• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Unsur Cuaca Kandang Penelitian

Kisaran suhu udara harian di lingkungan penelitian antara 23-32oC, kelembaban udara antara 61-89 %, radiasi matahari antara 31-796 Lux, kecepatan angin antara 0-0.5 m/s, dan nilai THI antara 72-82 (Tabel 5). Cuaca lingkungan yang optimal mungkin terjadi bila seluruh unsur cuaca berada pada kisaran normal sebagai salah satu faktornya. Berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara tersebut, maka lingkungan ternak berpotensi memberikan cekaman fisiologis pada sapi peranakan Fries Holland (FH). Zona termonetral ternak berada pada suhu udara antara 13-25oC dan kelembaban udara antara 50-60% (McNeilly 2001). Penampilan produksi terbaik sapi perah peranakan FH akan dicapai pada suhu lingkungan 18.3o

Tabel 5 Rataan suhu udara, kelembaban udara, THI, radiasi matahari, dan kecepatan angin selama Maret-Juni 2011 pada pagi, siang, dan sore

C dan kelembaban 55% (Sutardi 1981). Perubahan-perubahan pada panas lingkungan sangat tergantung pada kondisi udara lingkungan (suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara, panas radiasi, kepadatan kandang) dan juga pada karakter pelepasan panas metabolis tubuh ternak (Berman 2008).

Pukul (WIB) Ta (o RH C) (%) THI Rad (Lux) Va (m/s) Pagi 5 23 ± 0.5 89 ± 3 72 ± 0.7 31 ± 44 0 6 23 ± 0.7 88 ± 5 72 ± 1.2 165 ± 94 0 7 25 ± 0.6 84 ± 4 74 ± 1.2 502 ± 158 0 ± 0.1 8 27 ± 0.9 75 ± 5 77 ± 1.5 678 ± 135 0.1 ± 0 9 29 ± 0.5 71 ± 4 78 ± 0.9 769 ± 99 0.2 ± 0.1 Siang 10 30 ± 0.5 72 ± 7 80 ± 0.4 789 ± 112 0.3 ± 0.1 11 31 ± 1.3 65 ± 5 80 ± 1.8 796 ± 141 0.4 ± 0.1 12 32 ± 0.6 63 ± 5 82 ± 0.7 738 ± 103 0.5 ± 0.2 13 32 ± 0.5 61 ± 3 81 ± 0.8 732 ± 71 0.5 ± 0.3 14 31 ± 0.7 65 ± 6 80 ± 0.8 657 ± 97 0.5 ± 0.2 15 29 ± 0.6 71 ± 5 79 ± 1.3 362 ± 166 0.4 ± 0.2 Sore 16 28 ± 0.8 75 ± 3 77 ± 1.4 221 ± 197 0.4 ± 0.2 17 27 ± 0.6 77 ± 3 76 ± 1.4 74 ± 77 0.4 ± 0.3 18 26 ± 0.7 79 ± 8 75 ± 1.4 11 ± 10 0.4 ± 0.3 19 26 ± 0.8 83 ± 7 75 ± 1.3 0 0.3 ± 0.3 20 25 ± 0.8 85 ± 7 74 ± 1.4 0 0.5 ± 0.4

(2)

Pada pagi hari suhu udara relatif sesuai untuk ternak, akan tetapi kelembaban kurang sesuai, karena berada di atas kisaran normal. Suhu udara, THI, dan radiasi matahari meningkat saat menjelang siang hari, akan tetapi kelembaban udara menurun. Penurunan nilai kelembaban tersebut tetap pada nilai yang berpotensi memberikan cekaman panas pada ternak.

Kondisi cuaca pada sore hari relatif sama dengan pagi hari, yaitu cekaman udara lebih disebabkan oleh kelembaban udara. Rataan nilai THI pada sore hari sebesar 75 (cekaman ringan). Suhu udara dan radiasi sinar matahari pada sore hari menurun, sedangkan kelembaban udara meningkat. Peningkatan kecepatan angin pada sore hari relatif belum cukup untuk mengurangi beban panas tubuh ternak. Kelembaban udara tersebut dapat menjadi faktor penghambat proses konveksi dan evaporasi ternak. Kelembaban adalah faktor pembatas stres panas pada iklim lembab, sedangkan

Pada pukul 12.00, nilai rataan THI adalah yang tertinggi di lokasi penelitian, yaitu sebesar 82. Berdasarkan klasifikasi Pennington dan VanDevender (2004), nilai THI pada pukul 12.00 tersebut mengindikasikan adanya cekaman panas sedang pada ternak. Cekaman panas menengah (sedang) ditandai dengan terjadinya pelepasan panas tubuh sebanyak 50% melalui proses respirasi (Berman 2005). Peningkatan pemahaman efek cuaca pada siang hari menuntut peternak untuk memaksimalkan efek positif dan meminimalkan efek negatifnya (Collier et al. 2006). Pemberian pakan lebih awal/hari gelap dan pemberian pakan yang memiliki heat increament relatif rendah disarankan untuk dilakukan bila pada siang hari ada cekaman cuaca panas di lokasi peternakan.

suhu udara kering adalah faktor pembatas stres panas pada iklim kering (Bohmanova 2007).

Kecepatan angin meningkat pada siang dan sore hari. Lee dan Keala (2005) menyatakan bahwa pemberian kecepatan angin 1.12-1.30 m/s akan membantu sapi FH mengatasi cekaman panas. Angin dapat berfungsi mengalirkan udara yang bersuhu lebih tinggi di sekitar ternak ke tempat yang lain. Angin juga dapat membantu proses konveksi dan evaporasi panas dari tubuh ternak ke lingkungan. Transfer panas dengan konveksi dan evaporasi antara ternak dengan lingkungan dipengaruhi oleh kecepatan angin sebanyak 25%. Angin dapat digunakan untuk membantu mereduksi cekaman panas pada ternak (Beede & Coolier 1986). Rataan kecepatan

(3)

angin pada siang dan sore hari di lokasi penelitian masih relatif rendah, yaitu sebesar 0.4 m/s. Pada siang hari, kecepatan angin meningkat seiring meningkatnya suhu udara dan radiasi matahari, sehingga peningkatan kecepatan angin tersebut belum banyak berpengaruh pada penurunan cekaman panas tubuh ternak.

Gambar 4 Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, THI, radiasi matahari, dan kecepatan angin selama Maret-Juni 2011.

