• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KONFLIK KERJA PADA KARYAWAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KONFLIK KERJA PADA KARYAWAN."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Olif Fitri Susmia Sari B07212025

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan PT. X di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala konflik kerja dan skala komunikasi interpersonal. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan dalam PT. X di Surabaya berjumlah 32 karyawan. Subyek dari penelitian ini berjumlah < 100 sehingga penelitian ini tidak mengambil sampel namun meneliti populasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Analisis data menggunakan teknik korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan dengan nilai korelasi p = 0.000 dan r = -0.569, yang artinya semakin tinggi komunikasi interpersonal maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan.

(7)

correlation research that using work conflict scale and interpersonal communication scale as collecting data technique. The research is research population. Population in this research is all employees in PT. X in Surabaya that there are 32 employees. The subject of this research is less than 100, so that this research does not take a sample but researching population. Collection data technique in this research uses questionnaire. Data analysis technique uses correlation of product moment. The results of this research show that there is negative relations between interpersonal communication with work conflict on an employee with correlation value p = 0.000 and r = -0.569. It means the higher communication interpersonal the lower work conflict on employee.

(8)

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Konflik Kerja ... 16

1. Pengertian Konflik Kerja ... 16

2. Indikator Konflik Kerja ... 19

3. Ciri-ciri Konflik Kerja... 19

4. Jenis-jenis Konflik Kerja... 20

5. Sebab-sebab Konflik Kerja ... 22

6. Proses Konflik ... 25

7. Strategi Manajemen Konflik Kerja ... 29

B. Komunikasi Interpersonal ... 32

1. Pengertian Komunikasi ... 32

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 34

3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 36

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 40

5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal ... 42

6. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 43

7. Proses Komunikasi Interpersonal ... 43

C. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja... 47

(9)

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 54

1. Variabel Penelitian ... 54

2. Definisi Operasional... 54

B. Populasi dan Sampel ... 55

1. Populasi ... 55

2. Sampel ... 55

C. Teknik Pengumpulan Data ... 56

D. Validitas dan Reliabilitas Data ... 61

1. Validitas ... 61

2. Realibilitas Data ... 66

E. Analisis Data ... 67

BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 71

B. Deskripsi dan Reabilitas Data ... 74

1. Deskripsi Data ... 74

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 :Penilaian Pertanyaan Favorable dan Unfavorable ... 57

Tabel 2 :Blue Print Uji Coba Skala Konflik Kerja ... 59

Tabel 3 :Blue Print Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 60

Tabel 4:Validitas Skala Konflik Kerja ... 62

Tabel 5 :Validitas Skala Komunikasi Interpersonal ... 63

Tabel 6 :Blue Print Skala Konflik Kerja Setelah Uji Coba ... 64

Tabel 7:Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal Setelah Uji Coba ... 65

Tabel 8 :Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 66

Tabel 9 :Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

Tabel 10 :Responden Berdasarkan Status ... 72

Tabel 11 :Responden Berdasarkan Usia ... 73

Tabel 12 :Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 13 :Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 74

Tabel 14 :Hasil Uji Deskriptif Statistik ... 75

Tabel 15 :Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 76

Tabel 16 :Deskripsi Data Berdasarkan Status ... 76

Tabel 17 :Deskripsi Data Berdasarkan Usia ... 77

Tabel 18 :Deskripsi Data Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden ... 78

Tabel 19 :Deskripsi Data Berdasarkan Lama Bekerja Responden ... 79

Tabel 20 :Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 81

Tabel 21 :Hasil Uji Normalitas ... 83

Tabel 22 :Hasil Uji Linieritas ... 84

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 :Bagan Proses Komunikasi Interpersonal Secara Umum ... 44

Gambar 2 :Bagan Konseptual Teori ... 53

Gambar 3 :Grafik Histogram Uji Normalitas ... 82

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Instrumen Uji Coba ... 99

Lampiran 2 :Data Mentah Uji Coba Konflik Kerja ... 103

Lampiran 3 :Data Scoring Uji Coba Konflik Kerja ... 105

Lampiran 4 :Data Mentah Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 107

Lampiran 5 :Data Scoring Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 109

Lampiran 6 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Konflik Kerja.... ... 111

Lampiran 7 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Konflik Kerja . ... 113

Lampiran 8 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 115

Lampiran 9 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 117

Lampiran 10 :Instrumen Valid ... 119

Lampiran 11 :Data Mentah Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 122

Lampiran 12 :Data Scoring Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 124

Lampiran 13 :Data Mentah Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 126

Lampiran 14 :Data Scoring Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 128

Lampiran 15 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Konflik Kerja ... 130

Lampiran 16 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Konflik Kerja ... 132

Lampiran 17 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 134

Lampiran 18 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 136

Lampiran 19 :Uji Prasyarat ... 138 Lampiran 20 :Lembar Bimbingan

Lampiran 21 :Surat Permohonan Izin Penelitian

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi perekonomian membawa tantangan baru bagi organisasi

untuk tetap bertahan hidup dalam persaingan yang makin kompetitif.

Organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis dituntut untuk memiliki SDM

yang kompeten yang mampu menjalankan dan menyelesaikan tugas dan

kewajibannya secara lebih baik. Individu harus terlatih secara aktif

bertanggungjawab atas perilaku mereka, mengembangkan dan saling berbagi

informasi tentang pekerjaan. Pemberdayaan karyawan akan sangat

menentukan kesuksesan organisasi. Organisasi harus menyadari bahwa makin

kompetitifnya lingkungan bisnis mereka, memerlukan pembelajaran yang

lebih efektif, pemberdayaan karyawan, dan komitmen yang lebih besar dari

setiap orang yang terlibat dalam organisasi (Nurrohim, 2009).

Organisasi sebagai tempat berkumpulnya individu yang memiliki visi,

misi, dan tujuan yang sama, namun berasal dari latar belakang yang berbeda.

Interaksi antara individu satu dengan individu yang lain dapat menyebabkan

perbedaan-perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan,

kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat (Alfiah, 2013).

Konflik dalam perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak,

yang merintangi hubungan individu dengan kelompok atau kelompok yang

(14)

2

yang berbeda, sering berpotensi terjadinya pergesekan, sakit hati, dan lain-lain

(Afrizal, 2014).

