• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR DAN KEMAMPUAN BEREMPATI PADA PERAWAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR DAN KEMAMPUAN BEREMPATI PADA PERAWAT"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP

PENGEMBANGAN KARIR DAN KEMAMPUAN

BEREMPATI PADA PERAWAT

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

I Made Boy Setiawan

NIM: 049114120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Karya ini kupersembahkan bagi alm. Ibuku tersayang , I miss u mom

bapak, istri dan anak, kakak dan

(5)

v Tentang waktu :

Waktu bagiku bukanlah uang tapi bagaikan uang

Waktu terkadang begitu murah dan terkadang begitu mahal untuk dihargai

Waktu memiliki keajaiban

Mampu mengubah luka menjadi hal yan indah untuk dikenang

Sebaliknya mampu mengubah kenangan yang indah menjadi kenangan yang

pahit untuk diingat

Waktu sehari dibatasi oleh lingkar 360 derajat

Waktu kami didunia dibatasi oleh kuasamu ya Tuhan...

Kesalahan terbesarku adalah mensia-siakanmu

Maafkan aku mengabaikanmu dengan dalil keterbatasanku

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR DAN KEMAMPUAN BEREMPATI PADA PERAWAT

I Made Boy Setiawan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap pengembangan karir dengan kemampuan berempati pada perawat. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pengembangan karir dan kemampuan berempati pada perawat. Kemampuan berempati seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: tingkat pendidikan, masa kerja, pengalaman, usia, jenis kelamin, dan kondisi psikologis individu. Subyek try out yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 57 perawat. Sedangkan untuk subyek penelitian sendiri berjumlah 41 perawat. Subyek try out maupun subyek penelitian dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik purposive sampel dengan kriteria : berjenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir DIII keperawatan, masa kerja minimal 1 tahun dan rentang usia 20 sampai 45 tahun. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan penyebaran skala di RSUD Wangaya. Skala yang digunakan yaitu skala persepsi terhadap pengembangan karir dan skala kemampuan berempati. Koefisien reliabilitas alpha cronbach skala persepsi terhadap pengembangan karir sebesar 0,916, sedangkan koefisien reliabilitas alpha cronbach skala kemampuan berempati adalah 0,794. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson yang menghasilkan koefisien korelasi antara persepsi terhadap pengembangan karir dan kemampuan berempati pada perawat sebesar 0,688 dan p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan tidak adanya hubungan antara persepsi terhadap pengembangan karir dengan kemampuan berempati pada perawat ditolak, sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan positif antara persepsi terhadap pengembangan karir dengan kemampuan berempati pada perawat diterima.

(8)

viii

THE RELATION BETWEEN PERCEPTION OF CAREER DEVELOPMENT AND EMPATHY ABILLITY TO THE NURSES

I Made Boy Setiawan

ABSTRACT

This research aimed to examine carefully the relation between perception for carier developement and the empathy abillity to the nurses. The hypothesis presented in this research was that there was a positive relation between the perception for carier development and empathy ability to the nurses. Empathy abillity can be influenced by some factor, there is : education level, work time, age, sex, and phsychology condition of individu. Subjects in this research were 41 nurses with try out subjects 57 nurses. The subjects were got by using a purposive sample with criterion: female, age range between 20-45 years old with minimum work period 1 years, and last education DIII nursery. The method that was used to collect the data this research was by spreading scale in Wangaya Hospital. This research used Perception of Career Development Scale and Empathy Ability Scale. The alpha Cronbach reliability coefficient Perception of Career Development Scale was 0,916, while the alpha Cronbach reliability coefficient of Empathy Abillity Scale was 0,794. The data obtained was then processed by using Pearson Product Moment correlation technique which produced correlative coefficient between the perception of career development and the empathy abillity to the nurses is 0,688 with p 0,000 (p<0,005). It mean that null hypothesis stating that there was no relation between the perception of career development and the empathy abillity to the nurses was rejected. Therefore the research hypothesis stating that there was a positive relation between perception of career development and the empathy abillity to the nurses was accepted.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Sang Hyang Widi Wasa atas berkah dan perlindungannya. Dewa-dewi, betara-betari, pitara-pitari tur sesuunan titiang sane melinggih ring jogja lan di bali yang tetap melindungi hamba walau dalam hilap dan salah. Pada akhirnya karya tulis ini bisa terselesaikan. Perjuangan penelitian dari awal sampai dengan penyusunan laporan ini memang bukan jalan yang mudah untuk dilewati.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dorongan, semangat, pengarahan, informasi dan bimbingan selama proses ini berlangsung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. T. Prio Widiyanto, M.Si Terima kasih atas bimbingan dan kritikan tajamnya sebagai dosen penguji. Saya akan berusaha meningkatkan daya juang saya....

3. Ibu Kristina Dewayani S.Psi., M..Si sebagai dosen penguji dan dosen pengajar. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang ibu berikan.

(11)

xi

5. Ibu yang selalu memberi perhatian dan kasih sayang walaupuan sudah berada dialam sana. Terima kasih telah merawatku hingga sebesar sekarang ini. Sebenarnya aku masih rindu akan kasih sayang dan belaianmu... Tapi Tuhan mungkin berkehendak lain... i Love U Mom. Maaf tidak mampu memenuhi janji untuk lulus tepat waktu.

6. Bapak yang selalu memberi kepercayaan, memberi dorongan dan dukungan materi sehingga mampu untuk menyelesaikan studi ini....thank juga buat wejangan-wejangan yang selama ini bapak berikan....

7. Anakku tersayang yang memberi warna hidup papa dengan senyum, tingkah dan segala ulahmu.... Pa2 sayang 2pa

8. Istriku tercinta yang bersabar menunggu papa hingga lulus dan terima kasih atas pengertian dan pengorbanannya selama ini...papa sayang ama mama

9. Kakakku yang selalu aku hormati dan aku banggakan terima kasih atas motivasinya selama ini. Senang bisa terlahir menjadi adikmu...Thank juga buat Ketut and keponakanku Nano...

10.Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi tercinta yang telah memberi ilmu dan pengetahuan yang luar biasa...

11.Drs. I Made Maja Winaya, M.Si yang membantu dan membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan mengurus perijinan di RSUD Wangaya.

(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUTUAN PUBLIKASI ... xi

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir ... 9

(14)

xiv

2. Tahapan Karir ... 10

3. Pengertian Pengembangan Karir ... 13

4. Aktifitas-Aktifitas Pengembangan Karir ... 14

5. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir ... 16

B. Kemampuan Berempati ... 17

1. Empati ... 17

2. Aspek-Aspek Empati ... 18

3. Kemampuan Berempati ... 21

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berempati ... 22

C. Perawat ... 25

D. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Dengan Kemampuan Berempati Pada Perawat ... 27

E. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Identifikasi Variabel ... 31

C. Definisi Operasional ... 31

D. Subyek Penelitian ... 34

E. Metode dan Alat Penelitian ... 34

F. Pertanggungjawaban Mutu ... 38

G. Persiapan Penelitian ... 40

1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 40

(15)

xv

H. Analisis Data Penelitian ... 52

1. Uji Asumsi ... 52

2. Uji Hipotesis ... 53

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Persiapan Penelitian ... 55

1. Perijinan ... 55

2. Orientasi Kancah ... 56

B. Pelaksanaan Penelitian ... 58

C. Deskripsi Subyek Penelitian ... 58

D. Data Penelitian ... 59

E. Analisis Data Penelitian ... 60

1. Uji Asumsi ... 60

2. Uji Hipotesis ... 62

F. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Pengembangan Karir .... 36

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Kemampuan Berempati ... 38

Tabel 3. Persebaran Butir Aitem Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Setelah Seleksi Aitem ... 44

Tabel 4. Persebaran Butir Aitem Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Dalam Penelitian ... 44

Tabel 5. Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Penelitian ... 45

Tabel 6. Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Yang Dipergunakan Dalam Penelitian ... 46

Tabel 7. Persebaran Butir Aitem Skala Kemampuan Berempati Sebelum Seleksi Aitem ... 48

Tabel 8. Persebaran Butir Aitem Skala Kemampuan Berempati Saat Penelitian 49 Tabel 9. Skala Kemampuan Berempati Penelitian ... 50

Tabel 10. Skala Kemampuan Berempati Dalam Penelitian ... 50

Tabel 11. Uji Normalitas ... 60

Tabel 12. Uji Linieritas... 61

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 71

• Skala Try Out Persepsi terhadap Pengembangan Karir dan Kemampuan berempati ... 72

• Data try out ... 80

• Perhitungan Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dan Skala Kemampuan Berempati ... 84

• Perhitungan Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dan Skala Kemampuan Berempati Setelah Seleksi Aitem ... 86

Lampiran 2 ... 88

• Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dan Skala Kemampuan Berempati Penelitian ... 89

• Skoring Data Penelitian ... 97

• Perhitungan Seleksi Aitem Setelah Penelitian ... 99

• Skoring Data Penelitian Setelah Seleksi Aitem ... 101

• Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dan Skala Kemampuan Berempati Penelitian ... 103

• Uji Signifikasi Perbedaan Mean Empiris dan Teoritis ... 105

• Uji Asumsi ... 106

‐ Uji Normalitas ... 106

‐ Uji Linieritas ... 106

(18)

xviii

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat penting.

