• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian hasil belajar

Hamalik (2002: 146) mengemukakan bahwa hasil belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Menurut Gagne dalam Sumarno (2011), hasil belajar merupakan kemampuan internal (kapabilitas) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah menjadi milik pribadi sesorang dan memungkinkan seseorang melakukan sesuatu. Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Jenkins dan Unwin (Uno, 2011: 17) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Jadi hasil belajar merupakan pengalaman pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.

Briggs dalam Taruh (2003: 17) mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana, 2009:3). Lebih khusus, Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar

(2)

dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.Dari beberapa pengertian hasil belajar diatas dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar adalah kemampuan maksimal yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

2.1.1.2 Ranah Hasil Belajar

Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Munawan (2009:1-2) adalah sebagai berikut :

1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima

jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

2.1.1.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar adalah salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu

(3)

sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76- 77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan wilayah yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Lingkungan yang kotor dapat menghambat pembelajaran . Siswa menjadi tidak terfokus pada pelajaran melainkan lingkungan yang kotor. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem sendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas.

2. Faktor Instrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja pada tingkat kelembagaan, agar dapat mencapai ke arah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baik agar berdaya guna dan berhasil untuk kemajuan belajar anak didik di sekolah antara lain kurikulum, program, sarana dan fasilitas, guru, kondisi Psikologis pendidik dan peserta didik. 3. Kondisi Fisikologis (Keadaan Jasmani)

Kondisi fisikologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Siswa yang dalam keadaan segar akan lebih maksimal belajarnya dibandingkan dengan siswa yang dalam keadaan kelelahan. 4. Kondisi psikologis (Keadaan Mental)

Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Berarti belajar bukanklah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Minat, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik.

(4)

2.1.2 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

2.1.2.1 Sejarah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Matemathic Education (RME). RME pertama kali dikembangkan oleh Hans Fruedental pada tahun 1970-an di Belanda. Selama diterapkan di Belanda, pembelajaran dengan penerapan pendekatan RME telah menunjukkan peningkatan prestasi siswa yang memuaskan. Banyak sekali pandangan dari profesor Hans Fruedental sebagai seorang penulis, pendidik, dan matematikawan yang melandasi penggunaan RME. Salah satunya adalah adalah keyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi (passive receiver of readymade mathemathic). Hans Fruedenthal dalam Wijaya (2011:20) juga menyatakan bahwa matematika adalah suatu bentuk aktivitas manusia. Filosofi ini menunjukkan bahwa dalam memahami sebuah pengetahuan maka siswa diharapkan membangun dan menemukan sendiri pemahamannya. Adapun karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun pemahaman dan konsep yang baru dipelajarinya. Awalnya, PMRI dilakukan di Indonesia dengan alasan mereformasi pendidikan matematika yang dilakukan oleh tim PMRI (dimotori oleh Prof. RK Sembiring dkk) pada tahun 1998. Hal ini dilakukan dengan cara mengirim sejumlah dosen pendidikan matematika dari berbagai LPTK di Indonesia untuk mengambil program S3 dalam bidang pendidikan matematika di Belanda. Selanjutnya pendekatan PMRI mulai diuji cobakan di Indonesia pada tahun 2002.

2.1.2.2 Pengertian Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan yang dapat memberikan pengertian mengenai proses pendidikan matematika sebagai proses menggabungkan pandangan tentang Apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Menurut Marpaung yang dikutip Hammad (2009), PMRI merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma

(5)

pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar

Menurut Saragih (2007:25), PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadi interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan teerintegrasi dengan topic pembelajaran lainnya

Zulkardi (2001), mendefinisikan PMRI adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok. Menurut Yusuf Hartono (2008:7.1), PMRI adalah sebuah pendekatan belajar yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari freudenthal institute, Utrecht university di negeri belanda

Menurut Suharta (2006:2), PMRI merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika yang harus dikaitkan dengan realita karena matematika merupakan aktivitas manusia. Bagi sebagian besar siswa, keadaan seperti ini sangat menyenangkan dan merupakan pengalaman langsung serta dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Dhoruri (2010:9) Mendefinisikan PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan mengkondisikan siswa untuk mengonstruksi sendiri pengetahuannya dengan menggunakan model-model yang dikembangkan sendiri oleh siswa.

