• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. dari seberapa tinggi prestasi belajar yang diraihnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN. dari seberapa tinggi prestasi belajar yang diraihnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

Dalam konteks pendidikan formal di Indonesia, kualitas seorang individu dinilai dari seberapa tinggi prestasi belajar yang diraihnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar merupakan hal yang penting bagi individu untuk menilai seberapa baik kualitas diri yang dimiliki. Winkel (2004) menjelaskan bahwa prestasi belajar digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan mengubah sikap/perilaku ke arah yang lebih baik.

Menghadapi era globalisasi sekarang ini, diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas SDM ini terlebih dahulu dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional pada umumnya dan peningkatan prestasi akademik siswa pada khususnya. Prestasi belajar menurut Bloom (dalam Azwar, 2002) adalah mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar, selanjutnya Azwar (2002) menambahkan bahwa prestasi belajar atau keberhasilan belajar dapat dioperasikan ke dalam bentuk atau indikator-indikator seperti nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan indikator lain yang mampu menggambarkan kemampuan individu.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan prestasi belajar adalah faktor kondisi fisik seperti yang dijelaskan oleh Azwar (2004) bahwa kondisi fisik umum seperti penglihatan, pendengaran dan sistem saraf mempengaruhi individu dalam proses belajar dan mencapai prestasi belajar yang maksimal. Banyak hal berkaitan dengan kondisi fisik individu yang mempengaruhi usaha mereka mencapai prestasi belajar yang diinginkan. Faktor keterbatasan fisik (cacat fisik) dan kondisi sakit menjadi faktor-faktor penghambat bagi individu dalam proses belajar. Keadaan fisik tersebut

(2)

bisa dialami sejak lahir (hereditas) atau bisa juga terjadi karena kurangnya kewaspadaan individu dalam menjaga kondisi kesehatan (Mudzakir dan Sutrisno, 1997).

Kurangnya kewaspadaan dalam menjaga kesehatan sering dialami remaja, salah satu contoh yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah perilaku merokok remaja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merokok adalah perilaku menghisap gulungan tembakau yang dibungkus kertas. Tidak dapat kita pungkiri bahwa perilaku merokok sudah dimulai dari usia anak-anak hingga remaja. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adapun usia pertama kali merokok pada usia 10-14 tahun yaitu sebesar 9,3% dan usia merokok ini meningkat pada usia diatas 15 tahun yaitu 40%, sedangkan pada data Riskesdas 2010 terjadi peningkatan kembali merokok pada usia diatas 15 tahun yaitu 43,3% dengan prevalensi perilaku merokok di Indonesia sebesar 34,7%. Pada tahun 2013, prevalensi perilaku merokok usia diatas 15 tahun mengalami peningkatan dari 34,7% menjadi 36,3% (Riskesdas, 2013).

Data Kemenkes tahun 2011 menunjukkan bahwa ada sekitar 60% pria di atas 15 tahun yang tergolong dalam perokok aktif, hasil tersebut menggambarkan bahwa perokok pasif di Indonesia jumlahnya sangat besar. Hasil survey yang dilakukan Global Adult Tobbaco Survey (GATS, 2011), juga mendapatkan hasil yang memprihatinkan yaitu prevalensi perokok di Indonesia peringkatnya naik menjadi nomor dua terbesar di dunia.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang disekitar perokok yang ikut terhirup asap rokok dan kerugian yang ditimbulkan bisa dari sisi kesehatan juga ekonomi. Dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, karbon monoksida, dan tar akan memacu kerja dari susunan sistem saraf

(3)

pusat dan sususan saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Sitkes, 2014).

Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang selalu tinggi untuk mencapai kepuasan dan ketagihannya (Mukuan, 2012), jika remaja terus menerus menghisap rokok, maka akan terjadi penumpukan nikotin di otak.

Prasadja (2012) mengatakan penumpukan nikotin tersebut dapat mengakibatkan penurunan motivasi, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat.

Ada pengaruh perilaku merokok terhadap memori jangka panjang pada perokok yaitu ingatan perokok ketika di tes sambil merokok lebih rendah dibandingkan dengan ingatan tanpa merokok (Ayuningtyas, 2011). Siswa SMA di Medan yang berperilaku merokok pada tahun 2007, menyatakan bahwa 63% remaja SMA sudah merokok (Nasution, 2007). Kebiasaan menghisap tembakau bertahun-tahun berpengaruh pula terhadap kesehatan fungsi otak dan psikis. Salah satu kandungan rokok yaitu nikotin, memiliki efek pada otak antara lain menyebabkan ketergantungan dan toksisitas pada fungsi kognitif yang memunculkan gejala kesulitan konsentrasi. Menurut Haustein dan Groneberg (2010) merokok tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik semata, kebiasaan menghisap tembakau bertahun-tahun berpengaruh pula terhadap kesehatan fungsi otak dan psikis. Salah satu kandungan rokok yaitu nikotin, memiliki efek pada otak antara lain menyebabkan ketergantungan dan toksisitas pada fungsi kognitif yang memunculkan gejala kesulitan konsentrasi. Efek ketergantungan nikotin inilah yang mengakibatkan paparan terus menerus rokok pada perokok nantinya akan mengakibatkan penurunan fungsi kognitif bagi usia pelajar dan penurunan fungsi kognitif akan berdampak pada proses pembelajarandan perolehan nilai akhir (Haustein

(4)

& Groneberg, 2010). Penelitian yang dilakukan King’s College London 2007, menyimpulkan bahwa zat racun yang terkandung dalam rokok dapat merusak memori, menurunkan kemampuan belajar dan melemahkan daya nalar. Pengaruh rokok terhadap otak cukup serius dalam jangka menengah dan panjang, bisa diartikan bahwa perokok memiliki resiko untuk semakin bodoh (Ridwan, 2013).

