Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
Olif Fitri Susmia Sari B07212025
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan PT. X di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala konflik kerja dan skala komunikasi interpersonal. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan dalam PT. X di Surabaya berjumlah 32 karyawan. Subyek dari penelitian ini berjumlah < 100 sehingga penelitian ini tidak mengambil sampel namun meneliti populasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Analisis data menggunakan teknik korelasi Product Moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan dengan nilai korelasi p = 0.000 dan r = -0.569, yang artinya semakin tinggi komunikasi interpersonal maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan.
correlation research that using work conflict scale and interpersonal communication scale as collecting data technique. The research is research population. Population in this research is all employees in PT. X in Surabaya that there are 32 employees. The subject of this research is less than 100, so that this research does not take a sample but researching population. Collection data technique in this research uses questionnaire. Data analysis technique uses correlation of product moment. The results of this research show that there is negative relations between interpersonal communication with work conflict on an employee with correlation value p = 0.000 and r = -0.569. It means the higher communication interpersonal the lower work conflict on employee.
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian ... 11
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Konflik Kerja ... 16
1. Pengertian Konflik Kerja ... 16
2. Indikator Konflik Kerja ... 19
3. Ciri-ciri Konflik Kerja... 19
4. Jenis-jenis Konflik Kerja... 20
5. Sebab-sebab Konflik Kerja ... 22
6. Proses Konflik ... 25
7. Strategi Manajemen Konflik Kerja ... 29
B. Komunikasi Interpersonal ... 32
1. Pengertian Komunikasi ... 32
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 34
3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 36
4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 40
5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal ... 42
6. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 43
7. Proses Komunikasi Interpersonal ... 43
C. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja... 47
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Definisi Operasional ... 54
1. Variabel Penelitian ... 54
2. Definisi Operasional... 54
B. Populasi dan Sampel ... 55
1. Populasi ... 55
2. Sampel ... 55
C. Teknik Pengumpulan Data ... 56
D. Validitas dan Reliabilitas Data ... 61
1. Validitas ... 61
2. Realibilitas Data ... 66
E. Analisis Data ... 67
BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 71
B. Deskripsi dan Reabilitas Data ... 74
1. Deskripsi Data ... 74
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
DAFTAR TABEL
Tabel 1 :Penilaian Pertanyaan Favorable dan Unfavorable ... 57
Tabel 2 :Blue Print Uji Coba Skala Konflik Kerja ... 59
Tabel 3 :Blue Print Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 60
Tabel 4:Validitas Skala Konflik Kerja ... 62
Tabel 5 :Validitas Skala Komunikasi Interpersonal ... 63
Tabel 6 :Blue Print Skala Konflik Kerja Setelah Uji Coba ... 64
Tabel 7:Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal Setelah Uji Coba ... 65
Tabel 8 :Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 66
Tabel 9 :Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72
Tabel 10 :Responden Berdasarkan Status ... 72
Tabel 11 :Responden Berdasarkan Usia ... 73
Tabel 12 :Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 73
Tabel 13 :Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 74
Tabel 14 :Hasil Uji Deskriptif Statistik ... 75
Tabel 15 :Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 76
Tabel 16 :Deskripsi Data Berdasarkan Status ... 76
Tabel 17 :Deskripsi Data Berdasarkan Usia ... 77
Tabel 18 :Deskripsi Data Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden ... 78
Tabel 19 :Deskripsi Data Berdasarkan Lama Bekerja Responden ... 79
Tabel 20 :Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 81
Tabel 21 :Hasil Uji Normalitas ... 83
Tabel 22 :Hasil Uji Linieritas ... 84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 :Bagan Proses Komunikasi Interpersonal Secara Umum ... 44
Gambar 2 :Bagan Konseptual Teori ... 53
Gambar 3 :Grafik Histogram Uji Normalitas ... 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :Instrumen Uji Coba ... 99
Lampiran 2 :Data Mentah Uji Coba Konflik Kerja ... 103
Lampiran 3 :Data Scoring Uji Coba Konflik Kerja ... 105
Lampiran 4 :Data Mentah Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 107
Lampiran 5 :Data Scoring Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 109
Lampiran 6 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Konflik Kerja.... ... 111
Lampiran 7 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Konflik Kerja . ... 113
Lampiran 8 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 115
Lampiran 9 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 117
Lampiran 10 :Instrumen Valid ... 119
Lampiran 11 :Data Mentah Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 122
Lampiran 12 :Data Scoring Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 124
Lampiran 13 :Data Mentah Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 126
Lampiran 14 :Data Scoring Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 128
Lampiran 15 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Konflik Kerja ... 130
Lampiran 16 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Konflik Kerja ... 132
Lampiran 17 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 134
Lampiran 18 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 136
Lampiran 19 :Uji Prasyarat ... 138 Lampiran 20 :Lembar Bimbingan
Lampiran 21 :Surat Permohonan Izin Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi perekonomian membawa tantangan baru bagi organisasi
untuk tetap bertahan hidup dalam persaingan yang makin kompetitif.
Organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis dituntut untuk memiliki SDM
yang kompeten yang mampu menjalankan dan menyelesaikan tugas dan
kewajibannya secara lebih baik. Individu harus terlatih secara aktif
bertanggungjawab atas perilaku mereka, mengembangkan dan saling berbagi
informasi tentang pekerjaan. Pemberdayaan karyawan akan sangat
menentukan kesuksesan organisasi. Organisasi harus menyadari bahwa makin
kompetitifnya lingkungan bisnis mereka, memerlukan pembelajaran yang
lebih efektif, pemberdayaan karyawan, dan komitmen yang lebih besar dari
setiap orang yang terlibat dalam organisasi (Nurrohim, 2009).
Organisasi sebagai tempat berkumpulnya individu yang memiliki visi,
misi, dan tujuan yang sama, namun berasal dari latar belakang yang berbeda.
Interaksi antara individu satu dengan individu yang lain dapat menyebabkan
perbedaan-perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan,
kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat (Alfiah, 2013).
Konflik dalam perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak,
yang merintangi hubungan individu dengan kelompok atau kelompok yang
2
yang berbeda, sering berpotensi terjadinya pergesekan, sakit hati, dan lain-lain
(Afrizal, 2014).
