• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI ERGONOMIS PADA ALAT PENCACAH PELEPAH SAWIT TIPE SERUT SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI ERGONOMIS PADA ALAT PENCACAH PELEPAH SAWIT TIPE SERUT SKRIPSI OLEH :"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

PRABOWO

130308012/ KETEKNIKAN PERTANIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

UJI ERGONOMIS PADA ALAT PENCACAH PELEPAH SAWIT TIPE SERUT

SKRIPSI

OLEH :

PRABOWO

130308012/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

Panitia Penguji Ujian Skripsi Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Dr. Taufik Rizaldi, STP, M.P

Riswanti Sigalingging, STP, M,Si, Ph. D Raju, STP, M.Si

Sulastri Panggabean, STP, M.Si

(5)

ABSTRAK

PRABOWO : Uji Ergonomis Pada Alat Pencacah Pelepah Sawit Tipe Serut, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan TAUFIK RIZALDI.

Kebanyakan peternak di Indonesia masih menggunakan cara manual dalam proses membuat pakan ternak khususnya pada peternak sapi dan kambing.

Penelitian ini menggunakan alat pencacah sampah organik tipe serut berfungsi sebagai penghancur bahan organik seperti daun-daunan, rumput-rumputan, ranting kecil dan pelepah pohon dengan cara menyerut dan mencacahnya sampai dengan ukuran sekecil-kecilnya. Diharapkan alat ini dapat membantu peternak dalam menghasilkan pakan ternak yang lebih efektif dan efisien tanpa mengalami keluhan sakit. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ukuran dari alat pencacah pelepah sawit tipe serut tersebut agar ergonomis dan mengetahui besar kelelahan yang ditimbulkan terhadap operator dalam mengoperasikan alat pencacah pelepah. Operator pada penelitian terdiri dari 50 orang mahasiswa (usia 18 - 22 tahun). Hasil penelitian menunjukan bahwa 10%

operator tidak mengalami kelelahan dan 76% operator butuh istirahat sebentar, sedangkan 14% operator hanya mampu berkerja dalam waktu singkat. Oleh kareana itu, dapat disimpulkan bahwa alat pencacah pelepah sawit tipe serut belum sempurna untuk digunakan.

Kata kunci: peternak, alat, operator, ergonomis.

ABSTRACT

PRABOWO: Ergonomic Test on cut close of type oil palm frond chopper supervisied by SAIPUL BAHRI DAULAY and TAUFIK RIZALDI.

Most breeders in Indonesia still use manual methods in the process of preparing animal feed, especially for cattle and goat farmers. This research used shaved type of organic trash chopper as a cutter of organic materials material such as leaves, grasses, small twigs and tree fronds by dragging and chopping it up to the smallest size. The tool was expected to help the farmers in producing more effective and efficient animal feed without experiencing pain complaints.

The purpose of this study was to evaluate the size of shaved type of oil palm frond chopper to be ergonomic and to know how much fatigue was caused to the operator in operating the frond chopper. Operators in the study consisted of 50 students (ages of 18-22 years old). The results showed that 10% of operators did not experience fatigue and 76% of operators needed a short break, while 14% of operators were only able to work for a short time. Therefore, it could be concluded that shaved type of oil palm frond chopper was not perfect enough to be used.

Keywords: breeders, equipment, operator, ergonomics.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Empat Negri, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 November 1995, dari ayah Sarmin dan ibu Jumina. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2013 penulis lulus dari MAN 1 Lima Puluh dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN dan lulus pada pilihan pertama di Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT.PP. LONDON Sumatra, Lima Puluh pada bulan Juli sampai Agustus 2016.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Ergonomis Pada Alat Pencacah Pelepah Sawit Tipe Serut” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moral maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir. Saipul Bahry Daulay, M,Si selaku ketua komisi pembimbing skripsi serta Bapak Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP selaku anggota komiai pembimbing skripsi telah banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran, dan kritik yang berharga pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, serta kepada semua staf pengajar dan pegawai Progran Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa/i yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2019

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Batasan Masalah ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Alat Pencacah Pelepah SawitTipe Serut ... 5

Komponen Alat ... 6

Motor Bakar ... 6

Poros ... 7

Puli ... 8

Sabuk V ... 9

Bantalan ... 10

Pisau Pencacah Serut ... 10

Feeder ... 11

Pelepah kelapa sawit ... 12

Kapasitas Kerja Alat dan Mesin Pertanian ... 15

Ergonomi ... 15

Fungsi Ergonomi ... 16

Antropometri ... 18

Manfaat Antropometri ... 19

Kelelahan Operator ... 22

Penyebab Kelelahan Kerja ... 23

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan ... 24

Pencegahan Kelelahan Kerja ... 24

Pengaruh Waktu Kerja dan Waktu Istirahat ... 25

Ketahanan Kardiovaskuler... 26

Pengukuran Kelelahan Kerja Berdasarkan %CVL ... 27

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

Bahan dan Alat Penelitian ... 28

Metodologi Penelitian ... 28

Prosedur Penelitian ... 30

Atroprometri ... 30

Kelelahan Operator ... 31

Parameter Penelitian ... 31

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antropometri ... 32

Panjang Feeder dan Rangka Bawah ... 32

Persentil ... 35

Kelelahan Operator ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Alat pencacah pelepah sawit tipe serut ... 6

2. Layout alat pencacah pelepah sawit tipe serut... 29

3. Grafik data dimensi jangkauan tangan... 33

4. Grafik data dimensi jarak kaki-pinggul... 34 .

(11)

DAFTAR TABEL

No.

Hal

1. Kandungan kimia batang pelepah daun sawit ... 13

2. Hasil uji tekan pelepah pada berbagai durasi penyimpanan ... 14

3. Hasil uji tahanan potong daun sawit pada berbagai durasi penyimpanan ... 14

4. Klasifikasi % CVL ... 27

5. Hasil uji kecukupan data ... 32

6. Hasil uji keseragaman data ... 33

7. Uji kenormalan data ... 34

8. Data persentil antroprometri dimensi tubuh operator ... 35

9. Jumlah persentase tingkat kelelahan berdasarkan %CVL ... 37

10. Jumlah persentase kelelahan operator di berbagai persentil dimensi tubuh ... 38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal

1. Flowchart penelitian (Antropometri) ... 47

2. Flowchart penelitian kelelahan ... 48

3. Data penelitian (Antropometri) ... 49

4. Data denyut nadi ... 53

5. Data tingkat kelelahan operator berdasarkan persentil ukuran dimensi tubuh operator ... 55

6. Dokumentasi penelitian ... 59

7. Mesin engine diesel ... 59

8. Pisau pencacah tipe serut ... 60

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebanyakan peternak di Indonesia masih menggunakan cara manual dalam proses mencari pakan ternak, khususnya pada peternak sapi dan kambing, termasuk peternak yang ada di Sumatera Utara. Hal ini kurang efektif dan efisien untuk diterapkan lagi karena gangguan ergonomis dan menyebabkan peternak mengalami keluhan sakit karena terlalu lelah, sehingga berdampak terhadap produktivitas peternak itu sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman modern ini, manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk berpikir akan selalu mengembangkan sesuatu hal dengan teknologi dalam menciptakan atau membuat suatu peralatan yang lebih efisien.