Selain mempengaruhi aspek fisiologis individu, perilaku merokok juga memiliki kecenderungan mempengaruhi individu dari sisi psikologis. Perilaku merokok yang dilakukan individu sangat erat hubungannnya dengan pengaruh teman sebaya atau lingkungan sosial. Perilaku merokok individu sering diasosiasikan dengan kedewasaan, menarik lawan jenis, kemampuan bersosialisasi, dan aktualisasi diri.

Fenomena pengaruh perilaku merokok terhadap prestasi belajar di kalangan pelajar dijelaskan oleh Widodo (2010) bahwa seorang individu yang merokok cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan individu yang tidak merokok, dengan aksi merokok sebagai kompensasi dan karena mengenyampingkan tugas tentu sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Alasan yang dikemukakan oleh remaja yang merokok adalah karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya merokok dan diajari atau dipaksa merokok oleh teman-temannya, perilaku merokok dimulai dari mencoba-coba dan kemudian menjadi ketagihan. Remaja yang mengambil keputusan untuk menjadi perokok aktif umumnya memiliki frekuensi merokok yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, akibat dari kebiasaan tersebut tubuh mereka menjadi ketergantungan terhadap rokok dan menjadi kurang nyaman ketika tidak merokok. Penelitian yang dilakukan Zhao (dalam Mulyani, 2015) menemukan hasil bahwa penumpukan nikotin dan berbagai macam zat kimia di otak akan mempengaruhi kondisi stamina tubuh tubuh dan secara tidak langsung juga mempengaruhi naik

(5)

turunnya motivasi sehingga akan berpengaruh terhadap proses belajar yang dilakukan individu.

Remaja yang tergolong perokok aktif memiliki dorongan untuk pada situasi- situasi tertentu yang terkadang sulit untuk dikendalikan. Sitepoe (2000) menjelaskan bahwa remaja yang mengalami kecanduan merokok cenderung tidak kesulitan menahan keinginannya untuk tidak merokok, serta cenderung sensisitf terhadap efek dari nikotin.

Hal tersebut tentunya sangat beresiko bagi remaja perokok dalam mengikuti proses belajar di sekolah. Kecenderungan siswa untuk merokok ketika jam pelajaran sering membuat remaja tersebut tidak mampu untuk tetap fokus pada penjelasan guru karena ingin segera melakukan perilaku merokoknya tersebut. Banyak perilaku yang sering terlihat di lingkungan akademik terkait perilaku merokok siswa, beberapa siswa yang tidak mampu menahan dorongan untuk merokok seringkali meminta ijin keluar kelas dengan alasan ke toilet namun kemudian merokok di sana, tidak jarang pula siswa dengan sengaja melakukan pembolosan untuk melakukan perilakunya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok tidak hanyamempengaruhi kondisi fisik individu dalam proses belajar akan tetapi perilaku merokok juga dapat memengaruhi minat belajar dan prestasi belajar individu.

Di dalam konsep tobacco depency (ketergantungan merokok) dijelaskan bahwa motivasi perokok bergeser dari keingintahuan menjadi sumber kenikmatan dan perilaku yang menyenangkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat nikotin yang adiktif dan akan bekerja cepat menstimulan untuk terus digunakan sehingga apabila pengguna atau perokok berhenti melakukan kebiasaannya tersebut maka akan menimbulkan kecemasan dan stres (Komalasari dan Helmi, 2000).

(6)

Berdasaran hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga, diketahui bahwa perilaku merokok yang dilakukan para siswa tersebut adalah salah satu cara mengatasi stres belajar, artinya saat mereka merasakan stres di kelas mereka akan meminta ijin untuk ke toilet dan merokok di sana. Waktu yang biasanya dipakai untuk merokok di sekolah adalah pada saat ijin ke toilet (sebatang rokok dihabiskan), pada saat istirahat, dan pada saat pulang sekolah.

Sensasi yang dirasakan oleh siswa-siswa tersebut setelah merokok bermacam-macam, ada siswa yang merasa pikirannya lebih tenang, ada siswa yang merasa kantuknya hilang sejenak, namun ada pula yang merasa semakin malas mengikuti pelajaran karena efek rokok yang membuatnya rileks dan semakin mengantuk.

Melihat fenomena dan hasil penelitian yang ada maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku merokok dan prestasi belajar. Alasan penulis memilih judul ini karena sejauh pengamatan penulis, penting untuk melihat dinamika perilaku merokok di kalangan remaja atau siswa SMK dan pengaruhnya terhadap perkembangan akademik siswa-siswa tersebut.