Seperti halnya fenomena yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo,
kondisi buruh di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo saat ini sedang mengalami
penindasan terjadi karena perusahaan mulai memperkerjakan tenaga buruh
harian untuk melakukan aktivitas produksinya. Tindakan inilah yang
kemudian memunculkan bibit konflik antara perusahaan dengan para buruh.
Buruh yang bekerja di perusahaan tersebut mau tidak mau harus menerima
kebijakan perusahaan karena posisi mereka yang lemah. Konflik antara
perusahaan dan para buruh yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia tidak hanya terjadi
kali ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2012 juga pernah terjadi konflik antara
perusahaan dengan buruh yang disebabkan oleh adanya pemutusan hak kerja
(PHK) secara sepihak yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Sebagai reaksi atas pemutusan secara sepihak tersebut, para buruh
kemudian melakukan demo untuk menuntut hak kerja mereka. Pasca
terjadinya demo tersebut, perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan dari para
buruh yang telah di PHK, total buruh yang di PHK oleh Tjiwi Kimia pada saat
itu berjumlah sebanyak 72 buruh terhitung sejak bulan februari hingga maret
2014 (http://news.detik.com/surabaya diakses 17 mei 2016).
Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa mengelola konflik kerja sangat
diperlukan di suatu organisasi atau perusahaan. Kegagalan membangun
komunikasi yang harmonis dalam perusahaan akan menimbulkan kegagalan
mempunyai rasa yang tidak nyaman dengan sesama rekan kerjanya, maka
akan menimbulkan konflik kerja, sehingga mengabaikan tujuan yang
diharapkan bersama.
Sedangkan fenomena yang terjadi pada PT. X di Surabaya ini adalah
bahwa masalah komunikasi menjadi hal yang membuat problema tersendiri
bagi para karyawan, berdasarkan hasil observasi bahwa ada salah satu
karyawan yang sering berselisih paham dengan rekan kerjanya di perusahaan
tersebut. Biasanya masalah pribadi yang di bawa-bawa ke urusan pekerjaan
sehingga mengganggu aktivitas di kantor. Terkadang masalah kecil yang di
besar-besarkan. Dan tidak mau bicara satu sama lain secara langsung. Hanya
menyampaikan argumennya lewat anak PKL tersebut. Sehingga anak PKL
yang tidak tahu permasalahannya jadi terkena imbasnya sebagai perantara
antar rekan kerja yang berselisih paham. Karena sifat ke egoism masing-
masing membuat konflik kerja antar karyawan.
Hal demikian membuat jurang kesenjangan antara hubungan para
karyawan di dalam suatu perusahaan menjadi semakin lebar, dan dampaknya
ketika adanya suatu perbedaan yang kecil bisa membuat konflik yang besar
karena kurangnya berkomunikasi antar pegawai.
Selain itu ketika adanya perbedaan pandangan antar karyawan yang
berbeda membuat iklim didalam suatu perusahaan menjadi kaku, hal ini jika
diteruskan maka akan muncul kesalahpahaman yang menjurus pada konflik
4
Menurut Wexley dan Yukl (2005) menyatakan konflik adalah suatu
perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan
menunjukkan permusuhan secara terbuka yang akan mengganggu pencapaian
tujuan yang menjadi lawannya.
Konflik dalam sebuah organisasi dapat terjadi karena berbagai sebab,
contohnya adanya komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, ketidakjelasan
struktur atau pekerjaan dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu maupun kelompok
yang berbeda (Silaban, 2012).
Menurut Jehn (dalam Alfiah, 2013) ada dua jenis konflik yang terjadi
dalam kelompok yaitu konflik hubungan dan konflik tugas. Konflik hubungan
merupakan ketidaksepahaman atau ketidaksesuaian akibat dibawanya
persoalan-persoalan personal dan sosial yang tidak ada kaitannya dengan
pekerjaan. Artinya konflik dalam hubungan kerja muncul ketika
persoalan-persoalan yang sifatnya pribadi ikut dibawa dalam rutinitas kerja di
perusahaan sehingga mempengaruhi tingkah laku dalam bekerja. Konflik
tugas merupakan suatu kesadaran anggota tim kerja bahwa terdapat
ketidaksesuaian tentang tugas aktual yang dikerjakan dengan tujuan dan
sasaran serta pembagian tugas yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini tentu
memberikan dampak yang kurang baik, terlebih saling ketergantungan
kegiatan kerja merupakan salah satu sumber konflik organisasaional.
Istilah konflik berasal dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti
konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan.
Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal atau
lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi, 2009).
Menurut Tommy (2010) konflik adalah adanya pertentangan antara
seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan oleh
pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap
serta tergantungan aktivitas kerja.
Konflik banyak dijumpai termasuk didalam organisasi seringkali
terjadi dan kurang cepat diselesaikan, dalam penanganan konflik didalam
organisasi haruslah terselesaikan dengan cepat agar tidak mempengaruhi
pelaku konflik atau orang yang menjadi korban konflik itu sendiri. Alasan
itulah yang menyebabkan organisasi selalu mencari faktor-faktor yang
menyebabkan konflik itu terjadi, penanganan dan pengelolaan yang tepat
dapat meminimalisir timbulnya konflik besar, baik antar individu maupun
antar kelompok.
Suatu permasalahan baik itu individu maupun kelompok, haruslah
dapat penanganan yang cepat agar permasalahan seperti konflik dapat
terselesaikan, walaupun konflik suatu saat bisa timbul kembali. Dalam
menciptakan suasana yang tenang dalam menangani konflik, seorang manajer
harus mengerti langkah dalam menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya
masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Seperti
6
suatu konflik dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: komunikasi,
struktur dan pribadi.
Sedangkan Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary
Howard & Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima
indikator, diantaranya: (1) tekanan kerja (2) banyaknya tuntutan tugas (3)
kurangnya kebersamaan keluarga (4) sibuk dengan pekerjaan, dan (5) konflik
komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.
