• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli - Desember 2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli - Desember 2013."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Asma merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita sekitar 300

juta individu di seluruh dunia dengan prevalensi yang terus meningkat selama 20

tahun terakhir. Prevalensi asma pada anak cukup tinggi sehingga membutuhkan

perhatian serius. Selama proses terapi dengan obat, ada kemungkinan terjadi

drug

related problems

(DRPs) yang pada pasien anak sangat mungkin terjadi karena

fungsi fisiologis tubuh yang belum berjalan normal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi DRPs pada pasien anak yang dirawat inap dengan diagnosis

asma.

Penelitian ini termasuk non eksperimental deskriptif dengan rancangan

case series

. Data diperoleh dengan pendekatan retrospektif dari lembar rekam

medis pasien anak

usia ≤ 12 tahun dengan diagnosis

asma yang menjalani

perawatan di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan metode

SOAP

(

subjective,

objective,

assessment,

plan/recommendation

)

untuk

mengevaluasi DRPs. Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai

pembahasan.

Terdapat 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan ditemui DRPs

efek samping obat 100%, obat tidak dibutuhkan 64%, dosis kurang 56%, dosis

berlebih 16%, dan membutuhkan tambahan obat 4%.

(2)

ABSTRACT

Asthma is a chronic disease with an estimated 300 million individuals

affected worldwide andits prevalence has increased over the past 20 years. The

prevalence rate of asthma is highest in children and need serious concern. Drug

Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in pediatrics

whose physiological function have not been as normal as adults. The aims of this

study is to identify DRPs in pediatrics with asthma.

This study is a non-experimental descriptive with case series design. Data

collection was done retrospectively on medical record of hospitalized asthma

patient age 12 years and younger in RS RK Charitas Palembang during period

July-December 2013. The data obtained then were analyzed descriptively using

SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method and the

result present in tables and diagrams followed by discussion.

There are 25 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found

in this study consist of 100% adverse drug reaction, 64% unnecessary drug, 56%

dosage too low, 16% dosage too high, and 4% need additional drug therapy.

(3)

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK

DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS

PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Adelia Desti Endah Sari

NIM: 118114121

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK

DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS

PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Adelia Desti Endah Sari

NIM: 118114121

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)

Persetujuan

Pembimbing

EVALUASI

DRAG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN

ANAK

DENGAN

ASMA

DI INSTALASI RAWAT INAP

RS

RK CHARITAS

PALEMBANG

PERIODE

JULI

-

DESEMBEII2013

Skripsi yang diajukan oleh:

Adelia

Desti Endah Sari

NIM:

118114121

telah

disetujui oleh:

Pembimbing Utama

ftq

Aris Widayati, M.Si.,

Apt.,

Ph.D.

tan ggat . ..2.1.

-.

?.1. :..

..'L2.!.{.

(6)
(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini bagi

Allah Bapa di Surga, Yesus Kristus, dan Bunda Maria

Bapak, ibu serta adik-adikku

Sahabat-sahabatku

serta

(8)
(9)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “

Evaluasi

Drug Related Problems

(DRPs) pada

Pasien Anak dengan Asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

Periode Juli - Desember 2013

sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak

langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1.

Sr. M. Paulina FCh., selaku Ketua Yayasan Charitas yang telah memberikan

izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.

2.

Prof.dr. Hardi Darmawan, MPH&TM, FRSTM selaku Direktur Utama

RS RK

Charitas Palembang

yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di RS

RK Charitas Palembang.

3.

Sr. M. Silvestra FCh., Ibu Yogia Simanjuntak dan seluruh

staff

bagian

Rekam Medis RS RK Charitas Palembang yang telah membantu dalam

proses penelusuran dan pencarian rekam medis

(10)

viii

perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

5.

Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. sebagai dosen penguji yang telah memberikan

kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.

6.

Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan

skripsi.

7.

Bapak Dominikus Suparno dan Ibu Monica Tarminah yang tercinta, atas

kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan pengertian serta berbagai

bantuan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8.

Adik-adikku tersayang,Vicentia Septiana, Vicenti Septiani, dan Raimundus

Brilian Danu, yang telah menjadi inspirasi, memberikan keceriaan, dan terus

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9.

Sahabat yang selalu mendukung dari jauh, Elis, Destrie, Lili, Stefani, Budi,

Roebel, Hendra, Harry, Anggiat, yang senantiasa memberikan dukungan

tiada henti bagi penulis.

10.

Teman-teman seperjuangan #DeRealPrincesses, Lulik, Jeje, dan Anes, untuk

semangat,dukungan, kerjasama, bantuan, dan informasi yang selalu di

bagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

(11)

ix

12.

Teman-teman sepermainan, Bintang, Ester, Andung, Caesar, Henzu, Gomes,

Alex, Nino, Rigel, Handy, Levina, Betzy, Leo, Tina, Asri, Desi, Rosi, dll,

untuk semangat bermain yang tak pernah padam.

13.

Teman-teman FSM C 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, untuk

kebersamaan dan semua kisah yang telah kita lalui.

14.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta

membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih

jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun

demi perbaikan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak dan

berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian

Yogyakarta, 21 Januari 2015

(12)
(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...

vi

PRAKATA ...

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

x

DAFTAR ISI ...

xi

DAFTAR TABEL ...

xiv

DAFTAR GAMBAR ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvii

INTISARI ...

xviii

ABSTRACT

...

xix

BAB I PENGANTAR

A.

Latar Belakang ...

1

1.

Rumusan Masalah ...

3

2.

Keaslian Penelitian ...

3

3.

Manfaat Penelitian

a.

Manfaat Teoritis ...

5

b.

Manfaat Praktis ...

5

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum ...

5

(14)

xii

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A.

Asma ...

6

B.

Terapi Asma ...

12

C.

Pasien Anak ...

14

D.

Drug Related Problems

...

14

E.

Keterangan Empiris ...

17

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian ...

18

B.

Variabel Penelitian ...

18

C.

Definisi Operasional...

19

D.

Subjek Penelitian ...

21

E.

Bahan Penelitian...

21

F.

Instrumen penelitian ...

21

G.

Waktu dan Lokasi Penelitian ...

22

H.

Tata Cara Penelitian

1.

