• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI PEREMPUAN PECINTA FILM ANIME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONSEP DIRI PEREMPUAN PECINTA FILM ANIME"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan)

Disusun Oleh:

M. SHOLIHUL AMRI NASUTION 140904068

Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2018

(2)

Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

M. SHOLIHUL AMRI NASUTION 140904068

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2018

(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

LEMBARAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : M. Sholihul Amri Nasution NIM : 140904068

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Judul : Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime

(Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan)

Medan, Agustus 2018 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP. 197711062005011001 NIP. 196505241989032001

Dekan FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, M.Si NIP. 197409302005011002

(4)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Nama : M. Sholihul Amri Nasution NIM : 140904068

Tanda Tangan :

Tanggal : Agustus 2018

(5)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : M. Sholihul Amri Nasution

NIM : 140904068

Program Studi : Ilmu Komunikasi/Jurnalistik

Judul Skripsi : Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime (Studi Deskriptif Kualitatif Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan)

Telah berhasil dipertahankan di depan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : Haris Wijaya, S.Sos, M.comm ( )

197711062005011001

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan

Tanggal :

(6)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara

Saya berterima kasih kepada kedua orang tua saya, Roni Usman Nasution, S.Ag dan Citra Risma Khairani, S.Sos atas kasih sayang, bimbingan dan perhatiannya sehingga saya bisa menjadi pribadi yang seperti ini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan S1. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada adik saya, Loemongga Khofifah Nasution dan Raspati Nasution, terima kasih telah mendukung saya ketika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan penelitian ini.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan kontribusi yang luar biasa untuk Departemen Ilmu Komunikasi ini.

3. Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku dosen pembimbing peneliti. Saya mengucapkan terima kasih untuk waktu, perhatian, kesabaran dan dukungan dari awal hingga akhir pengerjaan skripsi ini.

Segala bentuk perhatian Bapak memberikan saya kemudahan dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

(7)

diberikan selama saya menjalani masa perkuliahan.

5. Kak Maya dan Kak Yanti yang tanpa lelah selalu bersedia membantu dalam hal administrasi di Departemen Ilmu Komunikasi.

6. Sahabat saya semasa SMP yaitu Johan, Azmi dan Juan yang telah memberikan warna dalam kehidupan saya. Terima kasih telah menjadi sahabat saya.

7. Teman-teman seperjuangan dalam program HBDP DAAI TV Medan yaitu Afdal, Wentina, Sherly, Esra, Grace, Elsa, Sari dan bang Vinson.

Terimakasih telah mendukung saya selama menulis skripsi ini.

8. Teman-teman sesama Ilmu Komunikasi 2014 atas perjuangan selama kita semua kuliah. Terima kasih telah memperkenalkan saya dengan banyak hal. Semoga kita semua bisa selalu akrab dan sukses di hari depan.

Medan, 2018 Peneliti,

M. Sholihul Amri Nasution

(8)

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : M. Sholihul Amri Nasution NIM : 140904068

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime (Studi Deskriptif Kualitatif Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal :

Yang menyatakan M. Sholihul Amri Nasution

(9)

kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui konsep diri perempuan yang menyukai film anime di Kota Medan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi komunikasi, konsep diri, keterbukaan diri dan teori interaksionalisme simbolik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) yang melibatkan lima informan perempuan yang menyukai film anime dan semua hal yang berhubungan dengan anime di Kota Medan sebagai subjek penelitian. Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Peneliti terlebih dahulu menentukan kriteria informan lalu memilih informan, kemudian peneliti meminta bantuan ke orang terdekat untuk mencari informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan kelima informan perempuan yang menyukai film anime memiliki konsep diri positif. Konsep diri positif sendiri ditandai dengan beberapa hal, dua diantaranya adalah merasa setara dengan orang lain dan menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat. Mereka menyadari bahwa keputusan mereka untuk menjalani aktivitas yang berhubungan dengan anime akan mendapatkan pandangan miring dari masyarakat karena masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan budaya populer Jepang ini. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat mereka merasa malu dengan hobi yang telah mereka tekuni ini.

Kata Kunci :

Konsep Diri, Perempuan Pecinta Anime, Kota Medan

(10)

qualitative study that aims to understand the concept of self-women who like anime films in the city of Medan. The theory used in this research is the psychology of communication, self-concept, self-disclosure and the theory of symbolic interactionalism. This research used descriptive qualitative method. In collecting data, the researcher used in-depth interview techniques involving five female informants who liked anime films and all things related to anime in city of Medan as the subject of the research. The technique of determining the informants used was purposive sampling and snowball sampling. The researcher first determines the criteria of the informant and then chooses the informant, then the researcher asks for help from the closest person to look for informants. Data analysis techniques used are data reduction, data presentation and conclusion.

The results of this research indicate the five female informants who like anime movies have a positive self-concept. The positive self-concept itself is marked by several things, two of which are feeling equal with others and realizing that everyone has various feelings, desires and behaviors that are not entirely approved by the community. They realize that their decision to carry out activities related to anime will get a slant view of the community because there are still many people who do not know about this popular Japanese culture. However, this does not make them feel ashamed of the hobbies they have engaged in.

