.4 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

(12)

4.2.5 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap jumlah akar anggrek D. lasianthera ... ...75 4.2.6 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap berat kering tunas anggrek D. lasianthera ... ...76 4.2.7 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap berat kering akar anggrek D. lasianthera ... ...77 4.2.8 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast

terhadap berat kering planlet anggrek D. lasianthera... ...78 4.2.9 Morfologi tahap perkecambahan biji dan perkembangan

tunas embrio anggrek D. lasianthera ... ...79

BAB V : PENUTUP

5.1 Kesimpulan... .... 82 5.2 Saran... ... .... 83 DAFTAR PUSTAKA... 84

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Jenis perlakuan pada perkecambahan biji... 45 3.2 Jenis perlakuan pada perkembangan tunas embrio... 45 4.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek

D. lasianthera pada minggu ke-4... 49 4.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek

D. lasianthera pada minggu ke-8... 51 4.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast

terhadap perkecambahan embrio anggrek

D. lasianthera pada minggu ke-12 ... 52 4.4 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera

pada minggu ke-6... 56 4.5 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Akar anggrek D. lasianthera... 19

2.2 Batang anggrek D. lasianthera... 20

2.3 Bagian – bagian anggrek D. lasianthera... 21

2.4 Anggrek D. lasianthera... 22

4.1 Histogram persentase biji berkecambah embrio anggrek D. lasiantheraantar perlakuan pada minggu 4 sampai minggu ke-12... 54

4.2 Histogram rerata jumlah daun anggrek D.lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6... 57

4.3 Histogram rerata jumlah akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6 ... 58

4.4 Histogram rerata panjang daun anggrek D.lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6... 58

4.5 Histogram rerata panjang akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6 ... 59

4.6 Histogram rerata berat kering tunas anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu Ke-6... 60

4.7 Histogram rerata berat kering akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu Ke-6... 60

4.8 Histogram rerata berat kering planlet anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6... 61

4.9 Histogram rerata jumlah daun anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12... 63

4.10 Histogram rerata jumlah akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12 ... 64

4.11 Histogram rerata panjang daun anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12 ... 64

(15)

Nama Judul Halaman

4.12 Histogram rerata panjang akar anggrek

D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12... 65 4.13 Histogram rerata berat kering tunas anggrek

D. lasianthera antar perlakuan pada minggu

ke-12... 66 4.14 Histogram rerata berat kering akar anggrek

D. lasianthera antar perlakuan pada minggu

Ke-12... 66 4.15 Histogram rerata berat kering total planlet anggrek

D. lasianthera antar perlakuan pada minggu

ke-12... 67 4.16 Morfologi perkembangan embrio anggrek

D. lasianthera... 68 4.17 Morfologi perkembangan tunas embrio

anggrek D. lasianthera minggu ke-6... 69 4.18 Morfologi perkembangan embrio

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman spesies anggrek yang tinggi, diperkirakan kurang lebih 25.000 spesies anggrek (Gunawan, 2003). Kelestarian keanekaragaman anggrek terancam karena banyaknya penebangan hutan, konversi hutan dan perburuan anggrek secara besar-besaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu upaya untuk melestarikan sumber daya alam jenis – jenis anggrek yang ada di Indonesia, perlu dilakukan agar terjaga kelestarian keanekaragaman anggrek (Sandra, 2004). Diantara spesies anggrek yang termasuk dalam kategori konservasi dan terancam punah adalah Dendrobium lasianthera.

Keberadaan anggrek tersebut dimasukkan ke dalam Appendiks II oleh Convention on International Trade in Endangered Species Wild Fauna and Flora ( CITES )(Sari, 2011). AnggrekD. lasianthera J.J. Smith

perlu dilestarikan keberadaannya karena anggrek ini merupakan anggrek

yang menawan. Pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith modifikasi sepal

dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya. Ekstrak kloroform batang D. lasianthera J.J. Smith berpotensi sebagai antikanker payudara T47D (Nugroho dkk, 2011).

(17)

diperbanyak secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan vegetatif pada anggrek dapat ditempuh dengan cara memisahkan rumpun atau anakan dari indukan anggrek. Namun demikian, perbanyakan anggrek secara vegetatif dinilai kurang efektif karena jumlah anakan yang dihasilkan sangat terbatas.

Perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan tanaman menggunakan biji dari tanaman tersebut. Terdapat dua macam perbanyakan secara generatif, yaitu secara simbiotik (in vivo) dan secara asimbiotik (in vitro). Perbanyakan biji secara simbiotik (in vivo) sering menghadapi kendala pada rendahnya kemampuan dan lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini dikarenakan ukuran biji anggrek sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji (Bey dkk., 2006).