Mesin dan peralatan pada dasarnya diciptakan untuk meningkatkan kapasitas, kecepatan dan keakuratan serta mengurangi biaya produksi. Seorang perancang tidak hanya dituntut untuk menghasilkan mesin atau alat yang mampu berkerja dengan performansi tinggi dan efisien sesuai dengan yang direncanakan, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses untuk meningkatkan performansi sistem secara keseluruhan, dimana manusia terlibat di dalamnya. Untuk mencapai kondisi tersebut maka perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) pada saat desain, termasuk disiplin ilmu ergonomi. Pendekatan ergonomi tidak selalu membutuhkan biaya mahal, terutama bila diterapkan sejak tahap perencanaan.

Alat pencacah sampah organik tipe serut ini berfungsi sebagai penghancur bahan organik seperti dedaunan, rumput-rumputan, ranting kecil pohon dan pelepah pohon dengan cara menyerut dan mencacahnya sampai dengan ukuran

(14)

sekecil-kecilnya. Diharapkan alat ini dapat membantu peternak dalam menghasilkan pakan ternak yang lebih efektif dan efisien tanpa mengalami keluhan sakit.

Pada dasarnya alat pencacah ini sebelumnya sudah pernah dirancang, akan tetapi hasil dari cacahan alat tersebut masih memiliki kekurangan, hasil olahan dari cacahan tersebut tidak menghasilkan cacahan yang lebih kecil dan tidak seragam. Memandang pentingnya pengendalian lingkungan akan sampah organik yang tidak terolah dengan baik dan memperhatikan alasan di atas, dirancanglah alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini untuk pengolahan lebih lanjutakan sampah organik menjadi pakan ternak. Maka penulis ingin mengevaluasi ukuran dari alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini agar ergonomis dan mengetahui besar kelelahan yang ditimbulkan terhadap operator dalam mengoperasikan alat pencacah pelepah sawit tipe serut.

Ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Dengan ergonomi akan dilakukan penserasian semua elemen yang berinteraksi dengan manusia, yaitu organisasi, lingkungan, dan peralatan/teknologi. Ketika semua elemen serasi maka akan terjadi keharmonisan di tempat kerja yang berdampak pada meningkatnya produktivitas, kualitas, efisiensi, dan kepuasan pekerja. Di dalam ergonomi, prinsip, metode dan data ilmiah dari berbagai disiplin diaplikasikan untuk mengembangkan sistem perekayasaan dimana manusia memainkan peranan penting (Surata, 2016).

Lahirnya cabang ilmu ergonomi adalah untuk meningkatkan efektivitas penggunaan objek fisik dan fasilitas yang digunakan oleh manusia dan merawat atau menambah nilai tertentu misalnya kesehatan, kenyamanan dan kepuasan

(15)

dalam proses penggunaan tersebut. Ergonomi mencari informasi yang lengkap mengenai kemampuan serta keterbatasan manusia. Prinsip penting yang harus selalu diterapkan pada setiap perancangan adalah “Fitting the task to the man rather than the man to the task”. Dalam hal tersebut pekerjaan harus disesuaikan agar selalu berada pada jangkauan kemampuan serta keterbatasan manusia.

Dengan demikian, setiap perancangan sistem kerja harus disesuaikan dengan faktor manusianya, dimana dimensi dan fungsi harus mengikuti karakteristik dari manusia yang akan menggunakan sistem kerja tersebut (Susanti dkk, 2015).

Hipotesis

Ada pengaruh ergonomi pada alat pencacah pelepah sawit tipe serut akibat jangkauan tangan operator ke feeder, tinggi rangka bawah, dan kelelahan operator yang ditimbulkan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ukuran dari alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini agar ergonomis dan mengetahui besar kelelahan yang ditimbulkan terhadap operator dalam mengoperasikan alat pencacah pelepah sawit tipe serut.

Manfaat penelitian

1. Bagi penulis dari penelitian ini yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan studi dari Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa dari penelitian ini adalah sebagai referensi untuk melanjutkan penelitian selanjutnya mengenai judul yang sama.

(16)

3. Bagi masyarakat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam memilih alat pencacah pelepah sawit tipe serut yang ukurannya sesuai antropometri sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Batasan Masalah

1. Evaluasi hanya dilakukan pada dimensi tinggi alat dan faktor kelelahan saat pemakaian alat.

2. Faktor hanya satu objek pria dengan dimensi tubuh pria dewasa dengan usia 18-30 tahun.

3. Tidak membahas biaya.

4. Tidak dilakukan perbaikan ukuran pada alat berdasarkan hasil penelitian.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Alat Pencacah Pelepah Sawit Tipe Serut

Alat ini menggunakan mesin engine diesel TG 175 A, memiliki kapasitas 7 HP dan kecepatannya 2600 rpm. Motor diesel akan menggerakkan puli dengan menghubungkan tali V belt ke puli 6 inci dan memutar poros. Alat ini menggunakan 2 buah puli, puli yang dimotor diesel berdiameter 4 inci sedangkan puli penggerak berdiamter 6 inci. Sehingga semua komponen yang meliputi pencacah mata serut dan pencacah mata pisau akan saling bergerak dengan tenaga motor diesel. Pisau pencacah pada mesin pencacah pelepah sawit tipe serut ini berjumlah sebanyak 21 mata pisau dinamis dengan jarak antar pisau 3,5 cm yang tersusun sejajar dan 3 mata pisau statis yang terbuat dari baja dan ditambah mata serut sebanyak 50 mata serut dengan lebar 2 mm dan tinggi 1mm (Umam, 2017).

Prinsip kerja alat motor diesel sebagai tenaga penggerak akan menggerakkan puli motor, yang selanjutnya mentransmisi daya ke puli poros pisau pencacah sehingga menggerakkan poros pisau. Poros yang berputar akan menggerakkan tabung mata serut serta pisau pencacah sebanyak 21 pisau yang menyatu dengan poros. Dengan kecepatan putaran yang tinggi, maka mata serut dan pisau pencacah mampu memberi tekanan yang besar sehingga dapat menyerut dan mencacah pelepah kelapa sawit yang dimasukkan melalui feeder. Cacahan pelepah kemudian keluar melalui saluran pengeluaran dan ditampung dengan menggunakan wadah (Umam, 2017).

Alat pencacah sampah organik tipe serut ini adalah sebuah alat yang berfungsi sebagai penghancur bahan organik seperti dedaunan, rumput-rumputan, ranting kecil pohon dan pelepah pohon dengan cara menyerut dan mencacahnya

(18)

sampai dengan ukuran sekecil-kecilnya. Alat pelepah sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan :

1. Poros 1. Rangka Mesin

2. Mata Pisau Serut 2. Penutup atas 3. Mata Pisau Cacah 3. Penutup Atas

4. Kipas 4. Penutup Bawah

5. P-block 5. Kipas

6. Mata Pisau Serut

7. Poros

8. Puli

9. Bearing Ucp

10.Motor Diesel

Gambar 1. Alat pencacah pelepah kelapa sawit tipe serut Komponen Alat

Motor Bakar

Motor penggerak adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil dari suatu pembakaran menjadi tenaga mekanik. Motor penggerak dapat dibedakan dalam 2 golongan, yaitu:

1. Motor dengan pembakaran diluar

2. Motor dengan pembakaran di dalam silinder (Anugrah, 2016).

Minyak bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir cairan yang halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah

(19)

bertemperatur dan bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap.

Penguapan butir bahan bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada disekitarnya. Proses penguapan itu berlangsung terus selama temperatur sekitarnya mencukupi (Arismunandar dan Koichi, 2004).

Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.

Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menjadi poros transmisi (line shaft), spindle, gandar (axle), poros (shaft) dan poros luwes (Achmad, 2006).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sebuah poros, yaitu:

1. Kekuatan poros

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban di atasnya.

2. Kekakuan poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi putarnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara. Kekakuan juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam-macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.

(20)

3. Putaran kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.

Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya.

4. Korosi

Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang berhenti lama sampai batas- batas tertentu dapat dilakukan perlindungan terhadap korosi.

5. Bahan poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difis, baja karbon konstruksi mesin yang dihasilkan dari baja yang di- deokasi dengan ferrosilikon. Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja dengan panduan kulit yang sangat tahan terhadap kekerasan seperti baja khrom nikel, baja khrom nikel molibden, baja khrom dan baja khrom molibden (Sularso dan Suga, 2002).

Puli

Puli berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran yang dihasilkan dari motor yang selanjutnya diteruskan lagi ke v-belt dan akan memutar poros. Puli dibuat dari besi cor atau dari baja. Untuk konstruksi ringan diterapkan puli dari paduan aluminium (Pratomo dan Irwanto, 2003).

Untuk menghitung kecepatan atau ukuran roda transmisi, putaran transmisi penggerak dikalikan diameternya adalah sama dengan putaran roda transmisi yang digerakkan dikalikan dengan diameternya.

(21)

S

pen erak

=S

yan di erakkan...(1) dimana : S = Kecepatan putar puli (rpm)

D = Diameter puli (mm)(Smith dan Wilkes, 2000) Sabuk-v (v-belt)

Sabuk-v terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium.

Tenunan tetoron di pergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-v dibelitkan di keliling puli yang berbentuk v. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Transmisi dengan menggunakan sabuk hanya dapat menghubungkan poros-poros yang dengan arah putaran yang sama.

Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk bekerja lebih halus dan tidak berisik (Sularso dan Suga, 2004).

Menurut Sularso dan Suga (2004), Sabuk-v digunakan untuk menurunkan putaran maka perbandingan yang umum digunakan adalah:

n1/n2= Dp/Dp ... (9) dimana:

n1 = putaran puli penggerak n2 = putaran puli yang digerakan Dp = diameter puli yang digerakan Dp = diameter puli penggerak

Sabuk bentuk trapesium atau v dinamakan demikian karena sisi sabuk dibuat serong, supaya cocok dengan alur roda transmisi yang berbentuk v. Kontak gesekan yang terjadi antara sisi sabuk-v dengan dinding alur menyebabkan lebih kecil dari pada sabuk yang pipih (Smith dan Wilkes, 2000).

(22)

Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang mampu menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan lama. Bantalan harus cukup kokoh untuk menghubungkan poros serta elemen mesin lainnya agar bekerja dengan baik. Bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Gerakan bantalan terhadap poros 2. Bantalan luncur

3. Bantalan gelinding 4. Beban terhadap poros 5. Bantalan radial 6. Bantalan aksial

7. Bantalan gelinding khusus (Sularso dan Suga, 2002).

Pisau Pencacah Serut

Pisau pencacah serut pada alat ini menggunakan mata gergaji chainsaw yang berjumlah 52 mata gergaji yang dibagi menjadi 4 bagian sehingga setiap bagian memiliki 13 mata gergaji yang berfungsi sebagai komponen penghancur dan pencacah yang akan mengubah bentuk dan ukuran bahan yang akan dimasukkan ke dalam pisau pencacah. Pisau pencacah ini memiliki jumlah pisau sebanyak 27 mata pisau yang terbuat dari baja. Menurut Badan Standardisasi Nasional SNI 7580 (2010), banyaknya jumlah pisau dibagi menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu: Kelas A ≤ 15; Kelas B 16-25; dan Kelas C 26-35.

(23)

Feeder

Feeder merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpan suatu material dari satu proses ke proses lainnya. Feeder merupakan bagian dari belt conveyor yaitu peralatan penanganan material mekanis yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain. Feeder pada dasarnya merupakan peralatan yang cukup sederhana. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan material. Sabuk yang digunakan pada feeder ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan misalnya dari karet, plastik, kulit ataupun logam yang tergantung dari jenis dan sifat bahan material yang akan diangkut atau diumpan. Pada mesin pencacah jerami, feeder adalah peralatan yang berfungsi mengatur aliran dan pemisah bahan-bahan serta penerima bahan baku. Fungsi utama feeder adalah mengatur aliran material yang akan diumpan ke mesin pencacah jerami. Didunia industri feeder yang digunakan adalah feeder yang memiliki kapasitas yang besar.

Beberapa tipe feeder antara lain :

a) Appron feeder merupakan jenis pesawat pemindah bahan yang mempunyai kapasitas pemindahan yang besar, dalam proses penyediaan bahan baku apron feeder berfungsi sebagai pengumpan bagi belt conveyor, kemudian belt conveyor akan memindahkan material tersebut untuk diproses lebih lanjut.

Dalam pelaksanaannya apronfeeder dapat dioperasikan dengan dua system control, yaitu dengan system control secara otomatis dan system control.

b) Reciprocating plate feeder (plat pengumpan bolak-balik), biasanya dipakai untuk material yang diambil dari gravel pit, material ini umumnya berukuran kecil yang kadan-kadang tidak perlu pemecahan sehingga harus dikelurkan dari material yang besar (Susanto, 2010).

(24)

Pelepah Kelapa Sawit

Pelepah daun kelapa sawit berpenampang melintang menyerupai bentuk segitiga, dengan luas penampang 100-112 cm2 dengan ketebalan dinding (lapisan epidermis : sklereid dan silica) dapat mencapai hingga 4-6 cm. Parenkhim pelepah daun sawit memiliki diameter serat 0,8 mm dengan panjang 70-175 cm.

Parenkhim dari pelepah segar memiliki sifat fisik dengan kadar air rata-rata adalah 0,83%. Pengaruh dari sifat fisik tersebut terhadap penelitian ini belum dapat dibahas secara rinci, namun beberapa lieratur mengenai sifat fisik mekanik bahan pertanian menyatakan bahwa sifatfisik tersebut berpengaruh nyata terhadap aplikasi pembuatan produk terutam pada sifat kelembaban bahan atau kandungan kadar air (Intra dan Dyah, 2012).

Secara makro pelepah daun sawit terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang relative padat dinamakan korteks/jaringan perifer dan bagian dalam pelepah daun sawit yang relative lunak dinamakan jaringan sentral. Tebal jaringan perifer dapat berbeda dari jenis yang satu degan jenis yang lainnya. Duri-duri dengan mata telanjang tampak pada bagian sisi lateral pelepah daun sawit yang terhubung pada serat ukuran besar dibagian dalam pelepah. Jaringan dalam yang berwarna pucat disebut parenkhim. Secara mikro, pelepah daun sawit terdiri dari tiga jaringan utama yaitu kulit, parenkim dasar dan berkas pembuluh. Kulit batang terdiri dari dua lapisan sel yang berfungsi sebagai pelindung. Lapisan pertama disebut epidermis dan lapisan kedua disebut endodermis. Lapisan epidermis sangat keras karena mengandung senyawa silica, sedangkan lapisan endodermis relative lunak.

(25)

Adapun kandungan kimia yang terdapat pada batang pelepah daun sawit menghasilkan empat komponen kimia utama dan mineral dalam jumlah kecil.