Key words:

Self Concept, Women Who Loves an Anime Movie, Medan

(11)

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iv

LEMBAR PENGESAHAN v

KATA PENGANTAR vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI viii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Konteks Masalah 1

1.2 Fokus Masalah 6

1.3 Pembatasan Masalah 6

1.4 Tujuan Penelitian 7

1.5 Manfaat Penelitian 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8

2.1 Paradigma Kajian 8

2.2 Kajian Pustaka 9

2.2.1 Ilmu Komunikasi 9

2.2.1.1 Komponen Dasar Komunikasi 9

2.2.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi 10

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi 11

2.2..1.4 Prinsip Dasar Komunikasi 12

2.2.2 Psikologi Komunikasi 13

2.2.2.1 Penggunaan Psikologi Komunikasi 15

2.2.3 Konsep Diri 17

2.2.3.1 Pengertian Konsep Diri 17

(12)

2.2.4 Teori Johari Window 23

2.2.5 Teori Interaksionalisme Simbolik 26

2.2.6 Anime 27

2.2.6.1 Sejarah Anime 27

2.2.6.2 Perkembangan Anime di Indonesia 28

2.2.6.3 Otaku Anime 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31

3.1 Metode Penelitian 31

3.1.1 Metode Kualitatif 31

3.2 Subjek Penelitian 33

3.3 Objek Penelitian 33

3.4 Unit Analisis 33

3.5 Teknik Pengumpulan Data 34

3.5.1 Keabsahan Data 36

3.5.2 Penentuan Informan 37

3.6 Teknik Analisis Data 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39

4.1 Hasil Penelitian 39

4.1.1 Proses Penelitian 39

4.1.2 Profil Informan 45

4.1.3 Hasil Wawancara 49

4.2 Pembahasan 84

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 92

5.2 Saran 93

5.2.1 Saran Akademis 93

5.2.2 Saran Praktis 94

DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Manusia bertindak sebagai makhluk sosial di mana manusia memiliki kebutuhan dan kebiasaan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi yang dilakukan tidak terlepas dari adanya peran komunikasi di dalamnya.

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (Mulyana, 2007: 68). Komunikasi merupakan suatu hal yang lazim dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Tubs dan Moss (dalam Mulyana, 2007: 52), secara luas dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan sewaktu-waktu bila individu ingin berkenalan, menjalin hubungan dengan individu lain serta ketika seorang individu ingin mengungkapkan kebutuhan dan keinginan mendasar yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut.

Komunikasi berkaitan dengan banyak hal, salah satu faktor dalam efektifnya suatu komunikasi adalah kualitas konsep diri seseorang. Konsep diri merupakan salah satu aspek penting dalam berinteraksi. George Herbert Mead mengatakan bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi (dalam Mulyana, 2007: 11). Komunikasi tidak hanya berguna dalam sosialisasi bermasyarakat, tetapi juga berperan aktif dalam pembentukan konsep diri seseorang. Komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi- diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain (dalam Mulyana, 2007: 6). Menurut Dedy Mulyana (2007: 8), konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.

(14)

William H Fitts (dalam Agustiani, 2009: 138-139) mengemukakan bahwa konsep diri seseorang merupakan acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan tentang dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta bentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia luar dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang serta merupakan sebuah aspek penting dalam diri seseorang.

Konsep diri merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan komunikasi interpersonal seseorang, bagaimana seseorang mengenal dirinya, dan bagaimana ia menempatkan diri ketika berkomunikasi dengan orang lain. Maka, komunikasi akan menimbulkan kesan bagi diri sendiri dan orang lain. Kesan yang dirasakan orang lain terhadap kita dan cara mereka bereaksi dengan kita, bergantung pada cara berkomunikasi dengan mereka, termasuk cara kita berbicara dan cara penampilan kita. Hal tersebut biasa terjadi di lingkungan tempat kita tinggal maupun tempat-tempat di mana kita sering berinteraksi dengan masyarakat.

Perkembangan berbagai budaya populer pada zaman ini semakin terasa kehadirannya di sekitar masyarakat. Terpaan budaya-budaya asing sangat mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hadirnya budaya populer juga dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat yang menganggap budaya populer tersebut menarik untuk diikuti demi mengikuti arus perkembangan zaman. Ada banyak budaya asing yang semakin dikenal di luar negaranya dan mulai merambah ke negara-negara lain yang mudah sekali dimasuki budaya asing. Contohnya saja budaya populer Korea yang dikenal dengan istilah Korean Wave dan budaya populer Jepang atau biasa disebut Japanese Popular Culture.

Negara Jepang dikenal sebagai negara maju yang tetap mempertahankan dan memelihara budaya tradisionalnya. Tidak hanya budaya tradisional, Jepang juga mengembangkan budaya populernya. Beberapa contoh budaya populer dari Jepang adalah manga/komik, anime/animasi, game, J-Music dan drama. Anime

(15)

merupakan sebuah kata serapan dari kata animation dalam bahasa Inggris, yang digunakan orang Jepang untuk menyebut tayangan animasi. Di luar Jepang, istilah anime ini digunakan secara spesifik untuk menyebutkan segala animasi yang diproduksi di Jepang. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa anime diproduksi di luar Jepang.

Dalam film anime, tema yang ditampilkan dalam sebuah cerita sangat beragam. Penggambaran tokoh serta latar dibuat dengan sangat teliti dan detail sehingga terlihat menarik bagi penonton film anime. Berbagai genre disajikan dalam cerita di film anime. Genre pada film anime sama dengan genre film pada umumnya, seperti percintaan dan kasih sayang, komedi, slice of life, baik dan buruk, science fiction, fantasi dan lainnya. Pada pertengahan tahun 90-an, stasiun- stasiun televisi di Indonesia mulai gencar menayangkan film anime. Saint Seiya, Sailor Moon, Magic Girls, Dragon Ball, Shulato pernah ditayangkan dan mendapat respon positif dari para penggemarnya walaupun sebagai kaum minoritas dan secara tidak langsung mendukung perkembangan anime di Indonesia hingga saat ini.

