• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Zat aditif

Zat aditif (Total Cetane Plus Diesel) merupakan bahan yang di tambahkan pada bahan bakar kendaraan bermotor, baik mesin bensin maupun mesin diesel. Zat aditif digunakan untuk memberikan peningkatan sifat dasar tertentu yang telah dimilikinya seperti aditif anti detonasi solar untuk bahan bakar mesin diesel. Juga untuk meningkatkan kemampuan bertahan terhadap terjadinya oksidasi pada pelumas.

Adapun manfaat dari zat aditif untuk meningkatkan performansi mesin mulai dari durabilitas, akselerasi sampai power mesin. Kegunaan lain dari zat aditif adalah sebagai berikut:

1. Membersihkan karburator/injektor pada saluran bahan bakar 2. Mengurangi karbon/endapan senyawa organik pada ruang bakar 3. Menambah tenaga mesin

4. Mencegah korosi

5. Menghemat BBM dan mengurangi emisi gas buang.

2.2 Manfaat Zat Aditif

Adapun manfaat dari zat aditif untuk meningkatkan performansi mesin mulai dari durabilitas, akselerasi sampai power mesin. Kegunaan lain dari zat aditif adalah sebagai berikut:

1. Membersihkan karburator/injektor pada saluran bahan bakar.

Endapan yang terjadi pada karburator umumnya terjadi karena adanya kontaminasi pada bahan bakar. Kontaminasi ini bisa terjadi misalnya karena tercampur dengan minyak tanah, tercampur dengan logam maupun senyawa lain yang disebabkan oleh proses kimia tertentu di saluran bahan bakar. Entah karena disengaja atau tidak, proses kimia ini dapat menghasilkan residu dan mengendap saat berada di saluran bahan bakar. Ketika kendaraan sedang tidak digunakan, maka tidak terjadi aliran bahan bakar ke ruang bakar. Dalam karburator/injector, kondisi diam ini memberi kesempatan residu dan deposit

(2)

untuk mengendap. Bahkan dalam jangka waktu yang lama dapat melekat pada dinding-dinding karburator dan saluran bahan bakar, sehingga walau bahan bakar sudah mengalir, deposit ini tidak terbawa ke ruang bakar.

2. Mengurangi karbon/endapan senyawa organik pada ruang bakar

Karbon/endapan senyawa organik terjadi ketika bahan bakar tidak terbakar sempurna. Semakin sering terjadi pembakaran yang tidak sempurna, karbon ini akan melekat dan semakin tebal. Kita mengetahuinya dengan bentuk kerak yang melekat pada ruang bakar. Jika kerak ini sudah begitu tebal dan keras, bukan tidak mungkin akan bergesekan dengan piston atau ring piston. Secara tidak langsung akan berpengaruh pada rasio kompresi, karena volume ruang bakar berubah atau kompresi yang bocor.

3. Menambah tenaga mesin

Secara umum, tenaga mesin dihasilkan dari pencampuran udara dan bahan bakar, lalu di ledakkan dalam ruang bakar. Namun hal ini akan tidak maksimal jika bahan bakar mengalami penurunan kualitas. Kualitas udara juga berpengaruh, tapi kita asumsikan semua spare part dalam kondisi normal, jadi udara bersih bisa didapatkan setelah melalui saringan udara. Seperti telah dijelaskan, penurunan kualitas bahan bakar terjadi karena adanya kadar air yang berlebih dan atau terkontaminasinya bahan bakar dengan senyawa lain

4. Mencegah korosi.

Dalam bahan bakar sendiri memang mengandung kadar air, akan tetapi dalam batas tertentu. Dengan kondisi wilayah tropis yang lembab, kadar ini dapat meningkat hingga melebihi batas. Air ini menyebabkan meningkatnya kemungkinan reaksi dengan udara dan logam tangki penyimpanan. Selain itu menyediakan media bagi bakteri aerob dan anaerob untuk berkembang biak dalam tangki dan saluran bahan bakar. Bakteri ini dapat menguraikan sulphur yang terkandung dalam bahan bakar, secara tidak langsung ion sulphur akan mengikat logam tangki sehingga tercipta korosi.