Seperti halnya fenomena yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo,

kondisi buruh di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo saat ini sedang mengalami

penindasan terjadi karena perusahaan mulai memperkerjakan tenaga buruh

harian untuk melakukan aktivitas produksinya. Tindakan inilah yang

kemudian memunculkan bibit konflik antara perusahaan dengan para buruh.

Buruh yang bekerja di perusahaan tersebut mau tidak mau harus menerima

kebijakan perusahaan karena posisi mereka yang lemah. Konflik antara

perusahaan dan para buruh yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia tidak hanya terjadi

kali ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2012 juga pernah terjadi konflik antara

perusahaan dengan buruh yang disebabkan oleh adanya pemutusan hak kerja

(PHK) secara sepihak yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Sebagai reaksi atas pemutusan secara sepihak tersebut, para buruh

kemudian melakukan demo untuk menuntut hak kerja mereka. Pasca

terjadinya demo tersebut, perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan dari para

buruh yang telah di PHK, total buruh yang di PHK oleh Tjiwi Kimia pada saat

itu berjumlah sebanyak 72 buruh terhitung sejak bulan februari hingga maret

2014 (http://news.detik.com/surabaya diakses 17 mei 2016).

Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa mengelola konflik kerja sangat

diperlukan di suatu organisasi atau perusahaan. Kegagalan membangun

komunikasi yang harmonis dalam perusahaan akan menimbulkan kegagalan

(15)

mempunyai rasa yang tidak nyaman dengan sesama rekan kerjanya, maka

akan menimbulkan konflik kerja, sehingga mengabaikan tujuan yang

diharapkan bersama.

Sedangkan fenomena yang terjadi pada PT. X di Surabaya ini adalah

bahwa masalah komunikasi menjadi hal yang membuat problema tersendiri

bagi para karyawan, berdasarkan hasil observasi bahwa ada salah satu

karyawan yang sering berselisih paham dengan rekan kerjanya di perusahaan

tersebut. Biasanya masalah pribadi yang di bawa-bawa ke urusan pekerjaan

sehingga mengganggu aktivitas di kantor. Terkadang masalah kecil yang di

besar-besarkan. Dan tidak mau bicara satu sama lain secara langsung. Hanya

menyampaikan argumennya lewat anak PKL tersebut. Sehingga anak PKL

yang tidak tahu permasalahannya jadi terkena imbasnya sebagai perantara

antar rekan kerja yang berselisih paham. Karena sifat ke egoism masing-

masing membuat konflik kerja antar karyawan.

Hal demikian membuat jurang kesenjangan antara hubungan para

karyawan di dalam suatu perusahaan menjadi semakin lebar, dan dampaknya

ketika adanya suatu perbedaan yang kecil bisa membuat konflik yang besar

karena kurangnya berkomunikasi antar pegawai.

Selain itu ketika adanya perbedaan pandangan antar karyawan yang

berbeda membuat iklim didalam suatu perusahaan menjadi kaku, hal ini jika

diteruskan maka akan muncul kesalahpahaman yang menjurus pada konflik

(16)

4

Menurut Wexley dan Yukl (2005) menyatakan konflik adalah suatu

perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan

menunjukkan permusuhan secara terbuka yang akan mengganggu pencapaian

tujuan yang menjadi lawannya.

Konflik dalam sebuah organisasi dapat terjadi karena berbagai sebab,

contohnya adanya komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, ketidakjelasan

struktur atau pekerjaan dan masalah-masalah yang berkaitan dengan

kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu maupun kelompok

yang berbeda (Silaban, 2012).

Menurut Jehn (dalam Alfiah, 2013) ada dua jenis konflik yang terjadi

dalam kelompok yaitu konflik hubungan dan konflik tugas. Konflik hubungan

merupakan ketidaksepahaman atau ketidaksesuaian akibat dibawanya

persoalan-persoalan personal dan sosial yang tidak ada kaitannya dengan

pekerjaan. Artinya konflik dalam hubungan kerja muncul ketika

persoalan-persoalan yang sifatnya pribadi ikut dibawa dalam rutinitas kerja di

perusahaan sehingga mempengaruhi tingkah laku dalam bekerja. Konflik

tugas merupakan suatu kesadaran anggota tim kerja bahwa terdapat

ketidaksesuaian tentang tugas aktual yang dikerjakan dengan tujuan dan

sasaran serta pembagian tugas yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini tentu

memberikan dampak yang kurang baik, terlebih saling ketergantungan

kegiatan kerja merupakan salah satu sumber konflik organisasaional.

Istilah konflik berasal dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti

(17)

konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan.

Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal atau

lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi, 2009).

Menurut Tommy (2010) konflik adalah adanya pertentangan antara

seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan oleh

pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap

serta tergantungan aktivitas kerja.

Konflik banyak dijumpai termasuk didalam organisasi seringkali

terjadi dan kurang cepat diselesaikan, dalam penanganan konflik didalam

organisasi haruslah terselesaikan dengan cepat agar tidak mempengaruhi

pelaku konflik atau orang yang menjadi korban konflik itu sendiri. Alasan

itulah yang menyebabkan organisasi selalu mencari faktor-faktor yang

menyebabkan konflik itu terjadi, penanganan dan pengelolaan yang tepat

dapat meminimalisir timbulnya konflik besar, baik antar individu maupun

antar kelompok.

Suatu permasalahan baik itu individu maupun kelompok, haruslah

dapat penanganan yang cepat agar permasalahan seperti konflik dapat

terselesaikan, walaupun konflik suatu saat bisa timbul kembali. Dalam

menciptakan suasana yang tenang dalam menangani konflik, seorang manajer

harus mengerti langkah dalam menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya

masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Seperti

(18)

6

suatu konflik dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: komunikasi,

struktur dan pribadi.

Sedangkan Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary

Howard & Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima

indikator, diantaranya: (1) tekanan kerja (2) banyaknya tuntutan tugas (3)

kurangnya kebersamaan keluarga (4) sibuk dengan pekerjaan, dan (5) konflik

komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Di era globalisasi, kompetisi dunia usaha semakin ketat. Dalam

kondisi ini, masing-masing perusahaan harus menerapkan strategi dan langkah

efektif dalam menjalankan bisnisnya agar tidak kalah bersaing. Hal ini

dilakukan guna menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Karenanya,

perusahaan harus menempatkan sumber daya manusia sebagai aset bernilai

tinggi yang akan mendorong karyawan menunjukkan kinerja terbaiknya.

