• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan dan Peserta dan Didik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan dan Peserta dan Didik "

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA PASAL 72

KETENTUAN PIDANA

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3)

PERKEMBANGAN

PESERTA DIDIK

TIM PENYUSUN

KETUA

: Dra. Kemali Syarif, M.Pd

ANGGOTA

: Dr. Nasrun, MS

Dra. Nurarjani, M.Pd

Dra. Pasteria Sembiring, M.Pd

(4)

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Copyright©2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip, menscan atau memperbanyak dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penulis/Penerbit

Penulis Naskah :

Ketua : Dra. Kemali Syarif, M.Pd

Anggota:

Dr. Nasrun, MS Dra. Nurarjani, M.Pd Dra. Pasteria Sembiring, M.Pd

Dra. Nurmaniah, M.Pd

Desain Sampul :

Tim Kreatif UNIMED PRESS

Penerbit UNIMED PRESS

Gedung Lembaga Penelitian Lantai 1 Jl. Willem Iskandar Psr V, Medan

Contact person : Ramadhan 081265742097 www.unimed.ac.id Cetakan pertama : Juli 2013

Cetakan Kedua : Juli 2014 Cetakan Ketiga : Juli 2015

Cetakan Keempat : Juli 2016 Cetakan Kelima : Juli 2017

xii , 191 halaman; 18 x 25 cm ISBN : 978-602-7938-39-7

Diterbitkan :

Penerbit Unimed Press. Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Pasar V

Medan Estate 20222 Email: unimedpress13@gmail.com

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... V PRAKATA ... IX KATA PENGANTAR ... XI

BAB I ... 1

HAKEKAT PERKEMBANGAN ... 1

I. Tujuan Umum Pembelajaran ... 1

II. Tujuan Khusus Pembelajaran ... 1

III. Materi Pembelajaran ... 1

Pengertian Dan Ciri - Ciri Perkembangan ... 1

Prinsip-Prinsip Perkembangan ... 3

Fase-Fase Perkembangan ... 6

IV. Rangkuman ... 13

V. Evaluasi ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

BAB II ... 16

TEORI PERKEMBANGAN ... 16

I. Tujuan Umum Pembelajaran ... 16

II. Tujuan Khusus Pembelajaran ... 16

III. Materi Pembelajaran ... 16

Teori-teori Psikoanalisis ... 16

Teori-teori Kognitif ... 25

Teori-teori Perilaku dan Kognitif Sosial ... 30

Teori Kontekstual Ekologis ... 32

Orientasi Teoretis Eklektik ... 35

IV. Rangkuman ... 36

V. Evaluasi. ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

BAB III ... 40

PERKEMBANGAN REMAJA ... 40

I. TUJUAN UMUM PEMBELAJAR ... 40

II. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN ... 40

(6)

Perkembangan Fisik ... 40

Perkembangan Intelektual ... 44

Perkembangan Emosi ... 66

Perkembangan Bahasa ... 75

Perkembangan bakat khusus... 81

IV. Rangkuman ... 88

V. EVALUASI ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

BAB IV ... 91

TUGAS – TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA ... 91

I. Tujuan Umum Pembelajaran ... 91

II. Tujuan Khusus Pembelajaran : ... 91

III. Materi ... 91

Pengertian Tugas – Tugas Perkembangan ... 91

Jenis Tugas -Tugas Perkembangan Remaja ... 92

Tugas Perkembangan Remaja Berkenaan Dengan Kehidupan Berkeluarga ... 97

IV. RANGKUMAN ... 100

V. EVALUASI ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

BAB V ... 103

KEBUTUHAN DAN PERBEDAAN KEBUTUHAN REMAJA ... 103

I. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN ... 103

II. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN ... 103

III. MATERI PEMBELAJARAN ... 103

Teori Kebutuhan ... 103

Kebutuhan Remaja Dalam Perkembangannya ... 109

Perbedaan kebutuhan remaja usia sekolah menengah ... 111

IV. RANGKUMAN ... 117

V. EVALUASI ... 118

(7)

BAB VI ... 120

PERKEMBANGAN KONSEP DIRI ... 120

I. Tujuan Umum pembelajaran: ... 120

II. Tujuan Khusus pembelajaran ... 120

III. Materi ... 120

Pengertian konsep diri ... 120

Dimensi Konsep Diri ... 121

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ... 125

Perkembangan Konsep Diri Remaja ... 127

Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA) ... 127

Konsep Diri dan Perilaku ... 131

Konsep Diri dan Prestasi Belajar ... 132

IV. Rangkuman ... 134

V. Evaluasi ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136

BAB VII ... 137

PENYESUAIAN DIRI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ... 137

I. Tujuan Umum Pembelajaran ... 137

II. Tujuan Khusus Pembelajaran ... 137

III. Materi Pembelajaran ... 137

Pengertian Penyesuaian Diri ... 137

Proses Penyesuaian Diri ... 139

Karakteristik penyesuaian diri remaja ... 141

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja. ... 143

IV. Rangkuman ... 153

V. Evaluasi ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 155

BAB VIII ... 156

PERMASALAHAN YANG TIMBUL PADA MASA REMAJA USIA SEKOLAH MENENGAH. ... 156

I. Tujuan Umum Pembelajaran ... 156

II. Tujuan Khusus Pembelajaran ... 156

III. Materi Pembelajaran ... 156

(8)

Masalah-masalah yang mungkin timbul berkenaan dengan perkembangan

bahasa dan prilaku kognitif. ... 157

Masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan prilaku social, moralitas dan keagamaan : ... 157

Masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan prilaku afektif, konatif, dan kepribadian. ... 158

Masalah Tawuran Remaja ... 161

IV. Rangkuman ... 177

V. Evaluasi ... 178

DAFTAR PUSTAKA ... 179

BAB IX ... 180

IMPLIKASI PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN .. 180

I. Tujuan Umum Pembejaran ... 180

II. Tujuan Khusus Pembelajaran ... 180

III. Materi Pembelajaran ... 180

Implikasi Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik ... 180

Implikasi Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif ... 182

Implikasi Perilaku Sosial,Moralitas dan Keagamaan ... 183

Implikasi Perilaku Apektif, Konatif dan Kepribadian ... 184

Implikasi Perkembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan pendidikan ... 185

Implikasi Perkembanngan Konsep Diri ... 187

Implikasi Tugas – Tugas Perkembangan Remaja Bagi Pendidikan ... 188

IV. Evaluasi ... 190

(9)

PRAKATA

Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik merupakan salah satu mata kuliah dari kelompok mata kuliah Perilaku Berkarya (MPB) dengan bobot 2 sks. MPB adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai. Inti utama yang akan dikembangkan dalam mata kuliah ini adalah sikap profesional guru sebagai tenaga kependidikan.

Keberhasilan siswa dalam belajar merupakan harapan dan tanggung jawab guru. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik – baiknya dan mewujudkan harapan tersebut guru perlu memahami siswanya sebagai manusia seutuhnya agar dapat memberikan layanan secara profesional kepada siswanya. Mata kuliah ini membahas tentang hakikat perkembangan, teori-teori

perkembamngan, perkembangan remaja, tugas – tugas perkembangan remaja,

kebutuhan dan perbedaan kebutuhan remaja, perkembangan konsep diri, penyesuaian diri dan factor-faktor yang mempengaruhinya , masalah yang timbul pada remaja, dan implikasi perkembangan remaja sekolah menengah terhadap penyelenggaraan pendidikan

Dengan menguasai materi perkembangan peserta didik, kemampuan profesional mahasiswa sebagai calon guru akan meningkat; agar dapat digunakan kelak setelah bertugas untuk mengembangkan potensi peserta didik semaksimal mungkin.

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi :

1. mampu mendeskripsikan hakekat perkembangan dan karateristik individu

berdasarkan tahap perkembangannya.

