• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II POLA PEMILIHANKEPALA DAERAH DI INDONESIA 2.1 Sejarah Pilkada di Indonesia - PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II POLA PEMILIHANKEPALA DAERAH DI INDONESIA 2.1 Sejarah Pilkada di Indonesia - PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

POLA PEMILIHANKEPALA DAERAH DI INDONESIA

2.1 Sejarah Pilkada di Indonesia

Pilkada di Indonesia telah dilaksanakan sejak masa pemerintahan kolonial

Belanda dengan mekanisme yang berbeda-beda, ada yang menggunakan pola

penunjukkan, pilkada melalui DPRD, dan pilkada secara langsung.Pilihan

masing-masing pola tersebut sangat bergantung pada pemegang

kekuasaan.Pergantian pemegang kekuasaan maupun masuknya rezim baru dalam

suatu kekuasaan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pilkada selama

ini.Masing-masing penguasa atau rezim mengambil kebijakan-kebijakan yang

berbeda-beda.40

40

Joko. J. Prihatmoko, Pilkada Langsung, Pustaka Pelajar, Semarang, 2005 Hal. 37

Perjalanan pelaksanaan pilkada di Indonesia apabila dikaji secara

historis dibagi menjadi 3 zaman.Hal ini berdasarkan zaman sebelum Indonesia

merdeka sampai memperoleh kemerdekaan. Berikut ini penjelasan 3 zaman

tersebut :

Eksistensi pilkada di Indonesia dibagi menjadi 3 zaman, yaitu antara lain sebagai

berikut :

a. Kepala Daerah Pada Zaman Belanda

b. Kepala Daerah Pada Zaman Jepang

c. Kepala Daerah Zaman Indonesia Merdeka

(2)

Pada zaman Belanda, pengaturan tentang pemerintahan di daerah

umumnya dibedakan menjadi 2 bagian yang saling terkait satu sama lain.

Pertama, daerah Jawa dan Madura.Kedua, daerah di luar Jawa dan Madura seperti

Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan sebagainya.Pembagian wilayah ini

dimaksudkan untuk membagi sebagian kewenangan yang dimiliki pusat kepada

daerah-daerah.

Ada beberapa tingkat-tingkat pemerintahan dalam zaman Belanda yang dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Daerah Jawa dan Madura

Tingkatan pemerintahan di Jawa dan Madura pada masa kolonial Belanda terbagi

dalam beberapa tingkatan, yang dapat dikelompokkan menjadi pemerintahan

pangreh praja dan pamong praja.Pemerintahan pangreh praja pada tingkat

tertinggi disebut Provinsi yang dipimpin oleh Gubernur.Selanjutnya, tiap-tiap

provinsi dibagi menjadi Karesidenan yang dipimpin oleh Residen.Tiap-tiap

Keresidenan dibagi-bagi lagi menjadi beberapa Afdelling yang dipimpin oleh

Asisten Residen.Dalam pemerintahan pamong praja, terdiri dari Kabupaten yang

dipimpin oleh Bupati.Kemudian tiap Kabupaten dibagi menjadi beberapa

Kawedanan yang dipimpin oleh seorang Wedana.Tiap-tiap Kawedanan dibagi

menjadi Kecamatan yang masing-masing dikepalai oleh Camat atau Asisten

Wedana.Kecamatan meliputi beberapa desa yang dikepalai oleh seorang Kepala

Desa.41

41

J.Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah (Pola Kegaiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daearh), Sinar Grafika, Jakarta, 2009 Hal.25

(3)

Adapun untuk daerah luar Jawa dan Madura susunan tingkat-tingkat pemerintahan

daerah agak berbeda sedikit dibandingkan dengan daerah Jawa dan

Madura.Tingkat pemerintahan yang tertinggi disebut Provinsi yang dipimpin oleh

Gubernur.Tiap-tiap provinsi dibagi menjadi beberapa Karesidenan yang dipimpin

oleh seorang Residen.Tiap-tiap Karesidenan dibagi menjadi beberapa Afdeling

yang dikepalai oleh seorang Asisten Residen.Tiap-tiap Afdeling dibagi menjadi

beberapa Onder-Afdeling yang dikepalai oleh seorang Kontrolir.Tiap-tiap Onder

Afdeling dibagi menjadi Kewedanan atau District yang dikepalai oleh Wedana

atau Demang. Selanjutnya tiap-tiap Kewedanan dibagi menjadi beberapa

kecamatan atau Onder-District yang dikepalai oleh seorang Camat atau Asisten

Demang dan tiap-tiap Kecamatan meliputi beberapa Desa atau Marga atau Kuria

Nagari atau nama lainnya, yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa atau nama

lainnya.42

Pada zaman Belanda dapat dikatakan bahwa praktik penyelenggaraan

pilkada sudah dilakukan dengan cara penunjukan secara langsung. Politik kolonial

Belanda dalam menguasai daerah jajahan menerapkan sistem pemerintah daerah

yang bertujuan untuk kepentingan mereka.43

Untuk tiap-tiap jabatan pemerintahan sebagaimana telah dijelaskan diatas

,pilkada dilaksanakan secara tertutup oleh Belanda. Hal ini terjadi karena tidak Oleh sebab itu, baik untuk daerah

Jawa dan Madura atau daerah luar Jawa dan Madura, jabatan-jabatan Gubernur,

Residen, Asisten Residen dan Kontrolir dipegang dan dijabat langsung oleh

orang-orang Belanda, sedang untuk jabatan-jabatan lainnya seperti Camat dan

Kepala Desa diberikan kepada pribumi bangsa Indonesia untuk mendudukinya.