Di tengah kehidupan masyarakat yang semakin berkembang saat ini

perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan semakin besar.

Kebutuhan masyarakat akan tersedianya jaminan kesehatan dan fasilitas

kesehatan yang memadai juga menjadi hal yang sangat penting bagi

masyarakat dewasa ini.

Rumah sakit sebagai salah satu lembaga yang bergerak dibidang

pelayanan kesehatan dan bahkan dapat dikatakan sebagai tulang punggung

dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat diharapkan dapat memahami

dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan tersedianya fasilitas dan

pelayanan kesehatan yang memadai. Meskipun banyak rumah sakit yang

hadir di tengah – tengah masyarakat, namun masyarakat memiliki

pertimbangan – pertimbangan tertentu dalam memilih suatu rumah sakit.

Pertimbangan masyarakat dalam menentukan rumah sakit pada umumnya

didasarkan pada mutu pelayanan, mutu kesehatan, harga, dan fasilitas

kesehatan yang tersedia dalam rumah sakit. Menurut Hasanah (2000), dari

berbagai pertimbangan tersebut mutu pelayanan memiliki persentase terbesar

di antara aspek lainnya. Masyarakat akan lebih mempertimbangkan rumah

sakit yang memiliki mutu pelayanan kesehatan yang baik sebagai pilihan

(20)

mereka dalam memanfaatkan jasa rumah sakit.

Salah satu profesi yang disoroti oleh banyak pihak dalam pelayanan

di rumah sakit adalah perawat. Perawat memiliki peran yang penting dalam

keberhasilan pelayanan kesehatan, baik buruknya mutu pelayanan di rumah

sakit tergantung bagaimana perawat menjalankan tugasnya, sehingga

perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan perawatan yang

memuaskan dan bermutu demi kesembuhan pasien.

Perawat memiliki peran yang cukup strategis dan menentukan dalam

upaya peningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan perawat dalam

menjalankan perawatan tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga

perawat itu sendiri. Seorang perawat dikatakan memiliki kualitas yang baik

jika memiliki ilmu pengetahuan, sikap menaati kode etik, dan keterampilan

professional keperawatan. Keterampilan keperawatan bukan sekedar terampil

dalam melakukan prosedur perawatan tetapi juga keterampilan intelektual,

keterampilan teknikal, dan keterampilan interpersonal atau keterampilan

dalam membangun hubungan antar pribadi (Gaffar, 1999).

Pada media massa belakangan ini, ada beberapa kasus mengenai

keluhan pasien terhadap mutu rumah sakit yang berkaitan langsung dengan

kinerja perawatnya. Perawat dianggap kurang ramah bahkan ada yang

berlaku kasar terhadap pasiennya. Contoh kasus pertama datang dari RSUD

Kabupaten Serang yang kerap mendapat teguran dari ketua komisi B DPRD

setempat untuk memperbaiki pelayanannya, mengingat banyaknya keluhan

(21)

mendapatkan perlakuan kasar dari perawat rumah sakit tersebut

(http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&arti

d=44463).

Belum lagi kasus yang datang dari Pekanbaru, dimana seorang

perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru,

melakukan tindakan tidak wajar. Perawat tersebut melempar Ahmad Fadly,

pasien diare yang baru berusia satu tahun, menggunakan bantal. Diduga,

perawat tersebut jengkel melihat Fadly yang terlalu rewel

(http://www.riaumandiri.us/berita/1576). Tindakan paling ekstrim yang

dilakukan keluarga pasien terjadi di RSUD Tabanan dimana seorang perawat

ditampar dan ditendang karena dinilai acuh tak acuh ketika dimintai

keterangan kesehatan mengenai keluarganya yang mengalami kecelakaan

(http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=

11989).

Masih banyak keluhan dari pasien maupun keluarga pasien terhadap

tenaga kesehatan berkaitan dengan kurangnya informasi yang diberikan dan

kurangnya keterbukaan terhadap masalah kesehatan pasien. Para pasien dan

keluarganya merasa tidak tahu apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan saat

menjalani perawatan, pasien pun tidak tahu secara pasti mengenai kondisi

kesehatannya dan tidak adanya kesempatan yang diberikan kepada pasien

untuk berpartisipasi dalam percakapan yang berhubungan dengan

masalah kesehatannya. Perawat cenderung lebih fokus terhadap

(22)

pasien (Ellis dkk, 2000).

Dalam konteks keperawatan, hubungan yang dibangun antara perawat

dan pasien adalah hubungan pertolongan. Empati adalah komponen penting

dalam hubungan pertolongan. Empati merupakan respon emosional, berasal

dari pemahaman terhadap keadaan emosional orang lain seolah individu yang

bersangkutan mengalami sendiri keadaan emosi serupa yang dialami oleh

orang lain tersebut (Einsenberg dan Fabes, dalam Sari, Ramdhani dan Eliza,

2008). Rasa empati juga merupakan modal dasar yang sangat dibutuhkan

dalam menjalin hubungan interpersonal dengan pasien sehingga hubungan

yang dibangun pun dapat bersifat positif. Perhatian aspek psikologis pasien

akan dapat dilakukan lebih baik apabila perawat dapat memberikan respon

emosional yang baik kepada pasien.

Perawat yang mampu menjalin hubungan baik dapat membantu

perawat dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana

tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Namun,

kurang berkembangnya kemampuan berempati perawat dapat

menyebabkan hubungan yang dibangun kurang efektif.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang

dalam melakukan empati. Faktor-faktor itu antara lain tingkat pendidikan,

masa kerja, pengalaman, usia, jenis kelamin, dan kondisi psikologis individu

(Thomas dkk,1997). Tingkat pendidikan yang baik mengarah pada baiknya

kemampuan berempati seseorang (Thomas dkk,1997). Hal ini diasumsikan

(23)

menggunakan informasi-informasi yang ada untuk melakukan penilaian yang

empatik (Thomas dkk,1997).

Masa kerja mempengaruhi kemampuan berempati perawat berkaitan

dengan lamanya relasi perawat terhadap pasien. Pengetahuan tentang partner

relasi akan menghasilkan penilaian yang lebih akurat mengenai peikiran dan

perasaan partner relasi saat interaksi (Thomas dkk, 1997). Faktor pengalaman

menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan berempati seseorang karena

pengalaman seseorang akan memudahkan interpretasi stimulus yang

diberikan objek empati (Walgito, 1993).

Faktor usia akan berdampak positif dengan kemampuan berempati

seseorang. Dengan bertambahnya usia seseorang maka pengalamannya pun

akan bertambah. Akan tetapi, bila sudah sampai proses penuaan yang

berdampak pada penurunan fungsi indera maka kemampuan berempati

seseorang pun akan menurun (Corbett dalam Ellis dkk, 2000). Jenis kelamin

menjadi faktor dalam kemampuan berempati karena menurut Hojat (2002)

wanita cenderung lebih peka dan mampu menggunakan bahasa nonverbal

lebih baik saat berinteraksi dengan orang lain.