Perkecambahan biji anggrek secara alami membutuhkan mikorhiza sebagai penghasil nutrisi bagi biji. Tanpa mikorhiza, perkecambahan sulit terjadi. Perkecambahan biji anggrek memiliki daya kecambah rendah, yaitu kurang dari 1% (Gunawan, 2003). Dengan kendala tersebut menyebabkan perbanyakan anggrek lebih sering dilakukan secara asimbiotik (in vitro). Hingga saat ini perbanyakan anggrek secara in vitro terbukti lebih ampuh dalam penyediaan bibit anggrek yang lebih banyak dan seragam dalam waktu yang relatif singkat. Kultur biji merupakan budidaya secara in vitro dengan eksplan biji pada media steril yang kaya akan nutrisi, sehingga biji dapat beregenenerasi menjadi tanaman lengkap

(18)

(Zulkarnain, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur biji adalah umur eksplan, komposisi media (adanya vitamin, gula dan zat pengatur tumbuh), dan stimulus fisik (cahaya, pH dan suhu).

Medium yang sering digunakan untuk kultur embrio anggrek adalah medium Vacin dan Went (VW) (Damayanti, 2006). Namun, komposisi pokok media tersebut masih belum sempurna bila tidak dilakukan modifikasi dengan penambahan nutrisi berupa bahan organik. Beberapa jenis bahan organik yang bisa ditambahkan dalam media perkecambahan biji anggrek antara lain ekstrak yeast, air kelapa, tomat, pisang, jeruk, alpukat, tauge dan lain – lain (Masyarah, 2012).

Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi media untuk mengoptimalkan pertumbuhan anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Bahan organik yang ditambahkan adalah ekstrak yeast. Menurut Lindegren (1952), ekstrak yeast diyakini mengandung zat hara untuk pertumbuhan

tanaman. Ekstrak yeast juga memiliki kandungan senyawa karbon dan nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Ekstrak yeast sebagai sumber nitrogen berperan dalam proses fisiologis, seperti pembentukan

protein, asam nukleat, dan koenzim. Di samping itu juga berperan dalam

pertumbuhan sel serta menjaga dan memelihara kemampuan sel untuk

membentuk enzim (Fukomoto et al. 1957).

Penelitian menggunakan ekstrak yeast pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu, penelitian Widiastoety & Kartikaningrum (2003), penambahan ekstrak ragi 1,25 g/L pada meda VW memberikan pengaruh

(19)

nyata terhadap jumlah daun, panjang akar, dan tinggi plantlet anggrek Dendrobium sp. Widiastoety & Nurmalinda (2010), menyatakan kombinasi KNO3 1 g/L dengan penambahan bahan organik (ragi, 1,25 g/L, pisang 50 g/L) menghasilkan tinggi plantlet, jumlah daun, dan panjang akar tertinggi. Sriwahyuni (2014), menyatakan Pemberian variasi ragi 1,25 g/L dan 0,2% ekstrak daun pegagan memberikan hasil yang optimal untuk perkecambahan biji anggrek jamrud selama 12 minggu.

Ekstrak yeast merupakan salah satu bahan organik alamiah kompleks yang diperoleh dari hasil samping dalam proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Ekstrak yeast mengandung asam-asam amino, peptida, dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan

plantlet (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003). Al-Khateeb (2008) menyatakan bahwa penambahan sumber karbon penting untuk pemenuhan energi terutama jika dalam kondisi belum mampu untuk menghasilkan makanannya sendiri/fotosintesis pada kultur. Oleh karena itu peneliti mencoba mengkaji tentang pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast untuk perkecambahan biji dan perkembanagan tunas embrio.

Perbanyakan tanaman anggrek secara in vitro melalui beberapa tahapan. Tetapi penelitian ini hanya sampai tahap sub kultur 1. Tahapan ini terdiri dari penaburan biji in vitro, yang bertujuan untuk mengecambahkan biji dan membentuk tunas embrio, selanjutnya dilakukan sub kultur 1 dilakukan untuk perkembangan tunas embrio membentuk planlet. Pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek pada

(20)

umumnya melalui beberapa fase yaitu. Fase 0: embrio dilindungi oleh testa, fase 1 : embrio membengkak dan ukuran bertambah besar, fase 2 : testa pecah dan embrio muncul dari testa, fase 3 : embrio lepas dari testa, fase 4 : embrio dengan shoot apical meristem sedangkan fase 5 : tunas dengan daun pertama (Dwiyani et al., 2012). Terbentuknya planlet diawali dengan tumbuhnya tunas dari hasil perkembangan biji.

Selain menggunakan ekstrak yeast, dalam penelitian ini juga menggunakan ekstrak buah pisang. Ekstrak buah pisang mengandung karbohidrat dan ZPT yang dapat mestimulir pertumbuhan tanaman (Widiastoety, 2008). Arditti (1992) menyatakan bahwa, buah pisang mengandung hormon tumbuh yang menyerupai auksin dan sitokinin serta nutrisi penting lainnya. Auksin memacu pemanjangan potongan akar bahkan akar utuh pada tanaman dan memacu perkembangan akar, dan sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ (Salisbury dan Ross, 1995).