Perkembangan anime di Indonesia tidak berhenti hanya di televisi saja.

Pada era ini, masyarakat sangat mudah dalam mencari dan menelusuri anime di berbagai media. Contohnya majalah anime di Indonesia ada AMH Magz!, di radio ada 101.40 Trax Fm dengan nama segmen IROIRO, berbagai macam portal berita seperti duniaku.net, jurnalotaku.com, lalu TV dengan saluran Animax, Crunchyroll, Aniplus, NHK World, website streaming seperti animeindo.tv, oploverz.in dan info-info yang ada di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Line.

Untuk orang-orang yang menyukai budaya populer Jepang yang satu ini biasanya disebut sebagai otaku. Sejak tahun 2008 kamus Oxford mulai memasukkan istilah otaku sebagai “A young person who is obsessed with computer or particular aspect of popular culture to the detriment of their socials skills” (dalam Agustina, 2015: 1). Dengan terjemahan “Anak muda yang memiliki obsesi besar terhadap perangkat komputer atau aspek-aspek dari budaya popular hingga merusak kemampuan bersosialisasi mereka.” Sedangkan Galbraith

(16)

(dalam Agustina, 2015: 1) mendefinisikan otaku sebagai penggemar fanatik terhadap anime, manga dan game yang mengidolakan (memuja) karakter fantasi.

Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa otaku adalah seseorang yang memiliki ketertarikan yang luar biasa terhadap suatu hal, baik itu suatu yang memiliki bentuk maupun sesuatu yang bersifat imajiner. Dalam hal ini pecinta film anime juga termasuk ke dalam definisi otaku. Karena seorang pecinta film anime bergantung pada hobinya menonton anime untuk mendapatkan kesenangan dari sesuatu yang diidolakannya ataupun barang-barang yang digemarinya.

Otaku dibagi dalam beberapa bidang, yaitu: manga, anime, idols, games, otomotif & robotic, fashion, komputer dan audio visual. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada satu bidang yaitu anime. Otaku anime sendiri merupakan tipe otaku yang dalam kesehariannya sangat menyukai film animasi yang berasal dari Jepang. Di negaranya sendiri, otaku dibagi menjadi dua tingkatan kelompok, yaitu hikimori dan nijikon. Hikimori adalah seorang yang fanatik dengan film anime dan mulai menarik diri dari dunia luar. Mereka lebih memilih mengurung diri dari kehidupan sosial dan selanjutnya mereka akan terus berdiam diri di dalam rumah. Sedangkan nijikon adalah kelainan seksual dimana seseorang lebih menyukai karakter kartun 2 dimensi daripada manusia normal pada umumnya. Tidak jarang, seseorang yang fanatik dengan dunia anime menghabiskan sumber daya yang mereka miliki seperti uang dan waktu untuk berburu barang-barang yang dapat memenuhi kesenangan mereka. Bahkan ada di antara mereka yang hanyut terbawa emosi ke dalam lagu ataupun cerita anime yang digemarinya. Bahkan tidak sedikit dari mereka akan merasa terganggu bila idola ataupun karakter anime tersebut diejek oleh orang lain.

Medan adalah kota multietnis yang mana penduduknya terdiri dari orang- orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Selain Melayu sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Batak, Jawa, Tionghoa dan India. Istilah “Colorful Medan” adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kota Medan yang kaya akan alam, budaya, modernisasi, kuliner dan sejarah (medan.tribunnews.com). Menjadi seorang otaku di tengah berbagai budaya di Indonesia khususnya di Kota Medan yang penuh dengan interaksi

(17)

langsung dengan sesama manusia, tentunya menjadi tantangan tersendiri.

Meskipun fanatisme otaku di Indonesia tidak sama dengan fanatisme otaku di Jepang, tetapi kondisi sosial yang ada di Indonesia yang semakin kurang peduli dengan masyarakat satu sama lain akan memicu fanatisme untuk terus berkembang. Fanatisme yang berkembang akan membuat otaku semakin terobsesi dengan dunianya sendiri dan cenderung akan menutup diri dari kehidupan sosialnya.

Beberapa komunitas telah terbentuk di Kota Medan dengan berdiri atas kegemaran terhadap budaya populer Jepang. Komunitas tersebut pada dasarnya menjadikan cosplay sebagai kegiatan rutin yang kerap kali dilakukan pada saat mereka membuat atau menghadiri sebuah kegiatan tentang kebudayaan Jepang.

Di Kota Medan sendiri sudah sering diadakan berbagai acara yang menyangkut dengan kebudayaan Jepang. Di antaranya ada Bunkasai, Hinode dan Clas:H.

Mirip seperti bunkasai, Hinode merupakan kegiatan budaya yang dibuat dalam rangka memperingati Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya USU. Sedangkan Bunkasai atau yang biasa disebut Festival Budaya Jepang merupakan kegiatan yang diadakan oleh mahasiswa Jurusan Sastra dan Bahasa Jepang. Kegiatan tahunan ini menjadi wadah bagi para otaku anime untuk lebih mengenal kebudayaan dari Negeri Sakura selain dari artikel yang mereka baca ataupun film anime yang mereka tonton. Terdapat beberapa kegiatan acara yang diadakan dalam bunkasai seperti, parade mikoshi, lomba shodo, lomba manga, demo sushi, bazaar, lomba J-style, foto yukata, workshop origami, obake yashiki, demo kendo dan lomba cosplay.