2. mampu mendeskripsikan teori-teori perkembangan.

3. mampu mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan remaja

4. mampu mengidentifikasi kebutuhan dan perbedaan individual remaja usia

sekolah menengah

5. mampu mendeskripsikan perkembangan konsep diri remaja

6. mampu mendeskripsikan penyesuaian diri remaja dan faktor – faktor yang mempengaruhinya

7. mampu menganalisis masalah - masalah yang timbul pada remaja usia sekolah menengah.

8. mampu mendeskripsikan implikasi perkembangan remaja terhadap

(10)

Untuk mencapai kompetensi tersebut, materi yang disajikan dalam mata kuliah ini disusun dalam tujuh Bab sebagai berikut :

BAB I. Hakekat Perkembangan Karakteristik Individu Berdasarkan Tahap

Perkembangannya

BAB II. Teori-teori Perkembangan

BAB III. Perkembangan Remaja

BAB IV. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

BAB V. Kebutuhan dan Perbedaan Kebutuhan Remaja

BAB VI. Perkembangan Konsep Diri Remaja

BAB VII. Penyesuaian Diri dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya BAB VIII. Masalah yang Timbul Pada Remaja usia sekolah Menengah. BAB IX. Implikasi Perkembangan Remaja Sekolah Menengah Terhadap

Penyelenggaraan Pendidikan

Untuk membantu menguasai materi kuliah ini, pelajarilah buku ini dengan seksama dan kepada anda juga dianjurkan untuk mempelajari buku sumber yang menjadi rujukan dalam penyusunan materi perkuliahan ini. Pelajari materi perkuliahan sebelum perkuliahan berlansung dan buatlah pertanyaan untuk hal-hal yang kurang anda mengerti. Andapun perlu mengerjakan semua tugas dan latihan yang terdapat dalam setiap bab dan dibagian akhir dari buku ini.

Buku yang dicetak tahun 2015 ini telah direvisi berdasarkan masukan yang diberikan oleh tim pemgajar mata kuliah di tahun 2013-2014. Bab II tentang Teri_Teori Perkembangan merupakan bahan tambahan dari materi sebelumnya atas usul dari pengguna buku ini. Keterbatasan waktu penulis, materi pada bab II ini seluruhnya diambil dari buku Remaja jilid I edisi II yang ditulis oleh Santrock. Pada Bab III juga ada tambahan materi tentang perkembangan intelektual/ kognitif yang juga diambil dari buku yang sama (Santrock). Disamping itu ada tambahan materi untuk BAB IV tentang Konsep Diri yaitu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri dan BAB VIII tentang Permasalahan Remaja yaitu masalah Tawuran.

Penyusun mengucapkan terimakasih atas semua kritik dan saran yang diberikan oleh pengguna buku ini. Penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran untuk peyempurnaan buku ini selanjutnya.

Wassalam

Medan, Juli 2015

(11)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah bahan ajar Perkembangan Peserta Didik telah selesai disusun. Dengan adanya buku pembelajaran maka program pembelajaran akan menjadi lebih terfokus. Dalam penyusunan buku ini penyusun mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih.

Bahan ajar ini tentu saja disusun dari berbagai sumber dan secara jujur penyusun mengakui bahwa terdapat sejumlah konsep yang dikutip dan sebagian materi merupakan kompilasi dari beberapa refrensi yang terdapat pada daftar pustaka. Tambahan materi dari tahun sebelumnya, yaitu tentang Teori Perkembangan pada Bab II merupakan materi yang ditulis Santrock pada bukunya Remaja Edisi 11 jilid 1. Demikian juga tambahan materi pada Bab III tentang Perkembangan Intelektual/ Kognitif juga diambil dari buku yang sama. Disamping itu ada tambahan materi untuk BAB IV tentang Konsep Diri yaitu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri dan BAB VIII tentang Permasalahan Remaja yaitu masalah Tawuran.

Penyusun menyadari bahwa buku ini belum sempurna, untuk itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan dari pembaca terutama dari tim pengajar mata kuliah Peserta Didik.

Wassalam

Medan, Juli 2015

Penyusun

(12)
(13)

BAB I

HAKEKAT PERKEMBANGAN

I. Tujuan Umum Pembelajaran

Mahasiswa mampu mendeskripsikan arti perkembangan, ciri- cirinya, prinsip dan fase perkembangan serta karakteristik individu berdasarkan perkembangannya.

II. Tujuan Khusus Pembelajaran

Mahasiswa mampu

1. menjelaskan pengertian perkembangan dan ciri-ciri perkembangan.

2. menjelaskan prinsip-prinsip perkembangan

3. menjelaskan fase- fase perkembangan.

4. menjelaskan kriteria pentahapan perkembangan individu.

III. Materi Pembelajaran

Pengertian Dan Ciri - Ciri Perkembangan

Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan-perubahan progressif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Vandale (dalam Hurlock (1980) menyebutkan bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan proses yang kompleks. Selanjutnya Warmer (dalam Moks, Haditono, 2006) menyatakan bahwa perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati” (The berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik /jasmaniah maupun psikis/ rohaniah (Syamsu Yusuf.LN , 2011)

Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambungan itu adalah sebagai berikut.

(14)

matangnya otot-otot kaki, dan keinginan remaja untuk memperhatikan jenis kelamin lain seiring dengan matangnya organ-organ seksualnya. 2. Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan

mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Contohnya, seperti terjadinya perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar); dan perubahan pengetahuan dan kemampuan anak dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks.

3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme

itu berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contohnya, untuk dapat berdiri, seorang anak harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan merangkak.

Perkembangan itu secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

2. Terjadinya perubahan dalam proporsi; (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dan yang fantasi ke realitas; dan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain (kelompok teman sebaya).

3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama; (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya kelenjar Thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar Pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsif (dorongan untuk banertl indak sebelum berpikir).

(15)

Prinsip-Prinsip Perkembangan

1. Perkembangan Merupakan Proses Yang Tidak Pernah Berhenti (Never

Ending Process)

Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.Setiap individu pasti mengalaminya memalalui fase atau tahap perkembangan secara terus menerus yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar. Perkembangan yang progressif dialami individu dari sejak dilahirkan sampai usia remaja sedangkan pada usia dewasa perkembangan tetap berjalan secara stabil dan mengalami penurunan (regressif) pada masa tua sampai pada akhir kehidupan.

2. Semua Aspek Perkembangan Saling Mempengaruhi

Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif di antara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangau aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosionalnya. Demikian juga sebaliknya anak yang sehat akan mengalami perkembangan yang lancar. Walaupun ada kasus-kasus tertentu pada masa perkembangan seperti yang dialami anak cacat atau anak yang berkelainan..

3. Perkembangan Mengikuti Pola

Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dan tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.

Sementara itu, Yelon dan Weinsten 1977 (dalam Syamsu Yusuf 2011) mengemukakan tentang arah atau pola perkembangan itu sebagai berikut. a. Cephalocaudal & proximal-distal. Maksudnya, perkembangan manusia itu

mulai dari kepala ke kaki (cephalocaudal), dan dari tengah : paru-paru, jantung dan sebagainya, ke pinggir : tangan (proximal-distal).