Dengan demikian,berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk menelaah hubungan antara Perilaku Merokok dengan Prestasi Belajar. Secara khusus peneliti merumuskan penelitian ini dengan judul

“Hubungan Perilaku Merokok Dengan Prestasi Belajar Siswa Laki-laki Kelas XI

& XII di SMK Teknologi Dan Industri Kristen Salatiga”.

(7)

A. Perilaku Merokok

Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidertream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif (Sitepoe, 2000).

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, yang mengandung nikotin dan tar atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000).

Berikut kandungan bahan kimia dan efeknya terhadap tubuh atau penggunanya:

1. Nikotin. Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.

2. Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug.

Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayakangkan bila seorang perkok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh.

3. Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut

(8)

tempatnya “di sisi” hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen.

4. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg (Amelia, 2009).

Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%, walau demikian kecil jumlah tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak (Haq, 2009). Nikotin merupakan zat adiktif yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menimbulkan efek ketagihan atau ketergantungan dalam jangka waktu yang lama. Nikotin juga merangsang zat kimia di otak sehingga menyebabkan kecanduan dan merangsang kelenjar adrenalin menghasilkan hormon yang mengganggu kerja jantung, akibat paling buruk yang merugikan pelajar adalah kerusakan jaringan otak yang ditimbulkan nikotin (Afifa, 2012).

B. Aspek-Aspek Perilaku Merokok

Aspek-aspek perilaku merokok menurut (Aritonang dalam Nasution, 2007) yaitu:

1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Erickson (Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri pada remaja. Silvans & Tomkins

(9)

(Mu’tadin. 2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

2. Intensitas merokok

Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari b. Perokok sedang yang menghisap lebih dari 5-14 batang rokok dalam sehari c. Perokok ringan yang menghisap lebih dari 1-4 batang rokok dalam sehari 3. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu’tadin, 2002) yaitu : A. Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik

1. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri smoking area.

2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).

B. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang berfantasi.

(10)

C. Prestasi Belajar

Prestasi belajar (Achievement) menurut Carter Good (1969) adalah pencapaian atau kecakapan yang dinampakkan dalam suatu keahlian atau sekumpulan pengetahuan.Dalam bidang akademik prestasi belajar dinyatakan sebagai pengetahuan yang dicapai atau keterampilan yang dikembangkan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah. Biasanya prestasi belajar ditetapkan dengan nilai tes/ujian atau oleh nilai yang diberikan guru, atau keduanya. Pencapaian siswa dalam hal mata pelajaran seperti Membaca, Aritmatika dan Sejarah, sebagaimana berlawanan dengan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran seperti Seni atau Pendidikan Jasmani.

Prestasi belajar secara spesifik dirumuskan sebagai terminal behaviour konqueren dengan tujuan pengajaran untuk setiap siswa pada kelas tertentu dalam satu

kurun waktu tertentu (tahun ajaran). Menurut tujuan test prestasi belajar dari Davis (1985) berupa knowledge, understanding and skills siswa dalam satu waktu tertentu yang memprediksi performance and kompetensi siswa dalam materi/mata pelajaran yang dipelajari siswa dalam satu rentang waktu tertentu (cawu atau tahun pelajaran).

Wayan K. (2001) mengungkap prestasi belajar itu sebagai berikut dalam kegiatan pengajaran terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa dimana guru memegang perananan yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar tersebut sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang terwujud dalam bentuk prestasi belajar siswa (kognitif) maupun konsep diri siswa (afektif) seperti sikap, watak, dan kepribadian siswa. Prestasi belajar siswa merupakan pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran di sekolah. Pada sumber lain disebut prestasi belajar itu meliputi 7 unsur yaitu : pengetahuan, pemahaman, keterampilan berpikir kritis, analitis,

(11)

komukasi, pemanipulasian informasi dan pemberdayaan siswa yang semuanya dapat ditransfer (Thomas M., 2001).

Berdasarkan kutipan diatas bahwa dapat disimpulkan prestasi belajar merupakan ilmu pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh siswa selama proses belajar dari sejumlah mata pelajaran disekolah yang terwujud dalam bentuk kognitif, afektif, psikomotorik.

Ada 3 tujuan yang harus dicapai secara optimal dalam prestasi belajar siswa yaitu (a) ranah kognitif seperti informasi dan pengetahuan/knowledge, konsep dan prinsip (understanding), pemecahan masalah dan kreativitas, (b) ranah psikomotorik/skill dan (c) ranah afektif seperti perasaan, sikap, nilai dan integritas pribadi. Prestasi belajar siswa yang terwujud setelah mempelajari materi itu menjadi ukuran ketercapaian tujuan pengajaran.

Ketiga aspek tersebut harus menjadi indikator prestasi belajar, artinya prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut satu sama lain tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan. Ada tiga tipe prestasi belajar yaitu: Tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup : (a) tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan (knowledge), (b) tipe prestasi belajar pemahaman (comprehention), (c) tipe prestasi belajar penerapan (aplikasi), (d) tipe prestasi belajar

analisis, (e) tipe prestasi belajar sintesis, dan (f) tipe prestasi belajar evaluasi. Tipe Prestasi Belajar bidang Afektif, tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup : Pertama, receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Kedua, responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Ketiga, valuing (penilaian), yakni berkenaan

(12)

dengan penilaian dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Keempat, organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatusistem organisasi, termasuk menentukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kelima, karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya. Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang. Adapun tingkatan keterampilan itu meliputi : (1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah merupakan kebiasaan), (2) keterampilan pada gerakan- gerakan dasar, (3) kemampuan perspektual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain, (4) kemampuan di bidang fisik seperti kekuatan, keharmonisan dan ketepatan, (5) gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks, dan

(6) kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpetatif.

