BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pasar Modal
Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai pasar yang
memperjualbelikan produk berupa dana yang bersifat abstrak (Tandelilin, 2001:
25). Sedangkan menurut Sharpe, Alexander dan Bailey (2005: 9), pasar modal
merupakan suatu pasar yang melibatkan aset keuangan yang jangka waktunya
lebih dari satu tahun.
Secara umum pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atau modal dimana utang atau modal
ini bisa diterbitkan oleh pemerintah, otoritas publik maupun pihak swasta dan
pasar modal juga sebagai tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih
(lender) dengan pihak yang memerlukan dana jangka panjang tersebut (borrower).
Pasar modal memiliki dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan. Fungsi ekonomi dari pasar modal adalah dengan menyediakan fasilitas
untuk memindahkan dana dari lender ke borrower maka akan memberikan manfaat bagi kedua pihak. Manfaat bagi seseorang yang menginvestasikan
dananya (lender) adalah suatu keuntungan atau return sedangkan bagi borrower
dengan adanya dana dari luar dapat digunakan untuk kegiatan dalam rangka
pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil operasi perusahaannya.
menyediakan dana yang diperlukan oleh borrower dari para lender tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil.
2.2. Return Saham
Sebenarnya yang diperjualbelikan dalam pasar modal ialah lembar-lembar
surat berharga. Surat berharga tersebut dipergunakan sebagai alat untuk
menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki oleh seseorang (calon investor)
dengan tujuan untuk memperoleh return. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Hartono, 2013: 235). Hasil tersebut merupakan keuntungan yang
diperoleh investor atas kepemilikan sahamnya.
Return dapat berupa return yang terjadi (realized return) dan return yang diharapkan (expected return). Realized return merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis serta biasanya realized return ini digunakan untuk menghitung expected return dimasa yang akan datang. Realized return
sangat penting karena dapat mengukur kinerja perusahaan dari penciptaan nilai
perusahaan tersebut. Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah realized return yang memiliki perhitungan sistematis sebagai berikut:
𝑅
𝑡=
𝐼𝐻𝑆𝐼𝐼𝐻𝑆𝐼𝑡−𝐼𝐻𝑆𝐼𝑡−1𝑡−1
Dimana:
IHSIt = Harga saham harian pada hari ke t
Dimana capital gain tercipta apabila IHSIt > IHSIt-1 yang berarti adanya return positif dan capital loss tercipta apabila IHSIt < IHSIt-1 yang berarti return
negatif terjadi dan menyebabkan kerugian modal.
2.3. Resiko Saham
Untuk mendapatkan return positif ataupun keuntungan maka seorang investor harus memperhitungkan resiko. Resiko merupakan kemungkinan
perbedaan antara realized return dengan expected return. Ada beberapa sumber resiko yang bisa mempengaruhi besarnya resiko suatu investasi. Sumber- sumber
tersebut antara lain (Tandelilin, 2001: 48 - 50):
a. Resiko Suku Bunga
Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik,
cateris paribus. b. Resiko Pasar
Fluktuasi pasar secara keseluruhan yang mempengaruhi variabilitas return
suatu investasi disebut sebagai resiko pasar. Fluktuasi pasar biasanya
ditunjukkan oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhan.
Perubahan pasar dipengaruhi oleh banyak faktor seperti munculnya resesi
ekonomi, kerusuhan, ataupun perubahan politik.
c. Resiko Inflasi
Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah
daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut
tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan daya beli yang
dialaminya.
d. Resiko Bisnis
Resiko dalam menjalankan bisnis dalam suatu jenis industri disebut sebagai
resiko bisnis. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak pada industri
tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.
e. Resiko Finansial
Resiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan utang
dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan
perusahaan, semakin besar resiko finansial yang dihadapi perusahaan.
f. Resiko Likuiditas
Resiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan
perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu
sekuritas diperdagangkan, semakin liquid sekuritas tersebut, demikian sebaliknya.
g. Resiko Nilai Tukar Mata Uang
Resiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara
perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya. Resiko ini juga
h. Resiko Negara (Country Risk)
Resiko ini juga disebut sebagai resiko politik, karena sangat berkaitan dengan
kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar
negeri, stabilitas politik dan ekonomi negara bersangkutan sangat penting
diperhatikan untuk menghindari resiko negara yang terlalu tinggi.