Cosplay Live Action Show: Hybrid atau biasa dikenal dengan nama Clas:H merupakan sebuah wadah terbesar bagi para otaku untuk menyalurkan hobi mereka. Tidak hanya penampilan dari para cosplayer yang disuguhkan dalam event Clas:H, tetapi para otaku anime juga bisa menyalurkan hobi mereka dalam bernyanyi J-pop, menggambar manga, bahkan mengoleksi action figure dari beberapa tokoh anime yang mereka idolakan. Clas:H hanya diadakan di 5 kota besar di Indonesia yaitu: Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta dan Jakarta.

(18)

Cosplayer pada dasarnya melakukan kegiatan cosplay untuk mengungkapan ekspresi para otaku melalui tata busana untuk menunjukkan pada khalayak bahwasanya mereka mampu mewakili satu karakter dalam film anime atau game pada dunia nyata. Bahkan banyak di antara mereka adalah perempuan remaja yang menggunakan pakaian minimalis demi mengikuti kegiatan cosplay dan menjadi karakter yang mereka gemari dari dunia anime. Hal tersebut membuat masyarakat memiliki pandangan yang kurang pantas terhadap perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut dan dengan mudah mendapatkan stereotip negatif dari masyarakat karena bukannya menjaga budaya sendiri malahan mengikuti budaya asing. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti konsep diri perempuan pecinta film anime di Kota Medan.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan?

1.3 Pembatasan Masalah

Guna memperjelas ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penelitian hanya tebatas kepada perempuan yang memiliki minat besar terhadap dunia anime dan berdomisili di Kota Medan.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada perempuan yang telah mengikuti lebih dari 20 judul film anime.

3. Penelitian ini hanya terbatas kepada perempuan yang telah mengenal kebudayaan Jepang lebih dari 3 tahun.

4. Penelitian ini ingin melihat dan mengetahui konsep diri perempuan pecinta film anime.

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui konsep diri pada perempuan pecinta film anime di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti serta memperluas wawasan di bidang ilmu komunikasi, khususnya dalam kajian Psikologi Komunikasi.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan serta sebagai referensi dan sumber bacaan mahasiswa FISIP USU, khususnya Ilmu Komunikasi.

3. Secara pragmatis, penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi masyarakat secara umum mengenai konsep diri perempuan pecinta film anime di Kota Medan dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penanganan masalah-masalah dalam ruang lingkup ilmu komunikasi khususnya Psikologi Komunikasi.

(20)

BAB II Kajian Pustaka 2.1 Paradigma Kajian

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan pada mereka yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2007: 9).

Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Hajaroh, 2013: 2) Paradigma dipandang sebagai perangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian.

Paradigma penelitian kualitatif mencanangkan dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigm kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreativitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (dalam Ghony dan Almanshur, 2012: 73).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma post positivisme, karena menurut Salim (dalam Mariska 2016: 5) menjelaskan postpositivisme sebagai berikut: paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan

(21)

pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memandang dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodelogi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.

2.2 Kajian Pustaka

Teori dalam arti luas mampu untuk menyatukan semua pengetahuan tentang komunikasi yang kita miliki ke dalam suatu kerangka teori yang terintegrasi (Craig dalam West & Turner, 2009: 49). Berdasarkan definisi dan alasan tersebut, peneliti menggunakan teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan yang akan diteliti, yakni sebagai berikut:

2.2.1 Ilmu Komunikasi

Menurut Hovland, Janis, Kelley (dalam Muhammad, 2007: 2) komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sedangkan menurut Louis Forsdale (dalam Muhammad, 2007: 2) komunikasi adalah suatu proses memberikan sinyal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara dan diubah. Pada definisi ini komunikasi dianggap sebagai suatu proses. Kata sinyal maksudnya adalah sinyal yang berupa verbal maupun non verbal yang mempunyai aturan tertentu. Dengan adanya aturan ini menjadikan orang yang menerima sinyal yang telah mengetahui aturannya akan dapat memahami maksud dari sinyal yang diterimanya.

Psikologi dan komunikasi merupakan dua ilmu yang saling berkaitan.

Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya, sementara perilaku manusia merupakan objek bagi ilmu psikologi. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling mempengaruhi diantara berbagai

(22)

sistem dalam diri organisme dan diantara organisme. Psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi merupakan karakteristik manusia komunikan serta faktor- faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya (Lubis, 2015: 5).

2.2.1.1 Komponen Dasar Komunikasi

Dari bermacam-macam model komunikasi yang telah dikemukakan di atas kelihatan bahwa ada bermacam-macam komponen atau elemen dalam proses komunikasi. Adapun yang menjadi komponen dasar dalam komunikasi yaitu (Muhammad, 2007: 17-18):

1. Pengirim pesan, yaitu individu atau orang yang mengirim pesan.

Pesan atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan.

2. Pesan, yaitu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima.

Pesan ini dapat berupa verbal ataupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis seperti surat, buku, majalah, memo.

Sedangkan pesan yang secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, radio, percakapan melalui telepon dan sebagainya.

3. Saluran, yaitu jalan yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima.

4. Penerima pesan, yaitu individu yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.

5. Umpan balik, yaiitu respon terhadap pesan yang diterima yang dikirimkan kepada si pengirim pesan. Dengan diberikannya reaksi ini kepada si pengirim, pengirim akan dapat mengatahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut dinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Bila arti pesan dimaksudkan oleh si pengirim diinterpretasikan sama oleh si penerima berarti komunikasi tersebut efektif.

2.2.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

(23)

Fungsi utama komunikasi adalah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial.