C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Prestasi Belajar

Suryabrata (dalam Saefullah, 2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

Adapun penjelasan faktor-faktor tersebut dapat dilihat di bawah ini:

1. Faktor Internal. Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor internal digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis.

(13)

a. Faktor Fisiologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan fisik siswa.

b. Faktor Psikologis. Faktor psikologis yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa digolongkan menjadi tiga hal, yaitu: intelegensi, sikap, dan motivasi siswa.

2. Faktor Eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari hal-hal lain yang berada di luar diri individu. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga. Faktor lingkungan keluarga dibagi lagi menjadi tiga hal, yaitu : sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, dan perhatian orang tua dan suasana hubungan antar keluarga.

b. Lingkungan Sekolah. Faktor lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah kompetensi guru dan siswa serta kurikulum metode mengajar.

Selain uraian di atas, Azwar (2010) turut menjelaskan faktor-faktor yangmempengaruhi prestasi belajar antara lain:

1. Faktor Internal

a. Keadaan fisik, meliputi : panca indra dan kondisi fisik secara umum, kondisi kesehatan individu mempengaruhi performa akademiknya.

b. Keadaan psikologis, meliputi : sikap, motivasi, kebiasaan, emosi, penyesuaian diri, kemampuan khusus, dan kemampuan umum.

2. Faktor Eksternal; berkaitan dengan situasi-situasi di luar individu seperti kondisi tempat belajar, sarana dan fasilitas belajar, materi pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar.

(14)

3. Faktor Sosial; meliputi dukungan sosial dan pengaruh budaya di sekitar individu.

D. Hubungan Antara Perilaku Merokok Dengan Prestasi Belajar

Menurut Severine Sabia dan koleganya dari Institut Kesehatan Nasional dan Penelitian Medis di Villejuif, Prancis, para peneliti dari Prancis membenarkan bahwa merokok dapat merusak otak. Dari data yang dikumpulkan dari 5.000 warga Inggris, menunjukkan bahwa mereka yang merokok lebih rendah tingkat ingatan, bernalar, kosakata, dan kecakapan verbalnya, dibandingkan mereka yang tidak merokok, jika remaja terus menerus menghisap rokok, maka akan terjadi penumpukan nikotin di otak.

Prasadja (2012) mengatakan penumpukan nikotin tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi kesehatan, mulai dari penurunan motivasi, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat. Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2011), ada pengaruh perilaku merokok terhadap memori jangka panjang pada perokok yaitu ingatan perokok ketika di tes sambil merokok lebih rendah dibandingkan dengan ingatan tanpa merokok. Menurut Haustein dan Groneberg (2010) merokok tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik semata, kebiasaan menghisap tembakau bertahun- tahun berpengaruh pula terhadap kesehatan fungsi otak dan psikis. Salah satu kandungan rokok yaitu nikotin, memiliki efek pada otak antara lain menyebabkan ketergantungan dan toksisitas pada fungsi kognitif yang memunculkan gejala kesulitan konsentrasi, efek ketergantungan nikotin inilah yang mengakibatkan paparan terus menerus rokok pada perokok nantinya akan mengakibatkan penurunan fungsi kognitif bagi usia pelajar. Penurunan fungsi kognitif akan berdampak pada proses pembelajaran dan perolehan nilai akhir (Haustein & Groneberg, 2010).

(15)

Sejalan dengan pemaparan di atas, hasil penelitian yang dilakukan The Sheba Medical Center pada tahun 2009 menemukan hasil yang sama. Para perokok memiliki

tingkat kecerdasan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak merokok.

Sampel dalam penelitian ini adalah 2.000 orang perokok aktif. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa para perokok aktif tersebut hanya memiliki IQ rata-rata pada angka 94, padahal IQ rata-rata non-perokok berada pada angka 101, sedangkan pada perokok aktif yang menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari memiliki rata-rata poin IQ 90, berarti para perokok yang gemar menghabiskan berbatang-batang rokok dalam sehari semakin turun tingkat kecerdasannya (Afifa, 2012).

Dari penelitian yang dipaparkan diatas bahwa perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar mereka. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, karbon monoksida, dan tar akan memacu kerja dari susunan sistem saraf pusat dan sususan saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Sitkes, 2014).

Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang selalu tinggi untuk mencapai kepuasan dan ketagihannya (Mukuan, 2012), jika remaja terus menerus menghisap rokok, maka akan terjadi penumpukan nikotin di otak.

Prasadja (2012) mengatakan penumpukan nikotin tersebut dapat mengakibatkan penurunan motivasi, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat.