(16)

c. Perkembangan itu berdiferensiasi. Maksudnya, perkembangan itu berlangsung dan umum ke khusus (spesifik). Dalam semua aspek perkembangan, baik motorik (fisik) maupun mental (psikis), respons anak pada mulanya bersifat umum. Contoh: (1) Bayi menendang-nendangkan kakinya secara sembarangan sebelum ia dapat mengkoordinasikannya (mengaturnya) untuk merangkak atau berjalan; (2) Bayi melihat benda-benda yang lebih besar dahulu sebelum ia dapat melihat benda-benda-benda-benda yang kecil; (3) Bayi meraban (mengoceh) terlebih dahulu sebelum ia dapat mengucapkan kata-kata yang jelas artinya; (4) Bayi menunjukkan rasa takut yang bersifat umum terhadap semua benda (orang) yang asing baginya, kemudian lambat laun nasa takutnya menjadi lebih tertuju kepada hal-hal tertentu.

d. Perkembangan itu berlangsung dari konkret ke abstrak. Maksudnya, perkembangan itu berproses dari suatu kemampuan berpikir yang konkret (objeknya tampak) menuju ke abstrak (objeknya tidak tampak). Seperti anak kecil dapat berhitung dengan bantuan jari tangan, sedangkan remaja sudah tidak lagi memerlukan bantuan tersebut.

e. Perkembangan itu berlangsung dari egosentrisme ke perspektivisme. lni berarti bahwa pada mulanya seorang anak hanya melihat atau memperhatikan dirinya sebagai pusat, dia melihat bahwa lingkungan itu harus memenuhi kebutuhan dirinya. Melalui pengalamannya dalam bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, lambat laun sikap egosentris itu berubah menjadi perspektivis (anak sudah memiliki sikap simpati atau memperhatikan kepentingan orang lain).

(17)

4. Perkembangan Terjadi Pada Tempo Yang Berlainan

Perkembangan fisik dan mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada yang lambat), Umpamanya (a) otak mencapai bentuk ukurannya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan hidung mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan (c) imajinasi kreatif berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja.

5. Setiap Fase Perkembangan Mempunyai Ciri Khas

Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: (a) Sampai usia dua tahun, anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara; (b) Pada usia tiga sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain).

6. Setiap Individu Yang Normal Akan Mengalami Tahap/Fase Perkembangan Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidupnya yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.Tidak ada seorangpun yang tidak mengalami tahap tersebut.

7. Prinsip Kematangan

Prinsip ini berpendapat bahwa usaha belajar bergantung pada tingkat kematangan yang dicapai anak. Hal ini berarti bahwa tidak ada gunanya melakukan usaha belajar kalau yang bersangkutan belum matang untuk melaksanakan usaha tersebut. Ini juga berarti tidak perlu memaksa anak usia dini belajar membaca sebelum kematangannya untuk belajar membaca datang.

(18)

Fase-Fase Perkembangan

1. Pengertian Dan Kriteria Menentukan Fase Perkembangan

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Mengenai masalah pembabakan atau periodisasi perkembangan ini, para ahli berbeda pendapat. Pendapat-pendapat itu secara garis besarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan analisis hiologis, didaktis, dan psikologis.

a. Tahap Perkembangan Berdasarkan Analisis Biologis

Sekelompok ahli menentukan pembabakan itu berdasarkan keadaan atau proses pertumbuhan tertentu. Pendapat para ahli tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak sampai dewasa itu ke dalam tiga tahapan. Setiap tahapan lamanya tujuh tahun, yaitu:

 Tahap I : dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain).

 Tahap II : dari 7,0 sampai 14,0 tahun (masa anak, masa sekolah rendah).

 Tahap III : dari 14,0 sampai 21,0 tahun (masa remaja, pubertas, masa peralihan dan usia anak menjadi orang dewasa). Pentahapan ini didasarkan pada gejala dalam perkembangan fisik (jasmani). Hal ini dapat dijelaskan bahwa antara tahap I dan tahap II dibatasi oleh pergantian gigi; antara tahap II dengan tahap III ditandai dengan mulai berfungsinya organ-organ seksual.

2) Kretscmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahapan, yaitu:

 Tahap I : dari 0,0 sampai kira-kira 3,0 tahun; Fullungs

(pengisian) periode I; pada fase ini anak kelihatan pendek gemuk.

 Tahap II : dari kira-kira 3,0 sampai kira-kira 7,0 tahun;

Streckungs (rentangan) periode I, pada periode ini anak kelihatan langsing (memanjang/meninggi).

(19)

 Tahap IV : dari kira-kira 13,0 sampai kira-kira 20,0 tahun; Streckungs periode II; pada periode ini anak kembali kelihatan langsing.

3) Elizabeth Hurlock mengemukakan penahapan perkembangan individu, yakni sebagai berikut.

 Tahap I : Fase Prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.

 Tahap II : Infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.

 Tahap III : Babyhood (bayi), mulai dari 2 minggu sampai usia 2

tahun.

 Tahap IV : Childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa

romaja (puber).

 Tahap V : Adolesence/puberty, mulai usia 11 atau 13 tahun

sampai usia 21 tahun. a) Pre Adolesence, pada umumnya wanita usia 11-13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari itu ; b) Early Adolesence, pada usia 16-17 tahun; c) Late Adolesence, pada masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah di pergunuan tinggi.

b. Tahap Perkembangan Berdasarkan Didaktis

Dasar didaktis atau instruksional yang dipengunakan oleh para ahli ada beberapa kemungkinan: (1) Apa yang harus diberikcan kepada anak didik pada masa-masa tertentu? (2) Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada anak didik pada masa-masa tertentu? (3) Kedua hal tersebut dilakukan secara bersamaan. Yang dapat digolongkan ke dalam penahapan berdasarkan didaktis atau instruksional antara lain pendapat dari Comenius dan pendapat Rosseau.

1) Comenius. Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan yang lengkap bagi

(20)

2) Rosseau. Pentahapan perkembangan menurut Rosseau adalah sebagai berikut.

 Tahap I : 0,0 sampai 2,0 tahun, usia asuhan.

 Tahap Il : 2,0 sampai 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan

panca indera.

 Tahap III : 12,0 sampai 15,0 periode pendidikan akal.

 Tahap IV : 15,0 sampai 20,0 periode pendidikan watak dan

pendidikan agama.

c. Tahap Perkembangan Berdasarkan Psikologis

Para ahli yang menggunakan aspek psikologis sebagai landasan dalam

menganalisis tahap perkembangan, mencari pengalaman-pengalaman

psikologis mana yang khas bagi individu pada umumnya dapat digunakan sebagai masa perpindahan dari fase yang satu ke fase yang lain dalam perkembangannya. Dalam hal ini para ahli berpendapat bahwa dalam perkembangan, pada umumnya individu mengalami masa-masa kegoncangan. Apabila perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evolusi, maka pada masa kegoncangan itu evolusi berubah menjadi revolusi.

Kegoncangan psikis itu dialami hampir oleh semua orang, karena itu, dapat digunakan sebagai ancar-ancar perpindahan dari masa yang satu ke masa yang lain dalam proses perkembangan. Selama masa perkembangan, pada umumnya individu mengalami masa kegoncangan dua kali, yaitu (a) pada kira-kira tahun ketiga atau keempat, dan (b) pada permulaan masa pubertas.

Berdasarkan dua masa kegoncangan tersebut, perkembangan individu dapat digambarkan melewati tiga periode atau masa, yaitu: dari lahir sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang biasa disebut masa kanak-kanak, 2) dari masa kegoncangan pertama sampai pada masa kegoncangan kedua yang biasa disebut nasa keserasian bersekolah dan 3) dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang biasa disebut masa kematangan.

2. Kriteria Pentahapan Perkembangan

(21)

yaitu masa vital dan masa estetik.

1) Masa vital

Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya itu, tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar.

Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai belajar menguasai ruang. Mula-mula ruang tempatnya saja, kemudian ruang dekat dan selanjutnya ruang yang jauh. Pada tahun kedua ini, umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan ini, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya (umpamanya, buang air kecil dan air besar).