Pengendalian lingkungan dibedakan kedalam dua tingkatan. Pertama, hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan. Kedua, hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula pihak-pihak yang terlibat (Budyatna dan Ganiem, 2011: 27). Sedangkan menurut Effendy (2007: 55) fungsi komunikasi adalah sebagai berikut:

a. Mengubah sikap

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah sikapnya.

b. Mengubah opini

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

c. Mengubah perilaku

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah perilakunya.

d. Mengubah masyarakat

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat, yang pada akhirnya bertjuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi

Komunikasi sebagai ilmu dan seni sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam terjadinya komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, di mana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi-fungsi dari komunikasi (Effendy, 2007: 55) adalah sebagai berikut:

a. Menyampaikan informasi (to inform)

Komunikasi berfungsi dalam menyampaikan informasi, tidak hanya informasi tetapi juga pesan, ide, gagasan, opini maupun komentar.

(24)

Sehingga masyarakat bisa mengetahui keadaan yang terjadi dimanapun.

b. Mendidik (to educate)

Komunikasi sebagai sarana informasi yang mendidik, menyebarluaskan kreatifitas, tidak hanya sekedar memberi hiburan, tetapi juga memberi pendidikan untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah, serta memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju dan lebih berkembang.

c. Menghibur (to entertain)

Komunikasi juga memberikan warna dalam kehidupan, tidak hanya informasi tetapi juga hiburan. Semua golongan menikmatinya sebagai alat hiburan dalam bersosialisasi. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi, maupun gambar dan bahasa.

d. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberikan motivasi, mendorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca, dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi.

2.2.1.4 Prinsip Dasar Komunikasi

Menurut Seiler (dalam Muhammad, 2007: 19) ada empat prinsip dasar dari komunikasi yaitu: suatu proses, suatu sistematik, interaksi dan transaksi, dimaksudkan atau tidak dimaksudkan. Masing-masing prinsip ini akan dijelaskan berikut ini:

1. Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kegiatan yang terus-menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah. Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang persis sama, yaitu: saling berhubungan di antara orang, lingkungan, sikap, status,

(25)

pengalaman, dan perasaan, semuanya menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu.

2. Komunikasi adalah sistem, yaitu komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugas masing-masing.

Tugas dari masing-masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi.

3. Komunikasi bersifat interaksi dan transaksi, yang dimaksud dengan istilah interaksi adalah saling bertukar komunikasi.

4. Komunikasi dapat terjadi disengaja maupun tidak disengaja. Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan.

2.2.2 Psikologi Komunikasi

Menurut Berelson dan Steiner (dalam Purba, dkk 2010: 32) komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka- angka dan lain-lain. Menurut Onong Uchjana Effendy (2003: 60), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.

Psikologi dan komunikasi merupakan dua ilmu yang saling berkaitan.

Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya, sementara perilaku manusia merupakan objek bagi ilmu psikologi. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling mempengaruhi diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi merupakan karakteristik manusia komunikan serta faktor-

(26)

faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya (Lubis, 2015: 5).

Menurut Wolman (dalam Rakhmat, 2007: 3) kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan ada enam pengertian komunikasi:

Communication 1) The transmission of energy change from one place to another as in the nerve system or transmission of sound waves (Penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara). 2) The transmission or reception of signal or messages by organism (Penyampaian atau penerima sinyal atau pesan oleh organisme).

3) The transmitted message (Pesan yang disampaikan). 4) (communication theory) The process whereby system influence another system through regulation of the transmitted signals (Teori komunikasi) (proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan sinyal-sinyal yang disampaikan. 5) K.Lewin the influence of one personal region on another whereby a change in one result in a corresponding change in the other region (K.Lewin pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain). 6) The message of patient to his therapist in psycotherapy (Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi).

Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan antar organisme (dalam Rakhmat, 2007: 4). Dalam hal ini psikologi mempunyai peran pada saat pesan sampai kepada komunikator, psikologi berperan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pesan tersebut.

Psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memeriksa karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat- sifatnya dan bertanya: apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain. Psikologi bahkan meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia (Rakhmat, 2007: 5).

(27)

2.2.2.1 Penggunaan Psikologi Komunikasi

Penggunaan psiokologi komunikasi berguna untuk menciptakan proses komunikasi yang lebih efektif. Komunikasi yang efektif akan memberikan pengertian dan kesamaan pemahaman, hubungan yang lebih baik, perubahan sikap serta hubungan sosial yang semakin baik. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan kita dengan dunia sekitar kita. Komunikasi yang efektif mempengaruhi lima hal (Rakhmat, 2007: 13), yaitu:

1. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Untuk menghindari hal tersebut kita perlu memahami psikologi pesan dan psikologi komunikator.

2. Kesenangan, tidak semua komunikasi di tujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “selamat pagi, apa kabar?” kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut analisis transaksional sebagai “saya oke-kamu oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication) dimaksudkan untuk mengambil kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan. Ini memerlukan psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal.

3. Mempengaruhi sikap, paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah beribadah lebih baik. Guru ingin mengajak muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan. Semua ini adalah komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor- faktor dalam diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikator. Persuasi didefinisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya

(28)

sendiri. Para psikolog memang sering bergabung dengan komunikolog justru pada bidang persuasi.

4. Hubungan sosial yang baik, manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control) dan cinta serta kasih sayang (affection). Secara singkat kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain. Kita ingin mengendalikan dan dikendalikan serta kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.

5. Tindakan, selain membicarakan persuasi untuk mempengaruhi sikap, persuasi juga ditunjukkan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki.

Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap, namun jauh lebih sukar lagi mendorong orang untuk bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting, karena untuk menimbulkan tindakan kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik.

Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.

(29)

2.2.3 Konsep Diri

2.2.3.1 Pengertian Konsep Diri

Menurut William D. Brooks (dalam Rakhmat, 2007: 99) mendefinisikan konsep diri sebagai “Those physical, social, and psychological perception of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with other”.

Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini yang disebut konsep diri. Menurut William H Fitts (dalam Agustiani, 2009: 138- 139) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang.

Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu. Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hasil ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Menurut Charles Horton Cooley (dalam Rakhmat, 2007: 100), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.

Konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif (self esteem).

(30)

2.2.3.2 Faktor Pembentukan Konsep Diri

Faktor yang mempengaruhi konsep diri (Devito, 2009: 55-57 dalam Dewi, 2013: 21-22) :

1. Other Images

Menurut Charles Horton Cooley, other images merupakan orang yang mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengen mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Menurut D.H Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. Significant other yang dimaksud ialah orang tua.

2. Orang lain

Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, “ The fact is that we can understand ourselves by starting from other, or from other and only starting from them.” Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.

Richard Dewey dan W.J Humber menamai orang lain sebagai Affective Others, di mana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif.

3. Budaya

Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan ditanamkan keyakinan, nilai agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri.

(31)

4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri

Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut.

Dari beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri seseorang bukan sesuatu yang langsung terbentuk, melainkan diperoleh dan dibentuk melalui pengalaman, interaksi dengan orang lain serta pengaruh lingkungan tempat tinggal.

Adapun orang-orang yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang (Calhoun & Acocella, 1990 dalam Mariska, 2016: 10) :

1. Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial paling awal dan paling kuat yang dialami oleh seseorang. Informasi yang diberikan orang tua pada anak lebih tertanam daripada informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa.

2. Kawan sebaya

Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur oleh kelompok sebaya sangat berpengaruh pada pandangan individu terhadap dirinya sendiri.

3. Masyarakat

Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang melekat pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, suku bangsa dan lain-lain.

Hal ini pun dapat berpengaruh kepada konsep diri individu.

(32)

2.2.3.3 Jenis-Jenis Konsep Diri

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat, 2007: 105-106) yaitu:

1. Konsep diri negatif

Menurut William D.Brooks dan Philip Enmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:

a. Peka terhadap kritikan: orang ini tidak tahan menerima kritikan dari orang lain dan mudah marah.

b. Responsif terhadap pujian: Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasnya pada waktu menerima pujian.

c. Merasa tidak disenangi: Merasa tidak diperhatikan oleh karena itu ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh.

d. Sikap Hiperkritis, mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

e. Pesimis: Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Orang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.

2. Konsep diri positif

Konsep diri positif ditandai dengan:

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b. Ia merasa setara dengan orang lain

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu

(33)

d. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan

aspek aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan mengubahnya

Ada sebelas karakteristik konsep diri positif menurut D.E. Hamachek (dalam Rakhmat, 2007: 106), yaitu:

a. Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.

b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan.

e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar belakang keluarga ataupun yang lain.

f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.

g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.

h. Ia cenderung menolak usaha orang lain yang mendominasinya.

i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

(34)

j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri, kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.

k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri, kualitas ini lebih mengarah ke kerendahan hati dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri positif. Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula.

2.2.3.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antar Pribadi

Beberapa faktor dalam komunikasi antar pribadi dapat dipengaruhi oleh kualitas konsep diri seseorang (dalam Rakhmat, 2007: 105-110) antara lain:

a. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri

Nubuat yang dipenuhi sendiri dapat dijelaskan sebagai kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai konsep diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal. Jika seorang gadis merasa dirinya sebagai wanita menarik, ia akan berusaha berpakaian serapi mungkin dan menggunakan kosmetik yang tepat. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda lekatkan pada diri anda, hubungan konsep diri dan perilaku dapat disimpulkan dalam ucapan you don’t think what you are, you are what you think.

b. Membuka Diri

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain akan meningkatkan

(35)

pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan lebih cermat memandang diri sendiri dan orang lain.

c. Percaya Diri

Percaya diri adalah salah satu faktor terpentig dalam proses komunikasi. Kurangnya percaya diri menjadi salah satu penyebab terjadinya aprehensi komunikasi atau ketakutan untuk melakukan komunikasi. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak.

d. Selektivitas

Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita, karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apakah seseorang bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif) dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).

2.2.4 Teori Johari Window

Jendela Johari adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh Joseph Luth dan Harry Ingram (karenanya disebut Johari). Jendela Johari pada dasarnya menggambarkan tingkat saling pengertian antar orang yang berinteraksi. Jendela Johari ini mencerminkan tingkat keterbukaan seseorang yang dibagi dalam empat kuadran. Kuadran-kuadran tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:

a. Area Terbuka (Open Area)

Menggambarkan keadaan atau hal yang diketahui diri sendiri dan orang lain. Hal-hal tersebut meliputi sifat-sifat, perasaan-perasaan dan motivasi-motivasinya. Orang yang “Open” bila bertemu dengan seseorang

(36)

akan selalu membuka diri dengan menjabat tangan atau secara formal memperkenalkan diri bila berjumpa dengan seseorang. Diri yang terbuka, mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri demikian juga orang lain di luar dirinya dapat mengenalinya.

b. Area Buta (Blind Area)

Disebut “Blind” karena orang itu tidak mengetahui tentang sifat- sifat, perasaan-perasaan dan motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Sebagai contoh, ia bersikap seolah-olah seorang yang sok akrab, padahal orang lain melihatnya begitu berhati-hati dan sangat tertutup, tampak formal dan begitu menjaga jarak dalam pergaulan. Orang ini sering disebut sebagai seseorang yang buta karena dia tidak dapat melihat dirinya sendiri, tidak jujur dalam menampilkan dirinya namun orang lain dapat melihat ketidak tulusannya.

c. Area Tersembunyi (Hidden Area)

Ada hal-hal atau bagian yang saya sendiri tahu, tetapi orang lain tidak. Hal ini sering teramati, ketika seseorang menjelaskan mengenai keadaan hubungannya dengan seseorang. “Saya ingat betul bagaimana rasanya dikhianati pada waktu itu, padahal aku begitu mempercayainya”.