Disisi lain, remaja yang merokok melatarbelakangi perilaku mereka dengan berbagai alasan seperti karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya merokok dan diajari atau dipaksa merokok oleh teman-temannya. Perilaku merokok dimulai dari

(16)

mencoba-coba dan kemudian menjadi ketagihan, remaja yang mengambil keputusan untuk menjadi perokok aktif umumnya memiliki frekuensi merokok yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, akibat dari kebiasaan tersebut tubuh mereka menjadi ketergantungan terhadap rokok dan menjadi kurang nyaman ketika tidak merokok.

Remaja yang tergolong perokok aktif memiliki dorongan untuk pada situasi-situasi tertentu yang terkadang sulit untuk dikendalikan. Sitepoe (2000) menjelaskan bahwa remaja yang mengalami kecanduan merokok cenderung kesulitan menahan keinginannya untuk tidak merokok, serta cenderung sensisitf terhadap efek dari nikotin.

Hal tersebut tentunya sangat beresiko bagi siswa perokok dalam mengikuti proses belajar di sekolah, kecenderungan siswa untuk merokok ketika jam pelajaran sering membuat remaja tersebut tidak mampu untuk tetap fokus pada penjelasan guru karena ingin segera melakukan perilaku merokoknya tersebut. Banyak perilaku yang sering terlihat di lingkungan akademik terkait perilaku merokok siswa, beberapa siswa yang tidak mampu menahan dorongan untuk merokok seringkali meminta ijin keluar kelas dengan alasan ke toilet namun kemudian merokok di sana, tidak jarang pula pelajar dengan sengaja melakukan pembolosan untuk melakukan perilakunya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik individu dalam proses belajar akan tetapi perilaku merokok juga dapat mempengaruhi minat belajar dan prestasi belajar individu.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian permasalahan dan kajian pustaka yang telah disebutkan di atas maka, hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan prestasi belajar.

(17)

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi korelasional. Studi korelasional bertujuan mengkaji hubungan antara variabel dan memprediksikan nilai dari satu variabel pada variabel lainnya. Variabel merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah

1. Variabel bebas yakni perilaku merokok 2. Variabel terikat yakni prestasi belajar

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah siswa/remaja laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling yaitu dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto,1998). Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Penelitian dilakukan di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja laki-laki (siswa laki-laki) 2. Kelas XI dan Kelas XII

3. Usia 16-17 Tahun

4. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari Perokok sedang yang menghisap lebih dari 5-14 batang rokok dalam sehari Perokok ringan yang menghisap lebih dari 1-4 batang rokok dalam sehari

(18)

C. Alat Ukur

Pembuatan item-item pernyataan skala perilaku disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Nasution, 2007), sedangkan untuk mengukur prestasi belajar, data diperoleh dengan cara melihat buku raport semester sebelumnya. Kedua skala tersebut disusun untuk menggunakan model Likert dengan 4 kategori jawaban, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

pemusatan atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral (Hadi, 1986). Model ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Subjek diminta untuk memilih salah satu dari 4 kategori jawaban yang masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden sendiri yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor tertinggi diberikan pada pilihan sangat setuju dan terendah pada pernyataan sangat tidak setuju untuk pernyataan setuju untuk pernyataan favourable. Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk penyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju.

Untuk menguji daya diskriminasi item pada skala perilaku merokok digunakan validitas item atau kestabilan item (Internal Consistensy) dengan cara mencari dan menghitung korelasi antara skor item (butir) dengan skor total. Teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi product moment dari Pearson (Azwar, 1999). Menurut Azwar (2012) jika koefisien alfa dari validitas berada di atas 0,3 maka sudah bisa dikatakan baik.

Berdasarkan hasil pengujian daya diskrimnasi item dan reliabilitas pada skala perilaku merokok yang terdiri dari 26 item, diketahui bahwa terdapat sebanyak 4 item pernyataan yang mempunyai skor item total correlation<0,30 sehingga selanjutnya

(19)

tidak digunakan dalam pengujian uji asumsi dan uji beda. Dengan 4 item yang tidak memenuhi standar daya diskriminasi item menurut Azwar (2012) maka diperoleh sebanyak 22 item yang memenuhi kriteria uji diskriminasi setelah 2 kali pengujian, dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,324-0,678. Sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, dan selanjutnya diperoleh skor koefisien Alpha pada skala perilaku merokok sebesar 0,894. Koefisien ini menunjukan bahwa skala tersebut mempunyai reliabilitas yang baik (Azwar, 2012).

D. Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi Product Moment dari Carl Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer untuk pengujian statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Deskriptif

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala perilaku merokok dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Kategori Perilaku Merokok

Interval Kategori F % Mean SD

66 ≤ x ≤ 88 Tinggi 12 15,78 %

78, 1184 4, 01984 44 ≤ x <66 Sedang 55 72,36 %

22 ≤ x < 44 Rendah 9 11,85%

Jumlah 76 100%

Maximum = 89 Minimum = 69

Dari tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa memiliki perilaku merokok yang beradapada kategori sedang yaitu sebanyak 41 atau 53,94 % dari jumlah sampel. Selanjutnya, dapat dilihat pula bahwa siswa laki-laki yang memiliki perilaku merokok yang tergolong sangat tinggi sebanyak 2 orang siswa (2,63%), pada kategori tinggi sebanyak 18 orang siswa (23,68%), pada kategori rendah sebanyak 14 orang siswa (18,42%), dan siswa dengan perilaku merokok yang tergolong sangat rendah sebanyak 1 orang siswa (1,31%). Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan diketahui pula bahwa rata-rata perilaku merokok siswa laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga berada pada kategori sedang (Mean : 56, 4868) dengan (standar deviasi :9,34429).

