• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif terhadap Etnis Minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif terhadap Etnis Minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan Hukum Internasional,terutma setelah Perang Dunia I, telah

memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum Internasional yang

mandiri dalam tata hukum internasional.Pembentukan pengadilan Internasional

Nuremberg Tokyo telah mendudukkan individu sebagai subjek hukum yang

dituntut atas kejahatan kemanusiaan.Selanjutnya, individu dalam hukum

Internasional hak asasi manusia, juga dapat membela hak-haknya secara

langsung,yang pada awalnya berlaku menurut masyarakat Eropa dalam Konvensi

Eropa serta berlaku dalam Konvensi Amerika.

Kepentingan Individu mulai terasa memerlukan perlindungan terhadap

pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan kebebasan dari

campur tangan pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan

sesuai dengan martabat manusianya, baik sebagai orang perseorangan maupun

sebagai kesatuan.Landasan teori pembenaran tuntutan itu didasarkan pada hukum

alam. Teori yang mengajarkan bahwa kekuasaan pemerintah memiliki batasan.

Dengan pembatasan itu, hukum alam memberikan individu hak-hak yang bebas

dari campur tangan pemerintah, termasuk dalam hak-hak itu adalah hak asasi

manusia.1

      

1

(2)

Pengakuan Individu dalam Hukum Internasional hak asasi manusia juga

dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan

Protokol Opsional Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik,yang memberikan hak

petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikan juga, hak buruh untuk

menyampaikan pengaduan yang diatur dalam Konvensi ILO.2

Semua perkembangan tersebut memberikan harapan bagi HAM, walaupun

hukum internasional tidak terlepas dengan kepentingan “politik” negara.

Demikian juga, pemberlakuan prosedur internasional tidak terlepas dari sifat

politik. Dikatakan harapan yang besar muncul karena hukum internasional hak

asasi manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua

negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi,

memenuhi-memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan

hak budaya setiap orang dan kelompok.

Dalam perkembangan sejarah, pembatasan atas kekuasaan pemerintah

kemudian ditetapkan dalam hukum positif Negara, baik di negara-negara Eropa

Kontinental maupun di negara-negara Anglo Saxon. Pada tahun 1579 misalnya,

Universitas Utrecht telah menetapkan bahwa “pelaksanaan agama dapat diatur

lebih lanjut oleh provinsi jika setiap orang tetap bebas beragama dan tidak boleh

diselidiki karena menganut sesuatu agama.”3

Di inggris pada tahun 1212 telah ditetpkan Magna Charta yang merupakan

perjanjian perdamaiaan antara raja dan warga bersenjata. Pada tahun 1679

ditetapkan Habeas Corpus Act I yang menjamin hak-hak individu dalam

      

2

Hafish Adi , Hubungan hukum Internasional dengan HAM, , diakses dari http://brucelee.blogspot.com (diakses pada 31 juli 2013,pukul 23:00 wib)

3

(3)

penahanan. Pada tahun 1689 ditetapkan Bill of Rights yang menetapkan hak dan

kebebasan rakyat dan penggantian mahkota.Pada tahun 1776 ditetapkan

Declaration of Rightsoleh Virginia di Amerika Utara yang merupakan perumusan

pertama HAM negara Anglo Saxon.Atas pengaruh paham yang berkembang di

Inggris dan di Amerika Serikat pada tahun 1789, Prancis menetapkan Declaration

of Rights yang dianggap sebagai bagian dari Undang-Undang Dasarnya. Deklarasi

itu berisikan 17 Pasal yang menetapkan HAM dan warga negaara.