Dalam dunia kerja perawat, faktor kondisi psikologis individu adalah

faktor dari kemampuan berempati yang paling mudah terpengaruhi. Hal ini

dikarenakan profesi perawat merupakan salah satu profesi yang rentan

mengalami stres kerja. Pernyataan ini di dukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh The National Institute for Occupational Safety and Health

(24)

sakit memiliki kecenderungan tinggi terkena gangguan mental seperti depresi

dan stres (Indrawati, 2007). Sebuah survei di Perancis mengungkapkan

bahwa 64% perawat merasa kesal terhadap lingkungan kerja mereka yang

penuh stres (Melsa.ned.id dalam Indrawati, 2007). Dengan kecenderungan

untuk mengalami depresi dan stres kerja ini maka akan berdampak negatif

terhadap kondisi psikologis individu. Depresi dan stress kerja berkaitan

dengan kemampuan relasi yang rendah dan individu akan kurang termotivasi

dalam aktifitas kognitif dalam membuat penilaian yang akurat yang

diperlukan dalam kemampuan berempati seseorang (Johnson dkk, 1983)

Untuk menciptakan kondisi psikologis individu yang positif maka

perlu diciptakan situasi kerja dengan keadaan emosional yang kondusif.

Keadaan emosional yang kondusif dalam bekerja akan tercipta apabila

muncul motivasi dan kepuasan dalam bekerja individu (Gibson,1993).

Apabila individu merasa puas dengan pekerjaan yang dimilikinya maka

individu akan bergairah dan bahagia dalam bekerja sehingga akan berusaha

bekerja dengan sebaik-baiknya (As,ad, 2001)

Kepuasan kerja dan motivasi dalam bekerja individu akan dapat

dimunculkan apabila individu memiliki sikap karir yang positif (Handoko,

2001). Sikap karir sendiri dibentuk dari bagaimana individu mempersepsi

pengembangan karirnya dalam organisasi tersebut (Gibson,1993).

Pengembangan karir adalah upaya-upaya yang diambil atas prakarsa

karyawan itu sendiri, tetapi dapat pula berupa kegiatan yang disponsori oleh

(25)

(Handoko, 2001).

Program perencanaan pengembangan karir yang ditawarkan institusi

atau organisasi tentunya akan ditanggapi berbeda oleh masing-masing

individu. Penerimaan individu mengenai pengembangan karirnya tergantung

dari bagaimana mereka mengamati dan menanggapinya, atau dengan kata

lain bagaimana mereka mempersepsikannya. Adanya perbedaan karakteristik

individu dan pengalaman hidup menyebabkan berbeda pula masing-masing

individu dalam mempersepsikan pengembangan karirnya. Artinya, apa yang

ditawarkan organisasi yang dimaksud untuk memenuhi kebutuhan karyawan

belum tentu karyawan mempersepsikannya demikian.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari berbagai ulasan sebelumnya maka dapat dirumuskan sebuah

masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap

pengembangan karir dengan kemampuan berempati pada perawat?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi

terhadap perkembangan karir dan kemampuan berempati perawat.

D. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat teoritis

(26)

psikologi industri, dan klinis, dalam topik pembicaraan mengenai

persepsi terhadap pengembangan karir dan kemampuan berempati,

khususnya pada bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan kedekatan

hubungan interpersonal dalam menjalin relasi yang baik dengan

meningkatkan kemampuan berempati individu.

b. Manfaat praktis

i. Bagi rumah sakit, mampu memberi gambaran tentang persepsi

perawat terhadap pengembangan karir yang ditawarkan oleh instansi

dan gambaran mengenai kemampuan berempati pada perawat

sehingga dapat dijadikan kajian dalam usaha peningkatan mutu

pelayanan dari rumah sakit.

ii. Bagi perawat, sebagai bahan evaluasi dan refleksi agar perawat

mampu menjadi perawat yang profesional. Sebagai perawat dalam

menjalankan tugas tidak hanya terpaku pada tugas prosedural dan

mengkesampingkan faktor psikologis pasien. Perawat juga

diharapkan dapat mengetahui kesesuaian antara pengembangan karir

yang diharapkan dengan pengembangan karir yang ditawarkan pihak

(27)

BAB II

DASAR TEORI

A.PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR

1. Pengertian Karir

Karir adalah kemajuan seseorang dalam profesi atau pilihan bidang

pekerjaan tertentu (Martindas, 1997). Karir merupakan aktivitas yang

berhubungan dengan kerja, akan tetapi kehidupan seseorang diluar kerja

mempunyai peran yang besar dalam menentukan karir seseorang (Setyowati,

2003).

Karir merupakan proses perjalanan hidup seseorang pada lingkungan

kerja dan merupakan sikap dan perilaku yag menjadi hasil dari pengalaman

kerja yang dapat dinilai secara objektif (kinerjanya) dan subjektif (persepsi

individu) (Hall dalam Sinambela, 1999). Menurut Sinambela (1999) karir

merupakan serangkaian sikap dan perilaku kerja yang dipersepsikan secara

individual yang mencerminkan hasil interaksi antara kepentingan individu

(karakteristik individunya) dengan organisasi atau lingkungan kerja dalam

mencapai tujuan hidup.

Karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang dipegang selama

kehidupan kerja seseorang. Istilah karir digunakan untuk menunjukkan

individu pada masing-masing peran dan status mereka (Handoko, 2001).

Lebih lanjut, Handoko (2001) mengemukakan bahwa pada

umumnya, istilah ini digunakan dalam tiga pengertian, yaitu:

(28)

a. Karir sebagai promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke jabatan- jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-lokasi yang

lebih baik di dalam atau menyilang terhadap hierarki hubungan kerja

selama kehidupan kerja seseorang.

b. Karir sebagai rangkaian petunjuk pelaksanaan pekerjaan yang

membentuk suatu pola kemajuan yang sistematik dan jelas.

c. Karir sebagai sejumlah pekerjaan seseorang, atau serangkaian posisi

yang dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua

orang dengan sejarah kerja mereka disebut mempunyai karir.

Gibson dkk. (1993) memandang karir sebagai urutan pengalaman dan

kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, serta menimbulkan sikap dan

perilaku tertentu pada diri seseorang. Istilah karir tercermin dari gagasan

yang bergerak ke atas pada lini kerja pilihan seseorang. Bergerak ke atas

berarti berhak atas pendapatan yang lebih besar, memikul tanggung jawab yang

lebih besar, serta mendapatkan status, prestise, dan kekuasaan yang lebih besar.

Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa karir adalah suatu

rangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan yang dipegang individu selama

kehidupan kerjanya yang meliputi baik dinamika gerakan ke atas, menyamping

maupun tugas-tugas khusus dalam struktur formal kerja organisasi.

2. Tahapan Karir

Menurut Greenhaus (Ginting, 2003) ada empat tahapan karir yang

(29)

1. Tahap Eksplorasi (15-24 tahun)

Pada tahapan ini, individu berusaha untuk mengidentifikasi jenis

pekerjaan. Mereka mempertimbangkan ketertarikan, nilai, dengan

pilihan pekerjaan, serta mencari informasi mengenai pekerjaan karir,

jabatan dari rekan kerja, teman, dan anggota keluarga. Setelah

menemukan jenis pekerjaan atau jabatan yang dirasa Menarik, maka

individu akan berusaha memenuhi persyaratan pendidikan atau

pelatihan yang diperlukan dalam menduduki jabatan tersebut.

Kesalahan dapat pula terjadi, namun melalui tahap ini individu

dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan self-image

terhadap arah dan tujuan karir. Setelah melalui penilaian-penilain awal,

individu akan menentukan pekerjaan yang menggunakan

keterampilannya dan memperoleh kebutuhan pribadinya. Hubungan

dengan rekan kerja lain masih berstatus magang. Biasanya pada tahap

ini usia pengalaman kerja di bawah 2 tahun.

2. Tahapan Pemantapan (25-44 tahun)

Dengan bekal pendidikan, keterampilan, dan pelatihan yang

dimilikinya seseorang memulai memasuki dunia pekerjaan yang

sebenarnya. Individu mengembangkan perasaan mengenai masa

depannya dalam perusahaan. Pada tahap ini juga, individu berusaha

dengan tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman

selama menjalankan karir tertentu dan membuktikan diri mampu

(30)

individu merupakan rekan sejawat. Tahap ini biasanya dengan

pengalaman kerja 2-10 tahun.