Selanjutnya hasil perhitungan kategorisasi prestasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(21)

Tabel 1.2

Kategori Prestasi Belajar

Interval Kategori F % Mean SD

82,3 ≤ x ≤ 89 Tinggi 13 17,10 %

78, 1184 4, 01984 75,6 ≤ x <82,3 Sedang 44 57,89 %

69 ≤ x <75,6 Rendah 19 25 %

Jumlah 76 100%

Maximum = 89 Minimum = 69

Dari tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa laki-laki yang merokok memiliki prestasi belajar yang berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 44 orang siswa (57,89%). Kemudian siswa laki-laki yang merokok dan memiliki prestasi belajar tinggi sebanyak 13 orang siswa (17,10%), dan siswa laki-laki yang merokok dan memiliki prestasi belajar rendah sebanyak 19 orang siswa (25%) dari total sampel yang diambil. Perhitungan tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata siswa laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga yang merokok memiliki prestasi belajar yang berada pada kategori sedang (Mean : 78,1184) dengan (standar deviasi : 4,01984).

B. Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini:

(22)

Tabel Skala 1.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perilaku Merokok Prestasi Belajar

N 76 76

Normal Parametersa Mean 56.8684 78.1184

Std. Deviation 9.34429 4.01984

Most Extreme Differences

Absolute .129 .104

Positive .068 .104

Negative -.129 -.101

Kolmogorov-Smirnov Z 1.128 .905

Asymp. Sig. (2-tailed) .157 .385

a. Test distribution is Normal.

Pada Tabel Skala 1.3dapat dilihat nilai K-S-Z Perilaku Merokok sebesar 1,128 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,157 (p>0,05). Sedangkan nilai K-S-Z Prestasi Belajar sebesar 0,905 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,385.

Dengan demikian dapat dikatakan kedua variabel berdistribusi normal.

Sementara itu, hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 1.4 di bawah ini : Tabel Skala 1.4 Uji Linearitas

ANOVA Table Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Prestasi Belajar * Perilaku Merokok

Between Groups

(Combined) 588.194 30 19.606 1.415 .143 Linearity 48.199 1 48.199 3.477 .069 Deviation

from Linearity

539.995 29 18.621 1.343 .183 Within Groups 623.740 45 13.861

Total 1211.934 75

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Hubungan yang linear menggambarkan bahwa perubahan pada variabel bebas akan cenderung diikuti oleh perubahan variabel

(23)

tergantung dengan membentuk garis linear. Uji lineritas hubungan antara variabel perilaku merokok dengan variabel prestasi belajar memperoleh nilai Fhitung sebesar 0,1343 dengan nilai probabilitas sebesar 0,183 atau p > 0,05. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa variabel perilaku merokok mempunyai korelasi yang linear dengan variabel prestasi belajar.

C. Korelasi Perilaku Merokok dan Prestasi Belajar

Korelasi antara variabel perilaku merokok dengan variabel prestasi belajar dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel Skala 1.5 Uji Korelasi Correlations

Perilaku Merokok Prestasi Belajar Perilaku Merokok Pearson

Correlation 1 -.199*

Sig. (1-tailed) .042

N 76 76

Prestasi Belajar Pearson

Correlation -.199* 1

Sig. (1-tailed) .042

N 76 76

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Pada Tabel 1.5 di atas dapat dilihat bahwa korelasi antara variabel perilaku merokok dengan variabel prestasi belajar memiliki skor Pearson correlation sebesar - 0,199 dengan signifikansi sebesar 0,042 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada siswa laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga.

(24)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai hubungan antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada siswa laki laki kelas XI & XII SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) antara variabel perilaku merokok dengan prestasi belajar sebesar -0,199 dengan signifikansi sebesar 0, 042 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada siswa laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga, artinya semakin tinggi perilaku merokok maka semakin rendah prestasi belajar siswa, sebaliknya semakin rendah perilaku merokok maka akan semakin tinggi prestasi belajar siswa.

Rokok memberi pengaruh yang negatif terhadap prestasi belajar pada siswa karena asap dari sebatang rokok mengandung zat kimia beracun. Kandungan bahan kimia pada rokok adalah seperti nikotin, karbon monoksida, timah hitam, dan tar, dan salah satu bahan kimia yang sangat berbahaya adalah nikotin. Nikotin merupakan zat adiktif yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menimbulkan efek ketagihan atau ketergantungan dalam jangka waktu yang lama. Nikotin juga merangsang zat kimia di otak sehingga menyebabkan kecanduan dan merangsang kelenjar adrenalin menghasilkan hormon yang mengganggu kerja jantung. Akibat paling buruk yang merugikan pelajar adalah kerusakan jaringan otak yang ditimbulkan nikotin (Afifa, 2012). Selain itu juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi kognitif akan berdampak pada proses pembelajaran dan perolehan nilai akhir (Haustein & Groneberg, 2010).