Pengaturan HAM dalam talam tataran Internasional sesudah ditetapkannya

Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional khusus untuk

bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Pada tahun 1950an, disepakati

Perjanjian Eropa untuk melindungi HAM dan kebebasan fundamental. Dalam

perkembangan selanjutnya, perjanjiaan itu dikembangkan dengan

ketentuan-ketentuan tamban yang ditetapkan dalam bentuk protokol

Pengaturan HAM juga berkembang dalam hukum internasional yang

mengatur bidang khusus, sebagai contoh lima konvensi yang disepakati dalam

konfrensi organisassi perburuhan Internasional, yaitu :

1. Freedom of Assocation dan Protection of te Right to Organise

Convention 1948 ;

2. The Right to Organise And Collective Bargaining Convention 1949

3. The Equal Remuneration Convention 1951

4. The abolition of Forced Labour Convetion 1957

5. The Discrimination Convention 19584

      

4

(4)

Langkah penting PBB selanjutnya yang berkaitan dengan HAM adalah

menjadikan ketentuan-ketentuan HAM yang mengikat secara moral menjadi

ketentuan-ketentuan konvensi internasional yang mengikat secara hukum,

ketentuan-ketentuaan tersebut berhasil disepakati tahun 1966 yang mulai berlaku

pada tahun 1976. Ketentuan-ketentuan itu dituangkan dalam dua perjanjiaan

internasional, yaitu :

1. The International Convenant on Economic,Social,and Cultural Rights

2. The International Convenant on Civil and Polictical Rights beserta

Optional Protocol5

Ketentuan-ketentuan dalam dua convenant itu pada umum mencerminkan

ketentuan Universal Declaration of Human Rights, tetapi tidak semua ketentuan

convenant tercakup dalam deklarasi tersebut.

Banyak Dokumen internasional tentang HAM telah menyebut tentang

kebebasan beragama.Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi

PBB tahun 1948, pasal 18, 26,dan 29, disebut mengenai pokok-pokok kebebasan

beragama.Pasal 18 mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan

berpikir, berkesadaran dan beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk

agama dan menyatakan agamanya itu dalam pengajaran, pengamalan, dan

beribadahnya ,baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok. Dalam

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak sipil dan Politik yang disahkan oleh

PBB pada tanggal 16 Desember 1966, pada pasal 18 juga dinyatakan hal yang

      

5

(5)

sama dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang

HAM PBB tersebut.

Kemudian dalam konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi dan

Sosial serta Budaya yang disahkan oleh PBB tanggal 16 Desember 1966, Pada

pasal 13 dinyatakan bahwa semua negara pihak yang meratifikasi konvenan itu

harus menghormati kebebasan orang tua atau wali untuk menjamin bahwa

pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai dengan agama

mereka. Dalam deklarasi tentang Penghapusan segala bentuk Intoleransi dan

diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan yang diaanut dan didukung

PBB tahun 1981 pada pasal 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk

memilih dan menganut agama dan memanifestasikannya secara pribadi dan

berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan maupun pengajarannya.

Dalam Konvenan Internasional tentang hak-hak anak yang diadopsi oleh

PBB tanggal 20 November1989, khususnya pasal 14, 29 dan 30, dinyatakan

bahwa Negara wajib memberikan jaminan kebebasan untuk mewujudkan agama

dan kepercayaannya serta pengembangan diri kepribadian budaya tempat dimana

anak tinggal, terutama bagi anak yang berada dalam kelompok minoritas dijamin

tidak akan dirampas haknya dalam masyarakat untuk dapat melaksanakan ajaran

agamanya maupun menikmati kebudayaannya sendiri.

Dalam dokumen Durban Review Conference bulan April 2009, paragraf

13 juga dinyatkan bahwa negara-negara PBB memperteguh komitmen mereka

bahwa semua pernyataan yang bersifat kebencian keagamaan adalah termasuk

(6)

internasional yang merupakan kesepakatan bangsa-bangsa anggota PBB untuk

menegakkan HAM dibidang diskriminasi

Dampak pengaturan HAM dalam hukum Internasional tersebut yaitu

pengakuan dan penghormatan HAM untuk melindungi kepentingan individu

terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahnya. Dengan perlindungan itu,

individu dapat hidup sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

Pengakuan,penghormatan, dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik

negara yang bersangkutan.Akan tetapi,dengan diaturnya HAM dalam hukum

Internasional, pengakuaan,penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja

berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Pengakuan,

penghormatan,dan perlindungan HAM beraitan dengan hubungan Pemerintah

suatu negara dan warga negaranya dengan negara lain. Dengan kata lain,

pengakuan penghormatan dan perlindungan HAM,menjadi urusan internasional.

