• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman penghasil umbi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman penghasil umbi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman penghasil umbi yang biasa dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan pangan. Umbi kentang kaya akan karbohidrat dan dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok. Oleh karena itu kentang merupakan salah satu makanan pokok dunia karena berada pada peringkat ke tiga tanaman yang dikonsumsi masyarakat dunia setelah beras dan gandum (International Potato Center, 2017).

Tanaman kentang termasuk kedalam jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dari keluarga Solanaceae yang merupakan tanaman semusim (annual), mempunyai kemampuan berkembang biak secara vegetatif melalui umbi, dan dapat tumbuh subur pada daerah beriklim dingin. Kentang lebih cocok ditanam pada daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian lebih dari 700 m dpl (Samadi, 2007). Taksonomi tanaman kentang adalah sebagai berikut (Pitojo, 2008):

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub Kelas : Asteridae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum

(2)

Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang terdiri atas tangkai daun utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles) yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer. Bagian rachis di bawah pasangan daun primer terbawah disebut petiole (Setiadi, 2009).

Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung varietasnya, tidak berkayu, berbuku-buku, berongga, dan bertekstur agak keras. Warna pada batang tanaman kentang pada umumnya adalah hijau tua dengan pigmen ungu dan memiliki cabang dan setiap cabang ditumbuhi daun yang rimbun (Rukmana, 1997).

Kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Diantara akar ini ada yang nantinya berubah bentuk dan fungsi menjadi bakal umbi, yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Pada stadium awal tumbuhnya, stolon sepintas seperti akar biasa. Warnanya lebih putih dan biasanya lebih panjang daripada akar cabang. Ukurannya juga lebih besar. Stolon amat lunak dan berisi lebih banyak cairan dibanding akar. Stolon inilah yang bakal menghasilkan umbi kentang. Setelah mencapai ujung maksimal, stolon akan menggembung pada ujungnya (Hartus, 2001)

Bunga tanaman kentang berwarna kuning atau ungu dan merupakan bunga berkelamin ganda (hermaphroditus). Mahkota berbentuk trompet dengan ujung seperti bintang, benang sari berwarna kuning melingkari putik. Bunga kentang membuka pada pagi hari dan menutup pada sore hari yang berlangsung 3-7 hari (Soelarso, 1997).

Ukuran, bentuk dan warna umbi kentang bermacam-macam, tergantung varietasnya. Ukuran umbi bervariasi dari kecil hingga besar. Bentuk umbi ada yang

(3)

bulat, oval, bulat panjang. Umbi kentang berwarna kuning, putih dan merah (Samadi, 2007).

Komposisi kimia kentang dipengaruhi oleh varietas, tipe tanah, cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi penyimpanan (Sunarjono, 2007). Kentang memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh sebagaimana tercantum pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Komposisi Kimia Kentang dan Singkong Tiap 100 gram

Komponen Kentang Singkong

Protein (g) 2,00 1,20 Lemak (g) 0,10 0,30 Karbohidrat (g) 19,10 34,70 Kalsium (mg) 11,00 33,00 Fosfor (mg) 56,00 40,00 Zat Besi (mg) 0,70 0,70 Vitamin B1 (mg) 0,09 0,06 Energi (kal) 83,00 146,00

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kentang mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan singkong. Protein bermanfaat sebagai pembangun jaringan tubuh seperti kulit, daging, dan otot-otot. Kandungan lemak pada kentang lebih rendah dibandingkan singkong. Kandungan lemak yang rendah dapat membantu dalam menjaga berat badan apabila dikonsumsi (Samadi, 2007). Kentang juga mengandung fosfor yang lebih tinggi dari singkong. Salah satu manfaat fosfor terbesar bagi kesehatan tubuh adalah membantu proses pembentukan tulang dan gigi yang sehat. Akan tetapi kentang memiliki kandungan karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan singkong. Karbohidrat berfungsi untuk meningkatkan energi dalam tubuh serta meningkatkan proses metabolisme tubuh seperti proses pencernaan, pernafasan, dan lain sebagainya. Selain itu kalori yang dihasilkan

(4)

kentang lebih rendah dari singkong, sehingga kentang lebih baik dikonsumsi untuk menjaga berat badan tetap stabil.

2.2. Tepung Kentang

Tepung kentang merupakan salah satu bentuk pengolahan dari kentang. Tepung kentang ini banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack, makanan bayi, mie instan, saus, permen, selai, serta buah kaleng. Selain itu tepung kentang juga dapat digunakan dalam pengolahan daging, salah satunya adalah pembuatan bakso. Pati kentang yang kaya akan kandungan karbohidrat menjadikannya bahan yang cocok untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada bakso. Proses pembuatan tepung kentang (Ilustrasi 1) tidak jauh berbeda dengan pembuatan tepung umbi lainnya.