3. Tahapan Pemeliharaan/pembinaan (45-64 tahun)

Pada tahap ini individu telah menjadi bagian yang penting

dalam organisasi. Diharapkan dapat menjadi contoh dan penasehat yang

lebih muda. Pada tahap ini juga dikatakan sebagai masa krisis

(midcareer), yang dapat disebabkan oleh kejadian-kejadian di luar

lingkungan kerja seperti perubahan dari keluarga, perubahan akan

kewajiban dan tanggung jawab, dan lain-lain.

Pada masa krisis ini, ada individu yang akan kembali ke tahap

eksplorasi dan membuat perubahan paling besar dalam kehidupannya.

Namun demikian yang kembali ke tahap eksplorasi ataupun yang

mencapai kemajuan yang lancar tahun-tahun kemudian sebagai masa

kemunduran. Pada tahap ini juga, karyawan memiliki pengalaman kerja

dan pengetahuan kerja yang tinggi sehingga karyawan tersebut dapat

menjadi penasehat (mentor) bagi karyawan baru. Pengalaman kerja

karyawan pada tahapan ini diatas 10 tahun.

4. Tahapan Kemunduran atau Akhir (>65 tahun)

Pada tahapan ini, individu berusaha menjaga keseimbangan

antara aktivitas pekerjaan dengan diluar pekerjaan. Tahapan ini disebut

(31)

3. Pengertian Pengembangan Karir

Handoko (2001) mengemukakan bahwa perencanaan karir adalah

suatu proses dimana seseorang memilih sasaran karir dan jalur ke sasaran

tersebut. Untuk mendorong perencanaan karir tersebut, departemen personalia

dapat menempuh tiga cara, yaitu menyelenggarakan pendidikan tentang

perencanaan karir, penyebarluasan informasi tentang berbagai kemungkinan

pengembangan karir dalam organisasi, dan konseling karir.

Selanjutnya, implementasi rencana-rencana karir tersebut

memerlukan pengembangan karir. Perlunya pengembangan karir karena

betapa pun baiknya suatu rencana karir yang telah dibuat seorang karyawan

disertai tujuan karir yang wajar dan realistik, rencana tersebut tidak akan

menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan karir yang sistematik dan

programmatik (Siagian, 2001). Pengembangan karir merupakan

upaya-upaya yang diambil atas prakarsa karyawan itu sendiri, tetapi dapat pula

berupa kegiatan yang disponsori oleh organisasi, atau gabungan dari

keduanya (Handoko, 2001).

Lebih lanjut, Simmamora (2004) mengemukakan bahwa

pengembangan karir merupakan pendekatan formal yang diambil

organisasi untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan

pengalaman yang tepat tersedia pada saat dibutuhkan. Untuk mengarahkan

pengembangan karir agar menguntungkan organisasi dan karyawan,

departemen personalia perlu mengusahakan dukungan manajemen dan

(32)

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pengembangan karir merupakan proses perubahan suatu keadaan atau

kondisi tertentu ke arah yang positif melalui serangkaian posisi, pekerjaan

atau jabatan, mencakup struktur aktivitas formal yang ditawarkan

organisasi kepada karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan

kesadaran, pengetahuan dan kemampuan kerja yang efektif serta

menunjang peningkatan karir karyawan. Hal ini diikuti dengan

meningkatnya tanggung jawab, status, kekuasaan dan ganjaran. Adapun

dinamika perkembangannya bisa dalam bentuk gerakan ke atas, menyilang

menyamping, maupun tugas-tugas khusus ke dalam stuktur kerja

organisasi.

4. Aktivitas-aktivitas dalam Pengembangan Karir

Menurut Handoko (2001) aktivitas-aktivitas dalam pengembangan

karir meliputi:

a. Pendidikan karir, yaitu pengalihan pengetahuan dari organisasi kepada

karyawannya tentang berbagai teknik perencanaan karir. Bentuk

pengalihan ini dapat beraneka ragam, seperti pemberian ceramah,

lokakarya dan seminar.

b. Informasi tentang pengembangan karir, yaitu pemberian informasi tentang

berbagai kemungkinan pengembangan karir dalam organisasi,

(33)

syarat yang harus dipenuhi untuk mengisi lowongan yang ada dan

informasi tentang berbagai alternatif jalur karir yang ada dalam

organisasi.

c. Konseling karir, yaitu pemberian bimbingan untuk membantu

karyawan menetapkan sasaran karir dan menentukan jalur karir yang tepat.

Pembimbing bisa membantu karyawan menyingkap minat mereka

dengan melakukan dan menginterpretasikan tes-tes bakat dan ketrampilan

agar karyawan yang bersangkutan dapat mengetahui kekuatan dan

kelemahannya.

d. Dukungan manajemen, yaitu pemberian dukungan dari atasan kepada

bawahannya. Bentuk dukungan ini dapat berupa pemberian pujian

maupun pemberian pendidikan karir langsung dari atasan puncak

kepada bawahan.

e. Umpan balik, yaitu pemberian umpan balik dari atasan kepada

bawahannya mengenai hasil yang telah dicapai. Umpan balik dapat

dilakukan dengan cara memberitahukan kepada karyawan secara

periodik mengenai prestasi kerjanya untuk kemudian dilakukan

evaluasi.

Aktivitas-aktivitas dalam pengembangan karir yang telah

dikemukakan tersebut, untuk selanjutnya akan digunakan dalam penelitian

(34)

5. Persepsi terhadap Pengembangan Karir

Persepsi merupakan bagian yang paling penting bagi seseorang

dalam mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek

akan menentukan kegiatan yang akan dilakukan terhadap objek yang

bersangkutan. Melalui persepsi, individu akan memberikan tanggapan

terhadap suatu objek yang diamatinya sehingga akan membentuk sikap

maupun perilaku tertentu (Gibson,1993).

Chaplin (1999) memandang persepsi sebagai proses mengetahui

atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Proses

perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses

pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali

atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Persepsi secara

umum bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan

jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor motivasional (Sears dkk,1999).

Maka, arti suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik oleh

kondisi perangsang maupun faktor-faktor organisme. Dengan alasan

sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda

juga akan berbeda karena setiap individu (Sears dkk,1999).

Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasi sensasi ke

dalam percepts objek, dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan

percepts itu untuk mengenali dunia (percepts adalah hasil dari proses perseptual) (Atkinson dkk,1990). Gibson dkk. (1993) menyatakan bahwa

(35)

mampu mempengaruhi sikap dan perilaku.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi

terhadap pengembangan karir adalah proses pengorganisasian dan

penginterpretasian yang melibatkan aspek kognitif dan afektif individu

terhadap aktivitas-aktivitas yang ditawarkan oleh organisasi dalam rangka

menuju proses perubahan keadaan atau kondisi ke arah yang positif

melalui serangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan.

B. KEMAMPUAN BEREMPATI

1. Empati

Istilah empati pertama kali digunakan oleh para ahli untuk

menyatakan kemampuan seseorang memahami pengalaman subyektif

orang lain. Kalisch (Ellis dkk, 2000) menyatakan bahwa empati adalah

kemampuan untuk merasakan dunia orang lain seolah-olah dunianya

sendiri, tetapi tanpa kehilangan untuk melihat perbedaan antara diri sendiri

dengan dunia individu lain.

Menurut Johnson dkk (1983) empati merupakan kecenderungan

untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang yang

empatik digambarkan sebagai orang yang toleran, mampu mengendalikan

diri, ramah, mempunyai pengaruh serta humanis. Empati merupakan

pemahaman pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan rang lain dengan cara

(36)

tanpa sungguh-sungguh merasakan apa yang dialami oleh orang yang

bersangkutan (Chaplin, 1999).

Batson dan Coke (Sari, Ramdhani dan Eliza, 2008) mengemukakan

bahwa empati merupakan keadaan emosional yang dimiliki seseorang

yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kemampuan

merasakan perasaan ini membuat seseorang yang empatik seolah

mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain (Einsenberg dan

Fabes, dalam Sari, Ramdhani dan Eliza, 2008).

