• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Regulasi Penyiaran di RCTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Regulasi Penyiaran di RCTI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI REGULASI PENYIARAN DI RCTI MELALUI PROGRAM MUSIK “DAHSYAT”

Disusun Oleh : Wulan Muhariani Ferry Fajrin Zubdiarto

Fika Meity Sari

Sosiologi Media Dan Komunikasi Sabtu 09:30 WIB M-407

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Fokus Penelitian...5

1.3 Penelitian...5

1.4 Manfaat Penelitian...6

1.4.1 Manfaat Teoritis...6

1.4.2 Manfaat Praktis...6

1.4.3 Manfaat Sosial...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penyiaran...7

2.2 Deregulasi Penyiaran Indonesia...7

2.3 Penyiaran Masa Kini...8

2.4 Variabel Regulasi Penyiaran...9

2.4.1 Struktural...10

2.4.2 Tingkah Laku...11

2.4.3 Muatan/Isi...11

2.5 Ekonomi Politik Media...11

2.6 Regulasi Penyiaran Publik...13

2.7 Teori Regulasi Media Penyiaran...14

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 3.1 Tentang Acara Televisi Dahyat...17

3.2 Sekilas Tentang Dahsyat Awards...19.

3.3 Sekilas Tentang Penonton Dahsyat Dahsyat...19

(3)

4.2 Hasil Penelitian...22

4.3 Analisa Kelompok...36

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan...39

5.2 Saran...40

DAFTAR PUSTAKA...55

DAFTAR ISI TAMBAHAN

Diagram

2.1 Diagram Variabel Regulasi Penyiaran...10

Gambar

2.1 Logo Program Dahsyat RCTI...18

Tabel

4.1 Daftar Teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)...22

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dengan siaran televisi, hasil survey Perusahaan riset global TNS menyatakan bahwa mayoritas 93% masyarakat Indonesia duduk menonton televisi setiap hari. Selain itu, ada juga kebiasaan 78%

masyarakat Indonesia yang menonton televisi sembari makan di malam hari.1

Meskipun kini masyarakat dihidangkan alternatif hiburan, televisi masih menjadi pilihat utama yang mengisi ruang hiburan keluarga. Mayoritas masyarakat masih memilih televisi sebagai sumber utama informasi dan hiburan. Hasil jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Kompas menunjukkan lebih dari 80 persen responden yang mengaku rutin menikmati tayangan televisi setiap hari. Sebagian responden mengaku setiap hari menghabiskan waktu 1 sampai 5 jam untuk menonton televisi.

Perkembangan program tayangan televisi berkembang pesat seiring menumbuhnya industri penyiaran televisi di Indonesia, yang dulunya hanya ada kurang dari sepuluh stasiun televisi di Indonesia, sekarang jumlah ini mencapai ratusan dan disinyalir akan terus bertambah. Pihak-pihak stasiun tv pun berlomba-lomba menyiarkan tayangan yang dapat menarik hati masyarakat sehingga ratingnya naik dan banyak pengiklan yang mau beriklan di stasiun televisi tersebut.

Menurut data yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), saat ini stasiun televisi yang memiliki izin siar di Indonesia berjumlah lebih dari 200 stasiun televisi. Dari jumlah tersebut, tak kurang dari 70 stasiun televisi tergabung dalam Asosiasi Televisi Lokal Indonesia. Sepanjang periode tahun 2006-2011, sebanyak 240 izin penyiaran yang diterbitkan oleh pemerintah. Puncak dari pertumbuhan televisi lokal berlangsung tahun 2011.

Sayangnya dengan banyaknya stasiun televisi yang ada saat ini berbanding terbalik dengan kualitas tayangan yang disiarkan. Secara tidak langsung tayangan televisi dapat memengaruhi perilaku masyarakat, seperti anak yang menjadi pemarah dan sering memukul temannya diperkirakan menonton televisi yang berisi dengan

1

(5)

kekerasan, atau orang yang mencuri karena terinspirasi oleh tindakan kriminal yang disiarkan oleh televisi. Hasil Survei Indeks Kualitas Program Televisi yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2015 menyatakan bahwa kualitas program televisi belum ada perbaikan. 2

Dalam survei ini, KPI telah menetapkan indikator-indikator dengan rujukan tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Indikator tersebut adalah, membentuk watak, idetitas dan jatidiri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, menghormati keberagaman, menghormati orang dan kelompok tertentu. Selain itu, masih merujuk pada undang-undang yang sama, indikator yang ditetapkan oleh KPI adalah program tayangan tidak memuat kekerasan, tidak bermuatan seksual dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural. Berdasarkan indikator yang merujuk pada regulasi penyiaran tersebut, survei periode Mei-Juni 2015 ini masih menunjukkan rendahnya kualitas dari program infotainment, variety show, dan sinetron, yakni di kisaran angka indeks 2,37 hingga 2,71. Perolehan itu, jauh dari standar baik yang ditetapkan KPI, yakni angka indeks 4.

Banyaknya program televisi saat ini seolah sudah tidak menjunjung tinggi lagi budaya dan norma-norma yang berlaku serta tidak mengindahkan undang-undang yang telah ditetapkan, masih saja tayangan yang memperlihatkan kekerasan, seksual, dan tidak mendidik sehingga secara tidak sadar menumbuhkan budaya negatif di masyarakat. Selain itu, stasiun televisi tersebut tidak murni menyajikan tayangan untuk kepentingan penonton belaka, melainkan dijadikan komoditas bisnis yang menguntungkan pemilkiknya, dengan karakteristik: pertama, mengandalkan iklan sebagai sumber pemasukan dana terbesar. Kedua, banyaknya stasiun televisi tidak memperbaiki materi penayangan. Ketiga, mengutamakan kepentingan pribadi (pemilik stasiun televisi yang bersangkutan) dibandingkan kepentingan masyarakat umum. 3

2

http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalam-negeri/32892-survei-kpi-periode-mei-juni-2015-kualitas-program-televisi-belum-ada-perbaikan

3

(6)

Di dalam etika penyiaran, di Bab II Pasal 6 menyatakan bahwa pedoman perilaku penyiaran ditentukan standar isi yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan kesopanan dan kesusilaan, pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadism, serta penggolongan program menurut usia khalayak.4 Namun realitasnya kebanyakan dari acara televisi menayangkan acara yang menyisipkan kekerasan, adegan pacaran, tidak hormat terhadap yang lebih tua, pertengkaran, gaya hidup yang berlebihan dan dampak negatif lainnya.

Mulai tahun 2008 stasiun televisi di Indonesia dihiasi oleh acara-acara musik yang pada akhirnya menjadi variety show seperti Dahsyat di RCTI, Inbox di SCTV, Mantap-Klik di ANTV, Hizteria di Indosiar, On The Spot di Trans 7, Derings di Trans TV dan lain sebagainya. Acara-acara ini seperti kamuflase dari berita gosip, mengumbar aib, menjelek-jelekkan orang, dan tindakan-tindakan yang tidak pantas disaksikan lainnya dengan berkedok program musik. Kini, program yang masih bertahan adalah Dahsyat RCTI dan Inbox SCTV karena kedua program tersebut mempertaruhkan citranya demi terus tayang dan mendapatkan iklan serta rating yang bagus dengan memasukkan program-program yang jauh dari aktivitas musik.

Peneliti telah melakukan pra-observasi dan tertarik meneliti kasus acara

―Dahsyat‖ di RCTI dan peneliti tertarik menelaah lebih lanjut mengapa siaran TV

Dahsyat sering mendapatkan teguran dari KPI serta sering mendapat kritik dari pengamat, artis, maupun kritikus, bahkan acara ini sempat berhenti sementara pada tahun 2013 akibat sanksi dari KPI.

Teguran yang baru saja dikeluarkan KPI untuk program musik Dahsyat dikeluarkan pada tanggal 9 September 2015. KPI melayangkan surat teguran kepada program music Dahsyat yang dinilai tidak memperhatikan norma kesopanan dan perlindungan anak pada tayangan edisi 16 Agustus 2015 lalu. Teguran ini dilandasi atas dasar kewenangan, tugas, dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis.

Sebagaimana dilansir situs kpi.go.id, Kamis (9/9/2015) program Dahsyat yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 26 Agustus 2015 pukul 08.49 WIB

4

(7)

dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan serta perlindungan anak-anak dan remaja sebagaimana yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012. Program tersebut menayangkan adegan para host memasukkan secara paksa makanan ke dalam mulut host lain. KPI Pusat menilai perilaku demikian berbahaya dan tidak pantas ditayangkan karena bertentangan dengan norma kesopanan dan berpotensi ditiru oleh khalayak yang menonton, terutama remaja. Hal tersebut telah diatur dalam SPS KPI Tahun 2012 Pasal 9 tentang norma kesopanan serta Pasal 15 Ayat (1) tentang perlindungan anak-anak dan remaja.

Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan memberikan peringatan agar pihak Dahyat lebih memperhatikan norma kesopanan yang berlaku dalam masyarakat serta aspek perlindungan anak-anak dan remaja pada setiap program. Dahsyat diminta melakukan evaluasi internal dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012

sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.5

Peneliti mengharapkan makalah ini dapat memberikan masukan kepada pihak RCTI mengenai tayangan program musik Dahsyat dan program-program lainnya. Selain itu peneliti mengharapkan makalah ini dapat digunakan bagi stasiun televisi dan program musik lainnya.

Makalah ini dilakukan penulis berdasarkan pada teori ‗media regulation‘ yang

dikemukakan oleh Mike Feintuck. Teori ini mengatakan justifikasi penyusunan regulasi penyiaran dan di dalam teori ini peneliti juga akan menjelaskan regulasi penayangan TV di Indonesia melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membahas judul makalah sebagai berikut:

Implementasi Regulasi Penyiaran di Indonesia dan Realitasnya (Studi Kasus: Teguran Program Dahsyat RCTI Periode 2015)”.

5

(8)

1.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam makalah ini hanya pada permasalahan teguran yang dikeluarkan oleh KPI kepada program musik Dahsyat RCTI tahun 2015. Fokus makalah ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:

―Bagaimana implementasi regulasi penyiaran di RCTI melalui program musik Dahsyat?‖

1.3. Penelitian

Tujuan dari penelitian ini berdasarkan dengan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut:

―Untuk mengetahui implementasi regulasi penyiaran di RCTI melalui program musik Dahsyat?‖

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua, manfaat teoritis dan manfaat praktis dengan uraian sebagai berikut :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

dalam pengembangan ilmu komunikasi khususnya media regulation. Selain itu

penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya, khususnya bagi penelitian yang memiliki kasus sejenis.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk RCTI dan KPI, khususnya dalam implementasi regulasi penyiaran TV di Indonesia.

1.4.3. Manfaat Sosial

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyiaran

Penyiaran merupakan dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat. Tak hanya dapat dinikmati sebagai tontonan atau didengarkan, penyiaran merupakan lahan bisnis yang menggiurkan dan bisa mencapai keuntungan yang besar jika program yang disiarkan dinikmati khalayak. Aktivitas penyiaran tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi, tetapi ia juga memilki peran sosial yang tinggi sebagai

medium komunikasi.6

Penyiaran adalah aktivitas pemancarluasan siaran melalui frekuensi publik agar khalayak dapat menerima pesan yang bersifat masal. Untuk itu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya penyiaran. Kelima syarat itu jika diurut berdasarkan apa yang pertama kali harus diadakan adalah sebagai berikut:7

1. Harus tersedia spektrum frekuensi radio

2. Harus ada sarana pemancaran/transmisi

3. Harus adanya siaran (program/acara)

4. Harus adanya perangkat penerima siaran (receiver)

5. Harus dapat diterima secara serentak/bersamaan

2.2 Deregulasi Penyiaran Indonesia

Tayangan televisi di Indonesia berkembang begitu pesat oleh industri pertelevisian, di samping peraturannya yang condong berpihak kepada industri. Setiap stasiun televisi berlomba menampilkan acara dengan rating terbaik agar dapat menarik iklan dan rating.

Menurut Sen & Hill, televisi pada masa kini tidak hanya berfungsi sebagai medium melihat penyebaran program, namun televisi pada masa kini juga bisa

6

Tommy, Suprapto. Berkarir di Bidang Broadcasting, Yogyakarta: Media Pressindo. 2006 Hal 2

7

(10)

berfungsi sebagai piranti sistem jaringan kabel, video game, dan layar komputer. Ketika terjadi keruntuhan monopoli oleh pemerintah di Indonesia merupakan tren internasional pada tahun 1980-an. Dalam jumlah pesawat dan kebiasaan menonton orang Indonesia.8

Terjadi peningkatan yang besar dalam belanja iklan menyusul berdirinya jaringan televisi swasta tersebut. Hingga sampai saat ini media penyiaran swasta Indonesia telah mencapai lebih dari 10 stasiun televisi swasta, dimana satu sama lain memiliki afiliasi bergabung dengan group perusahaan-pereusahaan besar, satu sama lain saling berkaitan, dan memiliki tujuan serta kepentingan masing-masing, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemilik.

Selama dekade ini jumlah pesawat televisi bertambah 6-8 kali lipat. Data biro pusat statistik menunjukkan secara konsisten bahwa pada akhir 1980-an, lebih banyak orang Indonesia menyaksikan televisi secara rutin disbanding membaca koran atau membaca majalah dan mendengarkan radio. Pada akhir tahun 1987 pemerintah mengumumkan untuk mencoba sebuah saluran swasta uang didanai oleh iklan. Perkembangan ekonomi Indonesia sejak akhir 1980-an telah meletakkan dasar-dasar keuangan bagi televisi komersial semacam itu, yang akan memperoleh dananya dari iklan.9

2.3. Penyiaran Masa Kini

Feintuck menjelaskan seiring dengan bergulirnya waktu dan perkembangan arus informasi yang semakin deras. Dibutuhkan suatu badan pengawas yang mengontrol (control mechanism), karena demokrasi menghendaki adanya sesuatu yang menjamin keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. 10

8

Muhammad, Mufid. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Jakarta: Kencana. 2007 hal 68

9 Ibid

(11)

Hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah limitasi keberagaman

(diversity) sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieskploitasi atas nama keberagaman. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Terdapat beberapa indikator, diantartanya adalah membentuk watak, identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, menghormati keberagaman, menghormati orang dan kelompok tertentu. Selain itu, masih merujuk pada undang-undang yang sama, indikator yang ditetapkan oleh KPI adalah program tayangan tidak memuat kekerasan, tidak bermuatan seksual dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural.

Dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal, yakni struktur, tingkah laku, dan isi. Regulasi struktur (structural regulation) berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku (behavioral regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi (content regulation) berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan.11

2.4. Variabel Regulasi Penyiaran

Dalam konteks diversitas politik dan kultural, regulasi penyiaran juga harus berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik (public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang bersifat paternalistik. Berkaitan dengan tema yang telah disampaikan sebelumnya pada BAB I di dalam Pendahuluan, kami menarik beberapa variabel yang bisa dijadikan variabel bebas dan variabel terikat. Hal ini bisa dilihat dari diagram di bawah ini:

11

Ibid hal. 70

Struktural (structure)

Tingkah laku (behavioral)

Isi (content)

(12)

Diagram 2.1.

Diagram Variabel Regulasi Penyiaran

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi apakah terjadi pelanggaran penyiaran televisi, atau dengan kata lain apakah sudah sesuai dengan regulasi penyiaran, dimana faktor-faktor tersebut bisa dijadikan sebagai variabel-variabel bebas, sedangkan realitas penyiaran sendiri adalah variabel terikat. Sehingga dapat dijadikan dugaan sementara bahwa variabel terikat tersebut memiliki korelasi dengan hasil penyiaran. Implementasi regulasi penyiaran antara realitas dengan idealitas bisa dikatakan telah sesuai ataukah tidak sesuai dengan UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran.

2.4.1. Struktural (structure)

Berisi tentang pola-pola kepemilikan media oleh pasar dan berkaitan dengan kepemilikan media. Struktur pasar lembaga penyiaran di Indonesia menganut sistem oligopolistik, sehingga memungkinkan adanya penggabungan atau media-media penyiaran di Indonesia berafiliasi dengan grup-grup besar, dan media cenderung berperan ganda. Dimana media bukan lagi menjadi publicsphere, dan pembawa perubahan, namun media kini sudah menjadi alat propaganda untuk memuluskan tujuan dari masing-masing pemilik grup media tersebut.

2.4.2. Tingkah laku (Behavioral)

Berisi tentang bagaimana tatalaksana berperilaku dalam media. Dalam hal ini yang diatur dalam regulasi penyiaran adalah sikap atau attitude dari pekerja media penyiaran. Bagaimana menanggapi dan menyikapi suatu issue yang berkembang di

masyarakat dan meenyampaiakan issue tersebut kepada khalayak. Apakah

bertentangan dengan nilai-nila sosial dan budaya atau norma adat yang berlaku di masyarakat. Intinya adalah mengatur tingkah laku baik dari pemilik maupun para pelaku pekerja media.