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dari Sallolo et al. (2012) tentang pengaruh ekstrak pisang dan fish emultion terhadap

pertumbuhan anggrek Dendrobium candy stripe lasianthera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pisang raja pada dosis 50 g/L memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi planlet, luas daun, jumlah, berat segar, dan berat kering akar. Maslukhah (2008), menggunakan ekstrak pisang ambon 50 g/L pada kultur pisang rajabulu (Musa paradisiaca L.), menghasilkan jumlah tunas sebesar 3,1 tunas,

(21)

panjang tunas 11,6 cm, jumlah daun sebesar 6,8 daun, panjang daun 5,9 cm, jumlah akar 8,3 akar, serta panjang akar 9,0 cm. Menurut Yanti (2013) pemberian beberapa ekstrak buah pada media Vacin dan Went berpengaruh nyata terhadap panjang akar, Menurut Nurmalinda dan Widiastoety (2010) ekstrak pisang dapat menunjang pertumbuhan tinggi planlet karena mengandung karbohidrat, vitamin, Ca, P dan Fe.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut terdapat pengaruh pemberian berbagai senyawa organik pada beberapa macam anggrek dan beberapa macam tanaman. Tetapi penelitian yang mengkaji tentang anggrek D. lasianthera J.J. Smith masih kurang. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak yeast dan pisang raja terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith ”.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan berikut ini:

1. Apakah pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW berpengaruh pada persentase perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith?

2. Berapa konsentrasi (g/L) ekstrak yeast pada media VW yang terbaik untuk persentase perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasinthera J.J. Smith?

(22)

3. Apakah pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L berpengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith?

4. Berapa konsentrasi (g/L) ekstrak pisang raja yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L yang memberikan hasil terbaik untuk perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith ?

1.3 Asumsi Penelitian

Ekstrak yeast mengandung asam-asam amino, peptida, dan vitamin

yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan plantlet (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003). Keuntungan menggunakan bahan organik karena terkandung zat – zat kimia yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh, seperti vitamin, zat pengatur tumbuh dan sumber gula (Raharja, 2009). Buah pisang terdapat hormon tumbuh yang menyerupai auksin dan sitokinin serta nutrisi penting lainnya (Arditti, 1992). Auksin memacu pemanjangan potongan akar bahkan akar utuh pada tanaman dan memacu perkembangan akar, dan sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ (Salisbury dan Ross, 1995).

Menurut Nurmalinda dan Widiastoety (2010) ekstrak pisang dapat menunjang pertumbuhan tinggi planlet karena mengandung karbohidrat, vitamin, Ca, P dan Fe.

Seperti diketahui bahwa ekstrak pisang raja mengandung nutrien penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu antara lain air, protein, lemak,

(23)

karbohidrat, mineral, kalsium, phospor, ferro, dll. ( Kardarron, 2009 dalam Sallolo, 2012).

Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast (g/L) dalam media VW dapat mempengaruhi proses perkembangan biji serta pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/ L) yang berbeda dan konsentrasi ekstrak yeast terbaik dari tahap 1 pada media VW (Vacin dan Went) berpengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1 Hipotesis Kerja

1. Jika pemberian ekstrak yeast pada media VW berpengaruh terhadap perkecambahan biji aggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada perlakuan yang diberi ekstrak yeast dengan yang tidak diberi ekstrak yeast.

2. Jika pemberian ekstrak yeast pada media VW mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada media VW yang diberi ekstrak yeast dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

3. Jika pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L berpengaruh terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D.

(24)

lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas

embrio pada perlakuan yang diberi ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L dengan yang tidak diberi.

4. Jika pemberian ekstrak pisang raja dengan berbagai konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas embrio pada berbagai konsentrasi yang diberikan.

1.4.2 Hipotesis statistik

1. H0: Pemberian ekstrak yeast pada media VW tidak mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

Ha: Pemberian ekstrak yeast pada media VW mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

2. H0: Tidak ada perbedaan perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith pada berbagai konsentrasi ekstrak yeast yang diberikan pada media Vacin dan Went (VW).

Ha: Ada perbedaan perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith pada berbagai konsentrasi ekstrak yeast yang diberikan pada media Vacin dan Went (VW).

(25)

3. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

4. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya panjang daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith .

Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya panjang daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

5. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya jumlah akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya jumlah akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

(26)

6. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya panjang akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya panjang akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

7. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

8. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya berat kering akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

9. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L tidak mempengaruhi bertambahnya berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

(27)

Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW berpengaruh pada perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

2. Mengetahui konsentrasi (g/L) ekstrak yeast pada media Vacin dan Went (VW) yang terbaik untuk perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

3. Mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

4. Mengetahui konsentrasi (g/L) ekstrak pisang raja yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L yang terbaik untuk perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian ekstrak yeast dalam media VW untuk perkecambahan biji dan pengaruh pemberian ekstrak pisang raja pada

(28)

media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium

Anggrek dalam penggolongan taksonomi, termasuk dalam famili Orchidaceae., suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi. Famili ini terdiri atas 800 genus dan tidak kurang dari 25.000 spesies (Gunawan, 2003). Dendrobium adalah satu diantara genus anggrek terbesar yang terdapat di dunia,

diperkirakan terdiri atas 1600 spesies. Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium.

Dendrobium memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan

tangkai bunga baru di sisi - sisi batangnya. Pada umumnya, anggrek tipe simpodial bersifat epifit. Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek yang dicirikan oleh adanya titik tumbuh di ujung batang, pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang diatara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodil adalah Vanda dan Phalaenopsis (Widiastoety, 2003). Seperti tanaman lainnya, anggrek mempunyai bagian-bagian seperti akar, batang, daun, bunga dan buah.