Menurut Soedjadi (2001:2). Pendidikan matematika realistik Indonesia adalah pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret dan dapat diamati secara langsung sesuai dengan lingkungan tempat siswa berada Sedangkan menurut Suharta (2001:9): PMRI merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematize everyday

(6)

experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics)”.

Menurut Zainurie (2007) pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI) adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa PMRI adalah proses pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata sebagi titik awal pembelajaran dan mengutamakan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

2.1.2.3 Karakteristik PMRI

Menurut Soedjadi (2001: 3) PMRI mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut:

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa. 2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya

permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak. 3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan

masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. 4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh

interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

2.1.2.4 Ciri-Ciri Pendekatan Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI) Menurut Gravemeijer dalam Hadi (2003) PMRI mempunyai ciri antara lain,

(7)

1) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing. menurut Lange dalam Hadi (2003) bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia rill”

2) Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang kongkrit atau dari sekitar siswa.

3) Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

4) Hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya. Jadi, dalam hal ini pendekatan PMRI dilandasi dengan pandangan bahwa siswa harus aktif dan siswa juga tidak boleh pasif.

2.1.2.5 Prinsip- prisip PMRI

Prinsip PMRI menurut Heuvel-Panhuizen dalam Permendiknas (2010: 10) adalah sebagai berikut.

a. Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.

b. Prinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matemtika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.

d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.

(8)

e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya.

f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan (reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.

2.1.2.6 Kelebihan dan Kelemahan PMRI 2.1.2.6.1 Kelebihan PMRI

Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat kekuatan atau kelebihan dari PMRI, yaitu : 1. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan

matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

2. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

4. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu ( misalnya guru ).

(9)

Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

2.1.2.6.2 Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Kelemahan PMRI menurut Suwarsono dalam Hadi (2003), yaitu :

a. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.

b. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik indonesia lebih rumit daripada pembelajaran konvensional

c. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir siswa.

2.1.2.7 Langkah-Langkah PMRI

Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI, sebagai berikut:

1. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban

(10)

masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar . 5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik

kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Soedjadi (2001:3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistik juga diperlukan upaya “mengaktifkan siswa”. Upaya itu dapat diwujudkan dengan cara (1) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar, dan (2) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh peserta didik. Salah satu kemungkinan adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru untuk merealisasikan pernyataan di atas adalah menetapkan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMRI sebagai berikut : Langkah 1. Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.

Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.

(11)

Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.

Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas.

Karakteristik pendekatan PMRI yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa (students constribution) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.

Langkah 4. Menyimpulkan

Guru mengarahkan umtuk menarik kesimpulan suatu konsep kemudian guru meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat di dalam soal.

Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi (interactivity) antara siswa dengan guru (pembimbing).

Massova (2008:13) menyebutkan langkah-langkah dalam pembelajaran matematika realistic adalah sebagai berikut:

a. Memahami masalah atau soal konteks

Guru memberikan masalah / persoalan konstekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 1- PMRI, yaitu menggunakan masalah kontekstual

b. Menjelaskan masalah kontekstual

Langkah ini dilaksanakan apabila ada siswa yang belum paham dengan masalah yang diberikan. Jika semua siswa sudah memahami maka lanagkah ini tidak perlu dilakukan. Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipakai siswa. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 4 –PMRI, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru maupun dengan siswa yang lain.

(12)

Siswa secara kelompok atau individu. Dalam menyelesaikan masalah atau soal siswa diperbolehkan berdeda dengan siswa yang lain. Dengan menggunakan lembar kegiatan siswa, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri-sendiri. Guru hanya memberikan arahan berupa pertanyaan langkah atau pertanyaan penggiring agar siswa mampu menyelesaikan masalah sendiri. Ini sesuai dengan karakteristik 2 –PMRI.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan selanjutnya dengan diskusi kelas. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 3 –PMRI dan 4 –PMRI yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antar siswa yang satu dengan yang lain.

e. Menyimpulkan hasil diskusi

Guru mengarahkan untuk menarik kesimpulan suatu konsep, lalu guru meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat dalam soal.