2.4.3. Muatan/isi (Content)

(13)

pantas atau pun bukan konsumsi untuk anak-anak, begitu juga dengan SU artinya semua usia dapat menonton tayangan dengan kategori tersebut, dan begitu seterusnya. Artinya muatan tayangan pun ditempatkan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku.

2.5. Ekonomi Politik Media

Jika berbicara media saat ini, tidaklah lepas dari ekonomi dan politik karena

tiga hal ini saling berkaitan dan seperti segitiga emas. Istilah ―ekonomi politik‖ diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai ―studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling menguntungkan anatar sumber-sumber produksi, distribusi dan konsumsi, termasuk di dalamnya sumber-sumber yang terkait

dengan komunikasi.‖ 12

Jika bisa diartikan, ekonomi politik media adalah media sebagai institusi politik dan ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayak.

Terdapat tiga entry konsep dalam ekonomi politik media yang menarik untuk

dikaji, yakni ―komodifikasi, yaitu proses pengambilan barang/jasa yang bernilai

dalam pemakaiannya, dan mengubahnya dengan komoditas yang bernilai pada apa yang dapat dihasilkan pasar.‖13

1. Komodifikasi isi

Yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam sistem makna sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang bisa dipasarkan.

2. Komodifikasi khalayak

Yakni proses media menghasilkan khalayak untuk kemudian

menyerahkannya kepada pengiklan. Program-program media misalnya, digunakan untuk menarik khalayak untuk kemudian pada gilirannya perusahaan yang hendak mengakses khalayak tersebut menyerahkan kompensasi material tertentu kepada media.

3. Komoditas sibernetik

12

Vincent, Mosco. The Political Economy of Communication.Sage Publishing. Tahun 1996 hal 30.

13

(14)

Terbagi atas intrinsic commodification, dimana media mempertukarkan rating dan extensive commodification, dimana media memiliki akses untuk menjangkau seluruh kelembagaan sosial.

4. Komodifikasi tenaga kerja

Menggunakan teknologi untuk memperluas prosesnya dalam rangka penghasilan komoditas barang dan jasa.

Menurut Mosco dalam ekonomi politik media ada spatialization, yaitu proses untuk mengatasi perbedaan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Elaborasi Mosco tentang spasialisasi menyangkut pula tentang isu integrasi. Ia membagi integrasi menjadi dua; vertikal dan horizontal. Integrasi vertikal adalah “the concentration of firms within a line of business that extends a company’s control over the process of production”, yang merujuk pada perluasan kontrol produksi. Sedangkan integrasi horizontal lebih didefinisikan; ketika sebuah perusahaan media membeli perusahaan lain yang sejatinya tidak bergerak di bidang media, namun dapat memperbesar perusahaan media tersebut.14

Selain spatialization, Mosco juga mengemukakan hal yang lainnya yang berkaitan dengan ekonomi politik media, yaitu structuration. yaitu ―menyatukan

gagasan dan agensi, proses dan praksis social ke dalam analisis struktural. Mosco sendiri menggarisbawahi bahwa kehidupan sosial itu sendiri secara substansial terdiri atas struktur dan agensi. Karakteristik dari teori ini adalah kekuatan yang diberikan

pada perubahan sosial.‖15

2.6. Regulasi Penyiaran Publik

Setiap Negara memiliki regulasi penyiaran publik, tak terkecuali Indonesia. Penyiaran sudah seharusnya diatur ke dalam regulasi karena menggunakan frekuensi publik maka harus dimaksimalkan sebaik mungkin untuk kepentingan publik itu sendiri.

Eric Barendt (dalam Mendel, 2000) mengelaborasi ciri media penyiaran publik

(public service broadcasting) sebagai media yang tersedia (available) secara

14

Loc.cit hal 141.

15

(15)

geografis, memiliki concern terhadap identitas dan kultur nasional, bersifat independen ,baik dari kepentingan negara maupun kepentingan komersial, memiliki imparsialitas program, memiliki ragam varietas program, dan pembiayaannya

dibebankan kepada pengguna.16

Sendjaja menguraikan fungsi sosial media penyiaran publik yang signifikan, yaitu sebagai pengawas sosial (social surveillance), korelasi sosial (social correlation), dan sosialiasi (socializitation).17

Pengawas sosial merujuk kepada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang objektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkunan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Korelasi sosial merujuk kepada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan lainnya dengan tujuan untuk mencapai konsensus. Terakhir adalah sosialisasi yang merajuk kepada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

Pada awalnya media dibentuk menjadi bagian integral dari public sphere, tetapi kemudian dikomersialkan menjadi komoditas (commodified) melalui distribusi secara missal dan menjual khalyak massa ke perusahaan periklanan, sehingga media menjauh dari peran public sphere.18

Di banyak negara demokratis, proses legislasi tetap dilakukan oleh parlemen,

sedangkan institusi regulatory body berfungsi untuk mengalokasikan lisensi

penyiaran, kemudian mengontrol dan memberi sanksi bagi pengelola penyiaran yang melanggar mulai dari bentuk denda sampai pada pencabutan izin, lalu memberi masukan kepada institusi legislatif, sebagai watchdog bagi independensi penyiaran dari pengaruh pemerintah dan kekuatan modal. Selain itu memberi masukan terhadap penunjukan jajaran kepemimpinan lembaga penyiaran publik. Hal ini banyak terjadi di Perancis. Yang terakhir ialah berperan sebagai minor judicial power (sejenis penyelidik) dan complain commission (komisi komplain).

16

Muhammad, Mufid. Op.cit, Jakarta: Kencana. 2007 hal 72

17

S. Djuarsa, Senjaja dan Ashadi, Siregar. Kumpulan Makalah Seminar Televisi Publik. Yogyakarta: UGM. 2001 hal 1.

18

(16)

2.7. Teori Regulasi Media Penyiaran

Mike Feintuck menyatakan bahwa ada tiga komponen yang meliputi regulasi

penyiaran yaitu ―regulasi struktur berisi kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi berisi batasan material siaran yang

boleh dan tidak untuk disiarkan‖.19

Ada tiga hal mengapa regulasi penyiaran dipandang urgent. 20

1. Iklim Demokrasi Kekinian

Salah satu urgensi yang mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa ada intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat yang beramaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivitas media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi spektrum gelombang radio. Keterbatasan frekuensi merupakan salah satu hal yang mengindifikasikan urgensi pengaturan penyiaran. Tanpa regulasi, maka interensi signal niscaya terjadi. Dan ketika itu aspek dasar konunikasi tidak tercapai.

2. Demokrasi

Demokrasi menghendaki adanya ―sesuatu‖ yang menjamin keberagaman

(diversity) politik dan kebudayaan, dengam menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Hal lain adanya hak privasi (right to privacy) seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang dibatasi oleh hak privasi seseorang. Dalam hal ini, sebagaimana diungkapkan Feintuck adalah limitasi keberagaman sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman.

19

Ibid.

(17)

3. Ekonomi

(18)

BAB III

Gambaran Umum Obyek Penelitian

3.1. Tentang Acara Televisi Dahsyat

Dahsyat merupakan sebuah acara televisi yang awalnya adalah program musik yang tayang di RCTI setiap hari dan setiap pagi. Acara ini pertama kali dimulai pada tanggal 24 Maret 2008. Awalnya acara ini dibawakan selama 2 – 3 jam oleh Almarhum Olga Syahputra, Luna Maya dan Raffi Ahmad. Dahsyat pernah memenangkan penghargaan Panasonic Awards untuk kategori Music & Variety Show Terbaik selama 5 tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014.

Selain program regular di pagi hari, Dahsyat juga mengadakan Dahsyatnya Awards pada tahun 2009 hingga sekarang. Acara Dashyat juga pernah mengundnag tamu-tamu special seperti Hillary Clinton Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Miss World 2008 – 2010, Anggun, Christian Bautista, Siti Nurhaliza dan masih banyak

lagi. Dahsyat memiliki salam khusus, yaitu ―Salam Terdahsyat Untuk Seluruh Keluarga Indonesia‖. Dahsyat memiliki akun twitter @dahsyatMusik dan Fanpage Facebook ―Dahsyat‖ yang cukup update dan informatif. Dahsyat memanggil

pengemarnya dengan sebutan ―Sahabat Dahsyat‖.