Penelitian yang dilakukan Afifa, 2012, para perokok memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak merokok. Sampel dalam penelitian ini adalah 2.000 orang perokok aktif. Hasil dari penelitian membuktikan

(25)

bahwa para perokok aktif tersebut hanya memiliki IQ rata-rata pada angka 94, padahal IQ rata-rata non-perokok berada pada angka 101, sedangkan pada perokok aktif yang menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari memiliki rata-rata poin IQ 90, berarti para perokok yang gemar menghabiskan berbatang-batang rokok dalam sehari semakin turun tingkat kecerdasannya.

Di sisi lain, fenomena perilaku merokok yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dijelaskan pula dalam konteks sosiologis. Sarafino (1994) menjelaskan bahwa pengaruh teman sebaya dalam perkembangan perilaku merokok individu sangatlah kuat individu yang memiliki relasi teman sebaya yang perokok akan berusaha menguatkan identitasnya bersama teman-teman sebayanya tersebut melalui perilaku yang sering mereka lakukan bersama. Dalam penelitian yang dilakukan Maharani (2015) dijelaskan bahwa semakin banyak remaja yang merokok maka semakin besar kemungkinan teman-teman sebayanya adalah perokok juga, dan demikian pula sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi dari fakta yang ditemukan, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau remaja tersebut yang mempengaruhi teman-temannya untuk merokok. Pengaruh teman sebaya dalam keterkaitan antara perilaku merokok dan prestasi akademik individu di sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut: remaja yang merokok memiliki kecenderungan addict terhadap perilakunya, dan keinginan untuk merokok dapat muncul kapan saja tidak terkecuali pada saat proses belajar di sekolah. Keinginan untuk merokok tidak hanya dipengaruhi oleh adiksi yang dialami individu akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh ajakan teman sebaya untuk merokok. Ketika individu tidak dapat mengontrol adiksi dan ajakan teman sebaya untuk merokok maka kecenderungan individu untuk merokok di sekolah sangat besar dan mempengaruhi minat belajarnya. Kecenderungan siswa untuk

(26)

merokok ketika jam pelajaran sering membuat siswa tersebut tidak mampu untuk tetap fokus pada penjelasan guru karena ingin segera melakukan perilaku merokoknya tersebut. Banyak perilaku yang sering terlihat di lingkungan akademik terkait perilaku merokok siswa, beberapa siswa yang tidak mampu menahan dorongan untuk merokok seringkali meminta ijin keluar kelas dengan alasan ke toilet namun kemudian merokok di sana,tidak jarang pula siswa dengan sengaja melakukan pembolosan untuk melakukan perilakunya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik individu dalam proses belajar akan tetapi perilaku merokok juga dapat mempengaruhi minat belajar dan prestasi belajar individu.

Pada dasarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk merokok. Faktor lain dari perilaku merokok yang memberikan dampak negatif bagi para pelajarselain dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah dilihat dari segi ekonomi. Kita ketahui pelajar belum mampu membeli rokok dengan uang mereka sendiri sehingga mereka bisa saja membeli rokok dengan cara yang tidak halal, seperti mengambil uang SPP untuk membeli rokok, ataupun bisa saja mereka mengambil uang orang tua mereka, meminta uang teman-teman di sekolah untuk membeli sebatang rokok. Hal tersebut dapat mempengaruhi performa akademik anak yang bersangkutan di sekolah karena ketidakmampuan untuk mengontrol dorongannya membeli rokok.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada siswa laki–laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi perilaku merokok siswa maka semakin rendah pula prestasi belajar yang dimiliki, atau sebaliknya semakin rendah perilaku merokok semakin tinggi prestasi belajar.

(27)

Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa rata-rata siswa laki-laki kelas XI &

XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga memiliki perilaku merokok yang tergolong sedang, dengan prestasi belajar yang tergolong sedang pula. Selanjutnya, data sumbangan efektif pengaruh variabel perilaku merokok ke variabel prestasi belajar yang ditemukan peneliti adalah sebesar 3, 96%. Artinya bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar tidak semata hanya ditentukan oleh perilaku merokok siswa akan tetapi dipengaruhi pula oleh faktor lain selain perilaku merokok. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat di bawah ini :

1. Faktor Internal. Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor internal digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis.

a. Faktor Fisiologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan fisik siswa.

b. Faktor Psikologis. Faktor psikologis yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa digolongkan menjadi tiga hal, yaitu: intelegensi, sikap, dan motivasi siswa.

2. Faktor Eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari hal-hal lain yang berada di luar diri individu. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga. Faktor lingkungan keluarga dibagi lagi menjadi tiga hal, yaitu : sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, dan perhatian orang tua dan suasana hubungan antar keluarga.

(28)

b. Lingkungan Sekolah. Faktor lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah kompetensi guru dan siswa serta kurikulum metode mengajar.

Selain uraian di atas, Azwar (2010) turut menjelaskan faktor-faktor yangmempengaruhi prestasi belajar antara lain:

1. Faktor Internal

a. Keadaan fisik, meliputi : panca indra dan kondisi fisik secara umum, kondisi kesehatan individu mempengaruhi performa akademiknya.

b. Keadaan psikologis, meliputi : sikap, motivasi, kebiasaan, emosi, penyesuaian diri, kemampuan khusus, dan kemampuan umum.