22 24 26 28 30 32 Su hu Udar a ( oC) 60 65 70 75 80 85 90 K e le m bab an U d ar a (% ) 71 74 77 80 83 TH I 0 200 400 600 800 Rad ias i M atah ar i (Lu x ) 0,00 0,20 0,40 0,60 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 K e c e pat an Angi n (m /s )

(4)

Pengaruh Manajemen Waktu Pemberian dan Kualitas Pakan terhadap Respon Fisiologis Ternak

Pengaruh Perlakuan terhadap Denyut Jantung

Kisaran denyut jantung harian ternak antara 62-88 kali/menit. Kisaran tersebut sebagian masih dalam kisaran normal. Kisaran denyut jantung normal yaitu antara 50-80 kali/menit (Kelly 1984). Pada pagi hari, peningkatan denyut jantung terjadi satu jam setelah ternak mengkonsumsi pakan (Gambar 5). Peningkatan pada ternak yang diberi pakan pukul 05.00 masih terjadi hingga empat jam setelah ternak mengkonsumsi pakan. Konsumsi energi pada sapi menyebabkan peningkatan produksi panas (Brosh et al. 1998). Kadar energi yang lebih tinggi menyebabkan produksi panas metabolis lebih tinggi dan selanjutnya dapat memicu peningkatan respon fisiologis termasuk denyut jantung.

Gambar 5 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2

Pada siang hari, cuaca kandang berpotensi memberikan cekaman cuaca panas. Pada kondisi tersebut ternak cenderung berbaring sehingga nilai denyut jantung cenderung menurun. Puncak cekaman cuaca panas terjadi pada pukul 12.00 (siang) dengan suhu udara sebesar 32

/ ).

o

C, kelembaban udara 63%, dan nilai THI sebesar 82 (cekaman sedang). Pada penelitian ini, denyut jantung ternak pada siang hari masih pada kisaran normal yaitu antara 62-77 kali/menit. Saat cekaman panas tertinggi (pukul 12.00), rataan denyut jantung ternak penelitian juga masih normal,

50 55 60 65 70 75 80 85 90 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 D enyut J a nt un g ( K a li /M eni t)

(5)

berkisar antara 63-71 kali/menit. Kisaran normal denyut jantung yaitu antara 50-80 kali/menit (Kelly 1984) dan pada saat ada cekaman suhu udara (32o

Tabel 6 Rataan denyut jantung ternak pada siang hari (kali/menit) C), denyut

jantung mencapai 79 kali/menit (Schütz et al. 2009). Ternak yang diberi pakan pagi lebih awal (pukul 05.00), cenderung mempunyai denyut jantungnya lebih rendah dibanding denyut jantung ternak yang diberi pakan pagi pukul 08.00.

Pukul Perlakuan (WIB) R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 10 76 ± 14a 76 ± 9a 71 ± 9a 68 ± 7a 67 ± 5a 73 ± 10a 11 69 ± 6a 68 ± 9a 66 ± 7a 63 ± 6a 69 ± 6a 69 ± 8 12 a 68 ± 2a 68 ± 3a 63 ± 3a 65 ± 3a 71 ± 3a 67 ± 3 13 a 75 ± 6ab 76± 9b 71 ± 3ab 62± 7a 70 ± 9ab 69 ± 9 14 ab 75 ± 6ab 77± 10b 71 ± 8ab 63± 5a 72 ± 12ab 67 ± 8 15 ab 72 ± 9a 73 ± 8a 68 ± 9a 63 ± 4a 71 ± 13a 69 ± 5a

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

Gambar 6 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi perlakuan pemberian pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ), perlakuan penggunaan minyak 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R3/ ), dan perlakuan penganginan dan penyiraman () pada siang hari (Ismail 2006).

50 55 60 65 70 75 80 85 7 9 11 13 15 D enyut J a nt un g ( K a li /M eni t)

(6)

Hasil penelitian Ismail (2006) menunjukkan bahwa, perlakuan kombinasi penganginan dan penyiraman saat ada cekaman cuaca panas berpotensi menurunkan frekuensi denyut jantung. Penganginan dan penyiraman dapat mempermudah pelepasan panas tubuh ke lingkungan, sehingga berpotensi menjaga kestabilan denyut jantung saat ada cekaman cuaca panas. Berdasarkan hasil penelitian Stewart

et al. (2010), usaha menjaga kestabilan denyut jantung juga dapat dilakukan secara

hormonal, yaitu dengan memberikan hormone epinephrine. Saat infuse hormon epinephrine, konsentrasi norepinephrine pada plasma menurun setengah dan denyut jantung menurun hingga 9.3±3.3 kali/menit.

Pada penelitian ini, perlakuan pemberian pakan pada hari gelap (pukul 05.00 dan 18.00 WIB), berpotensi memberi efek terhadap denyut jantung menjadi lebih rendah dibanding perlakuan pemberian minyak kelapa dalam konsentrat dan kombinasi penganginan dan penyiraman saat ada cekaman cuaca panas (Gambar 6). Pemberian pakan lebih awal dapat mencegah terjadinya stres ganda. Stres ganda yang dimaksud adalah adanya peningkatan denyut jantung dan respon-respon fisiologis lainnya yang diakibatkan oleh adanya cekaman cuaca panas lingkungan yang bersamaan dengan puncak produksi panas tubuh hasil metabolisme pakan. Tekanan darah dan denyut jantung berfluktuasi secara kontinyu setiap saat di bawah beberapa mekanisme pengaturan, seperti aktivitas syaraf otonom, faktor-faktor hormonal, dan respirasi untuk menjaga homeostasis kardiovaskuler (Yoshimoto et al. 2011).

Mekanisme peningkatan denyut jantung yaitu, terjadi peningkatan suhu darah yang secara langsung mempengaruhi jantung dan juga adanya pengaruh penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral. Perbedaan waktu pemberian pakan memberikan efek yang berbeda terhadap kesesuaian nutrisi bagian peripheral (Nikkhah et al. 2008). Proses terakhir adalah peningkatan jumlah adrenalin dan noradrenalin yang disekresikan untuk pembentukan energi, dengan disertai sekresi hormon lainnya dari kelenjar endokrin, sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung (Frandson 1992).

Pada siang hari, rataan denyut jantung cenderung lebih rendah pada ternak yang pakan konsentratnya mengandung minyak kelapa dibanding yang tidak pada kadar TDN yang sama (Gambar 7). Berdasarkan hasil analisis kontras pada pada

(7)

pukul 12.00, ternak yang pakan konsentratnya mengandung 3.5% minyak kelapa memiliki rataan denyut jantung yang lebih rendah (P<0.05) dibanding ternak yang pakan konsentratnya tanpa minyak kelapa dengan kadar TDN yang sama (Tabel 6 & 7). Pada kondisi cuaca panas, pemberian minyak/lemak akan dapat membantu mengurangi stres panas tubuh pada sapi laktasi (Soetanto 2002). Pemberian minyak kelapa berpengaruh paling efektif terhadap proses metabolisme (Dänicke et al. 2001). Peranan minyak/lemak pada pakan adalah sebagai sumber energi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis lemak menjadi VFA.

Gambar 7 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat TDN 75% tanpa minyak kelapa (R2/) dengan yang diberi konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa (R3/

Tabel 7 Nilai P (probabilitas) untuk analisis kontras orthogonal pada pukul 12.00 WIB

).