Umbi

Pengupasan dan Pengirisan (tebal 1-2 mm)

Pengeringan dengan oven (50o C, 24 jam)

Penghalusan (grinder) 90 mesh

Tepung Umbi

Ilustrasi 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi (Richana dan Sunarti, 2004)

2.3. Aplikasi Penggunaan Tepung Kentang dalam Pengolahan Daging Tepung kentang sering digunakan dalam pengolahan produk pangan. Pada produk olahan daging tepung kentang digunakan sebagai bahan pengisi yang

(5)

bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air, mengurangi susut masak, meningkatkan keempukan, dan memperbaiki tekstur produk. Penggunaan tepung kentang sebagai bahan pengisi pada beberapa produk olahan daging yang telah teruji diantaranya:

1) Surimi-beef

Penggunaan tepung kentang sebanyak 9% dari berat adonan pada surimi-beef menghasilkan produk dengan kekuatan gel yang baik serta susut masak yang lebih rendah dibandingkan menggunakan tepung tapioka dan tepung jagung (Zhang, dkk., 2013).

2) Sosis Babi

Sosis babi dengan penggunaan tepung kentang sebanyak 5% dari berat adonan, menghasilkan sosis yang memiliki keempukan, tekstur, dan palatabilitas yang lebih baik dibandingkan menggunakan tepung tapioka (Ruban, dkk., 2008).

3) Bakso Puyuh

Tepung kentang sebanyak 3% dari berat adonan bakso puyuh menghasilkan bakso yang memiliki hasil pemasakan terbaik, elastisitas terbaik, dan tekstur terbaik dibandingkan menggunakan tepung tapioka, tepung jagung, tepung sagu, dan tepung gandum (Ikhlas, dkk., 2011).

2.4. Ayam

Ayam merupakan unggas yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia. Salah satu manfaat ayam bagi manusia adalah sebagai penghasil produk pangan. Produk pangan yang dapat dihasilkan oleh ayam adalah daging dan telur.

(6)

Oleh karena itu banyak masyarakat memelihara ayam, baik dalam skala kecil maupun industri.

Terdapat dua jenis ayam dalam industri peternakan yakni ayam kampung dan ayam broiler. Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang kehidupannya sudah lekat dengan masyarakat. Ayam kampung biasanya dipelihara oleh masyarakat perdesaan untuk mendapatkan daging, telur maupun sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat diuangkan. Penampilan fenotipe ayam kampung sangat beragam, begitupun sifat kualitatifnya seperti warna bulu dan jengger (Sartika dan Iskandar 2007). Sedangkan ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Taksonomi ayam adalah sebagai berikut (Khalid, 2011) :

Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebata Divisi : Carinathae Kelas : Aves Ordo : Galliformes Famili : Phasianidae Genus : Gallus

Spesies : Gallus domesticus

2.5. Daging Ayam

Daging ayam adalah daging yang berasal dari hasil pemotongan pada ternak ayam yang ditujukan untuk dikonsumsi. Jika dibandingkan dengan daging hewan

(7)

mamalia, struktur daging dari daging ayam pada umumnya sama. Hanya saja daging ayam memiliki serat daging yang pendek, halus, dan lunak serta jaringan ikatnya bersifat lebih tipis. Hal ini membuat daging ayam menjadi lebih empuk sehingga mudah untuk dikunyah dan memiliki flavor yang lembut. Selain itu aroma daging ayam tidak menyengat dan tidak berbau amis. (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Daging ayam merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap serta kaya akan protein. Kandungan protein pada daging ayam terdiri atas 3 bagian antara lain protein yang terdapat dalam jaringan ikat yaitu kolagen dan elastin, protein yang terdapat dalam sarkoplasma yaitu albumin dan globulin, serta protein yang terdapat pada myofibril. Selain itu daging ayam juga mengandung lemak yang rendah. Lemak dalam daging ayam pada umumnya terdiri atas fosfolipid (sebagian besar berupa lesitin), trigliserida (lemak netral), dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat pada daging ayam merupakan asam lemak yang tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat dan asam linoleat (Murtidjo, 2003). Berikut kandungan nutrisi pada daging ayam:

Tabel 2. Komposisi Nutrisi Daging Ayam (Broiler)

Sajian dalam 100 gram Protein Kalori Lemak Kolesterol Karbohidrat Broiler Utuh 23 g 134 4,1 g 76 mg 77,2 g