HAM diatur, diawasi pelaksanaannnya, dan orang yang melakukan pelanggaran

dikenai sanksi oleh masyarakat internasional. Adanya pengawasan demikian

memang merupakan “Intervensi masyarakat Internasional dalam urusan domestik

warganya”6

      

6

(7)

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraiaan latar belakang di atas penulis mengangkut beberapa

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :

1. Pengaturan Hukum Internasional tentang hubungan antara negara dan

warga negaranya

2. Konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi kaum

minoritas

3. Penegakan HAM dalam pelanggaran yang dilakukan negara China

kepada kelompok Etnis Muslim Uighur menurut hukum internasional

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah

a) Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional terhadap

hubungan antara negara dan warga negara

b) Untuk mengetahui konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap

pelanggaran hak kaum minoritas

c) Untuk mengetahui penegakan HAM dalam kasus pelanggaran yang

dilakukan oleh pemerintahan China kepada kelompok etnis

(8)

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah

a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuaan hukum

internasional, khususnnya terkait mengenai Tinjauan hukum

internasional terhadap perlakuaan Diskriminatif terhadap etnis

minoritas

b. Secara praktis

Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perlakuaan

diskriminatif terhadap etnis minoritas kepada Almamater Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi

sesama rekan-rekan mahasiswa

D. KEASLIAN PENULISAN

Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Hukum Internasional terhadap

perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas (studi kasus : Etnis Muslim

Uighur di China), dimana judul skripsi ini sebelumnya belum pernah ada yang

menulisnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.Dengan

demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan

perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas. Oleh karena itu penulisan ini

adalah asli karya penulis7

      

7

(9)

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Hak Asasi Manusia

Secara umum,materi utama tentang Hak Asasi Manusia terdapat pada

Deklarasi HAM, yang secara historis pada tanggal 10 Desember 1948,

dimana tujuh belas Majelis Umum PBB menerima dan memproklamasikan

Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi manusia.Deklerasi tersebut

menjadi tonggak sejarah nagi perkembangan HAM sebagai standar umum

untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan bangsa

Deklerasi tersebut terdiri atas 30 pasal yang menyerukan agar rakyat

menggalakan dan menjamin pengakan yang efektif dan penghormatan

terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam

deklarasi. Deklarasi Universal tersebut diterima oleh 49 negara, sedangkan

9 negara lainnya abstein.Isinya meliputi hak-hak sipil dan politik

tradisional, beserta hak-hak ekonomi, sosial,budaya.Hak-ha yang diuraikan

dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sinestis dantara konsep

liberal barat dan konsepsi sosialis. .Dalam Deklarasi Universal tersebut

belum ada ketentuan mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib

sendiri8

Materi muatan pokok Universal Declaration of Human Rights,

diantaranya:

      

8

(10)

1. Pasal 1 dan 2 Deklarasi menegaskan bahwa semua orang

dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak

atas semua hak dan kebebasan sebagaimana yang ditetapkan

oleh Deklarasi,tanpamembeda-bedakan baik dari segi ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik maupun yang lain

asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran atau

kedudukan yang lain

2. Pasal 3 sampai Pasal 21 menempatkanhak-hak sipil dan politik

yang menjadi hak semua orang,hak-hak itu antara lain :