Respon Fisiologis Nilai Kontras

P1 vs P2 R1 vs R2 R2 vs R3 Denyut Jantung 0.49 0.13 0.04* Frekuensi Respirasi 0.048* 0.12 0.31 Suhu Rektal < 0.0001** 0.4 0.73 Suhu Kulit 0.41 0.5 0.04* Suhu Tubuh 0.0002** 0.33 0.32

Ket: P1= konsumsi pukul 08.00 & 16.00; P2= konsumsi pukul 05.00 & 18.00; R1= konsentrat TDN

70%; R2 = konsentrat TDN 75%; R3

* = berbeda nyata (P<0.05) dan ** = berbeda nyata (P<0.01) pada baris yang sama. = Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5%. 50 55 60 65 70 75 80 85 90 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 D enyut J a nt un g ( K a li /M eni t)

(8)

Lemak memiliki kadar energi metabolis yang paling tinggi, akan tetapi lemak menghasilkan heat increament yang relatif lebih rendah dibanding zat pakan lainnya (Parakkasi 1995). Satu gram karbohidrat, lemak, dan protein menghasilkan energi metabolis berturut-turut 5.6 kcal/gram, 9.4 kcal/gram, dan 4.1 kcal/gram. Saat ada cekaman panas siang hari, kombinasi penggunaan minyak kelapa sebagai sumber energi pada konsentrat dan pemberian ransum pada waktu gelap (pukul 05.00) dapat mendukung produksi panas tubuh yang lebih optimal.

Gambar 8 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat dengan kadar TDN 70% (R1/ ), TDN 75% (R2/), TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% (R3

Ternak yang mengkonsumsi konsentrat dengan tingkat energi (TDN) yang lebih tinggi, memiliki denyut jantung yang cenderung lebih tinggi terutama saat ada cekaman panas (Gambar 8). Perbedaan rataan denyut jantung pada siang hari (ada cekaman cuaca panas) berdasarkan tingkat energi konsentrat tidak signifikan (Tabel 6). Perbedaan konsumsi energi pada sapi menyebabkan peningkatan produksi panas (Brosh et al. 1998). Perubahan konsumsi energi mempengaruhi termogenesis dan nilai metabolisme basal (Derno et al. 2001). Kadar energi yang lebih tinggi menyebabkan produksi panas metabolis lebih tinggi dan selanjutnya dapat memicu peningkatan intensitas respon-respon fisiologis. Nilai kalori yang tinggi dari lemak/minyak sangat sesuai digunakan sebagai pakan untuk meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah peningkatan panas hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010).

/Δ). 50 55 60 65 70 75 80 85 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 D enyut J a nt un g ( K a li /M eni t)

(9)

Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Respirasi

Frekuensi respirasi harian ternak penelitian sebagian masih dalam kisaran normal, yaitu antara 25-38 kali/menit. Frekuensi respirasi normal pada ternak sapi antara 10-30 kali/menit (Kelly 1984). Peningkatan frekuensi respirasi, seperti denyut jantung, juga terjadi setelah ternak mulai mengkonsumsi pakan hingga empat jam berikutnya (Gambar 9). Tekanan darah memiliki kekuatan/irama yang sama dengan respirasi (Yang et al. 2000).

Peningkatan frekuensi respirasi seiring juga dengan peningkatan suhu udara dan nilai THI kandang. Panas cuaca lingkungan dapat meningkatkan rataan suhu tubuh dan frekuensi respirasi (Schütz et al. 2010). Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi pada ternak untuk menjaga keseimbangan panas tubuh saat mengalami cekaman panas tubuh dari hasil metabolisme pakan dan cuaca lingkungan.

Peningkatan laju respirasi merupakan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan ternak agar suhu tubuhnya tidak terus menerus naik (McNeilly 2001). Sistem respirasi (pada alveolus) dapat mengatur kelembaban dan temperatur udara yang masuk agar sesuai dengan suhu tubuh (Ganong 1983). Peningkatan frekuensi respirasi selain terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah aktivitas, juga ketika ternak terekspos dengan suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi (Kelly 1984).

Gambar 9 Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ).

26 28 30 32 34 36 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 F re k ue n si R es pi ra si ( K a li/ M en it )

(10)

Schütz et al. (2011) memaparkan, respirasi menurun hingga 38% saat mendapatkan perlakuan penyiraman dengan menggunakan sprinkle dan menurun hingga 17% pada saat diberi perlakuan penggunaan naungan. Ternak lebih terpengaruh dengan perlakuan menggunakan naungan saat musim panas walaupun penggunaan springkel (penyemprotan dengan air) menjadi lebih efisien dalam menurunkan beban panas dan jumlah insekta di lokasi peternakan. Keunggulan lainnya dalam penggunaan springkel yaitu, aliran pembuangan gas NH3

Hasil penelitian Amir (2010) menunjukkan, pada siang hari yang panas antara pukul 09.00-14.00 WIB, ternak mengalami cekaman, lalu ternak lebih banyak berada di dalam naungan dengan posisi berdiri tanpa banyak melakukan aktivitas gerakan untuk mengurangi peningkatan metabolisme panas tubuh. Marcilac et al. (2009) memaparkan, pemberian naungan dibanding sprinkle, dapat meningkatkan konsumsi bahan kering (3.4%), meningkatkan performa fisiologis, meningkatkan pertambahan bobot badan (14%), dan meningkatkan efisiensi pakan (11%).

di ligkungan kandang lebih mudah saat ternak mengalami stress panas (Marcilac et al. 2009).

Gambar 10 Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi perlakuan pemberian pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ), perlakuan penggunaan minyak 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R3

Pada penelitian ini, ternak dibudidayakan di dalam kandang/ada naungan. Berdasarkan fluktuasi grafik pada Gambar 9 dan nilai rataan pada Tabel 8, rataan frekuensi respirasi juga cenderung lebih rendah pada ternak yang diberi pakan pada /Δ), dan perlakuan penganginan dan penyiraman () pada siang hari (Ismail 2006). 24 26 28 30 32 34 36 7 9 11 13 15 F re k ue n si R es pi ra si ( k a li/ me ni t)

(11)

hari gelap (pukul 05.00 & 18.00 WIB) dibanding yang frekuensi respirasi ternak yang diberi pakan pukul 08.00 dan 16.00 WIB. Berdasarkan Gambar 10, perlakuan pemberian pakan pada hari gelap dalam naungan berpotensi memberi efek pada frekuensi respirasi yang lebih rendah dibanding perlakuan penambahan minyak kelapa dalam konsentrat atau perlakuan kombinasi penganginan dan penyiraman

(sprinkel).