Kinerja karyawan akan efektif jika didukung oleh komunikasi efektif, yang

melibatkan unsur pimpinan maupun karyawan. Salah satu bentuk komunikasi

dalam suatu organisasi adalah komunikasi interpersonal (Lubis, 2006).

Dalam suatu organisasi, komunikasi interpersonal adalah komunikasi

yang paling tepat dalam menyelesaikan sebuah konflik karena komunikasi

interpersonal bersifat langsung dan dua arah yang artinya antara komunikator

dan komunikan dapat saling memberikan timbal balik atau feed back secara

langsung. Wexley (dalam Besare, 2014) menyatakan konflik adalah suatu

perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan

(19)

sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Konflik dapat terjadi

antara individu dalam suatu kelompok, antara orang dengan pemimpinnya, di

antara dua department atau lebih dalam satu organisasi, antar personalia staf

dan lini dan antara serikat buruh dengan manajemen. Manajemen konflik yang

baik dan efektif sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan

yang mengalami konflik.

Komunikasi interpersonal merupakan salah satu dari beberapa bentuk

kegiatan komunikasi yang ada dalam organisasi. Komunikasi antar individu

berguna untuk kemajuan organisasi dan menghilangkan hambatan-hambatan

komunikasi dan menduduki peringkat tertinggi sebagai kebutuhan utama

organisai. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa individu menghabiskan

sekitar 75% waktunya untuk melakukan komunikasi interpersonal (Tubbs &

Moss, 2005).

Menurut Nawawi (2010) Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin

“Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran. Istilah

Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang berarti sama.

Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna

mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi kesamaan makna berarti

tidak terjadi komunikasi. Seperti yang dinyatakan Pace (dalam Cangara, 1998)

komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang berlangsung antara

dua orang atau lebih secara tatap muka.

Komunikasi menduduki peranan penting untuk menghindari adanya

(20)

8

karyawan ataupun manusia menjadi produktif. Dalam suatu perusahaan, jika

menginginkan kemajuan salah satu hal yang perlu diciptakan adalah

komunikasi interpersonal yang sehat sehingga dalam bekerja akan merasa

nyaman. Komunikasi interpersonal tidak harus dilakukan dengan ucapan

ataupun sapaan tetapi bahasa tubuh juga akan menjadi komunikasi

interpersonal yang efektif.

Devito (1997) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal bisa

efektif dapat diketahui dari 5 hal berikut ini, yaitu: (1) keterbukaan (openness),

(2) empati (empathy), (3) sikap mendukung (supportiveness), (4) sikap positif

(positiveness), dan (5) kesetaraan (equality).

Menurut Anoraga (1995) jika dalam suatu organisasi tidak

mementingkan komunikasi interpersonal antar karyawannya dan hanya

berpatok pada kerja dan hasil, maka sudah pasti perusahaan tersebut akan

mengalami penurunan produktivitas karena karyawan di dalam perusahaan

tersebut merasa jenuh dan tidak nyaman. Dalam komunikasi interpersonal bisa

dilakukan dengan pengiriman pesan melalui tulisan ataupun melalui face to

face, atau bisa juga dilakukan dengan bahasa tubuh yang mengatakan bahwa

kita peduli dengan antar teman atau karyawan. Selain itu apabila perusahaan

tidak dapat melaksanakan komunikasi yang baik maka semua

rencana-rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran,

motivasi-motivasi dan sebagainya hanya akan tinggal di atas kertas. Dengan kata lain

tanpa adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan

(21)

Penelitian ini mengambil lokasi di PT. X yang terletak di JL. P.

Diponegoro, Surabaya. Dimana didalamnya terdapat kabag, kasubag, beberapa

devisi dan bagian yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan

asuransi. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa asuransi kecelakaan

yang dimana Utama dalam Perlindungan, Prima dalam Perlayanan

Masyarakat, maka dibutuhkan komunikasi interpersonal yang sehat dalam

melakukan tugas atau melayani masyarakat di dalam perusahaan untuk

menghindari adanya konflik kerja pada karyawan. Hal ini dilakukan guna

menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Dengan kata lain tanpa

adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan kacau

balau sehingga tujuan perusahaan kemungkinan tidak akan tercapai.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja

Pada Karyawan PT. X di Surabaya”, studi korelasi pada karyawan PT. X di

Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun

rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik

(22)

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik

kerja pada karyawan PT. X di Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan kontribusi dan hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu

psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi.

b. Untuk memberikan informasi tambahan mengenai konflik kerja yang

berhubungan dengan komunikasi interpersonal.

c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

selanjutnya dalam bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan kepada perusahaan, agar hasil penelitian ini

menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait di dalam

perusahaan terutama dalam meningkatkan hubungan komunikasi

interpersonal pada karyawan. Dengan demikian dapat digunakan dalam

langkah-langkah dan strategi yang tepat dalam hal mengatasi konflik kerja

(23)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Fidyanti (2007) tentang “Hubungan

Efektifitas Komunikasi dengan Konflik Kerja pada Karyawan PT. Rama

Gloria Sakti Tekstil Industri”, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan

sangat signifikan antara efektivitas komunikasi dengan konflik kerja. Dengan

koefisien rxy = -0,849 dan p = 0,000, yang artinya semakin tinggi efektivitas

komunikasi maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan dan sebaliknya

semakin rendah efektivitas komunikasi maka semakin tinggi konflik kerja

pada karyawan. Efektivitas komunikasi memberikan pengaruh sebesar 79,9%

terhadap konflik kerja, sedangkan 20,1% selebihnya dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Sofiana (2007) tentang “Hubungan

Efektifitas Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja pada PT. Bank

Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Cabang Cirebon”, menunjukkan bahwa

ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan

konflik kerja. Pada penelitian ini nilai r sebesar -0,074 dan P sebesar 0,632.

Dari 44 responden terdapat 27 karyawan atau sebanyak 61% mengalami

efektivitas komunikasi yang tinggi dan 17 karyawan atau sebanyak 39%

mengalami efektivitas komunikasi yang rendah. Sedangakan untuk konflik

kerja dari 44 karyawan terdapat 21 karyawan atau sebanyak 48% mengalami

konflik kerja yang tinggi dan 23 karyawan atau sebanyak 52% mengalami

(24)

12

sumbangan efektif sebesar 0,54% terhadap konflik kerja, sedangakan sisanya

99,46% di sebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Afrizal, Musadieq, & Ruhana (2014)

tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

pada Karyawan PT. TASPEN (PERSERO) Cabang Malang”, Penelitian ini

menunjukkan adanya pengaruh signifikansi bahwa konflik kerja memberikan

pengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F-hitung

sebesar 41,986, sedangkan nilai F-tabel sebesar 3,275. Selain itu, secara

parsial diketahui bahwa konflik kerja berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih

besar dari t-tabel -2,772> 2,034 dan nilai koefisien sebesar -0,300.