Dada 24 g 116 1,5 g 72 mg 77,2 g

Sayap 23 g 147 5,6 g 72 mg 77,1 g

Paha Bawah 21 g 131 3,8 g 79 mg 77,1 g

Sumber: Murtidjo (2003)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa daging ayam broiler memiliki komposisi nutrisi yang cukup baik dengan kandungan protein yang cukup tinggi dan lemak yang cukup rendah. Selain itu pada tiap bagian karkas daging ayam memiliki komposisi nutrisi yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa daging pada

(8)

bagian dada memiliki protein yang lebih tinggi serta lemak yang lebih rendah dibandingkan paha dan sayap. Sehingga daging dada lebih baik untuk dikonsumsi karena memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh.

2.6. Bakso

Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan (BSN, 2014). Bakso dapat disajikan dengan berbagai cara yaitu bakso kuah, bakso panggang, bakso goreng, dan beragam hidangan bakso lainnya. Bakso daging diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Bakso daging; bakso daging merupakan bakso dengan kandungan daging

minimal 45 %.

2) Bakso daging kombinasi; bakso daging kombinasi merupakan bakso dengan kandungan daging minimal 20 %.

Bahan dalam pembuatan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama pada pembuatan bakso yakni daging. Sementara bahan tambahannya antara lain bahan pengisi, garam, bumbu (bawang putih, merica, dan penyedap rasa) serta es batu (Wibowo, 2006).

Bakso daging ayam merupakan bakso dengan bahan baku utama daging ayam dengan penambahan bumbu – bumbu sebagaimana bakso pada umumnya. Selain harganya yang lebih murah pembuatan bakso dengan menggunakan daging ayam memiliki tekstur yang empuk karena serat – serat daging ayam lebih kecil dibandingkan dengan daging sapi yang pada umumnya sering digunakan dalam pembuatan bakso (Prima, dkk., 2013).

(9)

2.7. Bahan Pembentuk Bakso 2.7.1. Daging

Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009). Daging yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso antara lain daging sapi, ayam, ikan, dan kelinci. Dalam pembuatannya, jumlah daging dalam pembuatan bakso tidak boleh kurang dari 45% (BSN, 2014).

Kandungan protein dalam daging sangat berpengaruh dalam proses pembuatan bakso. Protein berfungsi sebagai emulsifier, serta berperan terhadap daya ikat air daging karena protein membantu membentuk jaringan yang kompak selama pemasakan dan mampu menahan air dalam jaringan tersebut (Winarno, 2004). Semakin tinggi protein daging maka bakso yang dihasilkan akan semakin baik kualitas dan kandungan gizinya.

Daging yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging sapi. Namun bakso juga dapat dibuat dari daging ayam. Bakso yang dihasilkan dari daging ayam memiliki tekstur lebih empuk dibandingkan bakso yang menggunakan daging sapi. Hal ini disebabkan karena serat daging pada daging ayam lebih tipis dibandingkan dengan serat daging pada daging sapi (Prima, dkk., 2013).

2.7.2. Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi pada bakso dapat berupa tepung atau pati yang kaya akan karbohidrat, mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi, mengandung protein dalam jumlah yang relatif rendah, mempunyai kapasitas mengikat air yang besar, dan kemampuan emulsifikasi yang rendah. Bahan pengisi dapat meningkatkan daya ikat air karena mampu menahan air selama proses pengolahan

(10)

dan pemanasan (Soeparno, 2009). Fungsi dari filler adalah meningkatkan daya ikat air, mengurangi penyusutan selama pemasakan, meningkatkan stabilitas emulsi, memperbaiki rasa , memperbaiki karakteristik irisan produk dan menurunkan biaya formulasi (Aberle, dkk., 2001).

Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso merupakan tepung yang mengandung protein rendah dan memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi (Wibowo, 2006). Kandungan pati yang berperan dalam pembuatan produk olahan daging adalah amilosa dan amilopektin.

Amilosa adalah komponen dari pati yang lebih mudah larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil serta mempunyai struktur linier yang terbentuk dari ikatan α-1,4 glikosidik dengan derajat polimerisasi antara 100-1000 unit glukosa. Amilopektin merupakan komponen dari pati yang terbentuk dari ikatan α-1,4 glikosidik dan bercabang pada ikatan α-1,6 glikosidik. Derajat polimerisasi amilopektin jauh lebih besar daripada amilosa. Rasio antara amilosa dan amilopektin di dalam pati sangat bervariasi dan berpengaruh besar terhadap kelarutan, kekentalan, pembentukan gel, dan suhu gelatinisasi dari pati (Martinez, dkk., 2004)

Perbandingan antara amilosa dan amilopektin sangat mempengaruhi sifat fisik dan akseptabilitas dari produk yang dihasilkan. Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa bahan yang digunakan, maka semakin lekat produk olahannya (Winarno, 2004).

Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Namun tidak menutup kemungkinan digunakannya tepung kentang sebagai bahan pengisi bakso, karena memiliki komposisi yang hampir sama dengan

(11)

tepung tapioka. Berikut perbandingan komposisi amilosa dan amilopektin tepung tapioka dan tepung kentang.

Tabel 3. Komposisi Kadar Amilosa & Amilopektin Tepung Tapioka dan Tepung Kentang

Jenis Tepung Kadar Amilosa Kadar Amilopektin Ukuran Granula Suhu Gelatinisasi Tepung Tapioka 17% 83% 5-35 μm 52-64oC Tepung Kentang 23% 77% 30- 100 μm 58-66oC

Sumber: BeMiller dan Whistler (2009)

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat kadar amilosa dan amilopektin antara kedua tepung tersebut tidak terlalu berbeda. Dengan demikian penggunaan tepung kentang sebagai bahan pengisi pada bakso akan memberikan pengaruh yang tidak jauh berbeda dengan tepung tapioka.

2.7.3. Air dan Es

Air berfungi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging dan berfungsi sebagai pelarut protein sarkoplasma. Penambahan air dan es pada pembuatan bakso berfungsi untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama pemasakan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, dan menjaga temperatur produk (Soeparno, 2009).

Penggunaan es dalam pembuatan bakso juga bertujuan untuk mempertahankan suhu agar tetap rendah selama penggilingan, membantu pembentukan emulsi, melarutkan garam serta mendistribusikan secara merata ke seluruh masa daging dan memudahkan ekstraksi protein serabut otot (Tati, 1998). Air yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso berupa serpihan es dan digunakan pada saat penggilingan daging dan adonan bakso.

(12)

2.7.4. Bumbu-bumbu

Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso antara lain garam, bawang putih, merica (lada), dan penyedap rasa. Tujuan penambahan bumbu-bumbu pada bakso yakni sebagai pemberi rasa dan aroma. Penggunaan bumbu-bumbu dalam industri pengolahan pangan berfungsi dalam meningkatkan cita rasa dari produk yang dihasilkan dan sebagai pengawet alami (Buckle, 1987).

Garam merupakan bumbu yang berperan sebagai penambah cita rasa dalam pembuatan bakso. Selain itu garam berfungsi sebagai pengawet. Hal ini disebabkan karena garam bersifat higroskopis, dimana garam akan menyerap kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Irawati, 1988). Penggunaan bawang putih, lada, dan penyedap rasa berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan menghilangkan bau amis pada daging sehingga bakso yang dihasilkan memiliki aroma yang sedap.

2.8. Kualitas Fisik

Kualitas fisik memiliki peranan penting dalam pengawasan dan standarisasi mutu produk sehingga sering digunakan dalam perincian mutu komoditas dan standarisasi mutu. Hal ini disebabkan karena kualitas fisik lebih cepat dan lebih mudah untuk dikenali atau diukur dibandingkan dengan kualitas kimia, mikrobiologi, dan fisiologi (Soeparno, 2009).

Beberapa kualitas fisik untuk pengawasan mutu diukur secara objektif dengan alat-alat sederhana. Pada bakso kualitas fisik yang biasa diuji antara lain daya ikat air, susut masak, dan keempukan.

(13)

2.8.1. Daya Ikat Air

Daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang terkandung di dalamnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno, 2009). Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan metode Hamm, yaitu dengan menekan 0,3 gram sampel daging dengan beban 35 kg pada kertas saring diantara dua plat kaca selama 5 menit. Setelah 5 menit penekanan terdapat daerah yang tertutup sampel, dan daerah basah di sekitarnya pada kertas saring yang kemudian ditandai dan diukur. Area basah diperoleh selisih nilai area yang tertutup sampel dari area total yang terdapat pada area basah di kertas saring. Daya ikat air dihitung dari banyaknya air (mg H20) yang keluar berdasarkan rumus berikut:

mgH2O =Area Basah (cm

2)

0,0948 − 8,0

Setelah didapatkan nilai banyaknya air (mg H20) yang keluar dari daging, kemudian dianalisis kembali untuk mendapatkan nilai daya ikat air nya. Daya ikat air dihitung dengan menggunakan rumus (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992):

𝐷𝐼𝐴 = 𝐾𝐴% − 𝑚𝑔𝐻2𝑂

300 𝑥 100%

Proses pemasakan pada bakso menyebabkan perubahan daya ikat air karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan tingginya denaturasi protein serta menurunkan daya ikat air (Soeparno, 2009) 2.8.2. Susut Masak

Susut masak adalah berat yang hilang selama pemasakan (Soeparno, 2009). Susut masak dipengaruhi oleh pH, status kontraksi myofibril, ukuran sampel, panjang sarkomer serabut otot, berat sampel panjang potongan serabut otot, dan penampungan melintang daging (Lawrie, 2003).