Persiapan ...

22

2.

Analisis Situasi ...

22

3.

Pengumpulan Data ...

22

4.

Analisis Data ...

23

I.

Tata Cara Analisis Hasil...

24

J.

Keterbatasan Penelitian ...

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Karakteristik Pasien ...

27

B.

Pola Pengobatan ...

29

C.

Evaluasi

Drug Related Problems

...

37

D.

Rangkuman Evaluasi

Drug Relaed Problems

...

47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan ...

53

B.

Saran ...

53

DAFTAR PUSTAKA ...

55

(15)

xiii

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Klasifikasi asma menurut derajat serangan ...

11

Tabel II.

Profil penggunan obat pada pasien asma anak di Instalasi

Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 ...

29

Tabel III.

Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada

pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK

Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ...

30

Tabel IV.

Penggunaan kortikosteroid pada pasien anak dengan asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 ...

33

Tabel V.

Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan

asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013 ...

33

Tabel VI.

Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 ...

34

Tabel VII.

Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

(17)

xv

Tabel VIII.

Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier

pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS

RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ...

36

Tabel IX

Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien

anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 ...

37

Tabel X.

Gambaran DRPs pada pasien asma anak di instalasi rawat

inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013

38

Tabel XI.

Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan

asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013 ...

41

Tabel XII.

Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 ...

43

Tabel XIII.

Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 ...

45

Tabel XIV. Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe I ...

7

Gambar 2.

Inflamasi dan

remodeling

pada asma ...

8

Gambar 3.

Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan

dengan bronkus asma dan

airway remodeling

...

10

Gambar 4.

Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit ...

13

Gambar 5.

Skema pemilihan subjek penelitian di RS RK Charitas

Palembang ...

23

Gambar 6.

Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien asma anak di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 ...

27

Gambar 7.

Distribusi pasien asma anak berdasarkan jenis kelamin pada

pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Evaluasi kasus

Drug Related Problems

...

58

Lampiran 2. Permohonan izin penelitian dan pengambilan data ...

108

Lampiran 3. Izin penelitian dan pengambilan data di RS RK Charitas

(20)

xviii

INTISARI

Asma merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita sekitar 300

juta individu di seluruh dunia dengan prevalensi yang terus meningkat selama 20

tahun terakhir. Prevalensi asma pada anak cukup tinggi sehingga membutuhkan

perhatian serius. Selama proses terapi dengan obat, ada kemungkinan ditemui

drug related problems

(DRPs) yang pada pasien anak sangat mungkin ditemui

karena fungsi fisiologis tubuh yang belum berjalan normal. Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak yang

dirawat inap dengan diagnosis asma.

Penelitian ini termasuk non eksperimental deskriptif dengan rancangan

case series

. Data diperoleh dengan pendekatan retrospektif dari lembar rekam

medis pasien anak

usia ≤ 12 tahun dengan

diagnosis asma yang menjalani

perawatan di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan metode

SOAP

(

subjective,

objective,

assessment,

plan/recommendation

)

untuk

mengevaluasi DRPs. Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai

pembahasan.

Terdapat 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan ditemui DRPs

yang bersifat potensial meliputi 100% efek samping, 28% obat tidak dibutuhkan,

dan 4% dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis

kurang, 12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan tambahan obat.

(21)

xix

ABSTRACT

Asthma is a chronic disease with an estimated 300 million individuals

affected worldwide andits prevalence has increased over the past 20 years. The

prevalence rate of asthma is highest in children and need serious concern. Drug

Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in pediatrics

whose physiological function have not been as normal as adults. The aims of this

study is to identify and evaluate DRPs in pediatrics hospitalized with asthma.

This study is a non-experimental descriptive with case series design. Data

collection was done retrospectively on medical record of hospitalized asthma

patient age 12 years and younger in RS RK Charitas Palembang during period

July-December 2013. The data obtained then were analyzed descriptively using

SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method and the

result present in tables and diagrams followed by discussion.

There are 25 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found

in this study consist of potential DRPs including 100% adverse drug reaction,

28% unnecessary drug, and 4% dosage too high, and also actual DRPs including

56% dosage too low, 12% dosage too high, and 4% need additional drug therapy.

(22)

1

BAB I

PENGANTAR

A.

Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius dengan jumlah

penderita sekitar 300 juta individu di seluruh dunia. Prevalensi asma terus

meningkat selama 20 tahun terakhir. Prevalensi asma paling tinggi di Amerika

Serikat adalah pada anak usia 5-17 tahun, yaitu sebesar 9,6%. Asma merupakan

penyakit kronis yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dan merupakan

faktor utama penyebab morbiditas akibat penyakit kronis serta menyebabkan

peningkatan ketidakhadiran di sekolah, kunjungan ke unit gawat darurat, serta

rawat inap (Global Initiative for Asthma, 2014; American Lung Association,

2006).

(23)

Apoteker memiliki peran dalam peningkatan kualitas hidup pasien

melalui pelayanan kefarmasian, salah satunya melalui penyelesaian

Drug Related

Problems

(DRPs). Secara sederhana yang dimaksud dengan DRPs adalah masalah

yang terjadi selama proses terapi pengobatan yang memiliki potensi menghambat

mencapai hasil terapi yang diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe,

2010; Cipolle, Strand, Morley, Ramsey, and Lamsam, 2004). Hasil penelitian

Pratiwi, Ikawati dan Kusharwanti (2012) menemukan adanya pemberian obat

dengan indikasi tidak perlu sebesar 18,18%, obat salah sebesar 4,54%, dosis

terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan ketidakpatuhan

sebesar 4,54 % pada pasien anak dengan asma yang dirawat inap di RS Panti

Rapih Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa terdapat DRPs

pada pasien asma anak rawat inap. DRPs sangat mungkin ditemui pada pasien

anak karena kondisi fisiologi yang belum sempurna sehingga farmakokinetika

obat tidak bisa disamakan dengan dewasa.

Prevalensi asma pada anak di Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebesar

2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berdasarkan

penelusuran peneliti, asma merupakan satu dari sepuluh besar penyakit pada

pasien anak rawat inap di RS RK Charitas yang terletak di kota Palembang,

Sumatera Selatan. Rumah Sakit RK Charitas Palembang merupakan rumah sakit

swasta tertua di kota Palembang dan juga di Sumatera Selatan serta merupakan

rumah sakit tipe B yang mampu menampung rujukan dari rumah sakit kabupaten.