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa empati

adalah suatu keadaan emosional di mana seseorang berusaha untuk

mengenali kondisi perasaan dan pikiran orang lain sehingga merasa seolah

mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain tersebut.

2. Aspek-Aspek Empati

Davis (1980) membedakan respon empati kedalam dua aspek

yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Kedua aspek empati tersebut

dijabarkan kedalam empat aspek yaitu aspek perspective taking dan aspek

fantasy (termasuk dalam kategori aspek kognitif), aspek emphatic concern

serta aspek personal distress (termasuk dalam kategori aspek afektif). Davis (1980) mendefinisikan aspek-aspek tersebut sebagai berikut:

(37)

b. Fantasy adalah kemampuan seseorang untuk mengubah diri secara imajinatif dan mengelami perasaan dan tindakan karakter khayal dalam

buku, sandiwara atau film yang dibaca atau ditontonnya.

c. Emphatic concern yaitu perasaan simpati yang berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan orang lain.

d. Personal distress merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya sendiri dan meliputi perasaan cemas dan gelisah pada situasi

interpersonal.

Hogan (Johnson dkk, 1983) mengungkapkan bahwa seorang yang empatik

memiliki beberapa hal sebagai berikut:

a. Kemampuan untuk memainkan imajinasinya, pandai berpura-pura dan

memiliki humor. Seorang yang empatik mampu mengilustrasikan

peristiwa, pemikiran maupun perasaan yang kemungkinan timbul pada

diri orang lain.

b. Menyadari kesan yang ditunjukkan oleh orang yang satu ke orang

yang lainnya. Seorang yang empatik akan cepat tanggap dengan

sinyal-sinyal emosi yang nampak dari orang lain baik berupa verbal

maupun non verbal.

c. Memiliki kemampuan untuk mengevaluasi tujuan atau maksud

seseorang. Seorang yang empatik mampu menganalisis tujuan atau

maksud seseorang yang akan tampak dari cara berbicara, bersikap,

(38)

d. Memahami motivasi dan sikap dirinya. Seorang yang empatik tidak

hanya memerlukan kemampuan untuk memahami orang lain, seorang

yang empatik ini juga memerlukan kemampuan untuk memahami

dirinya sendiri dahulu.

e. Memiliki perspektif sosial. Seorang yang empatik akan mencoba

memahami suatu peristiwa dengan menggunakan sudut pandang

secara umum.

Menurut Goleman (1998), empati memiliki beberapa aspek, antara lain :

a. Understanding others di mana seorang yang empatik dapat dengan cepat menangkap perasaan dan pikiran orang lain.

b. Service orientation di mana seorang yang empatik mampu memberikan pelayanan yang memang diperlukan oleh orang lain.

c. Developing others di mana seorang yang empatik selalu memberikan masukan-masukan yang positif guna membangun orang lain.

d. Leveraging diversity di mana seorang yang empatik mampu mengambil manfaat dari perbedaan yang ada, bukan menciptakan konflik dari

perbedaan tersebut.

e. Political awareness di mana seorang yang empatik mampu memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam berhubungan

dengan orang lain.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek yang telah

(39)

awareness. Aspek tersebut dipilih karena dapat digunakan untuk melihat kemampuan berempati pada perawat.

3. Kemampuan Berempati

Kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk mengenali

mood dan emosi pada orang lain dan memahami bagaimana hal tersebut

dapat bereaksi terhadap emosi dan prilaku kita (Yulk, 2007). Hal senada

juga dikemukakan oleh Goleman (1998), menurutnya seseorang yang

memiliki empati akan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan

mampu merasakan berbagai macam tanda-tanda emosi orang lain yang

tampak secara non verbal.

Empati ini berkaitan dengan ketrampilan sosial yang kuat yang

diperlukan untuk membangun dan mengembangkan hubungan antarpribadi

yang bersifat koorperatif. Salah satu syarat utama dalam memiliki sikap

empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti

terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti orang lain. Hal tersebut

dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam

membangun kerja sama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan

membuat kita dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang

akan memudahkan orang menerima pesan kita. Empati bisa juga berarti

kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima

masukan ataupun balikan apapun dengan sikap yang positif.

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa

(40)

seseorang berusaha untuk mengenali mood dan emosi orang lain sehingga

merasa seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain

tersebut maka akan tercipta keadaan emosional yang sesuai dengan apa

yang dirasakan oleh orang lain guna memahami kondisi atau keadaan

pikiran orang lain tersebut sehingga dapat mengembangkan hubungan

antarpribadi yang bersifat koorperatif.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berempati

Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berempati yaitu:

a. Tingkat pendidikan

Orang yang lebih terdidik kemampuan empatinya lebih baik

(Thomas dkk.,1997) karena orang yang lebih terdidik lebih lihai,

cermat, dan mampu menditeksi dan menggunakan secara tepat

informasi-informasi yang ada untuk melakukan penilaian yang

empatik. Orang yang terdidik juga lebih termotivasi untuk

berkonsentrasi pada pemecahan masalah dan lebih suka pada hal-hal

yang sifatnya lebih kognitif untuk memahami partnernya (Thomas

dkk.,1997).

b. Masa Kerja

Masa kerja berkaitan dengan lamanya relasi perawat terhadap

pasien. Semakin lama relasi seseorang, semakin banyak pengetahuan

tentang kepribadian dan sikap-sikap dari partner relasi. Pengetahuan

tentang partner relasi akan menghasilkan penilaian yang lebih akurat

(41)

(Thomas dkk,1997). Dalam kontek keperawatan, semakin lama masa

kerja perawat, semakin banyak pengetahuan perawat tentang

kepribadian, sikap, sifat dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pasien.

Pengetahuan ini akan sangat membantu dalam melakukan penilaian

yang akurat mengenai keadaan pasien. Penilaian yang akurat ini

merupakan salah satu kemampuan empati.

Sejalan dengan bertambahnya masa kerja, perawat juga

menjadi merasa semakin tahu keadaan pasien sehingga ia tidak terlalu

memperhatikan keadaan aktual dari pasien. Perasaan tahu ini

menjadikan perawat cenderung tidak memperhatikan keadaan pasien.

Perawat tidak bisa menditeksi dan menggunakan tanda-tanda verbal

dan nonverbal yang muncul dari pasien.

Jadi selain memberi sumbangan yang positif terhadap

kemampuan empati, masa kerja juga memberikan sumbangan negatif

terhadap kemampuan empati . Individu yang baru saja memulai relasi

akan cenderung memperhatikan partner relasinya secara cermat,

sungguh-sungguh dan menyeluruh. Semakin lama relasi dibangun ada

kecenderungan bahwa individu merasa bahwa dirinya tahu apa yang

dipikirkan, apa yang dirasakan, apa yang dialami oleh partner

relasinya. Sebagai akibatnya individu kurang memperhatikan partner

relasinya sehingga ia tidak akan mampu untuk menditeksi dan

menggunakan secara tepat tanda-tanda verbal dan nonverbal yang

(42)

c. Keadaan Psikologis Individu

Kepuasan relasi dan depresi mempengaruhi kemampuan

empati. Depresi berkaitan dengan kemampuan relasi yang rendah.

Orang yang merasa depresi mungkin tingkat kemampuan empatinya

rendah, karena tertekan ia kurang motivasi dalam melakukan aktifitas

kognitif dalam membuat penilaian yang akurat. Orang yang bahagia

terhadap relasinya akan termotivasi untuk memperhatikan orang lain

sehingga kemampuan empatinya tinggi (Johnson dkk, 1983).

d. Pengalaman

Pengalaman ternyata juga merupakan faktor penting yang

mendukung kemampuan empati. Banyak ahli yang menyatakan bahwa

pengalaman sangat berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk

berempati. Secara sederhana, bila dikatakan bahwa empati adalah

memahami keadaan orang lain, dapat juga dikatakan bahwa

pengalaman seseorang akan memudahkan interpretasi stimulus yang

diberikan oleh objek empati (Walgito, 1993).

e. Jenis Kelamin

Wanita cenderung lebih mampu untuk merasakan serta

mengungkapkan emosinya dari pada laki-laki (Hojat dkk, 2002).Hal

ini ditunjukkan dalam penelitian Hojat dkk (2002) dimana kemampuan

berempati pada wanita cenderung lebih tinggi dari laki-laki. Wanita

lebih mampu membaca tanda-tanda non verbal seperti ekspresi wajah,

(43)

banyak tersenyum, memandang lebih langsung pada orang lain.