2.4. Pasar Efisien
Perubahan harga terdahulu tidak selamanya dapat digunakan untuk
memperkirakan perubahan harga dimasa yang akan datang, terlebih lagi jika kita
mengikuti pola random walk (harga berubah secara acak tergantung pada perubahan faktor – faktor yang mempengaruhinya secara acak pula). Seperti hasil
penelitian yang dilakukan oleh Maurice Kendall pada tahun 1953 dalam Samsul
(2006: 269) menyatakan bahwa pola harga saham tidak dapat diprediksi
(unpredictable) karena bergerak secara acak (random walk). Oleh karena itu, penaksiran harga lebih didasarkan pada semua informasi yang relevan terhadap
penilaiannya. Jika suatu informasi yang baru yang relevan masuk ke pasar yang
berhubungan dengan suatu aktiva maka informasi ini akan digunakan untuk
menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang bersangkutan.
Akibatnya adalah kemungkinan pergeseran ke harga ekuilibrium yang baru. Harga
ekuilibrium ini akan tetap bertahan sampai suatu informasi yang lainnya
merubahnya kembali ke harga ekuilibrium yang baru.
Menurut Kamaruddin (2004: 226) Informasi disini didefinisikan sebagai
melakukan suatu tindakan mengubah bagi kesejahteraannya dan fungsi informasi
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan penerimanya untuk
melakukan tindakan yang bersifat kritis, memperoleh nilai tertentu dari perubahan
pesan-pesannya dan mendapatkan nilai positif dari pesan-pesan yang berkorelasi.
Menurut Robert Ang. (1997) dalam Anoraga (2001: 89), informasi
merupakan kunci sukses berinvestasi di pasar modal. Beberapa pertimbangan
penting mengenai informasi di pasar modal meliputi faktor-faktor seperti kualitas
informasi, jenis informasi, kecepatan informasi dan volume informasi.
Hartono (2013: 548 – 553) mengungkapkan bentuk efisiensi pasar dapat
ditinjau dari ketersediaan informasinya saja (informationally efficient market) atau efisiensi pasar dapat pula ditinjau tidak dari ketersediaan informasi saja tetapi juga
dapat dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan
berdasarkan analisis dari informasi yang tersedia (decisionally efficient market). Fama (1970) pertama kali mengemukakan konsep pasar yang efisien
(Efficient Market Hypothesis), dimana Fama mendefinisikan bahwa suatu pasar dikatakan efisien jika harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi yang
ada. Dari sini ditekankan dua aspek yaitu fully reflect dan information available.
Fully reflect berarti harga sekuritas secara akurat menggambarkan informasi di pasar dan information available berarti apabila menggunakan informasi yang tersedia maka investor secara akurat dapat mengekspektasikan harga sekuritas
yang bersangkutan. Fama mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien menjadi
form), efisien dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) dan efisien dalam bentuk kuat (strong form).
Tabel 2.1 Bentuk Pasar Efisien (Sharpe, Alexander, dan Bailey, 1999: 93) Bentuk Pasar Efisien Informasi yang tercermin
Weak Harga sekuritas yang sebelumnya
Semistrong Semua informasi yang dipublikasikan
Strong Semua informasi baik publik maupun private
Adapun penjelasan lengkap dari ketiga bentuk hipotesis pasar yang efisien
adalah sebagai berikut:
1. The Week Efficient Market Hypothesis
Efisiensi pasar dikatakan lemah (weak form) karena dalam proses pengambilan keputusan jual-beli saham investor menggunakan data harga dan
volume masa lalu. Berdasarkan harga dan volume masa lalu tersebut berbagai
model analisis teknis digunakan untuk menentukan arah harga apakah akan
naik atau akan turun. Apabila arah harga saham akan naik, maka diputuskan
untuk membeli. Apabila arah harga akan turun, maka diputuskan untuk
menjual. Jadi, harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh (fully effect) dari informasi masa lalu. Informasi masa lalu ini merupakan informasi yang
sudah terjadi. Bentuk efisiensi pasar secara lemah ini berkaitan dengan teori
langkah acak (random walk theory). Maka kelemahan dari teori ini mengabaikan variabel lain yang mempengaruhi harga saham di masa datang,
2. The Semistrong Efficient Market Hypothesis
Efisiensi pasar dikatakan setengah kuat (semistrong form) karena dalam proses pengambilan keputusan jual-beli saham investor menggunakan data harga
masa lalu, volume masa lalu, dan semua informasi yang dipublikasikan seperti
laporan keuangan, laporan tahunan, pengumuman Bursa, informasi keuangan
internasional, peraturan perundangan pemerintah, peristiwa politik, peristiwa
hukum, peristiwa sosial, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi
perekonomian nasional. Jadi, harga-harga sekuritas secara penuh
mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available). Dalam hal ini berarti investor menggunakan gabungan antara analisis teknis dengan analisis fundamental dalam proses menghitung
nilai saham, yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam tawaran harga beli
dan harga jual.