a) Hak untuk hidup

b) Kebebasan dan keamanan pribadi

c) Bebas dari perbudakan dan penghambatan

d) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman

yang kejam, tidak berkeprimanusiaan, ataupun yang

merendahkan derajat kemanusiaan

e) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja

sebagai pribadi

f) Hak untuk pengampunan hukum yang efektif

g) Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan

yang sewenang-wenang

h) Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang

dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak ada

(11)

i) Hak untuk praduga tidak bersalah

j) Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap

keleluasaan pribadi,keluarga, temtap tinggal maupun surat

menyurat

k) Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik

l) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam

itu

m) Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas

suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk

keluarga, hak untuk memiliki hak milik

n) Bebas berpikir, berkesadaran dan beragama, dan

menyatakan pendapat

o) Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk

mengambil bagian dalam pemerintah, dan hak atas akses

yang sama terhadap pelayanan masyarakat

3. Pasal 22 sampai pasal 27 berisikan hak-hak ekonomi, sosial dan

budaya yang menjadi hak bagi semua orang, Hak-hak ini, antara

lain

a. Hak atas jaminan sosial

b. Hak untuk bekerja

c. Hak untuk membentuk dan bergabung pada serikat-serikat

buruh

(12)

e. Hak atas standar hidup yang layak dibidang kesehatan dan

kesejahteraan

f. Hak atas pendidikan

g. Hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan masyarakat9

Hak-hak diklaim terhadap seseorang atau otoritas tertentu, dan dengan

demikian menimpakan kewajiban dan beban. Hak-hak asasi

manusia,karena sifat pelaksanannya universal, mewajibkan semua individu

dan lembaga masyarakat untuk menghormati hak-hak orang lain

sebagaimana diingatkan oleh filsuf temporer Simone Weil, yaitu

“Tujuan dari setiap kewajiban dalam bidang urusan

kemanusiaan,selalu adalah manusia itu sendiri.Satu-satunya alasan

kewajiban terhadap setiap orang adalah bahwa dia, baik laki-laki

maupun perempuan, manusia tanpa memerlukan persyaratan lain yang

perlu dipenuhi, dan bahkan tanpa suatu pengakuan terhadap kewajiban

seperti itu dari pihak individu yang bersangkutan”10

      

9

Ibid, hlm. 237

10

(13)

2. ETNIS MINORITAS

Konflik etnis tidak mendapat perhatian penuh PBB. Dalam

pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir

mirip dengan istilah etnik istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian

kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam

kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama

artinya dengan etnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai

berikut:“et·nik /étnik/ a Antar bertalian dengan kelompok sosial di sistem

sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu

karena keturunan, adat, agama, bahasa,; etnis”11

Etnis adalah sebuah kata dari dunia para pakar sosiologi dan

atropologi di beberapa negara, etnis merupakan kata yang ‘bersih’ untuk

‘suku’ dalam situasi lain, etnis menunjuk kepada agama, atau bahasa atau

warna kulit, atau asal usul daerah atau tempat tinggal sekarang ini. Untuk

tujuan-tujuan penyelesaiaan konflik atau bahkan untuk bahasa hubungan

internasional, istilah ‘konflik etnis’ itu dapat digunakan dalam pengertian

‘konflik kelompok’ yang lebih umum hal ini tidak dimaksudkan untuk

mengesampingkan ilmu etnologi, akan tetapi untuk melihat kenyataan

bahwa pertikaiaan antar kelompok lebih luas dari sekedar konflik etnis12

      

11

Achmanto Mendatu, Artikel Etnik dan Etnisitas, dikutip dari

www.smartpsikologi.blogspot.com diakses pada tanggal 27 Januari 2014, pada pukul 17:20 WIB

12

(14)

Hasil konflik itu sama saja,dan tidak penting untuk berargumentasi

tentang konflik mana yang etnis mana yang tidak. Topik konflik internal

biasanya berkenan dengan minoritas, baik yang etnis maupun tidak.