Di era globalisasi, kompetisi dunia usaha semakin ketat. Dalam
kondisi ini, masing-masing perusahaan harus menerapkan strategi dan langkah
efektif dalam menjalankan bisnisnya agar tidak kalah bersaing. Hal ini
dilakukan guna menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Karenanya,
perusahaan harus menempatkan sumber daya manusia sebagai aset bernilai
tinggi yang akan mendorong karyawan menunjukkan kinerja terbaiknya.
Kinerja karyawan akan efektif jika didukung oleh komunikasi efektif, yang
melibatkan unsur pimpinan maupun karyawan. Salah satu bentuk komunikasi
dalam suatu organisasi adalah komunikasi interpersonal (Lubis, 2006).
Dalam suatu organisasi, komunikasi interpersonal adalah komunikasi
yang paling tepat dalam menyelesaikan sebuah konflik karena komunikasi
interpersonal bersifat langsung dan dua arah yang artinya antara komunikator
dan komunikan dapat saling memberikan timbal balik atau feed back secara
langsung. Wexley (dalam Besare, 2014) menyatakan konflik adalah suatu
perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan
sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Konflik dapat terjadi
antara individu dalam suatu kelompok, antara orang dengan pemimpinnya, di
antara dua department atau lebih dalam satu organisasi, antar personalia staf
dan lini dan antara serikat buruh dengan manajemen. Manajemen konflik yang
baik dan efektif sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan
yang mengalami konflik.
Komunikasi interpersonal merupakan salah satu dari beberapa bentuk
kegiatan komunikasi yang ada dalam organisasi. Komunikasi antar individu
berguna untuk kemajuan organisasi dan menghilangkan hambatan-hambatan
komunikasi dan menduduki peringkat tertinggi sebagai kebutuhan utama
organisai. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa individu menghabiskan
sekitar 75% waktunya untuk melakukan komunikasi interpersonal (Tubbs &
Moss, 2005).
Menurut Nawawi (2010) Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin
“Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran. Istilah
Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang berarti sama.
Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna
mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi kesamaan makna berarti
tidak terjadi komunikasi. Seperti yang dinyatakan Pace (dalam Cangara, 1998)
komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang berlangsung antara
dua orang atau lebih secara tatap muka.
Komunikasi menduduki peranan penting untuk menghindari adanya
8
karyawan ataupun manusia menjadi produktif. Dalam suatu perusahaan, jika
menginginkan kemajuan salah satu hal yang perlu diciptakan adalah
komunikasi interpersonal yang sehat sehingga dalam bekerja akan merasa
nyaman. Komunikasi interpersonal tidak harus dilakukan dengan ucapan
ataupun sapaan tetapi bahasa tubuh juga akan menjadi komunikasi
interpersonal yang efektif.
Devito (1997) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal bisa
efektif dapat diketahui dari 5 hal berikut ini, yaitu: (1) keterbukaan (openness),
(2) empati (empathy), (3) sikap mendukung (supportiveness), (4) sikap positif
(positiveness), dan (5) kesetaraan (equality).
Menurut Anoraga (1995) jika dalam suatu organisasi tidak
mementingkan komunikasi interpersonal antar karyawannya dan hanya
berpatok pada kerja dan hasil, maka sudah pasti perusahaan tersebut akan
mengalami penurunan produktivitas karena karyawan di dalam perusahaan
tersebut merasa jenuh dan tidak nyaman. Dalam komunikasi interpersonal bisa
dilakukan dengan pengiriman pesan melalui tulisan ataupun melalui face to
face, atau bisa juga dilakukan dengan bahasa tubuh yang mengatakan bahwa
kita peduli dengan antar teman atau karyawan. Selain itu apabila perusahaan
tidak dapat melaksanakan komunikasi yang baik maka semua
rencana-rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran,
motivasi-motivasi dan sebagainya hanya akan tinggal di atas kertas. Dengan kata lain
tanpa adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan
Penelitian ini mengambil lokasi di PT. X yang terletak di JL. P.
Diponegoro, Surabaya. Dimana didalamnya terdapat kabag, kasubag, beberapa
devisi dan bagian yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
asuransi. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa asuransi kecelakaan
yang dimana Utama dalam Perlindungan, Prima dalam Perlayanan
Masyarakat, maka dibutuhkan komunikasi interpersonal yang sehat dalam
melakukan tugas atau melayani masyarakat di dalam perusahaan untuk
menghindari adanya konflik kerja pada karyawan. Hal ini dilakukan guna
menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Dengan kata lain tanpa
adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan kacau
balau sehingga tujuan perusahaan kemungkinan tidak akan tercapai.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja
Pada Karyawan PT. X di Surabaya”, studi korelasi pada karyawan PT. X di
Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun
rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik
kerja pada karyawan PT. X di Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberikan kontribusi dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu
psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi.
b. Untuk memberikan informasi tambahan mengenai konflik kerja yang
berhubungan dengan komunikasi interpersonal.
c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya dalam bidang yang sama.
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan kepada perusahaan, agar hasil penelitian ini
menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait di dalam
perusahaan terutama dalam meningkatkan hubungan komunikasi
interpersonal pada karyawan. Dengan demikian dapat digunakan dalam
langkah-langkah dan strategi yang tepat dalam hal mengatasi konflik kerja
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Fidyanti (2007) tentang “Hubungan
Efektifitas Komunikasi dengan Konflik Kerja pada Karyawan PT. Rama
Gloria Sakti Tekstil Industri”, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan
sangat signifikan antara efektivitas komunikasi dengan konflik kerja. Dengan
koefisien rxy = -0,849 dan p = 0,000, yang artinya semakin tinggi efektivitas
komunikasi maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan dan sebaliknya
semakin rendah efektivitas komunikasi maka semakin tinggi konflik kerja
pada karyawan. Efektivitas komunikasi memberikan pengaruh sebesar 79,9%
terhadap konflik kerja, sedangkan 20,1% selebihnya dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Sofiana (2007) tentang “Hubungan
Efektifitas Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Cabang Cirebon”, menunjukkan bahwa
ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan
konflik kerja. Pada penelitian ini nilai r sebesar -0,074 dan P sebesar 0,632.