42Ibid 43

(4)

ada mekanisme dan persyaratan yang jelas dalam rekrutmen jabatan untuk

pemerintahan di daerah.Mekanisme pengisian jabatan dalam tingkat-tingkat

pemerintahan zaman Belanda dilakukan dengan sistem penunjukkan langsung

oleh Belanda melalui Gubernur Jenderal untuk menempati posisi kepala

pemerintahan di daerah-daerah dan memberi beberapa posisi kepada pribumi

melalui sejumlah kewajiban.44 Kewajiban pribumi yang akan menduduki jabatan dalam pemerintahan yakni harus memberikan upeti.45

Setelah zaman Belanda berakhir maka Jepang berkuasa atas Indonesia

untuk menjalankan pemerintahan.Selaku pemegang kekuasaan pemerintahan,

Jepang memaklumatkan 3 Osamu Sirei, yang dalam teks berbahasa Indonesia

disebut (dalam ejaan aslinya) Oendang-Oendang

b.) Kepala Daerah Pada Zaman Jepang

46

.Ketiga Oendang-Oendang itu

adalah Oendang-Oendang Nomor27Tahun 1902 Tentang Peroebahan

Pemerintahan; Oendang-Oendang Nomor28 Tentang Atoeran Pemerintahan

Syuu; dan Oendang-Oendang Nomor30 Tahun 1902 Tentang Mengoebah Nama

Negeri dan Nama Daerah.Undang-undang 47 (ejaan sekarang) sebagaimana telah dijelaskan merupakan landasan hukum bagi pemerintahan Jepang untuk

menjalankan kekuasaan.48

44

Kalau dicermati proses penentuan kepala daerah tersebut sesungguhnya dalam proses tersebut tidak terjadi pilkada namun yang dilakukan adalah penerapan pola penunjukkan langsung.

45Ibid 46

Penggunaan terminologi oendang-oendang dibuat berdasarkan ejaan asli yang berlaku pada zaman penjajahan di Indonesia.

47

Penulisan undang-undang yang memiliki kesamaan makna dengan “oendang-oendang” berdasarkan pada ejaan yang telah disempurnakan

48

(5)

Pada zaman Jepang yang menggantikan penjajahan di Indonesia dari

Belanda, Jepang masih meneruskan asas dekonsentrasi 49 sebagaimana dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda.Asas ini dilaksanakan Jepang dengan

mengadakan perubahan-perubahan dalam praktik penyelenggaraannya. Perubahan

yang jelas terlihat ialah tentang nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan

Bahasa Jepang, jabatan yang semula diduduki oleh orang-orang Belanda

digantikan oleh para pembesar Jepang, sedangkan bangsa Indonesia hanya

diberikan kesempatan sedikit mungkin. Wilayah provinsi beserta gubernurnya

baik Jawa maupun di luar Jawa dihapus, serta Afdelling beserta asisten residennya

untuk wilayah Jawa dihapus.50

Sistem pengangkatan dan/atau penunjukkan sebagaimana telah dijelaskan

diatas dilakukan secara hierarkis.Hal ini mengakibatkan sistem rekrutmen Kepala

Daerah tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan masa zaman Belanda. Seperti halnya saat pemerintah Belanda menguasai wilayah Indonesia dan

memegang kekuasaan atas pemerintahan, sistem rekrutmen Kepala Daerah saat

zaman Jepang mengabaikan nilai-nilai demokrasi, transparansi dan akuntabilitas

dalam pengangkatan tiap-tiap pejabat yang akan diangkat dan/atau ditunjuk oleh

penguasa Jepang selaku pemerintah pusat.

51

49

Makna dekonsentrasi dapat ditemui definisinya di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

Pasal 1 angka 9 UU tersebut memberikan makna dekonsentrasi sebagai pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

Makna dekonsentrasi secara umum dapat kita pahami sebagai pelimpahan wewenang kepada daerah oleh pemerintah pusat untuk menjalankan pemerintahan. Lihat. J.Kaloh. Op.Cit hal 29

50Ibid 51

(6)

c.) Kepala Daerah Pada Zaman Kemerdekaan

Kepala Daerah pada zaman ini dibagi menjadi 3 bagian besar yakni : era

orde lama, era orde baru, dan era reformasi. Berikut penjelasan lebih lanjut

tentang ketiga era tersebut.52

Produk hukum yang melandasi berlakunya sistem pemerintahan daerah dalam

orde baru ialah undang-undang.Undang-undang pertama yang diterbitkan pada

masa kemerdekaan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang

Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah.Undang-Undang ini

bermaksud mengubah sifat Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan

Rakyat Daerah yang diketuai oleh Kepala Daerah. Dalam pasal 2 undang-undang

tersebut dinyatakan bahwa : “Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan

Rakyat Daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah

menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal tidak bertentangan

dengan Peraturan Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas dari

padanya”.