Wanita lebih mampu berempati pada orang lain (Corbett dalam Ellis

dkk. 2000).

f. Usia

Usia berkaitan dengan pengalaman individu. Semakin

bertambah umur, individu semakin kaya pengalaman. Semakin kaya

pengalaman individu semakin mampu untuk berempati. Orang yang

lebih tua dipandang lebih berkompeten. Semakin tua orang semakin

sadar akan dirinya, semakin mampu mempersepsikan keadaan orang

lain karena semakin banyaknya pengalaman, dan semakin mampu

mengendalikan ungkapan perasaannya (Corbett dalam Ellis dkk.

2000). Pengalaman akan sangat membantu dalam mempersepsikan

keadaan orang lain.

Usia juga berkaitan dengan proses penuaan. Semakin tua

seseorang kemampuannya secara fisiologis semakin menurun.

Kemampuan dalam menggunakan fungsi indera pun akan melemah.

Menurunnya kemampuan ini berdampak penurunan ketepatan

penilaian mengenai keadaan pasien yang menjadi salah satu faktor

kemampuan empati.

C. PERAWAT

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perawat berasal dari kata

(44)

memelihara atau mengurus. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, perawat adalah orang yang menyeselesaikan pendidikan dasar ,

memenuhi syarat, dan kepadanya diberi wewenang oleh pemerintah untuk

memberikan pelayanan perawatan yang bermutu dan penuh tanggung

jawab. Jadi untuk dapat menjadi seorang perawat harus menjalani

pendidikan dasar perawat, yaitu program pendidikan terencana yang

memberikan landasan yang luas dan mendasar untuk melaksanakan tugas

keperawatan yang efektif.

Menurut Gunarsa (1995), perawat adalah seseorang yang telah

dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan

menyembuhkan orang sakit, usaha rehabilitasi, dan pencegahan penyakit

yang dilaksanakan secara mandiri atau dibawah pengawasan supervisi,

dokter atau suster kepala. Seorang perawat mendedikasikan dirinya pada

pekerjaannya didasari oleh beberapa hal, antara lain: minat terhadap orang

lain, derajat sensitivitas, menghargai hubungan dan memiliki sikap

terhadap mereka yang berkedudukan tinggi. Gunarsa (1995),

mengungkapkan bahwa seorang perawat dalam hubungannya dengan

pekerjaan dan lingkungan sosialnya perlu mendalami beberapa sifat yang

harus dimilikinya, yaitu antara lain: sehat, penampilan Menarik, jujur,

sportif, rendah hati, empati, dapat dipercaya, pandai bergaul, pandai

menimbang perasaan, dan memiliki sikap sopan santun.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah

(45)

wewenang oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan perawatan

yang bermutu dan bertanggung jawab serta merawat orang sakit maupun

terhadap orang sehat dengan penuh kasih sayang yang dilaksanakan secara

mandiri atau dibawah pengawasan dokter sehingga orang tersebut dapat

mempertahankan kesehatannya.

D. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN

KARIR DENGAN KEMAMPUAN BEREMPATI PADA PERAWAT

Karir merupakan bagian dari perjalanan dan tujuan hidup

seseorang. Dalam bekerja setiap orang tentu mendambakan sebuah

kemajuan. Salah satu bentuk kemajuan yang ingin dicapai adalah

keberhasilan dalam meniti karir. Untuk itu, seorang individu perlu

menetapkan tujuan karir yang ingin dicapai, membuat perencanaan karir

yang matang, kemudian melaksanakan perencanaan karir tersebut.

Untuk mencapai tujuan karirnya, seorang karyawan membutuhkan

pengembangan karir. Pengembangan karir merupakan segala bentuk

aktivitas dalam organisasi yang dilaksanakan dalam rangka

mempersiapkan individu untuk memperoleh kemajuan-kemajuan personal

dalam pelaksanaan rencana karirnya sehingga tujuan karirnya dapat

tercapai. Oleh karena itu, pengembangan karir merupakan suatu usaha

untuk memuaskan kebutuhan karir individu.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan karirnya, maka individu akan

(46)

pengembangan karirnya atau dengan kata lain individu akan melakukan

persepsi terhadap pengembangan karirnya. Bila individu merasa

pengembangan karirnya dalam organisasi dapat memenuhi kebutuhan

karirnya untuk mencapai tujuan karirnya, maka individu tersebut akan

membentuk persepsi yang positif terhadap pengembangan karirnya.

Sebaliknya, jika individu merasa pengembangan karirnya tidak dapat

memenuhi kebutuhan karirnya sehingga tidak dapat mencapai tujuan

karirnya, maka individu tersebut akan membentuk persepsi yang negatif

terhadap pengembangan karirnya.

Melalui persepsi, individu akan memberikan tanggapan terhadap

suatu objek yang diamatinya sehingga akan membentuk sikap maupun

perilaku tertentu (Gibson, 1993). Hal ini berarti persepsi individu terhadap

pengembangan karir akan membentuk sikap karir individu. Menurut Sears

dkk (1999) sikap terhadap objek, gagasan atau orang tertentu merupakan

orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen kognitif,

afektif, dan prilaku. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang

dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu-fakta, pengetahuan, dan

keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan

atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Komponen

prilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderunagan

untuk bertindak terhadap objek.

Sikap yang melibatkan komponen afektif dapat dikatakan sebagai

(47)

pembentukan sikap mempertimbangkan perasaan dan emosi individu.

Sikap karir yang merupakan cerminan kondisi psikologis kondisi individu

dalam dunia kerja dapat dilihat dimana sikap karir dapat mempengaruhi

motivasi dan kepuasan individu dalam bekerja (Gibson, 1990). Sikap karir

yang positif mencerminkan keadaan psikologis individu yang positif.

Begitu juga sebaliknya, sikap karir yang negatif mencerminkan keadaan

psikologis individu yang negatif.

Menurut Johnson dkk (1983) kondisi psikologis individu

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan berempati.

Kondisi psikologis yang baik akan memudahkan seseorang dalam hal ini

perawat untuk mewujudkan kemampuan berempatinya. Seseorang yang

berada dalam kondisi psikologis yang kurang baik seperti mengalami stres

atau depresi akan menghalangi kemampuan seseorang dalam berempati.

Skema

Hubungan antara persepsi terhadap pengembangan karir dan kemampuan berempati pada perawat.

Kemampuan berempati Persepsi terhadap pengembangan karir

(48)

E. HIPOTESIS

Dari uraian-uraian tersebut maka diambil hipotesis dalam

penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara persepsi terhadap

pengembangan karir dan kemampuan berempati pada perawat. Hipotesis

ini mempunyai arti semakin positif persepsi terhadap pengembangan karir

perawat maka semakin baik kemampuan berempatinya. Sebaliknya,

semakin negatif persepsi terhadap pengembangan karirnya maka semakin

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk

melihat hubungan yang terjadi antara dua variabel berdasarkan koefisien

korelasi. Dalam penelitian ini untuk hubungan antara persepsi terhadap

pengembangan karir dan kemampuan berempati pada perawat.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu:

1. Variabel bebas/ Independen : persepsi terhadap pengembangan karir

2. Variabel tergantung / dependen : kemampuan berempati

C. Definisi Operasional

1. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

Persepsi terhadap pengembangan karir adalah proses

pengorganisasian dan penginterpretasian yang melibatkan aspek kognitif

dan afektif perawat terhadap aktivitas-aktivitas yang ditawarkan oleh

organisasi dalam rangka menuju proses perubahan keadaan atau kondisi ke

arah yang positif melalui serangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan.

Aktifitas pengembangan karir yang dimaksud meliputi (1) pendidikan

karir, (2) informasi tentang pengembangan karir, (3) konseling karir, (4)

(50)

dukungan manajemen, (5) umpan balik.