Konflik etnis, lebih dari bidang lain manapun dari hak-hak asasi

manusia, telah dijadikan sasaran penelitian, analisis, pertukaran dan

kerjasama diantara banyak pakar baik di dalam maupun di luar daerah

yang terkena,terbuangnya secara percuma pengalaman akademis dan

politik di dunia akademis bagi pembangunan nyata adalah cukup besar,

tetapi akan dapat dikurangi bila ada kemauaan dan diciptakan kerangka

kerja yang longgar untuk kerja sama13

Pada tahun 1948, ketika draf Deklarasi Universal Hak-hak asasi

Manusia dibuat, PBB merupakan suatu badan yang sangat berbeda, PBB

umumnya terdiri dari negara-negara yang menang dalam Perang Dunia II.

Mereka ingin sekali menghindari kekeliruaan masa lalu dan

menyelamatkan generasi yang akan datang dari genosida orang Yahudi

dan minoritas-minoritas lain di Eropa pada tahun-tahun 1930-an.

Sub-Commission on the Protection of Minorities yang telah diberikan

tugas untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan yang lengkap dan

buktinya tentang “pola-pola yang konsisten dari pelanggarn-pelanggaran

yang besar terhadap Hak Asasi Manusia”, namun kebanyakan dalam

prosedur ini tidak berhubungan dengan minoritas sebagaimana adanya

akan tetapi individu-individu atau para pembangkang politik, hanya pada

      

13

(15)

masalah Afrika Selatan dan hak rakyat Palestina saja, PBB secara

konsisten telah aktif dalam apa yang kita sebut sebagai hak-hak etnis atau

kelompok14

Akhirnya,konflik etnis merupakan suatu bidang yang terlibat dalam

bentuk yang tidak bisa dipisahkan baik dari pembangunan maupun bagian

tradisional hak-hak asasi manusia. Tidak ada rencana pembangunan akan

dapat berhasil apabila konflik dan kekerassan merajarela. Para pekerja

lapangan tidak akan hidup aman, dan penanaman modal tidak dapat

dibenarkan jika penghancuran kehidupan dan hak milik sudah pasti akan

terjadi15

3. EXTRA ORDINARY CRIME

Ungkapan Extraordinary crime masih memiliki penafsiran dan belum

ada standarisasi yang cukup baku, dimana bentuk kejahatan bagaimana

yang patut untuk dimasukkan dalam kategori extraordinary crime. Ada

beberapa pemikiran yang dapat dikategorikan sebagai pengelompokan

dimana sebuah kejahatan termasuk dalam kategori extaordinary crime,

kejahatan itu adalah kejahatan yang sangat kriminogen dan victimogen¸

dan secara pootensial dapat merugikan berbagai dimensi kepentingan,i

keamanan ketertiban, sistematis, atau terorganisasi, mengancam stabilitas

politik, masa depan pembangunan dan lain-lain. Pakar Hukum

Internasional, Muladi memberikan contoh korupsi sebagai kejahatan yang

      

14

Ibid, hlm . 179

15

(16)

termasuk dalam extraordinary crime, karena berpotensi mengakibatkan

kerugian dalam berbagai dimensi, yaitu :

1. Ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat

2. Merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan

keadilan,bersifat diskriminatif dan etika, dan kompetisi bisnis

yang jujur

3. Mencedarai pembangunan yang berkelanjutan dan “the rule of

law”

4. Kemungkinan keterkaitan antara korupsi dengan bentuk

kejahatan lainnya, khususnya kejahatan yang terorganisasi dan

kejahatan ekonomi termasuk money laundry ( tindak pidana

korupsi merupakan “predicate crime”) terorisme, perdagangan

manusia dan lain-lain

5. Tindak pidana korupsi yang besar ( high level corruption)

berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara

dalam jumlah besar sehingga dapat membahayakan bagi

stabilitas politik

6. Korupsi tidak mustahil sudah bersifat “transnational” dengan

membahayakan sarana-sarana canggih

7. Menimbulkan bahaya terhadap Human security, termasuk dunia

(17)

