• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Budaya Karo Terhadap Tipologi Gereja Katolik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Budaya Karo Terhadap Tipologi Gereja Katolik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari

bangsa Indonesia itu sendiri yang tidak dapat dihitung jumlahnya maupun

kebudayaan yang sudah mengalami proses percampuran dengan kebudayaan yang

datang dari luar Indonesia. Kebudayaan itu sendiri terdiri dari adat istiadat,

kebiasaan, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni. Semua bentuk kebudayaan

itu apat dirasakan oleh indera-indera yang dimiliki oleh manusia.

Sari (2013), Setiap suku memiliki ciri khas masing-masing yang

membedakannya dengan suku yang lain. Ciri khas inilah yang akan membentuk

identitas suatu suku bangsa. Identitas tersebut tampak dari budaya yang dimiliki

baik yang dapat dilihat secara nyata maupun yang tidak nyata. Pada hakikatnya

semua suku bangsa berupaya untuk melestarikan dan mempertahankan

kebudayaanya. Hal ini terlihat dari masyarakat yang masih menggunakan bahasa

khasnya masing-masing sebagai alat komunikasi pada kegiatan mereka

sehari-hari, baik kegiatan adat maupun keagamaan.

Badan pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia pada tahun 2000,

menyatakan Indonesia memiliki 1.128 Suku Bangsa. Bisa dikatakan bahwa

Indonesia salah satu Negara dengan tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat

(2)

2

bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional

hingga modern, dan wilayah (Nurrohman, 2013). Yang berarti indonesia memiliki

1.128 kebudayaan yang berbeda dan mempengaruhi kehidupan masyarakat setiap

harinya. Di pulau Sumatera Utara memiliki banyak suku antara lain : Suku Karo,

Suku Batak, Nias, Suku Melayu.

Menurut Purba (2011), Suku Karo merupakan suatu etnik masyarakat yang

memliki karakter yang sangat kuat terhadap budayanya, seperti aktivitas

masyarakat, bahasa, pakaian, hingga keadaan topografi alamnya. Suku Karo

merupakan suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli

Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan

Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di

salah satu wilayah yang mereka diami (Dataran Tinggi Karo), yaitu Kabupaten

Karo.

Masyarakat Karo hidup di wilayah tersebut sejak sekitar tahun 1300-an M

(Parlindungan, 2005 : 463), dan telah memiliki sistem kebudayaannya sendiri. Hal

ini dapat dilihat dari tradisi-tradisi yang masih ada sekarang, seperti

upacara-upacara adat yang syarat dengan simbol-simbol.

Singarimbun (1975) menjelaskan, bahwa pengertian rumah adat Batak

Karo tidak hanya terkait dengan fungsinya, tetapi yang berkaitan dengan proses

pendiriannya, ada begitu banyak aturan adat yang mengatur dalam hal mendirikan

dan menempati rumah tersebut kata Pa Sali, pemuka agama yang berpengaruh di

tempat tersebut, itulah mengapa dinamakan rumah adat. Dengan demikian rumah

(3)

3

simbolis, sebagai tempat tinggal menjalankan fungsi-fungsi keluarga berdasarkan

sistem kekerabatan dan sistem kepercayaan.

Faqih (1997, dalam Prijotomo dan Santosa, 1997) menjelaskan secara

arsitektural bahwa tipologi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari tipe dari

objek-objek arsitektural, dan mengelompokkannya (menempatkan objek-objek

tersebut) dalam suatu klasifikasi tipe berdasarkan kesamaan/keserupaan dalam

hal-hal tertentu yang dimiliki objek arsitektural tersebut.

Budaya sangat berpengaruh terhadap tipologi bangunan, tipologi terbentuk

karena adanya budaya. Budaya karo pada zaman dahulu sangat kental dengan

dunia mistis jadi dalam semua proses pembentukan rumah Adat Karo atau sering

disebut dengan Rumah Siwaluh Jabu tidak jauh dari dunia mistis di karenakan

pada saat itu masyarakat karo belum mengenal agama atapun Tuhan. Didalam

penelitian ini akan melihat dan menganalisa mengapa budaya sangat berpengaruh

terhadap tipologi bangunan gereja. Gereja yang akan diteliti adalah Gereja Katolik

Fransiskus Asisi Berastagi,Gereja Santa Perewan Maria Naik Kesurga

Kabanjahe., dan Gereja Katolik St. Yohannes Don Bosco Suka Julu-Tiga Jumpa,

Barusjahe. Dari banyaknya gereja yang ada di Kabupaten Karo ketiga Gereja

inilah yang memenuhi kreteria penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

(4)

4 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk:

 Untuk mengetahui bagaimana penerapan arsitektur karo pada tipologi

gereja Karo

1.4 Manfaat Penelitian

Manfat dari penelitian ini adalah :

 Mengetahui bagaimana masyarakat karo menerapkan arsitektur karo pada

Gereja.