Dari 44 responden terdapat 27 karyawan atau sebanyak 61% mengalami
efektivitas komunikasi yang tinggi dan 17 karyawan atau sebanyak 39%
mengalami efektivitas komunikasi yang rendah. Sedangakan untuk konflik
kerja dari 44 karyawan terdapat 21 karyawan atau sebanyak 48% mengalami
konflik kerja yang tinggi dan 23 karyawan atau sebanyak 52% mengalami
12
sumbangan efektif sebesar 0,54% terhadap konflik kerja, sedangakan sisanya
99,46% di sebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Afrizal, Musadieq, & Ruhana (2014)
tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja
pada Karyawan PT. TASPEN (PERSERO) Cabang Malang”, Penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh signifikansi bahwa konflik kerja memberikan
pengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F-hitung
sebesar 41,986, sedangkan nilai F-tabel sebesar 3,275. Selain itu, secara
parsial diketahui bahwa konflik kerja berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih
besar dari t-tabel -2,772> 2,034 dan nilai koefisien sebesar -0,300.
Penelitian yang dilakukan oleh Iresa, Utami, & Prasetya (2015)
tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Komitmen
Organisasional dan Kinerja Karyawan pada Karyawan PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk Witel Malang”, menggunakan metode penelitian kuantitaif
dengan analisis path.Penelitian ini menunjukkan bahwa konflik kerja
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan
kinerja karyawan.
Disisi lain, terdapat dua penelitian yang menunjukkan bahwa
komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kinerja karyawan yaitu oleh
Usman (2013) tentang “Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja
Pegawai pada Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Palembang”, menunjukkan
kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel
6,370 > 2,045.
Penelitian lainnya yaitu oleh Marjianto. (2015) tentang “Pengaruh
Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama
Budha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah”, hasil dari
penelitian ini adalah komunikasi interpersonal berpengaruh pada kinerja
pegawai dengan t-hitung lebih besar dari t-tabel 14,925 > 1,672.
Kesimpulannya, bahwa komunikasi interpersonal mempengaruhi kinerja
pegawai sebesar 79,9%. Variabel komunikasi interpersonal ini memiliki
pengaruh kuat terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat dipahami karena
komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi berdasar karakteristik
pegawai yang notabene berbeda latar belakang (pendidikan ataupun sosial)
mempengaruhi kinerja masing-masing individu dan berdampak pada kualitas
kinerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukendar (2014) tentang “Komunikasi
Interpersonal Dalam Pembelajaran Nilai Keberagaman Dalam Pembentukan
Karakter Anak Di Labschool Rumah Citta”, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa komunikasi interpersonal dilakukan dengan pola satu arah, dua arah
dan multi arah, dan dilakukan dengan efektif sesuai faktor keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness) sikap positif
(positiveness) dan kesetaraan (equality).
Penelitian yang dilakukan oleh Besare & Martinus (2014) mengenai
14
Antarpribadi pada Karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura
Offshore, Jakarta”, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan antar
variabel komunikasi interpersonal dengan variabel penyelesaian konflik
antarpribadi memiliki hubungan yang kuat, yakni 0,842. Jadi terdapat
hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan penyelesaian konflik
antarpribadi pada karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura
Offshore, Jakarta, dengan H : 2,154 > 1,987, maka Ho ditolak dan Ha
diterima.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Dewi & Handayani (2013)
tentang “Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal ditempat Kerja
Ditinjau dari Persepsi terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe
Kepribadian Ekstrovert”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dan tipe
kepribadian ekstrovert dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal di
tempat kerja. Hipotesis Minor dalam penelitian ini adalah 1) Ada hubungan
yang positif antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dengan
kemampuan mengelola konflik interpersonal di tempat kerja, 2) Ada
hubungan yang positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan kemampuan
mengelola konflik interpersonal di tempat kerja. Uji hipotesis mayor
menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor, diperolah hasil ry (1-2) =
0,639 dengan p = 0,000 (p<0,01). Uji hipotesis minor pertama menggunakan
teknik korelasi parsial dengan mengendalikan variabel tipe kepribadian
hipotesis minor kedua menggunakan teknik korelasi parsial dengan
mengendalikan variabel persepsi terhadap komunikasi interpersonal, diperoleh
hasil ry2-1 = -0, 069 dengan p = 0,605 (p>0,05).
Dari penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu di atas, maka
pada penelitian yang akan dilakukan kali ini memiliki perbedaan dengan
penelitian sebelumnya karena pada penelitian kali ini subjek yang diambil
adalah karyawan pada salah satu perusahaan perasuransian dibidang jasa di
wilayah Surabaya. Dengan menggunakan satu variabel bebas, setting
penelitian serta subjek yang berbeda menjadikan penelitian ini tidak sama
dengan penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu. Hal ini untuk
membuktikan bahwa penelitian ini bukan merupakan penelitian replikasi atau
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konflik Kerja
1. Pengertian Konflik Kerja
Dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia kerja tidak akan
terlepas dengan yang namanya konflik. Konflik biasanya timbul dalam
kerja sebagai hasil adanya masalah komunikasi, hubungan pribadi atau
struktur organisasi. Ketidaksesuaian antara dua lebih anggota atau
kelompok organisasi yang timbul adanya kenyataan bahwa mereka punya
perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.
Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda,
demikian juga para ahli dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang
sama, karena sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal
dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti sama dengan figen berarti
penyerangan (Hartatik, 2005). Dalam kamus besar bahasa indonesia,
konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan.
Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal
atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi,
2009).
Banyak pengertian tentang konflik yang dapat diberikan oleh para
ahli untuk merumuskan suatu teori tentang konflik itu sendiri. Menurut
dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional
process). Artinya, konflik adalah bagian dari sebuah proses interaksi sosial
yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi
kebudayaan, dan perilaku.
Gibson (1985) menyatakan bahwa konflik kerja merupakan
pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang
disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Pendapat senada
dikemukakan oleh Tommy (2010) bahwa konflik kerja adalah
pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan
kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi,
perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.