Dalam website resmi RCTI, menyatakan bahwa Dahsyat tak hanya sekedar menyajikan tangga lagu dan video klip, tapi gaya lucu dan kocak host-host-nya dan menjadi salah satu andalan untuk menghadirkan kesegaran di pagi hari.21

Pada Bulan September 2013 salah satu Host Dahsyat Olga Syahputra yang sempat tersandung masalah hukum terkait pelaporan seorang dokter yang diduga-duga menjadi korban pelecehan serta pencemaran nama baik yang dilakukannya di salah satu acara komedi di salah satu stasiun TV swasta, dan membuat dia tak terlihat wara wiri diberbagai acara seluruh stasiun TV swasta. Namun Pertengahan September lalu,

tiba-tiba ditengah cobaan yang menderanya, Olga Syahputra terdengar sedang

mengalami sakit yang cukup serius dan mengharuskan dia istirahat total selama beberapa minggu. Kemunculannya pun di berbagai acara sudah tak nampak lagi, tak

21

(19)

terkecuali di Dahsyat. Sang Adik Olga Syahputra, Billy Syahputra sekarang muncul

menjadi salah satu Host Dahsyat bersama rekan-rekannya Raffi Ahmad, Denny

Cagur, Luna Maya, Ayu Dewi & dll. Tepat pada tanggal 27 Maret, 2015 salah satu

presenter dahsyat Olga Syahputra Meninggal Dunia di Singapura.22

Gambar 2.1. Logo Program ‗Dahsyat RCTI‘

Sumber : website RCTI (www.rcti.tv)

Dahsyat pertama kali mengudara secara live di RCTI dengan konsep yang berbeda. Siaran dari luar studio menggunakan mobil trailer dengan menghadirkan group band. Bukan tanpa alasan konsep Dahsyat seperti itu, karena saat itu Dahsyat ingin lebih dekat dengan pecinta musik Indonesia sehingga bisa menyapa para pemirsanya yang ada di luar kota.

―Dahsyat! Deretan Lagu Hits Teratas!‖ Kalimat ini menjadi andalan Raffi

Ahmad, Olga Syahputra dan Astrid Tiar untuk menyapa pemirsa RCTI setiap pagi. Dahsyat tak hanya sekedar menyajikan tangga l agu dan video klip, tapi gaya lucu dan kocak trio Host Dahsyat saat membawakan acara, menjadi salah satu andalan untuk menghadirkan kesegaran di pagi hari.

3.2 Sekilas Tentang Dahsyat Awards

Kehadiran Dahsyat selama ini tidak lepas dari dukungan para sahabat Dahsyat dan seluruh masyarakat pencinta Dahsyat. Dahsyat selalu menjadi yang terdepan

22

(20)

karena selalu menyajikan deretan lagu – lagu yang sedang menjadi hits. Dahsyat Awards merupakan sebuah pesta penghargaan bagi musisi terfavorit dan terdahsyat yang pernah tampil dalam Dahsyat. Dengan konsep penilaian kategori, nominasi dinilai oleh para juri dan juga melalui pollingsms. Total semua penghargaan terbagi dalam 10 kategori, Lagu Terdahsyat, Aksi Panggung Terdahsyat, Peran di Video Klip Terdahsyat, Band Terdahsyat, Penyanyi Solo Terdahsyat, Penyanyi Duo/Grup Terdahsyat, Pendatang Baru Terdahsyat, Lokasi Terdahsyat, Aksi Panggung Terdahsyat, dan Band yang Sering Tampil di Dahsyat.

3.3 Sekilas Tentang Penonton Dahsyat Dahsyat

program in-house yang ditayangkan RCTI sejak tahun 2008 ini merupakan program musik yang dalam sekejap menjadi pujaan banyak pemirsa atau dikenal

(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Key Informan & Informan

Dalam melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif, peneliti melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan Key Informan dan Informan. Key Informan dalam penelitian ini adalah Ibu Nina Mutmainah Armando selaku pengamat media dan Ibu Azimah Subagijo selaku anggota Komisioner KPI. Informan dari penelitian ini adalah Ibu Sulha Handayani selaku Editor Lifestyle ‗Indonesia Finance

Today‘ dan Ibu Diena Lestari selaku Redaktur Senior di koran Bisnis Indonesia.

4.1.1. Key Informan 1

Nina Mutmainah Armando adalah pengamat media dan dosen tetap di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI. Saat ini Nina menjabat sebagai Ketua Program D3 Komunikasi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Koordinator Bidang Studi Komunikasi Program Vokasi UI. Dalam dua tahun terakhir ini, Nina

mengajar mata kuliah ―Pengantar Ilmu Komunikasi‖, ―Psikologi Komunikasi‖, ―Sosiologi Komunikasi‖, dan ―Media & Masalah-Masalah Sosial Budaya‖ untuk berbagai program, yakni S1 Reguler, S1 Ekstensi, dan D3/Vokasi.

Selain mengajar, Nina aktif berorganisasi dengan menjadi pendiri dan aktivis

YPMA (Yayasan Pengembangan Media Anak). Lembaga ini adalah LSM media

watchkhusus media anak dan remaja. YPMA memiliki aktivitas antara lain memberikan pendidikan melek media (media literacy) bagi orangtua, guru, dan anak/remaja; mengadakan penelitian tentang penggunaan media oleh anak/remaja; serta menerbitkan newsletter panduan yang mengulas isi media (yakni Kidia).

Nina menjadi pemimpin redaksi Kidia. Nina juga menjadi penulis dan pembicara/trainer di berbagai diskusi/seminar/workshop tentang dampak media massa, media massa dan anak-anak/remaja, media literacy, dan buku/kebiasaan membaca. Selain itu Nina juga kerap kali menjadi juri untuk berbagai kompetisi yang terkait dengan buku, anak, dan budaya.

(22)

Azimah Subagijo adalah anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang peduli terhadap pemberdayaan masyarakat media dan keinginannya yang kuat untuk memajukan dunia penyiaran, mendorong Azimah mengambil posisi di bidang kelembaghaan KPI dengan konsentrasi pada literasi media. Anak kelima dari delapan bersaudara ini juga dikenal aktif dalam berbagai aliansi yang didirikannya bersama dengan beberapa Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) serta tokoh masyarakat untuk melindungi masyarakat dan anak-anak Indonesia, khususnya dari bahaya pornografi.

Meski sempat beberapa kali kerja paruh waktu seperti di harian Republika dan produser di salah satu radio di Jakarta, profesi Azimah yang ajeg adalah menjadi seorang analis media. Awalnya ia aktif di LSM Media Ramah Keluarga (MARKA) dari tahun 2000-2004, kemudian sejak tahun 2002-2004 aktif di Media Watch and Consumer Center The Habibie Centre (MWCC), menjadi tim kajian isi siaran KPI periode pertama (2006), serta menjadi anggota majelis konsultan isi siaran islami pada sebuah lembaga penyiaran berlangganan (2007-2008).

4.1.3. Informan 1

Sulha Handayani adalah lulusan dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) yang saat ini menjabat sebagai Editor Lifestyle di Indonesia Finance Today dari bulan September 2010 hingga saat ini. Sulha sehari-hari tinggal di Jakarta dan bakatnya adalah periklanan, blogging, breaking news, broadcast journalism, business journalism, copy editing, copywriting, creative writing, editing, digital media,

features article, journalism, new media, dan online news.

4.1.4. Informan 2

Diena Lestari adalah redaktur senior di Koran Bisnis Indonesia. Diena sudah berkecimpung di media sudah belasan tahun dan saat ini sudah 5 tahun menjadi jurnalis Bisnis Indonesia. Passionnya adalah menulis, media editing, musik, film.

4.2. Hasil Penelitian

(23)
(24)

Program Siaran

berpelukan (tidak etis dengan norma yang dianut dalam Tabel 4.1. Daftar Teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dari Januari –

Oktober 2015

(25)

ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan, penggolongan program siaran, ketentuan jam tayang serta pelarangan dan pembatasan seksualitas khususnya program bincang-bincang seks.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1), Pasal 22 Ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4) huruf a. Berdasarkan pelanggaran di atas, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis.

Pada tanggal 26 Maret 2015 Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012 pada Program Siaran ―Dahsyat‖ yang

ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 10 Maret 2015 mulai pukul 09.03 WIB. Program tersebut menayangkan adegan seorang pria menempelkan lidahnya pada kipas angin yang menyala. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, larangan muatan adegan berbahaya serta penggolongan program siaran. KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 Ayat (2) dan 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua.