(30)

Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan coklat dan kering.

Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudoblub). Berdasarkan pertumbuhannya batang anggrek dibedakan menjadi:

a. Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan yang tumbuh di sampingnya. Contoh anggrek tipe ini adalah Cattleya, Oncidium, dan Dendrobium.

b. Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan keluar di antara 2 ketiak daun. Contohnya Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada yang berbentuk agak bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari tipis sampai bedaging, rata dan kaku. Daun anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun memanjang, ujungnya berbelah, tulang daun sejajar dengan tepi daun hingga ke ujung daun.

(31)

Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Dilihat dari pertumbuhan daunnya, anggrek digolongkan menjadi dua kelompok sebagai berikut :

a. Evergreen (tipe daun tetap segar/hijau), yaitu helaian-helaian daun tidak gugur secara serentak.

b. Decidous (tipe gugur), yaitu semua helaian-helaian daun gugur dan tanaman mengalami masa istirahat.

Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum pada satu karangan bunga terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stemen (benang sari), pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral.

Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety, 2003).

2.2 Tinjauan Tentang D. lasianthera J.J. Smith

Anggrek D. lasianthera J.J. Smith tercatat dalam daftar anggrek yang dilindungi dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith disebut sebagai anggrek stuberi (stroberi) yang hidup di Indonesia (Papua) dan Papua New Guinea. Di Indonesia dikenal sebagai anggrek stuberi, stroberi,

(32)

atau strawbery. Dalam bahasa Inggris biasa anggrek ini dikenal sebagai Wooly Pollina Dendrobium, atau dengan nama varietasnya semisal May River Red dan

Sepik Blue. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith atau Wooly Pollina Dendrobium,

spesies ini sebenarnya sama dengan D. ostrinoglossum.

Anggrek D. lasianthera J.J. Smith merupakan tanaman epifit yang tumbuh di daerah lembab dan membutuhkan banyak cahaya. Di alam liar biasa ditemukan hidup di sekitar daerah aliran sungai, rawa-rawa, dan hutan di dataran rendah Papua. Ukuran tanaman anggrek D. lasianthera J.J. Smith cukup besar, bisa mencapai lebih dari 1 meter. Anggrek ini mempunyai bunga yang indah. Dalam satu tandon bunga bisa muncul antara 10 – 30 kuntum bunga. Warna bunganya pun sangat bervariasi mulai dari merah, putih, biru, dan kekuningan dengan gradasi indah ( Anonim,2012 ).

2.2.1 Klasifikasi D. lasianthera J.J. Smith

Anggrek D. lasianthera J.J. Smith merupakananggrek yang hidup di Indonesia (Papua) dan Papua New Guinea. Taksonomi anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Simpson, 2006) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Ordo : Asparagales Familia : Orchidaceae Genus : Dendrobium

(33)

Species : D. lasianthera J.J. Smith

2.2.2 Deskripsi Morfologi D. lasianthera J.J. Smith

Anggrek merupakan salah satu tanaman yang memiliki beragam warna pada bunganya. Ciri khas dari anggrek D. lasianthera J.J. Smith adalah sepal dan petal bunganya yang terpilin menyerupai spiral. Warna bunganya perpaduan warna coklat, merah marun dan ungu. Morfologi tanaman anggrek terdiri dari berbagai bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith bebentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar tampak berwarna putih keperakan dan hanya bagian ujung akar berwarna hijau atau tampak keunguan.

Akar mempunyai filamen, yaitu lapisan luar terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Destri dan Jodi, 2006). Filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu akar melekat pada benda yang ditumpanginya ( Gambar 2.1 ). Air atau hara yang langsung mengenai akar akan diabsorbsi (diserap) oleh filamen dan ujung akar (Darmono, 2008).

(34)

Gambar 2.1 Akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber : Anonim, 2012)

Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Batang anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Tipe simpodial mempunyai beberapa batang utama dan berumbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas.

Pada tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas, bentuk batang ramping tidak berumbi dan tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith termasuk dalam tipe simpodial karena pertumbuhan ujung batang terbatas dan mempunyai beberapa batang utama (Gambar 2.2).

(35)

Gambar 2.2 Batang Anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber: Anonim, 2012 )

Daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith berbentuk bulat telur memanjang, dengan tebal daun agak berdaging dan kaku. Bagian tepi tidak bergerigi, tidak bertangkai, dan sepenuhnya duduk pada batang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun berakhir di ujung daun. Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua.

Bunga anggrek D. lasianthera J.J. Smith tersusun dalam karangan bunga dan pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith memiliki lima bagian utama bunga seperti bunga anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2.3) yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil

(putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal berjumlah tiga buah, sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Petal berjumlah tiga buah, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal, dan petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum.

(36)

Tangkai bunga dapat keluar dari ujung pseudobulb atau dari samping pseudobulb.