Luthans (1985) mendefinisikan konflik kerja sebagai kondisi
dimana terjadi ketidakcocokan antar nilai dan tujuan yang ingin dicapai,
baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan
dengan orang lain.
Konflik kerja menurut Stoner (1985) adalah perbedaan pendapat
antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus
membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai
status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda.
Adapun menurut Sunardi (dalam Tommy, 2010) konflik kerja
adalah bentuk pertentangan yang terjadi dalam organisasi yang disebabkan
oleh perbedaan tujuan, kesalahan komunikasi, ketergantunagn aktivitas
18
Sedangkan menurut Mangkunegara (2000) konflik kerja adalah
pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang
terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari apa yang
diharapkan.
Kemudian Hardjana (dalam Wahyudi, 2011) menyatakan bahwa
konflik kerja adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua
kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya
sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Sementara itu Handoko (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan
bahwa konflik kerja adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih anggota
atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan
bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas
atau kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa konflik kerja merupakan pertentangan antara individu,
antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan adanya
ketidakcocokan suatu kondisi yang dialami oleh pegawai karena adanya
hambatan komunikasi, perbedaan tujuan, status, sikap, penilaian, atau
2. Indikator Konflik Kerja
Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary Howard
& Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima indikator,
diantaranya:
a. Tekanan kerja.
b. Banyaknya tuntutan tugas.
c. Kurangnya kebersamaan keluarga.
d. Sibuk dengan pekerjaan, dan
e. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.
3. Ciri-ciri Konflik Kerja
Dalam organisasi yang sedang mengalami konflik dalam
aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri, sebagaimana dikemukakan oleh
Wahyudi (dalam Nawawi, 2010), sebagai berikut:
a) Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau
kelompok.
b) Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya
perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
c) Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun
kelompok.
d) Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain
untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya
20
e) Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya
kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan
organisasi.
4. Jenis-jenis Konflik Kerja
Jenis-jenis konflik dapat dibagi atau dibedakan dalam beberapa
perspektif (Nimran, 1997), yaitu:
a. Konflik Intra Individu
Yaitu konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan
dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspetasi dari luar
yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. Contoh: A sebagai
seorang pejabat perusahaan disuruh oleh atasannya menjamu tamu
perusahaan ke diskotik untuk minum-minum, padahal ia amat religius
dan tak pernah mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti diskotik.
b. Konflik Antar Individu
Yaitu konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam
satu kelompok ataupun antara individu yang berada dikelompok yang
berbeda. Contoh: Konflik antara X dan Y yang kebetulan bekerja pada
bagian yang sama di sebuah perusahaan.
c. Konflik Antar Kelompok
Yaitu konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok
dan kelompok kerja B di dalam bagian yang sama, atau antara
kelompok yang berbeda pada bagian yang berbeda.
d. Konflik Organisasi
Yaitu konflik yang terjadi antara unit-unit organisasi yang
dapat bersifat struktural dan fungsional. Contoh yang klasik adalah
konflik antara fungsi staf dan fungsi lini, konflik antara bagian
produksi dan bagian pemasaran, atau konflik antara atasan dengan
bawahan.
Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) membedakan konflik
menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Konflik dalam diri individu
Terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan, yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila
berbagai pekerja saling bertentangan, atau bila individu diharapkan
untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
b. Konflik antar individu dalam organisasi
Dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering dilakukan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari
konflik antar peranan (seperti antar manager dengan bawahan)
c. Konflik antar individu dengan kelompok
Yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan
22
Sebagai contoh individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh
kelompok kerja karena melanggar norma kelompok.
d. Konflik antar kelompok
Karena terjadi pertentangan antar kelompok.
e. Konflik antar organisasi
Yang timbul sebagai akibat persaingan kelompok ekonomi
dalam sistem perekonomian suatu Negara. Konflik ini telah mengarah
timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga lebih
rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
5. Sebab-sebab Konflik Kerja
Kartono (1994) menyatakan sumber atau sebab-sebab konflik
dalam organisasi dan manajemen bisa dibagi dalam 3 kategori pokok
yaitu:
a. Faktor Komunikasi
Disebabkan oleh besarnya perusahaan atau organisasi yang
secara implisit membawa kesulitan komunikasi yang dapat
menimbulkan konflik antara lain:
1) Bermacam-macam unit kerja tidak dapat berkomunikasi dengan
baik.
2) Konflik yang distimulir oleh salah paham dan tidak adanya usaha
3) Ketidaklancaran komunikasi antara manajer dengan karyawan
mengakibatkan timbulnya emosi-emosi yang ambisius, rasa tidak
pasti, tidak aman, dan tidak memahami tujuan secara jelas. Semua
hal tersebut memudahkan timbulnya konflik.
4) Relasi yang sangat formal dan non pribadi memudahkan timbulnya
konflik dalam batin individu sendiri dan konflik antar unit.
5) Komunikasi yang tidak baik antara atasan dengan bawahan
menimbulakn banyak prasangka, kecemasan dan ketegangan batin,
karena buruh dan karyawan serta bawahan sangat bergantung pada
penilaian atasan.
6) Ketidaklancaran komunikasi menyebabkan timbulnya rasa
terisolasi dengan dunia kerja. Hal ini banyak menimbulkan
ketegangan batin, kecemasan dan ketakutan sehingga orang terlalu
peka dan mudah berkonflik dengan orang lain.
7) Komunikasi yang tidak lancar menyebabkan kesalahpahaman,
yang tidak bisa didialogkan, atau dikomunikasikan dan dipecahkan
bersama.
b. Faktor Struktur Organisasi
Konflik banyak terjadi diperusahaan dan lembaga-lembaga
yang besar dalam struktur organisasi yang luas. Intensitas dan
keseriusan konflik bisa diperkuat oleh variabel-variabel dibawah ini:
1) Sistem birokrasi dan overbirokrasi
24
3) Supervisi yang terlalu ketat
4) Sistem hadiah yang tidak merata
5) Limitasi sumber energi
6) Spesialisasi teknis kontra kekuasaan formal
7) Struktur organisasi yang piramida, semakin mengkrucut ke atas
dengan manajer eselon atas semakin sedikit
c. Faktor Tingkah Laku Pribadi
Jika struktur organisasi merupakan suatu variabel yang bisa
dikontrol, maka tingkah laku pribadi itu tidak mudah atau tidak bisa
dikontrol. Faktor tingkah laku mencakup:
1) Pribadi pemimpin meliputi:
a) Pemimpin yang otoriter adalah pemimpin yang selalu bertindak
menurut dirinya dan tidak mempedulikan pendapat orang lain.
b) Pemimpin yang neurotis adalah pemimipin yang selalu
bimbang atau takut dalam pengambilan keputusan.