(14)

Pada umumnya semakin tinggi temperatur atau semakin lama waktu pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang berikat di dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari tekstur yang ikut menentukan keempukan daging. Susut masak bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Daging dengan susut masak yang lebih besar, akan kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih banyak (Soeparno, 2009).

2.8.3. Keempukan

Keempukan kemungkinan besar merupakan faktor penentu yang paling penting pada daging dan produk daging. Keempukan bakso dipengaruhi oleh komponen-komponen dalam daging seperti jaringan ikat, serabut-serabut otot, dan lemak. Selain itu keempukan bakso juga dipengaruhi oleh daya ikat air. Semakin tinggi daya ikat air pada bakso, maka semakin baik keempukan bakso yang dihasilkan (Soeparno, 2009).

Keempukan bakso yang telah dimasak berhubungan erat dengan jaringan ikat dan myofibril pada daging yang digunakan dalam membuat bakso itu sendiri. Keempukan bakso juga dipengaruhi oleh tingkat penggunaan tepung sebagai bahan pengisi. Semakin tinggi bahan pengisi yang digunakan pada bakso maka akan menyebabkan meningkatnya tingkat kekerasan objektif bakso (Tati, 1998).

2.9. Uji Akseptabilitas

Uji akseptabilitas adalah suatu uji yang dilakukan dengan menggunakan indera untuk mengadakan reaksi sensasi (pengindraan) terhadap rangsangan dari uji luar yang berasal dari objek yang diuji. Untuk mengetahui penerimaan konsumen

(15)

perlu dilakukan uji hedonik yang meliputi warna, penampakan, aroma, tekstur, dan rasa. Masing-masing kriteria memiliki skala hedonik yaitu amat sangat suka, sangat suka, suka, netral, agak suka, dan tidak suka (Soekarto, 1985). Dalam pengaplikasiannya skala hedonik tersebut ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka yang semakin tinggi menurut tingkat kesukaan (Rahayu, 1997).

Uji akseptabilitas ini memerlukan panelis. Panelis merupakan sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas suatu produk. Panelis dikelompokkan kedalam enam kelompok yaitu panelis pencicipan perorangan, panelis pencicipan terbatas, panelis terlatih, panelis tidak terlatih, panelis agak terlatih, dan panelis konsumen. Selanjutnya dikemukakan bahwa panelis agak terlatih adalah panelis yang mengetahui sifat-sifat sensoris dari contoh yang dinilai karena telah mendapat penjelasan atau sekedar pelatihan. Uji akseptabilitas biasanya dilakukan dengan menggunakan 15-25 orang panelis (Soekarto, 1985).

Gambar

Ilustrasi 1.  Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi  (Richana dan Sunarti,  2004)

Referensi

Dokumen terkait

Diperlukan adanya kebijakan di bidang sistem peradilan pidana, apabila diajukan permohonan praperadilan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari tindakan

Setiap pelanggaran oleh Pihak Kedua dengan sengaja maupun dengan tidak sengaja (kelalaian, culpa) terhadap kode etik profesi, standar pelayanan medik yang berlaku,

Keberadaan konteks sangat penting dalam berkomunikasi, karena jika penutur menyampaikan sebuah informasi dan lawan tutur tidak memahami konteks yang terdapat dalam

Penelitian ini disimpulkan bahwa perbedaan sifat kualitatif (pola warna bulu) tidak mempengaruhi performans Ayam Ketarras umur 12 minggu sampai dewasa kelamin.. Kata kunci:

Konsep tawassul yang diperaktekkan oleh sebahagisn masyarakat muslim tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab orang yang bertawassul tidak pernah meyakini

a) Menggunakan cara berpikir sirkular dalam melihat penjualan sebagai penyebab promosi, bukan sebagai akibat. b) Metode ini menjadikan anggaran ditentukan oleh

Kerusakan yang terjadi di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terutama di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul saat ini semakin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar aspek pengetahuan dan keterampilan siswa menggunakan metode kooperatif tipe STAD dan tipe TGT