2) Masa estetik

Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan masa keindahan. Kata estetik di sini dalam arti bahwa pada masa ini, perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca inderanya. Kegiatan eksploitasi dan belajan anak juga terutama menggunakan panca inderanya. Pada masa ini, indera masih peka, karena itu Montessori menciptakan bermacam-macam alat permainan untuk melatih panca inderanya.

b. Masa Usia Sekolah Dasar

(22)

ditentukan oleh umur semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain seperti berikut.

a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh).

b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang

tradisional.

c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama

sendiri).

d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.

e) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.

f) Pada masa ini (terutama usia 6,0-8,0 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:

a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

(23)

e) Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

f) Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya

biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri. Masa keserasian bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa yang biasanya disebut poeral. Berdasarkan penelitian para ahli, sifat-sifat khas anak-anak masa poeral ini dapat diringkas dalam dua hal, yaitu:

a. Ditujukan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak poenal ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si jujur, si juara, dan sebagainya.

b. Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, Pada mereka dorongan bersaing besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri sebagai masa “competitive socialization”.

Suatu hal penting pada masa ini ialah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan), khususnya otoritas orangtua dan guru. Anak-anak poeral menerima otoritas orangtua dan guru sebagai suatu hal yang wajar. Justru karena hal tersebut, anak-anak mengharapkan adanya pihak orangtua dan guru serta pemegang otoritas orang dewasa yang lain.

c. Masa Usia Sekolah Menengah

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa, yaitu sebagai berikut.

1) Masa praremaja (remaja awal)

(24)

2) Masa remaja (remaja madya)

Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai gejala remaja.

Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup itu dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas dipuja walaupun sesuatu yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya mengetahui bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang diinginkannya. Kedua, objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memujanya dalam khayalan.

3) Masa remaja akhir

Setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas

perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan masuklah individu ke dalam masa dewasa.

d. Masa Usia Kemahasiswaan

Masa usia mahasiswa sebenarnya berumur sekitar 18,0 sampai 25,0 tahun. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya. Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini

(25)

IV. Rangkuman

Perkembangan merupakan perubahan progressif dan berkesinambungan yang dialami individu dari lahir sanpai akhir hayatnya. Dalam menjalani perkembangannya setiap individu dibatasi oleh prinsip-prinsip perkembangan yaitu (1) Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (2) semua aspek salaing mempengaruhi (3) mengikuti pola tertentu (4) terjadi pda tempo yang berlainan (5) setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas (6) setiap individu normal akan mengalami fase perkembangan (7) perkembangan ditentukan oleh kematangan .

(26)

V. Evaluasi

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perkembangan dan jelaskan pula

ciri-ciri dari perkembangan.

2. Pilihlah 3 prinsip perkembangan dan jelaskan.

3. jelaskan pula tahap perkembangan berdasarkan analisis didaktis,

psikhologis dan analisis biologis.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujanto, 2005 Psikhologi Perkembangan, Jakarta : Rineka Cipta

Deswita, 2009. Psikhologi Perkembangan Peserta Didik , Bandung : Rosda Karya.

Hurlock .EB , 1980, Psikhologi Perkembangan Suatu Rentang Kehidupan Sepanjang Hayat .alih bahasa Istiwidayanti,Soejarwo , Jakarta : Erlangga

Moks, Haditono, 2006. Psikhologi Perkembangan, suatu pengantar dalam berbagai-bagiannya , Yokyakarta : Gajah Mada University Press.

(28)

BAB II

TEORI PERKEMBANGAN

I. Tujuan Umum Pembelajaran

Mahasiswa mampu mendeskripsikan teori-teori perkembangan.

II. Tujuan Khusus Pembelajaran

Mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan teori perkembangan psikis analisis 2. Menjelaskan teori-teori kognitif

3. Menjelaskan teori-teori prilaku dan kognisi sosial 4. Menjelaskan teori kontekstual ekologis

5. Menjelaskan orientasi teoritis Eklektif

III. Materi Pembelajaran

Dibagian ini, secara singkat akan dijelaskan perspektif teoritis yang utama mengenai perkembangan manusia, yaitu psikoanalisis, kognitif, perilaku dan sosial kognitif, serta kontekstual ekologis. Proses-proses biologis merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam teori psikoanalisis Freud, proses-proses kognitif dalam teori perkembangan kognitif Piaget, teori kognitif sosio-budaya Vygotsky, teori prmrosessan informasi, dan teori sosial kognitif; serta proses-proses emosional penting juga dalam teori psikoanalisis Freud dan Erikson, dalam teori kognitif sosio-budaya Vygosky, dalam teori perilaku dan sosial kognitif, dan dalam teori kontekstual ekologis,

Teori-teori Psikoanalisis

Menurut teori psikoanalisis (psychoanalytic theory), proses

(29)

1. Teori Freud.

Freud (1856-1939) mengembangkan teori psikoanalisisnya berdasarkan pengalamannya dalam menangani kehidupan mental pasien-pasiennya. Sebagai seorang dokter yang mengambil spesialisasi di bidang neurologi, Freud meluangkan sebagian besar masa hidupnya di Wina. Menjelang akhir karirnya, Freud pindah ke London untuk melarikan diri dari rezim Nazi yang anti-Yahudi.

Struktur Kepribadian Freud (1917) menyatakan bahwa kepribadian memiliki tiga struktur. yaitu: id, ego, dan superego. Id terdiri dari insting. yang merupakan persediaan energi psikis individu. Dalam pandangan Freud, id sepenuhnya tidak disadari: id tidak memiliki kontak dengan realitas. Ketika anak-anak mengalami berbagai tuntutan dan pembatasan realitas, muncul sebuah struktur baru dan kepribadian-ego, yang menangani tuntutan realitas, Ego disebut juga “cabang eksekutif’ dan kepribadian karena ego membuat keputusan rasional.

Id dan ego tidak mempertimbangkan moralitas-keduanya tidak mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego adalah struktur kepribadian yang mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego sering kali kita juluki sebagai “hati nurani.”

Menurut Freud kepribadian dapat diumpamakan sebagai sebuah gunung es. Sebagian besar kepribadian kita terletak di bawah tingkat kesadaran kita, seperti halnya sebagian besar dari sebuah gunung es itu terletak di bawah permukaan air.

Freud berpendapat bahwa kehidupan remaja dipenuhi dengan ketegangan dan konflik. Menurut Freud, remaja berusaha meredakan ketegangan yang dialami dengan cara memendam konflik tersebut ke dalam pikiran yang tidak sadar. Freud berpendapat bahwa perilaku-perilaku yang tampaknya sepele sekalipun, sebenarnya merupakan segi yang penting apabila kekuatan tidak sadar yang melatar belakangi perilaku itu diungkapkan. Kedutan. coretan gambar yang tampaknya tidak berarti, senyuman masing-masing dapat menyingkapkan konflik yang tidak disadari. Sebagai contoh. Barbara yang berusia 17 tahun, mencium dan memeluk Tom sambil berseru dengan gembira, “Oh. Jeff aku sangat mencintaimu.” Sambil mengelak, amarah Tom meledak: ‘Mengapa kamu memanggilku Jeff? Kukira kamu sudah tidak memikirkan dia lagi. Kita harus bicara!” kita mungkin ingat saat-saat ketika salah ucap sebagaimana yang dikatakan oleh Freud dapat mengungkapkan motif- motif yang tidak Anda sadari.

(30)

melalui mekanisme pertahanan (defense mechanism). Mekanisme pertahanan merupakan metode yang tidak disadari untuk mendistorsikan realitas, yang digunakan oleh ego untuk melindungi dirinya dari kecemasan yang disebabkan oleh adanya konflik antara ketiga struktur kepribadian. Ketika ego menangkap bahwa tuntutan id dapat membahayakan, timbullah kecemasan, yang mengingatkan ego untuk menyelesaikan konflik melalui mekanisme pertahanan.