2. Faktor Eksternal; berkaitan dengan situasi-situasi di luar individu seperti kondisi tempat belajar, sarana dan fasilitas belajar, materi pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar.

3. Faktor Sosial; meliputi dukungan sosial dan pengaruh budaya di sekitar individu.

(29)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan prestasi belajar pada siswa laki-laki kelas XI & XII di SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga.

Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan:

1. Bagi siswa yang merokok, sebaiknya menghentikan aktifitas merokok mengingat dampak negatif yang sangat merugikan bagi diri sendiri.

2. Bagi Institusi Pendidikan dan pemerintahan terkait, diharapkan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya pelajar mengenai dampak negatif yang ditimbulkan dari merokok.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memperketat bias penelitian seperti umur, jenis kelamin, dan intensitas perokok.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia. A. (2009).Gambaran Perilaku merokok Pada Remaja Laki–Laki.Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara : Medan.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta:

Rineka Cipta.

Ayuningtyas, D. (2011). Penyebab Perilaku Merokok terhadap Memori Jangka Panjang pada Perokok.Diunduh pada tanggal 17 Maret 2016 dari (http://karya-ilmiah-- um.ac.id//index/php/BKPsikologi/article/view/12499).

Azwar, S. (2002). Tes prestasi: Fungsi pengembangan pengukuran prestasi belajar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, A. (2004). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara Azwar, S. (1999).Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Christensen, L.B. (2001). Experimental Methodology (5th Ed.).Boston : Allyn and Bacon.

Hadi, Sutrisno. (1986). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Haustein, K.O., & Groneberg, D. (2010).Tobacco or Health?2nd Edition. Berlin.

Springer

Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke- 4). (2008). Jakarta: Gramedia

Kemenkes RI. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta; Kemenkes RI

Komalasari, D & Helmi, A.F.(2000).Faktor–Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja.

Diakses04Mei2016dariAvin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilakumerokokavin.f.

Maharani, S. (2015). Perilaku Merokok Pada Remaja Ditinjau Dari Konsep Diri di SMP X Semarang.Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: Unika Soegijapranata Semarang

Mudzakir, A., & Sutrisno, J. (1997). Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Mukuan, S. E. (2012). Hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang bahaya

merokokbagi kesehatan dengan tindakan merokok pelajar SMK Kristen

Kawangkoan. Dikses 17Maret 2016

darihttp://fkm.unsrat.ac.id/wp_content/.../journali_eugiana.doc.

Mulyani, T. S. I. (2015). Dinamika Perilaku Merokok Remaja. Naskah Publikasi.

Surakarta: Program Magister Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

(31)

Mutadin.Z. (2000). Remaja Dan Rokok. Diakses 08 Agustus 2016 dari http://herbalstoprokok.wordpress.com/2009/02/04/remaja-dan-rokok.

Prasadja, A. (2012). Merokok dan kesehatan tidur.Diakses tanggal 16 Maret 2016 dari http://m.kompas.com/health/read/2012/05/31/15044814/Merokok.dan.Kesehatan.

Tidur .

Prasadja, A. (2012). Merokok dan kesehatan tidur. Diperoleh tanggal 20 Agustus 2016 dari http://m.kompas.com/health/read/2012/

05/31/15044814/Merokok.dan.Kesehatan.Tidur

Ridwan AZ. (2013). Efek Rokok Membuat Otak Semakin Bodoh. Diakses 10 Juni 2016 dari http://www.smokelesss’s society.com

Riskesdas. (2013).Laporan Nasional (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Kemenkes RI tahun 2013

Saefullah.(2012). Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Sitepoe, M. (2000).Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Sitepoe, M. (2009).Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Sitkes.(2014). Bahaya Merokok.Diakses tanggal 16 Maret 2016 dari

http://www.sitkes.com/bahayamerokok.html.

Smet.B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT Gramedia

Soesilo, T.D. (2015). Teori Dan Pendekatan Belajar. Salatiga: PG Paud-FKIP

WHO. (2012). GATS (Global Adult Tobacco Survey): Indonesia Report 2011.Diakses tanggal 17 Maret 2016 dari

http://www.who.int/tobacco/surveilance/survey/gats/indonesia.

Widodo, M. (2010).Kebiasaan merokok pengaruhi prestasi akademik mahasiswa UMM.

Republika Online.Diakses tanggal 16 Maret 2016 dari

http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/07/17/125077.

Winkel, W. S.(2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi

Referensi

Dokumen terkait

serta wadah pertunjukan musik diatonis modern dengan pertimbangan.. prinsip-prinsip desain interior sehingga proses kegiatan

[r]

[r]

Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan selama perancangan sampai Analisa Perbandingan RSSI ( Receive Signal Strength Indicator ) Pada Access Point Linksys WAP54G,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11/D/BP/2017 Tahun 2017 tentang Petunjuk

Penambahan Aclinop pada ransum komersial yang digunakan dalam penelitian ini dapat menurunkan jumlah ookista Eimeria spp.. pada tinja ayam ras pedaging dibanding

PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET. Surakarta

Novia Andi Putra, Nim A310 050 088, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.