Tabel 8 Rataan frekuensi respirasi ternak pada siang hari (kali/menit)

Pukul Perlakuan (WIB) R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 10 31 ± 5ab 38± 9a 30± 6b 30 ± 4ab 33 ± 6ab 32 ± 6ab 11 31 ± 9a 33 ± 12a 30 ± 6a 29 ± 4a 30 ± 6a 29 ± 8 12 a 33 ± 5ab 37± 5b 32 ± 4ab 27± 3a 33 ± 5ab 33 ± 4 13 ab 31 ± 14a 36 ± 10a 34 ± 11a 27 ± 7a 31 ± 9a 31 ± 11 14 a 31 ± 8a 37 ± 13a 34 ± 15a 27 ± 7a 33 ± 9a 32 ± 10 15 a 30 ± 7a 35 ± 9a 31 ± 10a 30 ± 3a 30 ± 8a 29 ± 10a

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.51% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

Pada ternak yang diberi pakan pagi pukul 05.00, stres ganda dapat direduksi atau dicegah, karena puncak cekaman panas dari hasil metabolisme pakan (heat

increament) dan lingkungan tidak terjadi bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa, produksi panas pada sapi perah laktasi dan kering kandang (tidak memproduksi susu) ini akan mencapai titik maksimumnya sekitar tiga jam setelah konsumsi pakan (Purwanto et al. 1993). Berdasarkan hal tersebut, pada ternak yang mengkonsumsi pakan pukul 05.00, cekaman panas dari pakan tertinggi terjadi antara pukul 08.00 dan 09.00, yang cekaman cuacanya masih relatif lebih rendah dibanding ternak yang mulai mengkonsumsi pakan pada pukul 08.00 dan cekaman pansnya bersamaan (double stress) dengan cekaman panas lingkungan teringgi yaitu sekitar pukul 12.00. Pada ternak yang diberi pakan lebih awal, energinya sudah digunakan oleh tubuh untuk hidup pokok dan menunjang fungsi-fungsi tubuh lainnya, serta

(12)

sisanya telah dilepas ke lingkungan sebelum ada cekaman panas lingkungan yang relatif tinggi pada siang hari.

Berdasarkan grafik pada Gambar 11 dan Tabel 8, ternak yang mengkonsumsi konsentrat mengandung minyak kelapa cenderung lebih rendah rataan frekuensi respirasinya, termasuk saat ada cekaman cuaca panas lingkungan (sama halnya seperti denyut jantung). Frekuensi respirasi lebih rendah, karena saat ada cekaman cuaca panas, pelepasan panas melalui respirasi lebih mudah pada ternak yang mengkonsumsi konsentrat mengandung minyak kelapa. Pelepasan panas lebih mudah karena terjadi perbedaan panas yang relatif jauh, antara tubuh dengan lingkungan. Kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur (Holman 1986).

Gambar 11 Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi konsentrat TDN 75% tanpa minyak kelapa (R2/) dengan yang diberi konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa (R3

Perbedaan suhu tubuh dan lingkungan yang relatif jauh, pada ternak yang mengkonsumsi pakan lebih awal dan atau mengkonsumsi konsentrat mengandung minyak kelapa, dapat memperlancar mekanisme pelepasan panas saat respirasi melalui mekanisme konveksi dan evaporasi. Konveksi dan evaporasi saat respirasi dapat berfungsi untuk mengeluarkan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan. Pada proses metabolism, tubuh juga menghasilkan CO

/Δ).

2 selain panas/heat increament. Bila terdapat kenaikan tekanan CO2 karena kenaikan metabolism jaringan, ventilasi dirangsang dan kecepatan ekskresi CO2 paru-paru meningkat sampai tekanan CO2 arteri turun ke normal, menghentikan rangsangan. Kerja mekanisme umpan balik

26 28 30 32 34 36 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 F re k ue n si R es pi ra si ( K a li/ M en it )

(13)

adalah mempertahankan ekskresi CO2

Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Tubuh

dan menimbulkan keseimbangan (Ganong 1983).

Suhu tubuh harian ternak berkisar antara 37.1-38.4oC. Suhu tubuh terendah adalah pada pukul 05.00 pagi dan meningkat terus seiring meningkatnya beban panas dari lingkungan dan dari hasil metabolisme. Respon suhu tubuh terhadap stres panas berbeda-beda tiap individu dan repon tersebut disebabkan oleh produksi dan pelepasan panas tubuh. Ternak yang diberi pakan lebih awal suhu tubuhnya cenderung lebih rendah pada saat ada peningkatan cekaman panas lingkungan (Gambar 12). Berdasarkan hal tersebut, pemberian pakan lebih awal cukup sesuai diterapkan untuk menjaga kestabilan suhu tubuh pada lingkungan yang berpotensi memberikan cekaman panas. Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya (Isnaeni 2006).

Gambar 12 Fluktuasi rataan suhu tubuh ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2

Pada siang hari, suhu tubuh ternak berkisar antara 38.1-38.4 / ).

o

C. Nilai kisaran tersebut sebagian masih berada pada kisaran normal (38.3-38.6oC) pada suhu lingkungan yang nyaman (Schütz et al. 2008). Berdasarkan nilai rataan pada Tabel 9, suhu tubuh ternak cenderung lebih rendah pada ternak yang diberi pakan di hari gelap/lebih awal. Berdasarkan hasil analisis kontras pada pukul 12.00 (Tabel 7), ternak yang diberi pakan pukul 05.00 (pagi) juga memiliki suhu tubuh yang lebih rendah (P<0.01) dibanding ternak yang diberi pakan pukul 08.00. Nilai maksimal

37,0 37,2 37,4 37,6 37,8 38,0 38,2 38,4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 S uh u T ubuh ( oC)

(14)

energi total lebih rendah pada ternak yang diberi pakan saat hari gelap dibanding saat yang lebih terang/siang (Brosh & Aharoni 2001). Kondisi ternak lebih stabil bila suhu tubuh optimal dan terjadi keseimbangan energi.

Tabel 9 Rataan suhu tubuh ternak pada siang hari (o Pukul C) Perlakuan (WIB) R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 10 37.9 ± 0.4a 38.1 ± 0.4a 38 ± 0.2a 37.8 ± 0.2a 37.9 ± 0.3a 37.9 ± 0.4a 11 38 ± 0.4a 38.1 ± 0.5a 38.1 ± 0.2a 37.9 ± 0.4a 38 ± 0.2a 38.1 ± 0.3 12 a 38.2 ± 0.1ab 38.4 ± 0.2b 38.3± 0.1ab 38.1± 0.1a 38.1± 0.1a 38.1± 0.1 13 a 38.2 ± 0.4ab 38.2 ± 0.4ab 38.3± 0.3b 38± 0.2a 38 ± 0.4a 38.2 ± 0.4 14 ab 38 ± 0.5a 38.1 ± 0.7a 38.2 ± 0.3a 37.8 ± 0.5a 38 ± 0.4a 38.1 ± 0.4 15 a 37.8 ± 0a 38.1 ± 0a 37.9 ± 0a 37.9 ± 0a 37.8 ± 0a 37.9 ± 0a

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Suhu tubuh dapat dijadikan indikator yang baik dalam menentukan adanya stres panas pada ternak yang diakibatkan oleh lingkungan dan pakan. Pengaturan suhu tubuh dilakukan melalui mekanisme umpan balik oleh saraf eferen, hipotalamus, dan efektor saraf eferen. Bagian-bagian tersebut berfungsi sebagai termostat dengan hipotalamus sebagai pusat kontrolnya. Tubuh akan mempertahankan suhu tubuhnya dengan menyeimbangkan pembentukan dan pelepasan panas.