Gambar 2.3 Bagian-bagian Bunga Anggrek Dendrobium (Sumber: Anonim, 2012 )

Pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith modifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2.4). Column (tungu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung column (tungu) terdapat anter atau kepala sari yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak dibawah rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan terletak di bawah column,

(37)

Gambar 2.4 Bunga Anggrek D. lasianthera J.J. Smith, PD = Petal Dorsal, SD = Sepal Dorsal, SL = Sepal Lateral, L = Labellum.

(Sumber: Anonim, 2012 )

Bentuk buah anggrek berbeda - beda sesuai dengan jenisnya. Buah anggrek merupakan lentera atau capsular yang memiliki 6 rusuk. Tiga diantaranya merupakan rusuk sejati dan yang tiga lainnya adalah tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Di tempat bersatunya tepi daun buah tadi dalam satu buah anggrek sebesar kelingking terdapat ratusan ribu bahkan jutaan biji anggrek yang sangat lembut dalam ukuran yang sangat kecil.

Penelitian yang berhasil dilakukan Knudson C menunjukkan bahwa biji anggrek dapat berkecambah secara in vitro. Beberapa alasan untuk megecambahkan biji anggrek secara in vitro adalah :

1. Biji anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Jika dikecambahkan in vivo kemungkinan besar bisa hilang atau cadangan makanan tidak mencukupi

PD

L SD

(38)

2. Perkecambahan dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis dengan fungi. Jika ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan asimbiotik.

3. Jika biji dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambahan secara in vitro akan meningkatkan persentase keberhasilannya.

4. Perkecambahan secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio anggrek yang belum berkembang atau belum matang sehingga memperpendek siklus pemuliaannya atau budidayanya

5. Perkecambahan dan perkembangan bibit dapat berlangsung lebih cepat dalam kondisi in vitro karena lingkungan yang terkendali dan tidak ada kompetisi dengan fungi atau bakteri yang tidak menguntungkan

Biji - biji anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan, sehingga untuk perkecambahannya dibutuhkan nutrisi yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan biji. Perkecambahan di alam sangat sulit jika tanpa bantuan fungi (jamur) yang disebut mikoriza yang bersimbiosis dengan biji - biji anggrek tersebut. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai, hifa atau benang dari mikoriza akan menembus embrio anggrek melalui sel – sel suspensor. Kemudian fungi tersebut dicerna sehingga terjadi pelepasan nutrisi sebagai bahan energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan biji - biji anggrek.

Menurut Damayanti (2011), kematangan buah anggrek sangat tergantung pada jenis anggrek itu sendiri. Buah anggrek Dendrobium akan matang dalam

(39)

umur 3-4 bulan, buah anggrek Vanda setelah 6-7 bulan, sedangkan buah anggrek Cattleya baru matang setelah 9 bulan. Buah anggrek adalah buah lentera dan akan

pecah ketika matang. Bagian yang membuka adalah bagian tengahnya. Untuk kultur jaringan anggrek, pengambilan buah lebih baik sebelum buah pecah tetapi sudah mendekati masa matang sehingga biji siap untuk berkecambah. Adapun ciri-ciri buah siap panen adalah warna kulit buah lebih cerah agak kekuningan dan khususnya pada Dendrobium garis pada buah menjadi lebih lebar (Damayanti, 2006).

Menurut Pierik (1987) biasanya per polong atau buah terdapat 1.300-4.000.000 biji anggrek. Biji anggrek terdiri dari testa atau kulit biji yang tebal dan embrio. Sedangkan menurut Mursidawati (2007), biji anggrek dikenal dengan sebutan ‘dust seed’ karena ukurannya sangat kecil sehingga menyerupai butiran debu. Struktur biji anggrek hanya terdiri dari 4-200 sel saja sehingga kapasitasnya untuk membawa cadangan makanan menjadi sangat terbatas.

2.3 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan

Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur sendiri berarti budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan berasal dari tahun 1902, ketika Gottlieb Haberlandt memperlihatkan bahwa memelihara tipe tertentu sel tumbuhan dalam suasana

(40)

sehat dalam media kultur. Akan tetapi tanaman anggrek baru dapat dikulturkan pada tahun 1922 oleh Knudson.

Dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi, yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (Suryowinoto, 1991) yang menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam media yang sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Sriyanti dan Wijayanti, 1994).

Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni :

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji. 2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.

3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya. 4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan

(41)

menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun

interspesifik).

6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepalasari/anther (kultur anther/mikrospora), tepungsari/pollen

(kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid (Anonim, 2009).

Kultur jaringan adalah salah satu metode dalam perbanyakan tanaman anggrek, dengan mengambil bagian-bagian tanaman anggrek (eksplan) serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kutur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik eksternal maupun internal), organisme yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja yang kotor, kecerobohan dalam pelaksanaan (Gunawan, 1992). Persiapan media harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati, kebersihan alat-alat harus selalu dijaga, diusahakan bekerja diruang terkendali dan aseptik. Ruang untuk menumbuhkan biji dan bibit anggrek

(42)

memerlukan penyinaran cukup lama, yakni antara 12-18 jam dengan intensitas sinar 2000 - 3000 lux. Bibit anggrek dapat tinggal sementara didalam botol selama 10-12 bulan sesudah itu baru dipindahkan kedalam pot. Setelah pemindahan kedalam pot, bibit perlu diberi naungan. Penyinaran oleh sinar matahari secara langsung kurang baik bagi pertumbuhan bibit yang baru dikeluarkan dari botol. Sebagian media yang digunakan pada pot biasanya menggunakan hancuran pakis, arang kayu dan serabut kelapa. Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio (seksual) dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) atau biji berukuran sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Dari kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul (Widiastoety, 2003).