Mengacu pada pendapat-pendapat di atas bahwa secara prinsip pendekatan PMRI merupakan gabungan dari pendekatan konstruktivisme dan kontekstual, dalam arti memberi kesempatan pada siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide, dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual). Dan memiliki langkah –langkah sebagai berikut :

a. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

b. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

(13)

c. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu

dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok dan diskusi kelas.

e. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah PMRI yang pertama adalah guru memberikan masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Langkah yang kedua yang harus dilakukan adalah guru memberikan petunjuk-petunjuk pada permasalahan yang belum dipahami. Langkah ketiga adalah siswa berusaha menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri baik individu maupun kelompok. Langkah keempat adalah siswa diminta untuk mendiskusikan dan membandingkan masalah tersebut. Langkah terakhir adalah siswa menarik kesimpulan.

2.1.2.8 Perbedaan PMRI dengan Pendekatan Lain

Salah satu ciri yang membedakan Pendekatan PMRI dengan pendekatan-pendekatan lain pada pembelajaran matematika adalah bahwa pada Pendekatan PMRI terdapat matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Ardana (2007) mengatakan bahwa matematisasi horizontal merujuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari (dunia nyata) ke bahasa matematika (dari masalah kontekstual ke masalah matematika atau dari masalah informal ke formal). Dengan kata lain, proses menghasilkan pengetahuan (konsep, prinsip, model) matematis dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri (menyelesaikan masalah matematika secara formal atau dari formal ke formal). Dengan kata lain proses matematisasi vertical menghasilkan konsep, prinsip, model matematis baru dari pengetahuan matematika. Freudenthal

(14)

dalam van den Heuvel-Panhuizen (2001: 3) menyatakan bahwa; horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbols, while vertical mathematization means moving within the world of symbols. Hal ini berarti bahwa matematisasi horizontal adalah proses matematisasi dari dunia nyata yang ada dalam kehidupan siswa ke dunia matematika, sedangkan matematisasi vertikal adalah proses yang terjadi di dalam dunia matematika itu sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimaksud dengan matematisasi horizontal adalah proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah dalam realitas kehidupan sehari-hari secara informal berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya sedangkan matematisasi vertikal adalah proses generalisasi simbol/model matematika terhadap penyelesaian masalah yang diperoleh siswa melalui proses matematisasi horizontal.

1. Konsepsi Siswa Dalam PMRI

Pendekatan PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :

a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam pengalaman.

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

2. Konsepsi Guru Dalam PMRI

PMRI mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut: a. Guru hanya sebagai fasilitator belajar

(15)

c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil

d. Guru tidak terpancang pada materi yang termaksud dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial. (Masbied, 2010)

3. Konsepsi tentang Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut: a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa

sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna

b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut

c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan

d. Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. (De Lange, 1995) e. Titik awal proses belajar dengan pendekatan PMRI menekankan pada

konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. (M. Asikin Hidayat, 2001).

(16)

2.1.2.9 Konsep Siswa dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Dalam pendidikan matematika realistik Indonesia siswa dipandang sebagai individu yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Dan disebutkan pula bahwa siswa mampu mengembangkan sendiri ilmu pengetahuaan dan pemahamannya di bidang matematika. Berdasarkan pemikiran tersebut konsepsi siswa dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut Sutarto Hadi,(2005) dalam Supinah dan Agus D.W, (2008).

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternative tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

3. Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, epnghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.

4. Siswa membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam pengalaman yang dimilikinya.

5. Siswa mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matematika tanpa memandang, budaya, dan jenis kelamin

2.1.2.10 Fase-Fase Pendekatan PMRI

Fase-fase pendekatam PMRI mengacu pada Gravemeijer, Sutarto Hadi, dan Treffers yang menunjukan bahwa pengajaran matematika dengan pendekatan realistik meliputi fase-fase berikut (Kemendiknas, 2010)

a. Fase pendahuluan

Pada fase ini, guru memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa yang berarti sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna. b. Fase pengembangan.

(17)

Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.

c. Fase penutup atau penerapan.

2.1.2.11 Refleksi dan Penilaian dalam Pembelajaran PMRI

Dalam setiap pembelajaran, refleksi merupakan suatu hal yang utama untuk memberikan gambaran mengenai proses belajar mengajar yang telah berlangsung sebelumnya. Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap proses pembelajaran, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam. Dengan demikian, akan mampu mengungkap tentang apa yang sudah dan sedang dikerjakan. Apakah yang dikerjakan itu sesuai dengan apa yang dipikirkan? Dengan adanya refleksi guru dapat mengetahui perkembangan pembelajaran yang dilakukan. Hasil dari refleksi dapat menjadi gambaran bagi guru dalam mengambil tindakan dalam kegiatan selanjutnya. Pentingnya refleksi dinyatakan Supinah (2009 : 78) sebagai berikut.

1. Bagi guru

Mendapatkan informasi tentang apa yang dipelajari siswa dan bagaimana siswa mempelajarinya. Disamping itu, guru dapat melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pembelajaran pada kesempatan-kesempatan berikutnya atau waktu yang akan datang.

2. Bagi siswa

Meningkatkan kemampuan berfikir matematika siswa, disamping itu juga sama halnya seperti yang dilakukan guru.

Tentang hal-hal yang perlu dalam refleksi menurut Arvold, Turner, dan Cooney dalam Supinah ( 2009 : 79 ) merekomendasikan siswa untuk memberi jawaban atau respon terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1. Apa yang saya pelajari hari ini?

2. Kesulitan apakah yang saya pelajari hari ini? 3. Bagian matematika manakah yang saya suka?

(18)

4. Pada bagian matematika manakah saya mengalami kesulitan?

Dari pihak guru, dalam melakukan refleksi baik jika dapat mengikutsertakan metode mengajar, pedagogi, penyelesaian yang menarik dan bermanfaat baginya serta bagaimana mengelola suasana belajar yang baik dalam kelas. Dalam Pendekatan PMRI, penilaian bukan hanya pada hasil akhir, tetapi juga pada proses pembelajaran itu sendiri. Idealnya, selama kegiatan pembelajaran, proses penilaian pun dilaksanakan. Ada banyak hal yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melaksanakan penilaian. Diantaranya, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan strategi yang berbeda, interaksi siswa, diskusi selama proses belajar.

Tujuan dilaksanakannya penilaian untuk memberi gambaran informasi tentang proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan dan dapat juga sebagai alat untuk membantu proses pengambilan keputusan.

De Lange (1987) dalam Zulkardi (2002 : 35) “merumuskan lima prinsip panduan penaksiran atau penilaian dalam Pendekatan PMRI seperti berikut.

1. Tujuan utama pengujian adalah untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. 2. Metode penilaian sebaiknya dapat memudahkan para murid

mendemonstrasikan apa yang mereka tahu ketimbang apa yang tidak tahu. 3. Penilaian sebaiknya mengoperasionalkan semua tujuan pendidikan

matematika.

4. Kualitas penilaian matematika tidak ditentukan oleh kemudahan akses terhadap penilaian objektif.

5. Alat penilaian sebaiknya praktis, cocok dengan praktik sekolah umum.

Dalam Pendekatan PMRI, proses dan produk berpengaruh penting dalam penilaian sehingga diharapkan penilaian dilaksanakan baik selama proses interaksi maupun hasil mereka.

Ada beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan. Suryanto (2010) memberikan beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai sarana penilaian, yaitu.

(19)

1. Hasil akhir siswa, dapat berupa jurnal, video, demonstrasi, majalah dinding, seni, maupun hasil kontruksi model-model matematika.

2. Portofolio siswa merupakan kumpulan karya siswa yang dihasilkan siswa. Dapat berupa gambar, laporan, hasil analisis suatu permasalahan, ataupun proses penyelesaian suatu masalah.

3. Penyelesaian terhadap pemecahan permasalahan atau tanggapan terhadap pertanyaan terbuka yang dituangkan dalam tulisan.

4. Kemampuan menginvestigasi permasalahan berkaitan dengan bidang studi lain seperti ilmu pengetahuan umum, ilmu sosial, ataupun penyelesaian soal-soal matematika itu sendiri.

5. Tanggapan siswa terhadap suatu kasus, situasi, dan permasalahan terbuka yang diberikan guru.

6. Penilaian kinerja siswa baik kelompok atau individu dalam memecahkan permasalahan.

7. Pengamatan langsung terhadap siswa dalam usahanya menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan guru.

8. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kedalaman pemahaman siswa terhadap permasalahan yang disampaikan.

9. Mengajukan pertanyaan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk berpikir sehingga guru mampu menggali informasi terhadap pemahaman siswa.

10. Siswa diberi kesempatan untuk menilai sendiri kemampuannya dalam belajar, disesuaikan dengan pengembangan yang mereka kembangkan.

2.1.3 Kajian Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yanga akan dikemukakan oleh peneliti sekarang ini mengacu pada penelitian yang telah ada sebelumnya.