3. The Strong Efficient Market Hypothesis
Efisiensi pasar dikatakan kuat (strong form) karena investor menggunakan data yang lebih lengkap yaitu, harga masa lalu, volume masa lalu, informasi
yang dipublikasikan, dan informasi privat yang tidak dipublikasikan secara
umum. Contoh informasi privat adalah hasil riset yang diterbitkan sendiri oleh
unit kerja riset yang ada dalam perusahaan atau dibeli dari lembaga riset
lainnya. Jadi, harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Penghitungan harga
akan menghasilkan keputusan jual-beli saham yang lebih tepat dan return
yang lebih tinggi.
Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang
efisien, yaitu (Tandelilin, 2001: 113):
1. Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit.
Investor-investor tersebut secara aktif berpartisipasi di pasar dengan
menganalisis, menilai dan melakukan perdagangan saham. Di samping itu
mereka juga merupakan price taker, sehingga tindakan dari suatu investor saja tidak akan mampu mempengaruhi harga dari sekuritas.
2. Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan
cara yang murah dan mudah.
3. Informasi yang terjadi bersifat random.
4. Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru, sehingga harga
sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya akibat
informasi tersebut.
Ada juga faktor yang menyebabkan suatu pasar tidak efisien, yaitu
(Hartono, 2013: 571 – 572):
1. Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari
sekuritas.
2. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam
antara pelaku pasar yang satu dengan yang lainnya terhadap suatu informasi
3. Informasi yang disebarkan dapat diprediksi atau dicermat dengan baik oleh
sebagian pelaku-pelaku pasar.
4. Investor adalah individual-individual yang lugas (naive investors) dan tidak canggih (unsophisticated investors). Naive investors adalah investor yang mempunyai kemampuan yang terbatas di dalam mengartikan dan
menginterpretasikan informasi yang diterima. Dan karena para investor tidak
canggih maka seringkali para investor melakukan keputusan yang salah.
Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, kita dapat mengetahui hal
berikut (Anoraga, 2001: 87):
1. Perkembangan ekonomi
Dengan adanya pasar modal yang efisien, pertumbuhan ekonomi akan lebih
terjamin karena adanya pengalokasian dari sektor kurang produktif ke sektor
yang lebih produktif.
2. Perkembangan pasar modal
Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, para penentu kebijaksanaan dan
pihak yang menaruh kepentingan (investor) akan lebih dapat mengambil
langkah-langkah perbaikan.
3. Perkembangan perusahaan/emiten
Dengan mengetahui efisiensi pasar modal pengadaan sebuah perusahaan
menjadi lebih terarah dan usaha-usaha dapat dikembangkan dengan
4. Perkembangan pemodal/investor
Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, para pemodal/investor tidak akan
ragu-ragu membeli saham dan instrumen lainnya di pasar modal.
2.5. Anomali Pasar
Anomali pasar merupakan kebalikan dari konsep pasar yang efisien.
Anomali pasar terjadi karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
atau hal-hal yang seharusnya tidak terjadi dalam pasar efisien. Akibatnya terjadi
hasil yang sangat berlawanan dengan yang diharapkan sebelumnya. Dengan kata
lain suatu peristiwa dapat menyebabkan kemungkinan investor untuk
mendapatkan abnormal return. Semua bentuk pasar efisien secara empiris terdapat adanya anomali pasar meskipun kebanyakan ditemukan pada bentuk
pasar efisien semi-kuat (semi strong). Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar. Levy (1996: 356) dalam Gumanti dan Utami (2002)
keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies), dan anomali akuntansi (accounting anomalies). Anomali musiman merupakan jenis anomali yang dipakai dalam penelitian ini.