Selain itu, pada tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.51 WIB KPI menemukan adegan tantangan seorang pria mencium ketiak. KPI Pusat menilai adegan tersebut sangat tidak pantas untuk ditayangkan dan menghina atau merendahkan martabat manusia. Pada tanggal 8 Maret 2015 pada pukul 10.54 WIB KPI menemukan pula adegan seorang pria yang dengan sengaja dililitkan ular di lehernya sehingga menjerit ketakutan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai perlindungan anak-anak dan remaja serta muatan adegan berbahaya.

(26)

penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 15 ayat (1) dan Pasal 37 ayat 4 huruf (a). Berdasarkan pelanggaran di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis perihal penghentian praktek hypnosis, hypnoterapi dan relaksasi di Lembaga Penyiaran pada tanggal 27 Juni 2014.

Tanggal 12 Agustus 2015 lagi-lagi Dahsyat mendapatkan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan

masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis menilai Program Siaran ―Dahsyat‖ yang

ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 26 Juli 2015 mulai pukul 09.23 WIB, tidak memperhatikan norma kesopanan sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012. Program

tersebut menampilkan adegan ―Baim Wong‖ dan ―Pica‖ sedang berpelukan. KPI

Pusat menilai adegan tersebut sangat tidak etis untuk ditayangkan karena tidak sesuai dengan norma yang dianut dalam masyarakat.

Tanggal 9 September 2015 Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan kewenangan, tugas dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat,

pemantauan dan hasil analisis menilai Program Siaran ―Dahsyat‖ yang ditayangkan

oleh stasiun RCTI pada tanggal 26 Agustus 2015 pukul 08.49. WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan serta perlindungan anak-anak dan remaja sebagaimana yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012.

Program tersebut menayangkan adegan para host memasukkan secara paksa makanan ke dalam mulut host lain. KPI Pusat menilai perilaku demikian berbahaya dan tidak pantas ditayangkan karena bertentangan dengan norma kesopanan dan berpotensi ditiru oleh khalayak yang menonton, terutama remaja. Hal tersebut telah diatur dalam SPS KPI Tahun 2012 Pasal 9 tentang norma kesopanan serta Pasal 15 Ayat (1) tentang perlindungan anak-anak dan remaja.

(27)

meskipun sudah ditegur oleh KPI dan ini merupakan salah satu contoh profil tayangan televisi di Indonesia.

―Tayangan televisi saat ini lebih banyak yang buruknya daripada yang bagus,

bahkan cenderung menyedihkan. Siaran TV sekarang itu banyak yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran itu ada yang ringan sampai yang berat. Ringan misalnya yang kalau dapat sanksi teguran saja, misalnya melecehkan kelopmok tertentu, kelompok minoritas yang termaginalkan, menampilkan kekerasan yang relative ringan. Biasanya ini dapat sanksi teguran, namun jika sanksi ini berulang-ulang dan terjadi terus menerus, harusnya ada sanksi peningkatan sanksi, dan sanksi teguran yang bertumpuk-tumpuk ini bisa menjadi sanksi yang berat. Bisa sanksi pembatasan durasi atau pemberhentian sementara. Ada juga pelanggaran yang berat tanpa melalui sanksi-sanksi

ringan.‖23

Ibu Azimah Subagijo pun berpendapat hal yang sama:

―Dilihat dari hasil evaluasi kami (KPI) tayangan di televisi yang tidak baik dan mendapat teguran dari awal tahun sampai Agustus 2015 telah terjadi sekitar 286 pelanggaran dalam tayangan yang ditonton oleh sekitar 250 juta

masyarakat Indonesia. Banyak sekali tontonan yang mempertontonkan keburukan verbal, bully bahan candaan, menyerempet pornografi, asusila dan tayangan lain yang tidak sesuai dengan kultur Indonesia yang mengedepankan kesopanan. Seharusnya tayangan televisi menjadi sumber wawasan,

pembelajaran, dan inspirasi.‖

Dari kaca mata media, Ibu Sulha juga menyampaikan pendapatnya:

―Tayangan televisi saat ini tidak edukatif, banyak tontonan yang merusak

moral dan mental anak-anak dam membuat mereka konsumtif. Seringkali tayangan TV mengajarkan anak-anak kekerasan dengan menampilkan adegan berantem, magic dan tidak mengedukasi.‖

Sedangkan Diena Lestari berpendapat ―Stasiun TV di Indonesia kebanyakan

masih berorientasi terhadap rating dan iklan yang masuk, media saat ini kapitalis, mengejar keuntungan belaka hingga mengenyampingkan kepentingan publik sebagai pemilik frekuensi.‖

Salah satu program musik yang mendapatkan teguran adalah program Dahsyat yang tayang di RCTI. Ibu Nina pun menuturkan pendapatnya tentang ini:

―Dahsyat berulang kali mendapatkan teguran. Sudah terpola pada tayangan ini.

Memalukan karena pembuat program tidak pernah mau belajar dan evaluasi diri. Sebenarnya Dahsyat tidak boleh mendapatkan teguran terus, harus

23

(28)

meningkat pembatasan durasi atau pemberhentian sementara. Teguran adminsitasi itu harusnya maksimal 2 kali, tapi Dahsyat mendapatkan lebih dari 2 kali teguran. Ketika saya masih di KPI, Dahsyat pernah melecehkan agama dengan mengucapkan kata-kata islam ―prosetan‖. Mana ada islam pro-setan atau islam prosetan, dan KPI merasaa dilecehkan karena Dahsyat adalah tayangan live. Contohnya lagi adegan ciuman Krisdayanti dan Raul yang berulang-ulang, memang Dahsyat akhirnya meminta maaf tapi kan kerusakan

sudah terjadi.‖24

Peneliti menyimpulkan bahwa program Dahsyat tidak jarang mendapatkan teguran dari KPI dan seperti acuh dengan teguran-teguran tersebut. Hal ini juga di-iya-kan oleh Ibu Nina:

―Dahsyat tidak dipersiapkan serius, menggampangkan saja dengan improvisasi

di lapangan. Jadi mereka mengatakan biarkanlah pemainnya yang mengalir begitu saja. Itu masalah besar untuk tayangan live. Tidak bisa seperti itu karena kita juga tahu pemain-pemainnya kecenderungannya bukan orang yang mau belajar dan tidak punya kesempatan untuk belajar. Mereka itu main di stasiun TV A satu program, pindah ke stasiun B satu program. Bagaimana Olga, Raffi dan yang lainnya itu kan pemain laris. Boro-boro mau evaluasi diri, karena mereka gak sempat. Untuk orang-orang semacam ini, cara paling mudah untuk lucu dan komedi adalah melecehkan orang, instan, tidak perlu berpikir, tidak perlu serius pakai research. Mereka melihat orang lain dari sisi buruknya, dibercandain, dilecehin dan mengungkapkan hal pribadi orang. Itu cara paling mudah mengeksploitasi bahan candaan dan orang tidak perlu

pintar untuk itu, dan ini yang dianggap justru oke untuk program tersebut.‖25 Ibu Nina menuturkan bahwa Dahsyat merupakan salah satu program yang menjadi sorotan dari KPI:

―Dahsyat itu pernah mendapat penghentiaan sementara dari KPI di masa kami

dulu. Dahsyat itu sama bandelnya dengan Facebookers, programnya sejenis, tidak dengan perencanaan serius, tidak menyiapkan dengan baik, tayangannya

live, pemain komedinya kemampuannya begitulah, jadi ini paket lengkap untuk kita lihat sebagai acara yang semata-mata menjual becandaan yang kita bilang, low broke content, siaran berselera rendah.‖26

24

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

25

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

26

(29)

Saat ini tayangan Dahsyat memang masih bertahan dan masih menduduki rating yang bagus untuk acara di pagi hari. Tidak sedikit masyarakat yang masih menonton acara Dahsyat:

―Unsur novelty yang ada di Dahsyat itu kental sekali dan masyarakat kita suka itu. Jadi di setiap acara itu harus ada gimmick agar acara tampil menarik. Unsur novelty harus ada, unsur yang luar biasa, tidak lazim, unik, harus dibuat untuk itu . Mereka selalu membanggakan diri sebagai acara yang mengunggulkan musik Indonesia. Oke di satu sisi, tapi becandanya kelewatan , jadi ini sebenarnya bukan pure acara musik, tapi variety show karena Ada sulap, performance anak-anak, cooking, jadi memang mereka harus mengisi acara untuk durasi sepanjang itu, jadi mereka tidak peduli jika ada kegiatan yang diada-adain. Salah satu cara menghabiskan durasi seperti bercanda, tapi bercandanya keterlaluan karena tidak ada script yang memandu untuk itu, tidak ada do dan don’ts-nya, semua berdasarkan improvisasi. Dahsyat tidak

punya aturan tertulisnya.‖27

Secara tidak langsung, acara Dahsyat ini sudah membuat kerusakan karena menampilkan hal-hal yang sudah diatur oleh undang-undang. Ibu Nina mencoba memaparkan hasil sharing beliau dengan tim Dahsyat termasuk host-nya saat itu.