1. Era Orde Lama

53

Dalam poin penjelasan dalam undang-undang tersebut juga

dinyatakan bahwa Kepala Daerah juga sebagai Komite Nasional Daerah yang

hendak menjadi Badan Legislatif 54. Selain itu seorang Kepala Daerah harus menjalankan fungsi sebagai wakil Badan Perwakilan Rakyat Daerah.55

52

Ketiga era ini didasarkan pada era yang pernah berlangsung di Indonesia setelah masa pendudukan zaman Belanda dan zaman Jepang.

53

Lihat pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah

54

Lihat bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah

55

(7)

Dalam pasal sebagaimana telah dijelaskan diatas menyatakan bahwa

Kepala Daerah duduk di lembaga eksekutif dan legislatif. Berkaitan dengan hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala Daerah pada masa Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1945 adalah Kepala Daerah yang diangkat pada masa

sebelumnya yakni masa pendudukan Jepang. Akibat berbagai situasi yang

muncul, seperti situasi politik, keamanan dan hukum ketatatanegaraan pada saat

itu maka Kepala Daerah diangkat begitu saja untuk menjamin berlangsungnya

pemerintahan daerah sebagai bagian dari pemerintahan pusat yang tergabung

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekaligus mencegah

kekosongan jabatan dalam pemerintahan.56

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 hanya berusia 3 tahun. Pada tahun

1948, lahir penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang merujuk pada pasal 18 UUD

1945.57Pada masa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 telah diusahakan untuk mengadakan keseragaman antar Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.Secara

hierarki, pada saat berlakunya undang-undang tersebut, wilayah Indonesia

tersusun dalam tiga tingkatan. Dalam pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa : “Daerah

Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, ialah : Propinsi,

Kabupaten (Kota besar) dan Desa (Kota kecil) negeri, marga dan sebagainya,

yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri”. Salah satu hal

diatur dalam undang-undang tersebut adalah peran Kepala Daerah dalam

mengawasi pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 58

56

Joko. J. Prihatmoko, Op.Cit, Hal. 47

57

Undang-UndangNomor22 tahun 1948 ini terdapat dalam Lembaran Negara .. Tambahan Negara ..

58

Untuk selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan disingkat menjadi DPRD

(8)

Pemerintah Daerah 59 serta berhak menahan pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah.60

Undang-undang sebagaimana telah dijelaskan menetapkan bahwa

Pemerintah Daerah dari DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah.Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah dipilih oleh dan dari DPRD.Kepala Daerah Provinsi

diangkat oleh Presiden dari calon-calon yang diusulkan oleh DPRD.Kepala

Daerah bertugas mengawasi pekerjaan DPRD dan Pemerintah Daerah. Hal ini

tertuang dalam pasal 18 ayat (1) yang berbunyi

Hal ini ditegaskan

dalam pasal 36 ayat (1) undang-undang tersebut, yakni bahwa :

“Kepala Daerah mengawasi pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah dan berhak menambah dijalankan putusan-putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah, bila dipandangnya putusan-putusan itu bertentangan dengan kepentingan umum atau bertentangan dengan undang-undang atau peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan daerah yang lebih atas, bila putusan-putusan itu diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah di bawah Propinsi”.

61

Presiden juga berwenang mengangkat Kepala Daerah Istimewa,

sebagaimana tercantum dalam pasal 18 ayat (5) yang menyatakan bahwa : “Kepala Daerah Provinsi

diangkat oleh Presiden dari sedikit-dikitnya dua atau sebanyak-banyaknya empat

orang calon yang diajukan oleh DPRD Provinsi”

62

59

Untuk selanjutnya Dewan Perwakilan Daerah akan disingkat menjadi DPD

60

J.Kaloh, Op.Cit,Hal. 32

61

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

62

Ibid, Pasal 18 ayat (5)

“Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan yang berkuasa di

zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan

syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan dan dengan mengingat

(9)

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri berwenang mengangkat Kepala

Daerah Kabupaten atau Kota.Calon Kepala Daerah diusulkan oleh DPRD. Dalam

pasal 18 ayat (2) disebutkan :63 “Kepala Daerah Kabupaten(kota besar) diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari sedikit-dikitnya dua dan sebanyak-banyaknya

empat calon yang diajukan oleh DPRD Kabupaten (kota besar)”.Adapun

Kepala Daerah Desa atau kota kecil diangkat oleh Gubernur. Dalam pasal 18 ayat

(3) disebutkan :64

Pada kenyataannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 mengalami

revisi dan menghasilkan produk hukum baru yakni Undang-Undang Nomor 1

tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

“Kepala Daerah Desa(kota kecil) diangkat oleh Kepala Daerah

Provinsi dari sedikit-dikitnya dua dan sebanyak-banyaknya empat orang calon

yang diajukan DPRD Desa (kota kecil)”.

Satu hal yang menjadi catatan penting dalam Undang-Undang Nomor 22

tahun 1948 ialah undang-undang ini mampu memberikan ketegasan tentang

pemisahan antara fungsi eksektutif dan legislatif. Kepala Daerah tidak lagi

menjadi ketua DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun

1945.

65

63

Ibid, Pasal 18 ayat (2)

64

Ibid, Pasal 18 ayat (3)

65

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1143)

Hal yang menjadi

pembeda dalam undang-undang ini dibandingkan dengan undang-undang lainnya

terkait pemerintahan daerah ialah adanya tingkatan-tingkatan daerah.Secara

hukum tingkatan ini mulai dikenalkan dalam undang-undang ini.Sesuai hierarki,

undang-undang ini membagi 3 tingkatan, Gubernur memimpin daerah tingkat I

(10)

(termasuk Kotapraja), dan Camat untuk Daerah Tingkat III.66

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Pemerintah

Daerah terdiri atas DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 6 ayat (1)

undang-undang tersebut menyatakan bahwa : “Kepala Daerah karena jabatannya

adalah ketua serta anggota Dewan Pemerintah Daerah”.

Dalam pasal 2 ayat

(1) dikatakan bahwa : “Wilayah Republik Indonesia dibagi dalam daerah besar

dan kecil, yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, dan yang merupakan

sebanyak-banyaknya (3) tiga tingkat yang derajatnya dari atas ke bawah sebagai

berikut :

a. Daerah tingkat ke I, termasuk Kotapraja, Jakarta Raya,

b. Daerah tingkat ke II, termasuk Kotapraja,

c. Daerah tingkat III.

67

Kemudian dijelaskan

lebih lanjut dalam pasal 23 ayat (1) 68 bahwa “Kepala Daerah dipilih menurut aturan yang ditetapkan dalam undang-undang”.Pada praktiknya undang-undang

yang maksudkan untuk memilih Kepala Daerah dalam pasal tersebut belum

dibuat.Atas beberapa pertimbangan maka untuk sementara waktu Kepala Daerah

dipilih oleh DPRD dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan dan

pengetahuan yang diperlukan untuk menduduki jabatan sebagai Kepala

Daerah.Selain itu, seorang Kepala Daerah merupakan alat daerah yang

menjalankan Pemerintahan daerah dan bertindak kolegial, yaitu bersama-sama

dengan anggota Dewan Pemerintah Daerah lainnya.69

66

Joko.J. Prihatmoko, Op.Cit,Hal 51

67

Lihat pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

68

Lihat pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

69

(11)

Undang-undang yang selanjutnya berlaku terkait pemerintahan daerah

ialah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965.70 Di dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 mengatur tentang Kedudukan Kepala Daerah baik sebagai alat

pemerintah pusat maupun sebagai dan alat pemerintah daerah.71 Sebagai alat pemerintah pusat, Kepala Daerah menjadi pemegang kebijaksanaan politik di

daerahnya dengan mengindahkan wewenang yang ada pada pejabat-pejabat

sebagaimana diatur berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berlaku, menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan pemerintah pusat

di daerah antara jawatan-jawatan tersebut dengan pemerintah daerah melakukan

pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah dan menjalankan tugas-tugas yang

diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat.72

Perkembangan politik yang terjadi dalam masa peralihan dari orde lama ke

orde baru telah membawa nuansa baru dalam kepemimpinan Kepala Daerah. Hal

ini tentu membawa nuansa baru dalam kepemimpina Kepala Daerah yang

ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Berlakunya undang-undang sebagaimana telah dijelaskan diatas

menyatakan bahwa Kepala Daerah masih dipilih oleh DPRD yang

pengangkatannya dilakukan oleh Presiden dalam wilayah daerah tingkat I. Daerah

tingkat II pengangkatan Kepala Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam

Negeri.Selanjutnya, Kepala Daerah tingkat II diangkat oleh Kepala Daerah tingkat

I melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri.

2. Era Orde Baru

70

1965 tentang Pokok-Undang-Undang Nomor8 tahun Pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2778)

(12)

Pokok Pemerintahan di Daerah.73Dapat dikatakan bahwa produk hukum yang lahir pada era ini memuat tentang mekanisme pemilihan calon Kepala Daerah

yang dalam hal ini masih dilaksanakan oleh DPRD namun pengangkatan dan

pemberhentiannya berbeda secara hierarki.74

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor5 Tahun 1974, ketentuan pilkada

tidak mengalami perubahan berarti sebab DPRD memegang komando dalam

melaksanakan pemilihan dan pencalonan Kepala Daerah. Pemilihan dan

pencalonan Kepala Daerah tercantum dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang

Nomor5 Tahun 1974 dinyatakan bahwa :75

Kemudian ditambahkan dalam pasal 16 ayat (1) bahwa

“Kepala Daerah tingkat I dicalonkan

dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga)

orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang yang telah dimusyawarahkan dan

disepakati bersama antara pimpinan DPRD/pimpinan fraksi-fraksi dengan Menteri

Dalam Negeri”

76

73

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037)

74

Suharizal, Op.Cit,Hal.16

75

Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

76

Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

: “Kepala Daerah tingkat

II dicalonkan dan dipilih oleh DPRD dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan

sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang yang telah dimusyawarhkan dan disepakati

bersama antara pimpinan DPRD/pimpinan fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala

Daerah. Untuk selanjutnya, Kepala Daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan

(13)

oleh Menteri Dalam Negeri.Mekanisme diatas menggambarkan bahwa pilkada

dilakukan secara hierarki.77

(14)

3. Era Reformasi

Di era reformasi sampai saat ini telah terdapat beberapa undang-undang

yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Undang-undang tersebut ialah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

yang telah beberapa kali dieubah dan terakhir dirubah dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, serta Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,78pilkada (pilkada)79 dilakukan dengan menggunakan sistem demokrasi tidak langsung dimana Kepala

Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. DPRD masih memiliki

kewenangan yang cukup besar dalam menentukan Kepala Daerah serta wakil

Kepala Daerah. Pengaturan tentang pengisian Kepala Daerah terdapat dalam pasal

34 ayat 1 yang menyebutkan bahwa :80 “Pengisian Jabatan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan”.

Selanjutnya pada ayat (2) dikatakan :81

Dalam perjalanan era reformasi, berbagai kelemahan dalam

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 kemudian direvisi melalui Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004.

”Calon Kepala Daerah dan calon wakil

Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD melalui tahapan pencalonan dan

pemilihan”.

82

78

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839)

79

Untuk selanjutnya, penulisan pilkada akan ditulis dengan Pilkada

80

Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

81

Ibid, Pasal 34 ayat 2

82

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

(15)

lagi dilakukan oleh DPRD namun telah berubah menjadi sistem pemilihan

langsung dimana rakyat selaku pemegang kedaulatan berperan secara aktif dalam

melaksanakan pemilihan. Pasal 24 ayat 5 Undang-undang tersebut menyatakan

bahwa : “Kepala Daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di

daerah yang bersangkutan”.83

Selanjutnya dalam upaya untuk memperbaiki pola demokrasi di Indonesia

maka sejak tahun 2008, pemerintah bersama DPR telah menyetujui dan

memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.Undang-Undang

tersebut merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 56 ayat 1 undang-undang tersebut

dinyatakan bahwa : “Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu

pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.

Hal ini memberikan perubahan dalam pelaksanaan

pilkada yang berbeda dengan yang pernah dilakukan sebelumnya.

84

Pada perkembangan selanjutnya, lahirlah Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014.

Pada pengaplikasiannya, pasangan calon

sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal 56 ayat (1) diusulkan atau didaftarkan

oleh partai politik atau non partai politik yang telah memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam undang-undang.

85

83

Pasal 24 ayat 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

84

Pasal 56 ayat 1Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

85

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

Undang-undang tersebut tidak mengatur secara jelas tentang

pilkada.Hal ini bisa terlihat dalam pasal-pasal dalam undang-undang sebagaimana

(16)

memilih Kepala Daerah.Dalam pasal 62 dinyatakan bahwa “Ketentuan mengenai

pilkada diatur dengan undang-undang”.86

Pilkada secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan

kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan daerah yang demokratis

berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945. Pilkada secara langsung muncul sejak

berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kepastian pilkada secara

langsung terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada bagian

penjelasan angka 4 “Pemerintahan Daerah” yang berbunyi sebagai berikut :

Undang-undang yang dimaksud dalam

pasal tersebut mengacu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggaraan pemilu.Undang-undang tersebut memberi pesan bahwa rakyat

masih berperan dalam memilih Kepala Daerah di daerahnya.

2.2 Lahirnya Pilkada Secara Langsung

87

Hal ini juga terbukti dalam bagian kedelapan undang-undang tersebut, yakni dari

pasal 56 hingga pasal 119. Pasal 56 ayat (1) menyatakan bahwa : “Kepala daerah

dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan

secara demokratis berdasrkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan “Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis.Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingati bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan KedudukanMajelisPermusyawaratanRakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam undang- undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung.

86

Pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

87

(17)

adil”.88 Dijelaskan lagi dalam ayat (2) bahwa : “Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai

politik”.89Pasal-pasal tersebut pada pokoknya mengatur tentang pilkada secara langsung. Pilkada secara langsung sesuai dengan undang-undang ini terlaksana

pertama kali pada bulan Juni 2005 untuk Kepala Daerah yang masa jabatannya

berakhir pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005. 90

Pada pelaksanaannya, pilkada secara langsung merupakan hasil dari proses

pembelajaran demokrasi di Indonesia yang berlangsung sejak zaman kemerdekaan

sampai pada saat ini. Dalam penerapannya, masih terdapat beberapa kekurangan

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan terkait pilkada secara

langsung yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004.Kekurangan yang terdapat undang-undang tersebut yakni mengharuskan

pasangan calon Kepala Daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik.Hal ini menjadi masalah bagi calon Kepala Daerah yang bukan berasal dari

partai politik. Atas dasar itu, seorang anggota DPRD Kabupaten Lombok bernama

lalu Ranggalawe mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk

melakukan uji materiil pasal 56, 59 dan 60 terkait persyaratan calon Kepala

daerah melalui partai politik dari undang-undang tersebut. Pada akhirnya,

keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 yang menganulir

pasal-pasal yang dimohonkan oleh pemohon tentang persyaratan calon Kepala

88

Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

89

Ibid, Pasal 56 ayat (2)

90

Pilkada secara langsung dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 233 ayat (1) menyatakan bahwa Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai bulan Juni 2005 diselenggarakan pilkada secara langsung sebagaimana maksud dalam undang-undang ini pada bulan Juni 2005.

(18)

daerah.Putusan Mahkamah Konstitusi ternyata membuka peluang bagi calon

kepala daerah independen untuk maju dalam pilkada.91

Pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengalami

perubahan pada beberapa pasal karena pada tahun 2008 undang-undang ini

mengalami revisi dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

Salah satu hal berbeda yang diatur dalam undang-undang tersebut ialah mengenai

pilkada. Dalam undang-undang sebelumnya dinyatakan bahwa calon Kepala

Daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, sedangkan

dalam undang-undang ini tiap calon Kepala Daerah dapat mencalonkan diri

secara perseorangan tanpa melalui partai politik. Syarat tambahan yang harus

dipenuhi tiap-tiap calon perseorangan ialah dukungan tertulis dari masyarakat

setempat serta fotokopi KTP.92

Tiap tahun terdapat beberapa perkembangan undang-undang yang dibuat

oleh DPR dan ditandai dengan munculnya undang-undang baru.Pada tahun 2007

lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

pemilu.93Dalam undang-undang ini, pilkada langsung mulai dimasukkan menjadi rezim pemilu.Masuknya pilkada langsung menjadi rezim pemilu memunculkan

terminologi baru yakni Pemilukada.94

91

Lihat lebih lanjut dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 pada hal. 61

92Ibid

Lihat pasal dalam UU 12 tahun 2008

93

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721)

94

Makna pemilukada dapat ditemui definisinya di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pemilu pasal 1 angka 4.

Pasal 1 angka 4 undang-undang tersebut memberikan makna pemilukada dan wakil kepala daerah adalah pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan demikian, hal lain yang muncul

(19)

langsung sebelum berlakunya undang-undang ini diselesaikan oleh Mahkamah

Agung melalui Pengadilan Tinggi, namun seiring dengan masuknya pilkada

langsung menjadi rezim pemilu maka penyelesaian perkara pemilukada dilakukan

oleh Mahkamah Konstitusi.

Masuknya pilkada langsung menjadi rezim pemilu sejalan dengan

pandangan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi. Mengutip pendapat Laica

Marzuki di dalam putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/200495

Pilkada langsung sebenarnya merupakan alternatif untuk menjawab segala

konflik dan buruknya pelaksanaan maupun hasil pilkada secara tidak langsung

lewat DPRD dibawah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan daerah.Pilkada langsung jadi kebutuhan mendesak guna mengoreksi

sesegera mungkin segala kelemahan dalam pilkada secara tidak langsung yang

dilaksanakan melalui DPRD. Pilkada secara langsung akan bermanfaat untuk

menegakkan kedaulatan rakyat yang hilang sejak adanya pemilukada melalui yang menyatakan

pemilukada secara langsung merupakan (disamakan) dengan pemilu, diantaranya

sebagai berikut :

“dari sudut pandang konstitusi, pemilukada secara langsung adalah pemilihan umum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 E ayat 2 UUD 1945. Tatkala pemilihan anggota DPRD tergolong pemilihan umum (pemilu) dalam makna general election menurut pasal 22E ayat 2 UUD NRI 1945, mengapa nian pemilukada langsung tidak termasukdalam pasal konstitusidimaksud ? haldimaksud harus diamati dari sudut penafsiran sejarah (historische interpretatie). Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 berlaku kalaperubahan ketiga (3), yang diputuskan dalam rapat paripurna MPR-RI ketujuh (7) pada tanggal 9 November 2001. Disisi lain, pasal 18 merupakan hasil amandemen yang kedua (2).Dikala itu, pemilukada langsung belum merupakan gagasan ide konstitusi dari pembuat perubahan konstitusi.Pembuat perubahan konstitusi belum merupakan idee drager

ataspemilukadalangsung”.

95

(20)

DPRD. Hal ini menciptakan keadaan demokrasi yang baik pada lingkungan

pemerintahan (governance) maupun dalam lingkungan kemasyarakatan (civil

society) karena redaulatan rakyat telah dikembalikan secara penuh.96

Pilkada secara langsung memiliki sisi positif dibanding dengan sistem

sebelumnya yakni melalui DPRD.Perubahan sistem ini berdampak langsung

dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Menurut M.Ma’ruf (selaku Menteri

Dalam Negeri pada saat lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004), ada

beberapa pertimbangan penting penyelengaraan pemilukada secara langsung bagi

perkembangan demokrasi di Indonesia diantaranya :97

a. Pemilukada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, bahkan Kepala Desa selama ini telah dilakukan pemilihan secara langsung.

b. Pemilukada secara langsung merupakan perwujudan konstitusi dan Undang-Undang dasar 1945, khususnya pada pasal 18 ayat 4.

c. Pemilukada secara langsung dipandang sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civil education).

d. Pemilukada secara langsung merupakan sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.

e. Pemilukada secara langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional.

Pilkada secara langsung oleh rakyat dapat dikatakan sebagai suatu proses

demokrasi menuju ke arah yang lebih demokratis. Oleh karena itu, pilkada secara

langsung harus menjamin terselenggaranya pemilihan yang berkualitas dan

berjalan dengan baik.

Pilkada secara langsung merupakan gagasan penting dalam

menggabungkan kearifan lokal dalam masyarakat.Kehadiran pilkada secara

langsung dipandang memiliki sejumlah keunggulan dibanding dengan sistem

96

Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamik, dan Konsep Mendatang,(Jakarta: Raja Grafindo persada, 2011), hal.37

97

(21)

pemilihan melalui DPRD. Menurut AA GN Ari Dwipayana, setidaknya ada

beberapa kondisi yang mendukung pemilukadaa dilakukan secara langsung.

Pertama, pengaturan pemilukada langsung menawarkan sejumlah manfaat dan

sekaligus harapan bagi pertumbuhan, pendalaman dan perluasan demokrasi lokal.

Demokrasi langsung melalui pemilukada akan membuka ruang partisipasi yang

luas bagi warga dalam proses demokrasi dalam menentukan pemimpin di tingkat

lokal dibandingkan sistem demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan

kuasa untuk menentukan rekrutmen calon di tangan segelintir orang di DPRD

(DPRD).98

Kedua,dari sisi kompetisi politik, pilkada secara langsung memungkinkan

munculnya persaingan menarik antar kandidat serta memungkinkan

masing-masing kandidat untuk berkompetisi dalam ruang yang lebih terbuka jika

dibandingkan sistem tertutup melalui DPRD. Pemilukada langsung juga akan

memberikan sejumlah harapan pada upaya pengembalian kedaulatan rakyat

kepada rakyat dan bukan kepada DPRD.99

Ketiga, sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga

untuk menggunakan hak pilihnya untuk memilih tipe pemimpin yang terbaik

tanpa ada intervensi dan tekanan. Setidaknya melalui konsep demokrasi langsung

dalam pemilukada, tiap masyarakat lokal akan mendapatkan kesempatan untuk

memperoleh semacam pendidikan politik, kepemimpinan politik dan sekaligus

mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik

98

AA GN Ari Dwipayana, Pilkada Langsung dan Otonomi Daerah, dimuat pada http: //www.plod.ugm.ac.id/makalah. Diakses pada 8 januari 2015.

(22)

sekaligus memberi legfitimasi politik kepada calon Kepala Daerah dan wakil

Kepala Daerah.100

Kelima, Kepala Daerah yang terpilih melalui pemilukada langsung akan

memiliki legitimasi politik yang kuat sehingga akan terbangun perimbangan

kekuatan (check and balances) di daerah antara Kepala Daerah dengan DPRD.

Perimbangan kekuatan dalam menjalankan fungsi pemerintahan akan

meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan.

Keempat,pemilukada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan

figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, dan terbaik sesuai keinginan

masyarakat. Dengan dilaksanakannya pemilukada secara langsung maka Kepala

Daerah yang terpilih akan lebih peduli pada warga dibandingkan anggota DPRD

yang memiliki peran penting saat pemilukada dijalankan secara tidak langsung.

Dengan demikian pemilukada mempunyai sejumlah manfaat berkaitan dengan

peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada masyarakat yang

pada akhirnya akan mendekatkan Kepala Daerah dengan masyarakat.

101

Pemilu di Indonesia sudah terlaksana sejak tahun 1955.Perkembangan

pemilu di Indonesia sangat mempengaruhi pelaksanaan pemilukada di

masing-masing daerah sejak berlakunya undang-undang terkait pemerintahan

daerah.Pelaksanaan pemilukada juga tidak lepas dari peran pelaksana 2.3 Komisi Pemilihan Umum Daerah Dan Panitia Pengawas Sebagai

Penyelenggara Pilkada

100

(23)

pemilukada.Apabila dicermati lebih dalam dapat dilihat bahwa pelaksanaan

pemilukada yang berlangsung di tanah air selama ini memberi petunjuk bahwa

penyelenggara pemilukada itu berbeda-beda di setiap masa.Berbeda baik dalam

hal sistem, penyelenggara maupun legitimasi formal yang dikandung dalam

undang-undang sebagai dasar pelaksanaannya.102

Setelah berakhirnya demokrasi tidak langsung dan digantikan dengan

demokrasi langsung maka penyelenggara pemilukada mengalami perubahan

sesuai aturan yang berlaku. Hal ini kembali ditegaskan dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang pada pasal 1 angka 21

undang-undang tersebut dinyatakan bahwa :103

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota

telah diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilukada secara langsung.

Hal ini ditegaskan kembali dalam pasal 57 ayat (1) yaitu : “Pilkada dan wakil

kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada

DPRD”. Hal ini merupakan bentuk kooptasi dari Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.Satu hal

yang menjadi pertimbangan ialah KPUD adalah lembaga independen yang ada di

daerah serta memiliki pengalaman melaksanakan suatu pemilu secara langsung “Komisi Pemilihan Umum Daerah

yang selanjutnya disebut KPU Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang ini untuk menyelenggarakan pilkada dan wakil Kepala Daerah di

setiapprovinsi dan atau kabupaten/kota”

102

Samsul Wahidin, Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, Hal.41

103

(24)

(MPR, DPR, DPD dan DPRD) sehingga tidak perlu dibentuk lagi lembaga baru

untuk menyelenggarakan pemilukada.104

Hal sebagaimana telah dijelaskan diatas juga merupakan suatu amanat

yang tercantum dalam Pasal 22 E ayat (5) UUD NRI 1945 yang menentukan

bahwa “Pemilihan umum diselengarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum

yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.105

Seiring dengan masuknya pemilukada dalam rezim pemilu,

penyelenggaraanya pun diserahkan kepada KPU yang dalam hal ini adalah KPUD

Provinsi untuk pemilu gubernur dan wakil gubernur dan KPUD Kabupaten/Kota

untuk pelaksanaan Pemilu bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota.

Dalam hubungan ini, KPUD direpresentasikan sebagai instansi yang tugasnya

menyelenggarakan pemilu yang bebas, mandiri, demokratis, dan transparan

dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil di daerah. Untuk

melaksanakan pemilihan umum, yang tentu saja juga termasuk pemilukada maka

KPU juga KPUD mempunyai tugas dan kewenangan sebagai berikut :

Berdasarkan ketentuan seperti

diatas, tegas dinyatakan kemandirian penyelenggara pemilu dalam

penyelenggaraan pilkada dalam suatu daerah.

106

A. Merencanakan penyelenggaraan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah B. Menetapkan tata cara pelaksanaan pilkada dan wakil Kepala Daerah sesuai

dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

C. Mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pilkada dan wakil Kepala Daerah

D. Menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara pilkada dan wakil Kepala Daerah

E. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon

F. Meneliti persyaratan calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah

104

Suharizal, Op.Cit, Hal.47

105

Pasal 22 E ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

106

(25)

G. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan H. Menerima pendaftaran dan mengumunkan tim kampanye I. Mengumumkan sumbangan dana kampanye

J. Menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan mengumumkan hasil pilkada dan wakil Kepala Daerah

K. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pilkada dan wakil Kepala Daerah

L. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan

M. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit

Disamping itu tugas dan wewenang tersebut diatas, KPUD juga mempunyai

kewajiban sebagai berikut :107

A. Memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara

B. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada dan wakil Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

C. Menyampaikan laporan ke DPRD untuk setiap tahapan pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat

D. Memelihara arsip dan dokumen pemilihan, serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan

E. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD F. Melaksanakan semua tahapan pilkada dan wakil Kepala Daerah

Dipilihnya KPUD sebagai penyelenggara secara mandiri dimaksudkan

bukan hanya untuk efisiensi dan profesionalisme semata.Akan tetapi yang paling

mendasar adalah di dalam kerangka menciptakan independensi.Penyelenggaraan

dari pelaksanaan yang efisien merujuk pada upaya menyelenggarakan pemilihan

dan perhitungan suara secara tepat waktu berdasarkan asas pemilu berimplikasi

pada pemilihan yang demokratis.Selain itu, dengan logistik yang cukup serta

biaya yang sesuai dengan kondisi setempat yang tentunya paling mengerti

keadaaan dimaksud.Kondisi seperti ini menjadi sangat penting di dalam

107

(26)

pelaksanaan pemilukada yang menjadi momentum penting bagi rakyat di daerah

untuk memilih pemimpin yang diharapkan.108

Selain itu, secara yuridis yang menjadi penyelenggara pemilu selain

KPUD ialah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Ketentuan yang mengatur hal

tersebut ialah pasal 57 ayat (3) yang dinyatakan bahwa : “Dalam mengawasi

penyelenggaraan pilkada dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas

pilkada dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur

kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat”.109

Tugas dan wewenang panitia pengawas Pilkadameliputi :

Panwaslu

bertindak sebagai pengawas terhadap KPUD yang dibentuk dan

bertanggungjawab kepada DPRD.

110

a) Mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pilkada dan wakil Kepala Daerah

b) Menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pilkada dan wakil Kepala Daerah

c) Menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pilkada dan wakil Kepala Daerah

d) Meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang

e) Mengatur hubungan koordinasi antarpanitia pengawas pada semua tingkatan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lembaga yang bertugas

dalam menyelenggarakan pilkada secara langsung ialah KPUD serta panitia

pengawas.Sifat kedua lembaga ini ialah independen.Selain itu, kedua lembaga ini

berperan untuk menciptakan suatu pemilihan yang demokratis sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

108

Samsul Wahidin, Op.Cit, Hal.. 57

109

Pasal 57 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

110

Referensi

Dokumen terkait

2006, merupakan suatu produk yang diproses dari ikan segar yang mengalami perlakuan : penerimaan bahan baku, penyortiran, pencucian, penimbangan, penyusunan dalam pan,

terpenuhinya syarat-syarat untuk mengikuti ujian lisan atau ketidakhadiran dengan alasan yang tidak sah, maka mahasiswa yang bersangkutan dianggap gagal dalam. kepaniteraan dan

Pada tulisan ini diuraikan secara ringkas kompetensi lulusan yang dibutuhkan oleh para pengguna lulusan perguruan tinggi di dunia kerja, dilanjutkan dengan langkah-langkah yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh model Teams Games Tournament (TGT) berbasis alat peraga terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi

Selai jambu biji adalah olahan dengan kekentalan gel atau semi gel yang. dibuat dari bubur buah

Berdasarkan hasil penelitian dikatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran learning tournament dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi energi dan penggunaanya

Kontribusi terhadap visi BPMSP-Bekasi Menjadi laboratorium referensi yang profesional dalam menjamin pakan bermutu, aman dan tersertifikasi untuk mendukung penyediaan

Hal ini bisa dilihat dari pola pemukiman yang masih memegang nilai-nilai budaya dan tradisi setempat, pemukiman adat suku Ende Lio Desa Woloara, Dusun Nuaone memiliki