2.5.1. Day of The Week Effect
Hari perdagangan dalam dunia pasar modal dilakukan mulai hari Senin
sampai dengan hari Jumat. Dalam hal ini terjadi perbedaan return antara hari-hari perdagangan dalam seminggu secara signifikan (Berument H., Kiymaz H., 2001).
yang disebut Efek Hari Perdagangan (day of the week effect) dimana seharusnya dalam konsep pasar yang efisien return harian rata-rata yang diperoleh suatu saham adalah sama dan tidak berbeda secara signifikan pada hari perdagangan
berbeda (Fama, 1970). Namun karena terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh
perilaku investor yang berbeda-beda maka menyebabkan terjadinya anomali pasar
dimana dalam anomali pasar, informasi yang baru tidak dapat secara cepat dan
akurat mempengaruhi harga saham karena informasi tersebut bisa saja hanya
sebuah isu kosong dan tidak benar sehingga menyebabkan investor bertindak
berbeda. Perbedaan perilaku investor tersebut menyebabkan transaksi yang
dilakukan juga berbeda setiap harinya tergantung bagaimana investor tersebut
menyikapi informasi yang mereka terima dan perbedaan kegiatan transaksi yang
secara random tersebut menyebabkan harga saham juga berbeda setiap harinya sehingga return rata-rata yang diperoleh berbeda secara signifikan setiap harinya.
2.5.2. Monday Effect
Monday Effect merupakan bagian dari day of the week effect. Monday effect adalah adanya fenomena dimana rata-rata return hari Senin bernilai negatif signifikan (Starks, 1986 dalam Latif, Arshad, Fatima dan Farooq, 2011). Dalam
hal ini berarti return selain hari Senin akan bernilai positif. Ada suatu fenomena dimana Monday effect didahului oleh return negatif pada hari Jumat sebelumnya (bad Friday).
Berbagai hasil penelitian tentang pola perubahan return di pasar modal sangat beragam sekali dimana pola semacam ini pertama kali diungkapkan oleh
portfolio) 500 Index periode 1953-1970. Temuan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh French pada tahun 1980 dengan menggunakan data
perusahaan yang sama namun periode yang lebih lama yaitu antara tahun
1953-1977. Dalam penelitian tersebut, French menemukan fenomena yang sama dimana
return rata-rata hari Senin yang negatif dan berbeda secara signifikan dengan hari-hari kerja pasar modal yang lain selama seminggu.
Penelitian yang sama juga dilakukan di New York Stock Exchange (NYSE) oleh Lakonishok dan Marbely pada tahun 1996. Dalam penelitian tersebut mereka
menemukan adanya fenomena Monday effect di New York Stock Exchange (NYSE) dan mereka menduga bahwa return saham di NYSE dipengaruhi oleh pola aktivitas perdagangan harian yang dilakukan oleh investor individual, yang
mengindikasi bahwa hasrat individual melakukan transaksi pada hari Senin
cenderung lebih tinggi dari hari perdagangan lainnya. Tingginya aktivitas
perdagangan hari Senin tersebut disebabkan karena keinginan investor individual
untuk menjual saham lebih tinggi daripada keinginan investor individual untuk
membeli saham sehingga harga saham cenderung rendah untuk perdagangan pada
hari Senin dibandingkan dengan hari perdagangan lainnya. Selain di luar negeri
fenomena Monday effect juga ditemukan di Indonesia. Hal ini dikemukan oleh Iramani dan Mahdi (2006) dengan judul penelitian “Studi Tentang Pengaruh Hari
Selasa serta hal ini mengartikan bahwa terjadi Monday effect pada Bursa Efek Jakarta. Dan diketahui juga dari beberapa peneliti bahwa Monday effect terjadi karena adanya return yang negatif pada hari Jumat sebelumnya sehingga
menyebabkan return pada hari Senin juga negatif. Selain penelitian-penelitian
tersebut masih banyak penelitian lain yang menemukan dan membuktikan adanya
fenomena Monday effect.