Tanaman anggrek dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau bagian non biji (vegetatif). Perbanyakan dengan biji umumnya dilakukan dalam bidang pemuliaan, yaitu untuk mendapatkan jenis anggrek baru. Biji anggrek ditanam dalam botol yang berisi media yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhannya. Namun demikian, perbanyakan anggrek dengan biji memerlukan waktu yang cukup lama. Perbanyakan anggrek dengan bahan non biji telah pula dilakukan, terutama untuk jenis anggrek yang sudah jelas baik kualitasnya, yakni dengan stek batang atau dengan cara kultur jaringan. Mengkultur atau membiakan sel dan jaringan tumbuhan merupakan dasar bagi kebanyakan aspek bioteknologi tumbuhan. Luasnya penggunaan tumbuhan tergantung pada kemampuan jaringan

(43)

dan sel tumbuhan untuk tumbuh pada larutan nutrisi yang sederhana yang komposisinya diketahui. Penggunaan ini termasuk dalam perbanyakan tumbuhan, memelihara dan menyimpan plasma benih, yang merupakan hal yang penting untuk menjaga tetapnya kolam gen tumbuhan yang tidak sedang aktif ditanam serta memproduksi komersial dan rekayasa genetika tumbuhan.

Sistem perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkkan mempunyai sifat-sifat biologis yang sama dengan sifat induknya. Sistem budidaya jaringan juga memiliki keuntungan lain yaitu penghematan tenaga, waktu, tempat dan biaya. Pelaksanaan perbanyakan tanaman di Indonesia dengan sistem kultur jaringan sampai saat ini memang masih terbatas dikalangan ilmuwan, peneliti pada perkebunan, instansi yang terkait dengan pertanian, biologi, farmasi dan dikalangan perguruan tinggi. Sumber informasi tentang kultur jaringan juga masih sangat minim, hanya sesekali dapat diketahui melalui sarana komunikasi surat kabar, majalah, radio, televisi. Sumber pustaka mengenai petunjuk praktis pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit didapatkan, kalaupun ada masih sangat sukar dimengerti oleh kalangan petani. Padahal perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang sangat baik dihari-hari mendatang, sebab perbanyakan tanaman dengan sistem ini memiliki banyak keuntungan baik dari segi hasil, biaya, tenaga, tempat maupun waktu.

Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah

(44)

laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air, listrik dan bahar bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi syarat kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik.

Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif (Sriyanti dan Wijayani, 1994). Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman.

Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.

(45)

2.4 Tinjauan Umum Media Vacin and Went

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Media tumbuh yang biasa digunakan adalah medium Vacin and Went (VW). Pada umumnya media yang digunakan terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah, ekstrak kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan. (Pangesti, dkk 2011). Dalam penelitian ini menggunakan bahan organik tambahan, yaitu :

a. Ekstrak yeast

Ekstrak yeastatau khamir tergolong dalam genus Ascomycetes yang berbentuk bulat, lonjong, dan panjang serta merupakan organisme

uniseluler(Widiastoety & Kartikaningrum, 2003).Sel khamir mempunyai struktur yang terdiri atas membran sel, kapsul, sitoplasma, sentrosum,

sentrokromatin, nukleus, vakuola, dan granula (Lindegren 1952), dan

diyakini mengandung zat hara untuk pertumbuhan tanaman.Menurut Sommer (dalam Al-Khayri, 2011) ekstrak yeast memiliki kandungan

(46)

vitamin, nitrogen, asam amino, peptida dan karbohidrat yang dibutuhkan tanaman.

Ekstrak yeast sebagai sumber nitrogen berperan dalam proses

fisiologis, seperti pembentukan protein, asam nukleat, dan koenzim. Di

samping itu juga berperan dalam pertumbuhan sel serta menjaga dan

memelihara kemampuan sel untuk membentuk enzim (Fukomoto et al.

1957). Nitrogen adalah unsur yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan

jaringan tanaman.

Nitrogen merupakan komponen protein, asam nukleat, dan

beberapa substansi penting lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan

protoplasma dan berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Vitamin

yang terkandung antara lain thiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, dan

asam pantotenat. Vitamin-vitamin tersebut sering digunakan untuk

komposisi pada media kultur jaringan. Thiamin sangat esensial dalam

kultur in vitro walaupun dibutuhkan plantlet dalam jumlah sedikit.