2) Kepuasan dan apresiasi terhadap status sendiri, jika seseorang tidak
bisa mengandalkan apresiasi dan merasa tidak puas dengan status
sendiri, dalam hal ini menjadi konflik yang terbuka dan konflik
batin.
3) Tujuan yang ingin dicapai oleh beberapa individu dari kelompok
Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) juga menyimpulkan
bahwa konflik dalam organisasi timbul dikarenakan adanya
masalah-masalah dalam komunikasi, hubungan pribadi, dan struktur organisasi.
6. Proses Konflik
Apabila ditelusuri asal mulanya terjadinya konflik (antecedents of
conflict) merupakan kondisi-kondisi yang menyebabkan atau mendahului
suatu peristiwa konflik. Peristiwa yang dapat mengawali munculnya
konflik adalah adanya kekecewaan (frustation). Kekecewaan tidak selalu
diungkapkan secara terbuka dan biasanya gejala-gejala akan terjadinya
konflik tidak dapat dilihat masing-masing individu ataupun kelompok
berusaha menahan diri dan tidak bersifat reaktif.
Pada tahap berikutnya, kedua belah pihak merasakan adanya
konflik (perceived conflict). Ditempat kerja tercipta suasana persaingan,
tiap kelompok cenderung untuk saling mengungguli dan bahkan berusaha
mengalahkan kelompok lain. Keterbatasan sumber daya organisasi; dana,
peralatan, fasilitas kerja, informasi, tenaga dan waktu kerja menyebabkan
individu atau kelompok saling berebut.
Perilaku yang nampak (manifest behavior), pada situasi kerja
sudah nampak peristiwa konflik. Individu ataupun kelompok menanggapi
dan mengambil tindakan, bentuknya dapat secara lisan, saling
26
perbuatan berupa persaingan, permusuhan atau bahkan dapat mengganggu
kelompok lain sehingga mengancam kelangsungan organisasi.
Pengelolaan konflik (conflict resolution), pimpinan (manajer)
bertanggung jawab terhadap pengelolaan konflik di dalam organisasi.
Realitas menunjukkan bahwa konflik selalu hadir pada setiap organisasi
dan keberadaan konflik tidak dapat dihindarkan. Tugas pimpinan adalah
mengarahkan dan mengelola konflik agar tetap produktif, meningkatkan
kreativitas individu guna menjaga kelangsungan organisasi.
Dampak konflik (conflict effect conflict impact), konflik yang tidak
dapat dikelola secara baik menyebabkan kedua belah pihak yang terlibat
dalam konflik menjadi tidak harmonis dalam hubungan kerja, kurang
termotivasi dalam bekerja, dan berakibat pada menurunnya produktivitas
kerja. Bila konflik dapat dikelola secara baik, suasana kerja menjadi
dinamis, setiap anggota lebih kritis (critical) terhadap perkembangan
organisasi, setiap kelompok berusaha melakukan pekerjaan yang terbaik
untuk kepentingan bersama (organisasi) (Nawawi, 2010).
Seperti dikatakan diatas bahwa konflik adalah proses yang
dinamis. Maksudnya, di dalam konflik terdapat urutan waktu dan
serangkaian peristiwa. Salah satu cara untuk memahami konflik sebagai
suatu proses, adalah dengan memakai model yang diajukan oleh Pondy
(dalam Nimran, 1997) yaitu conflict episode (episode konflik). Di dalam
1) Latent conflict
Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya konflik didalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi
ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang
terbatas, konfik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi,
dan perbedaan tujuan diantara anggota organisasi.
2) Perceived conflict
Yaitu tahap dimana salah satu pihak memandang bahwa pihak
lain seperti akan menghambat atau mengancam pencapaian tujuannya.
Keadaan ini bisa timbul dari salah pengertian atau kurang pengertian,
dan tidak selalu berasal dari latent conflict. Sebab beberapa latent
conflict ada yang tidak sampai dipersepsikan menjadi konflik.
3) Felt conflict
Yaitu tahap dimana konflik tidak hanya sekedar dipandang atau
dianggap ada, tetapi sudah benar-benar dirasakan dan dikenali
keberadaannya.
4) Manifest conflict
Yaitu tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukan
sebagai pertanda adanya konflik, misalnya sabotase, agresi terbuka,
konfrotasi, rendahnya kinerja, dan sebagainya.
5) Conflict resolution
Adalah tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau
28
menghindari terjadinya sampai pada menghadapi konflik itu dalam
usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlihat
mencapai tujuannya.
6) Conflict aftermath
Tahap ini mewakili kondisi yang dihasilkan oleh proses
sebelumnya (penyelesaian konflik). Jika konflik benar-benar telah
terselesaikan, maka hal itu akan meningkatkan hubungan di antara para
anggota organisasi, dan jika penyelesaiannya tidak tepat, hal tersebut
akan dapat jadi pemicu bagi timbulnya konflik baru.
Sedangkan proses konflik menurut Robbins (dalam Nawawi,
2010), adalah sebagai berikut:
a) Fase pertama oposisi potensi atau ketidaksesuaian
Ada tiga faktor yang dapat dianggap sebagai sebab atau sumber
konflik, yaitu komunikasi, struktur, dan variable pribadi.
b) Fase kedua pengenalan dan personality
Pada fase ini yang penting adalah isu-isu konflik cenderung
mulai ditetapkan. Disisi lain merupakan saat proses dan isi konflik
mulai ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal penting lainnya
emosi memegang peran penting dalam menentukan konflik misalnya
isu negatif tentang pengurangan kepercayaan isu negatif dari perilaku
c) Fase ketiga Intensi
Keputusan untuk bertindak dengan cara yang telah ditetapkan
dalam episode konflik yang sedang dihadapi. Beberapa usaha untuk
mengidentifikasi beberapa itensi untuk konflik adalah kompetensi,
kolaborasi, menghindari, akomodasi dan kompromi.
d) Fase keempat Perilaku
Fase perilaku ini termasuk pernyataan-pernyataan,
tindakan-tindakan dan reaksi yang ditimbulkan oleh pihak yang sedang konflik.