Hasil pengujian kandungan komponen kimia ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan kimia batang pelepah daun sawit

No Komponen Kandungan (g)

1. Selulosa 54,35 - 62,60

2. Lignin 24,50 - 32,80

3. Hemiselulosa 20,50 - 21,83

4 . Zat ekstraktif 2,35 - 13,84

5. Silica 1,60 - 3,50

6. Abu (non organic/silica) 2,30 - 2,60 (Intra dan Dyah, 2012).

Kekuatan tekan yang dibutuhkan untuk menekan pelepah paling besar yang dihasilkan dari tanaman berusia 5 tahun adalah pada bagian pangkal yaitu sebesar 4893 N. Pelepah yang dihasilkan tanaman yang berusia 20 tahun, kekuatan tekan yang paling besar terdapat pada bagian pangkal yaitu sebesar 8134 N. Besarnya kekuatan tekan untuk mengempa pelepah pada umur tanam 20 tahun ini akan dijadikan sebagai dasar untuk menentukan daya yang harus disediakan dalam perancangan mesin pencacah dan pengempa limbah panen sawit.

Hasil uji penekanan pelepah yang diambil dari tanaman berusia 20 tahun dan berusia tanaman 5 tahun pada berbagai umur simpan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa cenderung terjadi penurunan nilai kekuatan tekan terhadap lama waktu penyimpanan. Pelepah segar membutuhkan nilai uji tekan yang lebih besar dibandingkan pelepah yang telah disimpan. Pelepah pada bagian pangkal memberikan nilai uji tekan yang paling besar dari bagian tengah dan ujung pelepah. Hal ini disebabkan oleh struktur serat pelepah bagian pangkal lebih padat sehingga menghasilkan nilai uji tekan yang lebih besar agar terjadi

(26)

pemipihan. Perubahan bentuk yang lebih pipih mengakibatkan kerusakan struktur kulit dan parenkhim pelepah yang akan lebih cepat terdekomposisi.

Tabel 2. Hasil uji tekan pelepah pada berbagai durasi penyimpanan Usia pelepah Lama penyimpanan

(hari)

Tahan potong (N)

Pangkal Tengah Ujung

20 tahun

- 3 5 7 9

8134 7200 4100 2400 900

4500 4300 3000 800 1000

1900 2100 1900 900 1100

5 tahun

- 3 5 7 9

4893 4900 4400 2300 2100

1200 1900 900 700 800

700 800 800 500 600 (Bulan dkk, 2016)

Besarnya tahanan potong daun sawit dengan metode gunting adalah sebesar 67,67 N dapat dilihat pada Tabel 3. Pada bagian pangkal daun pada durasi penyimpanan 3 hari. Besarnya tahanan potong pada bagian pangkal daun sawit ini diduga disebabkan oleh besarnya diameter dari lidi pada bagian pangkal sawit.

Besarnya diameter lidi ini menyebabkan tahanan potong yang dibutuhkan untuk memotongnya semakin besar. Besarnya tahanan potong daun sawit dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan metode pencacahan. Metode pencacahan daun sawit yang akan dipilih akan menentukan kualitas cacahan untuk proses pengomposan.

Tabel 3. Hasil uji tahanan potong daun sawit pada berbagai durasi penyimpanan Lama penyimpanan

(hari)

Tahan potong (N)

Pangkal Tengah Ujung

0 46 21 20

3 61 26 28

5 48 23 20

7 39 32 18

9 49 18 21

(Bulan dkk, 2016)

(27)

Kapasitas Kerja Alat dan Mesin Pertanian

Afandi (2017) menyatakan bahwa kapasitas kerja suatu alat atau mesin didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam mengolah suatu produk (contoh: ha, kg, lt) persatuan waktu (jam). Dari satuan kapasitas kerja dapat dokonversikan menjadi satuan produk per kW per jam, bila alat/mesin itu menggunakan daya penggerak motor. Jadi satuan kapasitas kerja menjadi : Ha.jam/kW, kg.jam/kW, Lt.jam/kW. Persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut :

Kapasitas Alat = Produk yan diolah k

aktu am ...(3) Berdasarkan kapasitasnya, mesin pencacah sampah organik dibagi menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu:

1. Kelas A adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas lebih kecil dari 600 kg/jam

2. Kelas B adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas 600 kg/jam sampai dengan 1.500 kg/jam

3. Kelas C adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas lebih besar dari 1.500 kg/jam (BSN, 2010).

Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya peraturan atau hukum, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja.

Seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka, hal-hal yang mengatur manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri (Nurmianto, 2008).

(28)

Ergonomi memiliki peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya dalam menentukan desain sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia.

Desain perkakas kerja atau suatu mesin dan desain peletakan instrumen dan sistem pengendali agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi sehingga dihasilkan suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan, dan meningkatkan efisiensi kerja dan hilangnya resiko kecelakaan akibat metode kerja yang kurang tepat. Penyesuaian ukuran mesin atau alat terhadap dimensi tubuh operator juga dilakukan atau disebut antropometri. Kajian mengenai antropometri ini dilakukan agar saat pengoperasian alat, operator tidak mengalami efek samping seperti keseleo, pegal-pegal, atau sakit pada bagian tubuh tertentu akibat ketidaksesuaian antara ukuran alat dengan operator sehingga tidak berdampak kepada produktivitas dari pekerjaan itu sendiri (Nurmianto, 2004).

Pendekatan ergonomis untuk desain tempat kerja harus diketahui sebelumnya dan harus dianggap sebagai salah satu faktor terpenting dalam mendesain tempat kerja. Karena desain yang sesuai paling efektif untuk pilihan pertama dalam mengendalikan sumber stres di tempat kerja. Desain dan penyajian prosedur dan instruksi pengoperasian dengan cara sesederhana seperti kontrol lingkungan kerja, ruang kerja, akses untuk pemeliharaan, kondisi pencahayaan, kebisingan dan pemanasan (Tharim dkk, 2011).

Fungsi Ergonomi

Dalam lapangan kerja, ergonomi mempunyai peranan yang cukup besar.

Semua bidang pekerjaan selalu menggunakan ergonomi. Ergonomi diterapkan pada dunia kerja supaya pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaanya.

(29)

Dengan adanya rasa nyaman tersebut maka, produktivitas kerja diharapkan menjadi meningkat. Secara garis besar ergonomi dalam dunia kerja akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Bagaimana orang mengerjakan pekerjaanya

2) Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja 3) Peralatan apa yang mereka gunakan

4) Apa efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja (Suhardi, 2008).

Kontrol ergonomi digunakan untuk membantu menyesuaikan tempat kerja dengan pekerja. Mereka berusaha menempatkan tubuh dalam posisi netral dan mengurangi faktor risiko ergonomis lainnya. Kontrol ini harus mengakomodasi jajaran personil terluas. Ada beberapa pendekatan dan langkah yang dapat ditempuh untuk memperbaiki penerapan ergonomi di tempat kerja dan untuk mengurangi faktor risiko yang dapat dilakukan melalui beberapa jalur kontrol seperti komunikasi, pengendalian manajemen, faktor desain ergonomis, pelatihan dan pendidikan serta ditulis dalam program ergonomi (Tharim, 2011).

Manfaat aplikasi ergonomi adalah :

1. Performa ergonomis dapat mengurangi kelelahan dan meningkatkan produktivitas kerja.

2. Performakerja dapat diukur menggunakan parameter kelelahan kerja berdasarkan metabolisme energi anaerobik fluktuasi asam laktat dan glukosa dalam darah.

3. Lingkungan industri dan sekolah harus diciptakan secara ergonomi agar tenaga kerja atau guru dan siswa tetap dalam performa optimal (Santoso, 2013).