(3)

Setiap bahan bakar minyak mengandung sulphur dalam jumlah sedikit, namun keberadaan sulphur ini tidak diharapkan, dikarenakan sulphur ini bersifat merusak. Dalam proses pembakaran sulphur akan teroksidasi dengan oksigen menghasilkan senyawa SO2 dan SO3 yang jika bertemu dengan air

akan mengakibatkan korosi. Padahal dalam pembakaran yang sempurna pasti akan dihasilkan air. Jika dua senyawa tersebut bertemu maka akan menimbulkan korosi baik di ruang bakar maupun di saluran gas buang.Jika didiamkan korosi ini akan merusak tangki bahan bakar, tangki menjadi berlubang. Korosi ini pun bahkan bisa terbawa ke ruang bakar dan meninggalkan residu/kerak karbon jika tidak terbakar sempurna. Selain menghasilkan korosi kadar air ini dapat meninggalkan gum (senyawa berbentuk seperti lumut kecoklatan) yang menempel pada dinding tangki.

5. Menghemat BBM dan mengurangi emisi gas buang

2.3 PERFORMANSI MOTOR DIESEL

Motor diesel merupakan salah satu jenis dari mesin pembangkit tenaga. Motor Diesel termasuk mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine, artinya proses pembentukan energy panas terjadi di dalam mesin itu sendiri. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).

Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding motor bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.

(4)

2.3.1 Torsi dan daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).

B P = n T 60 . . 2π ... (2.1) Lit.4 hal.5

dimana :PB = Daya keluaran (Watt) n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)

2.3.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

Sfc = B f P x m 3 . 10 ... (2.2) Lit.4 hal. 6

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

.

f

m = laju aliran bahan bakar (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( .

f

m ) dihitung dengan persamaan berikut:

3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f − = ...(2.3) Lit.4 hal. 6 dimana : sgf = spesific gravity.

Vf = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).

f

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

(5)

2.3.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :

AFR = . . f a m m ... (2.4) Lit.4 hal. 7

dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 milibar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :

f C = 3564 x Pa x 5 , 2 ) 114 ( a a T T + …….. (2.5) Lit.4 hal. 7

Dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)

2.3.4 Efisiensi Volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik v) dirumuskan dengan persamaan berikut : v η = rak langkah to olume sebanyak v udara Berat terisap yang segar udara Berat ... (2.6)

Berat udara segar yang terisap = n ma 2 . 60 . ... (2.7)

(6)

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris : v η = n ma . 60 . 2 . . s a.V 1 ρ ... (2.9) Lit.4 hal. 8

dengan : ρa = kerapatan udara (kg/m3) s

V = volume langkah torak (m3) = 0,5 x 10-3 m3 [spesifikasi mesin] Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a ρ = a a T R P . ………...… (2.10) Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)

2.3.5 Efisiensi Thermal Brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, ηb). b η = masuk yang panas Laju aktual keluaran Daya ...(2.11) Lit.4 hal. 9

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Q = .

f

m . LHV ...(2.12) dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

Jika daya keluaran (PB) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar .

f

m dalam satuan kg/jam, maka :

b η = LHV m P f B . . . 3600 ...(2.13)

(7)

2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan:

HHV = (T2 - T1 - TKP) x Cv...(2.14) Lit.5 hal. 12

HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

TKP = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 oC) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kg)

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

(8)

LHV = HHV – Qlc...(2.15) Lit.5 hal. 6

LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

Qlc = Kalor laten kondensasi uap air (kJ)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.5 Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat

(9)

bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by

(10)

gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Oksigen (O2)

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.

Referensi

Dokumen terkait

2 Kepada Perusahaan yang dinyatakan sebagai pemenang, diharapkan menghubungi Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Bina Kesertaan KB Jalur Swasta, Satuan Kerja

pembelajaran berbasis media komputer di SMPN 2 wonogiri memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran terutama pembelajaran desain batik guna

[r]

COMPARISON OF SUCCESSFUL PREGNANCY RATE BETWEEN FLEXIBLE AND RIGID CATHETER IN INTRA

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan

Second-order canal postsynaptic components of field potentials evoked by neurons were searched systematically in depth tracks that stimulation of a particular semicircular canal

Results from our laboratory have provided compelling evidence that human fibroblasts, a nonneuronal tissue, provide a relevant model of signal transduction in affective disorders:

peningkatan rata-rata yang dicapai siswa dan jumlah siswa yang mencapai KKM dari pelaksanaan pra siklus sampai dengan pelaksanaan siklus kedua, dapat disimpulkan