2.5.3. Rogalski Effect
Rogalski effect merupakan suatu fenomena dimana return negatif yang biasa terjadi pada hari senin (Monday effect) menghilang pada bulan tertentu. Fenomena ini ditemukan oleh seorang peneliti yang bernama Rogalski (1984).
Dalam penelitiannya tersebut Rogalski menemukan adanya hubungan yang
menarik antara fenomena day of the week effect dengan January effect, dimana ditemukan bahwa rata-rata return negatif pada hari Senin menghilang pada bulan Januari. Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia yang membuktikan
secara empiris terjadinya fenomena Rogalski effect adalah penelitian yang dilakukan oleh Rita pada tahun 2009 dengan judul penelitian “Pengaruh Hari
Perdagangan Terhadap Return Saham: Pengujian day of the week effect dan
Rogalski effect di BEI”. Dalam penelitiannya tersebut Rita menemukan adanya fenomena dimana return rata-rata negatif pada hari Senin menghilang pada bulan Januari. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena Monday effect tidak ada pada bulan Januari di Bursa Efek Indonesia, yang berarti di Indonesia juga terjadi
2.6. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia meliputi
pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen (Hartono, 2013: 125). Indeks Harga Saham Gabungan menggunakan semua emiten yang
tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. IHSG pertama kali dikenal pada
tanggal 1 April 1983 dan dimana jumlah saham yang tercatat pada saat itu hanya
sebanyak 13 saham.
2.7. Indeks LQ-45
Indeks LQ-45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 perusahaan/emiten
dengan likuiditas (LiQuid) tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas emiten-emiten tersebut
juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Menurut Hartono (2013: 130)
pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemilihan saham yang masuk di
Indeks LQ-45 adalah likuiditas dan kapitalisasi pasar dengan kriteria sebagai
berikut ini:
1. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60
terbesar di pasar reguler.
2. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam
urutan 60 terbesar di pasar reguler.
3. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan.
Indeks LQ-45 diperbarui tiap 6 bulan sekali, yaitu pada awal bulan
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Monday Effect dan Rogalski Effect pernah dilakukan baik di luar negeri maupun Indonesia. Penelitian yang dilakukan di luar negeri seperti penelitian yang dilakukan oleh Cross (1973) yang
merupakan penelitian yang pertama kali membahas masalah pola Monday Effect
dimana Cross (1973) pada saat itu mengamati return S&P (Standard and Poor’s composite portfolio) 500 Indeks dari tahun 1953-1970. Dalam penelitian tersebut Cross menemukan adanya return negatif pada hari Senin. Penelitian pada Indeks saham yang sama juga dilakukan oleh French (1980) yang berjudul “Stock Returns and The Weekend Effect”. Dalam penelitian tersebut French (1980) juga menemukan fenomena yang sama dengan menggunakan data yang sama namun
periode pengamatan yang lebih lama yakni dari tahun 1953-1977 dimana terdapat
return rata-rata hari Senin yang negatif dan setiap hari perdagangan memiliki
return yang berbeda secara signifikan. Penelitian yang sama dilakukan lagi oleh Berument dan Kiymaz (2001) pada S&P 500 Indeks dengan periode yang sama
seperti yang dilakukan oleh French. Perbedaannya dalam penelitian ini Berument
dan Kiymaz (2001) menggunakan tiga metode, yaitu dengan return harian saham, volatilitas dan kemudian dengan metode GARCH dan pada ketiga metode tersebut
ditemukan hasil yang sama dimana baik return maupun volatilitas pada hari Senin merupakan yang terendah dan yang tertinggi adalah pada hari Rabu. Sehingga
disimpulkan bahwa Monday effect terjadi secara signifikan pada S&P 500 Indeks. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Richard Rogalski (1984) dimana
karena tidak adanya hari perdagangan mulai dari penutupan pada hari Jumat
sampai dengan pembukaan pada hari Senin dan selain itu, ditemukan juga adanya
hubungan yang menarik antara day of the week effect dengan January effect. Hal ini dikarenakan Monday effect terjadi di bulan-bulan lain selain bulan Januari dan berarti terdapat rata-rata return hari Senin yang negatif selain pada bulan Januari dan fenomena ini disebut Rogalski effect.
Pada tahun 1990 Lakonishok dan Maberly juga melakukan suatu
penelitian tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi return saham harian di NYSE. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa investor institusional
melakukan sedikit transaksi pada hari Senin dibanding dengan investor individual.