Penelitian yang dilakukan oleh Iresa, Utami, & Prasetya (2015)

tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Komitmen

Organisasional dan Kinerja Karyawan pada Karyawan PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk Witel Malang”, menggunakan metode penelitian kuantitaif

dengan analisis path.Penelitian ini menunjukkan bahwa konflik kerja

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan

kinerja karyawan.

Disisi lain, terdapat dua penelitian yang menunjukkan bahwa

komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kinerja karyawan yaitu oleh

Usman (2013) tentang “Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja

Pegawai pada Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Palembang”, menunjukkan

(25)

kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel

6,370 > 2,045.

Penelitian lainnya yaitu oleh Marjianto. (2015) tentang “Pengaruh

Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama

Budha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah”, hasil dari

penelitian ini adalah komunikasi interpersonal berpengaruh pada kinerja

pegawai dengan t-hitung lebih besar dari t-tabel 14,925 > 1,672.

Kesimpulannya, bahwa komunikasi interpersonal mempengaruhi kinerja

pegawai sebesar 79,9%. Variabel komunikasi interpersonal ini memiliki

pengaruh kuat terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat dipahami karena

komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi berdasar karakteristik

pegawai yang notabene berbeda latar belakang (pendidikan ataupun sosial)

mempengaruhi kinerja masing-masing individu dan berdampak pada kualitas

kinerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukendar (2014) tentang “Komunikasi

Interpersonal Dalam Pembelajaran Nilai Keberagaman Dalam Pembentukan

Karakter Anak Di Labschool Rumah Citta”, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa komunikasi interpersonal dilakukan dengan pola satu arah, dua arah

dan multi arah, dan dilakukan dengan efektif sesuai faktor keterbukaan

(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness) sikap positif

(positiveness) dan kesetaraan (equality).

Penelitian yang dilakukan oleh Besare & Martinus (2014) mengenai

(26)

14

Antarpribadi pada Karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura

Offshore, Jakarta”, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan antar

variabel komunikasi interpersonal dengan variabel penyelesaian konflik

antarpribadi memiliki hubungan yang kuat, yakni 0,842. Jadi terdapat

hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan penyelesaian konflik

antarpribadi pada karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura

Offshore, Jakarta, dengan H : 2,154 > 1,987, maka Ho ditolak dan Ha

diterima.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Dewi & Handayani (2013)

tentang “Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal ditempat Kerja

Ditinjau dari Persepsi terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe

Kepribadian Ekstrovert”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dan tipe

kepribadian ekstrovert dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal di

tempat kerja. Hipotesis Minor dalam penelitian ini adalah 1) Ada hubungan

yang positif antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dengan

kemampuan mengelola konflik interpersonal di tempat kerja, 2) Ada

hubungan yang positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan kemampuan

mengelola konflik interpersonal di tempat kerja. Uji hipotesis mayor

menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor, diperolah hasil ry (1-2) =

0,639 dengan p = 0,000 (p<0,01). Uji hipotesis minor pertama menggunakan

teknik korelasi parsial dengan mengendalikan variabel tipe kepribadian

(27)

hipotesis minor kedua menggunakan teknik korelasi parsial dengan

mengendalikan variabel persepsi terhadap komunikasi interpersonal, diperoleh

hasil ry2-1 = -0, 069 dengan p = 0,605 (p>0,05).

Dari penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu di atas, maka

pada penelitian yang akan dilakukan kali ini memiliki perbedaan dengan

penelitian sebelumnya karena pada penelitian kali ini subjek yang diambil

adalah karyawan pada salah satu perusahaan perasuransian dibidang jasa di

wilayah Surabaya. Dengan menggunakan satu variabel bebas, setting

penelitian serta subjek yang berbeda menjadikan penelitian ini tidak sama

dengan penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu. Hal ini untuk

membuktikan bahwa penelitian ini bukan merupakan penelitian replikasi atau

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konflik Kerja

1. Pengertian Konflik Kerja

Dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia kerja tidak akan

terlepas dengan yang namanya konflik. Konflik biasanya timbul dalam

kerja sebagai hasil adanya masalah komunikasi, hubungan pribadi atau

struktur organisasi. Ketidaksesuaian antara dua lebih anggota atau

kelompok organisasi yang timbul adanya kenyataan bahwa mereka punya

perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.

Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda,

demikian juga para ahli dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang

sama, karena sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal

dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti sama dengan figen berarti

penyerangan (Hartatik, 2005). Dalam kamus besar bahasa indonesia,

konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan.

Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal

atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi,

2009).

Banyak pengertian tentang konflik yang dapat diberikan oleh para

ahli untuk merumuskan suatu teori tentang konflik itu sendiri. Menurut

(29)

dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional

process). Artinya, konflik adalah bagian dari sebuah proses interaksi sosial

yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi

kebudayaan, dan perilaku.

Gibson (1985) menyatakan bahwa konflik kerja merupakan

pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang

disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Pendapat senada

dikemukakan oleh Tommy (2010) bahwa konflik kerja adalah

pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan

kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi,

perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.

Luthans (1985) mendefinisikan konflik kerja sebagai kondisi

dimana terjadi ketidakcocokan antar nilai dan tujuan yang ingin dicapai,

baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan

dengan orang lain.

Konflik kerja menurut Stoner (1985) adalah perbedaan pendapat

antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus

membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai

status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda.

Adapun menurut Sunardi (dalam Tommy, 2010) konflik kerja

adalah bentuk pertentangan yang terjadi dalam organisasi yang disebabkan

oleh perbedaan tujuan, kesalahan komunikasi, ketergantunagn aktivitas

(30)

18

Sedangkan menurut Mangkunegara (2000) konflik kerja adalah

pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang

terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari apa yang

diharapkan.