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

Keseimbangan panas menurut Williamson dan Payne (1993) dipengaruhi oleh produksi panas metabolik (produksi panas basal, panas dari pencernaan, panas dari aktivitas ternak, naiknya metabolisme untuk proses produksi), panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan), dan panas yang hilang atau didapat dari makanan atau minuman, konduksi, konveksi, dan radiasi. Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez 1968).

(15)

Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Rektal

Suhu rektal harian ternak penelitian masih relatif normal, yaitu berkisar antara 38.5-39.2oC. Kisaran suhu rektal normal untuk sapi perah antara 38.2-39.1oC (Schütz et al. 2009). Pada penelitian ini, suhu rektal terendah terjadi pada pukul 05.00 (pagi) dan meningkat setelah ternak mengkonsumsi pakan dan seiring meningkatnya suhu udara. Suhu rektal ternak yang diberi pakan lebih awal (pukul 05.00), cenderung lebih rendah saat ada peningkatan suhu udara siang hari dibanding yang diberi pakan lebih siang/pukul 08.00 (Gambar 13). Suhu rektal meningkat selama stress panas (40.4o

Suhu rektal tertinggi terjadi pada sore hari pukul 17.00 (39.2

C) dan dapat mengurangi konsumsi bahan kering sebanyak 30% (Wheelock et al. 2010).

o

C) pada ternak yang diberi pakan sore pukul 16.00 dan pada malam hari pukul 19.00 (39.1oC) pada ternak yang diberi pakan sore pukul 18.00. Peningkatan suhu rektal tersebut mungkin juga disebabkan oleh peningkatan panas metabolis tubuh, karena ternak baru mengkonsumsi pakan pada pukul 16.00 dan 18.00, dan atau juga disebabkan oleh proses homeostasis ternak setelah terjadi gangguan homeostasis pada siang hari.

Gambar 13 Fluktuasi rataan suhu rektal ternak yang diberi pakan pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2

Berdasarkan grafik pada Gambar 13, suhu rektal ternak relatif normal pada siang hari termasuk pada pukul 12.00 (saat cekaman panas cuaca tertinggi) suhu rektal masih berkisar antara 38.7-39.1

/

).

o

C. Berdasarkan grafik pada Gambar 14,

38,5 38,6 38,7 38,8 38,9 39,0 39,1 39,2 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 S uh u R ekt a l ( oC)

(16)

perlakuan pemberian pakan lebih awal (Pukul 05.00) juga memberi efek pada suhu rektal yang lebih rendah saat ada cekaman cuaca panas siang dibanding perlakuan pemberian minyak kelapa dalam konsentrat serta penganginan dan penyiraman. Berdasarkan hasil uji kontras pada pukul 12.00 (Tabel 7 & 10), ternak yang diberi pakan lebih awal (pukul 05.00 pagi), rataan suhu rektalnya lebih rendah (P = 0.0001) dibanding ternak yang diberi pakan lebih siang/pada pukul 08.00. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beban panas tubuh yang lebih rendah pada ternak yang mengkonsumsi pakan pagi lebih awal (Pukul 05.00).

Tabel 10 Rataan suhu rektal ternak pada siang hari (o Pukul C) Jenis Konsentrat (WIB) R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 10 38.8 ± 0.3a 38.9 ± 0.4a 38.8 ± 0.3a 38.6 ± 0.1a 38.8 ± 0.4a 38.8 ± 0.4a 11 38.8 ± 0.3a 38.9 ± 0.4a 38.8 ± 0.2a 38.6 ± 0.2a 38.7 ± 0.2a 38.9 ± 0.3 12 a 39 ± 0.8ab 39.1± 0.6b 39 ± 0.7ab 38.7± 0.6a 38.8± 0.4a 38.8 ± 0.6 13 ab 39 ± 0.3ab 38.9 ± 0.4ab 39± 0.2b 38.8 ± 0.2a 38.8± 0.3a 38.9 ± 0.3 14 ab 39 ± 0.3a 39 ± 0.5a 39 ± 0.3a 38.7 ± 0.3a 38.8 ± 0.3a 39 ± 0.4 15 a 38.9 ± 0.3a 39 ± 0.4a 38.8 ± 0.2a 38.7 ± 0.3a 38.8 ± 0.2a 38.8 ± 0.2a

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

Pemberian pakan lebih awal menyebabkan puncak beban panas dari hasil metabolisme pakan dan cuaca lingkungan tidak terjadi bersaman, sehingga panas tubuh termasuk rektal jadi relatif lebih rendah. Panas hasil metabolisme mempengaruhi fluktuasi seluruh kondisi fisiologis tubuh. Panas tubuh metabolis diedarkan oleh sistem sirkulasi ke seluruh bagian tubuh termasuk organ jantung, respirasi, dan rektal. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan denyut jantung akibat beban panas hasil metabolisme relatif seirama dengan peningkatan frekuensi respirasi dan suhu rektal.

Ternak yang mengkonsumsi konsentrat mengandung minyak kelapa, berdasarkan analisis kontras orthogonal tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05) pada frekuensi respirasi, suhu tubuh, suhu rektal, dan suhu kulit, dengan

(17)

ternak yang mengkonsumsi konsentrat tanpa mengandung minyak kelapa. Hal tersebut hampir serupa dengan penelitian Moallem (2010) yaitu, perlakuan pemberian pakan dengan tepung jagung sebanyak 2.7% atau garam kalsium sebanyak 1.5% dari total bahan pakan cukup efektifuntuk mengurangi produksi panas metabolis, tetapi perubahan pada suhu rektal dan frekuensi respirasi tidak terdeteksi.

Gambar 14 Fluktuasi rataan suhu rektal ternak yang diberi perlakuan pemberian pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ), perlakuan penggunaan minyak kelapa 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R3

Suhu rektal kurang dipengaruhi oleh kandungan pakan, kemungkinan dikarenakan suhu rektal lebih dipengaruhi oleh cuaca lingkungan (Gambar 13 dan Tabel 12). Penyesuaian kondisi fisiologis dapat menyebabkan produksi panas yang berlebih (Kadzere et al. 2002) dan stres panas menyebabkan keseimbangan energi negatif (Boonkum et al. 2011). Keseimbangan energi negatif dapat menyebabkan kondisi fisiolois dan produktivitas yang negatif juga.

/Δ), dan perlakuan penganginan dan penyiraman () pada siang hari (Ismail 2006).

Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Kulit

Suhu kulit harian ternak penelitian masih relatif normal, yaitu antara 28.4-34.2oC. Suhu kulit sapi yang dipelihara dalam lingkungan mikro yang nyaman yaitu berkisar antara 33.5oC-37.1oC (Tucker et al. 2008). Suhu kulit terendah yaitu pada pukul 5 pagi. Suhu kulit tertinggi pada pukul 12 siang (34.2oC) yang terjadi pada ternak dengan waktu pemberian pakan pagi lebih siang/pukul 8 dan menggunakan

38,4 38,5 38,6 38,7 38,8 38,9 39 39,1 39,2 7 9 11 13 15 S uh u R ekt a l ( oC)

(18)

konsentrat berkadar TDN 75% tanpa mengandung minyak kelapa. Pengaruh pakan terthadap fluktuasi suhu kulit cenderung lebih rendah dibanding pengaruh unsur cuaca. Kulit sangat berkorelasi dengan fluktuasi unsur cuaca karena mengalami kontak langsung dengan cuaca (Tabel 12). Suhu permukaan tubuh bervariasi berdasarkan kadar uap air lingkungan, lokasi kandang (naungan), dan ventilasi (Marcilac 2009).

Tabel 11 Rataan suhu kulit ternak pada siang hari (oC))

Pukul Jenis Konsentrat

(WIB) R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 10 32.6 ± 0.9a 33.4 ± 1.1a 32.7 ± 1.1a 32.9 ± 1.1a 32.7 ± 1.5a 32.6 ± 1.4a 11 33.3 ± 1.4a 33.2 ± 1.8a 33.3 ± 1.5a 33.1 ± 1.7a 33.3 ± 1a 33.5 ± 1.5 12 a 33.7 ± 0.1a 34.2 ± 0.2a 33.7 ± 0.1a 33.9 ± 0.1a 33.9 ± 0.1a 33.7 ± 0.1 13 a 33.3 ± 1.8a 33.9 ± 0.8a 33.9 ± 1.3a 33.1 ± 1.1a 33.5 ± 0.7a 33.6 ± 1.1 14 a 32.4 ± 1.9a 32.9 ± 1.7a 33 ± 1.7a 32.5 ± 1.8a 32.9 ± 1.2a 33.1 ± 1.6 15 a 31.3 ± 1.5a 32.4 ± 1.6a 32.3 ± 1.9a 32.1 ± 1.6a 31.9 ± 1.1a 32 ± 1.6a

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

Gambar 15 Fluktuasi rataan suhu kulit ternak yang diberi pakan pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2

Saat cuaca lingkungan berpotensi memberikan cekaman panas pada tubuh/THI lingkungan tertinggi (siang hari), ternak yang mengkonsumsi pakan lebih awal (pukul 05.00) rataan suhu kulitnya cenderung lebih rendah (P>0.05) dibanding

/

). 25,0 26,2 27,4 28,6 29,8 31,0 32,2 33,4 34,6 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 S uh u K ul it ( oC) Waktu (WIB)

(19)

suhu kulit ternak yang mengkonsumsi pakan pagi pada pukul 08.00 (Tabel 11 dan Gambar 15). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh energi panas pada kulit relatif lebih rendah pada ternak yang mengkonsumsi pakan pukul 05.00 (pagi) dibanding ternak yang mengkonsumsi pakan lebih siang (pukul 08.00). Kulit merupakan tempat pembuangan panas yang utama melalui proses radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi.

Panas yang terbuang dari pakan mempengaruhi respon-respon fisiologis termasuk suhu kulit, laju evaporasi dan konveksi panas dari tubuh ternak ke lingkungan, dan kontraksi pheripheral. Berkurangnya intensitas vasokontriksi

pheripheral dapat meningkatkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit (terjadi restorasi normotermis) dan mengurangi terjadinya puncak hyperthermia (Berman 2010). Proses pelepasan panas melalui kulit terjadi melalui mekanisme vasodilatasi. Mekanisme vasodilatasi yaitu pembuluh darah mengembang untuk berdekatan dengan kulit (lingkungan luar) yang memungkinkan panas dibebaskan keluar. Bulu kulit ditegakkan untuk mengurangi udara yang terperangkap pada kulit supaya panas mudah dibebaskan karena udara adalah konduktor panas yang baik. Jumlah panas yang hilang dari tubuh dalam batas-batas yang luas di atur oleh perubahan jumlah darah yang mengalir melalui kulit (Ganong 1983).

Korelasi Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologis

Pada pukul 12.00 (Tabel 12), korelasi tertinggi adalah antara suhu udara dengan suhu kulit (r = 0.64; P<0.01). Peningkatan suhu udara berpengaruh terhadap peningkatan suhu kulit. Peningkatan energi panas pada kulit dapat berasal dari hasil metabolisme tubuh dan fluktuasi unsur-unsur cuaca. Kulit dapat menjadi media penghubung antara tubuh dengan cuaca dalam penyerapan dan pelepasan panas tubuh. Hambatan pelepasan panas tubuh ke udara dapat meningkatkan energi panas pada kulit sebelum panas tubuh tersebut terlepas ke udara luar. Permukaan kulit hewan dapat berfungsi untuk melepas panas dengan proses konveksi, radiasi, dan evaporasi (Berman 2003).

Pada siang hari, kelembaban udara berkorelasi negatif dengan denyut jantung (P<0.01) dan suhu kulit (P<0.05). Nilai kelembaban udara pada pukul 12.00 cenderung menurun, berkebalikan dengan denyut jantung dan suhu kulit yang tetap ada peningkatan. Peningkatan denyut jantung dan suhu kulit terjadi untuk menjaga

(20)

homeostasis tubuh akibat beban panas tubuh yang berlebih. Penurunan kelembaban udara siang hari (pada pukul 12.00) tersebut, nilainya masih tetap di atas batas normal kelembaban optimal untuk sapi peranakan Fries Holland. Kelembaban udara tersebut dapat menjadi faktor penghambat proses konveksi dan evaporasi ternak. Pada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak (Chantalakhana & Skunmun 2002).

Tabel 12 Korelasi unsur cuaca dengan respon fisiologis pukul 12.00 WIB Respon Fisiologis Ta (oC) RH (%) THI Rad (Lux) Va (m/s)

Denyut Jantung 0.14 -0.28** 0.05 -0.07 -0.13 Frekuensi Respirasi 0.06 0.002 0.08 0.03 -0.12

Suhu Rektal -0.02 0.08 0.01 0.13 -0.17

Suhu Kulit 0.64** -0.57** 0.58** -0.45** 0.24*

Suhu Tubuh 0.24* -0.16 0.25* -0.03 -0.06

Ket: Pada baris yang sama, lambang ** = berbeda sangat nyata (P < 0.01) dan * = berbeda nyata (P < 0.05).