 Agar masyarakat memahami cara pelestarian budaya lokal pada Gereja

mereka.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji beberapa bangunan gereja yang beradaptasi

dari kebudayaan karo, dimana tiga gereja yang terpilih menerapkan kebudayaan

karo terhadap bangunan gereja, dan mengkaji bagaimana bentuk dan tipologi dari

bangunan gereja terhadap kebudayaan karo tersebut. Kebudayaan karo yang

dimaksud disini adalah Rumah masyarakat karo, yang berupa atap, ornamen, yang

(5)

5 1.6. Keaslian Penelitian

Keaslian dalam penelitian ini adalah :

1. “TIPOLOGI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL Studi Kasus

Masyarakat Jawa Tondano (Jaton) Di Desa Reksonegoro Kabupaten

Gorontalo”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tipologi perumahan

Jaton pemukim pertama di Gorontalo, dan merumuskan desain konseptual

pada perumahan tipologi dalam dua konteks unsur budaya. Hasil

penelitian menunjukkan tipologi perumahan, baik jenis spasial dan

tipologi perumahan masyarakat Jaton di Gorontalo, yaitu tipe konsentris.

Hal itu dijelaskan oleh konsep perumahan berorientasi pada tradisi

Minahasa melekat di masyarakat Jaton. Unsur budaya Jawa yang

ditemukan dalam semi-fixed elemen arsitektur, seperti elemen dekorasi

dari pengaturan agama, dan peralatan pertanian.

2. “PENGARUH BUDAYA INDIS PADA INTERIOR GEREJA

PROTESTAN INDONESIA BARAT IMANUEL SEMARANG”.

Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh budaya Indis pada interior

Gereja Protestan Indonesia Barat Imanuel Semarang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa interior bangunan Gereja Protestan Indonesia Barat

Imanuel Semarang mendapat pengaruh budaya Indis, yang merupakan

perpaduan dan bentuk adaptasi dari gaya Kolonial dengan budaya dan

(6)

6 Empire Style yang berkembang pada tahun 1850-1900, dan merupakan

wujud dari penyesuaian gaya Kolonial dengan keadaan iklim di Indonesia.

3. “TIPOLOGI PERMUKIMAN ETNIK MELAYU DI DUSUN 2 DESA

BESILAM BABUSSALAM LANGKAT”

Menemukan faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman etnik

Melayu di Dusun 2 Desa besilam Babussalam Langkat dan menemukan

tipologi permukiman etnik Melayu yang meliputi tipologi bangunan,

tipologi jalan, tipologi ruang luar, dan orientasi bangunan terhadap jalan.

Ditemukan bahwa Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat merupakan

permukiman tidak terencana berbentuk linear. Karakter ruang luar yang

menyebar, tipe bangunan berupa rumah panggung dan perkembangan

permukiman yang dimulai pada tahun 1881. Saran yang dapat diberikan

pada penelitian ini diharapkan nantinya pembangunan yang akan berlanjut

akan mengikuti karakter yang telah ada sebelumnya dan memberikan

gambaran bagi pemerintah dalam mengembangkan permukiman pada

(7)

7 1.7. Kerangka Berpikir

Tabel 1.1. Kerangka Berpikir LATAR BELAKANG

Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh budaya terhadap tipologi Gereja masyarakat karo

RUMUSAN MASALAH

 Bagaimanakah penerapan arsitektur karo pada tipologi gereja Karo ?

TUJUAN

 Untuk mengetahui apakah masyarakat karo masih menerapkan budaya karo pada gereja .

STUDI PUSTAKA

Gambar

Tabel 1.1. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran masyarakat dalam melestarikan budaya Karo di desa Desa Dokan Kecamatan Merak Kabupaten Karo dan

agama Katolik gaya barat, terutama pada masa awal umat Jawa menganut agama Katolik. Inkulturasi budaya Jawa pada bangunan gereja-gereja Katolik di Yogyakarta mengalami.. proses

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Misi Gereja Batak Karo Protestan yang berkaitan langsung dengan pelestarian budaya yang menyebabkan orang Karo yang

Salah satu cara Gereja menarik perhatian dan mengambil hati orang Manggarai adalah dengan mengkontekstualisasikan Gereja ke dalam budaya orang Manggarai melalui usaha yang disebut

arti inkulturasi sesuai dengan pemaknaan yang ada pada liturgi, maka akan dibandingkan unsur fisik antara Budaya Jawa dan budaya Gereja Katolik untuk mencari kesesuaian makna

1. Hal yang melatarbelakangi orang Batak Karo dalam mendirikan Gereja Batak Karo Protestan di Denpasar dan cenderung tidak mau berbaur dengan sesama umat

arti inkulturasi sesuai dengan pemaknaan yang ada pada liturgi, maka akan dibandingkan unsur fisik antara Budaya Jawa dan budaya Gereja Katolik untuk mencari kesesuaian makna

Berdasarkan hasil penelitian mengenai nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat asal- usul Payanderket Kab Karo, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai budaya tersebut terbagi