(30)

Antropometri

Antropometri merupakan ukuran tubuh manusia secara alamiah, baik dalam melakukana ktivitas statis (ukuran sebenarnya) maupun dinamis (Wignosoebroto, 2008). Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia seperti volume, pusat gravitasi dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran tubuh manusia sangat bervariasi, bergantung pada umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan periode dari masa kemasa. Aktifitas pengukuran dimensi tubuh manusia merupakan bagian yang penting dari antropometri karena akan menjadi informasi dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses dan tempat kerja (Harianto, 2008).

Dalam prakteknya, agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia, terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui yaitu

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.

Dalam hal ini, rancangan produk dibuat untuk dapat memenuhi dua sasaran produk, yaitu sesuai ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

2 Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Prinsip rancangan ini bersifat fleksibel, yaitu setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Dalam hal ini, data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5-th s/d 95-th persentil.

(31)

3 Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata. Prinsip ini berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas.

Antropometri memiliki tiga prinsip utama, prinsip-prinsip ini terutama diikuti dalam merancang berbagai produk tergantung dari jenis produknya. Prinsip pertama adalah ''desain untuk individu ekstrem" yang dapat berupa desain untuk populasi maksimum seperti pada umumnya pria atau desain persentil ke-95 untuk nilai populasi minimum yang biasa disebut wanita persentil ke-5. Prinsip kedua adalah merancang untuk Range Adjustable yang mempertimbangkan kedua wanita 5 dan 95 untuk mengakomodasi 90% populasi. Prinsip penyesuaian telah banyak disarankan oleh banyak peneliti sebagai prinsip ergonomi utama yang harus diikuti dalam merancang furnitur. Prinsip terakhir adalah ''merancang rata- rata” yang sebagian besar digunakan bila penggunaan penyesuaian tidak praktis.

Ada banyak desain terutama untuk desain rata-rata namun kurang didasarkan pada desain untuk penyesuaian terutama untuk perguruan tinggi pemerintah (Desai dan Taifa, 2017).

Manfaat Antropometri

Berbagai penelitian yang berkaitan dengan kejadian dan kecelakaan di industri Indonesia telah menunjukkan bahwa kecelakaan saat bekerja salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya data antropometri yang tepat untuk pekerja Indonesia yang pada gilirannya mengembangkan ketidakcocokan dimensi pada sistem peralatan manusianya yang beroperasi. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan para pekerja (Sutalaksana dan Widyanti, 2016).

(32)

Beberapa pengolahan data yang harus dilakukan pada data antropometri adalah:

1. Kecukupan data

Dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

[ ] ……….. 4) di mana:

N’ = jumlah pengamatan yang dibutuhkan k = tingkat kepercayaan

bila tin kat kepercayaan 99%, maka k = 2,58 ≈ 3 bila tingkat kepercayaan 95%, maka k = 1,96 ≈ 2 bila tin kat kepercayaan 68%, maka k ≈ 1

s = derajat ketelitian (bila menggunakan k = 95%, maka bernilai 100%-95% = 5%)

N = jumlah pengamatan dimensi tubuh operator

X = data dimensi tubuh operator (jangkauan tangan dan kaki- pinggul) pertamasampai ke lima puluh (1-50)

Apabila N’<N, maka data dinyatakan cukup dan dapat digunakan dalam penelitian (Syakhroni, 2008).

2. Normalitas Data

Pengolahan data dilakukan dengan aplikasi program SPSS terhadap masing- masing dimensi Jangkauan Tangan (JT) dan Kaki-Pinggul (KP) (Egi, 2010).

3. Keseragaman data

Ditentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA/BKB)

(33)

= [ ̅- i2

-1 ] ……… 5

BKA = ̅ + 3 ……….…..….... 6)

BKB = ̅ - 3 ………..…….. (7) dimana:

= Standar Deviasi dari data dimensi tubuh N = Jumlah Pengamatan dimensi tubuh operator X = Data dimensi tubuh operator

BKA = Batas Kontrol Atas BKB = Batas Kontrol Bawah

Setelah BKA dan BKB diperoleh, maka data diplotkan ke dalam peta kontrol dengan aplikasi ke Ms. Excel (Maulana, 2019).

4. Persentil

Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang- orang yang memiliki ukuran di bawah atau pada nilai tersebut. Sebagai contoh, persentil ke-95 akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah nilai dari suatu data yang diambil.

Persentil dapat ditentukan dengan uji pada program SPSS, namun dapat juga dengan cara perhitungan manual. Dengan menggunakan persamaan:

P5 = ̅ - 1,645 ………...(8)

ZAP50 = ̅………..……….…....(9)

P95 = ̅ + 1,645 ……….... 10 di mana :

P5= Persentil ke-5 (5%) P50 = Pesentil ke-50 (50%)

(34)

P95 = Persentil ke-95 (95%)

= Standar Deviasi dari data dimensi tubuh X = Data dimensi tubuh operator (Aras, 2019).

Kelelahan Operator

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuannya dan kapasitas kerjanya yang bersangkutan. Penanganan bahan secara manual, termasuk mengangkat beban, apabila tidak dilakukan secara ergonomi akan lebih cepat menimbulkan kelelahan otot pada bagian tubuh tertentu, yang menyebabkan seorang tenaga kerja cepat mengalami kelelahan (Tarwaka,2010).

Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pen alaman, keterampilan, motivasi, dan lain seba ainya Suma’mur,2009 .

Pada dasarnya kelelahan menggambarkan tiga fenomena yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja.

Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman yang memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah melewati batas maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan suatu keadaan yang mudah dipulihkan dengan beristirahat. Tetapi jika dilakukan terus menrus

(35)

akan berakibatkan buruk dan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja (Wibowo, 2011).

Kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakaiannya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa, dan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang tidak tepat (Tarwaka,2010).

Untuk mengurangi tingkat kelelahan, maka sikap kerja statis harus dihindari dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Untuk pengukuran kelelahan seseorang dapat dilakukan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif (Setiowati, 2010).

Ketika pekerja melakukan aktivitas dengan beban kerja yang berat, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaan menjadi meningkat. Jika kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit (Soeharto,2004).

Penyebab Kelelahan Kerja

Fajar dan Baginda (2000) menyatakan bahwa kelelahan kerja disebabkan oleh beberapa hal yaitu antara lain:

1. Pekerjaan yang berlebihan

2. Kekurangan waktu 3. Konflik peranan

(36)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

Kelelahan dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: umur, masa kerja, status gizi, asupan nutrisi, status perkawinan, gangguan muskulosketal, olahraga, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol dan penyalahgunaan obat. Sedangkan faktor dari luar yang dapat mempengaruhi kelelahan meliputi tinggi meja, iklim kerja, pencahayaan, tingkat pendapatan, kesempatan merubah sikap atau posisi bekerja, pakaian sepatu, kondisi lantai dan shift kerja (Atiqoh dkk, 2014).

Tingkat kelelahan akibat kerja yang dialami pekerja dapat menyebabkan ketidaknyamanan, ketidakpuasan dan penurunan produktivitas yang ditunjukkan dengan berkurangnya kecepatan performansi, menurunnya mutu produk, meningkatnya kesalahan dan kerusakan, kecelakaan yang sering terjadi, kendornya perhatian serta ketidaktepatan dalam melaksanakan pekerjaan (Tarwaka, 2010).