Luka hati masa lalunya tidak diketahui orang lain, tetapi ia sendiri tak pernah melupakannya.

d. Area Tidak Dikenal (Unknown Area)

Dikatakan “Unknown”, karena baik yang bersangkutan, maupun orang lain dalam kelompoknya tidak mengetahui hal itu secara individu.

Sepertinya semua serba misterius.

(37)

Gambar 2.1 Konsep Johari Window

(Sumber: Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikoogi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Johari Window atau Jendela Johari merupakan salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Model yang diciptakan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham di tahun 1955 ini berguna untuk mengamati cara kita memahami diri kita sendiri sebagai bagian dari proses komunikasi.

Tes Jendela Johari dilakukan dengan memberi daftar berisi 55 kata sifat kepada subyek tes. Dari 55 kata sifat tersebut, subyek tes akan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat yang paling mencerminkan diri mereka.

Anggota per dari subyek tes ini kemudian akan diberikan daftar yang sama dan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat yang menurut mereka paling menggambarkan pribadi sang subyek tes. Hasil tersebut akan dicek silang dan dimasukkan dalam kuadran-kuadran yang tersedia.

Joseph Luft berpendapat bahwa kita harus terus meningkatkan self- awareness kita dengan mengurangi ukuran dari Kuadran 2 blind area kita.

Kuadran 2 merupakan area rapuh yang berisikan apa yang orang lain ketahui tentang kita, tapi tidak kita ketahui, atau lebih kita anggap tidak ada dan tidak kita

(38)

pedulikan. Mengurangi blind area kita juga berarti bahwa kita memperbesar Kuadran 1 kita open area, yang dapat berarti bahwa self-awareness serta hubungan interpersonal kita mungkin akan mengalami peningkatan. Jendela ini akan mengecil sehubungan kita tumbuh dewasa, mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman (herususilofia.lecture.ub.ac.id).

2.2.5 Teori Interaksionalisme Simbolik

Interaksionisme simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.

Blumer menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I.

Thomas, dan Charles H. Cooley (dalam Mulyana, 2001: 68).

Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berfikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah anda sebagai manusia (Morissan, 2009: 75). Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.

Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes mengatakan bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik (West & Turner, 2008: 98-104):

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain terhadap mereka.

b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.

c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

2. Pentingnya konsep mengenai diri

(39)

a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.

3. Hubungan antara individu dan masyarakat

a. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.

b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial,

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia.

Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan aturan- aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kehidupan sosial (Mulyana, 2001: 68-70).

2.2.6 Anime 2.2.6.1 Sejarah Anime

Anime merupakan sebuah kata serapan dari kata animation dalam bahasa Inggris, yang digunakan orang Jepang untuk menyebut tayangan animasi. Di luar Jepang, istilah anime ini digunakan secara spesifik untuk menyebutkan segala animasi yang diproduksi di Jepang. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa anime diproduksi di luar Jepang. Tayangan anime/animasi buatan Jepang pertama kali adalah sebuah film animasi pendek karya Oten Shimokawa yang berjudul

“Imokawa Mukuzo Genkanban no Maki (Mukuzo Imokawa, the Doorman) yang ditayangkan di bioskop sebagai penyeling film utama pada tahun 1917. Pada tahun 1945, anime berjudul Motomaro Umi no Shinpei (Motomaro’s Divine Sea

(40)

Warriors) yang dibuat angakatan laut Jepang untuk tujuan propaganda dalam membangun semangat anak-anak di masa itu.

Seiring dengan perkembangan televisi pada tahun 1960-an, anime pun berkembang dengan serial televisinya. Pada tahun 1962 dirilis serial anime pertama yang berjudul Otogi Manga Karendaa (Otogi Manga Calendar) sebanyak 312 episode. Pada tahun 1963, serial anime Tetsuwan Atomu (Astro Boy), Tetsujin 28-go (Gigantor) dan 8 Man berhasil meraih sukses. Tidak hanya di Jepang, serial anime Astro Boy dan Gigantor juga meraih sukses atas penayangannya di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa serta Asia.

Dalam perkembangannya berhasil meraih kepopuleran dan banyak penggemar di seluruh dunia. (sumber: http://pakdhegirang.blogspot.co.id)

2.2.6.2 Perkembangan Anime di Indonesia

Anime yang masuk di Indonesia pada era 1970-an, yaitu anime genre science fiction yang banyak menampilkan cerita dengan mecha Super Robot, seperti Voltus V, God Sigma atau Star Blazers. Selain genre science fiction, di Indonesia juga terdapat anime dengan genre action seperti Gundam, genre magical seperti Lulu The Flower Angel, atau genre drama romantis seperti Candy- Candy dan lain sebagainya. TVRI sebagai satu-satunya stasiun televisi di Indonesia pada masa itu juga turut berperan dalam menayangkan serial anime.