Menurut Freud, represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan bersifat naluriah. Represi mendorong impuls-impuls id untuk tetap berada di bawah kesadaran kita. Represi merupakan dasar dari semua mekanisme pertahanan lainnya, karena tujuan dari setiap mekanisme pertahanan adalah untuk menekan, atau mendorong, impuls-impuls yang mengancam agar keluar dari kesadaran. Dalam pandangan Freud, masa kanak-kanak awal sering kali merupakan pengalaman yang bersifat seksual yang terlalu menakutkan dan menekan bagi kita untuk diatasi secara sadar. Kita mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh konflik ini dengan cara menekan pengalaman-pengalaman ini. Meskipun demikian, Peter Blos (1989), seorang psikoanalis berkebangsaan lnggris, serta Anna Freud (1966), anak perempuan Sigmund Freud, berpendapat bahwa mekanisme pertahanan dapat memberikan pandangan mengenai perkembangan remaja. Blos menyatakan bahwa regresi yang berlangsung. selama masa remaja sebenarnya tidak sepenuhnya bersifat defensif, namun lebih merupakan suatu aspek yang integral, normal, tidak terelakkan, dan universal bagi remaja. Sifat dasar dari regresi antara remaja yang satu dapat berbeda dan remaja lainnya. Pada remaja yang satu mungkin menggejala dalam bentuk kepatuhan dan kebersihan, sementara pada remaja lainnya mungkin menggejela dalam bentuk sikap pasif yang merupakan karakteristik perilakunya di masa kanak-kanak.

Anna Freud (1966) mengembangkan sebuah gagasan yang menyatakan bahwa mekanisme pertahanan tersebut merupakan kunci untuk memahami penyesuaian diri remaja. Ia berpendapat bahwa masalah-masalah remaja tidak bersumber pada id atau kekuatan-kekuatan instingtual, namun pada “love object” atau “objek cinta” di masa lalu. Menurut Anna Freud, kelekatan dengan objek cinta ini, biasanya orang tua, berlangsung terus di masa bayi, kemudian berkurang atau terhambat di masa kanak-kanak. Di masa remaja, dorongan-dorongan ini mungkin dibangkitkan kembali. atau, yang terburuk, terdapat dorongan-dorongan baru yang bergabung dengan dorongan sebelumnya.

(31)

apabila digunakan untuk sementara waktu dengan cara yang tidak berlebihan. Meskipun demikian, mekanisme pertahanan sebaiknya tidak mendominasi perilaku individu dan mencegah seseorang untuk menghadapi kenyataan.

Tahap-Tahap Psikoseksual Ketika Freud mendengarkan, menggali, dan menganalisis pasien-pasiennya, ia menjadi yakin bahwa masalah mereka bersumber dari pengalaman-pengalaman di masa awal kehidupan. Menurut Freud, manusia akan melalui lima tahap perkembangan psikoseksual, dan di setiap tahap perkembangan individu memperoleh kenikmatan di suatu bagian tubuh tertentu. (lihal Gambar 2.1):

Tahap oral (oral stage). Tahap oral adalah tahap perkembangan Freudian yang pertama, yang berlangsung selama 18 bulan pertama dari kehidupan, di mana kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut. Mengunyah, mengisap, dan menggigit menjadi sumber kepuasan yang utama. Aksi-aksi ini dapat meredakan ketegangan pada bayi.

Tahap anal (anal stage). Tahap anal adalah tahap perkembangan Freudian yang kedua, yang berlangsung antara usia 1½ tahun hingga 3 tahun, di mana kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi pengeluaran yang terhubung dengan anus. Menurut Freud, latihan otot anal dapat meredakan ketegangan.

Tahap falik (phallic stage). Tahap falik adalah tahap perkembangan Freudian yang ketiga, yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun; nama tersebut berasal dari kata Latin phallus, yang berarti “penis.” Selama tahap falik, kenikmatan dipusatkan di daerah genital, di mana ini terjadi ketika anak menemukan bahwa manipulasi diri itu menyenangkan.

Menurut Freud, secara khusus tahap falik penting bagi perkembangan kepribadian karena di periode inilah muncul kompleks Oedipus. Nama ini berasal dari mitologi Yunani, di mana Oedipus, anak laki-laki dan Raja Thebes, tanpa disengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Menurut teori Freud, kompleks Oedipus (Oedipus complex) adalah hasrat yang kuat dari seorang anak kecil untuk menggantikan kedudukan orang tua yang berjenis kelamin sama dan menikmati afeksi yang diperoleh dari orang tua yang berjenis kelamin berbeda. Konsep Freud mengenai kompleks Oedipus ini dikritik oleh sejumlah psikoanalis dan penulis.

(32)

berjenis kelamin sama dan berjuang agar dapat menyerupainya. Menurut Freud, apabila konflik ini tidak terselesaikan, individu dapat terfiksasi pada tahap falik.

Tahap laten (latency stage). Tahap laten adalah tahap perkembangan Freudian yang keempat, yang berlangsung antara usia sekitar 6 tahun hingga pubertas; anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini dapat menyalurkan sebagian besar energi anak ke dalam bidang-bidang kehidupan emosional yang aman dan dapat membantu anak untuk melupakan konflik yang sangat mengganggu di tahap falik.

Tahap genital (genital stage). Tahap genital adalah tahap perkembangan Freudian yang kelima dan terakhir, yang berlangsung sejak masa remaja hingga ke masa selanjutnya. Tahap genital adalah masa dan kebangkitan seksual: kini sumber kenikmatan seksual terletak di luar keluarga. Menurut Freud, konflik-konflik dengan orang tua yang tidak terselesaikan akan muncul kembali di masa remaja. Apabila konflik-konflik ini terselesaikan, individu akan mampu mengembangkan relasi cinta yang matang dan berfungsi secara mandiri sebagai seorang dewasa.

Gambar 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Freud

(33)

Tahap-tahap Erikson Periode Perkembangan

Integritas versus kekecewaan Masa dewasa akhir (60 tahun ke atas)

Bangkit versus stagnasi Masa dewasa menengah (40-an, 50-an)

Keintiman versus keterkucilan Masa dewasa awal (20-an, 30-an)

Identitas versus kebingunan identitas Masa remaja (10-20 tahun)

Tekun versus rasa rendah diri Masa kanak-kanak tengah & akhir (usia SD, 6 th-pubertas)

Prakarsa versus rasa bersalah Masa kanak-kanak awal (masa prasekolah, 3-5 tahun)

Otonomi versus malu dan ragu-ragu Masa bayi (1-3 tahun)

Kepercayaan versus ketidak percayaan

Masa bayi (satu tahun pertama)

Gambar 2.2. Delapan Tahapan kehidupan menurut Erikson ke bawah saja

2. Teori Erikson

Erik Erikson (1902-1994) mengakui kontribusi Freud namun beliau berpendapat bahwa Freud memiliki penilaian yang keliru mengenai sejumlah

dimensi penting dan perkembangan manusia. Berbeda dari tahap-tahap

(34)

Kepercayaan versus ketidakpercayaan (trust versus mistrust) adalah tahap pertama dan perkembangan psikososial, yang dialami dalam satu tahun pertama dari kehidupan seseorang. Perasaan percaya menuntut adanya perasaan nyaman secara fisik dan setidaknya perasaan takut dan ragu-ragu terhadap masa depan. Di masa bayi, kepercayaan akan menentukan tahap bagi harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan (autonomy versus shame and doubt) adalah tahap kedua dari perkembangan menurut Erikson, yang berlangsung antara akhir masa bayi hingga masa baru mulai berjalan (usia 1 hingga 3 tahun). Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.

Prakarsa versus rasa bersalah (initiative versus guilt), yang merupakan tahap ketiga dan perkembangan menurut Erikson, berlangsung selama prasekolah. Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan yang lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi. Perilaku yang aktif dan bertujuan dibutuhkan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Dalam tahap ini anak-anak diharapkan mampu bertanggung jawab terhadap tubuh mereka, perilaku mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan mereka. Namun, perasaan bersalah dapat muncul apabila anak dianggap tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa sangat cemas. Erikson memiliki suatu pandangan yang positif mengenai tahap ini. Ia yakin bahwa sebagian besar rasa bersalah segera digantikan dengan rasa berhasil.