Kemudian Hardjana (dalam Wahyudi, 2011) menyatakan bahwa

konflik kerja adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua

kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya

sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Sementara itu Handoko (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan

bahwa konflik kerja adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih anggota

atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan

bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas

atau kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai

perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa konflik kerja merupakan pertentangan antara individu,

antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan adanya

ketidakcocokan suatu kondisi yang dialami oleh pegawai karena adanya

hambatan komunikasi, perbedaan tujuan, status, sikap, penilaian, atau

(31)

2. Indikator Konflik Kerja

Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary Howard

& Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima indikator,

diantaranya:

a. Tekanan kerja.

b. Banyaknya tuntutan tugas.

c. Kurangnya kebersamaan keluarga.

d. Sibuk dengan pekerjaan, dan

e. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

3. Ciri-ciri Konflik Kerja

Dalam organisasi yang sedang mengalami konflik dalam

aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri, sebagaimana dikemukakan oleh

Wahyudi (dalam Nawawi, 2010), sebagai berikut:

a) Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau

kelompok.

b) Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya

perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.

c) Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun

kelompok.

d) Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain

untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya

(32)

20

e) Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya

kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan

organisasi.

4. Jenis-jenis Konflik Kerja

Jenis-jenis konflik dapat dibagi atau dibedakan dalam beberapa

perspektif (Nimran, 1997), yaitu:

a. Konflik Intra Individu

Yaitu konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan

dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspetasi dari luar

yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. Contoh: A sebagai

seorang pejabat perusahaan disuruh oleh atasannya menjamu tamu

perusahaan ke diskotik untuk minum-minum, padahal ia amat religius

dan tak pernah mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti diskotik.

b. Konflik Antar Individu

Yaitu konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam

satu kelompok ataupun antara individu yang berada dikelompok yang

berbeda. Contoh: Konflik antara X dan Y yang kebetulan bekerja pada

bagian yang sama di sebuah perusahaan.

c. Konflik Antar Kelompok

Yaitu konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok

(33)

dan kelompok kerja B di dalam bagian yang sama, atau antara

kelompok yang berbeda pada bagian yang berbeda.

d. Konflik Organisasi

Yaitu konflik yang terjadi antara unit-unit organisasi yang

dapat bersifat struktural dan fungsional. Contoh yang klasik adalah

konflik antara fungsi staf dan fungsi lini, konflik antara bagian

produksi dan bagian pemasaran, atau konflik antara atasan dengan

bawahan.

Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) membedakan konflik

menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Konflik dalam diri individu

Terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian

tentang pekerjaan, yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila

berbagai pekerja saling bertentangan, atau bila individu diharapkan

untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

b. Konflik antar individu dalam organisasi

Dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering dilakukan

oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari

konflik antar peranan (seperti antar manager dengan bawahan)

c. Konflik antar individu dengan kelompok

Yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan

(34)

22

Sebagai contoh individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh

kelompok kerja karena melanggar norma kelompok.

d. Konflik antar kelompok

Karena terjadi pertentangan antar kelompok.

e. Konflik antar organisasi

Yang timbul sebagai akibat persaingan kelompok ekonomi

dalam sistem perekonomian suatu Negara. Konflik ini telah mengarah

timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga lebih

rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

5. Sebab-sebab Konflik Kerja

Kartono (1994) menyatakan sumber atau sebab-sebab konflik

dalam organisasi dan manajemen bisa dibagi dalam 3 kategori pokok

yaitu:

a. Faktor Komunikasi

Disebabkan oleh besarnya perusahaan atau organisasi yang

secara implisit membawa kesulitan komunikasi yang dapat

menimbulkan konflik antara lain:

1) Bermacam-macam unit kerja tidak dapat berkomunikasi dengan

baik.

2) Konflik yang distimulir oleh salah paham dan tidak adanya usaha

(35)

3) Ketidaklancaran komunikasi antara manajer dengan karyawan

mengakibatkan timbulnya emosi-emosi yang ambisius, rasa tidak

pasti, tidak aman, dan tidak memahami tujuan secara jelas. Semua

hal tersebut memudahkan timbulnya konflik.

4) Relasi yang sangat formal dan non pribadi memudahkan timbulnya

konflik dalam batin individu sendiri dan konflik antar unit.

5) Komunikasi yang tidak baik antara atasan dengan bawahan

menimbulakn banyak prasangka, kecemasan dan ketegangan batin,

karena buruh dan karyawan serta bawahan sangat bergantung pada

penilaian atasan.

6) Ketidaklancaran komunikasi menyebabkan timbulnya rasa

terisolasi dengan dunia kerja. Hal ini banyak menimbulkan

ketegangan batin, kecemasan dan ketakutan sehingga orang terlalu

peka dan mudah berkonflik dengan orang lain.

7) Komunikasi yang tidak lancar menyebabkan kesalahpahaman,

yang tidak bisa didialogkan, atau dikomunikasikan dan dipecahkan

bersama.

b. Faktor Struktur Organisasi

Konflik banyak terjadi diperusahaan dan lembaga-lembaga

yang besar dalam struktur organisasi yang luas. Intensitas dan

keseriusan konflik bisa diperkuat oleh variabel-variabel dibawah ini:

1) Sistem birokrasi dan overbirokrasi

(36)

24

3) Supervisi yang terlalu ketat

4) Sistem hadiah yang tidak merata

5) Limitasi sumber energi

6) Spesialisasi teknis kontra kekuasaan formal

7) Struktur organisasi yang piramida, semakin mengkrucut ke atas

dengan manajer eselon atas semakin sedikit

c. Faktor Tingkah Laku Pribadi

Jika struktur organisasi merupakan suatu variabel yang bisa

dikontrol, maka tingkah laku pribadi itu tidak mudah atau tidak bisa

dikontrol. Faktor tingkah laku mencakup:

1) Pribadi pemimpin meliputi:

a) Pemimpin yang otoriter adalah pemimpin yang selalu bertindak

menurut dirinya dan tidak mempedulikan pendapat orang lain.

b) Pemimpin yang neurotis adalah pemimipin yang selalu

bimbang atau takut dalam pengambilan keputusan.

2) Kepuasan dan apresiasi terhadap status sendiri, jika seseorang tidak

bisa mengandalkan apresiasi dan merasa tidak puas dengan status

sendiri, dalam hal ini menjadi konflik yang terbuka dan konflik

batin.