THI (indeks suhu dan kelembaban) memiliki korelasi positif dengan suhu kulit (P<0.01) dan suhu tubuh (P<0.05). Suhu tubuh dan suhu kulit meningkat seiring meningkatnya cekaman panas tubuh pada pukul 12.00. Peningkatan beban panas lingkungan juga dapat disebabkan oleh adanya radiasi matahari, pada penelitian ini radiasi matahari pukul 12.00 berkorelasi negatif dengan suhu kulit (P<0.01). Hal tersebut disebabkan pada saat ada peningkatan suhu kulit pada pukul 12.00, radiasi matahari sedikit menurun akibat adanya naungan pada kandang. Kecepatan angin pada siang hari berkorelasi negatif dengan suhu kulit (P<0.05). Peningkatan kecepatan angin pada siang hari cukup memberikan efek positif terhadap suhu kulit. Peningkatan beban panas yang disebabkan oleh kombinasi suhu udara, kelembaban relatif, pergerakan udara, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu tubuh dan frekuensi respirasi serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu (Hahn 1999; Ominski et al. 2002; West 2003).

Kecepatan Konsumsi Konsentrat dan Mengunyah

Rasio perbedaan kecepatan konsumsi bervariasi dan berhubungan dengan total waktu menguyah yang dilakukan saat ruminasi (Hafez & Bouissou 1975). Pada penelitian ini, kecepatan konsumsi dan ruminasi konsentrat antar perlakuan

(21)

pemberian pakan tidak signifikan berbeda (Tabel 13). Hasil penelitian Grummer et al. (1990) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada konsumsi pakan diantara beberapa pakan percobaan yang telah dicampur atau disuplementasi lemak. Kecenderunngan dari nilai rataan penelitian ini, pada pagi hari, konsentrat dengan TDN 75% tanpa minyak, dikonsumsi ternak cenderung lebih cepat dibanding yang lainnya meskipun tidak signifikan (Tabel 13).

Perbedaan kecepatan konsumsi pakan tersebut kemungkinan disebabkan oleh palatabilitas konsentrat/pakan. Kandungan jagung pada konsentrat dengan TDN 75% tanpa minyak lebih tinggi, sehingga palatabilitasnya lebih tinggi. Jagung memiliki rasa yang cenderung lebih manis, sehingga lebih disukai ternak. Konsentrat yang manis, dengan kadar karbohidrat larut air yang sama (198 g/kg BK), dikonsumsi ternak lebih cepat dibanding konsentrat yang asin dan pahit tanpa bahan aditif lain (Chiy & Phillips 1999). Bahan pakan yang paling disukai ternak atau paling

palatable adalah jagung (Parakkasi 1995). Palatabilitas memiliki pengaruh besar

terhadap konsumsi pakan pada ruminansia dan sensor terhadap rasa sangat berkembang pada ternak sapi (Albright 1992).

Tabel 13 Rataan kecepatan konsumsi pakan (gr/menit) Waktu Pakan Perlakuan

R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 Pagi Konsentrat 60 ± 20 60 ± 10 60 ± 10 60 ± 10 70 ± 20 0.06 ± 40

Hijauan 160 ± 30 160 ± 30 160 ± 60 170 ± 30 160 ± 30 0.14 ± 40

Sore Konsentrat 70 ± 20 70 ± 20 70 ± 10 70 ± 0 70 ± 20 70 ± 20 Hijauan 170 ± 40 170 ± 50 180 ± 60 20 ± 80 170 ± 40 160 ± 40 Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Kecepatan mengunyah saat ruminasi bervariasi sesuai dengan jenis pakan (Fujihara & Nakso 1982). Ruminasi dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi seperti kecernaan pakan, konsumsi NDF, komposisi pakan, dan kualitas bahan baku (Welch & Smith 1970 & Beauchemin 1991). Waktu ruminasi memiliki peranan yang sangat penting dalam mengurangi efek stres panas pada sapi perah (Moallem et al. 2010). Peningkatan jumlah lemak jenuh yang melintasi duodenum, dapat meningkatkan

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

(22)

waktu ruminasi harian (Harvatine & Allen 2005). Pada penelitian ini, perbedaan kecepatan mengunyah ternak antar perlakuan konsentrat pada siang hari tidak signifikan (P>0.05). Ternak yang diberi perlakuan konsentrat mengandung minyak kelapa sebanyak 3.5%, kecepatan mengunyahnya cenderung lebih tinggi (Tabel 14). Peningkatan efisiensi mengunyah bersamaan dengan meningkatnya fungsi-fungsi rumen yang lain (Hooper & Welch 1983). Peningkatan ruminasi pada sapi perah berpengaruh terhadap peningkatan produksi saliva dan peningkatan kesehatan rumen (Schirmann et al. 2009).

Tabel 14 Rataan kecepatan mengunyah (kali/menit) Perlakuan

R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2 54 ± 5 52 ± 5 54 ± 4 51 ± 6 52 ± 5 53 ± 4

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Pada kadar tertentu, minyak pada konsentrat dapat mengoptimalkan proses pencernaan pakan termasuk pada heat increament hasil metabolisme. Minyak diharapkan dapat menghasilkan energi dengan panas yang terbuang relatif lebih sedikit dibandingkan serat dan protein. Panas tubuh terbuang yang sedikit dapat mencegah stres fisiologis, yang salah satu indikatornya adalah ruminasi termasuk juga kecepatan mengunyah yang optimal. Kecepatan mengunyah yang lebih tinggi dalam batas tertentu (optimal) mengindikasikan kondisi pencernaan dan fisiologis ternak optimal. Ternak yang fungsi fisiologisnya optimal berpotensi memiliki pertambahan bobot badan yang optimal juga. Penambahan 10% kadar lemak pada konsentrat atau 3% dari seluruh ransum tidak memberikan efek yang relatif besar pada konsumsi bahan kering atau kecernaan dan yang terbaik adalah pada penambahan lemak dengan kadar maksimal 5% dan telah direkomendasikan untuk sapi perah di Swedia (Spőrndly 2003).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Pada penelitian ini (Tabel 15), ternak yang diberi perlakuan yang berbeda pada waktu pemberian pakan, level TDN, serta kadar minyak kelapa dalam

(23)

konsentrat, tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada PBB (P>0.05). PBB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan energi ransum (Amir 2010). Kecenderungannya, PBB lebih tinggi pada ternak yang lebih rendah respon fisiologisnya saat ada cekaman panas tubuh. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme dan suhu sangat berpengaruh terhadap reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh termasuk reaksi metabolisme (Tobin 2005).

Peningkatan beban panas yang disebabkan oleh kombinasi suhu udara, kelembaban relatif, angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu tubuh dan frekuensi respirasi dan mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu (Hahn 1999; Ominski et al. 2002; West 2003).

Pada saat tubuh ternak mengalami cekaman panas, tubuh akan menurunkan laju metabolisme dengan menekan sekresi hormon tiroksin. Tubuh juga mengeluarkan protein khusus (heat shock proteins) saat ada cekaman panas untuk merespon stres panas dan jenis stres seluler lainnya dan protein tersebut (heat shock proteins) memiliki peranan penting dalam regulasi tingkat dan efisiensi perkembangan otot (Kamanga-Sollo et al. 2011).