Sejak saat itu perlahan-lahan animo masyarakat terhadap serial anime mulai tumbuh.

Pada pertengahan tahun 90-an, stasiun-stasiun televisi di Indonesia mulai gencar menayangkan film anime. Saint Seiya, Sailor Moon, Magic Girls, Dragon Ball, Shulato pernah ditayangkan dan mendapat respon positif dari para penggemarnya walaupun sebagai kaum minoritas dan secara tidak langsung mendukung perkembangan anime di Indonesia hingga saat ini. Anime Doraemon mulai diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak tahun 1991 yang ditayangkan oleh RCTI. Kisah serial ini tetap mendapat hati dari para penggemarnya di Indonesia dan mampu bertahan hingga lebih dari 20 tahun sejak pertama kali penayangannya.

(41)

Selain televisi, anime mulai mencoba merambah bioskop, yaitu dengan menayangkan Doraemon the Movie. Anime movie dengan judul Daichohen Doraemon, Nobita no Taiyou o Densetsu atau yang diterjemahkan sebagai Doraemon Petualangan, Legenda Raja Matahari ini ditayangkan mulai tanggal 29 Juni 2001. Perkembangan anime di Indonesia tidak berhenti hanya di televisi saja.

Pada era ini, masyarakat sangat mudah dalam mencari dan menelusuri anime di berbagai media. Contohnya majalah anime di Indonesia ada AMH Magz!, di radio ada 101.40 Trax Fm dengan nama segmen IROIRO, berbagai macam portal berita seperti duniaku.net, jurnalotaku.com, lalu TV dengan saluran Animax, Crunchyroll, Aniplus, NHK World, website streaming seperti animeindo.tv, oploverz.in dan info-info yang ada di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Line. (sumber: http://pakdhegirang.blogspot.co.id)

2.2.6.3 Otaku Anime

Otaku adalah seseorang yang memiliki ketertarikan yang berlebih pada hal yang digemarinya. Istilah ini biasa digunakan oleh penduduk Jepang untuk menilai seseorang yang tertarik dengan sesuatu hal yang membuatnya hanya peduli dengan dunianya sendiri dan melupakan kehidupan di sekitarnya. Istilah otaku juga biasa digunakan pada mereka yang memiliki fanatisme dengan produk- produk hasil dari budaya populer Jepang. Seperti manga/komik, anime/animasi, game, J-Music dan drama. Dalam jurnal yang ditulis oleh Ken Kitabayashi dan di rilis oleh Nomura Research Institute memfokuskan pengertian otaku sebagai seorang yang banyak menghabiskan sumber daya yang mereka miliki seperti waktu dan uang hanya untuk hobi yang dimilikinya dan mereka memiliki ciri-ciri psikologis yang unik. (sumber: https://id.wikipedia.org)

Otaku Anime sendiri merupakan salah satu tipe otaku yang dalam kesehariannya sangat menyukai film animasi asal negeri Jepang yang biasa disebut dengan istilah anime. Otaku anime tidak hanya menonton film yang telah mainstream di masyarakat. Mereka akan mencari anime dengan judul baru setiap harinya dan setia menunggu kelanjutannya dari setiap episode anime yang mereka gemari. Tentunya demi memenuhi kebutuhannya, mereka akan menghabiskan sumber daya yang mereka miliki seperti uang untuk membeli kepingan DVD

(42)

ataupun membayar tagihan internet yang mereka gunakan. Tidak hanya uang, otaku anime juga menggunakan waktu yang mereka miliki hanya untuk menonton serial anime yang mereka gemari. Karena itu lingkungan sekitar menganggap bahwasanya otaku anime merupakan individu yang tertutup dan sulit untuk berinteraksi dengan kehidupan sosialnya.

Berburu barang-barang cinderamata khas anime yang mereka gemari juga biasa dilakukan para otaku anime. Contohnya seperti baju, topi, aksesoris bahkan action figure dari tokoh anime yang mereka gemari juga mereka cari. Bahkan banyak dari otaku anime mengikuti kegiatan Costume Player atau Cosplay untuk sekedar menjadi karakter dari tokoh anime yang mereka inginkan. (sumber:

https://otaku.dafunda.com/)

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Johari Window

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya pesantren lain, Pesantren Raudhatul Muna menerima santri yang pertama dari masyarakat sekitar gampong Ujong Pulo yang kemudian sekarang sudah banyak

Hal inilah yang mengilhami Oskar Karyantono, S.Gz., M.Kes, melakukan penelitian tesis bertajuk “Kue Lepa Dengan Berbagai Formulasi Sebagai Alternatif Makanan Tambahan untuk

Retensi Optimal adalah batas nilai yang paling efektif yang dapat dicapai dari kewajiban perusahaan asuransi berupa jumlah tertentu yang mana jumlah tersebut ditahan

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj IP) dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan

Dengan demikian standart emas mencakup tawaran dari pemerintah Amerika Serikat untuk menukarkan dolar atau emas pada suatu tingkat harga yang resmi dan tawaran dari negara lain

Oleh karena itu, pada penulisan skripsi ini akan diteliti dan dianalisis mengenai karakteristik UPS untuk berbagai jenis beban dengan beberapa variasi tingkat

Tebal minimum yang ditentukan dalam tabel berlaku untuk konstruksi satu arah yang tidak menumpu atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak

Selain itu, pada musim barat terjadi difraksi yang ditunjukkan pada lokasi D, dimana gelombang yang datang dari arah barat laut terhalang daratan Pantai Boom Tuban