―Olga pernah sharing di acara KPI bilang bahwa kalau ia tidak lucu, ia akan dikomentarain ‗Hey ini bukan TVRI ya‘ sementara produser mengaku

‗pemainnya susah diatur‘. Kalau saya melihat dua-duanya salah. Menciptakan lawakan itu harus cerdas, contohnya Warkop DKI, bahkan mereka ada

sciptnya. Orang—orang ini tidak hanya melawak, tapi menyampaikan

komedinya super cerdas. Dahsyat menampilkan komedi yang tidak cerdas dengan melecehkan orang, membuka aib orang. Dahsyat sudah membuat kerusakan dan menanamkan nilai-nilai negatif yang tidak patut dicontoh.‖28 Dahsyat telah melakukan komodifikasi isi, khalayak dan sibernetik seperti konsep dalam ekonomi politik media yang dikemukakan oleh Mosco:

―Unsur novelty diperlukan agar tampil beda dengan yang lain, mereka itu sebenarnya jualan, jualan program. Jualan itu harus beda, semenarik mungkin dan seatraktif mungkin untuk khalayak sehingga rating tinggi, iklan datang. Menurut saya semata-mata untuk mengejar rating, maka dari itu koridor aturan kalau perlu dilanggar sepanjang tampil segila mungkin, saya rasa karena itu

27

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

28

(30)

unsur novelty ditunjukkan besar-besaran oleh mereka. Mereka gak malu

mengekspoiltasi kehidupan pribadi orang.‖29

Ibu Azimah pun berpendapat serupa dengan Ibu Nina:

―Sehubungan dengan surat peringatan yang telah kami layangkan kepada pihak ―Dahsyat‖, merujuk dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang UU Penyiaran, hasil dari investigasi kami dan dari beberapa pengaduan

masyarakat, dan hasil analisis menilai Program Acara ―Dahsyat‖ yang

ditayangkan oleh setasiun televisi RCTI, dikarenakan RCTI tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan serta perlindungan anak-anak dan remaja sebagaimana yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012. Kami menilai perilaku demikian berbahaya dan tidak pantas ditayangkan karena bertentangan dengan norma kesopanan dan berpotensi ditiru oleh penonton, terutama anak kecil dan juga

remaja. Ini sudah sering sekali terjadi, dan bukan hanya program ―Dahsyat‖

saja, di setasiun televisi lain pun juga terdapat pelanggaran yang sama dengan apa yang dilakukan ―Dahsyat.‖30

Hal ini juga disampaikan serupa oleh Diena:

TV punya masalah menyajikan dahsyat, namun karena rating, biaya produksi meningkat, dan masyarakat memang menginginkan tayangan yang seperti itu. Tambahan dari saya, sebenarnya staisun TV dengan regulasi ini seperti ayam dan telur, yang mana yang duluan. Semuanya harus jadi satu.

Mike Feintuck menyatakan bahwa ada tiga komponen yang meliputi regulasi

penyiaran yaitu ―regulasi struktur berisi kepemilikan media oleh pasar, regulasi

tingkah laku dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi berisi batasan material siaran yang

boleh dan tidak untuk disiarkan‖.31

Maka dari itu pemerintah mendirikan KPI dan Ibu Nina menuturkan asal-muasal terbentuknya KPI.

―KPI itu kewenangannya memang ditumpulkan, kewenangan KPI itu tidak

besar. Ketika lahir Undang-Undang penyiaran, dari awal itu sudah ditolak oleh industri. ATVSI (Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia) lahir tahun 2000 untuk meng-cut UU penyiaran. Jika di luar negeri, asosiasi itu lahir untuk meningkatkan profesionalisme para profesional yang ada di penyiaran, tapi ATVSI lahir tidak dengan semangat itu. Dia lahir dengan semangat muatan politis yang kental, yaitu ingin mematahkan Undang-Undang penyiaran 2002. Tapi dalam perjalanannya Undang-Undang ini lahir tahun 2002. Masalahnya

29

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

30

Wawancara melalui telepon dengan Ibu Azimah Subagijo

31

(31)

industri ini dari awal tidak suka dgn Undang-Undang ini. mereka lebih suka aturan yang sudah ada saja. Mereka melakukan yudisial review, mereka

menolak Undang-Undang penyiaran dan yudisial review menolak permintaan

mereka, tapi ada satu pasal yang sangat penting, yaitu ‗KPI tidak boleh

membuat peraturan bersama pemerintah.Yang membuat peraturan adalah

pemerintah itu sendiri‘ sehingga pemerintah bertindak seenaknya. Pada tahun 2005, lahir peraturan baru yang berorientasi kepada pemerintah dan industri

happy dengan itu karena kewenangan KPI terbelenggu karena perizinan dan administratif dipegang oleh Kominfo. Sebenarnya KPI punya kewenangan mencabut izin, tapi pada faktanya KPI tidak bisa mencabut izin, hanya bisa berkoar-koar. Ketika KPI berusaha menegakkan aturan, Kominfo menolaknya.

Kominfo hanya bilang diberikan peringatan saja, bukan sanksi.‖32 Ibu Azimah berpendapat bahwa :

―Televisi sebagai media yang menggunakan ruang publik dengan leluasa dan

simultan memunculkan konsekuensi bahwa bukan hanya pemilik

perusahaannya saja yang berkepentingan terhadap isi siaran, melainkan juga seluruh masyarakat. Daya jangkau televisi yang dapat ditangkap di berbagai kota sampai ke pelosok, jika siarannya tidak ada tanggung jawab sosial, ini

justru bakal menjadi sesuatu yang kontraproduktif.‖

Ibu Nina menuturkan harapannya akan regulasi penyiaran TV di Indonesia:

―KPI punya keterbatasan. Tapi jalankan keterbatasan itu, jalankan kewenangan yang terbatas itu. Waktu saya di KPI, sanksi meningkat 100% dan industri marah karena banyaknya pelanggaran. Saya ingin KPI tetap jalan meskipun memilki keterbatasan. Kalau KPI jalankan dengan konsisten, sanksi yang diberikan jika berulang akan menjadi sanksi berat dan mendapatkan hukuman pemberhentian, sama saja itu denda untuk mereka karena tidak ada

pemasukan iklan.‖33

Menurut Ibu Nina, ―Dahsyat adalah tambang emasnya RCTI yang

mendapatkan iklan yang banyak. Saya melihat orientasi profit lebih mendominasi saat ini karena kompetisi semakin tajam, pengiklan semakin sedikit. Jadi ketika persaingan teradi, unsur noveltylah yang ditonjolkan.‖

Tambahan dari Ibu Sulfa adalah ―Menurut saya karena penegakan hokum

tidak kuat dan stasiun televisi mengejar rating. Di sini uang yang berkuasa dari

contentberita yang positif.‖

32

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

33

(32)

―Masyarakat kita itu, khususnya yang level ke bawah masih memantikan tontonan ‗yang dari perut ke bawah‘ maksudnya bukan tontonan yang menggunakan

otak untuk berpikir, lebih suka tontonan yang spontanitas. Struktur sosial masyarakat

,KPI, dan media harus lebih komprehensif.‖ Diena berpendapat dari segi media. Diena mencontohkan ―Dulu ada yang namanya Aneka Ria Safari, acara music

dicampur dengan hiburan yang positif. Kalau Dahsyat lebih kental budaya pop-nya,

dicampur bercandaan yang keterlaluan dan omongan yang tidak dijaga.‖

Ibu Azimah menuturkan:

―Walaupun dari kami (KPI) telah berupaya maksimal dalam melakukan

pengawasan terhadap tayangan-tayangan selama ini. Tidak menutup

kemungkinan adanya keluputan dalam pengawasan. Pengawasan dilakukan 24 jam, tetapi bisa jadi ada nilai-nilai yang tidak sesuai di masyarakat yang luput dari pengawasan kami. Saya kira masyarakat juga sudah sangat cerdas dalam memilih program siaran televisi, mana yang pantas untuk ditonton mana yang

tidak sesuai dengan norma/budaya kita.‖34

Mike Feintuck menyatakan bahwa regulasi penyiaran dipandang urgent karena

salah satunya media menyiaran menggunakan frekuensi publik sehingga hak dan kewajiban harus dipenuhi dan ini sesuai seperti yang diutarakan oleh Ibu Nina:

―Media harusnya dikontrol oleh regulator yang mewakili publik karena media

penyiaran menggunakan frekuensi milik publik, maka dengan itu di Negara demokrasi isu lembaga penyiaran adalah mendapatkan intervensi pemerintah, seharusnya kontrol harus oleh publik. Pemerintah tidak boleh intervensi , pemerintah boleh ikut campur hanya saja harus berkolaborasi manis dengan industri dan regulator. Salah satu pelanggaran saat ini: penggunaan stasiun tv untuk kepentingan para pemilik, apalagi banyak yang menggunakannya untuk kepentingan partai. Sebenarnya Undang-Undang penyiaran sudah bagus, namun tidak dijalankan konsisten karena ada politisasi sehingga pemerintah menggunakan media sebagai kepentingan dia. Akibatnya Undang-Undang

tersebut tidak bisa jalan dan pengawasan KPI terbatas.‖35

34

Wawancara melalui telepon dengan Ibu Azimah Subagijo

35

(33)

Menurut Sulha, ―KPI dianggap tidak mempunyai peranan yang penting.

Sanksi masih lemah karena KPI tidak punya wewenang untuk mencabut izin kecuali ada intervensi publik, jadi harus ada desakan dulu, intinya kinerja KPI belum total. ―

Sama dengan Sulha, Diena dari media juga mengatakan ―KPItidak punya tools

yang kuat, jadi KPI hanya bisa menegur-negur saja tanpa bisa mencabut izin.

Harusnya ada upaya yang lebih keras lagi untuk memberlakukan punishment.‖

Banyak pelangaran yang terjadi karena ―koordinasi antara KPI dan stasiun TV

tidak berjalan, kemudian seperti kita tahu saat ini belanja iklan turun, biaya produksi

semakin meningkat maka fokus besar stasiun tv adalah ‗iklan‘. Jadi perlu ada

punishmentkencang.‖ Ujar Diena.

Masyarakat bisa melakukan pengaduan kepada KPI karena dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk ikut membantu kontrol terhadap tayangan televisi dan Ibu Azima menuturkannya:

―Masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada kami melalui sarana website

kami di www.kpi.go.id, jika ada laporan yang masuk ke kami, segera kami lakukan investigasi terhadap laporan masyarakat. Apabila memang melanggar norma kesopanan atau tayangannya mengandung muatan-muatan yang tidak pantas di televisi. Kami akan melayangkan surat teguran, kemudian apabila pihak terkait masih belum merespon teguran kami, maka kami akan hentikan sementara tayangan tersebut, bahkan sampai dengan seterusnya.‖36

Masyarakat harus mendapatkan edukasi literasi media agar masyarakat dapat memilah-milih yang mana tayangan yang bermanfaat untuk mereka:

―Menjadikan masyarakat harus melek lliterasi media, kemampuan literasi

media. KPI sebenarnya punya program literasi media untuk masyarakat, namun tidak bisa menjangkau semua masyarakat sehingga dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk mampu ikut terlibat dalam pendiidkan literasi media di masyakarat. KPI tidak bisa berdiri sendiri mengingat industri penyiaran sangat liberal, bercermin ke Amerika, cuma bedanya amerika melakukan regulasi ketat oleh penyiaran, jadi komersial sebanding dengan penyiaran. Ini berbeda dengan di Indonesia. Harusnya kita bisa highly regulated. Media tv milik publik bisa menjangkau orang banyak dan potensi efek yang besar. Majikannya penyiaran itu publik dan harus digunakan untuk kepentingan publik. Regulasi sendiri membatasi KPI sebagai wakil publik. Kewenangan KPI diamputasi, tidak bisa total karena sangat terbatas." 37

36

Wawancara melalui telepon dengan Ibu Azimah Subagijo

37

(34)

Regulasi media di ndonesia dinilai belum mampu menciptakan ranah publik media yang sensitive-akomodatif sehingga publik bisa menyuarakan aspirasi secara efektif, bebas, sehat dan rasional.

―Masih sangat sedikit acara di media penyiaran yg membuka ruang publik

seluas-luasnya. Orientasi profit lagi-lagi berbicara di sini. Jurnalistik berita makin lama makin tersingkirkan. Siaran berita saat ini tidak tayang di jam-jam prime time karena tersingkirkan sinetron yang mendatangkan keuntungan

(rating dan profit).‖38

Ibu Azimah berpendapat hal yang sama mengenai media dan kepemilikannya:

―Para pemilik media televisi jangan hanya memikirkan keuntungan saja dari

rating tanyangan stasiun televisi, tetapi juga harus memiliki rasa tanggungjawab sosial terhadap masyarakat yang menonton, karena stasiun Televisi swasta manpun, mereka sangat mengutamakan rating dalam membuat program siarannya, yang sering tidak peduli apakah program tersebut

bermanfaat atau tidak bagi masyarakat.‖39

Ibu Azimah menambahkan bahwa saat ini KPI sudah berusaha sebaik mungkin namun dibutuhkan kesadaran stasiun televisi untuk menayangkan hal-hal yang positif:

―Saya rasa bukan regulasi nya ya yang sudah sesuai atau tidak, akan tetapi

lebih kepada industri pertelevisian di Indonesia agar lebih concern terhadap nilai-nilai sosial dan norma kesopanan. Jangan semata-mata untuk mencari keuntungan saja, mereka juga harus mengedepankan sisi edukasi kepada penonton. Kami juga sebagai lembaga pengawas menyadari bahwa kami

memiliki kekurangan.‖40 menggarami air laut, saya lebih concern terhadap penegakan hukumnya. Kalau

38

Wawancara langsung dengan Nina Mutmainah Armando, 1 Oktober 2015 di Universitas Indonesia Depok.

39

Wawancara melalui telepon dengan Azimah Subagijo

40

(35)

masih orientasi profitnya kental, Dahsyat dan acara sejenis sangat susah berubah dan diharapkan. Kalau NET saya berani kasih harapan, kalau RCTI

saya give-up. RCTI sangat memalukan karena telah memperlihatkan

kepentingan politik.‖41

Ibu Azimah menuturkan harapannya akan media dan penyiaran di Indonesia:

―Dalam konteks demokrasi, perindustrian penyiaran juga diharapkan mampu

mempertajam kepekaan politik masyarakat. Bukan hanya ragam politik praktis, melainkan juga apa yang seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara demi mencerdaskan kehidupan politik masyarakat sehingga tidak ada lagi yang menjadi objek dan bulan-bulanan

politik penguasa.‖

Sama dengan saran dari pengamat media, Diena dari media memberikan saran untuk program Dahysat:

―Dahsyat itu harus menyeimbangkan antara musik dan hiburan yang positif,

meminimalisir cela-cela orang, boleh mengundang tawa asalkan santun seperti acara Ria Jenaka/Warkop DKI, dan tidak mengungkit privasi orang. Dahsyat

itu bukan tontonan cerdas/bukan makanan otak.‖

4.3. Analisa Kelompok

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyatakan bahwa terjadi kesenjangan antara idealitas dan realitas penayangan stasiun tv dengan regulator yang ada, yaitu KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Dalam kenyataannya peran KPI mengalami keterbatasan kewenangan dan membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakatnya dalam bentuk sosialisasi literasi media dan memberikan pemahaman sedalam-dalamnye mengenai literasi media.

Dilihat dari kasus Dahsyat selama tahun 2015. Selama 5 kali ia mendapatkan teguran administratif, padahal sudah dijelaskan oleh Ibu Nina Mutmainah Armando

bahwa ―jika lebih dari 2 kali mendapatkan teguran tertulis, sanksi harus meningkat ke

sanksi yang lebih berat, yaitu pembatasan durasi atau pemberhentian sementara‖

namun hal ini tidak dijalankan oleh KPI.

Media televisi saat ini hanya memikirkan keuntungan saja dari rating televisi untuk mendapatkan iklan karena biaya produksi dan operasional TV sangat besar, apalagi saat ini media sudah terpolitisasi dan harus ikut akan kemauan pemiliknya

41

(36)

yang notabene aktif di partai-partai besar sehingga tak jarang bahwa uang yang masuk ke stasiun televisi tersebut dipergunakan untuk keperluan partai. Merujuk Robert Picard dalam Media Economics (1989), media televisi melayani keinginan/ kebutuhan dari empat kelompok. Pertama, pemilik, termasuk di dalamnya terkait tujuan ekonomi yaitu memperoleh pendapatan yang tinggi, pertumbuhan perusahaan, serta peningkatan nilai dan aset perusahaan.

