1
INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS Agung Dwi Harisandi
Fakultas Sains & Teknologi
Universitas Islam Negri Sumatera Utara Medan
Email : agung.harisandi@yahoo.com
Pendahuluan
Artikel ini akan mengkaji tentang integrasi tasawuf dalam sains. Tujuan kajian ini adalah
untuk mengetahui tentang integrasi dalam sejarah islam, ranah ontologi, ranah epistemologi, dan
aksiologi itu lebih jelas nya seperti apa. Artikel ini juga dikaji dengan menggunakan metode
analitis deskriptif.
Pembahasan
1.Integrasi dalam sejarah Islam
Dalam sejarah islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli biologi, ahli matematika,
dan ahli arsitektur yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fikih, tafsir,
hadis, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para
pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajin-kajian ilmiah mereka diarahkan
kepada pencapaian tujuan-tujuan relegius dan spiritual.
Berikut contoh para ilmuwan dibidang saintis dengan berpola hidup relegius dan sufistik :
Al-Farabi (w. 950) : cabang filsafat, seperti metafisika, etika, logika, matematika, music
dan politik.
Umar Khayyam (w.1131) : matematikawan, astronom, dan sufi.
1
I2khwan al-Shafa (abad 10 M ) : kelompok filsuf yang menguasai filsafat, psikologi, biologi dan fisika.
Ibnu Sina ( w.1037 ) : menguasai filsafat, kedokteran, hukum islam matematika, fisika,
dan puisi.
Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209) : ahli filsafat, tasawuf, kedokteran, fikih, dan tafsir.
Dll
Mereka banyak menguasai disiplin ilmu, dan secara personal mereka berperan sebgai seorang saintis Muslim yang berpola hidup relegius dan sufistik. Mereka yakin bahwa ilmu-ilmu relegius
adalah ilmu-ilmu fardh al-‘ain yang wajib dikuasai dan diamalkan setiap muslim apapun profesi
mereka. Sedangkan ilmu-ilmu rasional dan empiric adalah ilmu fardh al-kifayah yang
diwajibkan kepada sebagian Muslim dan mengembangkannya atas dasar perintah agama.
Dapat disimpulkan bahwa, integrasi ilmu dalam islam bukan hal yang baru. Sebab, para ilmuwan Muslim telah mengerjakan proyek keilmuan tersebut sepanjang masa keemasan Islam. Mereka menginterprestasikan kedua jenis ilmu tersebut, dan keduanya saling mendukung kegiatan akademik mereka.
2. Integrasi dalam Ranah Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont artinya keberadaan, dan logos artinya teori.
Jadi, ontology artinya adalah teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut. Tidak hanya memfokuskan kepada masalah kedekatan pada Allah SWT, tetapi mereka juga membahas dan menyibak hakikat wujud-NYA, tetapi juga wujud alam dan manusia. Dari aspek ini akan terlihat bahwa ada tititk singgung antara tasawuf dengan sains. Tasawauf tidak hanya membahas bagaimana mendekatkan diri kepada Allah Swt melainkan tentang hakikat alam dan manusia.
Ibn Sina dari mazhab Masysya’iyah menjelaskan bahwa alam material tidak mandiri, melainkan disebabkan oleh wujud Allah Swt., dan selalu berada dalam pengawasan dan pengaturan-NYA. Suhrawari dan Mulla Shadra menegaskan bahwa seluruh elemn dunia material ( mineral, tumbuhan, hewan dan manusia) adalah akibat dari dunia spiritual memiliki jiwa (al-nafs) masing-masing,
3. Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang bermakna pengetahuan, dan
logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi. Jadi, dapat diartikan bahwa epistemology adalah cabang ilmu filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok
epistemology adalah makna pengetahuan. Kajian tasawuf menggunakan metode ‘irfani .
Sebagian sufi memanfaatkan metode ‘irfani untuk mendapatkan pemahaman mendalam
mengenai dunia metafisik dan dunia fisik ( mineral, tumbuhan, hewan, dan manusia ).
2
3
Meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi (observasi dan eksperimen )
dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf dalam
menentuka ilmu dan kebenaran, dimana kaum sufi mengutamakan metode tazkiyah al-nafs
(penyucian jiwa ) dengan melaksanakan berbagai ritual ibadah termasuk zikir, serta melakukan
praktik riyadha dan mujahadah.
4. Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios bermakna nilai, dan logos yang berarti teori.
Aksiologi bermakna teori, nilai, investigasi terhadap asal, kriteria, dan status metafisik dari nilai tersebut. Aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaidah moral, serta tanggungjawab social ilmuwan. Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada pembahasan manfaat, dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuwan.
Dari aspek etika akademik, nilai-nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis seorang ilmuwan dalam pengembangan sains dan teknologi. Konsep al-maqamat dan al-ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis sebagai ilmuwan Muslim.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa para ilmuan Muslim klasik tidak hanya mengembangkan ilmu-ilmu rasional dan empiric seperti fisika, puisi, matematika, musik,, astronomi, arsitektur, psikologi dan lain sebagainya melainkan juga mempelajari ilmu fikih, tauhid, teolog dan terlebih juga mereka memperlajari ilmu-ilmu tasawuf. Karena mereka berpendapat bahwa kedua ilmu itu saling mendukung satu sama lain.
3