Frida Mayferani (2006) dalam penelitian yang berjudul Keefektifan Implementasi Model Pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI) Pada Pokok Bahasan Segi Empat Bagi Siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 4 kudus Tahun Siswaan 2006-2007 dengan tujuan membandingkan pembelajaran matematika

(20)

dengan menggunakan model pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI) dengan media lembar kerja siswa (LKS) memperoleh hasil penelitian bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI) lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam metode discovery maupun dengan model pembelajaran ekspositori dalam pokok bahasan segi empat bagi siswa kelas VII Semester 2 SMP Negeri 4 Kudus.

Ari Munarsih (2008) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan matematika realistik (PMRI) (PTK Pembelajaran matematika kelas 3 SDN karangnongko II boyolali)” dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika menyimpulkan bahwa pendekatan Pendekatan matematika realistik (PMRI) meningkatkan hasil pembelajaran matematika. Dari hasil dari penelitian ini siswa yang tuntas pada pra siklus adalah 11 siswa (31,43%) dari 35 siswa sedangkan siswa yangh belum tuntas sebanyak 24 siswa (68,57) dengan rata-rata 61,31. Pada siklus 1 siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa atau 70% dari keseluruhan siswa. Sedangkan siswa yang belum tuntas senyak 11 siswa atau 30% dengan nilai rata-rata 72

Andriyani (2009) dalam penelitian yang berjudul “ Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi Pokok Bangun Datar di Kelas V SD Negeri 104 Palembang”. Dengan tujuan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dengan nilai yang memuaskan. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ativitas belajar siswa paling dominan adalah aktivitas menulis (84,7%) dan aktivitas yang paling rendah yaitu aktivitas lisan ( 71,8%), serta dengan hasil belajar ( 81,5%) dan dikategorikan baik

Berdasarkan penelitian di atas menunjukkan bahwa pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan yang sama. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek penelitian. Peneliti berasumsi bahwa perbedaan subjek penelitian merupakan faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu fokus

(21)

penelitian yang saya teliti adalah penerapan pendekatan PMRI untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi operasi bilangan pecahan bagi siswa kelas 4 SDN Gendongan 03. Hasil belajar dianggap penting karena menunjukkan keberhasilan proses pembelajaran.

2.1.4 Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efesien, maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media dan pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.

Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan PMRI pantas direkomendasikan dalam pengajaran matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan PMRI melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Selama ini matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sukar sehingga ketertarikan atau motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah. Dengan menggunakan pendekatan PMRI diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

(22)

2.1.5 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian adalah penerapan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi bilangan pecahan bagi siswa kelas 4 SDN Gendongan 03 Salatiga Semester 2 tahun pelajaran 2013/2014.

Kondisi Awal Pembelajaran

konvensional belum real

Hasil belajar masih rendah

Tindakan

Hasil Belajar

Matematika siswa dapat meningkat

konsep matematika Guru menerapkan PMRI

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Kondisi Akhir

Pembelajaran dengan PMRI

Pemantapan dengan PMRI

Gambar

Gambar 2.1  Paradigma Penelitian  Kondisi Akhir

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing rencana aksi mitigasi emisi GRK akan dilaksanakan oleh masing-masing lembaga/instansi yang terkait seperti yang dijabarkan pada Bab III dan Bab V. Sementara,

Di njau dari manajemen satuan pendidikan, maka penyusunan model inspirasi diversifi kasi kurikulum esensi dan muaranya adalah terwujudnya Kurikulum ngkat satuan

Dari grafik 1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata Nilai Pasar dengan indikator Price Earning Ratio pada indeks kompas 100 dari tahun 2012 sampai tahun 2016 mengalami fluktuasi yang

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang

1) Biaya pendidikan untuk level yang ditempuh sebesar Rp1.650.000 (satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai ketentuan Pimpinan Pusat.. OIAA di Kairo. Biaya itu

Keenam; Pasal 33 tidak melarang usaha orang seorang (non pemerintah),yaitu usaha swasta dalam negeri dan asing untuk usaha- usahaperekonomian yang tidak penting bagi negara atau

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

Dengan memperhatikan peta penurunan luas sawah, dapat diketahui bahwa daerah Kecamatan Somba Opu adalah daerah yang paling tinggi perubahan alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Hal