Secara kolektif, audiens mencari produk dan pelayanan media yang bermutu tinggi dengan biaya rendah dan akses yang mudah. Ketiga, para pengiklan, yang mencari akses untuk menyasar target audiens dengan biaya yang rendah melalui pesan-pesan komersial dan pelayanan bermutu tinggi dari media pengiklan.

Terakhir, para pekerja dari organisasi media, yang tertarik untuk mendapatkan kompensasi berupa gaji yang baik, perlakuan yang adil dan sama, suasana kerja yang aman dan menyenangkan, serta segala penghargaan yang didapatkan dari pekerjaannya. Maka itu, ketika industri pertelevisian di Indonesia cenderung menjadi sangat pragmatis, lebih mengedepankan untung rugi, mengabaikan nilai dan pendidikan publik, lebih mengutamakan hiburan dan berorientasi kepada pasar tanpa mempertimbangkan baik/ buruk efek yang ditimbulkannya, sesungguhnya televisi sudah mengabaikan paling tidak kepentingan dari kelompok stakeholder-nya yang utama yaitu masyarakat. Padahal sudah saatnya media televisi tidak sekadar menjadi unit bisnis dan media hiburan, tetapi juga menjadi institusi yang membawa kemaslahatan untuk masyarakat.

Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, Mike Feintuck (1999:43-45) mengemukakan bahwa justifikasi penyusunan regulasi penyiaran karena ada dua hal, yaitu komunikasi yang efektif dan diversitas politik dan kultural.

(37)

Diversitas berhubungan dengan dua aspek, yaitu politis dan cultural. Secara politis, diversitas berkaitan erat dengan nilai demokrasi yang menghendaki terjadinya aliran ide secara bebas melalui suatu instrumen yang memungkinkan semua orang dapat mengaksesnya secara merata. Jika satu atau dua orang atau kelompok mendominasi kepemilikan media, dan menggunakan posisi tersebut untuk mengontrol

isi tampilan media, maka ketika itulah terjadi reduksi ―keberagaman sudut pandang‖

(heterodox view).

Dalam konteks industri media kekinian, secara apologis Mc Quail (1992:55-59) menunjukkan bahwa aspek diversitas lebih banyak ditemukan pada lembaga penyiaran publik. Horizontal diversity adalah bagian dari diversitas itu sendiri, yaitu varietas jumlah program atau tipe program yang ditawarkan pada konsumen dalam satu kurun waktu bersamaan. Sebagai mana yang telah dipaparkan oleh Azimah

Subagijo, sebagai contoh tayangan ―Dahsyat‖ yang ditayangkan pada pagi hari,

terdapat pula di waktu yang bersamaan acara yang memiliki muatan-muatan yang hampir sama dengannya.

Selama ini stasiun televisi tidak mengindahkan KPI karena sanksi dari KPI tidak sampai mencabut izin, hanya tertulis sampai sanksi pembatasan durasi dan tidak tayang sementara. Izin dan administrasi dikelola Kominfo, jadi KPI hanya bisa berbicara saja, inilah salah satu kekurangan fungsi dari KPI sebagai lembaga regulasi penyiaran.

(38)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dengan menggunakan analisis perspektif konstruktivitis yang melihat adanya saling keterpengaruhan (interplay) antara struktur dan agensi, juga dapat disimpulkan terdapat proses interplay antara struktur dengan agensi yang dalam makalah ini dielaborasikan menjadi tiga pihak, yakni Negara (eksekutif, dan legislatif atau keduanya), pasar dan publik (civil society). Bahwa ketiga poros kepentingan tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Keseluruhan tarik menarik kepentingan ketiga poros tersebut pada akhirnya akan menemui sebuah titik temu, yakni kompromi.

Selain karena adanya perbedaan kepentingan ketiga poros rersebut, pergesekan kepentingan terjadi karena adanya perbedaan proses mengkonstruksi UU penyiaran 2002 sebagai suatu realitas yang objektif. Publik walaupun pada banyak titik kepentingannya banyak terakomodasi dalam UU Penyiaran, jika melihat kontek reformasiyang telah berjalan hamper empat tahun maka semestinya publik bisa mendapatkan lebih dari apa yang didapatkan sekarang.

UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran belum sepenuhnya mengakomodasi (menguntungkan) kepentingan publik, hal ini ditandai dengan:

1. KPI tidak dijadikan independence regulatory body dengan kewenangan penuh untuk mengatur dunia penyiaran, malkukan berbagai kewenangan dengan pemerintah.

2. Penyiaran publik hanya monopoli badan hukum Negara

3. Pemusatan pemilikan dan pemilikan silang tidak dilarang, atau paling tidak diatur dengan jelas. Pengaturan oleh KPI dalm hal ini tidak

menjadikannya nilai-nilai publik terakomodasi, karena format KPI itu sendiri semi independen.

(39)

Keempat hal tersebut terjadi karena pergulatan kepentingan yang ketat antara negara, pasar, dan publik. Yang terjadi adalah kompromi kepentingan. Dalam konteks

kasus yang dihadapi ―Dahsyat‖ RCTI sebagai lebaga penyiaran merupakan pihak

yang dirugikan dari keseluruhan interaksi kekuasaan tersebut. RCTI dengan program

―Dahsyat‖ nya mungkin merasakan adanya pengekangan dalam berkarya dan

berkreatifitas. Namun di sisi lain apa yang dilakukan oleh KPI bertujuan untuk membatasi tontonan yang sekiranya menyimpang dan tidak sesuai dengan UU Penyiaran.

5.2 Saran

(40)

Lampiran 1.

TRANSKRIP WAWANCARA

A. Key Informan, Ibu Nina Mutmainah Armando, Pengamat Media, Dosen Komunikasi di Universitas Indonesia

Pertanyaan : Apa pendapat Anda mengenai tayangan televisi saat ini?

Jawaban : Tayangan televisi saat ini lebih banyak yang buruknya daripada yang bagus, bahkan cenderung menyedihkan.

Pertanyaan : Bagaimana tanggapan Anda terhadap siaran TV yang sering

mendapatkan teguran dari KPI?

Jawaban :Siaran TV sekarang itu banyak yang melakukan pelanggaran.

Pelanggaran itu ada yang ringan sampai yang berat. Ringan misalnya yang kalau dapat sanksi teguran saja, misalnya melecehkan kelopmok tertentu, kelompok minoritas yang termaginalkan, menampilkan kekerasan yang relative ringan. Biasanya ini dapat sanksi teguran, namun jika sanksi ini berulang-ulang dan terjadi terus menerus, harusnya ada sanksi peningkatan sanksi, dan sanksi teguran yang bertumpuk-tumpuk ini bisa menjadi sanksi yang berat. Bisa sanksi pembatasan durasi atau pemberhentian sementara. Ada juga pelanggaran yang berat tanpa melalui sanksi-sanksi ringan.

Pertanyaan : Dalam kasus tayangan TV Dahsyat, bagaimana Anda sebagai

pengamat media menyikapinya?

Jawaban : Dahsyat berulang kali mendapatkan teguran. Sudah terpola pada

Gambar

Gambar 2.1. Logo Program ‗Dahsyat RCTI‘Sumber : website RCTI (www.rcti.tv)
Tabel 4.1. Daftar Teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dari Januari –

Referensi

Dokumen terkait

Semua permohonan perjalanan tugas rasmi ke luar negara yang lengkap berserta dengan surat kelulusan pembentangan daripada BPPDP, mesti dikemukakan ke IPGM tidak

Yang mana pada intinya yaitu karena beliau melihat banyak orang yang sudah memiliki banyak ilmu namun tidak mempunyai adab begitulah yang beliau jelaskan

Penambahan buku dapat juga diperoleh dengan cara tukar- menukar antar perpustakaan. Jika sebuah perpustakaan mempunyai koleksi buku yang dianggap tidak sesuai dengan

Kim & Ko 2010, h.166 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sebagai sarana untuk memberi nilai kepada pelanggan dengan segala cara, brand-brand terkenal kini beralih ke media sosial,

Selain itu dengan adanya sistem yang terkomputerisasi diharapkan adanya unsur obyektifitas pengambil keputusan serta dapat meminimalkan humam error, mempercepat proses

Yaitu persepsi konsumen mengenai sistem pemasaran yang digunakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan sebuah produk atau jasa dengan

signifikan antara metode diskusi terhadap hasil belajar siswa kelas. VIII di SMPN

Rumah Adat : Rumah Bentang | Pakaian Adat : Pakaian Adat Kalimantan Tengah | Tarian Tradisional : Tari Balean Dadas, Tari Tambun & Bungai | Alat Musik :