(35)

menemukan apa yang dapat dipelajari agar dapat mencapai sesuatu yang belum pernah terpikirkan sebelumnya” (Erikson, 1968, h. 127).

Identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion) adalah tahap kelima dari perkembangan menurut Erikson, yang berlangsung masa remaja. Di masa ini, individu dihadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakah mereka itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya. Remaja dihadapkan pada peran-peran baru dan status orang dewasa-pekerjaan dan romantika, contohnya. Orang tua sebaiknya mengizinkan mereka untuk menjajaki berbagai peran yang berbeda, maupun berbagai jalur yang terdapat dalam suatu peran tertentu. Jika mereka menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan sampai pada suatu jalur yang positif untuk diikuti dalam kehidupan, maka identitas yang positif akan dicapai. Jika suatu identitas terlalu dipaksakan oleh orang tua dan jika remaja tidak cukup berhasil dalam menjajaki berbagai peran dan mendefininsikan masa depannya secara positif, maka mereka akan mengalami kebingungan identitas.

Keintiman versus keterkucilan (intimacy versus isolation) adalah tahap keenam dari perkembangan menurut Erikson, yang dialami individu selama masa dewasa awal. Di masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Erikson mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri sendiri di satu sisi, namun kehilangan diri sendiri di sisi lainnya. Jika seorang dewasa muda membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai; jika tidak, ia akan merasa terkucil.

Bangkit versus stagnasi (generativity versus stagnation), yang merupakan tahap ketujuh dari perkembangan menurut Erikson, berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan utama yang dihadapi individu di masa ini adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna-inilah yang dimaksud dengan generativity oleh Erikson. Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong generasi berikutnya disebut stagnation.

(36)

puas-integritas tercapai. Jika manusia lanjut usia telah menyelesaikan banyak tahap sebelumnya secara negatif. pandangan retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemuraman-yang disebut Erikson sebagai despair (putus asa).

Erikson tidak berpendapat bahwa solusi yang tepat untuk sebuah krisis di suatu tahap haruslah sepenuhnya positif. Berhadapan dengan sisi negatif dari sebuah tahap merupakan suatu hal yang kadangkala tidak dapat dihindari-Anda tidak dapat mempercayai semua orang dalam segala situasi, contohnya. Meskipun demikian, resolusi positif terhadap krisis di sebuah tahap seharusnya dapat lebih mendukung perkembangan yang optimal, dibandingkan dengan resolusi negatif (Hopkins, 2000).

Evaluasi Terhadap Teori-Teori Psikoanalisis Kontribusi dan teori-teori psikoanalisis meliputi penekanannya pada faktor-faktor sebagai berikut:

• Pengalarnan masa awal memainkan peranan penting bagi

perkembangan.

• Relasi keluarga merupakan salah satu aspek pokok dari perkembangan.

• Kepribadian dapat dipahami secara lebih baik apabila kepribadian juga ditelaah dari sisi perkernbangannya.

• Pikiran tidak sepenuhnya disadari; aspek-aspek yang tidak disadari dari pikiran perlu dipertirnbangkan.

• Dalam teori Erikson, perubahan dapat berlangsung di masa dewasa maupun di masa kanak-kanak.

Berikut ini adalah beberapa kritik yang dilontarkan terhadap teori-teori psikoanalisis:

• Konsep-konsep utama dari teori-teori psikoanalisis sulit diuji secara ilmiah.

• Banyak data yang digunakan untuk mendukung teori-teori psikoanalisis berasal dari rekonstruksi individu terhadap masa lalunya sering kali jauh di masa lalu yang akurasinya tidak diketahui.

• Terlalu banyak menekankan pentingnya peranan seksualitas terhadap perkembangan (khususnya teori Freud).

• Terlalu banyak menekankan pentingnya pengaruh pikinan yang tidak disadari terhadap perkembangan.

• Teori-teori psikoanalisis memberikan suatu gambaran mengenai

(37)

Teori-teori Kognitif

Jika teori-teori psikoanalisis menekankan pentingnya ketidaksadaran, teori-teori kognitif menekankan pikiran-pikiran yang disadari. Tiga teori kognitif yang paling penting adalah teori perkembangan kognitif menurut Piaget, teori kognitif sosio-budaya menurut Vygotsky, serta teori pemrosesan-informasi.

1. Teori Perkembangan Kognitif Dari Piaget.

Seorang psikolog tenkenal berkebangsaan Swiss, Jean Piaget (1896-1980) mengajukan sebuah teori penting mengenai perkembangan kognitif. Teori

Piaget (Piaget’s theory) menyatakan bahwa individu secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Dua proses-organisasi dan adaptasi melandasi konstruksi kognitif mereka rnengenai dunia. Untuk membuat dunia kita masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan pengalaman-pengalarnan kita. Sebagai contoh, kita berusaha memisahkan gagasan-gagasan yang penting dan gagasan-gagasan yang kurang penting. Kita juga berusaha mengaitkan antara gagasan yang satu dengan gagasan lainnya. Di samping itu kita juga melakukan adaptasi terhadap pikiran-pikiran kita agar dapat melibatkan berbagai gagasan baru karena informasi-informasi tambahan dapat memperluas pemahaman kita.

Gambar 2.3. Empat Tahap Perkembangan Menurut Piaget

(38)

kognisi anak di sebuah tahap secara kualitatif berbeda dibandingkan dengan tahap lainnya.

Bagaimanakah keempat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget itu? Tahap sensorimotor (sensorimotor stage), yang berlangsung mulai dari lahir hingga usia sekitar 2 tahun, adalah tahap pertama Piaget. Dalam tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman mengenai dunianya dengan mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) yang disertai dengan tindakan-tindakan fisik dan motorik oleh karena itulah tahap ini disebut sensorimotor. Di awal tahap ini, bayi yang baru lahir memperlihatkan gerakan yang tidak lebih dari sekedar refleks. Di akhir tahap ini. seorang bayi berusia 2 tahun telah mengembangkan pola-pola sensorimotor yang kompleks dan mulai menggunakan simbol-simbol pnimitif

Tahap praoperasional (preoperational stage), yang berlangsung kurang lebih dari usia 2 hingga 7 tahun, adalah tahap kedua Piaget. Dalam tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata, bayangan-bayangan, dan gambar-gambar. Pikiran simbolik melampaui hubungan sederhana antara informasi sensoris dan tindakan fisik. Meskipun demikian, menurut Piaget, anak-anak prasekolah ini belum mampu melakukan apa yang oleh Piaget disebut ‘operasi (operation)”, yaitu tindakan dari dalam mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara fisik.

Tahap operasional konkret (concrete operational stage), yang berlangsung kurang lebih dari usia 7 hingga 11 tahun, adalah tahap ketiga Piaget. Dalam tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek, dan mereka juga dapat bernalar secara logis, sejauh hal itu diterapkan dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Sebagai contoh, para pemikir operasional konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu persamaan aljabar, yang terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap perkembangan ini.

(39)

hipotesis mengenai mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji hipotesis ini.

2. Teori Kognitif Sosio-budaya Dari Vygotsky

Seorang ahli perkembangan berkebangsaan Rusia, Lev Vygotsky (1896-1934), lahir di tahun yang sama dengan Piaget, namun meninggal lebih awal, di usia 37 tahun. Vygotsky berpendapat bahwa individu secara aktif menyusun pengetahuan mereka mengenai dunia. Meskipun demikian, dibandingkan Piaget, Vygotsky (1962) memberi penekanan lebih besar mengenai pentingnya interaksi sosial dan budaya. Hingga tahun 1960-an, gagasan Piaget maupun gagasan Vygotsky tetap tidak dikenal di kalangan sarjana. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, para psikolog dan pendidik Amerika semakin berminat terhadap pandangan Vygotsky (1962).

Teori Vygotsky (Vygotsky theory) adalah teori kognisi sosio-budaya yang menekankan bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif. Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya (John-Steiner & Mahn, 2003). Ia berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi, dan penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk menggunakan temuan-temuan dari masyarakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapat meliputi kegiatan belajar berhitung dengan bantuan komputer. Di hari lainnya, individu juga dapat belajar berhitung dengan menggunakan tangannya atau manik-manik.

Teori Vygotsky telah cukup banyak merangsang minat terhadap pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan itu kolaboratif (John Steiner & Mahn, 2003; Kozulin, 2000; Rogoff, 2001). Dalam pandangan ini, pengetahuan tidak disimpulkan dari dalam individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan berbagai objek di dalam budaya tersebut, seperti buku-buku. Hal ini mengimplikasikan bahwa pengetahuan paling baik dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dalam aktivitas kooperatif. Secara khusus, Ia berpendapat bahwa interaksi anak-anak dengan orang dewasa dan kawan-kawan sebaya yang lebih terampil tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan perkembangan kognitif mereka (Rowe & Wertsch, 2004). Melalui interaksi ini, anggota yang kurang terampil dan suatu budaya belajar untuk menggunakan perangkat yang dapat membantu mereka untuk benadaptasi dan berhasil.

(40)

3. Teori Pemrosesan-Informasi Teori pemrosesan-informasi (information processing theory)

Menekankan bahwa individu memanipulasi, memonitor, dan menyusun strategi terhadap informasi-informasi yang ditemui. Dalam teori ini proses memori dan berpikir menjadi tema sentral. Menurut teori ini, secara bertahap remaja mengembangkan kapasitas yang lebih besar untuk memproses informasi, di mana hal ini memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang kompleks (Feldman, 2003; Munakata, 2006; Siegler, 2001, 2006; Siegler & Alibali, 2005). Tidak seperti teori

perkembangan kognitif Piaget, teori pemrosesan informasi tidak

mendeskripsikan perkembangan dalam tahapan-tahapan.

Meskipun terdapat banyak faktor yang merangsang pertumbuhan teori pemrosesan informasi ini. tidak ada yang lebih penting dibandingkan kemajuan di dalam dunia komputer, yang mendemonstrasikan bahwa sebuah mesin dapat melakukan operasi logis. Para psikolog mulai bertanya-tanya apakah operasi logis yang dilakukan oleh komputer dapat memberikan informasi tentang cara kerja pikiran manusia. Untuk menjelaskan hubungan antara kognisi atau pikiran dengan otak, mereka membuat analogi antara komputer dan otak, membandingkan otak manusia dengan perangkat keras komputer dan antara kognisi dengan perangkat lunak komputer. Meskipun perangkat keras dan perangkat lunak bukanlah analogi yang sempurna untuk otak dan aktivitas kognitif, perbandingan semacam itu berkontribusi bagi gagasan kita mengenai pikiran sebagai sebuah sistem pemrosesan informasi.

Robert Siegler (1998), seorang ahli terkemuka di bidang pemrosesan-informasi, menyatakan bahwa kegiatan berpikir merupakan suatu bentuk pemrosesan-informasi. Menurut Siegler, ketika individu menangkap, menuliskan sandi (encoding), menampilkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi, mereka sebenarnya sedang berpikir. Siegler menekankan bahwa aspek penting dan perkembangan adalah mempelajari strategi-strategi yang baik untuk memproses informasi. Sebagai contoh, menjadi pembaca yang lebih baik itu meliputi belajar memonitor tema-tema penting dan materi-materi yang dibaca.

Evaluasi Terhadap Teori-Teori Kognitif .

Kontribusi dari teori-teori kognitif meliputi sebagai berikut:

• Teori-teori kognitif menyajikan suatu pandangan yang positif mengenai perkembangan, menekankan pada pemikiran yang disadari.

(41)

• Teori Piaget dan Vygotsky menekankan pentingnya kajian terhadap perubahan perkembangan dalam pemikiran.

• Teori pemrosesan-informasi sering kali menawarkan deskripsi yang terperinci mengenai proses-proses kognitif.

Kritik-kritik yang dilontarkan terhadap teori-teori kognitif adalah sebagai berikut:

• Perkembangan kognitif tidak berlangsung dalam tahapan-tahapan

seperti dikemukakan dalam teori Piaget.

• Teori-teori kognitif tidak memberi perhatian yang memadai terhadap variasi individual dalam perkembangan kognitif.

• Teori pemrosesan-informasi tidak menyediakan deskripsi yang

memadai mengenai perubahan perkembangan dalam kognisi.

• Para ahli teori psikoanalisis ‘menyatakan bahwa teori-teori kognitif kurang memberi perhatian pada pemikiran yang tidak disadari.

(42)

Teori-teori Perilaku dan Kognitif Sosial

Hubungan Tom yang berusia 17 tahun, dengan Ann yang berusia 16 tahun, mulai berlangsung stabil. Mereka berdua memiliki kepribadian yang hangat, ramah, dan mereka menikmati kebersamaan itu. Para ahli teori psikoanalisis akan menyatakan bahwa kepribadian mereka yang hangat dan ramah itu dipengaruhi oleh relasi dengan orang tua yang telah berlangsung lama, khususnya di tahun-tahun awal kehidupan. Para ahli teori ini juga menyatakan bahwa penyebab ketertarikan di antara pasangan itu bersifat tidak disadari; mereka tidak menyadari bagaimana warisan biologis dan pengalaman hidup di masa awal dapat mempengaruhi perilaku remaja mereka.

Para behavioris dan ahli teori sosial kognitif akan mengobservasi Tom dan Ann serta menjumpai sesuatu yang sangat berbeda di antara mereka. Para ahli teori ini akan menelaah pengalaman Tom dan Ann, khususnya pengalaman terakhir, agar dapat memahami ketertarikan mereka satu sama lain. Tom akan mendeskripsikan perilaku Ann sebagai hal yang menyenangkan, demikian sebaliknya. Mereka tidak menggunakan pikiran-pikiran yang tidak disadari, Oedipus kompleks, tahap-tahap perkembangan, ataupun mekanisme pertahanan, sebagai referensi. Teori - teori perilaku dan sosial kognitif menekankan peranan pengalaman lingkungan dan perilaku yang teramati dalam memahami perkembangan remaja. Para ahli teori sosial kognitif juga menekankan faktor-faktor pribadi/kognitif dalam perkembangan.

1. Behaviorisme Skinner

Behaviorisme (behaviorism) rnenekankan studi ilmiah mengenai respons perilaku yang teramati serta determinan-determinan lingkungan. Dalam perilaku menurut B.F. Skinner (1904-1990), pikiran, kesadaran atau ketidaksadaran, tidak dibutuhkan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Bagi Skinner, perkembangan adalah perilaku. Sebagai contoh, pengamatan terhadap Sam mengungkapkan bahwa perilakunya adalah malu, berorientasi pada prestasi, dan peduli. Mengapa Sam berperilaku seperti ini? Menurut Skinner (1938), hadiah dan hukuman yang telah diperoleh dari lingkungan, membentuk Sam untuk menjadi seorang yang pemalu, berorientasi pada prestasi, dan peduli. Karena interaksinya dengan para anggota keluarga, kawan, guru, dan orang lain, Sam belajar untuk berperilaku seperti ini.

(43)

2003). Bagi para behavioris. perilaku malu dapat ditransformasikan menjadi perilaku yang lebih berorientasi sosial; perilaku agresif dapat dibentuk menjadi perilaku jinak; perilaku lesu dan membosankan dapat diubah menjadi tingkah laku antusias dan menarik.

2. Teori Kognitif Sosial

Beberapa ahli psikologi setuju dengan pendapat para behavioris yang menyatakan bahwa perkembangan itu dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh lingkungan. Meskipun demikian, mereka menganggap bahwa pendapat Skinner terlalu jauh ketika ia menyatakan bahwa faktor pribadi atau kognisi tidak penting dalam memahami perkembangan (Epstein, 2003). Teori kognitif

sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan faktor-faktor penting dalam perkembangan,

Albert Bandura (1986, 1997, 2000, 2001, 2004) dan Walter Mischel (1973, 1995, 2004) adalah arsitek dan versi kontemporer teori kognisi sosial, yang awalnya oleh Mischel (1973) dinamai teori pembelajaran sosial kognitif (cognitive social learning theory). Sebagairnana yang diperlihatkan di gambar 2.5, Bandura menyatakan bahwa faktor perilaku. lingkungan, dan pibadi/kognitif, seperti keyakinan, perencanaan, dan berpikir. dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian, dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang (sesuai dengan pandangan Skinner), namun ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Faktor pribadi/kognitif dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan sebaliknya. Faktor-faktor pribadi/kognitif dapat meliputi self-refficacy (keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan dampak yang diinginkan), kemampuan merencanakan, dan keterampilan berpikir.

(44)

Teori kognitif sosial dari Bandura menekankan pengaruh timbal balik antara faktor-faktor perilaku, pribadi/kognitif, dan lingkungan

Bandura berpendapat bahwa pembelajaran observasional (observational learning) merupakan aspek penting mengenai kegiatan belajar kita. Melalui belajar observasional, kita membentuk gagasan-gagasan mengenai perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku ini ke dalam diri kita (Zimmerman & Schunck, 2002). Sebagai contoh, seorang anak laki-laki mungkin mengamati ledakan amarah dan sikap permusuhan ayahnya ketika menghadapi orang lain; ketika diamati bersama dengan kawan-kawan sebayanya, ia memperlihatkan karakteristik yang sama dengan perilaku ayahnya.

Seperti pendekatan perilaku Skinner, pendekatan sosial kognitif menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan. Penelitian ini berfokus pada proses-proses yang menjelaskan perkembangan-faktor-faktor sosio-emosional dan kognitif yang mempengaruhi cara kita hidup bermasyarakat.

Evaluasi Terhadap Teori-Teori Perilaku dan Kognisi Sosial Berikut ini adalah beberapa kontribusi yang diberikan oleh teori-teori perilaku dan kognisi sosial, sebagai berikut:

 Menekankan pentingnya penelitian ilmiah.

 Memfokuskan pada determinan Iingkungan terhadap perilaku.

 Menekankan pentingnya pembelajaran observasional (oleh Bandura).

 Melibatkan faktor-faktor pribadi dan kognitif (dalam leon sosial kognitif).

Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap teori-teori perilaku dan kognisi sosial adalah sebagai berikut:

 Kurang menekankan kognisi (dalam teori Skinner).

 Terlalu menekankan determinan lingkungan.

 Tidak memberi pembahasan yang memadai mengenai perubahan

perkembangan.

 Kurang mempertimbangkan spontanitas dan kreativitas manusia.

Teori Kontekstual Ekologis

Pendekatan lain yang menekankan pentingnya pengaruh lingkungan

terhadap perkembangan adalah teori kontekstual ekologis (ecological

(45)

Kelima sistem dalam teori ekologis menurut Bronfenbrenner adalah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, rnakrosistem. dan kronosistem (Bronfenbrenner, 1986, 1995, 2000, 2004; Bronfenbrenner & Morris, 1998, 2006)

Mikrosistem (microsystem): Situasi di mana remaja hidup. Konteks ini dapat meliputi keluarga, kawan-kawan sebaya, sekolah, dan lingkungan sekitar. Dalam mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung antara remaja dengan agen-agen sosial—misalnya dengan orang tua, kawan-kawan sebaya, dan guru. Dalam situasi ini remaja tidak dipandang sebagai penerima yang pasif namun sebagai seseorang yang membantu dalam membangun situasi.

Mesosisterm (mesosystem): Relasi antara dua mikrosistem atau lebih. Contohnya adalah relasi antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman bersama kawan-kawan sebaya. Anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat rnengalami kesulitan mengernbangkan relasi positif dengan guru.

Eksosistem (exosystem): Situasi sosial di mana remaja tidak memiliki peran aktif namun mempengaruhi pengalaman remaja. Sebagai contoh, pengalaman seorang ibu di tempat kerjanya mungkin dapat mempengaruhi relasinya dengan suaminya dan anak remajanya. Ibu tersebut mungkin memperoleh promosi yang menuntutnya untuk lebih banyak bepergian, yang mungkin dapat meningkatkan konflik dengan suaminya dan mengubah pola interaksinya dengan anak. Contoh lain dari eksosistem adalah pemerintahan kota, yang bertanggung jawab terhadap kualitas taman, pusat rekreasi, dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan remaja.

Makrosistem (macrosystem): Budaya di mana remaja hidup. Budaya (culture) merujuk pada pola-pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Studi lintas-budaya (cross cultural study)—perbandingan antara budaya yang satu dengan budaya lain— memberikan informasi mengenai generalitas perkembangan.

(46)

(Hetherington, 1993). Dua tahun setelah perceraian, interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil. Berkaitan dengan lingkungan sosio-budaya, rernaja perempuan jaman sekarang lebih terdorong untuk mengejar karir dibandingkan 20 atau 30 tahun yang lalu.

Bronfenbrenner (2000. 2004; Bronfenbrenner & Morris, 1998, 2006) baru-baru ini telah menambahkan pengaruh biologis dalam teorinya dan kini menyebutnya sebagai teori bioekologi (bioecological). Meskipun demikian, konteks Iingkungan masih memegang peran utama dalam teori Bronfenbrenner (Ceci, 2000).

Beberapa kontribusi yang diberikan oleh teori kontekstual ekologis adalah sebagai berikut:

 Melakukan kajian sistematis yang bersifat makro dan mikro terhadap dimensi-dimensi dan sistem lingkungan.

 Memperhatikan kaitan antara berbagai situasi lingkungan (mesosistem).

 Mempertimbangkan pengaruh-pengaruh sosio-historis terhadap

perkembangan (kronosistem).

Berikut ini adalah beberapa kritik yang dilontarkan terhadap teori kontekstual ekologis:

 Kurang menekankan dasar biologis dari perkembangan, meskipun teori juga

membahas pengaruh-pengaruh biologis.

 Mengabaikan proses-proses kognitif.

Gambar

TABEL 2.2.
Gambar 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Freud
Gambar 2.2. Delapan Tahapan kehidupan menurut Erikson ke bawah saja
Gambar 2.3. Empat Tahap Perkembangan Menurut Piaget
+5

Referensi

Dokumen terkait

2 Date Lengkap Hasil PenelitIan 88... BAB

Sebagaimana dijelaskan oleh Marselus R.payong dalam bukunya yang berjudul Sertifikasi Profesi Guru bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting dalam

Pada tahap refleksi ini, peneliti menganalisis hasil tes dan observasi siklus I, dan juga masih terdapat beberapa kelemahan/ kekurangan yaitu antusiasme siswa, dan

Kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung

Banyaknya garis yang dapat dibuat dari 8 titik yang tersedia, dengan tidak ada 3 titik yang segaris adalah …

Bila jarak kota A ke kota B hendak ditempuh dengan kecepatan rata- rata 60 km/jam, maka waktu yang diperlukan Budi menempuh jarak tersebut adalah ….. Jika kecepatan rata-rata bis 60

Manfaat penelitian ini adalah dapat dijadikan sumber acuan bagi penelitian lebih lanjut mengenai pelat timbal bekas tutup instalasi listrik pada atap rumah

Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu 10 Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Jadi sudah sangat jelas sekali bahwa