• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun 2014."

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

Swamedikasi menjadi pilihan utama bagi 66% penduduk Indonesia. Sebanyak 60% diantaranya memperoleh informasi dari iklan televisi padahal terdapat 565 iklan (23,88%) dari 2.366 iklan tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam pengawasan iklan obat post review pada media cetak, televisi dan radio. Penyampaian informasi iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentunya akan membahayakan kesehatan (Anna, 2011; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012; Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala melalui kuesioner. Penelitian ini termasuk observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Metode yang digunakan yaitu cluster random sampling yang dikombinasikan dengan simple random sampling (undian) pada setiap tingkatan Kecamatan, Kelurahan, Dukuh, RT, dan RW.

Pada penelitian ini terdapat 165 responden yang digunakan sebagai subyek penelitian. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala dengan korelasi lemah (koefisien korelasi = 0,189) dan tidak terdapat hubungan antara sikap responden mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala.

(2)

Self medication become the first choice for 66% of Indonesia's population. As many as 60% of them get information from television commercials advertisement when there are 565 (23.88%) of the 2,366 advertisement are not satisfy conditions determined in the post-review monitoring drug advertisement in newspaper, television and radio. Submission of advertising information which is not in accordance with the applicable regulations would be harmful to health (Anna, 2011; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012; Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).

This study aims to identify the correlation between knowledge and attitudes about drug advertisement headache on television to the action of used drug headache with a questionnaire. This study includes an observational cross-sectional study design. The method used is cluster random sampling combined with simple random sampling (lottery) in each sub-district level, Village, Hamlet, RT, and RW.

(3)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI IKLAN OBAT SAKIT KEPALA DI TELEVISI TERHADAP TINDAKAN

PENGGUNAAN OBAT SAKIT KEPALA DI KALANGAN IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

YOGYAKARTA PADA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rysa Indryani Pardede NIM : 118114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI IKLAN OBAT SAKIT KEPALA DI TELEVISI TERHADAP TINDAKAN

PENGGUNAAN OBAT SAKIT KEPALA DI KALANGAN IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

YOGYAKARTA PADA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rysa Indryani Pardede NIM : 118114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)

iii

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Matius 21:22)

Engkau ada bersamaku di tiap musim hidupku

tak pernah Kau biarkan ‘ku sendiri kekuatan di jiwaku

adalah bersama-Mu tak pernah kuragukan kasih-Mu Bersama-Mu Bapa kulewati semua perkenanan-Mu yang teguhkan hatiku Engkau yang bertindak memb’ri pertolongan

anugrah-Mu besar melimpah bagiku

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mengenai Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Proses penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu-ibu PKK di Kelurahan Corongan, Kelurahan Papringan, Kelurahan Nayan, dan Kelurahan Ambarukmo yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian maupun yang membantu berjalannya penelitian.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, membimbing, memberi arahan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc, Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian naskah skripsi ini.

(11)

viii

5. Sakkeus Indraly Halomoan Turnip seorang terkasih yang selalu mendampingi, memberi semangat dan dukungan dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.

6. Rambu Roku Sowi, Sherly Mecillia, dan Rosfita Risna Hariani sebagai teman-teman seperjuangan dalam skripsi ini dan sahabat terbaik selama menempuh ilmu di bangku perkuliahan yang selalu memberi semangat dan dukungan dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.

7. Sahabat terbaikku selama menempuh ilmu di bangku perkuliahan Florentina Silviana Devi, Margareta Trinova, Marsellina C. Tisera, Pande Made Desy Ratna Sari, Gregoria Novalia Ambarani, dan Hermina Aprilita Ajum yang selalu memberi semangat dan dukungan dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.

8. Sahabat-sahabat terkasih Maretha Risanda Putri, Geby Femine Feristia, Chindy Arya Sari dan Yosephine Deby Ayuningdya yang selalu memberi semangat dan dukungan dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.

9. Teman-Teman kos 99999 Chena, Tessa, Ervin, dan Ensy yang selalu memberi semangat dan dukungan dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.

(12)
(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian... 7

B. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan umum ... 9

(14)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 11

A. Swamedikasi ... 11

B. Periklanan ... 14

1. Pengertian periklanan ... 14

2. Tujuan periklanan ... 15

3. Fungsi dan peran periklanan ... 16

4. Iklan televisi ... 16

5. Peraturan periklanan dan pelayanaan kesehatan ... 18

C. Sakit Kepala ... 20

1. Definisi sakit kepala ... 20

2. Epidemiologi ... 22

D. Perilaku Kesehatan ... 23

E. Pengetahuan ... 27

F. Sikap (Attitude) ... 31

G. Tindakan ... 34

H. Keputusan Pembelian ... 34

I. Landasan Teori ... 38

J. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

C. Subyek Penelitian, Besar Sampel dan Teknik Sampling ... 43

(15)

xii

2. Besar sampel dan teknik sampling ... 44

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

E. Instrumen Penelitian ... 48

1. Uji validitas ... 51

2. Uji reliabilitas ... 52

F. Bahan Penelitian ... 54

G.Tata Cara Penelitian ... 54

1. Orientasi ... 54

2. Tahap penentuan lokasi penelitian dan penelusuran data responden ... 55

3. Tahap perizinan ... 55

4. Pembuatan kuesioner ... 56

5. Penyebaran kuesioner ... 56

6. Pengolahan data ... 57

H. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Hasil Data Penelitian ... 58

I. Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Karakteristik Responden ... 63

1. Usia responden ... 63

2. Tingkat pendidikan ... 65

3. Status pekerjaan ... 66

4. Tingkat pendapatan ... 68

B. Pola Melihat Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi ... 69

(16)

xiii

2. Intensitas responden melihat iklan obat sakit kepala di televisi dalam tiga

hari terakhir ... 71

3. Produk obat sakit kepala yang iklannya pernah dilihat ... 72

4. Produk obat sakit kepala yang iklannya paling sering dilihat ... 74

5. Pola penggunaan obat sakit kepala oleh responden selama sebulan terakhir .... 75

6. Produk obat sakit kepala yang digunakan ... 76

7. Sumber informasi yang mendasari pemilihan obat sakit kepala ... 78

C. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mengenai Iklan Obat Sakit Kepala terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala ... 80

1. Tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala ... 80

2. Sikap responden mengenai iklan obat sakit kepala ... 84

3. Tindakan penggunaan obat sakit kepala oleh responden ... 87

D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta ... 92

E. Hubungan Sikap Mengenai Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

(17)

xiv

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Keuntungan dan kekurangan swamedikasi ... 12

Tabel II. Kategori tingkat pengetahuan (Arikunto, 2006) ... 42

Tabel III. Jumlah dan distribusi sampel di Kecamatan Depok ... 47

Tabel IV. Jumlah dan distribusi sampel di Kelurahan Maguwoharjo ... 47

Tabel V. Jumlah dan distribusi sampel di Kelurahan Caturtunggal ... 47

Tabel VI. Blue print pernyataan favorable dan unfavorable kuesioner ... 50

Tabel VII. Besar skor untuk aspek pengetahuan ... 51

Tabel VIII. Besar skor untuk aspek sikap dan tindakan ... 51

Tabel IX. Hasil Uji Reliabilitas ... 54

Tabel X. Hasil Uji Normalitas pada Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 58

Tabel XI. Hasil Uji Normalitas pada Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Setelah Transformasi Data ... 59

Tabel XII. Interpretasi terhadap koefisien korelasi (Supangat, 2007) ... 60

Tabel XIII. Distribusi persentase usia ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 64

Tabel XIV. Distribusi persentase tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 65

(19)

xvi

Tabel XVI. Distribusi persentase tingkat pendapatan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 69 Tabel XVII. Distribusi persentase lama waktu melihat acara di televisi setiap

hari di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 71 Tabel XVIII. Distribusi persentase intensitas melihat iklan obat sakit kepala di

televisi dalam tiga hari terakhir di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 72 Tabel XIX. Distribusi persentase produk obat sakit kepala yang iklannya

pernah dilihat oleh ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 73 Tabel XX. Distribusi persentase produk obat sakit kepala yang iklannya paling

sering dilihat oleh ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 75 Tabel XXI. Distribusi persentase produk obat sakit kepala yang digunakan oleh

ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 77 Tabel XXII. Distribusi persentase sumber informasi yang mendasari pemilihan

obat sakit kepala oleh ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 78 Tabel XXIII. Gambaran jawaban aspek pengetahuan mengenai iklan obat sakit

(20)

xvii

Tabel XXIV. Distribusi persentase tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 83 Tabel XXV. Gambaran jawaban aspek sikap mengenai iklan obat sakit kepala di

televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 85 Tabel XXVI. Distribusi persentase sikap mengenai iklan obat sakit kepala di

televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 86 Tabel XXVII. Gambaran jawaban tindakan penggunaan obat sakit kepala di

kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 90 Tabel XXVIII.Distribusi persentase tindakan penggunaan obat sakit kepala di

kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014 ... 91 Tabel XXIX. Hubungan tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di

televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala ... 93 Tabel XXX. Hubungan aspek sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi

(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b) ... 31 Gambar 2. Diagram teknik pemilihan lokasi pengambilan sampel ... 46 Gambar 3. Proporsi sampel penelitian ... 48 Gambar 4. Diagram persentase pola penggunaan obat sakit kepala di kalangan

(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambaran Jawaban Aspek Pengetahuan Uji Reliabilitas Dan Uji Pemahaman Bahasa Kuesioner Uji Coba ... 105 Lampiran 2. Gambaran Jawaban Aspek Sikap Uji Reliabilitas Dan Uji

Pemahaman Bahasa Kuesioner Uji Coba ... 106 Lampiran 3. Gambaran Jawaban Aspek Tindakan Uji Reliabilitas Dan Uji

(23)

xx

INTISARI

Swamedikasi menjadi pilihan utama bagi 66% penduduk Indonesia. Sebanyak 60% diantaranya memperoleh informasi dari iklan televisi padahal terdapat 565 iklan (23,88%) dari 2.366 iklan tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam pengawasan iklan obat post review pada media cetak, televisi dan radio. Penyampaian informasi iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentunya akan membahayakan kesehatan (Anna, 2011; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012; Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala melalui kuesioner. Penelitian ini termasuk observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Metode yang digunakan yaitu cluster random sampling yang dikombinasikan dengan simple random sampling (undian) pada setiap tingkatan Kecamatan, Kelurahan, Dukuh, RT, dan RW.

Pada penelitian ini terdapat 165 responden yang digunakan sebagai subyek penelitian. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala dengan korelasi lemah (koefisien korelasi = 0,189) dan tidak terdapat hubungan antara sikap responden mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala.

(24)

xxi

ABSTRACT

Self medication become the first choice for 66% of Indonesia's population. As many as 60% of them get information from television commercials advertisement when there are 565 (23.88%) of the 2,366 advertisement are not satisfy conditions determined in the post-review monitoring drug advertisement in newspaper, television and radio. Submission of advertising information which is not in accordance with the applicable regulations would be harmful to health (Anna, 2011; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012; Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).

This study aims to identify the correlation between knowledge and attitudes about drug advertisement headache on television to the action of used drug headache with a questionnaire. This study includes an observational cross-sectional study design. The method used is cluster random sampling combined with simple random sampling (lottery) in each sub-district level, Village, Hamlet, RT, and RW.

There were 165 respondents who were used as subjects of study. The results of this study that there is a relationship between the level of knowledge about drug advertising headache against the action of medicinal used of headache with no strong correlation (correlation coefficient = 0,189) and there is no relationship between the attitude of the respondents about drug advertising headache against the action of used drug headache.

(25)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (MenKes, 2009). Beragam upaya dilakukan seseorang untuk meningkatkan kesehatan dalam rangka pencegahan maupun penyembuhan guna memperoleh keadaan sehat. Pilihan untuk mengupayakan kesembuhan dari suatu penyakit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu berobat ke dokter atau mengobati diri sendiri yang lebih dikenal dengan istilah swamedikasi (Tan dan Rahardja, 2010).

Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Tahun 2009 terdapat 66% penduduk Indonesia memilih mengobati sendiri penyakitnya dan 34% sisanya berobat ke dokter. Masyarakat yang berswamedikasi mendiagnosis dan memilih obat secara mandiri tanpa bantuan tenaga kesehatan (Anna, 2011). Banyak faktor yang menyebabkan lebih banyak masyarakat memilih mengobati sendiri penyakitnya daripada pergi ke dokter yaitu tingginya tekanan ekonomi dan tingginya tingkat kesibukan. Tindakan swamedikasi ini dilakukan untuk menghemat biaya dan menghemat waktu daripada pergi ke dokter (Tan dan Rahardja, 2010).

Profil Kesehatan Sleman pada Tahun 2013 terdapat 83,37% masyarakat melakukan swamedikasi dari 17.895 kasus nyeri kepala. Data tersebut juga

(26)

menyebutkan bahwa 60% masyarakat yang mengalami nyeri kepala melakukan swamedikasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari iklan di televisi (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang berfungsi sebagai alat penyampaian pesan (informasi) atau penyebarluasan informasi kepada orang lain, sarana penambah pengetahuan, komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi sikap dan perilaku penerima iklan dalam membuat keputusan yang tepat demi memelihara kesehatan mereka, maupun sebagai sarana hiburan (Liliweri, 2013). Laporan Kinerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI Tahun 2012 terhadap pengawasan iklan obat sesudah beredar (post review) pada media cetak, televisi dan radio terdapat 565 iklan (23,88%) dari 2.366 iklan tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

Penyampaian iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentunya akan membahayakan kesehatan apabila informasi dari iklan obat tersebut kurang lengkap meliputi informasi sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi. Pakar komunikasi Amerika Serikat, Shiley Biagi dalam bukunya “Media/Impact” menyatakan televisi adalah media yang telah berhasil mengubah kehidupan sehari-hari manusia atau masyarakat (Biagi, 2010).

(27)

iklan produk kesehatan termasuk obat akan mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan obat yang akan digunakan.

Penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Papilaya (2003) menyatakan bahwa iklan obat salesma di televisi disukai sebagian besar responden dengan persentase 60%. Responden yang menyukai iklan obat salesma di televisi tersebut 77,14% diantaranya membeli obat salesma yang diiklankan. Penelitian Papilaya (2003) ini menunjukkan bahwa iklan obat mendorong masyarakat untuk melakukan swamedikasi misalnya untuk mengobati salesma.

Oleh karena itulah iklan sebagai salah satu faktor yang mendorong dan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan swamedikasi harus mendapat perhatian yang tinggi oleh tenaga kesehatan termasuk apoteker. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014. Pemilihan subyek penelitian yaitu ibu rumah tangga dalam penelitian ini dikarenakan ibu rumah tangga merupakan kepala rumah tangga yang mengatur dan bertangung jawab akan permasalahan dalam rumah tangga meliputi upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemeliharaan kesehatan dalam keluarga.

(28)

paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lain yang dikategorikan perkotaan, banyaknya fasilitas pendidikan, kesehatan, industri, perkantoran, dan perdagangan, serta letaknya yang berjarak hanya 10 Km dari ibukota kabupaten dan 4 Km dari ibukota provinsi (Badan Pusat Statistik, 2010).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan seperti yang dituliskan di bawah ini :

a. Seperti apakah karakteristik demografi ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014?

b. Seperti apakah pola melihat iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014?

c. Seperti apakah tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014?

d. Seperti apakah sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014?

e. Seperti apakah tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dalam upaya swamedikasi atau pengobatan mandiri?

(29)

kepala yang dilakukan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014 belum pernah dilakukan. Terdapat beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya sejauh penelusuran penulis antara lain yaitu :

a. Sulistiyawati (2004), dengan judul, “Hubungan Penilaian Iklan Obat Salesma di Televisi dengan Pemilihan Obat Selesma di Kalangan Pengunjung 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Maret-April Tahun 2004”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jenis iklan obat yang digunakan, subyek, lokasi penelitian, dan waktu penelitian. Penelitian Sulistiyawati (2004) menggunakan iklan obat salesma yang subyek penelitiannya yaitu pengunjung 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Maret-April Tahun 2004, sedangkan penelitian ini menggunakan iklan obat sakit kepala yang subyek penelitiannya yaitu ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014. b. Papilaya (2003), dengan judul, “Penilaian Iklan Obat Selesma di Televisi

(30)

penelitian. Penelitian Papilaya (2003) menggunakan iklan obat salesma yang subyek penelitiannya yaitu pengunjung Apotik di Pusat Kota Magelang, sedangkan penelitian ini menggunakan iklan obat sakit kepala yang subyek penelitiannya yaitu ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014.

c. Primantana (2001), dengan judul, “Pengaruh Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Pemilihan Obat Sakit Kepala di Kalangan Mahasiswa Angkatan 1997-2000 Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek, metode sampling, dan lokasi penelitian. Penelitian Primantana (2001) subyek penelitiannya adalah mahasiswa Angkatan 1997-2000 Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan metode sampling yang digunakan yaitu proportional stratified sampling, sedangkan penelitian ini subyek penelitiannya yaitu ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan metode cluster random sampling yang dikombinasi dengan simple random sampling

(31)

kepala yang subyek penelitiannya yaitu ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014.

Hasil penelitian Sulistiyawati (2004) menunjukkan adanya hubungan positif (r=0,231) dan signifikan (p<0,05) antara penilaian iklan obat salesma di televisi dengan pemilihan obat salesma di kalangan pengunjung 11 apotek di Kota Yogyakarta periode Maret-April tahun 2004 dengan tingkat hubungan yang rendah. Papilaya (2003) mengemukakan bahwa informasi yang disampaikan dalam iklan obat salesma di televisi belum mencukupi karena iklan obat salesma tersebut tidak menerangkan mengenai efek samping obat dan waktu pemakaian, serta informasi kontraindikasi tidak jelas. Di sisi lain hasil penelitian Wuryanto (2000) dan Primantana (2001) menunjukkan tidak ada pengaruh iklan obat batuk dan obat sakit kepala di televisi terhadap pemilihan obat batuk dan obat sakit kepala di kalangan mahasiswa Kampus III Universitas Sanata Dharma. Pemilihan yang dilakukan oleh mahasiswa didasari pengalaman pribadi, saran tenaga kesehatan, teman maupun keluarga.

3. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut ini. a.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi terkait aspek perilaku meliputi aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan bagi ibu rumah tangga mengenai penggunaan obat sakit kepala.

(32)

b.

1) Bagi Perusahaan farmasi Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan farmasi untuk meningkatkan kerasionalan dalam promosi produknya melalui iklan obat di televisi.

2) Bagi Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI dan Komite Periklanan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi BPOM RI dan Komite Periklanan dalam hal seleksi penayangan iklan obat yang rasional di televisi, menetapkan sanksi terhadap pelanggaran penanyangan iklan obat di televisi, dan lebih cermat melakukan pengawasan terhadap iklan obat di televisi sehingga dapat menurunkan persentase jumlah iklan yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam pengawasan iklan obat sesudah beredar (post review) pada media cetak, televisi dan radio.

3) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman

(33)

4) Bagi Masyarakat

a) Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui karakteristik demografi dan pola melihat iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014.

b) Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala serta mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala yang dilakukan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala yang dilakukan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2014.

2. Tujuan khusus

Dalam penelitian ini, adapun tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu :

(34)

b. Mengidentifikasi pola melihat iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014.

c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014.

d. Mengidentifikasi sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman pada Tahun 2014.

e. Mengidentifikasi tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dalam upaya swamedikasi atau pengobatan mandiri.

(35)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Swamedikasi

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah upaya pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dirancang dan diberi label untuk digunakan tanpa pengawasan dokter dan disetujui keamanannya serta efektif untuk mengobati masalah kesehatan umum (World Self-Medication Industry, 2010). Pengertian lain dari swamedikasi adalah kegiatan atau tindakan untuk mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat tanpa resep secara tepat dan bertanggung jawab (rasional). Dalam swamedikasi penderita bebas memilih sendiri obat yang akan digunakan untuk mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang dialaminya sehingga penderita sendiri yang akan bertanggung jawab atas kerasionalan dalam pemakaian obat tersebut (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Obat-obatan untuk pengobatan sendiri sering disebut obat tanpa resep yang tersedia tanpa resep dokter melalui apotek (World Self-Medication Industry, 2010). Penggunaan obat tanpa resep untuk swamedikasi biasanya pada kondisi dan kasus meliputi perawatan simptomatik minor misalnya rasa tidak enak badan dan cedera ringan, penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan bertambahnya imunitas berupa flu, pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan berupa mabuk perjalanan dan kutu air, penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga medis profesional lainnya berupa asma dan

(36)

arthritis, dan keadaan mengancam jiwa dan perlu penanganan segera (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Perilaku swamedikasi dikatakan aman dan rasional apabila penderita membeli obat tanpa resep di apotek disertai bantuan apoteker dalam mendiagnosis penyakit, memilih obat tanpa resep yang rasional, menilai kelayakan, dan memperoleh informasi tentang obat. Komponen penggunaan obat yang rasional meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Tabel I. Keuntungan dan kekurangan swamedikasi (Tan dan Rahardja, 2010; World Self-Medication Industry, 2010)

Keuntungan swamedikasi Kekurangan swamedikasi Membantu mencegah dan mengobati

gejala dan penyakit yang tidak membutuhkan dokter

Kurangnya perawatan kesehatan yang profesional dan kurangnya pengawasan untuk penyakit kronis

Mengurangi pelayanan medis untuk meringankan penyakit ringan ketika keuangan dan SDM terbatas

Kurangnya kesempatan berinteraksi dengan tenaga kesehatan yang profesional

Meningkatkan pelayanan kesehatan untuk penduduk yang tinggal di daerah pedesaan atau terpencil

Kurangnya pengetahuan pasien tentang prinsip farmakologi dan informasi penting akan obat yang digunakan

Efisien waktu dan harga Ketidaktepatan obat yang digunakan Tidak harus membuat janji dengan

tenaga medis terlebih dahulu

Ketidaktepatan dalam mengidentifikasi gejala penyakit

(37)

tepi hitam dan terdapat peringatan pada kemasan obat. Obat bebas terbatas hanya bisa diperjualbelikan jika masih berada dalam kemasan aslinya dari pabrik atau pembuat obat tersebut (Zeenot, 2013). Obat bebas merupakan sejenis obat yang bisa secara bebas diperjualbelikan baik di apotek, toko obat maupun di warung-warung kecil. Obat bebas bisa dibeli tanpa harus menggunakan resep dokter dan biasa ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Zat aktif yang terdapat pada obat golongan ini relatif cukup aman, sehingga pada pemakaiannya tidak membutuhkan pengawasan secara langsung dari tenaga medis (Zeenot, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi swamedikasi atau pengobatan mandiri menurut Djunarko dan Hendrawati (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Kondisi ekonomi

Semakin tingginya biaya pelayanan kesehatan oleh rumah sakit, klinik, dokter, dan dokter gigi menyebabkan masyarakat memilih melakukan pengobatan mandiri untuk memperoleh biaya yang terjangkau dan lebih murah untuk mengobati penyakit yang dialaminya.

2. Peningkatan sistem informasi, pendidikan, dan kehidupan sosial meningkatkan perkembangan kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi masyarakat melalui swamedikasi.

(38)

4. Distribusi obat yang semakin tersebar melalui puskesmas dan warung obat di desa berperan penting dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat terutama obat tanpa resep dalam swamedikasi.

5. Perkembangan farmasi komunitas yang didukung oleh kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat.

6. Seiring perkembangan ilmu kefarmasian, semakin banyak obat keras yang diubah menjadi obat tanpa resep setelah ditinjau dari segi khasiat dan keamanannya.

B.Periklanan 1. Pengertian periklanan

Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi non-personal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide. Komunikasi non-personal artinya komunikasi yang melibatkan media massa meliputi TV, radio, majalah, atau koran yang dapat mengirimkan pesan kepada sekelompok individu pada saat bersamaan (Morissan, 2010). American Marketing Association (AMA) mendefinisikan iklan sebagai semua bentuk bayaran untuk mempresentasikan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non-personal oleh sponsor yang jelas. Iklan merupakan sarana komunikasi penyampaian informasi yang bersifat komersial mengenai jasa, barang, dan gagasan yang bertujuan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam bentuk gambar, suara, dan tulisan (MenKes, 2010).

(39)

Iklan juga efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang (Kotler dan Keller, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan alat komunikasi dan alat pemasaran. Iklan dianggap sebagai alat komunikasi karena mengandung informasi yang bersifat persuasif, menggunakan media komunikasi massa, berisi informasi yang ditujukan kepada pihak lain, dan memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi perubahan sikap seseorang. Iklan dianggap sebagai alat pemasaran karena digunakan sebagai sarana untuk memasarkan barang dan jasa serta gagasan dan merupakan media pemasaran yang bersifat non-personal (Liliweri, 2013).

2. Tujuan periklanan

Periklanan merupakan bagian penting dalam bidang promosi. Kotler dan Keller (2009) mengklasifikasikan iklan berdasarkan tujuannya menjadi empat, yaitu sebagai berikut ini.

a. Iklan informatif bertujuan menciptakan kesadaran merek dan pengetahuan tentang produk atau fitur baru produk yang ada.

b. Iklan persuasif bertujuan menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian produk atau jasa.

c. Iklan pengingat bertujuan menstimulasi pembelian berulang produk dan jasa.

(40)

3. Fungsi dan peran periklanan

Iklan secara garis besar merupakan alat komunikasi dan alat pemasaran ide, produk, maupun jasa. Iklan berfungsi sebagai alat penyampaian pesan (informasi), sarana penambah pengetahuan, komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi sikap dan perilaku penerima iklan, maupun sebagai sarana hiburan. Iklan menginformasikan produk barang, jasa atau gagasan kesehatan dari suatu sumber yang ditujukan kepada pihak penerima (Liliweri, 2013).

Kehadiran iklan membuat konsumen sadar akan adanya produk-produk baru dan membantu konsumen untuk mengetahui manfaat produk baru tersebut (Liliweri, 2013). Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa periklanan berperan dalam upaya mempromosikan barang atau jasa dan mengembangkan pemasaran suatu produk atau jasa agar dapat dikenal oleh masyarakat umum.

4. Iklan televisi

Televisi merupakan media yang memiliki kekuatan dan kelebihan dibandingkan dengan beberapa jenis media pemasaran lainnya. Iklan televisi mempunyai dua kekuatan yang sangat penting. Pertama, iklan televisi bisa menjadi sarana efektif untuk mendemonstrasikan kelengkapan produk dengan jelas dan secara persuasif menjelaskan manfaat bagi konsumen. Kedua, iklan televisi bisa menggambarkan pengguna dan pencitraan penggunaan, kepribadian merek, atau hal tak berwujud lainnya secara dramatis (Kotler dan Keller, 2009).

(41)

dengan semakin murahnya harga pesawat televisi di masyarakat menyebabkan semakin banyaknya masyarakat yang dapat menikmati program televisi termasuk iklan. Tentunya hal ini meningkatkan daya jangkau siaran televisi ke masyarakat luas. Luasnya daya jangkau yang ditawarkan media televisi memungkinkan promosi produk barang termasuk obat-obatan semakin mudah dan cepat dilakukan. Media televisi juga dapat memiliki selektifitas dan fleksibilitas yang tinggi (Morrisan, 2010).

Selektifitas ini dapat dilihat dari waktu siaran iklan obat yang dilakukan di pagi hari merupakan waktu yang potensial untuk menjangkau kalangan ibu rumah tangga sebagai kepala rumah tangga. Fleksibilitas media televisi juga ditunjukkan dengan variasi isi pesan iklan yang disesuaikan dengan kebutuhan atau karakteristik wilayah tertentu. Iklan televisi termasuk iklan obat-obatan dapat menjadi fokus perhatian dari masyarakat karena selalu muncul di sela-sela tayangan program televisi pada stasiun televisi tertentu (Morrisan, 2010).

Kreativitas dan efek iklan obat melalui media televisi juga sangat efektif karena memberikan gambaran visual atau secara langsung menunjukkan cara kerja dari suatu produk pada saat digunakan dan menunjukkan cara berbicara serta bahasa tubuh pemeran iklan obat yang mampu membujuk konsumen untuk membeli produk obat tersebut. Di sisi lain perusahaan atau industri farmasi yang mempromosikan obat melalui iklan di media televisi dapat menjadi sangat dikenal atau dengan kata lain memperoleh prestise tersendiri (Morrisan, 2010).

(42)

menyebabkan informasi yang disampaikan mengenai obat sangat terbatas. Apalagi semakin banyaknya iklan televisi yang disertai elemen kreatif yang mengganggu menyebabkan pesan yang berhubungan dengan produk dan merek obat itu sendiri dapat terlewatkan. Volume iklan yang tinggi dan bahan non-program pada televisi dapat menyebabkan konsumen mudah mengabaikan dan melupakan iklan obat di televisi. Namun iklan televisi yang dirancang dan dilaksanakan dengan tepat dapat meningkatkan nilai suatu merek dan mempengaruhi penjualan dan laba (Kotler dan Keller, 2009).

5. Peraturan periklanan dan pelayanan kesehatan

Peraturan periklanan dan pelayanan kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam PMK No. 1787 Tahun 2010 mengkaji beberapa hal mengenai penyelenggaraan, persyaratan, pembinaan dan pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Dalam pasal 3 ayat 2 dinyatakan bahwa :

“Penyelenggaraan iklan harus sesuai etika iklan yang diatur dalam kode etik rumah sakit Indonesia, kode etik setiap tenaga kesehatan, kode etik pariwara, dan ketentuan peraturan perundang-undangan”(MenKes, 2010).

Persyaratan iklan pada pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa :

“Fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelengarakan iklan dan/atau publikasi harus memenuhi syarat meliputi : memuat informasi dengan data dan fakta yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif, dan bertanggung jawab” (MenKes, 2010).

Pada pasal 5 mengenai persyaratan iklan dinyatakan pula bahwa :

(43)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 386/MENKES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas bagian A poin ke-6 menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-7 menyatakan bahwa :

“Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut ini.

a. Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.

b. Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.

c. Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.”

(MenKes, 1994). Bagian A poin ke-10 menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-11a menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi …..")” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-13 menyatakan bahwa :

(44)

Bagian A poin ke-15 dan ke-16 menyatakan bahwa :

“Iklan Obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut: BACA ATURAN PAKAI

JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER

(MenKes, 1994). Bagian A poin ke-17 menyatakan bahwa :

“Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:

a) Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.

b) Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat. c) Nama dagang obat

d) Nama industri farmasi

e) Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)

(MenKes, 1994). Bagian B poin ke-2a menyatakan bahwa :

“Obat pereda sakit dan penurun panas, iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankan rasa sakit misalnya: sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri otot, dan atau menurunkan panas.”(MenKes, 1994).

C.Sakit Kepala 1. Definisi sakit kepala

(45)

Adanya rangsangan mekanis maupun biologis dapat memicu pelepasan mediator nyeri berupa histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Histamin sebagai salah satu mediator nyeri bertanggung jawab dalam kebanyakan reaksi alergi (bronchoconstriction, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin merupakan mediator nyeri berupa polipeptida yang dibentuk dari protein plasma. Mediator nyeri yaitu prostaglandin memiliki struktur yang mirip dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arakidonat (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Ketiga mediator nyeri ini diperkirakan memiliki fungsi vasodilatasi kuat dan mampu meningkatkan permeabilitas kapiler yang dapat mengakibatkan radang dan udema. Kerja dan inaktivasi ketiga mediator nyeri yang pesat dan bersifat lokal, maka dapat disebut juga hormon lokal (Tjay, 2007).

Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai tanda adanya gangguan jaringan berupa peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot. Rasa nyeri bersifat subjektif pribadi sehingga ambang toleransi setiap individu berbeda-beda. Ambang nyeri didefinisikan sebagai intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri untuk pertama kalinya (Tjay, 2007).

(46)

mual, berkeringat, tidak bergairah, bahkan terjadi penurunan tekanan darah (Tjay, 2007).

Nyeri kepala dapat digolongkan menjadi dua macam berdasarkan lama durasinya yaitu nyeri kepala akut dan nyeri kepala kronis. Nyeri kepala akut merupakan nyeri yang memiliki durasi pendek atau dapat hilang dalam waktu singkat (hari sampai minggu). Nyeri kepala kronis merupakan bagian dari penyembuhan suatu cedera berat, operasi, atau penyakit tertentu yang durasinya panjang dalam hitungan bulan (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Kelelahan, stres, panas, dan beragam penyakit sering kali menimbulkan nyeri kepala. Nyeri ringan seperti sakit kepala dapat diobati dengan obat perifer seperti Paracetamol, Asetosal, Mefenaminat, Propifenazon atau Aminofenazon (Djunarko dan Hendrawati, 2011; Tjay, 2007).

2. Epidemiologi

Data penelitian retrospektif yang dilakukan di Indonesia menunjukan nyeri kepala ditemukan pada 37-51% anak berusia 7 tahun dan meningkat menjadi 57-82% pada anak berusia 15 tahun. Prevalensi nyeri kepala yang ditemukan pada anak paling tinggi yaitu migrain dan tension-type headache (TTH). Prevalensi migrain pada anak pra-sekolah sebesar 3%, pada anak usia sekolah dasar sebesar 4-11%, dan pada anak sekolah menengah sebesar 8-23% (Berardi, 2006).

(47)

Insiden migrain pada wanita mengalami pertumbuhan pesat setelah pubertas dan terus berlanjut selama masa dewasa awal. Sekitar 25% wanita mengalami migrain setidaknya sekali setahun pada awal usia pertengahan, sedangan pada pria ditemukan hanya kurang dari 10%. Lebih dari 70% pasien yang mengalami migrain memiliki riwayat penyakit migrain yang diturunkan dari keluarga (Berardi, 2006).

D.Perilaku Kesehatan

Interaksi faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (di luar diri manusia) menghasilkan perilaku kesehatan. Faktor internal dapat berupa keadaan fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat dikelompokkan menjadi empat yaitu lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya, perilaku, pelayanan kesehatan, serta keturunan (Notoatmodjo, 2012b).

(48)

Hasil hubungan antara stimulus dan respon menghasilkan perilaku. Respon akibat dari stimulus dibedakan menjadi dua menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Respondent Respon atau Reflexive Respon

Timbulnya respon responden disebabkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan-rangsangan-rangsangan ini menimbulkan respon yang relatif tetap. Cakupan respon responden berupa respon emosi. Respon emosi ini timbul akibat hal-hal yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan.

2. Operan Respon

Respon yang timbul dan berkembang akibat rangsangan tertentu disebut operan respon. Rangsangan pada operan respon bersifat reinforcing stimuli karena akan memperkuat respon yang telah dilakukan seorang individu

Respon individu akibat adanya stimulus dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Bentuk pasif

(49)

2. Bentuk aktif

Respon individu yang bersifat aktif merupakan respon yang dapat terlihat langsung oleh orang lain

Perilaku kesehatan merupakan respon individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan kondisi sakit dan penyakit, sistem layanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Klasifikasi perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut (Notoatmodjo, 2012b) sebagai berikut ini.

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance)

Perilaku atau upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha melakukan penyembuhan apabila mengalami sakit. Aspek dalam perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga hal yaitu sebagai berikut ini.

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit apabila mengalami sakit serta upaya pemulihan kesehatan ketika telah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan saat individu dalam keadaan sehat.

(50)

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behaviour)

Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seorang individu ketika mengalami penyakit atau kecelakaan yang diawali dari pengobatan sendiri maupun mencari fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku seorang individu sebagai respon terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya agar tidak mempengaruhi kesehatannya.

Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Kesadaran (awareness) merupakan tahapan seorang individu menyadari atau mengetahui terlebih dahulu terhadap suatu stimulus.

2. Rasa tertarik (interest) merupakan tahapan seorang individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada suatu stimulus.

3. Evaluasi (pertimbangan) merupakan tahapan seorang individu mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya.

4. Mencoba (trial) merupakan tahapan seorang individu mulai mencoba perilaku baru.

(51)

Karakteristik sosio-demografi merupakan suatu ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat. Sosio-demografi dalam kesehatan masyarakat dapat memberikan efek seseorang dalam pemilihan terapi atau pengobatan yang tepat untuk jenis penyakit yang diderita. Adanya karakteristik sosio-demografi dapat juga mempengaruhi perilaku dan outcome kesehatan masyarakat (Gibney et al, 2008).

Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel contohnya faktor sosio-demografi dan ekonomi yang dimiliki setiap individu yang dapat dijadikan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat (Maulana, 2007).

E. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari keinginan untuk tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui pancaindra manusia meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012b).

(52)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam hal mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar dapat diartikan memahami.

3. Aplikasi (aplication)

Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari untuk situasi atau kondisi sebenarnya merupakan bentuk dari aplikasi.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen yang masih berada di dalam satu struktur organisasi dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. 5. Sintesis (synthesis)

(53)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek yang berdasarkan pada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada sebelumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek pengetahuan menurut Wawan dan Dewi (2011) dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut ini.

1. Faktor internal a. Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seorang individu akan pola hidup terutama dalam memotivasi pengambilan sikap untuk memperoleh kondisi sehat.

b. Pekerjaan

Pekerjaan diartikan sebagai kegiatan mencari nafkah yang dilakukan seorang individu untuk menunjang kehidupannya. Seorang ibu yang bekerja akan mempengaruhi kehidupan keluarganya.

c. Umur

(54)

2. Faktor ekternal a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi di sekitar manusia yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku seorang individu.

b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi sikap individu dalam menerima informasi.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui pernyataan mengenai isi materi yang akan diteliti. Pernyataan dalam pengukuran pengetahuan harus memperhatikan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kata-kata kerja yang dapat digunakan dalam mengkaji aspek pengetahuan meliputi tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Budiman dan Riyanto, 2013).

Pengukuran terhadap tingkat pengetahuan menurut Arikunto (2006) dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu.

1. Tingkat pengetahuan tergolong tinggi jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar antara 76-100%.

2. Tingkat pengetahuan tergolong sedang jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar antara 56-75%.

(55)

F. Sikap (attitude)

Sikap merupakan respon tertutup seorang individu terhadap stimulus. Sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu. Berikut ini merupakan diagram proses terbentuknya sikap :

Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b) Sikap memiliki tiga komponen pokok meliputi kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memiliki peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2012b).

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Komponen kognitif merupakan representasi kepercayaan individu terhadap suatu hal tertentu berupa masalah isu atau problem yang kontroversial.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional ini merupakan aspek penting dalam

(56)

komponen sikap dan bertahan paling lama terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seorang individu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang

Sama halnya dengan aspek pengetahuan, aspek sikap juga memiliki tahapan tertentu menurut Notoatmodjo (2012b) sebagai berikut ini.

1. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan seorang individu mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Merespon dapat diartikan seorang individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Sikap menghargai dapat ditunjukan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Tahapan tertinggi dari suatu sikap yaitu ketika seorang individu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih serta menerima segala risiko yang akan diterimanya akibat sikap yang dilakukan

(57)

1. Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya yang kuat dalam meninggalkan kesan.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting menimbulkan kecenderungan seorang individu untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seorang individu terhadap berbagi masalah.

4. Media massa berupa surat kabar, radio dan televisi seharusnya menyampaikan pesan yang bersifat obyektif, namun adanya pengaruh dari penulis mempengaruhi sikap seorang individu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang nantinya akan mempengaruhi aspek sikap seorang individu.

6. Faktor emosional terkadang dapat mendasari suatu bentuk dari aspek sikap.

(58)

G. Tindakan

Suatu sikap belum tentu akan terwujud dalam suatu tindakan. Tindakan akan terwujud apabila terdapat faktor pendukung atau kondisi yang mendukung. Tahapan terbentuknya tindakan terbagi menjadi tiga menurut Notoatmodjo (2012b) yaitu sebagai berikut ini.

1. Respon terpimpin (guided response) merupakan tindakan yang dilakukan dengan urutan yang benar dan sesuai.

2. Mekanisme (mechanism) merupakan tahapan kedua seorang individu telah mampu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau telah menjadi suatu kebiasaan.

3. Adopsi (adoption) merupakan tindakan yang sudah berkembang baik. Artinya tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Salah satu cara mengukur aspek tindakan dapat menggunakan skala Likert seperti halnya dalam pengukuran aspek sikap (Budiman dan Riyanto, 2013).

H. Keputusan pembelian

(59)

minat beli. Ketika konsumen akan membeli produk tertentu, konsumen akan melakukan perencanaan, mengambil tindakan relevan berupa usul, rekomendasi, melakukan pemilihan, dan pada akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian (Handoko dan Dharmmesta, 2011).

Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian meliputi lima tahapan menurut Kotler (2004) sebagai berikut ini.

1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian diawali ketika pembeli mengenal suatu kebutuhan misalnya kebutuhan memperbaiki kondisi kesehatan yang dialaminya. Hadirnya kebutuhan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal atau eksternal yang akan menimbulkan suatu dorongan dan motivasi untuk memenuhinya.

2. Pencarian informasi

Ketika seorang konsumen telah menyadari kebutuhan yang diperlukannya, konsumen akan berusaha mencari dan mendapatkan lebih banyak informasi. Sumber informasi tersebut dapat berupa sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, atau kenalan), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang), sumber pengalaman (pemeriksaan, penggunaan produk), dan sumber produk (media massa).

3. Penilaian alternatif

(60)

tahapan ini. Komponen kognitif meliputi tingkat pengetahuan, kepercayaan, dan keyakinan terhadap produk. Komponen afektif melibatkan tingkat emosional konsumen terhadap produk.

4. Keputusan membeli

Hasil dari proses penilaian merupakan suatu keputusan pembelian. Konsumen akan cenderung membeli produk yang memiliki nilai positif. 5. Perilaku pasca beli

Tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan pembelian akan menghasilkan rasa puas ataupun rasa tidak puas dari penggunaan produk yang telah dipilihnya. Perilaku pasca pembelian ini dapat berupa perilaku untuk menggunakan produk yang sama atau pindah ke produk yang lain.

Beragam faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan keputusan pembelian suatu produk menurut Kotler dan Armstrong (2006) yaitu sebagai berikut ini.

1. Faktor Budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Beberapa peran faktor budaya yaitu :

a. Budaya mempengaruhi perilaku konsumen tercermin dalam cara hidup, kebiasaan, dan tradisi dalam permintaan terhadap bermacam-macam barang dan jasa di pasar.

(61)

Sub-kebudayaan ini meliputi kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok rasional, dan wilayah geografis.

c. Kelas sosial dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan atas (pengusaha-pengusaha kaya, pejabat-pejabat tinggi), golongan menengah (karyawan institusi pemerintah, pengusaha golongan menengah), dan golongan bawah (buruh pabrik, pegawai rendah, dan pedagang kecil)

2. Faktor Sosial

a) Kelompok referensi merupakan kelompok yang memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seorang individu.

b) Keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam struktur kehidupan masyarakat karena keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli. Anggota keluarga dapat berfungsi dalam memberikan inisiatif memutuskan suatu produk.

c) Peran dan status akan mempengaruhi perilaku pembelian karena suatu produk dapat menjadi simbol dari status.

(62)

produk yang sesuai dengan usianya. Pekerjaan seseorang akan mengarah kepada kebutuhan dan keinginan tertentu terhadap barang dan jasa. Kondisi ekonomi seperti pendapatan, tabungan, dan kekayaan akan berpengaruh terhadap barang atau jasa yang akan dibeli oleh seorang individu. Kepribadian dan konsep diri setiap individu tentunya sangat berbeda, hal ini akan berdampak terhadap pandangan individu dalam menilai setiap kebutuhan dalam hidupnya. Gaya hidup berfungsi menggambarkan pola interaksi dan reaksi seorang individu akan suatu produk yang akan dibelinya. Faktor psikologis akan mendorong individu dalam memilih dan mengartikan kebutuhan dan keinginan individu yang berakhir pada kepuasan yang akan dinikmati individu tersebut.

I. Landasan Teori

Perilaku merupakan respon individu yang disebabkan adanya stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati serta interaksi faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (di luar diri manusia). Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan yaitu kesadaran (awareness), rasa tertarik (interest), evaluasi (pertimbangan), mencoba (trial), dan adopsi (adoption). Kelima tahapan ini dipengaruhi tiga aspek perilaku yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2012b; Wawan dan Dewi, 2011).

(63)

tertentu. Pada akhirnya penentuan sikap ini akan menghasilkan suatu tindakan atau perilaku tertentu. (Gibney et al, 2008; Notoatmodjo, 2012b; Wawan dan Dewi, 2011).

Salah satu stimulus yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu iklan obat sakit kepala. Iklan berfungsi sebagai alat penyampaian pesan (informasi), sarana penambah pengetahuan, komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi sikap dan perilaku penerima iklan, maupun sebagai sarana hiburan. Stimulus dari iklan pada akhirnya akan berujung pada keputusan pembelian yang dilakukan konsumen (Notoatmodjo, 2012b; Liliweri, 2013). Iklan obat sakit kepala di televisi yang merupakan suatu stimulus dapat mempengaruhi aspek pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televise dari ibu rumah tangga, hal ini tentunya mungkin berpengaruh terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga tersebut.

J. Hipotesis

(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap mengenai Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta Pada Tahun 2014” termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian observasional ini merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah variabel dari subyek penelitian tanpa adanya manipulasi atau intervensi dari peneliti (Imron dan Munif, 2010). Pada rancangan penelitian cross-sectional, variabel bebas dan variabel tergantungnya diambil dalam satu waktu atau point time approach (pendekatan satu titik waktu) terhadap populasi atau sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012a).

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.

b. Variabel tergantung (dependent) dalam penelitian ini adalah tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.

(65)

2. Definisi Operasional

a. Obat sakit kepala adalah berbagai macam sediaan obat yang dapat mengurangi gejala nyeri di bagian kepala yang iklannya ditayangkan di televisi dan pernah dilihat oleh responden pada penelitian ini.

b. Responden penelitian adalah ibu–ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang terpilih sebagai subyek penelitian sesuai kriteria inklusi maupun eksklusi dan bersedia mengisi lembar kuesioner, menjawab kuesioner dengan lengkap dan benar, dan mengembalikan kuesioner kepada peneliti.

c. Kecamatan Depok merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan di Kabupaten Sleman yang dikategorikan sebagai wilayah perkotaan oleh Badan Pusat Statistik pada Tahun 2010 karena ketiga kelurahan di kecamatan ini yaitu Kelurahan Maguwoharjo, Kelurahan Condongcatur, dan Kelurahan Caturtunggal merupakan wilayah perkotaan. d. Karakteristik demografi ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten

Sleman adalah karakteristik yang meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan.

(66)

sebulan terakhir, produk obat sakit kepala yang digunakan responden, dan sumber informasi yang mendasari pemilihan obat sakit kepala oleh responden.

f. Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman mengenai iklan obat sakit kepala di televisi adalah pendapat, respon/jawaban responden atas pernyataan–pernyataan dalam kuesioner mengenai iklan obat sakit kepala yang pernah dilihat di televisi meliputi definisi, penyelenggaraan, persyaratan, tata krama dan tata cara periklanan Indonesia. Hasil pengukuran tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3, yaitu.

Tabel II. Kategori tingkat pengetahuan (Arikunto, 2006)

Skor Kategori

76-100% Tinggi

56-75% Sedang

<56% Rendah

g. Sikap ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman mengenai iklan obat sakit kepala di televisi adalah pendapat, respon/jawaban responden atas pernyataan–pernyataan dalam kuesioner mengenai iklan obat sakit kepala yang pernah dilihat di televisi yang meliputi persyaratan, tata krama dan tata cara periklanan Indonesia. Sikap diukur dengan range penilaian menggunakan mean score sebagai berikut.

(67)

2) Sikap positif, apabila nilai rata-rata skor total responden antara 2,51-4,0 yang artinya responden mendukung pernyataan yang sesuai dengan kriteria periklanan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

h. Penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman adalah keputusan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dalam satu bulan terakhir sebelum kuesioner dibagikan. Tindakan dapat diukur dengan range penilaian menggunakan mean score, sebagai berikut. 1) Tindakan tidak sesuai, apabila nilai rata-rata skor total responden antara

1-2,50 yang artinya tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan responden tidak berdasarkan kriteria periklanan yang berlaku.

2) Tindakan sesuai, apabila nilai rata-rata skor total responden antara 2,51-4,0 yang artinya tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan responden berdasarkan kriteria periklanan yang berlaku..

C. Subyek Penelitian, besar sampel dan teknik sampling 1. Subyek penelitian

Subyek penelitian disebut juga responden adalah ibu rumah tangga di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Kriteria inklusi subyek penelitian, yaitu : a) Wanita yang telah atau pernah menikah

b) Ibu rumah tangga yang terpilih berdasarkan teknik sampling yang digunakan c) Ibu rumah tangga yang bersedia mengisi kuesioner serta mengembalikannya

(68)

d) Bisa membaca dan menulis

e) Wanita yang pernah melihat tayangan iklan obat sakit kepala di televisi dalam tiga hari terakhir

Kriteria eksklusi subyek penelitian adalah ibu rumah tangga yang memiliki latar belakang pendidikan bidang kesehatan atau memiliki pekerjaan sebagai tenaga kesehatan.

2. Besar sampel dan teknik sampling

Sampel merupakan bagian dari populasi atau bisa disebut perwakilan dari suatu populasi. Populasi merupakan semua bagian objek yang akan diamati. Populasi sasaran dirumuskan berdasarkan elemen yang diinginkan oleh peneliti. Penentuan elemen ini sesuai faktor inklusi dan eksklusi (Eriyanto, 2008).

Pada penelitian ini metode sampling yang digunakan termasuk random sampling, artinya memberikan kesempatan yang sama bagi anggota suatu populasi untuk menjadi sampel. Random sampling dapat dibedakan menjadi simple random sampling, sistematik sampling, cluster sampling, stratified sampling, dan lain-lain (Swarjana, 2012).

Gambar

Tabel I. Keuntungan dan kekurangan swamedikasi (Tan dan Rahardja, 2010;
Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b)
Tabel II. Kategori tingkat pengetahuan (Arikunto, 2006)
Gambar 2. Diagram Teknik Pemilihan Lokasi Pengambilan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara iklan obat flu di televisi dengan pemilihan obat secara swamedikasi pada masyarakat di Kecamatan Blimbing Malang.. Dan

Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Iklan Obat Flu di Televisi Terhadap Pemilihan Obat Secara Swamedikasi pada

Judul Skripsi : KONSTRUKSI GENDER DALAM RUMAH TANGGA PADA IKLAN DI TELEVISI ( Analisis Semiotika Terhadap Iklan Bayclin,.. Procold dan Sharp

Dari jawaban responden menunjukkan bahwa informasi iklan obat flu di televisi yang terkait dalam tiga item meliputi informasi mengenai komposisi obat, khasiat, dan merek/nama

Judul Skripsi : Hubungan Antara Terpaan Tayangan Iklan Operator Seluler IM3 Versi Voucher Internet Di Televisi Dengan Tingkat Penggunaan Voucher Internet Di Kalangan

Kesimpulan dari penelitian ini, ada pengaruh yang signifikan antara iklan obat flu di televisi dan pemilihan obat secara swamedikasi pada masyarakat kecamatan Lowokwaru Malang

Kesimpulannya adalah Kuesioner yang digunakan untuk menganalisis pengaruh iklan obat flu di televisi terhadap perilaku swamedikasi pada masyarakat Kecamtan Karang

Kesimpulan yang didapat yaitu iklan obat di televisi tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengetahuan swamedikasi flu dan tindakan swamedikasi flu pada mahasiswa program