Tabel 15 Pertambahan bobot badan harian ternak (kg/hari)

Pada saat terjadi cekaman panas tubuh, performa kerja jantung berkurang akibat berkurangnya nutrisi pendukung denyut jantung seperti kalium. Kalium tersebut terbuang keluar pada saat evaporasi untuk mengatasi cekaman panas tubuh.

Perlakuan

R1P1 R2P1 R3P1 R1P2 R2P2 R3P2

-0.19 ± 0.7 0.25 ± 0.4 0.26 ± 0.3 0.36 ± 0.2 0.06 ± 0.5 0.25 ± 0.6

Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &

16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00;

R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada

pukul 05.00 & 18.00; R3P2

Penurunan performa kerja jantung dan fungsi fisiologis lainnya dapat menyebabkan penurunan performa metabolisme dan PBB. Berdasarkan hal tersebut, ternak yang lebih stabil fungsi fisiologisnya saat cekaman panas (yang mengkonsumsi konsentrat menggunakan minyak), PBB-nya lebih tinggi. Pengaturan produksi panas tubuh berpengaruh terhadap perbedaan bobot badan, walaupun tidak signifikan secara statistik (Kim & MacLeod 2001).

: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.

(24)

Penggunaan bahan sumber energi dari minyak kelapa cukup baik. Ternak yang diberi konsentrat mengandung minyak kelapa memiliki pertambahan bobot badan cenderung lebih tinggi (62.5%) dibanding ternak yang diberi konsentrat tanpa menggunakan minyak kelapa pada tingkat energi yang sama (Gambar 16). Lemak memiliki kadar energi yang paling tinggi dan menghasilkan panas terbuang yang relatif lebih rendah dibanding zat pakan lainnya. Suplementasi lemak dapat meningkatkan efisiensi metabolis (Moallem et al. 2010).

Konsumsi meningkat di atas 17% pada penambahan 5% lemak pada unggas yang mengalami stres panas karena lemak memperbaiki palatabilitas (Rao et al. 2002). Peningkatan konsumsi tersebut dapat menjaga optimalisasi produktivitas walaupun dalam keadaan cekaman panas. Pada daerah yang berpotensi memberikan cekaman panas, minyak kelapa cukup baik diberikan pada ternak, agar produktivitas ternak tetap optimal pada kondisi tersebut.

Gambar 16 Perbedaan rataan PBB antara ternak yang mengkonsumsi konsentrat TDN 75% tanpa minnyak kelapa (R2) dengan yang mengkonsumsi konsentrat TDN 75% menggunakan minyak kelapa 3.5% (R3

Berdasarkan hasil analisis kontras ortogonal, ternak yang diberi pakan lebih awal (pukul 05.00 pagi) memiliki frekuensi respirasi, suhu tubuh, dan suhu rektal yang lebih rendah (P<0.05). Respon fisiologis lebih rendah karena stres ganda dapat dicegah. Pada kondisi tersebut energi yang digunakan untuk hidup pokok lebih rendah, sehingga selebihnya, energi hasil metabolisme dapat digunakan untuk

). R2 (0.16 0.4) R3 (0.26 0.5) 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

Tanpa Minyak Kelapa Dengan Minyak Kelapa

P er ta m ba h a n Bobot Ba da n ( K g/ h a ri ) Perlakuan

(25)

produksi seperti pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan lebih tinggi (Gambar 17) pada ternak yang mengkonsumsi pakan pagi lebih awal (pukul 05.00) dibanding yang mengkonsumsi pakan pagi lebih siang (pukul 08.00). Jaringan otot adalah proporsi terbesar dari massa tubuh pada sebagian besar vertebrata dan dapat mengalami perubahan dramatis akibat proses metabolisme dan jumlah oksigen yang tersedia untuk metabolisme.

Gambar 17 Perbedaan rataan PBB antara yang mengkonsumsi pakan pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1) dengan pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2

Stres panas menyebabkan penurunan konsumsi pakan dan penurunan bobot badan pada sapi jantan holstein (O’Brien 2010). Pada hewan yang lebih aktif, lebih banyak energi yang dikeluarkan untuk mendukung aktivitasnya dan faktor ekstrinsik yang paling besar mempengaruhi metabolisme adalah suhu lingkungan (Rahardja 2007). Kerbau yang terekspos pada kondisi yang mengalami stress panas dapat mengalami perubahan drastis pada fungsi-fungsi bologis termasuk penurunan konsumsi pakan, efisiensi dan penggunaan, gangguan metabolisme air, protein, energi, dan kesimbangan mineral, reaksi enzimatis, sekresi hormon, dan metabolit darah. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan perkembangan, performa produksi, dan reproduksi yang tidak normal (Marai & Haeeb 2010).

). R2 (0.11 0.5) R3 (0.22 0.5) 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Waktu Konsumsi Pukul 08.00 &16.00 WIB

Waktu Konsumsi Pukul 05.00 &18.00 WIB P er ta m ba h a n Bobot Ba da n ( K g/ h a ri ) Perlakuan

Gambar

Gambar 5 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00  &amp; 16.00 WIB (P 1 /) dan 05.00 &amp; 18.00 WIB (P 2
Tabel 6 Rataan denyut jantung ternak pada siang hari (kali/menit)                                              C),  denyut
Gambar 7  Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat TDN 75%  tanpa minyak kelapa (R 2 /) dengan yang diberi konsentrat TDN 75%  mengandung minyak kelapa (R 3/
Gambar 8  Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang  diberi konsentrat dengan  kadar  TDN 70% (R1/  ), TDN 75% (R2/), TDN 75% dengan minyak  kelapa 3.5% (R3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang sedang melakukan aktivitas latihan akan meningkat frekuensi respirasinya menjadi 30

Besarnya nilai rataan jumlah buah terkena getah kuning pada aril dengan perlakuan pemupukan Boron juga menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding kontrol.. Menurut Jawal

Sesuai dengan pendapat (Tilman dkk., 1994) yang menyatakan bahwa konsentrat adalah pakan ternak yang mengandung serat kasar rendah energi dan BETN yang tinggi serta mudah dicerna

Grafik Sifat Antibakteri Minyak Kelapa Murni dan Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dalam Whipped Cream

Konsentrat yang diberikan mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik (serat kasar yang lebih rendah) dibandingkan dengan rumput gajah meskipun ternak mengkonsumsi pakan dalam

Total beban kerja Kredit manager 1 1.682 Deskripsi Pekerjaan Kredit Manager 2 Jenis Pekerjaan Persepsi tentang pekerjaan Alasan Frekuensi dalam 1 tahun (x) Waktu rataan

Kelompok domba dengan perlakuan diimplan HA-TKF secara umum memiliki rataan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Hasil rataan pada grafik 4.3 juga menunjukan tidak adanya perbedaan produktivitas telur pada P0, P2, P3, dan P4, sedangkan pada pemberian pakan kombinasi tepung