Pencegahan Kelelahan Kerja

Supaya agar tingkat produktivitas kerja tetap baik atau bahkan meningkat, salah satu faktor pentingnya adalah pencegahan terhadap kelelahan kerja.

Cara mengatasi kelelahan kerja : a) Sesuai kapasitas kerja fisik b) Sesuai kapasitas kerja mental c) Redesain stasiun kerja ergonomis d) Sikap kerja alamiah

e) Kerja lebih dinamis f) Kerja lebih bervariasi

(37)

g) Redesain lingkungan kerja h) Reorganisasi kerja

i) Kebutuhan kalori seimbang

j) Istirahat setiap 2 jam (Tarwaka dkk, 2004).

Pengaruh Waktu Kerja dan Waktu Istirahat

Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising dan berdebu. Namun demikian, secara umum di Indonesia telah ditentukan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari ituhanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Widodo, 2008).

Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk:

a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja

b. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran c. Memberikan kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial

(Tarwaka dkk, 2004).

Jam kerja berlebihan di luar batas kemampuan, apalagi pekerjaan itu berat, akan menjadi sumber terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Beban kerja fisik

(38)

yang terlalu berat dan dilakukan di dalam waktu yang lama, mikroklimat yang tidak memadai, status nutrisi yang buruk dan adanya penyakit atau rasa sakit karena sikap paksa juga merupakan sumber munculnya keluhan muskuloskeletal, kelelahan, kebosanan, ketidaknyaman dan ketidakpuasan kerja dalam bekerja.

Untuk mengatasi kondisi ini perlu dirancang adanya istirahat resmi 30 menit setelah bekerja 30 menit. Memberi waktu istirahat aktif dapat meningkatkan dan mempertahankan prestasi kerja (Grandjean, 2000).

Ketahanan Kardiovaskuler

Ketahanan kardiovaskuler adalah suatu pengukuran kemampuan sistem kardiovaskuler dengan melakukan pekerjaan secara terus menerus sampai terjadi kelelahan. Ketahanan kardiovaskuler dapat ditentukan dengan beban maksimum dan sub-maksimum. Untuk beban maksimum, ketahanan kardiovaskuler diketahui sebagai konsumsi O2 Max (VO2 max) atau tenaga aerobik maksimum. VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen yang seseorang dapatkan selama kerja fisik sambil menghirup udara (Nala, 2011).

Pengukuran Tingkat Kelelahan Berdasarkan % CVL

Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerja dimulai, denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja, nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Sedangkan nadi kerja dapat dikategorikan berdasarkan tingkat beban kerja (Tarwaka, 2010).

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Untuk

(39)

menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskular (cardiovascular load = %CVL) yang dapat dihitung dalam rumus sebagai berikut:

%CVL

=

100 x denyut nadi kerja - denyut nadi istirahat

- denyut nadi istirahat………. 11 Keterangan :

Laki-laki = Denyut Nadi Maksimum = 220 – Umur Perempuan = Denyut Nadi Maksimum = 200 – Umur (Tarwaka dkk, 2004).

Dari Hasil Perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi % CVL

%CVL Penanganan

≤ 30% Tidak terjadi kelelahan 30 < ≤ 60% Perlu perbaikan

60 < ≤ 80% Kerja dalam waktu singkat 80 < ≤ 100% Diperlukan tindakan segera X > 100% Tidak diperbolehkan beraktivitas (Tarwakadkk, 2004).

(40)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan padabulan November sampai bulan Desember pada tahun 2018 di Laboratorium Teknik Biosistem Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan AlatPenelitian

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah sawit sebagai bahan penelitian, meteran untuk mengukur panjang bagian tubuh dan alat-alat tulis untuk mencatat dan mengolah data, kamera sebagai alat dokumentasi, Pulse Oxymeter Rate untuk mengukur denyut nadi operator, stopwatch untuk mengukur waktu ketika menghitung denyut nadi dari operator, operator yang digunakan adalah laki-laki sebanyak 50 orang yang merupakan mahasiswa Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Metodologi Penelitian

Penelitian inimenggunakan metode studi literatur tentang perancangan penciptaan ukuran dimensi alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini yang ergonomis atau sesuai dengan ukuran tubuh manusia. Kemudian mengukur dan mengambil data antropometri yang dibutuhkan, melakukan pengujian data berupa uji kecukupan data dan uji keseragaman datamenggunakan program aplikasiMs.

Excel, pada uji normalitas data menggunakan program aplikasi SPSS dengan uji One Sample Kolmogrov SmirnovP  0,05  data berdistribusi normal. Maka, dapat di simpulkan tidak ada pengaruh ergonomis pada alat pencacah pelepah

(41)

sawit tipe serut akibat jangkauan tangan operator ke feeder, tinggi rangka bawah, dan kelelahan operator yang ditimbulkan (H0 diterima).

Hipotesis :

H0 : Tidak ada pengaruh ergonomis pada alat pencacah pelepah sawit tipe serut akibat jangkauan tangan operator ke feeder, tinggi rangka bawah, dan kelelahan operator yang ditimbulkan.

H1/ Ha : Ada pengaruh ergonomis pada alat pencacah pelepah sawit tipe serut akibat jangkauan tangan operator ke feeder, tinggi rangka bawah, dan kelelahan operator yang ditimbulkan.

Alat ini dioperasikan oleh 1 orang untuk sekali operasi dengan posisi operator berdiri di depan feeder untuk memasukan pelepah sawit dan mendorongnya ke dalam feeder. Pelepah sawit yang tercacah akan keluar dari saluran bawah yang akan ditampung dengan menggunakan goni/karung. Berikut adalah layout pengoperasian alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini.

Gambar 2. Layout pengoperasian alat pencacah pelepah sawit tipe Serut

200cm 160 cm

cm

92 cm 70 cm

(42)

Prosedur Penelitian Antropometri

- Mengambil data ukuran dari alat pencacah pelepah sawit tipe serut dengan melakukan pengukuran menggunakan meteran.

- Mempersiapkan 50 orang sebagai operator dengan usia operator 18-22 tahun, berat badan 50-96 kg dan tinggi badan 150-185 cm

- Membuat singkatan untuk setiap dimensi yang diukur, seperti berikut:

a. Panjang Jangkauan Tangan (JT)

b. Jarak Telapak Kaki dengan Pinggul (KP)

- Mengambil data dimensi tubuh masing-masing operator sebagai data penelitian

- Menguji kecukupan data dengan Persamaan (4) - Menguji kenormalan data dengan aplikasi SPSS

- Menguji keseragaman data menggunakan aplikasi Ms. Excelmencari BKA dan BKB dengan Persamaan (6) dan (7)

- Mengambil data persentil dari data antropometri yang telah didapat dengan menggunakan Persamaan (8) dan (9).

- Mengevaluasi kesesuaian dimensi alat dengan dimensi tubuh operator sesuai dengan persentil yang telah diketahui.

- Mengukur denyut nadi awal (DI) dari seluruh operator sebelum bekerja - Mengamati operator ketika mengoperasikan alat selama 30 menit

- Mengukur denyut nadi setiap operator setelah bekerja (DK) selama 30 menit - Mencatat data denyut nadi operator untuk selanjutnya diolah

(43)

Kelelahan Operator

- Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat - Menimbang bahan yang akan dicacah dengat berat ± 3 kg dan pelepahnya

210 cm

- Menghidupkan mesin pencacah

- Mengukur denyut nadi awal (DI) operator sebelum bekerja - Mengamati operator ketika mengoperasikan alat selama 30 menit - Mengukur denyut nadi setelah bekerja (DK) selama 30 menit - Mencatat data denyut nadi operator untuk selanjutnya diolah Parameter Penelitian

1. Antropometri - Panjang Feeder

Diperoleh dengan pengukuran dimensi panjang jangkauan tangan operator.