8. Merusak mental pejabat dan mereka yang bekerja dalam

wilayah kepentingan umum16

Dapat dirumuskan bahwa kejahatan serius terhadap HAM adalah

kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena memiliki kekhususan,

yaitu :

1. Kejahatan HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan

dengan latar belakang motif kekuasaan, dilakukan secara

sistematis dan meluas

2. Kejahatan HAM berat berakibat pada terkoyaknya nurani

kemanusiaan, karena begitu dahsyatnya akibat yang ditimbulkan

3. Kejahatan HAM berat merupakan pengkhianatan manusia yang

terbesar atas kemausiannya, dan jika yang melakukan adalah

negara beserta agen-agennya maka itu adalah pengkhianatan

luar biasa atas tanggung jawab yang seharusnya ditunaikan

4. Kejahatan HAM berat menimbulkan teror, rasa khawatir,

ketakutan, pada diri sendiri masyarakat, dan dapat

menghilangkan kepercayaan terhadap masyarakat, terhadap

negara, besertanya aparatnya atas kegagalan yang terjadi

5. Kejahatan HAM berat diakui oleh dunia sebagai kejahatan yang

paling serius yang harus diselesaikan oleh seluruh negara dan

bahkan menjadi yuridikasi Internasional, jika penyelesaiannya

tidak dapat diselesaikan pada tingkat nasional

      

16

(18)

F. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan

pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini

dengan cara Library Research (penulisan kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu

melakukan penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet,

dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini17

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa

sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memamparkan materi dari skripsi ini

yang dapat digambarkan sebagai berikut

BAB I : PENDAHULUAN, Bab ini merupakan gambaran umum yang

berisi tentang Latar Belakang Masalah,Rumusan Permasalahan,

Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keasliaan Penulisan,

Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan

BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG

HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA

NEGARA, Dalam bab ini berisi tentang Pengertian ras, bangsa dan

warga negara, Pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu

Negara, Tanggung jawab negara terhadap warga negara menurut

hukum internasional

      

17

(19)

BAB III : KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP

PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS, Dalam

bab ini membahas tentang Pengertian serta Prinsip-prinsip HAM

dalam hukum Internasional, Praktek Pelanggaran HAM dan

kejahatan terhadap kemanusiaan, Pengaturan Ham terhadap kaum

minoritas

BAB IV : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAM

BERAT OLEH PEMERINTAHAN CHINA TERHADAP SUKU

MUSLIM UIGHUR, Dalam bab ini membahas tentang Sejaarah

terjadinya konflik antara Suku muslim Uighur dan Suku Han di

China, Jenis-jenis pelanggaran HAM yang dilakukan oleh

Pemerintah China terhadap suku Muslim Uighur, Penyelesaiaan

Pelanggaran HAM berat sebagai extra ordinary crime terhadap

perlakuan Pemerintah China terhadap Suku Uighur di China

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, Merupakan bab penutup dari

seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan

kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga

Referensi

Dokumen terkait

kedaulatan yang dimiliki Iran atas pengembangan nuklir diakui oleh hukum internasional dan PBB, hak ini tidak dapat dikurangi dan dicabut baik dalam kondisi atau situasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam hukum, khususnya hukum internasional untuk kemudian digunakan sebagai data primer maupun sekunder dalam

Statute of the International Court of Justice, perjanjian Internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dijadikan sebagai dasar hukum dalam

Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: Dalam Perspektif Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Kencana.. Metodologi

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP SUKU ANAK DALAM SEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA A. Pengaturan Hukum Dalam Deklarasi

(2) Ketentuan dalam hukum internasional yang mengharuskan penuntutan terhadap tindakan-tindakan yang dapat dipidana berdasarkan prinsip yurisdiksi universal, jadi

Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Undang-undang Dasar 1945 Pasca amandemen, khususnya pasal 27 yang mengatur tentang hak setiap warga Negara untuk