Pemberian thiamin dalam media kultur dapat merangsang pertumbuhan

eksplan dan meningkatkan pertumbuhan akar (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003).

b. Ekstrak Pisang Raja

Bahan organik yang sekaligus berperan sebagai hormon pertumbuhan yang biasa ditambahkan pada media dasar untuk kultur anggrek adalah air kelapa dan ekstrak buah pisang, selain karbohidrat ekstrak buah pisang mengandung ZPT yang dapat mestimulir pertumbuhan

(47)

tanaman (Widiastoety, 2008). Selain itu, Ekstrak pisang raja mengandung nutrien-nutrien penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, posfor, ferro, thiamin (Sallolo et al., 2012).

Hasil penelitian Arditti dan Ernts (1992) menunjukkan bahwa buah pisang mengandung hormon tumbuh seperti auksin dan giberelin yaitu zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan terutama dalam pembesaran, pemanjangan dan pembelahan sel.

Ekstrak buah pisang selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam metabolisme dan juga berperan dalam metabolisme energi yang berasal dari karbohidrat. Selain mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat juga mengandung hormon alami yaitu auksin dan sitokinin. Pemberian ekstrak buah pisang ambon pada subkutlur plantlet anggrek Dendrobium dapat memacu pertumbuhan (Widiastoety dan Bahar, 1995).

Pisang raja merupakan salah satu jenis buah pisang yang banyak mengandung zat gizi yang dapat digunakan sabagai tambahan suplemen alami (organik) untuk pertumbuhan tanaman secara in vitro. Kelebihan pisang raja bulu antara lain ukuran buah sedang dan gemuk kulit warna kuning dengan bintik coklat, rasa buah sangat manis berwarna kuning kemerahan tekstur lunak, panjang buah 12–18 cm dengan berat 100- 120 g (Widiastoety dan Bahar 1995).

(48)

2.5 Perkecambahan Biji pada Anggrek

Waktu perkecambahan pertama dipengaruhi oleh faktor dalam/genetik (jenis anggrek yang dikecambahkan) dan faktor luar (medium, suhu, kelembaban dan cahaya), sedangkan menurut Sutopo (1984) tinggi rendahnya tingkat viabilitas biji berhubungan erat dengan kemasakan biji. Biji yang dipanen sebelum atau sesudah matang fisiologis, memiliki tingkat viabilitas atau persentase perkecambahan yang rendah.

Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman baru. Perkecambahan dan pertumbuhan anggrek dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks dan spesies yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Perkecambahan biji juga dipengaruh oleh faktor internal dari biji itu sendiri yaitu ada tidaknya embrio dalam biji dan struktur dari testa.

Perkecambahan biji pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith diamati mulai dari fase 0 sampai pada fase 5. Perkecambahan biji juga dipengaruh oleh faktor internal dari biji itu sendiri yaitu ada tidaknya embrio dalam biji dan struktur dari testa. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain (Pierik, 1987)

a. Temperatur

(49)

b. Penyinaran

Penyinaran yang dibutuhkan 12-16 jam/hari dengan intensitas rendah 2,5 – 10 W/m2. Namun pada Paphiopedilum dan Cypripedium, biji hanya dapat tumbuh apabila pada fase awal perkecambahan tidak diberikan perlakuan penyinaran.

c. Agar

Disarankan agar-agar ditambahkan dengan konsentrasi 0,6 – 0,8%.

d. Mineral

Pada umumnya perkecambahan biji anggrek tidak membutuhkan mineral dalam konsentrasi tinggi, bahkan pada Paphiopedilum dapat berkecambah dengan baik pada medium yang tidak mengandung kalsium.

e. Gula

Dibutuhkan untuk sumber energi. Gula ditambahkan pada medium dengan konsentrasi 1-3%.

f. pH

Rentang pH medium yang biasanya digunakan pada perkecambahan biji anggrek adalah 4,8 – 5,8

(50)

h. Zat Pengatur Tumbuh

Pada perkecambahan biji anggrek biasanya tidak perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh, karena memberikan efek yang tidak diinginkan (misalnya pembentukan kalus atau tunas adventif).

i. Senyawa kompleks

Senyawa kompleks yang biasa digunakan antara lain air kelapa, jus pisang, pepton, jus nanas, kasein hidrolase.

2.6 Perkembangan Tunas Embrio

Tunas embrio yang digunakan berasal dari hasil perkembangan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Pada perkembangan tunas embrio ini yang akan di amati adalah jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar, berat tunas, berat akar dan berat total. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 1991).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari 2 fase, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang. Fase ini berhubungan dengan 3 proses penting, yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel dan tahap awal dari diferensiasi sel (Harjadi, 1979).

(51)

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan gejala – gejala yang saling berhubungan. Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat di balik. Sedangkan perkembangan diartikan pada diferensiasi, suatu perubahan dalam tingkat lebih tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan fisiologi (Harjadi, 1979). Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain umur, keadaan tanaman, faktor hereditas, dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah cahaya, temperatur, kelembaban, nutrisi atau garam – garam mineral dan oksigen (Gardner et al., 1991 ; Harjadi, 1993).

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, selama 7 bulan, mulai bulan Oktober 2015 sampai April 2016.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Hayati

Dalam penelitian ini digunakan tanaman anggrek D. lasianthera J.J. Smith yang diperoleh dari “DD Orchid Nursery” Batu, Jawa Timur. Eksplan yang digunakan adalah biji dari buah anggrek D. lasianthera J.J. Smith yang berumur 4 bulan setelah polinasi, ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja.

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan-bahan kimia penyusun media VW (Vacin dan Went), alkohol 70%, chlorox dan spiritus.

3.3 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, magnetic stirrer, timbangan analitik, kertas coklat, aluminium foil, sprayer, bunsen, gelas

(53)

oven, autoclave, plastic wrap, kertas label, korek api, kertas pH, micropipette,

digital camera, masker, scalpel, blade dan spatula.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan

Peralatan dan bahan disiapkan terlebih dahulu. Adapun bahan yang disiapkan berupa buah D. lasianthera J.J. Smith yang berumur 4 bulan. Semua peralatan serta media yang akan digunakan juga dipersiapkan. Bahan-bahan penyusun media Vacin and Went (VW) yang dipersiapkan adalah :

a. Pembuatan stok mikronutrien dalam 100 mL (100 kali konsentrasi)

Pembuatan larutan stok mikronutrien 100 X (100 kali konsentrasi) dalam 100 mL yaitu dengan cara menimbang setiap bahan penyusun mikronutrien dengan menggunakan timbangan analitik. Bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang berisi 80 mL akuades steril. Setiap bahan kimia yang dimasukkan diaduk dengan magnetic stirrer sampai warna larutan menjadi jernih. Setelah semua bahan larut dengan sempurna, ditambahkan akuades steril hingga volumenya sampai 100 mL sambil diaduk terus hingga semua bahan larut, kemudian larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan diberi label “Mikro VW 100X (1 mL/L)” kemudian disimpan dalam lemari es. b. Pembuatan stok zat besi dalam 200 mL (40 kali konsentrasi)

Pembuatan larutan stok zat besi 40 X (40 kali konsentrasi) dalam 200 mL yaitu dengan cara menimbang FeSO47H2O dan Na2EDTA 40 kali berat sesungguhnnya menggunakan timbangan analitik. Kedua bahan tersebut

(54)

dilarutkan dalam 75 mL akuades secara terpisah. Larutan yang berisi FeSO47H2O dipanaskan hingga hampir mendidih, kemudian larutan Na2EDTA dimasukkan secara perlahan sambil diaduk dan dipanaskan diatas hot plate magnetic stirrer hingga warna larutan menjadi kuning jernih. Kemudian larutan ditambah dengan akuades hingga mencapai volume 200 mL. Selanjutnya mulut erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan diberi label “Zat Besi VW 40X (5 mL/L)” lalu disimpan dalam lemari es. Untuk pembuatan 1 L media VW, ditambahkan 5 mL stok zat besi.

c. Pembuatan stok vitamin dalam 200 mL (50 kali konsentrasi)

Pembuatan larutan stok vitamin 200 mL dengan menimbang setiap bahan kimia penyusun vitamin menggunakan timbangan analitik. Satu persatu bahan-bahan tersebut dimasukkan dan dilarutkan dalam Erlenmeyer 200 mL yang berisi aquades steril 150 mL sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah semua bahan larut kemudian ditambahkan aquades sampai 200 mL sambil terus diaduk. Kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diberi label “VITAMIN VW 50X (4 mL/L)”. Setelah itu di simpan di kulkas dan untuk pembuatan medium 1 L medium VW memerlukan 4 mL stok vitamin.

d. Pembuatan media VW modifikasi (Vacin dan Went) 1 liter

Pembuatannya dilakukan dengan cara menimbang senyawa makronutrien satu persatu dan melarutkannya ke dalam 500 mL aquades sambil dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer (Lampiran 1). Kecuali bahan kimia kalsium phospate ( )2 harus dilarutkan terlebih dahulu dengan HCl karena ( )2sukar larut dalam air.

Gambar

Gambar 2.1 Akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber : Anonim, 2012)
Gambar 2.2 Batang Anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber: Anonim, 2012 )
Gambar 2.3 Bagian-bagian  Bunga  Anggrek Dendrobium (Sumber: Anonim, 2012 )
Gambar 2.4 Bunga Anggrek D. lasianthera J.J. Smith, PD = Petal Dorsal, SD = Sepal Dorsal, SL = Sepal Lateral, L = Labellum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tentang pengaruh pemberian probiotik plus herbal pada

Telah dilakukan berbagai macam penelitian terhadap struktur kimia beberapa senyawa yang diisolasi dari ekstrak daun dan buah Vitex trifolia, diantaranya adalah

Tidak terjadi perbedaan ketinggian dan pigmentasi skar hipertrofik yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan ekstrak lidah buaya Ekstrak lidah buaya topikal

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pakan Kombinasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian ekstrak teh hijau berbagai dosis mampu mempertahankan kualitas spermatozoa dari mencit jantan yang

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Pisang Janten Terhadap Kadar HDL dan LDL Tikus Putih Jantan Galur Sprague.. Lampung; Universitas

Pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn) pada ayam broiler yang telah diinfeksi E.coli dapat mengurangi nekrosis dan degenerasi pada gambaran

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian Herba Meniran (Phyllanthus niruri) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight Walp) dapat menurunkan kadar asam urat