Perilaku ini biasa merupakan usaha nyata untuk mengimplementasi
intensi-intensi dari setiap pihak.
e) Fase kelima Hasil
Hasil konflik yang terjadi antara yang terlibat bisa fungsional.
Konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok. Namun
konflik juga bersifat disfungsional yang sebaliknya justru menghalangi
dan menurunnya kinerja kelompok.
7. Strategi Manajemen Konflik Kerja
Bila dalam suatu perusahaan terdapat konflik kerja yang berlebihan
(overleaping problem) maka akan menyebabkan perpecahan dalam
organisasi tersebut sehingga tidak dapat digerakan, serta tidak dapat
melakukan tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi tantangan
30
Oleh karena itu, diperlukan sebuah managemen konflik kerja guna
memecahkan konflik kerja tersebut, managemen konflik kerja dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Konflik kerja diubah menjadi situasi dimana yang sedang
berselisih bersama-sama berusaha mencari penyelesaian bagi masalah
yang timbul. Hal ini dapat dilaksanakan melalui teknik pemecah
masalah, dari pada menumpas konflik kerja atau berusaha mencapai
kompromi, pihak-pihak yang bersengketa secara terbuka berusaha
mencari penyelesaian yang dapat diterima bersama.
b. Menyatukan Tujuan
Melibatkan upaya penyusunan seperangkat tujuan dan sasaran
yang sama. Tujuan dan sasaran ini tidak dapat dicapai tanpa kerja sama
kelompok yang mengalami konflik kerja.
c. Perluasan Sumber (Expansion of Resources)
Perluasan sumber merupakan teknik yang berhasil untuk
menanggulangi konflik kerja dalam banyak hal, karena teknik ini dapat
memuaskan semua orang. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak
dapat diperluas dengan mudah.
d. Menghindari Konflik Kerja (Avoidence)
Berpura-pura tidak mengetahui adanya konflik kerja
merupakan suatu bentuk penghindaran yang sering dijumpai. Bentuk
mendiamkannya dan berulang kali menunda untuk mengambil
tindakan sampai dapat diperoleh lebih banyak informasi.
e. Melicinkan Konflik Kerja
Menekankan kepentingan bersama dari kelompok yang konflik
kerja dan mengabaikan perbedaan mereka. Keyakinan yang mendasari
teknik ini adalah bahwa dengan menekan sudut pandang yang sama
atas masalah-masalah tertentu memudahkan jalan menuju satu tujuan
yang sama.
f. Kompromi (Compromise)
Dengan kompromi, tidak ada pemenang atau yang kalah dan
keputusan yang dicapai dapat dibagi secara merata. Kompromi dapat
juga melibatkan campur tangan pihak ketiga.
g. Perintah dari Wewenang (Authoritative Commands)
Penggunaan wewenang merupakan metode yang paling tua dan
sering digunakan untuk meyelesaikan konflik kerja. Dengan
menggunakan metode ini, managemen dengan mudah dapat
memecahkan konflik kerja tersebut menurut yang dianggapnya cocok
dan mengkomunikasi keinginannya.
h. Mengubah Struktural Individual dan Struktur Organisasi
Mengubah struktural individu melibatkan usaha perubahan
perilaku anggota yang terlibat. Metode ini memusatkan perhatian atas
sebab atau sebab-sebab konflik kerja dan atas sikap orang-orang yang
32
B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi
Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, para pelaku yang berada
di dalam perusahaan akan saling berkaitan dan terlibat secara intensif
dengan komunikasi. Semua pihak memerlukan informasi dalam
aktifitasnya karena untuk menentukan kelangsungan hidup perusahaan.
Secara etimologis Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin
“Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran.
Istilah Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang
berarti sama. Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat
kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi
kesamaan makna berarti tidak terjadi komunikasi (Nawawi, 2010).
Ada beberapa definisi mengenai komunikasi menurut para ahli,
diantaranya:
Menurut Robbins (2002) mengemukakan alasan pentingnya
komunikasi di tempat kerja dimana komunikasi yang berlangsung secara
tatap muka, terus terang dan terbuka antara atasan dengan bawahan dan
sebaliknya, sehingga baik karyawan maupun pimpinan saling memahami
kebutuhan dan keprihatinan masing-masing sehingga tercipta suatu
kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan bersama.
Menurut Dunham (1984) dan Davis & Nwestroms (1989) (dalam
Nawawi, 2010) mengemukakan komunikasi adalah pemindahan informasi
Everett M. Rogers (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa
komunikasi adalah proses yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang
dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah
perilaku.
Komunikasi diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada
kaitannya dengan hubungan kemanusiaan. Carl I Hovland (dalam Nawawi,
2010) mengemukakan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang
memindahkan perasaan yang biasanya berupa lambang, kata-kata untuk
merubah tingkah laku orang lain. Dengan demikian, jika ada dua orang
atau lebih bertemu dan saling hubungan, maka mereka akan berbicara atau
memberikan tanda-tanda untuk mengetahui kehadiran orang lain.
Edward Depari (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang
disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh
penyampai pesan ditunjukan kepada penerima pesan.