Penentuan dimensi panjang feeder yang ergonomis didasarkan pada persentil 5, 50 dan 95.

- Tinggi Rangka Bawah

Diperoleh dengan pengukuran jarak antara telapak kaki sampai dengan pinggang operator. Penentuan dimensi tinggi rangka bawah yang ergonomis didasarkan pada persentil 5, 50 dan 95.

2. Kelelahan operator dalam mengoperasikan alat.

Diperoleh dengan pengukuran presentase CVL (cardiovascular load) dengan menghitung denyut nadi operator.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Antropometri

Panjang Feeder dan Rangka Bawah

Saat menentukan ergonomika dimensi feeder dan rangka bawah pada alat pencacah pelepah sawit tipe serut bagi operator, diperlukan data dimensi dari panjang feeder dan tinggi rangka bawah pada alat pencacah pelepah sawit tipe serut serta data dimensi panjang jangkauan tangan dan jarak kaki-pinggul dari 50 orang operator. Data dimensi jangkauan tangan dan jarak kaki-pinggul dari operator dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan untuk data dari dimensi panjang feeder adalah 33,7 cm dan untuk rangka bawah 70 cm. Selanjutnya, dilakukan pengujian kecukupan data terhadap data dimensi tubuh operator dan diperoleh hasil seperti yang tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji kecukupan data

Keterangan ’ Kesimpulan

JT 50 5,24 Cukup

KP 50 4,50 Cukup

Keterangan: JT = Jangkauan Tangan; KP = Kaki-Pinggul; N = jumlah data yan diambil; ’=

jumlah data minimal yang diambil.

Penentuan kecukupan data dilihat dari nilai N dan N’.Jika N’<N, maka data dinyatakan cukup dan dapat digunakan dalam penelitian. Sebaliknya jika N’>N, maka data dinyatakan tidak cukup dan tidak dapat digunakan dalam penelitian. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai lebih dari nilai ’ untuk masing-masing data JT (Jangkauan Tangan) dan KP (Kaki-Pinggul). Sehingga data dimensi JT dan KP yang diperoleh telah cukup hal ini sesuai dengan literatur Syakhroni (2008) yang menyatakan bahwa jumlah data pengamatan yang diambil lebih besar dari jumlah data minimal yan seharusnya diambil ’ , dapat disimpulkan bahwa jumlah data pengamatan yang diambil telah cukup.

(45)

Setelah melakukan uji kecukupan data, kemudian dilakukan uji keseragaman pada data, hasil dari uji keseragaman data disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil uji keseragaman data

Keterangan BKA (cm) BKB (cm) Min (cm) Maks (cm) Kesimpulan JT 86,73 60,87 64,20 82,80 Seragam

KP 106,88 77,12 81,90 101,80 Seragam

Keterangan: JT = Jangkauan Tangan; KP = Kaki-Pinggul; BKA = Batas Kontrol Atas; BKB = Batas Kontrol Bawah; Min = data terkecil; Maks = data terbesar.

Penentuan keseragaman data dilihat pada sebaran data pada grafik kontrol yang dibuat berdasarkan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) (X maks<BKA; Xmin > BKB. Jika ada data yang diluar batas kontrol , data akan dikeluarkan atau dibuang. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai maksimum dari masing-masing JT dan KP tidak ada yang melebihi BKA begitu juga dengan nilai minimum dari JT dan KP tidak ada yang kurang dari BKB sehingga data dimensi JT dan KP dapat dikatakan seragam, hal ini terlihat dari grafik kendali keseragaman data sebagaimana yang tersaji pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Grafik data dimensi jangkauan tangan 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 10 20 30 40 50

BKA dan BKB (cm)

Jumlah JT Operator

(46)

Gambar 6. Grafik data dimensi jarak kaki-pinggul

Pada grafik kendali dapat dilihat bahwa data untuk masing-masing dimensi tubuh tidak ada yang out of control artinya seluruh data berada pada range antara batas kontrol atas dan kontrol bawah sehingga data dapat dinyatakan seragam. Hal ini sesuai dengan literatur Maulana (2019) yang menyatakan bahwa uji keseragaman data dimaksudkan untuk menentukan bahwa populasi data sampel yang digunakan memiliki penyimpangan yang normal dari nilai rata- ratanya pada tingkat kepercayaan/signifikansi tertentu. Data dianggap seragam bila seluruh sampel data berada dalam cakupan range antara batas bawah dan batas atas.

Selanjutnya dilakukan pengujian untuk menentukan kenormalan data menggunakan aplikasi SPSS pada data yang hasilnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji kenormalan data

Keterangan Nilai Signifikansi Nilai True Significantion Kesimpulan JT 0,200 0,05 Normal KP 0,077 0,05 Normal

Keterangan: JT = Jangkauan Tangan; KP = Kaki-Pinggul

0 20 40 60 80 100 120

0 10 20 30 40 50

BKA dan BKB (cm)

Jumlah KP Operator

(47)

Penentuan kenormalan data dapat dilihat dari nilai signifikansi data sebagaimana yang telah tersaji pada Tabel 7 apabila nilai signifikansi dari data >

0,05 maka data dapat dikatakan terdistribusi dengan normal dan layak digunakan sebagai data penelitian. Jika nilai signifikansi (sig) dari data < 0,05, maka data tidak normal dan tidak layak digunakan sebagai data penelitian. Hal ini sesuai dengan literatur Egi (2010) yang menyatakan bahwa apabila nilai signifikansi dari data kurang dari 0,05 maka data disimpulkan tidak terdistribusi normal.

Persentil

Persentil yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah persentil 5, persentil 50, dan persentil 95. Hasil perhitungan persentil dari setiap data antropometri dimensi tubuh yang telah diolah disajikan ke dalam Tabel 8.

Tabel 8. Data persentil antroprometri dimensi tubuh operator

Keterangan: JT =Jangkauan Tangan; KP= Kaki-Pinggul

Berdasarkan hasil dari pengujian yang tersaji pada Tabel 8, diketahui bahwa pada persentil 5 ukuran jangkauan tangan adalah 67,51 cm yang berarti bahwa 5% dari populasi akan berada pada atau dibawah ukuran 67,51 cm untuk jangkaun tangan. Pada persentil 50 sebear 74,6 cm dan pada persentil 95 sebesar 81,68 cm sedangkan untuk dimensi dari panjang feeder adalah 337 mm atau 33,7 cm, ini berarti bahwa panjang feeder alat pencacah pelepah sawit ini sudah terancang dengan ergonomis karena sesuai dengan persentil 5, 50 dan 95 sehingga tidak akan menganggu operator dalam bekerja nantinya hal ini sesuai dengan literatur Aras, (2019) yang menyatakan bahwa data antropometri akan

Keterangan

Persentil (cm)

5 50 95

JT 67,51 84,4 74,68 KP 92,6 81,6 100,75

(48)

menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan antara dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara umum sekurang- kurangnya 90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya tanpa menyebabkan sakit pada bagian tubuh operator yang menggunakannya.