Kelima komponen aktifitas pengembangan karir tersebut diatas

dikemukakan oleh Handoko (2001) didefinisikan sebagai berikut : (1)

pendidikan karir yaitu pengalihan pengetahuan dari organisasi kepada

karyawannya tentang berbagai teknik perencanaan karir. (2) Informasi tentang

pengembangan karir, yaitu pemberian informasi tentang berbagai

kemungkinan pengembangan karir dalam organisasi. (3) Konseling karir,

yaitu pemberian bimbingan untuk membantu karyawan menetapkan sasaran

karir dan menentukan jalur karir yang tepat. (4) Dukungan manajemen, yaitu

pemberian dukungan dari atasan kepada bawahannya. (5) Umpan balik,

yaitu pemberian umpan balik dari atasan kepada bawahannya mengenai

hasil yang telah dicapai.

Hal ini diungkap melalui item-item yang menunjukkan persepsi

perawat terhadap aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi pengembangan

karirnya. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin positif

persepsi perawat terhadap pengembangan karirnya. Sebaliknya semakin

rendah skor yang diperoleh maka semakin negatif persepsi perawat

terhadap pengembangan karirnya.

2. Kemampuan Berempati

Kemampuan berempati adalah salah satu ketrampilan sosial di

mana perawat berusaha untuk mengenali mood dan emosi orang lain

sehingga merasa seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang

(51)

apa yang dirasakan oleh orang lain guna memahami kondisi atau keadaan

pikiran orang lain tersebut sehingga dapat mengembangkan hubungan

antarpribadi yang bersifat koorperatif. Kemampuan berempati diukur

melalui skor skala kemampuan berempati dengan aspek-aspek yang

dikemukakan oleh Goleman (1998 ) yaitu understanding others, service orientation, developing others, leveraging diversity dan political awareness.

Menurut Goleman (1998), understanding others di artikan sebagai seorang yang dapat dengan cepat menangkap perasaan dan pikiran orang

lain, service orientation di mana seorang yang empatik mampu memberikan pelayanan yang memang diperlukan oleh orang lain,

developing others di mana seorang yang empatik selalu memberikan masukan-masukan yang positif guna membangun orang lain, leveraging diversity di mana seorang yang empatik mampu mengambil manfaat dari perbedaan yang ada, bukan menciptakan konflik dari perbedaan tersebut

dan political awareness di mana seorang yang empatik mampu memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam

berhubungan dengan orang lain.

Tingkat kemampuan berempati individu dikatakan baik apabila skor

yang diperoleh berdasarkan skala yang diberikan menunjukkan jumlah

yang tinggi. Sebaliknya, seorang dikatakan memiliki tingkat kemampuan

berempati yang rendah apabila skor yang diperoleh berdasarkan skala yang

(52)

D. Subjek Penelitian

Pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan teknik purposive

sample yaitu pemilihan subjek atas adanya tujuan tertentu untuk memperoleh

sampel yang representatif dengan populasi (Azwar., 1999). Subjek dalam

penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya di Kota

Madya Denpasar Propinsi Bali pada bagian rawat inap, jenis kelamin

perempuan / wanita, latar belakang pendidikan DIII keperawatan, dan masa

kerja minimal 1 tahun di rumah sakit tersebut. Usia subjek dalam penelitian

ini dibatasi dari usia 20 tahun sampai dengan usia 45 tahun. Asumsinya

adalah:

1. Jenis kelamin mempengaruhi kemampuan berempati. Kemampuan

berempati pada wanita lebih baik dibandingkan dengan laki-laki.

2. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan berempati individu.

3. Individu yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih mengerti

dengan jelas kondisi tempat ia bekerja.

4. Usia seseorang mempengaruhi kemampuan berempati seseorang. Selain

itu rentang usia yang diambil berdasarkan usia tahapan karir. Pada

rentang umur ini individu biasanya berada pada tahapan Eksplorasi dan

tahapan Pemantapan.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(53)

mengukur validitas dan reliabilitas aitem. Aitem-aitem yang sahih akan

digunakan dan diujikan pada subyek penelitian. Data tersebut kemudian

digunakan untuk penelitian.

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari 2 macam, yaitu :

1. Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

Jenis skala yang akan digunakan dalam pengumpulan data persepsi

terhadap pengembangan karir ini terdiri dari lima komponen aktifitas

yang membangun pengembangan karir yang dikemukakan oleh Handoko

(2001). Indikator-indikator yang digunakan yaitu : (1) pendidikan karir

yaitu persepsi perawat mengenai pemberian ceramah, lokakarya, seminar

yang diberikan institusi, (2) Informasi tentang pengembangan karir dengan

indikator yaitu informasi tentang berbagai kemungkinan pengembangan karir,

informasi lowongan pekerjaan, jalur-jalur alternatif dalam organisasi, (3)

Konseling karir yaitu persepsi perawat akan pemberian bimbingan dalam

menetapkan sasaran karir dan menentukan jalur karir yang tepat yang

ditawarkan institusi, (4) Dukungan manajemen yaitu persepsi perawat atas

dukungan yang diberikan dari atasan kepada bawahan, (5) Umpan balik

yaitu persepsi perawat atas evaluasi dan umpan balik dari institusi dalam

bekerja. Berdasarkan indikator-indikator dalam aktivitas-aktivitas

pengembangan karir tersebut maka disusunlah skala persepsi terhadap

pengembangan karir dengan item-item penyataan sebanyak 40 butir item.

Masing-masing aspek terdiri dari 8 butir peranyataan, baik yang bersifat

(54)

Butir-butir pernyataan dalam skala persepsi terhadap pengembangan

karir ini disusun berdasarkan modifikasi dari Skala Likert, dengan

menggunakan empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan

modifikasi dari Skala Likert ini dimaksudkan untuk menghindari

kecenderungan subyek dalam menjawab ragu-ragu atau netral. Pemberian

skor tergantung dari favorable tidaknya suatu butir yang bergerak dari 1

sampai 4.

Untuk kelompok favorable, skor yang diberikan adalah: Sangat

Setuju (SS) mendapat skor 4, Setuju (S) mendapat skor 3, Tidak Setuju

(TS) mendapat skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1.

Sedangkan untuk kelompok yang unfavorable, skor yang diberikan

adalah: Sangat Setuju (SS) mendapat skor 1, Setuju (S) mendapat skor 2,

Tidak Setuju (TS) mendapat skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat

skor 4.

Tabel 1:

Distribusi Aitem Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

No Aktifitas dalam pengembangan karir

Aitem Jumlah

(bobot) Favorabel Unfavorabel

1. Pendidikan karir 1,11,21,31 6,16,26,36 8 (20%)

2. Informasi tentang

pengembangan karir 2,12,22,32 7,17,27,37 8 (20%)

3. Konseling karir 3,13,23,33 8,18,28,38 8 (20%)

4. Dukungan manajemen 4,14,24,34 9,19,29,39 8 (20%)

5. Umpan balik 5,15,25,35 10,20,30,40 8 (20%)

(55)

2. Skala Kemampuan Berempati

Pengumpulan data kemampuan berempati ini menggunakan jenis

skala Likert yang pembuatannya berdasarkan lima aspek yang telah

dikemukakan oleh Goleman (1998). Adapun indikator-indikator yang

dipergunakan dalam pembuatan skala kemampuan ini yaitu : (1)

understanding others dengan indikator mampu tidaknya individu menangkap perasaan dan pikiran orang lain, (2) service orientation di mana individu mampu atau tidak memberikan pelayanan yang memang

diperlukan oleh orang lain, (3) developing others dengan indikator kemampuan individu dalam memberi masukan pada orang lain, (4)

leveraging diversity yaitu kemampuan menengahi konflik, tidak menciptakan konflik, (5) political awareness yaitu kemampuan memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam

berhubungan dengan orang lain.