3) Tujuan yang ingin dicapai oleh beberapa individu dari kelompok

(37)

Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) juga menyimpulkan

bahwa konflik dalam organisasi timbul dikarenakan adanya

masalah-masalah dalam komunikasi, hubungan pribadi, dan struktur organisasi.

6. Proses Konflik

Apabila ditelusuri asal mulanya terjadinya konflik (antecedents of

conflict) merupakan kondisi-kondisi yang menyebabkan atau mendahului

suatu peristiwa konflik. Peristiwa yang dapat mengawali munculnya

konflik adalah adanya kekecewaan (frustation). Kekecewaan tidak selalu

diungkapkan secara terbuka dan biasanya gejala-gejala akan terjadinya

konflik tidak dapat dilihat masing-masing individu ataupun kelompok

berusaha menahan diri dan tidak bersifat reaktif.

Pada tahap berikutnya, kedua belah pihak merasakan adanya

konflik (perceived conflict). Ditempat kerja tercipta suasana persaingan,

tiap kelompok cenderung untuk saling mengungguli dan bahkan berusaha

mengalahkan kelompok lain. Keterbatasan sumber daya organisasi; dana,

peralatan, fasilitas kerja, informasi, tenaga dan waktu kerja menyebabkan

individu atau kelompok saling berebut.

Perilaku yang nampak (manifest behavior), pada situasi kerja

sudah nampak peristiwa konflik. Individu ataupun kelompok menanggapi

dan mengambil tindakan, bentuknya dapat secara lisan, saling

(38)

26

perbuatan berupa persaingan, permusuhan atau bahkan dapat mengganggu

kelompok lain sehingga mengancam kelangsungan organisasi.

Pengelolaan konflik (conflict resolution), pimpinan (manajer)

bertanggung jawab terhadap pengelolaan konflik di dalam organisasi.

Realitas menunjukkan bahwa konflik selalu hadir pada setiap organisasi

dan keberadaan konflik tidak dapat dihindarkan. Tugas pimpinan adalah

mengarahkan dan mengelola konflik agar tetap produktif, meningkatkan

kreativitas individu guna menjaga kelangsungan organisasi.

Dampak konflik (conflict effect conflict impact), konflik yang tidak

dapat dikelola secara baik menyebabkan kedua belah pihak yang terlibat

dalam konflik menjadi tidak harmonis dalam hubungan kerja, kurang

termotivasi dalam bekerja, dan berakibat pada menurunnya produktivitas

kerja. Bila konflik dapat dikelola secara baik, suasana kerja menjadi

dinamis, setiap anggota lebih kritis (critical) terhadap perkembangan

organisasi, setiap kelompok berusaha melakukan pekerjaan yang terbaik

untuk kepentingan bersama (organisasi) (Nawawi, 2010).

Seperti dikatakan diatas bahwa konflik adalah proses yang

dinamis. Maksudnya, di dalam konflik terdapat urutan waktu dan

serangkaian peristiwa. Salah satu cara untuk memahami konflik sebagai

suatu proses, adalah dengan memakai model yang diajukan oleh Pondy

(dalam Nimran, 1997) yaitu conflict episode (episode konflik). Di dalam

(39)

1) Latent conflict

Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab

terjadinya konflik didalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi

ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang

terbatas, konfik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi,

dan perbedaan tujuan diantara anggota organisasi.

2) Perceived conflict

Yaitu tahap dimana salah satu pihak memandang bahwa pihak

lain seperti akan menghambat atau mengancam pencapaian tujuannya.

Keadaan ini bisa timbul dari salah pengertian atau kurang pengertian,

dan tidak selalu berasal dari latent conflict. Sebab beberapa latent

conflict ada yang tidak sampai dipersepsikan menjadi konflik.

3) Felt conflict

Yaitu tahap dimana konflik tidak hanya sekedar dipandang atau

dianggap ada, tetapi sudah benar-benar dirasakan dan dikenali

keberadaannya.

4) Manifest conflict

Yaitu tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukan

sebagai pertanda adanya konflik, misalnya sabotase, agresi terbuka,

konfrotasi, rendahnya kinerja, dan sebagainya.

5) Conflict resolution

Adalah tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau

(40)

28

menghindari terjadinya sampai pada menghadapi konflik itu dalam

usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlihat

mencapai tujuannya.

6) Conflict aftermath

Tahap ini mewakili kondisi yang dihasilkan oleh proses

sebelumnya (penyelesaian konflik). Jika konflik benar-benar telah

terselesaikan, maka hal itu akan meningkatkan hubungan di antara para

anggota organisasi, dan jika penyelesaiannya tidak tepat, hal tersebut

akan dapat jadi pemicu bagi timbulnya konflik baru.

Sedangkan proses konflik menurut Robbins (dalam Nawawi,

2010), adalah sebagai berikut:

a) Fase pertama oposisi potensi atau ketidaksesuaian

Ada tiga faktor yang dapat dianggap sebagai sebab atau sumber

konflik, yaitu komunikasi, struktur, dan variable pribadi.

b) Fase kedua pengenalan dan personality

Pada fase ini yang penting adalah isu-isu konflik cenderung

mulai ditetapkan. Disisi lain merupakan saat proses dan isi konflik

mulai ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal penting lainnya

emosi memegang peran penting dalam menentukan konflik misalnya

isu negatif tentang pengurangan kepercayaan isu negatif dari perilaku

(41)

c) Fase ketiga Intensi

Keputusan untuk bertindak dengan cara yang telah ditetapkan

dalam episode konflik yang sedang dihadapi. Beberapa usaha untuk

mengidentifikasi beberapa itensi untuk konflik adalah kompetensi,

kolaborasi, menghindari, akomodasi dan kompromi.

d) Fase keempat Perilaku

Fase perilaku ini termasuk pernyataan-pernyataan,

tindakan-tindakan dan reaksi yang ditimbulkan oleh pihak yang sedang konflik.

Perilaku ini biasa merupakan usaha nyata untuk mengimplementasi

intensi-intensi dari setiap pihak.

e) Fase kelima Hasil

Hasil konflik yang terjadi antara yang terlibat bisa fungsional.

Konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok. Namun

konflik juga bersifat disfungsional yang sebaliknya justru menghalangi

dan menurunnya kinerja kelompok.

7. Strategi Manajemen Konflik Kerja

Bila dalam suatu perusahaan terdapat konflik kerja yang berlebihan

(overleaping problem) maka akan menyebabkan perpecahan dalam

organisasi tersebut sehingga tidak dapat digerakan, serta tidak dapat

melakukan tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi tantangan

(42)

30

Oleh karena itu, diperlukan sebuah managemen konflik kerja guna

memecahkan konflik kerja tersebut, managemen konflik kerja dapat

dilakukan sebagai berikut:

a. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Konflik kerja diubah menjadi situasi dimana yang sedang

berselisih bersama-sama berusaha mencari penyelesaian bagi masalah

yang timbul. Hal ini dapat dilaksanakan melalui teknik pemecah

masalah, dari pada menumpas konflik kerja atau berusaha mencapai

kompromi, pihak-pihak yang bersengketa secara terbuka berusaha

mencari penyelesaian yang dapat diterima bersama.

b. Menyatukan Tujuan

Melibatkan upaya penyusunan seperangkat tujuan dan sasaran

yang sama. Tujuan dan sasaran ini tidak dapat dicapai tanpa kerja sama

kelompok yang mengalami konflik kerja.

c. Perluasan Sumber (Expansion of Resources)

Perluasan sumber merupakan teknik yang berhasil untuk

menanggulangi konflik kerja dalam banyak hal, karena teknik ini dapat

memuaskan semua orang. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak

dapat diperluas dengan mudah.

d. Menghindari Konflik Kerja (Avoidence)

Berpura-pura tidak mengetahui adanya konflik kerja

merupakan suatu bentuk penghindaran yang sering dijumpai. Bentuk

(43)

mendiamkannya dan berulang kali menunda untuk mengambil

tindakan sampai dapat diperoleh lebih banyak informasi.

e. Melicinkan Konflik Kerja

Menekankan kepentingan bersama dari kelompok yang konflik

kerja dan mengabaikan perbedaan mereka. Keyakinan yang mendasari

teknik ini adalah bahwa dengan menekan sudut pandang yang sama

atas masalah-masalah tertentu memudahkan jalan menuju satu tujuan

yang sama.

f. Kompromi (Compromise)

Dengan kompromi, tidak ada pemenang atau yang kalah dan

keputusan yang dicapai dapat dibagi secara merata. Kompromi dapat

juga melibatkan campur tangan pihak ketiga.

g. Perintah dari Wewenang (Authoritative Commands)

Penggunaan wewenang merupakan metode yang paling tua dan

sering digunakan untuk meyelesaikan konflik kerja. Dengan

menggunakan metode ini, managemen dengan mudah dapat

memecahkan konflik kerja tersebut menurut yang dianggapnya cocok

dan mengkomunikasi keinginannya.

h. Mengubah Struktural Individual dan Struktur Organisasi

Mengubah struktural individu melibatkan usaha perubahan

perilaku anggota yang terlibat. Metode ini memusatkan perhatian atas

sebab atau sebab-sebab konflik kerja dan atas sikap orang-orang yang

(44)

32

B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, para pelaku yang berada

di dalam perusahaan akan saling berkaitan dan terlibat secara intensif

dengan komunikasi. Semua pihak memerlukan informasi dalam

aktifitasnya karena untuk menentukan kelangsungan hidup perusahaan.

Secara etimologis Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin

“Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran.

Istilah Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang

berarti sama. Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat

kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi

kesamaan makna berarti tidak terjadi komunikasi (Nawawi, 2010).

Ada beberapa definisi mengenai komunikasi menurut para ahli,

diantaranya:

Menurut Robbins (2002) mengemukakan alasan pentingnya

komunikasi di tempat kerja dimana komunikasi yang berlangsung secara

tatap muka, terus terang dan terbuka antara atasan dengan bawahan dan

sebaliknya, sehingga baik karyawan maupun pimpinan saling memahami

kebutuhan dan keprihatinan masing-masing sehingga tercipta suatu

kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan bersama.

Menurut Dunham (1984) dan Davis & Nwestroms (1989) (dalam

Nawawi, 2010) mengemukakan komunikasi adalah pemindahan informasi

(45)

Everett M. Rogers (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa

komunikasi adalah proses yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang

dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah

perilaku.

Komunikasi diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada

kaitannya dengan hubungan kemanusiaan. Carl I Hovland (dalam Nawawi,

2010) mengemukakan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang

memindahkan perasaan yang biasanya berupa lambang, kata-kata untuk

merubah tingkah laku orang lain. Dengan demikian, jika ada dua orang

atau lebih bertemu dan saling hubungan, maka mereka akan berbicara atau

memberikan tanda-tanda untuk mengetahui kehadiran orang lain.

Edward Depari (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa komunikasi

adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh

penyampai pesan ditunjukan kepada penerima pesan.

Berdasarkan definisi tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan

bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan yang dalam suatu konteks tertentu,

mempunyai pengaruh tertentu, menciptakan dan mengatur realitas sosial

serta adanya kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi akan

efektif apabila makna pesan yang diterima komunikan sama dengan makna

yang diharapkan oleh komunikator. Sebaliknya komunikasi dikatakan

(46)

34

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Dalam suatu organisasi ataupun kelompok, yang dapat

menghidupkan suasana adalah komunikasi, demikian juga dalam

perusahaan atau dunia kerja, karyawan akan menjadi nyaman apabila

komunikasi di tempat kerja nyaman dan efektif, dari situlah dengan

terbentuknya komunikasi yang efektif dan nyaman, karyawan di

perusahaan tersebut akan menjadi produktif karena didukung oleh suasana

kerja yang nyaman dengan adanya komunikasi interpersonal yang

mendukung. Secara luas komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai

“process of meaningful interaction among human being”, atau proses

saling mempengaruhi yang penting antar sesama manusia.

Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) disebut

juga dengan komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata

Interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti antara atau

antar, dan personal berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi

interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,

yang memungkinkan setiap peserta mengangkap reaksi yang lain secara

langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Enjang, 2009).

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah proses interaksi

antara komunikator dan komunikan, yang mana di anggap sebagai alat

yang efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang.

Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi

(47)

saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya

positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator

dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya

seluas-luasnya (Wiryanto, 2004)

Menurut Liliweri (1997) komunikasi interpersonal merupakan

kegiatan komunikator dengan komunikan yang mempertukarkan dan

memberikan makna yang sama atas informasi untuk suatu tujuan tertentu,

melalui media, metode, teknik atau cara-cara yang telah ditetapkan.

Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini adalah proses

komunikasi yang berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap

muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (dalam Cangara, 1998)

bahwa “interpersonal communication is communication involving two or

more people in a face to face setting”. (Komunikasi interpersonal adalah

komunikasi yang menyertakan dua orang atau lebih dalam tatanan

komunikasi secara tatap muka).

Everett M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) mengartikan bahwa

komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang

terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Mulyana (2005) menyatakan komunikasi antar pribadi

(interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang

secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap

reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal

(48)

36

kedekatan antara pihak-pihak yang berkomunikasi dalam komunikasi

interpersonal yang terbentuk.

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi interpersonal dari

para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah

komunikasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih dimana terjadi

kontak langsung dalam bentuk percakapan, pesan-pesan, ataupun gerakan

tubuh. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka.

3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Pratikto (1987) dikatakan

efektif bila pesan yang dikirimkan mengenai sasaran atau mencapai tujuan

sesuai dengan maksud si pembicara. Jadi, dalam komunikasi interpersonal

apabila tujuan untuk mengubah pendapat, sikap dan tingkah laku

komunikan dapat tercapai, maka komunikasi interpersonal itu efektif.

Devito (1997) mengemukakan tentang efektivitas komunikasi

interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan

yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung

(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

a. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari

komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang

efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini

(49)

riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak

membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk

membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek

keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator

untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang

diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta

percakapan yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi

secara terbuka terhadap apa yang diucapkan. Tidak ada yang lebih

buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih

menyenangkan. Seseorang memperlihatkan keterbukaan dengan cara

bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut

“kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini

adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang seseorang

lontarkan adalah memang miliknya dan orang tersebut bertanggung

jawab atasnya.

b. Empati (empathy)

Mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk

„mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat

tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain

itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau

merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu

(50)

38

merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang

empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,

perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk

masa mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan empati baik

secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat

mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan

aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang

sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh

yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau

belaian yang sepantasnya.

c. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana

terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka

dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak

mendukung. Seseorang memperlihatkan sikap mendukung dengan

bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik,

dan (3) profesional, bukan sangat yakin.

d. Sikap positif (positiveness)

Setiap individu mengkomunikasikan sikap positif dalam

komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan

sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi

teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua

(51)

interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri

mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada

umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah

seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik,

atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang

benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,

komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara.

Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak

sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak

mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu

hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,

ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami

perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk

menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita

menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan

nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau

menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta seseorang untuk

(52)

40

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Menurut Alo Liliweri (dalam Wiryanto, 2004) ada beberapa

ciri-ciri atau karakteristik untuk mengenali komunikasi interpersonal, yaitu:

a. Bersifat spontan.

b. Tidak mempunyai struktur.

c. Terjadi secara kebetulan.

d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan.

e. Identitas keanggotaanya tidak jelas.

f. Dapat terjadi hanya sambil lalu saja.

Menurut M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) ciri-ciri komunikasi

interpersonal adalah sebagai berikut:

a. Arus pesan yang cenderung dua arah.

b. Konteks komunikasinya dua arah.

c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi.

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas, terutama selective

exposure yang tinggi.

e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat.

f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

Sementara itu Judy C. Pearson (dalam Aw, 2011) menyebutkan

enam karakteristik komunikasi interpersonal, yaitu:

a. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya

bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian

(53)

b. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional. Ciri komunikasi

seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal

bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan

berkelanjutan.

c. Komunikasi interpersonal menyangkut isi pesan dan hubungan

antarpribadi. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi interpersonal

tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga kadar

hubungan antar individu.

d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara

pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi

interpersonal akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang

berkomunikasi itu saling bertatap muka.

e. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang

berkomunikasi saling tergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini

mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah

emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara

pihak-pihak yang berkomunikasi.

f. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya

ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang

lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena

sudah terlanjur diterima oleh komunikan. Ibaratnya seperti anak panah

yang sudah terlepas dari busurnya, sudah tidak dapat ditarik lagi.

(54)

42

tersebut dapat meminta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti

menghapus apa yang pernah diucapkan.

5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Secara teoritis komunikasi antarpribadi di klasifikasikan menjadi

dua jenis (Effendy, 2003) menurut sifatnya sebagai berikut :

a. Komunikasi Diadik (Dyadic Communications)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang

berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang

meyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima

pesan, oleh karena itu, pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog

yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan

perhatiannya kepada diri komunikan seorang itu.

b. Komunikasi Triadik (Tryadic Communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang

pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua

orang komunikan.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka

komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan

perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai

frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang

berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif

(55)

6. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha

meningkatkan hubungan insane (human relations). Menghindari dan

mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu,

serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan

kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup

bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam

hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi

interpersonal, juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik,

sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik diantara kita,

apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara,

1998).

7. Proses Komunikasi Interpersonal

Dalam proses komunikasi antarpribadi atau komunikasi

interpersonal arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar,

artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi

komunikator dan komunikan. Karena dalam komunikasi antarpribadi efek

atau umpan balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui

komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat

Gambar

Gambar 4 :Grafik Normal Probability Plot Uji Normalitas .................................
Gambar 1. Bagan Proses Komunikasi Interpersonal Secara Umum
Gambar 2. Bagan konseptual teori
  Tabel 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

peubahnya tidak memuat eksponensial, trigonometri  (seperti  sin ,  cos

Provinsi Sulawesi Tenggara adalah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

In the diagram, four equal circles fit perfectly inside a square; their centres are the vertices of the smaller square.. The area of the smaller square

[r]

Biaya yang dikeluarkan dari pelaksana kegiatan ini dibebankan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT

Cara siswa Tunanetra SMA-LB Wiyata Guna Bandung Belajar Piano di Luar Mata Pelajaran Piano

Church (1976) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan erat kaitannya dengan konsumsi pakan. Konsumsi pakan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) jenis pakan segar

Berdasarkan hasil jawaban dari direktur, manager, inventori, pemasaran dan administrasi terhadap pertanyaan yang diajukan pada pengujian beta, maka dapat ditarik kesimpulan