Berdasarkan hasil pengujian data yang tersaji pada Tabel 8 untuk dimensi jarak pinggul-telapak kaki operator, maka diketahui pada persentil 5 ukuran pinggul telapak kaki adalah 84,44 cm hal ini berarti 5 % dari populasi akan berada pada atau di bawah ukuran 84,44 cm. Pada persentil 50 adalah 92,6 dan pada persentil 95 adalah 100,75 cm. Dimensi dari tinggi rangka bawah adalah 700 mm atau 70 cm, yang menandakan alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini sudah terancang dengan ergonomis karena perbedaan ukuran antara dimensi pada tinggi rangka bawah dengan ukuran dimensi kaki-pinggul pada persentil ke-95 tidak terlalu besar, sehingga tidak akan menyebabkan operator membungkukkan badan secara berlebihan dan menganggu operator dalam bekerja nantinya. Hal ini sesuai dengan literatur Aras (2019) yang menyatakan bahwa data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya.

(49)

Kelelahan Operator

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologi tubuh yang menggambarkan tubuh dalam keadaan statis dan dinamis. Oleh karena itu, denyut nadi dipakai sebagai indikator metabolisme tubuh. Denyut nadi adalah indikator yang dipakai untuk mengetahui berat ringannya beban kerja seseorang, semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja dengan kelelahan dan gangguan fisiologis lainnya. Kelelahan merupakan salah satu bentuk mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadi pemulihan setelah istirahat.

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 50 orang mahasiswa Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara sebagai operator selama 30 menit, diperoleh data sebagaimana yang terlampir pada Lampiran 4. Dari data tersebut diperoleh jumlah persentase klasifikasi tingkat kelelahan yang tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah persentase kelelahan operator berdasarkan %CVL Tingkat Kelelahan %CVL

Tidak Terjadi Kelelahan 10%

Perlu Perbaikan 76%

Kerja dalam Waktu Singkat 14%

Diperlukan Tindakan Segera -

Berdasarkan data denyut nadi dari 50 orang mahasiswa sebagai operator dalam waktu 30 menit peroperator, dapat diketahui bahwa 10% operatotidak mengalami kelelahan, 76% operator mengalami kelelahan yang perlu perbaikan, sedangkan 14% operator mengalami kelelahan dalam waktu singkatdan 0 % operator diperlukan tindakansegera.

Dari data yang tersaji pada Tabel 9 dapat diasumsikan bahwa pada masing-masing operator/individu terdapat perbedaan tingkat kelelahanya, hal ini

(50)

dikarenakan oleh alat pencacah pelepah sawit tipe serut tidak bekerja dengan baik, sebab mata serut alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini tidak memiliki daya tarik yang besar terhadap pelepah sawit, sehingga operator harus memberi tekanan atau dorongan terhadap pelepah sawit, agar mata serut dapat menarik pelepah sawit ke dalam feeder dan adanya perbedaan ketahanan tubuh dari dari masing- masin operator seba aimana yan tertulis pada literatur Suma’mur 2009 yan menyatakan bahwa seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, mentaldan sosial. Namun, sebagai persamaan yang umum memikul beban pada berat tertentu dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, keterampilan dan motivasi. Sebagaimana hal ini juga sesuai dengan literatur Wibowo (2011) yang menyatakan bahwa kelelahan pada dasarnya merupakan suatu keadaan dimana tubuh memberikan tanda bahwa pekerjaan yang dilakukan sudah mencapai batas kemampuan tubuh yang mudah dipulihkan dengan beristirahat. Tetapi jika dilakukan terus menerus akan berakibat buruk dan dapat mengakibatkan sakit setelah bekerja.

Tabel 10. Jumlah persentase kelelahan operator di berbagai persentil dimensi tubuh

Dimensi

Tubuh Persentil Tingkat kelelahan %CVL

1 2 3 4

JT

5 - 100,0% - -

50 7,1% 85,8% 7,1% -

95 10,0% 25,0% 65,0% -

KP

5 - 100,0% - -

50 12,0% 76,0% 12,0% -

95 18,2% 72,7% 9,1% -

Keterangan: Tingkat kelelahan berdasarkan %CVL; (1) Tidak merasakan kelelahan; (2) Perlu Istirahat Pendek; (3) Tidak dapat bekerja untuk waktu lama;(4) Perlu tindakan segera. JT : Jangkauan Tangan; KP : Jarak Pinggul-Telepak Kaki

(51)

Berdasarkan hasil dari dimensi tubuh mahasiswa sebagai operator, diketahui jumlah persentase kelelahan pada berbagai dimensi tubuh untuk jangkauan tangan dan kaki pinggul yang tersaji pada Tabel 10. Bahwa pada persentil 5 ukuran jangkauan tangan berada pada tingkat kelelahan perlu perbaiakan, pada persentil 50 tidak terjadi kelelahan 7,1%, perlu istirahat pendek 85,8% dan tidak bekerja untuk waktu lama sebesar 7,1%, sedangkan pada persentil 95, persentase operator yang tidak merasakan kelelahan meningkat sebesar 10,0% dan pada tingkat tidak bekerja pada waktu lama juga meningkat sebesar 65,0%. Hal ini dikarenakan oleh alat pencacah pelepah sawit tipe serut tidak bekerja dengan baik, sebab mata serut alat pencacah pelepah sawit tipe serut ini tidak memiliki daya tarik yang besar terhadap pelepah sawit, sehingga operator harus memberi tekanan atau dorongan terhadap pelepah sawit, agar mata serut dapat menarik pelepah sawit ke dalam feeder. Hal menunjukan bahwa semakin panjang jangkauan tangan operator semangkin tinggi tingkat kelelahan yang dialami operator. Karena jangkauan tangan yang terlalu panjang mempersulit operator mendorong pelepah sawit ke dalam feeder. Hal ini sesuai dengan literatur Tarwaka (2010) yang menyatakan bahwa berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan dan atau kapasitas kerjanya bersangkutan. Penanganan bahan secara manual, termasuk mengangkat beban, apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan lebih cepat menimbulkan kelelahan otot pada bagian tubuh tertentu.

Gambar

Gambar 1. Alat pencacah pelepah kelapa sawit tipe serut  Komponen Alat
Gambar 2. Layout pengoperasian alat pencacah pelepah sawit tipe Serut
Tabel 6. Hasil uji keseragaman data
Gambar 6. Grafik data dimensi jarak kaki-pinggul

Referensi

Dokumen terkait

Seharusnya, Maniam perlu merangsang ego supaya berfikiran positif dengan membaiki keadaan dengan cara yang betul, namun ego yang kalah dengan tuntutan id memakan diri

Harus disimpan di tempat terpisah dari tempat penyimpanan perbekalan farmasi lain, mudah dilokalisir bila terjadi kebakaran, tahan gempa dan dilengkapi dengan

Menurut PP Nomor 60 Tahun 2014, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Analisis pada data RAK tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis variansi jika terdapat outlier yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh perlakuan dan pengaruh

Ekstrak kasar diuapkan sampai kering, kemudian residu yang dihasilkan dilarutkan dalam 0,5 ml Asam Asetat anhidrida, kemudian ditambah dengan 0,5 ml

Dengan di temukannya gejala-gejala penyakit pada gigi dan mulut dan metode inferensi yang digunakan forward chaining yang timbul atau tampak maka akan mempermudah dalam

Oleh sebab itu, bagi konsumen yang suka membeli produk original karena memang mereka mampu untuk membelinya, manfaat ekonomis atas sebuah produk tiruan tidak akan

Dari hasil identifikasi menggunakan fault tree analisys maka didapat beberapa akar masalah yang menyebabkan tingginya defect product diantaranya : kurangnya