Pola aktivitas yang dilakukan oleh investor individual yang menyebabkan
tingginya aktivitas perdagangan hari Senin lebih disebabkan oleh keinginan
investor individual untuk menjual sahamnya lebih tinggi daripada keinginan
investor individual untuk membeli saham sehingga harga saham cenderung rendah
pada hari Senin dibanding dengan hari perdagangan lainnya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sias dan Starks (1995)
menunjukkan bahwa Monday effect terjadi karena pola perdagangan yang dilakukan oleh institusional investor karena kepemilikan saham yang lebih besar
oleh institusional dibanding dengan saham yang dimiliki oleh individual investor.
Penelitian dengan masalah yang sama juga dilakukan oleh Wang, Li dan
Erickson (1997) terhadap indeks return saham pada NYSE-AMEX, S&P
composite index dan Nasdaq dengan periode 1962-1993. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa fenomena Monday effect secara signifikan terjadi pada minggu keempat dalam setiap bulan sedangkan pada minggu lainnya tidak terjadi Monday effect.
Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Ulussever, Guran dan Kar pada
tahun 2011 dengan judul “The Day-of-the-Week Effect in the Saudi Stock Exchange: A Non-Linear Garch Analysis” menemukan bahwa terjadi perbedaan hari perdagangan di TADAWUL, Saudi Arabia dengan menggunakan analisis
GARCH dengan periode penelitian dari Januari 2001 sampai dengan Desember
2009.
Namun tidak semua penelitian memiliki hasil yang sama seperti penelitian
yang dilakukan oleh Ndu Chiaku pada tahun 2005 dengan judul “Day-of-the-Week Effect and Volatility in Stock Returns: Evidence from East Asian Financial Markets” yang menemukan bahwa di negara Taiwan, Thailand, Srilanka, dan Pakistan tidak ditemukan efek hari perdagangan yang signifikan. Return saham di masing-masing negara tersebut tidak berbeda baik hari Senin, Selasa, Rabu,
Kamis maupun Jumat. Ini membuktikan secara empiris bahwa di Negara Taiwan,
Thailand, Srilanka, dan Pakistan fenemone Monday effect tidak terjadi.
Di Indonesia sendiri penelitian ini telah dilakukan oleh Iramani dan Mahdi
(2006) yang berjudul “Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap
perdagangan terhadap return saham harian pada Bursa Efek Jakarta tahun 2005. Dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa return hari Senin merupakan
return terendah dan return tertinggi merupakan return pada hari Selasa serta hal ini mengartikan bahwa terjadi Monday effect pada Bursa Efek Jakarta.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Rita (2009) yang menemukan bahwa
pada saham yang termasuk dalam LQ-45 terdapat efek hari perdagangan pada
tahun 2008, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara
rata-rata return selama 5 hari perdagangan dan ditemukan juga fenomena Monday effect yang mengindikasikan bahwa return hari Senin merupakan return negatif dan terendah dibandingkan dengan hari lainnya. Serta fenomena Rogalski effect
juga ditemukan dalam penelitian ini, yang ditandai dengan tingginya rata-rata
return hari Senin pada bulan Januari dibanding dengan rata-rata return hari Senin pada bulan lainnya.
Pada tahun yang sama, dilakukan juga penelitian oleh Pandiangan (2009)
dengan judul “Analisis Anomali Pasar Hari Perdagangan Pada Return Saham di Bursa Efek Indonesia” namun hasil yang berbeda didapat dari penelitian ini,
dimana dalam penelitian ini tidak terdapat efek hari perdagangan serta tidak
terjadi Rogalskieffect pada penelitian yang dilakukan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah:
1. Penelitian ini menggunakan periode penelitian selama 2 tahun.
2. Penelitian ini menggunakan sampel data yang lebih baru yaitu untuk
perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada Indeks LQ-45 selama periode
3. Penelitian ini tidak memasukkan return saham pada hari libur (tanggal merah). Secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.2
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Tahun Judul Hasil
1. Cross, F. 1973 The Behavior of Stock Prices on Friday and Mondays
Terdapat return negatif pada hari Senin
2. French, K. 1980 Stock Returns and The Weekend Effect
Terdapat return negatif pada hari Senin
Return pada hari Senin yang negatif
1990 The Weekend Effect: Trading Pattrens of Individual and
Institutional Investors
Terdapat return negatif pada hari Senin
1995 The Day-of-the-Week Anomaly: The Role of Institutional Investors
Return negatif hari Senin diawali dengan return negatif hari Jumat sebelumnya dan hal ini didorong oleh pola perdagangan tidak terdapat Monday effect.