Secara keseluruhan, skala persepsi mengenai kemampuan berempati

ini terbagi menjadi 5 aspek yang terbagi dalam 30 aitem. Jumlah aspek

favorabel dan unfavorabel dibuat seimbang dengan menggunakan

alternatif jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju

(S), dan Sangat Setuju (SS). Kemudian, masing-masing nilai bergerak

dari 1 sampai 4 untuk aitem-aitem yang favorabel, dan nilai 4 sampai 1

untuk aitem yang unfavorabel. Peneliti akan melihat tinggi rendahnya

kemampuan berempati individu berdasarkan skor total jawaban subjek

(56)

Tabel 2.

Distribusi Aitem Skala Kemampuan Berempati

No Aspek Aitem Jumlah

(bobot) Favorabel Unfavorabel

1. understanding others 1,11,21 6,16,26 6 (20%) 2. service orientation 2,12,22 7,17,27 6 (20%) 3. developing others 3,13,23 8,18,28 6 (20%) 4. leveraging diversity 4,14,24 9,19,29 6 (20%) 5. political awareness 5,15,25 10,20,30 6 (20%)

Total jumlah 15 15 30

(100%)

F. Pertanggungjawaban Mutu

1. Validitas

Validitas mengacu pada “truthfulness” yaitu, sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat tes

atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi

apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil

ukuran yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Alat ukur menghasilkan data yang tidak relevan

dengan tujuan pengukurannya dapat dikatakan memiliki validitas yang

rendah.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi

yang ditentukan lewat pengujian isi tes dengan analisa rasional atau

(57)

penelitian (Azwar, 2005). Proffesional judgement dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing. Validitas isi dipilih dengan alasan kepraktisan

dan lebih membantu peneliti untuk memilih aitem-aitem yang relevan

sehingga pengukuran yang dilakukan sesuai dengan tujuan (Azwar,

2004).

2. Seleksi Aitem

Setelah melakukan uji validitas menggunakan validitas isi maka

langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi aitem. Seleksi aitem

dilakukan dengan tujuan melihat kemampuan aitem untuk membedakan

antara aitem yang memiliki skor tinggi dengan skor rendah. Seleksi aitem

dilakukan berdasarkan daya diskriminasinya, yaitu sejauh mana aitem

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2006).

Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan

mengkorelasikan antara skor aitem dengan skor aitem total akan

menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) atau indeks daya beda

aitem (indeks diskriminasi item) dengan taraf signifikasi 0,05. Pengujian

ini menggunakan program SPSS 12.

Sebagai dasar pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total biasanya

menggunakan batasan rix > 0,3 tetapi juga bisa diturunkan menjadi > 0,25

sehingga jumlah aitem lolos yang diinginkan dapat tercapai (Azwar,

(58)

3. Reliabilitas

Penghitungan reliabilitas menggunakan bantuan program SPSS

12.00 for windows. Reliabilitas sebenarnya mengacu pada keterpercayaan

hasil ukur. Keterpercayaan di sini adalah seberapa besar kita dapat

mempercayai hasil tes yang didapatkan, atau seberapa besar tingkat

kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes (Azwar,

1999). Penghitungan reliabilitas dengan menggunakan teknik pendekatan

konsistensi internal koefisien reliabilitas alpha cronbach yang diperoleh

lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan sekali saja pada

sekelompok responden / single-trial administration (Azwar, 1999).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas rxx yang angkanya

berkisar dari 0,00 – 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitasnya, berarti

semakin tinggi pula tingkat kepercayaan hasil pengukuran alat tersebut

bagi kelompok subjek yang diteliti.

G. Persiapan Penelitian

1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian

Peneliti terlebih dulu melakukan uji coba terhadap alat ukur

penelitian yang dibuat sebelum mengadakan penelitian yang

sesungguhnya. Uji coba alat ukur ini bertujuan untuk melihat besar

reliabilitas alat ukur penelitian dan aitem-aitem yang benar-benar dapat

membedakan sikap dan kemampuan subjek penelitian terhadap variabel

(59)

dengan membandingkan skala yang dibuat peneliti dengan alat ukur lain

yang mengukur hal yang sama tetapi dengan menggunakan validitas isi

dengan bantuan dosen pembimbing.

Alat ukur yang diujicobakan terdiri dari dua skala. Skala pertama

adalah Skala Persepsi terhadap Pengembangan Karir yang dikodekan

dengan nama Skala I. Skala ini terdiri dari 40 aitem, 20 aitem berbentuk

favorable dan 20 lainnya berbentuk unfavorable. Skala kedua adalah Skala Kemampuan Berempati yang dikodekan dengan nama Skala II. Skala ini

terdiri dari 30 aitem soal, 15 aitem berbentuk favorable dan 15 aitem lainnya berbentuk unfavorable. Kedua skala ini dirangkai menjadi satu buah buku yang kemudian disebarkan kepada subjek penelitian. Sehingga

setiap subjek akan mendapatkan dua buah skala.

Uji coba alat ukur penelitian ini diadakan mulai tanggal 28 Januari

2010 sampai dengan 1 Februari 2010. Peneliti sebelumnya jauh-jauh hari

sudah mempersiapkan buku skala penelitian, sehingga ketika surat ijin

penelitian keluar peneliti langsung menyebarkan angket penelitian

tersebut. Dalam penyebaran angket penelitian, peneliti meminta bantuan

relasi peneliti yang bekerja sebagai salah satu bidan di RSUD Wangaya.

Angket penelitian yang disebarkan peneliti sebanyak 80 eksemplar.

Angken Penelitian itu di sebarkan ke 5 ruangan rawat inap di RSUD

Wangaya yaitu : Ruang Angsa, Ruang Belibis, Ruang Dara, Ruang

Kaswari, dan Ruang Cendrawasih. Dari 80 eksemplar Angket penelitian

(60)

eksempar. Angket penelitian yang berhasil dikumpulkan di kroscek

kembali dan yang memenuhi syarat untuk dapat di teliti pada penelitian ini

sebanyak 57 eksemplar. Banyaknya angket yang gugur dan tidak

dimasukkan dalam penelitian ini karena adanya angket yang kosong dan

tidak terisi dengan lengkap serta ketidak sesuaian dengan kriteria subyek

penelitian.

2. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Berikut ini akan disajikan hasil uji coba alat penelitian yaitu Skala

Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dan Kemampuan Berempati.

a. Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

Seleksi Aitem Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir yang dibagikan

kepada 57 responden sebagai uji coba alat ukur terdiri dari 40 aitem.

Aktifitas dalam pengembangan karir yaitu Pendidikan Karir terdiri dari

8 aitem, Informasi Tentang Pengembangan Karir terdiri dari 8 aitem,

Konseling Karir 8 aitem, Dukungan Manajemen 8 aitem dan Umpan

Balik 8 aitem.

Setelah data diperoleh kemudian dilakukan seleksi aitem dengan

menggunakan bantuan program SPSS 12 for Windows dengan mengukur korelasi antara aitem dengan skor total (rix) yang bertujuan

untuk memperlihatkan kesesuaian fungsi aitem dengan fungsi skala

Gambar

Tabel 1: Distribusi Aitem Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Kemampuan Berempati
Tabel 3. Persebaran Butir Aitem
Tabel 5. Skala Persepsi Terhadap Pengembangan Karir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah: (1) bentuk-bentuk tindak tutur ekspresif yang dinyatakan oleh kalangan masyarakat Jawa dalam wacana hajatan, meliputi, tindak tutur

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan ampas teh dalam ransum berpengaruh tidak beda nyata (P&gt;0,05) terhadap bobot potong, berat karkas, persentase

Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.. yang telah mendukung, memberi masukan, dan memberi kritik

Saluran pemasaran yang banyak dilakukan oleh petani adalah saluran ke dua yaitu sebesar 78 ton (48,66 persen dari total produksi jagung petani responden).. Struktur pasar jagung

Setiap karakteristik yang terdapat pada masing-masing individu peserta laki-laki dan perempuan, merupakan faktor internal dari diri mereka yang dapat memengaruhi perolehan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi kesulitan belajar peserta didik tentang materi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Kelas V SDN Taktakan 2

Bagi siswa, Dalam proses pembelajaran diharapkan penggunaan media mobile learning aplikasi English Leap dalam smartphone berbasis Android bisa digunakan sebagai

Sahabat - sahabatku terutama Wella, Mustika, Citra, Alfi, Nonik, Kesih, Rezka, Ari, Aisya dan seluruh rekan Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran