• Tidak ada hasil yang ditemukan

HPI 4&5 Recent site activity teeffendi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HPI 4&5 Recent site activity teeffendi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Gambaran Umum

Sebagai disiplin hukum tersendiri, Hukum pidana

internasional telah memenuhi persyaratan keilmuan, diantaranya adalah memiliki objek pembahasan

tersendiri, dan telah memiliki asas-asas hukum tersendiri.

(3)

Asas

asas umum dari Hukum Pidana

dan Hukum Internasional

Asas-asas yang dibawa dari hukum pidana adalah: 1. Asas legalitas;

2. Asas non-retroactive; 3. Asas kesalahan;

4. Asas praduga tak bersalah; dan 5. Asas ne bis in idem.

Sedangkan asas-asas yang dibawa dari hukum internasoinal adalah: 1. Asas kemerdekaan, kedaulatan dan kesamaan derajat

negara-negara;

2. Asas non intervensi;

3. Asas hidup berdampingan secara damai; dan

(4)

Asas Legalitas

Prinsip dasarnya adalah tiada delik, tiada

pidana tanpa pengaturan yang mengancam

terlebih dahulu.

Adagium yang dicetuskan oleh Von

Feurbach adalah,

Nullum delictum noela

poena sine praeviae lege.

(5)

Asas Legalitas (lanjutan)

Pada dasarnya terdapat 4 ajaran yang terkandung di dalam asas legalitas: 1. titik berat pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian

dan persamaan hukum;

2. titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat;

3. titik berat pada dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwa yang diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana;

4. titik berat pada perlindungan lebih utama kepada negara dan masyarakat daripada kepentingan individu.

(6)

Asas

Non Retroactive

Asas

non-retroactive

ini merupakan turunan dari asas

legalitas dengan keharusan untuk menetapkan terlebih

dahulu suatu perbuatan sebagai kejahatan atau tindak

pidana di dalam hukum atau peraturan

perundang-undangan pidana nasional, dan atas dasar itu barulah

negara itu menerapkannya terhadap si pelaku

perbuatan tersebut. Dengan kata lain, bahwa suatu

peraturan perundang-undangan tidak boleh

diberlakukan surut.

(7)

Asas Kesalahan

Unsur kesalahan adalah unsur yang menjembatani antara

perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban pidana. Dikatakan menjembatani karena suatu tindak pidana secara fisik adalah perbuatan melawan hukum, sedangkan secara psikis adalah dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan melawan hukum

tersebut, dan untuk mengetahui hubungan antara perbuatan perbuatan dan pertanggung jawaban itu diperlukan unsur

kesalahan ini. Hubungan tersebut adalah mengenai hal kebatinan, hanya dengan hubungan batin ini perbuatan yang dilarang dapat dipertanggungjawabkan pada si pelaku. Dan jika hal ini tercapai, maka betul-betul ada suatu tindak pidana yang pelakunya dapat dijatuhi hukuman pidana (geen strafbaar feit zonder schuld)

(8)

Asas Kesalahan (lanjutan)

Kesalahan menurut J. Enschede dan A. Heijder memiliki tiga arti,

• Pertama, yang paling mudah, adalah kesalahan dalam arti itu adalah kesalahannya , dalam arti ini, kesalahan diartikan secara harfiah

sebagai penyebab dari terjadinya tindak pidana. Kesalahan dalam arti ini merujuk pada perbuatan seseorang yang mengakibatkan tindak pidana.

• Kedua, kesalahan diartikan sebagai hubungan batin antara perbuatan dengan akibatnya, yaitu kesengajaan dan kelalaian (culpa).

(9)

Asas Praduga tak Bersalah

Asas praduga tak bersalah ini adalah asas utama perlindungan hak warga negara dalam proses hukum yang adil yang mencakup

sekurang-kurangnya:

1. Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara;

2. Bahwa pengadilanlah yang berhak menentukan salah tidaknya terdakwa;

3. Bahwa sidang pengadilan harus terbuka (tidak boleh bersifat rahasia); dan

4. Bahwa tersangka/ terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuh-penuhnya.

(10)

Asas

Ne bis in Idem

Pengertian asas ne bis in idem atau principle of double

jeopardy adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan atas perkara yang sama. Asas ini menegaskan, bahwa orang yang sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah memiliki kekuatan mengikat yang pasti oleh badan

peradilan yang berwenang atas suatu kejahatan atau tindak pidana yang dituduhkan terhadapnya, tidak boleh diadili

dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih, atas kejahatan atau tindak pidana tersebut.

(11)

Asas Kemerdekaan, Kedaulatan dan

Kesamaan Derajat Negara-negara

Asas ini adalah asas yang mendasari setiap negara

dalam berinteraksi dengan negara lain sebagai bagian dari masyarakat internasional. Setiap negara merdeka dan berdaulat memiliki kedudukan yang sederajat

dengan negara lainnya. Asas inilah yang menempatkan negara-negara di dunia ini tanpa memandang besar, kecil, kuat atau lemahnya suatu negara memiliki

(12)

Asas Non Intervensi

Menurut asas ini, suatu negara tidak boleh campur tangan atas masalah dalam negeri negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya secara tegas. Jika suatu negara menggunakan kekuatan bersenjata berusaha memadamkan pemberontakan di negara lain tanpa persetujuan negara bersangkutan merupakan

(13)

Asas Hidup Berdampingan secara

Damai

Asas ini menekankan kepada negara-negara dalam menjalankan kehidupannya baik secara internal

maupun eksternal, supaya dilakukan dengan cara hidup bersama secara damai, saling menghormati dan saling menghargai antara satu dengan yang lain. Apabila ada masalah atau sengketa yang timbul antar negara

(14)

Asas Penghormatan dan

Perlindungan terhadap HAM

Asas ini menuntut kewajiban kepada negara-negara (dalam lingkup internasional) untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia dalam situasi dan kondisi bagaimanapun juga.

Berdasarkan asas ini, tindakan apapun yang dilakukan oleh negara-negara atas seseorang atau lebih dalam

(15)

Daftar Referensi

1. Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, 1994

2. CH. J. Enschede dan A. Heijder, diterjemahkan oleh R. Achmad Soema Di Pradja, Asas-Asas Hukum Pidana, 1982

3. Eddy Omar Sharif Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional, 2009

4. I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, 2006

5. Mien Rukmini, Perlindungan Hak Asasi Manusia melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan asas Persamaan Kedudukan

dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, 2003

Referensi

Dokumen terkait

• Mereka yang melaksanakan perang secara melawan hukum bertanggungjawab atas akibat-akibat yang terjadi dan..

orang-orang tertentu karena jabatan yang dia miliki, misalnya Kepala Negara dan Perwakilan Diplomatik, Sedangkan Impunitas adalah keadaan tidak dapat dituntut secara

[r]

• Hampir bersamaan dengan itu, di Jepang juga dibuat sebuah lembaga yang serupa yang disebut Peradilan Tokyo ( International Military Tribunal for the Far East/ Tokyo Trial )...

• Di dalam suatu wilayah negara atau di atas kapal laut atau pesawat terbang yang didaftarkan di negara tersebut, dan negara tersebut adalah negara pihak dalam Statuta Roma 1998

[r]

Perkembangan pesat tentang masalah perang di dalam sejarah hukum internasional terjadi pada abad 16 – 18 ketika penulis-penulis terkenal seperti Alberto Gentili (Italia),

Apakah hukum pidana internasional terletak dalam kelompok hukum publik atau hukum perdata. Jika terletak pada hukum publik, maka apakah hukum pidana internasional merupakan