7. Berument, H., dan
2001 The Day of The Effect on Stock Market
8. Ndu, Chiaku
2006 Studi Tentang Pengaruh Hari setiap minggu di BEI dan terdapat return
negatif pada hari Senin 10. Rita, M. R. 2009 Pengaruh Hari
PerdaganganTerhadap
Return Saham: Pengujian Day of the Week Effect dan
Rogalski Effect di BEI dan terdapat Monday effect
11. Pandiangan, Octavianus
2009 Analisis Anomali Pasar Hari
Perdagangan Pada
Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Tidak terdapat efek hari perdagangan dan
Rogalski effect pada Bursa Efek Indonesia
12. Ulussever, T., Guran Yumusak, I., dan Kar, M.
2011 The Day-of-the-Week Effect in the Saudi Stock Exchange: A Non-Linear Garch Analysis
Adanya efek hari perdagangan dalam pasar modal di Saudi Arabia dengan analisis GARCH
2.9. Kerangka Konseptual
Dalam dunia pasar modal seorang investor akan mendapatkan suatu
keuntungan dari investasinya apabila nilai harga saham yang dipegangnya
mengalami pertambahan nilai. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besarnya
return saham yang berkembang di pasar modal. Dalam konsep pasar modal yang efisien seorang investor tidak akan bisa menggunakan analisis yang bersifat
ekuilibrium dimana hal ini dikarenakan setiap informasi baru akan secara akurat
dan cepat bereaksi terhadap harga saham dan membuat harga keseimbangan yang
baru. Namun karena perilaku para investor muncul ketidakteraturan dan
menyebabkan penyimpangan-penyimpangan dalam konsep pasar efisien.
Ketidakteraturan ini dapat dilihat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
dan dikenal dengan konsep anomali pasar. Anomali pasar terjadi karena adanya
informasi yang tidak seragam diantara para investor. Informasi tersebut
menyebabkan para investor akan bertindak secara berbeda pula dan informasi
tersebut akan menyebabkan psikologis investor terpengaruh secara berbeda-beda.
Hal ini akan menyebabkan tidak semua informasi dapat bereaksi cepat dan akurat
terhadap harga saham sehingga para investor yang memiliki informasi yang tepat
akan mendapatkan keuntungan diatas ekulibrium dan menyebabkan kerugian bagi
para investor yang bertindak gegabah. Dari segi psikologis dapat kita lihat dari
perilaku investor yang tidak rasional dimana investor tersebut tidak menyukai hari
Senin (syndrome “Blue Monday”) dan hal ini akan mengakibatkan return hari Senin secara rata-rata akan bernilai negatif. Hal-hal tersebut merupakan faktor
yang menyebabkan terjadinya anomali pasar menurut beberapa peneliti. Ada
banyak jenis anomali pasar yang telah ditemukan, antara lainnya adalah day of the week effect, Monday effect dan Rogalski effect. Tetapi ada juga penelitian yang tidak menemukan adanya masalah anomali pasar ini sehingga menyebabkan
masih banyak terjadi pro dan kontra terhadap konsep anomali pasar ini.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya terdapat
berpengaruh terhadap return saham dan ada yang tidak berpengaruh terhadap
return saham. Dengan demikian kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
BAD FRIDAY MONDAY EFFECT
THE DAY OF WEEK EFFECT
MONDAY EFFECT
ROGALSKI EFFECT A
N O M A L I
M U
S I M A N
2.10. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis atau jawaban
sementara atas permasalahan yang dikemukan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi efek hari perdagangan (day of week effect) terhadap return Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H1).
2. Terjadi Monday effect terhadap return Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H2).
3. Terjadi Monday effect yang didahului oleh bad Friday pada Indeks LQ-45 pada tahun 2012-2013 (H3).
4. Terjadi Rogalski effect terhadap return Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H4).