(24)

Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian

ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak dengan

diagnosis asma. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi terkait

kerasionalan penggunaan obat pada pasien asma anak yang dievaluasi dengan

mengidentifikasi DRPs.

1.

Rumusan Masalah

a.

Seperti apa karakteristik pasien anak dengan diagnosis asma yang menjalani

rawat inap di RS RK Charitas periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis

kelamin dan kelompok usia?

b.

Seperti apa gambaran umum peresepan obat pada pasien anak dengan

diagnosis asma meliputi jenis obat dan rute pemberian obat?

c.

Apakah terdapat DRPs pada peresepan pasien anak dengan diagnosis asma?

2.

Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi DRPs pada

pasien anak dengan diagnosis asma yang pernah dilakukan antara lain:

(25)

b.

Identifikasi

Drug Related Problems

pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009 yang dilakukan oleh

Hidayat dan Prasetyo (2012), dengan hasil 55% pasien mengalami DRP

dengan jumlah 75 kejadian meliputi membutuhkan tambahan terapi obat

sebesar 16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi terapi sebesar 21,3%, obat

salah sebesar 10,7%, dosis terlalu rendah sebesar 18,7%, interaksi obat

sebesar 12,0% dan dosis terlalu tinggi sebesar 21,3%.

c.

Kajian

Drug Related Problems

pada Pasien Anak dengan Infeksi Saluran

Napas Bawah dan Asma Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

1 Januari 2006

30 Juni 2006 yang dilakukan oleh Pratiwi, Ikawati dan

Kusharwanti (2012). Hasil penelitian DRPs untuk pasien anak dengan

infeksi saluran napas bawah adalah obat dengan indikasi yang tidak perlu

sebesar 20%, obat yang salah sebesar 12,72 %, dosis terlalu rendah sebesar

7,27 %, dosis terlalu tinggi sebesar 21,81%, dan interaksi obat sebesar

12,72%. Hasil penelitian DRPs pasien anak dengan asma adalah obat

dengan indikasi yang tidak perlu sebesar 18,18%, obat yang salah sebesar

4,54%, dosis terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan

ketidakpatuhan sebesar 4,54 %.

(26)

Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian, yaitu

evaluasi DRP pada pasien dengan diagnosis asma yang menjalani rawat inap.

3.

Manfaat Penelitian

a.

Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan

sumber pembelajaran mengenai DRPs pada pasien anak dengan asma.

b.

Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi RS RK

Charitas Palembang untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya

pada pasien anak dengan asma.

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum

Mengevaluasi

drug related problem

s (DRPs) pada pengobatan pasien asma anak.

2.

Tujuan Khusus

a.

Memberi gambaran karakteristik pasien anak dengan asma.

b.

Memberi gambaran pola peresepan obat pada pasien anak dengan asma.

c.

Memberi gambaran

drug related problem

s (DRPs) pada peresepan pasien

(27)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.

Asma

Asma merupakan penyakit heterogen yang umumnya dicirikan dengan

adanya inflamasi kronis jalan napas yang ditegaskan lebih lanjut dengan adanya

riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang

berbeda-beda intensitasnya serta terjadi dari waktu ke waktu, bersamaan dengan

variabel keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global Initiative for Asthma, 2014).

Gejala dan keterbatasan aliran udara ini bersifat reversibel (Global Initiative for

Asthma, 2014; Kelly and Sorkness, 2008). Asma biasanya berhubungan dengan

hiperreaktivitas jalan napas terhadap rangsangan langsung maupun tak langsung

serta inflamasi kronis jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008).

Faktor yang dapat mempengaruhi asma secara umum adalah faktor

host

/inang dan faktor lingkungan (Global Initiative for Asthma, 2014). Faktor

inang yang mempengaruhi perkembangan asma meliputi genetik asma, alergi,

hiperresponsivitas jalan napas, obesitas, ras, dan jenis kelamin (Global Initiative

for Asthma, 2012; Graham and Gordon, 2008). Faktor lingkungan berupa alergen

yang berasal dari dalam maupun luar ruangan, infeksi, asap rokok, polusi udara,

dan diet turut mempengaruhi perkembangan asma (Global Initiative for Asthma,

2012; Graham and Gordon, 2008; Kelly and Sorkness, 2008).

(28)

2009). Reaksi hipersensitivitas adalah adanya reaksi berlebih tubuh terhadap

antigen. Comb dan Gell membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe

(Janeway, 2001). Asma merupakan salah satu contoh manifestasi klinis reaksi

hipersensitivitas tipe 1 yang bersifat anafilaksis lokal, artinya reaksi hanya terjadi

pada jaringan atau organ spesifik dan umumnya diturunkan, disebut sebagai atopi.

Paparan alergen pertama kali akan menyebabkan aktivasi sel TH2 dan

menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE. IgE akan membentuk ikatan dengan

reseptor Fc pada sel mast maupun basofil, yang disebut sensitisasi (Abbas,

Lichtman, and Pillai, 2007). Paparan alergen selanjutnya akan mengakibatkan

terjadinya

crosslinking

pada ikatan IgE yang akan mengaktivasi sel mast.

Degranulasi sel mast memicu pelepasan mediator dari sel mast yang

menyebabkan terjadinya kontraksi otot halus, peningkatan permeabilitas vaskuler,

dan vasodilatasi (Kindt, Osborne, and Goldsby, 2006).

(29)

Patofisiologi asma secara umum dibagi menjadi 2, yaitu inflamasi dan

airway remodelling

. Berdasarkan derajat inflamasinya, asma dibagi menjadi

inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terdiri dari reaksi asma tipe

cepat dan reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen akan

terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.

Degranulasi tersebut mengeluarkan mediatorseperti histamin, protease, leukotrin,

prostaglandin, dan PAF (

platelete activating factor

) yang menyebabkan kontraksi

otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi asma tipe lambat

timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta

aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag. Pada inflamasi kronik

berbagai sel terlibat dan teraktivasi, antara lain limfosit T, eosinofil, makrofag, sel

mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus (Kelly and Sorkness, 2008;

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

(30)

Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang

secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan

perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses

penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel

parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan

peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut

berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan

menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks

dan banyak belum diketahui dikenal dengan

airway remodeling.

Mekanisme

tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi,

migrasi, maturasi, diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung

dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang

dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan

(31)
[image:31.595.98.506.107.530.2]

Gambar 3. Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan dengan

bronkus asma akibat inflamasi dan airway remodeling

(Kelly and Sorkness, 2008)

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit, maupun

pola keterbatasan aliran udara. GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu

asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten

berat. Berbeda dengan GINA, Pedoman Nasional Asma Anak (2003) membagi

asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma

persisten. Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi

serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan

penunjang (Supriyatno, 2005).

(32)
[image:32.595.107.561.173.744.2]

serangan asma/asma akut. Berdasarkan tingkat keparahan serangannya, asma

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

(Global Initiative for Asthma, 2012)

Parameter Klinis, Fungsi

Faal Paru, Laboratorium

Klasifikasi Asma

Ringan Sedang Berat Ancaman Henti

Napas

Sesak napas berjalan berbicara

bayi: tangis pendek dan lemah, sulit makan

istirahat

bayi: tidak mau makan/minum

Posisi dapat berbaring duduk duduk membungkuk Bicara satu kalimat beberapa kata kata demi kata

Kesadaran mungkin gelisah biasanya gelisah biasanya gelisah gelisah, kesdaran menurun

Sianosis tidak ada tidak ada ada nyata

Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

nyaring, sepanjang ekspirasi  inspirasi

sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sulit/tidak terdengar Penggunaan otot batu respiratorik

biasanya tidak biasanya ya ya gerakan paradok-torako-abdominal

Retraksi dangkal, retraksi interkostal

sedang, ditambah retraksi suprasternal

dalam, ditambah napas cuping hidung

dangkal/hilang

Frekuensi napas

takipnea takipnea takipnea bradipnea

pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar usia frekuensi napas normal per menit < 2 bulan

2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun < 60 < 50 < 40 < 30

Frekuensi nadi normal takikardi takikardi bradikardi pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak

usia frekuensi nadi normal per menit 2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun < 160 < 120 < 110 Pulsus paradoxus

tidak ada (< 10 mmHg)

ada (10-20 mmHg) ada (> 20 mmHg) tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik FEV1

pra

bronkodilator >60% 40-60% < 40% pasca

bronkodilator >80% 60-80%

< 60%, respon < 2 jam

SaO2% >95% 91-95% ≤ 90%

PaO2 normal >60 mmHg < 60 mmHg

(33)

B.

Terapi Asma

Tujuan utama terapi asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup pasien asma sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa adanya hambatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007).

Sasaran terapi asma yaitu gejala asma, bronkokonstriksi, inflamasi

saluran napas, obstruksi jalan napas, serta frekuensi dan keparahan asma

(Bollmeier and Prosser, 2009; Jansen and Killian, 2006).

Terapi non farmakologi utama yang harus diberikan pada pasien asma

adalah edukasi disertai dengan melatih pasien untuk melakukan manajemen asma

(Global Initiative for Asthma, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008). Pada umumnya terapi asma secara farmakologi dibagi menjadi 2 kategori

berdasarkan tujuan terapinya, yaitu:

1.

Controller medications

, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk

pemeliharan. Obat pada kategori ini bekerja dengan mengurangi inflamasi

pada jalan napas, mengurangi gejala, serta mengurangi risiko terjadinya

serangan. Kortikosteroid inhalasi, metilsantin, agonis beta-2 kerja lama, dan

antihistamin generasi kedua merupakan contoh obat kategori ini.

2.

Reliever medications

, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk meredakan

gejala, termasuk perburukan maupun serangan asma. Obat kategori ini juga

direkomendasikan untuk pencegahan bronkokonstriksi karena aktivitas fisik.

Contoh obat kategori ini antara lain agonis beta-2 kerja cepat, kortikosteroid

sistemik, antikolinergik, dan aminofilin.

(34)
[image:34.595.105.514.113.701.2]

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

Dirawat di ICU

Bila tidak perbaikan selama 6-12 jam Pulang

Bila APE >60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Tidak Perbaikan Perbaikan

Dirawat di ICU

Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik Kortikosteroid IV

Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IV

Aminofilin drip

Mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik Dirawat di RS

Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik Kortikosteroid sistemik Aminofilin drip  Terapi oksigen

pertimbangkan kanul nasal atau masker venturi Pantau APE, saturasi O2,

nadi, kadar teofilin Pulang

Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2

 Membutuhkan kortikosteroid oral  Edukasi pasien

- Memakasi obat yang benar

- Ikuti rencana

pengobatan selanjutnya

Respons buruk dalam 1 jam  Risiko tinggi distress

Pemeriksaan fisik berat, gelisah dan kesadaran menurun  APE < 30%

PaCO2 <45 mmHg, PaO2<60mmHg

 Respons tidak sempurna

Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisik gejala

ringan-sedang APE >50% terapi < 70% Saturasi O2 tidak perbaikan

Respons baik

Respons baik dan stabil dalam 60 menit  Pemeriksaan fisik normal APE > 70% prediksi/nilai

terbaik

Penilaian ulang setelah 1 jam

Pemeriksaan fisik, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Pengobatan Awal

 Oksigenasi dengan anul nasal

Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam atau agonis beta-2 injeksi (terbutalin 0,5 mL subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 mL subkutan

 Kortikosteroid sistemik: - Serangan asma berat

- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator - Dalam kortikosteroid oral

Serangan Asma Mengancam Jiwa Serangan Asma Sedang/Berat

Serangan Asma Ringan

Penilaian awal Riwayat dan pemeriksaan fisik

(35)

Tatalaksana terhadap serangan dan perawatan asma di fasilitas pelayanan

kesehatan yaitu dengan terlebih dulu menilai tanda vital dan fisik pasien untuk

menentukan tingkat keparahan serangan sehingga dapat diberikan terapi yang

sesuai berdasarkan derajat serangannya (Global Initiative for Asthma, 2012;

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2003).

C.

Pasien Anak

Kesehatan anak merupakan aspek penting dalam kehidupan anak karena

mereka dapat mengembangkan dan mewujudkan potensi, memenuhi kebutuhan

mereka, dan mengembangkan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk

berinteraksi dengan baik secara biologis, fisik, dan lingkungan sosial (National

Research Council and Institute of Medicine, 2004).

Pada pasien anak, fungsi fisiologis tubuh tidak sama dengan pasien dewasa

sehingga farmakokinetika obat pada kelompok pasien anak tidak dapat disamakan

dengan pasien dewasa. Kelompok pasien anak memerlukan penyesuaian dosis

supaya farmakokinetika obat berjalan baik dan diperoleh efek terapi yang

diharapkan (Food and Drug Administration, 1998).

D.

Drug Related Problems

(36)

(Pharmaceutical Care Network Europe, 2010; Cipolle,

et al.

, 2004). DRP aktual

adalah masalah yang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan

pada pasien, sedangkan DRP potensial adalah masalah yang diperkirakan akan

terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan pasien (Cipolle,

et al.

,

2004).

DRPs dibagi menjadi beberapa kategori yang disebabkan oleh beberapa

hal yaitu sebagai berikut:

a.

Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis

yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi polifarmasi

yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih

cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat

diganti dengan obat lain, penyalahgunaan obat.

b.

Membutuhkan terapi obat tambahan dapat disebabkan oleh munculnya

kondisi baru selain penyakit utama yang membutuhkan terapi, diperlukan

terapi obat yang bersifat preventif untuk mencegah risiko perkembangan

keparahan kondisi, kondisi medis yang membutuhkan kombinasi obat

untuk memperoleh efek sinergis maupun efek tambahan.

(37)

d.

Dosis kurang umumnya disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk

dapat menimbulkan respon yang diharapkan, interval pemberian kurang

untuk menimbulkan respon yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu

pendek untuk dapat menghasilkan respon, serta interaksi obat yang dapat

mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif.

e.

Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang

tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat

yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada

hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari

faktor risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu

cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan

dikontraindikasikan karena faktor risikonya.

f.

Dosis berlebih disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi,

dosis obat dinaikkan terlalu cepat, frekuensi pemberian obat terlalu

pendek, durasi terapi pengobatan terlalu panjang, serta interaksi obat yang

menyebabkan terjadinya reaksi toksisitas.

g.

Ketidakpatuhan pasien umumnya disebabkan karena pasien tidak

memahami aturan pemakaian, pasien lebih suka tidak menggunakan obat,

pasien lupa untuk menggunakan obat, obat terlalu mahal bagi pasien,

pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara

tepat, dan obat tidak tersedia bagi pasien.

(38)

E.

Keterangan Empiris

(39)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi

Drug Related Problems

(DRPs) pada

pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 merupakan penelitian observasional deskriptif dengan

rancangan

case series

dan pengambilan data yang bersifat retrospektif.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena dilakukan

penggalian informasi secara sederhana melalui sumber data yang telah tersedia

yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2001). Penelitian

deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, serta

tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; World Health

Organization, 2001).

Case series

merupakan kumpulan dari kasus yang sama

dengan suatu kondisi dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan

dideskripsikan hasil klinisnya (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian ini dilakukan

dengan data retrospektif karena data diperoleh melalui penelusuran dokumen

terdahulu, yaitu lembar rekam medis pasien anak dengan asma.

B.

Variabel Penelitian

(40)

C.

Definisi Operasional

1.

Pola pengobatan merupakan terapi farmakologis yang diterima subjek

penelitian selama dirawat di instalasi rawat inap anak RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis obat dan rute

penggunaan obat.

2.

DRPs yang dikaji pada penelitian ini meliputi 6 kategori, yaitu obat tidak

dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis kurang,

dosis berlebih, dan efek samping obat.

3.

DRPs yang ditemui dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu aktual dan

potensial. DRPs aktual merupakan masalah yang terjadi selama terapi

pengobatan yang diterima pasien yang dilihat dari data-data yang tertera pada

rekam medis. DRPs potensial merupakan masalah yang dimungkinkan terjadi

selama terapi pengobatan yang diterima pasien yang dapat diketahui dari

berbagai literatur penunjang berkaitan dengan pengobatan yang diterima

pasien.

(41)

1023/MENKES/SK/XI/2008 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008),

Global Strategy for Asthma Management and Prevention

(Global

Initiative for Asthma, 2012),

Pocket Book of Hospital Care for Children

(World Health Organization 2013),

Guidelines for the Diagnosis and

Management of Asthma

(National Asthma Education and Preventive Program,

2007),

British Guideline on the Management of Asthma

(British Thoracic

Society, 2012). Acuan utama yang digunakan sebagai dasar evaluasi pada

penelitian ini adalah acuan lokal (Indonesia) yang kemudian disesuaikan lebih

lanjut dengan acuan internasional/global.

Metode SOAP merupakan suatu strategi dalam analisis catatan medis

berdasarkan masalah kesehatan pasien. Metode ini terdiri dari 4 elemen, yaitu:

(42)

D.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kasus pasien anak dengan diagnosis asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.

Kriteria inklusi penelitian ini yaitu kasus dengan usia pasien

≤ 12 tahun dengan

diagnosis asma yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 dan menerima terapi farmakologis.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu kasus pasien asma anak dengan penyakit

penyerta, seperti TB paru, bronkitis, dan pneumonia, serta rekam medis pasien

asma anak rawat inap yang kurang lengkap dan sulit terbaca.

E.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis

rawat inap pasien anak dengan diagnosis asma di RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013.

F.

Instrumen Penelitian

(43)

G.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2014 di Bagian

Rekam Medis RS RK Charitas Palembang Jalan Jendral Sudirman No. 1054

Palembang, Sumatera Selatan.

H.

Tata Cara Penelitian

1.

Persiapan

Pada tahap ini dilakukan survei jumlah pasien asma anak yang menjalani

rawat inap di RS RK Charitas Palembang pada tahun 2013 kemudian dilakukan

pengurusan izin untuk melakukan penelitian di RS RK Charitas Palembang.

2.

Analisis Situasi

Pada tahap ini dilakukan pemastian apakah data yang diambil telah

memadai untuk dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data

yang diambil dari beberapa kasus kemudian dilakukan evaluasi atas data tersebut.

3.

Pengumpulan Data

a.

Penelusuran data

(44)
[image:44.595.100.502.174.557.2]

merupakan kasus asma dengan penyakit penyerta lainnya maupun rekam medis

dengan data kurang lengkap.

Gambar 5. Skema pemilihan subjek penelitian

di RS RK Charitas Palembang

b.

Pengambilan data

Proses ini dilakukan dengan menyalin data yang ada di lembar rekam

medis pasien asma anak rawat inap di RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 meliputi identitas pasien, diagnosis, keluhan utama, tanggal

rawat, riwayat penyakit dan penggunaan obat, status keluar, hasil pemeriksaan,

catatan keperawatan dan perkembangan pasien, serta terapi farmakologis yang

diberikan pada pasien. Informasi mengenai terapi farmakologis dalam penelitian

ini disajikan dalam nama generik.

4.

Analisis Data

(45)

I.

Tata Cara Analisis Hasil

1.

Karakteristik pasien

a.

Distribusi pasien anak berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu

infant

(< 1 tahun), balita (

1-5

tahun) dan anak-anak (6-12

tahun) dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok umur per

jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%.

b.

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu laki-laki dan perempuan, dengan menghitung jumlah kasus pada setiap

kelompok jenis kelamin per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali

100%.

2.

Pola pengobatan

a.

Persentase jenis obat yang diberikan pada pengobatan asma diperoleh

dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis obat tertentu per

jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%.

Penggunaan obat pada pasien dikelompokkan menurut kelas terapi

berdasarkan MIMS Indonesia.

b.

Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pengobatan asma

diperoleh dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat rute obat

tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Adapun

rute pemberian obat dibagi menjadi 2, yaitu enteral dan parenteral.

3.

Evaluasi DRPs dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Bagian

(46)

keluar. Bagian

objective

(O) memaparkan data pemeriksaan fisik,

laboratorium, tanda vital dan tata laksana obat yang diberikan pada pasien

selama perawatan. Bagian

assessment

(A) menjabarkan penilaian adanya DRPs

pada pasien, kemudian rekomendasi selanjutnya dijelaskan di bagian

plan

(P)/

recommendation

.

4.

DRPs dirangkum dengan mengelompokkan kasus ke dalam enam kategori

(obat tidak dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, dosis kurang, dosis

berlebih, obat kurang efektif, dan efek samping obat) yang kemudian dihitung

persentase temuan DRPs dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori

DRPs per jumlah keseluruhan kasus DRP dikali 100%.

J.

Keterbatasan Penelitian

(47)
(48)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Karakteristik Pasien

1.

Distribusi pasien berdasarkan usia

[image:48.595.98.499.287.538.2]

Pasien asma anak yang diteliti dikelompokkan menjadi

infant

(< 1 tahun),

balita (1-5 tahun), dan anak (6-12 tahun). Distribusi pasien asma anak berdasarkan

kategori usia dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien anak dengan

asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013 (n=25)

Gambar 6 menunjukkan bahwa pasien anak yang dirawat inap didominasi

oleh pasien usia 1-5 tahun sebanyak 64%, diikuti dengan 20% anak usia 6-12

tahun, dan 16% kelompok pasien usia < 1 tahun. Pada dasarnya asma dapat

menyerang berbagai usia, namun secara prinsip asma merupakan penyakit

pediatrik. Pada umumnya asma terjadi pada 5 tahun awal kehidupan dan 50%

16%

64% 20%

Infant (< 1 tahun)

Balita (1-5 tahun)

(49)

anak memiliki gejala asma sejak usia 2 tahun (Kelly and Sorkness, 2008). Pada

usia dini, asma dapat disebabkan oleh atopi maupun adanya infeksi virus (Global

Initiative for Asthma, 2014).

[image:49.595.99.509.192.565.2]

2.

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Gambar 7. Distribusi pasien anak dengan asmaberdasarkan jenis kelamin

pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013 (n=25)

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan ada 60% pasien

anak laki-laki dan 40% pasien anak perempuan yang dapat dilihat pada gambar 7.

Onset terjadinya asma lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan (Global

Initiative for Asthma, 2014). Anak laki-laki dengan usia kurang dari 10 tahun

lebih banyak terserang asma daripada pada perempuan, selama masa remaja

tingkat kejadiannya hampir sama, dan pada usia lanjut kejadian ini akan lebih

tinggi pada wanita (American Lung Association, 2006).

60% 40%

Laki-Laki

(50)

B.

Pola Pengobatan

1.

Jenis Obat

[image:50.595.98.518.216.572.2]

Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap

berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia disajikan pada Tabel II.

Penggunaan obat terbanyak adalah kelas terapi obat yang bekerja pada sistem

pernapasan, vitamin dan mineral, dan kortikosteroid.

Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien anak dengan asma di Instalasi

Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013

Kelas Terapi

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Sistem pernapasan

25

100

Kortikosteroid

25

100

Vitamin dan mineral

25

100

Antiinfeksi

20

80

Sistem saraf pusat

5

20

Alergi dan sistem imun

2

8

Sistem gastrointestinal dan hepatobilier

3

12

a.

Sistem pernapasan

(51)

bronkodilator yang dapat memperbaiki jalan napas sehingga gejala sesak

napas dapat berkurang (Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia, 2003). Mekanisme kerja beta-2 agonis yaitu relaksasi otot

polos saluran napas, meningkatkan

mucociliary clearance

, menurunkan

permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi pelepasan mediator dari

sel mast (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Aminofilin dan teofilin juga dapat berfungsi sebagai bronkodilator.

Aminofilin intravena dapat digunakan pada tata laksana serangan asma

berat dengan memperhatikan dosis awal dan dosis rumatan (Ikatan Dokter

Anak Indonesia, 2009). Konsentrasi teofilin dalam darah harus

diperhitungkan untuk menghindari toksisitas akibat penggunaan teofilin

dan garamnya (aminofilin) karena kedua obat ini memiliki indeks terapi

yang sempit. Toksisitas akibat penggunaan obat ini dapat dihindari dengan

pemberian dosis yang tepat dan pemantauan kadar teofilin darah.

(52)

Guaifenesin

umumnya

digunakan

sebagai

ekspektoran.

Guaifenesin menunjukkan manfaat dalam terapi hipersekresi mukus

melalui penurunan sekresi mucin dan peningkatan

mucociliary clearance

(Seagrave, Albrecht, Hill, Rogers, and Salomon, 2012). Guaifenesin dapat

menurunkan kekentalan mukus (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010).

Obat yang termasuk golongan obat batuk dan pilek menurut MIMS

Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah ambroksol HCl,

bromheksin HCl, serta erdostein. Ambroksol dapat menstimulasi produksi

surfaktan yang menyebabkan terjadinya penurunan adesifitas mukus

(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Erdostein memiliki potensi dapat

modulasi produksi mukus dan meningkatkan

mucociliiary clearance

[image:52.595.102.512.246.705.2]

(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Gambaran penggunaan obat yang

bekerja pada sistem pernapasan dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada

pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Preparat

antiasma dan

PPOK

Salbutamol

22

88

Teofilin

6

24

Aminofilin

8

32

Kombinasi Salbutamol

dan Ipratropium Bromida

5

20

Kombinasi Salbutamol

dan Guaifenesin

7

28

Obat batuk

dan pilek

Ambroksol HCl

7

28

Erdostein

3

12

(53)

b.

Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada jalan

napas. Obat golongan kortikosteroid umumnya diberikan saat pasien tidak

menunjukkan perkembangan setelah pemberian beta-2 adrenergik kerja

cepat saat serangan (Global Initiative for Asthma, 2014). Kortikosteroid

merupakan agen antiinflamasi yang paling efektif dalam pengobatan asma.

Kerja kortikosteroid dalam pengobatan asma antara lain dengan

meningkatkan jumlah reseptor beta-2 adrenergik dan meningkatkan

sensitivitas reseptor terhadap stimulasi beta-2 adrenergik, mengurangi

produksi dan hipersekresi mukus, mengurangi hipersensitivitas bronkus,

dan mengurangi edema jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008).

Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk semua pasien asma akut parah

yang tidak mengalami perbaikan setelah pemberian inhalasi beta-2

adrenergik, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bronkodilator

lain (Kelly and Sorkness, 2008; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

(54)
[image:54.595.98.512.114.711.2]

Tabel IV. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma anak di Instalasi

Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Kortikosteroid

Deksametason

24

96

Metilprednisolon

3

12

Flutikason

3

12

Budenosid

2

8

Prednison

1

4

Triamsinolon

1

4

c.

Vitamin dan mineral

Penggunaan vitamin dan mineral pada penelitian ini adalah 100%

dari total kasus yang diteliti. Elektrolit dan mineral yang diberikan secara

intravena banyak digunakan pada pasien asma anak karena bertujuan

untuk mencegah dehidrasi pada pasien, sementara multivitamin berfungsi

untuk pemeliharaan kondisi tubuh pasien. Distribusi penggunaan obat

vitamin dan mineral dapat dilihat pada Tabel V.

Tabel V. Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Elektrolit dan mineral

KAEN 1B

®

20

80

RL

®

5

20

KAEN 3A

®

1

4

Multivitamin

Proza

®

1

4

(55)

d.

Antiinfeksi

[image:55.595.101.507.222.616.2]

Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi digunakan

sebanyak 76% pada total kasus yang diteliti. Obat yang digunakan untuk

pengobatan infeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah antibiotik.

Penggunaan antibiotik umumnya ditujukan untuk mencegah maupun

mengatasi infeksi oleh mikroorganisme. Penggunaan antibiotik pada

pasien asma anak tidak disarankan jika anak tidak mengalami demam

(Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013).

Distribusi penggunaan obat antiinfeksi pada penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel VI.

Tabel VI. Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Penisilin

Amoxicillin

1

4

Sefalosporin

Ceftriaxon

6

24

Ceftazidim

2

8

Aminoglikosida

Gentamisin

8

32

Amikasin

1

4

Makrolida

Azitromisin

1

4

Spiramisin

3

12

Kloramfenikol

Tiamfenikol

1

4

e.

Sistem saraf pusat

(56)

dan antipiretik yang memiliki potensi yang mirip dengan NSAID, namun

tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Jozwiak-Bebenista and

Nowak, 2014).

f.

Alergi dan sistem imun

[image:56.595.100.515.199.714.2]

Antihistamin bekerja dengan menghambat aksi histamin pada

reseptor histamin (Nugroho, 2011). Obat golongan antihistamin yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cetirizin HCl yang umum

digunakan pada pengobatan asma alergi (Nugroho, 2011) dan triprolidin

yang keduanya merupakan H-1

blocker

. Triprolidin merupakan

antihistamin H-1 generasi pertama, sementara cetirizin merupakan

generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sebaiknya tidak digunakan

pada pasien asma karena memiliki aksi antimuskarinik yang dapat

menyebabkan efek mulut kering dan penggunaan obat ini dalam jangka

panjang juga dapat meningkatkan gejala penyempitan bronkus (Scoor,

2012; Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Camelo-Nunes, 2006). Distribusi

penggunaan obat alergi dan sistem imun dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Antihistamin dan antialergi

Triprolidin

1

4

(57)

g.

Sistem gastrointestinal dan hepatobilier

[image:57.595.101.513.247.616.2]

Obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier digunakan sebanyak

12% pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin

yang termasuk dalam kelompok obat antasida, obat antirefluks dan

ulserasi. Ranitidin merupakan H-2

blocker

yang bekerja dengan

menghambat aksi histamin pada reseptor histamin H-2 pada sel parietal

mukosa lambung (Nugroho, 2011). Umumnya obat golongan ini

digunakan

untuk

pengobatan

pada

tukak

peptik

dan

refluks

gastrointestinal. L-Bio

®

merupakan digestan yang diindikasikan untuk

memelihara kesehatan fungsi saluran pencernaan. Distribusi penggunaan

obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada

pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013

Golongan

Jenis Obat

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Antasida, obat antirefluks,

dan ulserasi

Ranitidin

2

8

Digestan

L-Bio

®

1

4

2.

Rute Pemberian Obat

(58)
[image:58.595.102.514.300.587.2]

sebagai

controller

maupun obat untuk mengurangi gejala asma yang diberikan

secara per oral. Obat parenteral digunakan karena kondisi pasien yang umumnya

dirawat inap karena serangan asma sehingga pemberian oral sulit dilakukan. Obat

parenteral diberikan karena dapat memberikan efek yang cepat. Rute parenteral

intravena diberikan untuk merehidrasi pasien sehingga kebutuhan cairan pasien

tercukupi. Obat diberikan secara inhalasi dengan tujuan agar lebih efektif untuk

dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal atau

dihindarkan, dan ada beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi karena

tidak terabsorpsi pada pemberian oral (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Obat dengan rute inhalasi pada penelitian ini diberikan melalui nebulisasi.

Tabel IX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

Rute Pemberian

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

Enteral

25

100

Parenteral

25

100

C.

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)

(59)
[image:59.595.104.517.244.569.2]

Analisis DRPs dilakukan dengan menggunakan data penggunaan obat dan

catatan keperawatan pasien. DRPs yang didapati pada 25 kasus yang masuk dalam

kriteria inklusi penelitian ini yaitu 100% efek samping obat, 56% dosis kurang,

28% obat tidak dibutuhkan, 16% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat

tambahan. Pada umumnya 1 kasus memiliki lebih dari 1 kejadian DRPs. Tabel X

berikut menyajikan gambaran DRPs yang ditemui pada pasien asma anak.

Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien anak dengan asma di instalasi rawat

inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013

No

Jenis DRPs

Nomor Kasus

(seperti lampiran)

Jumlah Kasus

(n=25)

Persentase

(%)

1

Efek samping obat

semua kasus

25

100

2

Dosis kurang

2, 4, 5, 6. 7, 9, 11, 12,13,14,

15, 18, 19, 21

14

56

3

Obat tidak

dibutuhkan

5, 10, 15, 16,17, 24, 25

7

28

4

Dosis berlebih

5, 6, 16, 18

4

16

5

Membutuhkan obat

tambahan

25

1

4

6

Obat kurang efektif

-

0

0

Catatan

: Penilaian DRPs ini berdasarkan data yang tercantum di lembar rekam medis

yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat

pasien. Pembahasan lebih mendalam tiap kasus dapat dilihat di Lampiran

1.

Efek Samping Obat

(60)

(100%) mengalami DRPs kategori efek samping obat yang disebabkan

karena adanya interaksi obat dan pemberian obat yang berisiko menyebabkan

perburukan.

Pada semua kasus DRPs yang dievaluasi ditemui interaksi antara

kortikosteroid dan salbutamol yang bersifat potensial. Kombinasi antara

kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter,

2010). Penggunaan salbutamol tunggal dapat menyebabkan hipokalemia dan

dapat meningkatkan risiko ini karena adanya obat yang mendeplesi kalium

seperti kortikosteroid. Kombinasi kedua jenis obat ini memerlukan

pemantauan khususnya dalam kadar kalium dalam serum. Kombinasi antara

β2 agonis dan kortikosteroid dalam manajemen asma umumnya bersifat

menguntungkan (Baxter, 2010).

Pada kasus 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, dan 25 ditemui

interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin serta teofilin

dan salbutamol yang dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter,

2010). Jenis DRPs yang ditemui adalah potensial. Hipokalemia merupakan

kondisi kadar kalium dalam serum < 3,5 mEq/L. Hipokalemia dicirikan

dengan adanya perubahan pada fungsi otot dan kardiovaskuler karena adanya

hiperpolarisasi membran dan gangguan kontraksi otot (Daly and Farrington,

2013). Depresi pernapasan karena gangguan parah pada otot skeletal dapat

terjadi karena deplesi kalium parah (Schaefer and Wolford, 2005).

(61)

memberikan keuntungan. Kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemia

yang mungkin bersifat aditif. Pada pemakaian kedua obat ini perlu

dipertimbangkan pemantauan berdasarkan tingkat keparahan pasien dan

jumlah obat yang dapat menyebabkan deplesi kalium yang digunakan oleh

pasien (Baxter, 2010).

Penggunaan secara bersamaan antara salbutamol dan teofilin

merupakan pilihan yang cukup baik dalam manajemen asma, namun terdapat

potensiasi terjadinya efek samping. Komplikasi yang paling serius yang

ditimbulkan adalah hipokalemia dan takikardia (Baxter, 2010). Pemantauan

kadar kalium juga diperlukan pada penggunaan kombinasi obat ini.

(62)
[image:62.595.99.513.144.608.2]

Tabel XI. Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan asma

pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013

No. Kasus Assessment Jenis

DRPs Recommendation

Semua kasus Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010).

Potensial

Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium

2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, 25

interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010).

Potensial - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium

- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi

- Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah

2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, 25

interaksi obat pada kombinasi antara salbutamol dan teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010).

Potensial - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium

- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi

- Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah

6, 7, 12, 19, 21, 22

pemberian mukolitik yang dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Potensial Perlu dilakukan pemantauan respiration rate

2.

Dosis Kurang

Pada penelitian ini terdapat 14 kasus yang memuat DRPs kategori

dosis kurang yang bersifat aktual. DRPs kategori dosis kurang ini ditemui

akibat dosis pemberian aminofilin dan kortikosteroid di bawah dosis terapi.

(63)

umumnya diberikan secara parenteral pada serangan asma berat dengan dosis

awal aminofilin 6-8 mg/kg BB diberikan selama 20-30 menit dan dosis

rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; Ikatan Dokter

Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Pemberian aminofilin dengan dosis kurang ditemui pada kasus 2, 5, 7, 9, 11,

13, 14, dan 21 yang dapat dilihat p

Gambar

Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak
Tabel IX Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien
Gambar 1.  Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe I .....................
Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma  (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Oleh karena itu, informasi komparatif tanggal 31 Desember 2014 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, dan laporan posisi keuangan konsolidasian tanggal 1

[r]

Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

[r]

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan program studi dengan menggunakan regresi zero inflated Poisson, untuk model log menunjukkan bahwa semakin kecil persentase mahasiswa menikah

Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian belajar peserta didik dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak metanol kulit buah delima pada. konsentrasi 50 mg/disk terhadap Pseudomonas aeruginosa