Berdasarkan definisi tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan yang dalam suatu konteks tertentu,
mempunyai pengaruh tertentu, menciptakan dan mengatur realitas sosial
serta adanya kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi akan
efektif apabila makna pesan yang diterima komunikan sama dengan makna
yang diharapkan oleh komunikator. Sebaliknya komunikasi dikatakan
34
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Dalam suatu organisasi ataupun kelompok, yang dapat
menghidupkan suasana adalah komunikasi, demikian juga dalam
perusahaan atau dunia kerja, karyawan akan menjadi nyaman apabila
komunikasi di tempat kerja nyaman dan efektif, dari situlah dengan
terbentuknya komunikasi yang efektif dan nyaman, karyawan di
perusahaan tersebut akan menjadi produktif karena didukung oleh suasana
kerja yang nyaman dengan adanya komunikasi interpersonal yang
mendukung. Secara luas komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai
“process of meaningful interaction among human being”, atau proses
saling mempengaruhi yang penting antar sesama manusia.
Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) disebut
juga dengan komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata
Interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti antara atau
antar, dan personal berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi
interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap peserta mengangkap reaksi yang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Enjang, 2009).
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah proses interaksi
antara komunikator dan komunikan, yang mana di anggap sebagai alat
yang efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang.
Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi
saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya
positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator
dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya
seluas-luasnya (Wiryanto, 2004)
Menurut Liliweri (1997) komunikasi interpersonal merupakan
kegiatan komunikator dengan komunikan yang mempertukarkan dan
memberikan makna yang sama atas informasi untuk suatu tujuan tertentu,
melalui media, metode, teknik atau cara-cara yang telah ditetapkan.
Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini adalah proses
komunikasi yang berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap
muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (dalam Cangara, 1998)
bahwa “interpersonal communication is communication involving two or
more people in a face to face setting”. (Komunikasi interpersonal adalah
komunikasi yang menyertakan dua orang atau lebih dalam tatanan
komunikasi secara tatap muka).
Everett M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) mengartikan bahwa
komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang
terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
Mulyana (2005) menyatakan komunikasi antar pribadi
(interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal
36
kedekatan antara pihak-pihak yang berkomunikasi dalam komunikasi
interpersonal yang terbentuk.
Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi interpersonal dari
para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah
komunikasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih dimana terjadi
kontak langsung dalam bentuk percakapan, pesan-pesan, ataupun gerakan
tubuh. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka.
3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Pratikto (1987) dikatakan
efektif bila pesan yang dikirimkan mengenai sasaran atau mencapai tujuan
sesuai dengan maksud si pembicara. Jadi, dalam komunikasi interpersonal
apabila tujuan untuk mengubah pendapat, sikap dan tingkah laku
komunikan dapat tercapai, maka komunikasi interpersonal itu efektif.
Devito (1997) mengemukakan tentang efektivitas komunikasi
interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan
yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
a. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini
riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak
membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk
membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek
keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang
diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta
percakapan yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi
secara terbuka terhadap apa yang diucapkan. Tidak ada yang lebih
buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih
menyenangkan. Seseorang memperlihatkan keterbukaan dengan cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut
“kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini
adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang seseorang
lontarkan adalah memang miliknya dan orang tersebut bertanggung
jawab atasnya.
b. Empati (empathy)
Mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk
„mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain
itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau
merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu
38
merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang
empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk
masa mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan empati baik
secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat
mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan
aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang
sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh
yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau
belaian yang sepantasnya.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka
dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak
mendukung. Seseorang memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik,
dan (3) profesional, bukan sangat yakin.
d. Sikap positif (positiveness)
Setiap individu mengkomunikasikan sikap positif dalam
komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan
sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi
teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri
mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada
umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah
seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik,
atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang
benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,
komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk
menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita
menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan
nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau
menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta seseorang untuk
40
4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Menurut Alo Liliweri (dalam Wiryanto, 2004) ada beberapa
ciri-ciri atau karakteristik untuk mengenali komunikasi interpersonal, yaitu:
a. Bersifat spontan.
b. Tidak mempunyai struktur.
c. Terjadi secara kebetulan.
d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan.
e. Identitas keanggotaanya tidak jelas.
f. Dapat terjadi hanya sambil lalu saja.
Menurut M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) ciri-ciri komunikasi
interpersonal adalah sebagai berikut:
a. Arus pesan yang cenderung dua arah.
b. Konteks komunikasinya dua arah.
c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi.
d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas, terutama selective
exposure yang tinggi.
e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat.
f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.
Sementara itu Judy C. Pearson (dalam Aw, 2011) menyebutkan
enam karakteristik komunikasi interpersonal, yaitu:
a. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya
bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian
b. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional. Ciri komunikasi
seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal
bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan
berkelanjutan.
c. Komunikasi interpersonal menyangkut isi pesan dan hubungan
antarpribadi. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi interpersonal
tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga kadar
hubungan antar individu.
d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara
pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi
interpersonal akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang
berkomunikasi itu saling bertatap muka.
e. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang
berkomunikasi saling tergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah
emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara
pihak-pihak yang berkomunikasi.
f. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya
ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang
lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena
sudah terlanjur diterima oleh komunikan. Ibaratnya seperti anak panah
yang sudah terlepas dari busurnya, sudah tidak dapat ditarik lagi.
42
tersebut dapat meminta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti
menghapus apa yang pernah diucapkan.
5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal
Secara teoritis komunikasi antarpribadi di klasifikasikan menjadi
dua jenis (Effendy, 2003) menurut sifatnya sebagai berikut :
a. Komunikasi Diadik (Dyadic Communications)
Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang
berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang
meyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima
pesan, oleh karena itu, pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog
yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan
perhatiannya kepada diri komunikan seorang itu.
b. Komunikasi Triadik (Tryadic Communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang
pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua
orang komunikan.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka
komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan
perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai
frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang
berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif
6. Fungsi Komunikasi Interpersonal
Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha
meningkatkan hubungan insane (human relations). Menghindari dan
mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu,
serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.
Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan
kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup
bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam
hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi
interpersonal, juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik,
sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik diantara kita,
apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara,
1998).
7. Proses Komunikasi Interpersonal
Dalam proses komunikasi antarpribadi atau komunikasi
interpersonal arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar,
artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi
komunikator dan komunikan. Karena dalam komunikasi antarpribadi efek
atau umpan balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui
komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat