• Tidak ada hasil yang ditemukan

HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK

Annang Giri Moelya, Ismiranti Andarini, Fadillah Tia Nur, Evi Rokhayati*

PENDAHULUAN

Anak yang sakit harus ditangani dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat sehat kembali dan proses tumbuh kembang dapat optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis penyakitnya dengan akurat.

Pendekatan melalui anamnesis dan diagnosis fisik masih tetap merupakan cara yang baku, yang harus dikuasai oleh setiap dokter. Adanya alat-alat sederhana maupun alat-alat mutakhir yang canggih untuk membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak dapat menggantikan kedudukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jadi dalam dunia kedokteran modern sekarang ini proses diagnostik tetap diawali dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Penguasaan yang baik atas anamnesis dan pemeriksaan fisik akan dapat mengarahkan pemeriksaan kepada diagnosis yang benar.

Pemeriksaan fisik pada anak banyak persamaannya dengan pemeriksaan fisik pada orang dewasa, namun banyak hal yang berbeda secara bermakna. Yang harus selalu diingat dalam melakukan pemeriksaan fisik pada anak ialah pada bayi dan anak ada proses tumbuh dan berkembang. Karena itu semua penemuan fisik harus selalu dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Contoh : hati yang teraba 2 cm di bawah arkus kosta normal untuk bayi dan balita, tetapi abnormal untuk anak remaja.

(2)

ANAMNESIS

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Wawancara dilakukan kepada :

1. Langsung kepada pasien (autoanamnesis) 2. Orangtua (alloanamnesis)

3. Sumber lain wali/pengantar (alloanamnesis)

Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis, karena sebagian besar data (± 80%) yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis.

Dari anamnesis diperoleh data subjektif. Berbeda dengan anamnesis pada pasien dewasa, hambatan langsung anamnesis pada anak disebabkan karena anamnesis pasien anak umumnya berupa aloanamnesis dan bukan autoanamnesis. Pertanyaan yang diajukan pemeriksaan sebaiknya jangan sugestif. Pada kasus gawat, anamnesis biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting saja, supaya anak dapat segera diatasi kedaruratannya. Pada kesempatan berikutnya baru anamnesis dilengkapi. Hal yang perlu dicatat adalah :

1. Dari siapa anamnesis diambil 2. Pengirim pasien :

 Inisiatif keluarga

 Dokter, Puskesmas, Rumah Sakit dll, karena pasien kelak harus dikirim kembali kepada pengirim. Pengiriman kembali dengan disertai :

 Diagnosis akhir  Penatalaksanaan

 Hasil pengobatan : sembuh/ meninggal, terdapat gejala sisa dsb. Yang perlu dicatat pada anamnesis :

I. IDENTITAS PASIEN :

- Nama

- Tanggal lahir / umur

(3)

- Alamat

II. RIWAYAT PENYAKIT :

- Keluhan utama

- Riwayat perjalanan penyakit sekarang (7 Butir Mutiara Anamnesis, meliputi : lokasi, onset dan kronologi, kualitas, kuantitas, faktor yang memperberat, faktor yang memperingan, anamnesis sistem).

- Riwayat penyakit lampau yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang, seperti riwayat dirawat di RS, riwayat pembedahan, riwayat pengobatan untuk penyakit tertentu, riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu serta riwayat paparan agen tertentu (termasuk bentuk reaksi alerginya dan terapi yang didapat).

- Riwayat kehamilan ibu : umur ibu saat melahirkan, paritas, penyulit kehamilan, riwayat lama kehamilan (preterm/aterm/postterm) , penyakit ibu saat hamil, riwayat pengobatan ibu sekitar masa konsepsi dan saat hamil, riwayat merokok dan minum alkohol pada ibu dan ayah.

- Riwayat kelahiran : lama persalinan, proses persalinan (spontan/dengan instrumen/operasi), penyulit kelahiran (ketuban pecah dini, kelainan presentasi dll), berat lahir, skor APGAR, lama tinggal di RS setelah dilahirkan, penyakit tertentu selama fase neonatal serta intervensi medis yang didapat.

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

- Riwayat imunisasi, termasuk jika ada reaksi akibat imunisasi.

- Riwayat makanan, meliputi kualitas dan kuantitas minum ASI atau susu formula (durasi, frekuensi), kapan mulai mendapatkan makanan padat, nafsu makan, alergi terhadap jenis makanan tertentu, kesukaan/ ketidaksukaan terhadap jenis makanan tertentu, keseimbangan nutrisi, suplemen makanan yang diberikan, kecukupan asupan makanan dan cairan.

- Riwayat keluarga untuk penyakit-penyakit yang herediter/familier, dilacak hingga 2 generasi sebelum pasien (kakek)

(4)

Komunikasi dan dukungan emosional :

Hal-hal yang perlu diingat ketika berkomunikasi dengan ibu dan keluarganya adalah: 1. Tunjukkan empati dan rasa hormat pada ibu dan keluarganya

2. Dengarkan dengan seksama kekhawatiran keluarga dan berikan dorongan agar mereka mau bertanya dan mengungkapkan perasaannya

3. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas pada saat menyampaikan informasi tentang kondisi bayi, kemajuannya seta terapinya. Berikan informasi tentang kondisi bayi sebanyak mungkin kepada ibu. Pastikan bahwa mereka paham akan hal-hal yang disampaikan. Jika terdapat hambatan bahasa, gunakan penterjemah.

4. Hormati privasi dan kerahasiaan mereka

5. Hormati keyakinan budaya, adat istiadat mereka dan penuhi kebutuhan mereka semaksimal mungkin, pastikan bahwa mereka memahami semua keterangan yang diberikan dan jika menungkinkan berikan informasi tertulis kepada anggota keluarga yang dapat membaca

6. Dapatkan informed consent atau persetujuan tertulis sebelum melakukan suatu tindakan.

PEMERIKSAAN FISIK

Untuk melakukan pemeriksaan fisik pada anak diperlukan pendekatan khusus, baik terhadap pasien maupun terhadap orang tuanya.

Cara Pendekatan :

Berbeda dengan orang dewasa, pendekatan pemeriksaan pada anak

tergantung pada umur, keadaan fisik dan psikis anak.

- Pada bayi baru lahir sampai umur kurang dari 4 bulan pendekatannya jauh lebih mudah, karena pada usia tersebut bayi belum dapat membedakan orang di sekitarnya.

(5)

dalam pangkuan ibu. Alihkan perhatian anak dengan objek yang bergerak, sinar, suara atau warna.

- Pasien balita perlu diajak berkomunikasi terlebih dahulu. Pemeriksaan boleh dilakukan dengan anak dalam pangkuan ibu. Pemeriksa mengambil posisi setinggi level mata anak. Dapat dipergunakan alat bantu seperti mainan atau cerita. Alihkan perhatian anak dengan meminta anak memegang benda kesukaannya.

- Pada anak yang sakit berat, dapat langsung diperiksa.

Cara Pemeriksaan Fisik :

Pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan :

- General survey (keadaan umum)

- Pemeriksaan tanda vital

- Inspeksi

- Palpasi

- Perkusi

- Auskultasi

Pada keadaan tertentu, urutan pemeriksaan tidak selalu demikian, misalnya pemeriksaan abdomen, auskultasi didahulukan (inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi). Pada beberapa keadaan, urutan pemeriksaan tergantung pada usia dan tingkat kenyamanan anak. Lakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak terlalu ”mengganggu” kenyamanan anak di urutan awal, sementara pemeriksaan yang tidak terlalu ”menyenangkan” dilakukan di akhir pemeriksaan, misalnya: palpasi kepala dan leher serta auskultasi jantung paru dilakukan lebih dulu, baru kemudian palpasi abdomen. Jika anak melaporkan nyeri di suatu area, area tersebut diperiksa paling akhir.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL Nadi :

- Frekuensi

- Irama

(6)

- Ekualitas nadi

Tekanan Darah :

 Diperiksa saat bayi atau anak dalam keadaan tenang  Penderita ditidurkan telentang

 Mempersiapkan tensimeter  Memasang manset di lengan atas

 Lebar manset harus mencakup ½ sampai 2/3 panjang lengan atas. Ukuran manset harus sesuai dengan umur.

Ukuran manset untuk kelompok umur :

Umur Lebar manset

 Langkah berikutnya sama dengan pemeriksaan tekanan darah pada orang dewasa.

Frekuensi Pernapasan : Cara :

 Inspeksi : melihat dan menghitung gerakan dinding dada dalam 1 menit.

 Palpasi : Tangan diletakkan pada dinding abdomen/dinding dada, dihitung gerakan pernapasan yang terasa pada tangan dalam 1 menit.

 Auskultasi : mendengarkan dan menghitung bunyi pernapasan dalam 1 menit.

Pengukuran Suhu Badan

 Pemeriksaan suhu dapat dilakukan dengan meletakkan termometer di dalam mulut (di bawah lidah), di dalam rektum atau di aksila, dan ditunggu selama 3 – 5 menit.

(7)

1. Lubrikasi ujung termometer.

2. Bayi/ anak posisi tengkurap di meja/ pangkuan pemeriksa. 3. Buka pantat dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

4. Masukkan ujung termometer yang telah dilubrikasi ke rektum lewat anus sedalam kira-kira 1 inchi.

5. Katubkan pantat kembali.

6. Waktu pemeriksaan 1 – 2 menit.

Mengukur panjang badan bayi

1. Siapkan papan pengukur (ada meterannya) 2. Baringkan bayi dengan posisi telentang 3. Ukur panjang badan bayi

Gambar 1. Mengukur panjang badan bayi

Bila papan pengukur tidak ada :

1. Baringkan bayi pada meja periksa

(8)

3. Ukur dengan meteran, panjang antara 2 tanda tersebut

Gambar 2. Mengukur panjang badan anak

Pengukuran Lingkar Kepala :

- Alat pengukur : Pita dari metal yang flexibel

- Cara : meletakkan pita melalui glabela pada dahi bagian atas alis mata –

protuberantia occipitalis. Bayi dan anak kecil :

1. Ambil pita pengukur 2. Bayi posisi telentang

(9)

Gambar 3. Pengukuran Lingkar Kepala

Palpasi fontanela/ Ubun-ubun

Palpasi fontanela merupakan cara yang sederhana untuk memperkirakan tekanan intrakranial. Pada keadaan normal fontanela agak rata dan pulsasi sukar diraba. Fontanela sering sulit diraba pada bayi baru lahir karena molding tulang-tulang kepala. Setelah beberapa hari, fontanel mudah diraba dengan diameter transversal rata-rata 2,5 cm, kadang-kadang sampai 4 atau 5 cm. Ubun-ubun kecil teraba sampai 4-8 minggu. Ukuran ubun-ubun besar sangat bervariasi, demikian pula saat penutupannya. Seringkali ubun-ubun tampak membesar dalam beberapa bulan pertama. Pada umur 6 bulan sebagian kecil (3%) bayi normal tertutup ubun-ubunnya, pada umur 9 bulan lebih kurang 15% dan umur 1 tahun 40%. Pada umur 19 bulan 90% bayi normal sudah tertutup ubun-ubunnya. Ubun-ubun terlambat menutup pada rakitis, hidrosefalus, sifilis, hipotiroidisme, osteogenesis imperfekta, rubela kongenital, malnutrisi, sindroma Down dan gangguan perkembangan lain. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun menutup lebih dini.

(10)

Refleks Moro

Adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi. Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah merentangkan lengan tidak selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan tungkai bukan bagian yang khas untuk refleks Moro. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, begitu juga kalau rentangan lengan asimetris.

Refleks menggenggam palmar

Dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan bayi maka akan terjadi fleksi jari-jari tangan.

Refleks tonic neck

Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala di garis tengah dan anggota gerak dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke kanan, maka akan terjadi ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri. Yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan, tungkai tidak selalu ekstensi dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri. Tonus ekstensor meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak kontralateral meninggi.

Suspensi vertikal

(11)

Refleks menghisap

Didapatkan pada usia gestasi 28 minggu dan terintegrasi pada usia 2-5 bulan. Suatu objek yang diletakkan dalam mulut bayi akan menyebabkan gerakan menghisap yang ritmis.

Reflek melangkah/menendang

Didapatkan pada usia gestasi 37 minggu dan tersupresi pada usia 2-4 bulan. Saat ditopang pada posisi tegak dan diarahkan ke depan, bayi dengan kaki di atas meja akan melakukan gerakan melangkah bergantian dan ritmis.

Refleks anus

Dilakukan dengan cara menggores kulit dekat anus dan normalnya akan terjadi konstriksi sfingter ani untuk mengetahui keadaan tonus anus.

Tanda-tanda rangsang meningeal  Kaku kuduk :

Cara :

- Leher ditekuk secara pasif.

- Bila dagu tak dapat menempel dada, dikatakan positif.

(12)

 Tanda Brudzinski I Cara :

 Satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien, tangan lainnya di dada, untuk mencegah supaya badan tidak terangkat.

 Kepala difleksikan ke dada secara pasif.

 Bila ada rangsang meningeal, kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan lutut.

Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinki I

Tanda Brudzinski II

Cara :

 Posisi penderita telentang

(13)

Tanda Kernig Cara :

- Posisi penderita telentang.

- Lakukan flexi tungkai atas tegak lurus.

- Coba luruskan tungkai bawah pada sendi lutut.

- Normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135O

- Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif menyebabkan rasa sakit dan terasa ada hambatan.

- Sukar dilakukan pada bayi umur di bawah 6 bulan.

Gambar 7. Pemeriksaan Kernig

Tata laksana gizi buruk

Sepuluh tata laksana gizi buruk meliputi: 1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia 2. Mencegah dan mengatasi hipotermia 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit 5. Mengobati infeksi

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

(14)

Peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami ibu Sampai umur 6 bulan:

 Berikan air susu ibu (ASI) sesuai keinginan anak paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun malam

 Jangan diberikan makanan atau minuman lain selain ASI

Umur 6-8 bulan:

 Berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun malam

 Beri makanan pendamping ASI 2 kali sehari tiap kali 2 sendok makan

 Pemberian makanaan pendamping ASI dilakukan setelah pemberian ASI

 Perkenalkan anak 1 bulan kemudian dengan makanan pendamping ASI seperti bubur tim lumat/ lembik ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/ wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Umur 8-12 bulan:

 Berikan ASI sesuai keinginan anak

 Berikan bubur nasi ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

 Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Pada umur 8 bulan, setiap makan diberikan lebih kurang 8 sendok makan, selanjutnya sesuai dengan kemampuan anak

 Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb diantara waktu makan

Umur 12-24 bulan:

 Berikan ASI sesuai keinginan anak

 Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

 Berikan makanan tersebut3 kali sehari

(15)

Umur 2 tahun atau lebih:

 Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah

 Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2 kali sehari seprti bubur kacang hijau, biskuit, nagasari

 Pemberian makanan selingan dilakukan di antara waktu makan makanan pokok.

Tata laksana anak tidak sadar

1. Jaga jalan napas, lakukan intubasi bila skala Koma Glasgow kurang dari atau sama dengan 8.

2. Jaga pernapasan yang adekuat dengan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 80%

3. Pertahankan sirkulasi yang stabil

4. Lakukan pemeriksaan darah untuk glukosa, elektrolit, analisa gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, darah lengkap, skrining toksikologi

5. Lakukan pemeriksaan neurologis

6. Bila tekanan intrakranial meningkat atau herniasi berikan manitol 0,5-1 gram/kgBB

7. Berikan tiamin 100 mg iv diikuti dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa kurang dari 60 mg/dl

8. Lakukan CT scan/MRI kepala bila dicurigai adanya kelainan struktur otak 9. Lakukan anamnesis riwayat lengak dan pemeriksaan sistemik

10.Pertimbangkan EEG dan pungsi lumbal.

Tata laksana dehidrasi berat setelah penatalaksanaan syok

1. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 ml/kgBB dengan cara:

 Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mg/kgBB dalam 5 jam berikutnya

(16)

2. Masukan cairan per oral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.

Tata laksana bayi berat lahir rendah (BBLR)

1. Pemberian vitamin K1 1 mg IM sekali pemberian saat lahir 2. Mempertahankan suhu tubuh normal:

3. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care (KMC), pemancar panas, inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat 4. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

5. Ukur suhu tubuh setiap 3 jam 6. Pemberian minum:

 ASI merupakan pilihan utama

 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling tidak sehari sekali

 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 gram/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu

 Pemberian minum minimal 8 kali/hari. Apabila bayi masih mengingikan dapat diberikan lagi (ad libitum)

7. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak stabilm fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluaran cerna, NEC, IUGR berat, dan berat lahir kurang dari 1.000 gram

(17)

Penilaian tumbuh kembang (motorik halus, motorik kasar, psikososial, bahasa)

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur <6 tahun menggunakan Denver II meliputi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi:

1. Personal sosial: penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan perorangan

2. Motorik halus: koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan benda-benda kecil

3. Bahasa: mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa

4. Motorik kasar: duduk, jalan, melompat, dan gerakan umum otot besar

Skor penilaian:

 Pass (P): bila anak melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberi laporan yang dipercaya bahwa anak dapat melakukannya

 Fail (F): bila anak tidak dapat melakukannya dengan baik

 No opportunity (No): bila tidak ada kesempatan bagi anak untuk melakukan uji coba karena ada hambatan

 Refusal (R): bila anak menolak untuk melakukan uji coba.

Penilaian individual:

 Lebih (advanced)

Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan garis umur, dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut

 Normal

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis umur

 Caution/peringatan

(18)

 Delayed/keterlambatan

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur

 No opportunity

Tidak ada kesempatan uji coba yang dilaporkan orangtua

Interpretasi Denver II

 Normal

1. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution 2. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya

 Suspek

1. Bila didapatkan lebih dari atau sama dengan 2 caution dan atau lebih dari atau sama dengan 1 keterlambatan

2. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan

 Tidak dapat diuji

1. Bila ada skor menolak pada lebih dari atau sama dengan 1 uji coba terletak di sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75-90%

2. Uji ulang dalam 1-2 minggu

3. Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji, maka dipikirkan untuk dirujuk.

Pengamatan malformasi kongenital Kelainan bawaan minor

Kelainan bawaan minor merupakan hal yang umum dijumpai dan tidak memerlukan perlakuan khusus, tetapi ibu perlu diberi pengertian

Yang termasuk kelainan bawaan minor adalah:

 Skin tag (jari tangan/kaki berlebih atau lengket)

(19)

 Celah bibir atau langit-langit

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu

2. Jelaskan pada ibu bahwa hal yang paling penting untuk dilakukan saat ini adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan yang cukup sampai operasi dapat dilakukan

3. Jika bayi menderita celah bibir saja, tetapi langit-langit utuh, anjurkan ibu menyusui

4. Jika bayi menderita celah langit-langit, berikan ASI peras dengan salah satu alternatif cara pemberian minum

5. Apabila masalah minum teratasi dan berat badan bayi bertambah, bayi dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau rumah sakit khusus bedah untuk melakukan operasi

 Tanda lahir bawaan (toh)

Berikan keyakinan pada ibu bahwa tanda lahir bawaan tersebut tidak memerlukan perawatan khusus dan sebagian besar akan hilang saat bayi bertambah umurnya

Kelainan bawaan mayor

 Spina bifida/meningomielokel

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu 2. Lakukan persiapan rujukan:

3. Jika kelainan tidak tertutup kulit: tutup dengan kasa steril yang dibasahi dengan larutan salin normal sebelum dirujuk

4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

 Gastroskisis/omfalokel

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu 2. Jangan berikan apapun melalui mulut

(20)

4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

5. Untuk omfalokel: lakukan perawatan secara tegak kering, sementara bagian yang menonjol ditutupi dengan kasa steril kering

6. Pasang jalur IV

7. Pasang pipa lambung, biarkan mengalir

 Anus imperforata

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu 2. Jangan berikan apapun lewat mulut

3. Pasang jalur IV

4. Pasang pipa lambung, biarkan cairan mengalir bebas

Kelainan bawaan lain

 Bila bayi menderita sindroma Down atau memiliki ciri wajah yang tampak aneh, berikan nasihat pada orangtuanya tentang prognosis jangka panjang dan rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk evaluasi perkembangan dan tindak lanjut jika memungkinkan

 Jika memungkinkan lakukan konseling genetik untuk orang tua.

Pemeriksaan bayi baru lahir

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mendeteksi kelainan.

 Aktivitas fisis

(21)

tidak berarti apa-apa, berlainan halnya bila terjadi pada golongan umur yang lebih tua. Gerakan tersebut cenderung terjadi pada BBL yang aktif tetapi bila dilakukan fleksi anggota gerak tersebut masih tetap bergerak-gerak, maka bayi tersebut menderita kejang dan perlu dievaluasi lebih lanjut.

 Tangisan bayi

Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi. Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan kesulitan pernapasan

 Wajah BBL

Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindroma Down, sindroma Pierre-Robin, dll

 Pemeriksaan suhu

Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal adalah antara 36,5-37,5 derajat. Suhu meninggi ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Kenaikan suhu merata biasanya disebabkan kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh panas kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa sepsis pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermi.

Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi

1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan 2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama

3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan periksa juga darah lengkap

(22)

5. Kirimkan sampel cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung jumlah sel, pengecatan gram serta kultur dan sensitivitas

6. Mulai manajemen untuk meningitis

7. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl (hematokrit kurang dari 30%) beri transfusi darah

8. Bila bayi tidak menderita meningitis, beri ampisilin dan gentamisin sesuai dengan pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah dan sensitivitas dan nilai kondisi bayi empat kali sehari utnuk melihat perkembangannya

9. Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan antibiotika atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum

10.

Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam berikutnya.

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG Indikasi :

1. Pemberian makanan enteral 2. Pemberian obat-obatan

3. Pemeriksaan analisis getah lambung 4. Dekompresi dan pengosongan lambung

Kontra indikasi : 1. Pasca esofagoplasti 2. Perforasi esophagus

Alat yang dibutuhkan :

1. Alat penghisap listrik / manual 2. Sonde lambung (feeding tube) 3. Plester, pinset

(23)

7. Monitor jantung (bila ada)

Cara:

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi. 2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap. 3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan.

4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke processus xyphoideus.

5. Tandai dengan plester.

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9%.

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung.

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung. 9. Memasang semprit pada pangkal sonde.

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan spuit dan didengarkan diatas daerah lambung dengan stetoskop.

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air bersih.

12. Sonde difiksasi dengan plester.

PEMASANGAN REKTAL TUBE Indikasi :

1. Dekompresi 2. Klisma

3. Pemeriksaan radiologi dengan kontras (barium)

Alat yang diperlukan: 1. Kapas sublimate 2. Plester

(24)

5. Vaselin 6. Pinset

Cara :

1. Anak tidur telentang atau miring 2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate 4. Ujung tube diberi vaselin

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Sagung seto. Jakarta. 2003.h. 49-50

Soetomenggolo TS. Pemeriksaan neurologis pada anak dan bayi. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. IDAI. Jakarta, 1999.h. 28-32.

Fenderson CB, Ling WK. Pemeriksaan neuromuskular seri panduan klinis. Elangga. Jakarta. 2002.h. 86.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku I. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga. 2006.h.3-25.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku II. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga. 2006.h.54

Putri AH, Widodo DP, Herini ES, Erny, Pusponegoro HD, Mangunatmodjo I, dkk. Penurunan kesadaran. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi II. 2011.h. 205-10.

Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T. Diare akut. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 58-62.

(26)

Rusmil K, Fadiyana E, Soetjiningsih, Narendra MS, Soedjatmiko, Sitaresmi MN, dkk. Denver II. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 291-3.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Kelainan bawaan. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.94-5

Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. IDAI. Jakarta. 2012. H. 71-88.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Tanda atau temuan ganda. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.15-9

(27)

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

HETEROANAMNESIS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memberikan salam saat pertama kali bertemu 2 Menanyakan identitas penderita

3 Menanyakan berat badan 4 Menanyakan keluhan utama 5 Menanyakan onset dan kronologi 6 Menanyakan intake makanan/minum

7 Menanyakan riwayat penyakit lain yang dapat timbulkan keluhan utama

8 Menanyakan faktor-faktor yang memperberat keluhan 9 Menanyakan faktor-faktor yang meringankan keluhan 10 Menanyakan gejala penyerta

11 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang relevan 12 Menanyakan riwayat kelahiran

13 Menanyakan riwayat kehamilan ibu 14 Menanyakan riwayat penyakit keluarga 15 Menanyakan riwayat sosial ekonomi keluarga 16 Menanyakan riwayat vaksinasi

17 Menanyakan riwayat pertumbuhan & perkembangan JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%

34

(28)

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Melakukan pendekatan kepada pasien sebelum melakukan pemeriksaan fisik

2 Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien 3 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan 4 Menilai kesan umum penderita

Memeriksa tanda vital

5 Melakukan pengukuran tekanan darah

6 Melakukan pemeriksaan nadi (frekuensi, irama, kualitas, ekualitas nadi)

7 Melakukan pemeriksaan respirasi (tipe pernafasan, frekuensi) 8 Melakukan pengukuran suhu badan (sublingual, rektal, aksila)

Memeriksa status gizi 9 Menimbang berat badan

10 Mengukur panjang/tinggi badan 11 Menentukan status gizi

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

(29)

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN KEPALA

LEHER DAN RANGSANG

MENINGEAL

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan 2 Menilai bentuk kepala

3 Mengukur lingkar kepala

4 Menilai kondisi fontanella (penutupan, cekung, cembung) 5 Melakukan pemeriksaan mata

6 Melakukan pemeriksaan hidung 7 Melakukan pemeriksaan telinga

8 Melakukan pemeriksaan mulut dan gigi 9 Melakukan pemeriksaan tenggorokan 10 Memeriksa Chvostek sign

11 Melakukan pemeriksaan kelenjar parotis

12 Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe leher (submentale, submandibula, preaurikuler, retroaurikuler, servikalis, oksipital)

13 Melakukan pemeriksaan JVP

Memeriksa adanya tanda rangsang meningeal 14 Melakukan pemeriksaan adanya kaku kuduk

15 Melakukan pemeriksaan Brudzinski I 16 Melakukan pemeriksaan Brudzinski II 17 Melakukan pemeriksaan Kernig 18 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0

Tidak dilakukan mahasiswa

1

Dilakukan, tapi belum sempurna

2

Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak

diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

(30)

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN THORAKS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan INSPEKSI

2 Statis : menilai bentuk dada (simetri/ asimetri, tumor, kelainan kulit, deformitas bentuk dada)

3 Dinamis : melihat adanya keterlambatan gerak, retraksi, retraksi, frekuensi, irama, kedalaman, usaha napas, pola napas abnormal

4 Melihat dan melaporkan lokasi iktus kordis PALPASI

5 Memeriksa adanya nyeri tekan, krepitasi

6 Memeriksa dan menilai pengembangan dinding dada 7 Memeriksa dan menilai fremitus taktil

8 Memeriksa dan menilai adanya massa mediastinum/ retrosternal

9 Melakukan palpasi iktus kordis (lokasi, diameter, amplitudo, durasi, thrill)

PERKUSI

10 Melakukan teknik pemeriksaan perkusi paru dengan benar 11 Melakukan pemeriksaan batas paru-hepar

12 Melakukan dan melaporkan hasil pemeriksaan batas jantung AUSKULTASI

13 Melakukan teknik pemeriksaan auskultasi dengan benar 14 Mengidentifikasi suara nafas dasar

15 Mengidentifikasi suara nafas tambahan 16 Mengidentifikasi bunyi jantung normal 17 Mengidentifikasi bunyi jantung tambahan

18 Mengidentifikasi dan melaporkan deskripsi bising jantung 19 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

(31)

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN ABDOMEN - EKSTREMITAS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan ABDOMEN

2 Menilai bentuk abdomen, adanya distensi, proyeksi gerakan usus di dinding abdomen, adanya massa/ hernia (diafragma, umbilikal, inguinal)

3 Menilai peristaltik/ bising usus

4 Melakukan perkusi abdomen dan menilai hasil pemeriksaan perkusi abdomen

5 Melakukan perkusi untuk pemeriksaan liver span

6 Melakukan pemeriksaan turgor 7 Melakukan palpasi hati

8 Melakukan palpasi lien 9 Melakukan palpasi ginjal

EKSTREMITAS

10 Menilai adanya deformitas tulang ekstremitas 11 Menilai adanya anemia

12 Menilai adanya ikterus 13 Menilai edema

14 Menilai adanya clubbing fingers

15 Memeriksa pengisian kapiler

16 Melakukan pemeriksaan pulsasi arteria dorsalis pedis 17 Mencuci tangan setelah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

(32)

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG

No. Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi 2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan

penghisap

3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan 4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga

ke proc. Xiphoideus 5. Tandai dengan plester

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9 %

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung

9. Memasang semprit pada pangkal sonde

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan semprit dan didengarkan diatas daerah lambung dengan stetoskop

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air bersih

12. Sonde difiksasi dengan plester JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

(33)

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMASANGAN REKTAL TUBE

No. Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Anak tidur telentang atau miring 2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate 4. Ujung tube diberi vaselin

5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air 6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm 7. Tube difiksasi dengan plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

14

(34)

INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER

Dian Ariningrum*, Jarot Subandono*, Djoko Hadiwidodo

#

, Sri Mulyani

@

, Heni

Hastuti

@

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler ini mahasiswa diharapkan mampu :

1. Mengetahui bermacam-macam teknik injeksi dan indikasinya. 2. Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar.

3. Melakukan injeksi intravena dengan benar. 4. Melakukan injeksi subkutan dengan benar. 5. Melakukan injeksi Intradermal dengan benar.

6. Mengetahui tindakan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi setelah pemberian injeksi.

7. Mengetahui kegunaan pungsi vena dan kapiler serta menentukan indikasinya. 8. Mengetahui dan menggunakan peralatan untuk pungsi vena dan kapiler. 9. Melakukan pungsi vena dengan benar.

10. Melakukan pungsi kapiler dengan benar.

11. Mengetahui dan melakukan tindakan untuk mengatasi penyulit yang terjadi setelah pungsi vena dan kapiler.

(35)

KETERAMPILAN INJEKSI

(INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)

PENDAHULUAN

Injeksi dan pungsi vena merupakan tindakan medis yang paling sering dilakukan oleh dokter selama prakteknya, sehingga keterampilan Injeksi (intramuskuler, intravena, intrakutan dan subkutan) serta Pungsi Vena adalah keterampilan dengan tingkat kompetensi 4 (mahasiswa harus dapat melakukannya secara mandiri).

Sebelum mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler sebaiknya mahasiswa telah memiliki pengetahuan :

1. Anatomi dan fisiologi kulit, jaringan subkutan, otot dan sistem vaskuler perifer (vena dan kapiler).

2. Farmakologi (golongan obat injeksi, farmakodinamik dan farmakokinetik serta efek samping obat injeksi).

3. Berbagai jenis antikoagulan, mekanisme kerja antikoagulan dan tujuan pemeriksaan darah.

Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat secara injeksi dilakukan bila :

1. Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.

2. Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh asam lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.

3. Obat tidak diabsorpsi oleh usus.

4. Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.

5. Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat anestetikum sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit). 6. Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi

kortikosteroid intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).

(36)

2. Rasa nyeri yang ditimbulkan. 3. Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.

4. Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.

5. Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi dan 6. teknik injeksi tidak tepat.

7. Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan lebih berat dibandingkan pemberian obat per oral.

TEKNIK INJEKSI

Teknik injeksi yang paling sering dilakukan adalah : 1. Injeksi intramuskuler :

Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam 10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.

2. Injeksi subkutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi obat berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal 3. Injeksi intradermal/ intrakutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian

atas, sehingga akan timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.

4. Injeksi intravena :

Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek tercepat, dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena misalnya bermacam-macam antibiotika.

(37)

PERSIAPAN

1. Identifikasi dan Persiapan Pasien :

 Dokter harus selalu menuliskan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat), penghitungan dosis obat dan instruksi cara memberikan obat dalam resep dokter/ rekam medis pasien dengan jelas.

 Sebelum melakukan injeksi, petugas yang akan memberikan suntikan harus selalu mengecek kembali identitas pasien dengan menanyakan secara langsung nama lengkap dan alamat pasien, menanyakan kepada keluarga yang menunggui pasien (bila pasien tidak sadar) atau dengan membaca gelang identitas pasien (bila pasien adalah pasien yang dirawat di rumah sakit) dan mencocokkannya dengan identitas pasien yang harus diberi injeksi.

 Sebelum memberikan obat dan melakukan injeksi, dokter harus selalu menanyakan kepada pasien atau kembali melihat data rekam medis pasien :

1) Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat tertentu.

2) Apakah saat ini pasien dalam keadaan hamil. Beberapa jenis obat mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.

 Berikan privacy kepada pasien, bila injeksi dilakukan di paha atas atau pantat. Lakukan injeksi dalam kamar pemeriksaan.

 Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan. Bangunkan pasien bila sebelumnya pasien dalam keadaan tidur. Bila pasien tidak sadar, berikan penjelasan kepada keluarganya. Bila pasien tidak kooperatif (misalnya anak-anak Gambar 1. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM

(38)

atau pasien dengan gangguan jiwa), mintalah bantuan orang tuanya atau perawat.

 Untuk mengurangi rasa takut pasien, untuk mengalihkan perhatian pasien, selama injeksi ajaklah pasien berbicara atau minta pasien untuk bernafas dalam. 2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan

kontainernya.

- Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat sebelum semua peralatan dan obat siap.

- Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat dan label obat harus selalu dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat), dan dicocokkan dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada pasien (gambar 2).

- Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca dengan jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada obat (bergumpal, mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain). - Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai.

Obat dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan catatan-catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah dilarutkan dan kepekaan obat terhadap cahaya.

- Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek samping) dari pemberian obat.

- Obat tidak boleh disuntikkan bila :

1)

Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia dengan instruksi dokter.

2)

Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas pasien dalam lembar instruksi injeksi.

3)

Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.

(39)

Gambar 2. Cek tanggal kadaluwarsa obat yang akan disuntikkan

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN UNTUK INJEKSI

Penggunaan alat-alat yang tepat akan memudahkan pelaksana injeksi serta meminimalkan ketidaknyamanan dan efek samping bagi pasien.

1. Kapas dan alkohol 70% 2. Sarung tangan

3. Obat yang akan diinjeksikan 4. Jarum steril disposable

Bagian-bagian jarum yaitu : (gambar 3)

- Lumen jarum (ruang di bagian dalam jarum di mana obat mengalir). - Bevel (bagian jarum yang tajam/ menusuk kulit).

- Kanula (shaft, bagian batang jarum).

Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien. Kesalahan pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.

(40)

- Hub (bagian jarum yang berhubungan dengan adapter dari spuit).

Gambar 3. Bagian-bagian Jarum

Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum tergantung pada teknik pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung pada viskositas obat yang disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar angka, makin kecil diameter jarum (gambar 4). Jarum berukuran kecil dipergunakan untuk obat yang encer atau cair, sementara jarum diameter besar dipergunakan untuk obat yang kental.

(41)

5. Spuit steril disposable

Gambar 5. Bagian-bagian spuit

Spuit terdiri dari bagian-bagian : (gambar 5) - Tutup spuit (cap)

- Jarum - Adapter

- Barrel : di dinding barrel terdapat skala 0.01, 0.1, 0.2 atau 1 mL (gambar 6) . - Plunger : untuk mendorong obat dalam barrel masuk ke dalam tubuh.

Gambar 6. Variasi Ukuran Spuit

Penyiapan Jarum, Spuit dan Obat untuk Injeksi

1. Tentukan jenis obat dan teknik injeksi yang akan dilakukan. 2. Cuci tangan dengan seksama.

3. Pemilihan jarum :

Bevel Hub

Cap Needle

Barrel

Plunger

(42)

Panjang jarum ditentukan oleh teknik injeksi, sementara ukuran jarum ditentukan oleh jenis obat yang diinjeksikan.

- Injeksi subkutan memerlukan jarum yang pendek. Panjang jarum ½ - 7/8” dengan ukuran jarum 23 – 25.

- Injeksi Intradermal memerlukan jarum yang lebih pendek dibanding jarum untuk injeksi subkutan, yaitu panjang ¼ - ½” dengan ukuran jarum 26.

- Injeksi intramuskuler memerlukan jarum yang lebih panjang, yaitu 1” – 1.5”

dengan ukuran jarum 20 – 22.

4.

Pemilihan spuit :

 Pemilihan ukuran spuit tergantung volume dan viskositas obat yang diinjeksikan. Cek kapasitas spuit, pastikan spuit dapat menampung volume obat.

 Kapasitas spuit dinyatakan dengan mL atau cc (cubic centimeter). Lihat apakah skala pada dinding spuit tertera dengan jelas dan dapat dipergunakan untuk menentukan dosis obat dengan tepat.

 Peralatan untuk injeksi harus steril. Lihat adanya kerusakan fisik pada jarum dan spuit, misalnya segel terbuka, ada tanda karat pada jarum, adanya air dalam spuit dan lain-lain.

5.

Pemasangan jarum pada spuit :

 Keluarkan spuit dari kemasannya.

 Jangan menyentuh bagian steril dari spuit, yaitu bagian adapter dan batang

plunger, karena bagian-bagian tersebut akan berkontak dengan jarum dan bagian dalam barrel. Kontaminasi bagian-bagian tersebut berpotensi menularkan infeksi kepada pasien.

 Segel karet (rubber stopper) di dalam barrel dilihat apakah menempel erat pada puncak plunger sehingga tidak terlepas waktu plunger digerakkan, dan cukup rapat menutup diameter barrel sehingga tidak ada cairan obat yang merembes keluar.

(43)

Tabel 1. Perbandingan Teknik Injeksi Intradermal, Subkutan dan Intramuskuler

Route Jumlah

obat Lokasi injeksi Sudut Spuit

Ukuran

 Kemasan jarum disobek di bagian pangkal jarum sehingga pangkal jarum keluar. Dikeluarkan dari kemasan dengan memegang tutup jarum, hindarkan memegang bagian hub jarum.

 Tutup adapter spuit dibuka dan pasangkan hub jarum ke adapter spuit. Kencangkan jarum dengan memutarnya ke kanan (seperempat putaran), pastikan jarum telah cukup kencang pada spuit.

 Tutup jarum dibuka. Dilihat apakah jarum lurus, ujung jarum rata dan runcing, serta tidak ada karat di permukaan jarum.

6. Aspirasi obat dari dalam vial :

- Buka logam penutup karet vial. Bersihkan tutup karet vial dengan kapas alkohol, biarkan mengering.

- Tusukkan jarum sampai ujung jarum melewati tutup karet, bevel jarum menghadap ke atas. Bagian hub jarum jangan menyentuh tutup karet.

(44)

Gambar 7. Cara Mengaspirasi Obat dari dalam Botol Vial

- Jika obat masih berupa serbuk, obat harus dilarutkan lebih dulu dengan pelarutnya dan dikocok hingga obat benar-benar terlarut dengan sempurna. Jumlah pelarut sesuai dengan instruksi pabrik. Prosedur mengaspirasi pelarut sama dengan prosedur aspirasi obat yang sudah berbentuk larutan.

- Setelah obat terlarut sempurna, ganti jarum pada spuit dengan jarum baru, dan aspirasi larutan seperti cara di atas.

- Setelah obat diaspirasi sesuai keperluan, tarik spuit keluar vial. Cek apakah jumlah obat yang diaspirasi sudah sesuai dosis + 0.2 mL.

7. Aspirasi obat dari dalam ampul :

- Kibaskan atau ketuk-ketuk bagian atas ampul supaya cairan obat yang terjebak di leher dan bagian atas ampul turun ke bawah (gambar 8).

(45)

- Pegang bagian bawah dan atas ampul dengan kedua tangan dan patahkan leher ampul (gambar 9).

Gambar 9. Mematahkan Leher Ampul

- Lihat larutan obat di dalam ampul, adakah pecahan kaca ampul di dalamnya. Jika ada pecahan kaca, ampul harus dibuang.

- Aspirasi larutan obat dari dalam ampul menggunakan spuit yang sudah disiapkan dengan cara (a) ampul dipegang dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan spuit yang dipegang dengan tangan kanan, atau (b) letakkan ampul di meja yang datar, pegang ampul dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan spuit yang dipegang dengan tangan kanan. Sembari diaspirasi, jarum harus berada di bawah permukaan cairan (gambar 10a dan 10b).

- Obat diaspirasi sesuai dosis yang diperlukan, ditambah 0.2 mL.

- Keluarkan spuit dari ampul, dan lihat apakah volume obat sudah sesuai dosis.

8. Menghilangkan gelembung udara dari dalam spuit

 Pegang jarum dengan posisi seperti gambar 11 di samping, lubang jarum menghadap ke atas.

Gambar 10. Aspirasi Obat dari dalam Spuit.

(46)

 Tarik plunger perlahan, supaya cairan obat dalam batang jarum masuk ke dalam barrel.

 Ketuk-ketuk barrel perlahan supaya gelembung udara naik ke permukaan cairan.  Dorong plunger perlahan, sehingga cairan obat naik sampai hub jarum dan

gelembung udara keluar dari lubang jarum.

 Dorong plunger sampai sejumlah kecil cairan obat ( 0.2 mL) terbuang.  Cek kembali ketepatan dosis obat.

 Obat siap diinjeksikan.

Gambar 11. Menghilangkan Gelembung Udara dari dalam Spuit

INJEKSI INTRAMUSKULER

(47)

Lokasi injeksi

Panjang jarum yang digunakan biasanya 1-1.5” dengan ukuran jarum 20-22. Tempat yang dipilih adalah tempat yang jauh dari arteri, vena dan nervus, misalnya :

1. Regio Gluteus (gambar 12)

 Jika volume obat lebih dari 1 mL, biasanya dipilih daerah gluteus karena otot-otot di daerah gluteus tebal sehingga mengurangi rasa sakit dan kaya vaskularisasi sehingga absorpsi lebih baik.

 Volume obat yang diinjeksikan maksimal 5 mL. Jika volume obat lebih dari 5 mL, maka dosis obat dibagi 2 kali injeksi.

 Penentuan lokasi injeksi harus ditentukan secara tepat untuk menghindarkan trauma dan kerusakan ireversibel terhadap tulang, pembuluh darah besar dan nervus sciaticus, yaitu di kuadran superior lateral gluteus.

 Posisi pasien paling baik adalah berbaring tengkurap dengan regio gluteus terpapar.

 Paling mudah dilakukan, namun angka terjadi komplikasi paling tinggi.  Hati-hati terhadap nervus sciaticus dan arteri glutea superior.

(48)

2. Regio superior lateral femur

 Yang diinjeksi adalah m. vastus lateralis, salah satu otot dari 4 otot dalam kelompok quadriceps femoris, berada di regio superior lateral femur. Titik injeksi kurang lebih berada di antara 5 jari di atas lutut sampai 5 jari di bawah lipatan inguinal.

 Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

 Meski di area ini tidak ada pembuluh darah besar atau syaraf utama, kadang dapat terjadi trauma pada nervus cutaneus femoralis lateralis superficialis.

 Jangan melakukan injeksi terlalu dekat dengan lutut atau inguinal.

 Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk bayi kurang lebih 1 mL).

 Merupakan area injeksi intramuskuler pilihan pada bayi baru lahir (pada bayi baru lahir jangan melakukan injeksi intramuskuler di gluteus, karena otot-otot regio gluteus belum sempurna sehingga absorpsi obat kurang baik dan risiko trauma nervus sciaticus mengakibatkan paralisis ekstremitas bawah.

 Posisi pasien dalam keadaan duduk atau berdiri dengan bagian kontralateral tubuh ditopang secara stabil.

(49)

3. Regio femur bagian depan

 Yang diinjeksi adalah m. rectus femoris. Pada orang dewasa terletak pada regio femur 1/3 medial anterior.

 Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

 Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk bayi kurang lebih 1 mL).

 Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa ke mana-mana.

4. Regio deltoid

 Pasien dalam posisi duduk. Lokasi injeksi biasanya di pertengahan regio deltoid, 3 jari di bawah sendi bahu (gambar 14). Luas area suntikan paling sempit dibandingkan regio yang lain.

 Indikasi injeksi intramuskuler antara lain untuk menyuntikkan antibiotik, analgetik, anti vomitus dan sebagainya.

 Volume obat yang diinjeksikan maksimal 1 mL.

 Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis. Hal ini terjadi apabila kita menyuntik lebih jauh ke bawah daripada yang seharusnya.

 Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

(50)

Prosedur injeksi intramuskuler

 Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah ditusukkan bila kulit teregang. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu mengurangi sensitivitas ujung-ujung saraf di permukaan kulit.

 Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan (gambar 15).

Gambar 15. Cara memegang spuit untuk injeksi intramuskuler

 Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot dengan jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, bevel jarum menghadap ke atas (gambar 16).

Gambar 16. Injeksi intramuskuler. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit

(51)

Gambar 17. Lakukan aspirasi

 Injeksikan obat dengan ibu jari tangan kanan mendorong plunger perlahan-lahan, jari telunjuk dan jari tengah menjepit barrel tepat di bawah kait plunger.  Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama

dengan arah masuknya jarum dan masase area injeksi secara sirkuler menggunakan kapas alkohol kurang lebih 5 detik.

 Melakukan kontrol perdarahan.  Pasang plester di atas luka tusuk.

 Lakukan observasi terhadap pasien beberapa saat setelah injeksi.

INJEKSI SUBKUTAN

Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit (subkutis). Obat yang diinjeksikan secara subkutan biasanya adalah obat yang kecepatan absorpsinya dikehendaki lebih lambat dibandingkan injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan

Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena obat yang seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak subkutan dapat menjadi emboli yang berbahaya bila masuk ke dalam pembuluh darah.

Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot, karena sisa obat dalam spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat jarum ditarik keluar.

(52)

bertahan lebih lama. Obat yang diinjeksikan secara subkutan harus obat-obat yang dapat diabsorpsi dengan sempurna supaya tidak menimbulkan iritasi jaringan lemak subkutan. Indikasi injeksi subkutan antara lain untuk menyuntikkan adrenalin pada shock anafilaktik, atau untuk obat-obat yang diharapkan mempunyai efek sistemik lama, misalnya insulin pada penderita diabetes.

Injeksi subkutan dapat dilakukan di hampir seluruh area tubuh, tetapi tempat yang dipilih biasanya di sebelah lateral lengan bagian atas (deltoid), di permukaan anterior paha (vastus lateralis) atau di pantat (gluteus). Area deltoid dipilih bila volume obat yang diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0 mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari itu (sampai maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area vastus lateralis.

Cara melakukan injeksi subkutan adalah : a. Pilih area injeksi.

b. Sterilkan area injeksi dengan kapas alkohol 70% dengan gerakan memutar dari pusat ke tepi. Buka tutup jarum dengan menariknya lurus ke depan (supaya jarum tidak bengkok), letakkan tutup jarum pada tray/ tempat yang datar.

c. Stabilkan area injeksi dengan mencubit kulit di sekitar tempat injeksi dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri (jangan menyentuh tempat injeksi).

d. Pegang spuit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

(53)

f. Lepaskan cubitan dengan tetap menstabilkan posisi spuit.

Gambar 17. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit

g. Aspirasi untuk mengetahui apakah ujung jarum masuk ke dalam pembuluh darah atau tidak.

h. Injeksikan obat dengan menekan plunger dengan ibu jari perlahan dan stabil, karena injeksi yang terlalu cepat akan menimbulkan rasa nyeri.

i. Tarik jarum keluar tetap dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit. Letakkan

kapas alkohol di atas bekas tusukan.

j. Berikan masase perlahan di atas area suntikan untuk membantu merapatkan kembali jaringan bekas suntikan dan meratakan obat sehingga lebih cepat diabsorpsi.

INJEKSI INTRADERMAL

Pada injeksi Intradermal, obat disuntikkan ke dalam lapisan atas dari kulit. Teknik injeksi Intradermal sering merupakan bagian dari prosedur diagnostik, misalnya tes tuberkulin, atau tes alergi (skin test), di mana biasanya hanya disuntikkan sejumlah kecil obat sebelum diberikan dalam dosis yang lebih besar dengan teknik lain (misal : diinjeksikan 0.1 mL antibiotik secara Intradermal untuk skin test sebelum diberikan dosis lebih besar secara intravena).

(54)

Gambar 18. Lapisan-lapisan kulit.

Panjang jarum yang dipilih adalah ¼ - 1/2” dan spuit ukuran 26. Biasanya yang sesuai ukuran itu adalah spuit tuberkulin atau spuit insulin. Tempat injeksi yang dipilih biasanya bagian medial/ volair dari regio antebrachii.

Prosedur injeksi Intradermal :

a. Posisi pasien : pasien duduk dengan siku kanan difleksikan, telapak tangan pada posisi supinasi, sehingga permukaan volair regio antebrachii terekspos.

b. Tentukan area injeksi.

c. Lakukan sterilisasi area injeksi dengan kapas alkohol.

(55)

e. Pegang spuit dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas. Jangan menempatkan ibu jari atau jari lain di bawah spuit karena akan menyebabkan sudut jarum lebih dari 150 sehingga ujung jarum di bawah dermis.

f. Jarum ditusukkan membentuk sudut 150 terhadap permukaan kulit, menelusuri

epidermis. Tanda bahwa ujung jarum tetap berada dalam dermis adalah terasa sedikit tahanan. Bila tidak terasa adanya tahanan, berarti insersi terlalu dalam, tariklah jarum sedikit ke arah luar.

g. Obat diinjeksikan, seharusnya muncul indurasi kulit, yang menunjukkan bahwa obat berada di antara jaringan intradermal.

h. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama dengan arah masuknya jarum.

i. Jika tidak terjadi indurasi, ulangi prosedur injeksi di sisi yang lain.

j. Pasien diinstruksikan untuk tidak menggosok, menggaruk atau mencuci/ membasahi area injeksi.

k. Tes tuberkulin : pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam untuk dilakukan evaluasi hasil tes tuberkulin.

l.

Skin test/ allergy test : reaksi akan muncul dalam beberapa menit, berupa kemerah-merahan pada kulit di sekitar tempat injeksi

.

(56)

Gambar 24. Indurasi kulit setelah injeksi intradermal

 Tanda bahwa injeksi intradermal berhasil adalah terasa sedikit tahanan saat jarum dimasukkan dan menelusuri dermis serta terjadinya indurasi kulit sesudahnya.

INJEKSI INTRAVENA

Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit. Injeksi intravena dapat dilakukan secara :

1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah menggunakan spuit perlahan-lahan.

2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus dalam waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang diberikan secara intermiten).

3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.

(57)

Gambar 21. Pemasangan torniket

Prosedur injeksi intravena

 Tidak boleh ada gelembung udara di dalam spuit. Partikel obat benar-benar harus

terlarut sempurna.

 Melakukan pemasangan torniket 2 – 3 inchi di atas vena tempat injeksi akan

dilakukan (gambar 25).

 Melakukan desinfeksi lokasi pungsi secara sirkuler, dari dalam ke arah luar dengan

alkohol 70%, biarkan mengering.  Cara melakukan injeksi intravena :

 Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

 Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300 terhadap permukaan kulit ke arah

proksimal sehingga obat yang disuntikkan tidak akan mengakibatkan turbulensi ataupun pengkristalan di lokasi suntikan.

 Lakukan aspirasi percobaan.

1) Bila tidak ada darah, berarti ujung jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Anda boleh melakukan probing dan mencari venanya, selama tidak terjadi hematom. Pendapat yang lain menganjurkan untuk mencabut jarum dan mengulang prosedur.

2) Bila darah mengalir masuk ke dalam spuit, berwarna merah terang, sedikit berbuih, dan memiliki tekanan, berarti tusukan terlalu dalam dan ujung jarum masuk ke dalam lumen arteri. Segera tarik jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.

(58)

 Setelah terlihat darah memasuki spuit, lepaskan torniket dengan hati-hati (supaya tidak menggeser ujung jarum dalam vena) dan tekan plunger dengan sangat perlahan sehingga isi spuit memasuki pembuluh darah.

 Setelah semua obat masuk ke dalam pembuluh darah pasien, tarik jarum keluar sesuai dengan arah masuknya.

 Tekan lokasi tusukan dengan kapas kering sampai tidak lagi mengeluarkan darah, kemudian pasang plester.

Gambar 26. Injeksi Intravena

 Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang :

 Tidak perlu memasang torniket.

 Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas alkohol 70%, tunggu mengering.

 Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat perlahan.

 Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum keluar. Lihat apakah terjadi kebocoran pada karet jalur intravena.

 Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur tetesan infus selama 30-60 detik untuk membilas selang jalur intravena dari obat.

 Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat perlahan, yaitu minimal dalam 50-70 detik, supaya kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat.

(59)

OBSERVASI SETELAH INJEKSI

Setelah injeksi harus selalu dilakukan observasi terhadap pasien. Lama observasi bervariasi tergantung kondisi pasien dan jenis obat yang diberikan. Observasi dilakukan terhadap :

- Munculnya efek yang diharapkan, misalnya hilangnya nyeri setelah suntikan analgetik.

- Reaksi spesifik, misalnya timbulnya indurasi kulit dan hiperemia setelah skin test. - Komplikasi dari obat yang disuntikkan, misalnya terjadinya diare setelah injeksi

ampicillin.

KETERAMPILAN PUNGSI VENA DAN KAPILER

PENDAHULUAN

Pungsi vena dan kapiler merupakan bagian dari prosedur diagnostik, yaitu mengambil darah pasien untuk keperluan pemeriksaan laboratorium. Untuk itu dokter harus mengetahui tujuan dilakukan pemeriksaan laboratorium tersebut sehingga dapat melakukan pengambilan sampel darah secara tepat. Kesalahan dalam persiapan pasien dan pengambilan sampel (pemilihan antikoagulan, teknik pengambilan sampel, volume darah yang diambil, pemilihan kontainer dan pengiriman sampel darah ke laboratorium) sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan pasien.

Di setiap ruang praktek dokter, ruang injeksi di rumah sakit atau dalam

tray alat-alat injeksi harus

tersedia peralatan dan obat-obat

emergensi untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin

terjadi pasca injeksi,

misalnya shock anafilaktik atau cardiac arrest.

Obat darurat yang harus disediakan adalah adrenalin 1:1000

Gambar

Gambar 2. Cek tanggal kadaluwarsa obat yang  akan disuntikkan
Gambar 3. Bagian-bagian Jarum
Gambar 5. Bagian-bagian spuit
Gambar 8. Mengetuk Bagian Atas Ampul
+7

Referensi

Dokumen terkait

gelombang elastik yang dapat didengar oleh telinga Bahan yang digunakan adalah 36 buah durian manusia yaitu memiliki frekuensi 20 hertz sampai 20 matang dan belum

Keluhan lain yang menyertai sesak napas ialah batuk, mengi, perut membesar, pernah sakit sendi yang berpindah, demam, sakit dada, sianosis dan apakah ada riwayat tersedak..

Pada saat ini dunia konstruksi telah berkembang pesat, kemajuan teknologi memungkinkan banyak bahan konstruksi baru yang dapat diciptakan. Hal ini juga memungkinkan pengembangan

Apabila admin memilih untuk menambah gejala penyakit baru, maka sistem akan menanyakan jenis penyakit mana gejala baru tersebut akan ditambahkan. Karena, penambahan gejala ini

Apabila admin memilih untuk menambah gejala penyakit baru, maka sistem akan menanyakan jenis penyakit mana gejala baru tersebut akan ditambahkan. Karena, penambahan gejala ini

Merupakan material baru yang makin diminati, bahan ini dapat dibuat dengan bermacam bentangan (panjang atau lebar atap), bahan yang bila dirancang dengan benar, akan

Dalam pemeriksaan fisik pada bayi dan anak ini beda sama orang dewasa seperti posisi untuk  berbagai bagian pemeriksaan selama masa bayi dan masa anak-anak awal tidak harus

- Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE?. - Dengan pinhole responden dapat melanjutkan