• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PENELITIAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PENELITIAN

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan asset perusahaan yang mempunyai pengaruh yang sangat sensitive bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi, persediaan adalah harta lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang digunakan untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses lebih lanjut dalam perusahaan manufaktur sehingga mempunyai nilai dan bentuk baru kemudian dipasarkan.

Persediaan juga merupakan aktiva paling lancar dalam perusahaan karena persediaan mendukung jalannya kegiatan operasi perusahaan, dari persediaan dapat dilihat bagaimana sebuah perusahaan dapat mengelola perusahaannya dengan baik.

Menurut Prasetyo (2006 : 65), “Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam satu periode usaha yang normal, termasuk barang yang dalam pengerjaan atau proses produksi menunggu masa penggunaannya pada proses produksi”.

Menurut Warren, Reeve (2005 : 452), “Persediaan juga didefinisikan

sebagai aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal

dalam proses produksi atau yang dalam perjalanan dalam bentuk bahan

atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi

atau pemberian jasa”.

(2)

Persediaan memiliki beberapa fungsi penting bagi perusahaan, yaitu : a. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi, b. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi,

c. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas karena membeli dalam jumlah yang banyak ada diskon,

d. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga,

e. Untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, mutu dan ketidaktepatan pengiriman, f. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam

proses.

Menurut Hansen dan Mowen (2001 : 584), adapun biaya yang timbul karena persediaan diantaranya adanya biaya penyimpanan, pemesanan, penyiapan dan biaya kehabisan dan kekurangan bahan.

1. Biaya penyimpanan

Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan persediaan.

Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan semakin banyak.

2. Biaya pemesanan

Setiap kali suatu bahan baku dipesan, perusahaan harus menanggung biaya pemesanan. Biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per pesanan.

3. Biaya penyiapan

Biaya penyiapan diperlukan apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri. Biaya penyiapan total per periode adalah jumlah penyiapan yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per penyiapan.

4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan

Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukup i

permintaan proses produksi. Biaya kekurangan bahan sulit diukur

dalam praktek terutama dalam kenyataan bahwa biaya ini

merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara

objektif.

(3)

Kesimpulannya adalah bahwa persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain.

2. Jenis-jenis Persediaan

Secara umum perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Oleh sebab itu, jenis-jenis persediaan pada ketiga perusahaan tersebut berbeda.

a. Jenis-jenis Persediaan menurut Fungsinya seperti yang dinyatakan oleh Rangkuti (2004 : 7) :

1. Batch stock/lot size inventory

Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.

Keuntungannya :

a) Potongan harga pada harga pembelian b) Efisiensi produksi

c) Penghematan biaya angkutan 2. Fluctuation stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan

3. Anticipation stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat.

b. Jenis-jenis Persediaan menurut Jenis dan Posisi Barang seperti yang dinyatakan oleh Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 377) :

1. Persediaan barang dagangan ( merchandise inventory)

Barang yang ada digudang (good on hand) dibeli oleh pengecer

atau perusahaan perdagangan seperti importir atau ekportir untuk

dijual kembali. Biasanya, barang yang diperoleh untuk dijual

(4)

kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli ; barang-barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal, dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka, roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh.

2. Persediaan manufaktur (manufacturing inventory)

persediaan gabungan dari entitas manufaktur, yang terdiri dari : a) Persediaan bahan baku

Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya, dengan menambah) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. Bagian atau suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan kadang-kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang

b) Persediaan barang dalam proses

Barang-barang yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang dalam proses, juga disebut persediaan barang dalam proses, meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang sampai tanggal tersebut

c) Persediaan barang jadi

Barang-barang manufaktur yang telah diselesaikan dan disimpan untuk dijual. Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan manufaktur d) Persediaan perlengkapan manufaktur

Barang-barang seperti minyak pelumas untuk mesin-mesin, bahan pembersih dan barang lainnya yang merupakan bagian yang kurang penting dari produk jadi.

3. Persediaan rupa-rupa

Barang-barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan atau umum (selling or general expenses) ketika dibeli.

Kesimpulannya adalah bahwa jenis-jenis persediaan akan berbeda

sesuai dengan bidang atau kegiatan normal usaha berdasarkan bidang usaha

perusahaan dapat terbentuk perusahaan industri (manufacture), perusahaan

dagang, ataupun perusahaan jasa. Karakteristik dari barang yang

(5)

diklasifikasikan sebagai persediaan sangat bervariasi terhadap jenis usaha perusahaan tersebut.

3. Sistem Pencatatan Persediaan

Sistem pencatatan persediaan merupakan pengelolaan persediaan melalui proses pencatatan sehingga data tentang persediaan dapat tersedia dengan benar. Pada umumnya metode pencatatan yang biasanya ada pada teori yaitu:

a. Sistem pencatatan perpetual

Sistem persediaan perpetual adalah sistem akuntansi untuk persediaan yang merinci catatan dari jumlah unit dan biaya dari setiap transaksi pembelian dan penjualan yang dibuat selama periode akuntansi.

Dengan sistem perpetual, catatan persediaan diperbaharui pada saat pembelian atau penjualan dilakukan. Dengan cara ini, catatan persediaan setiap saat mencerminkan berapa banyak setiap persediaan barang harus berada di gudang. Sistem perpetual sering kali digunakan pada saat setiap persediaan barang yang mempunyai nilai tinggi atau terdapat biaya yang besar apabila persediaan habis atau banyak menumpuk.

Menurut Niswonger, Warren, Reeve dan Fess (1999 : 366)

“Dalam sistem persediaan perpetual semua kenaikan dan

penurunan barang dagangan yang dicatat dengan cara yang

sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun

persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi

mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat

dengan mendebit persediaan barang dagang dan mengkredit kas

(6)

atau hutang usaha. Pada tanggal penjualan harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang dagangan”.

Dyckman, Dukes, Davis (2000 : 383) mengatakan bahwa,

“apabila sistem persediaan perpetual digunakan, catatan persediaan perpetual yang terinci, sebagai tambahan atas akun buku besar biasa, dibuat untuk setiap item persediaan dan akun pengendalian persediaan dibuat dalam buku besar atas dasar lancar”.

Catatan persediaan perpetual untuk setiap barang harus memberikan informasi penerimaan, pengeluaran dan saldo ditangan.

Dengan informasi ini, kuantitas fisik dan penilaian barang yang ada ditangan tersedia setiap waktu. Jadi, perhitungan persediaan fisik tidak diperlukan kecuali untuk memverifikasi jumlah persediaan.

Perhitungan fisik biasanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan persediaan ditangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap jurnal penyelesaian yang dibutuhkan (misalnya kesalahan dan kerugian). Catatan persediaan harus disesuaikan ke perhitungan fisik apabila terdapat perbedaan pencatatan.

Untuk perusahaan dagang pencatatan yang dilakukan menurut motode ini adalah sebagai berikut :

Persediaan Barang Dagang Rp xxx Saat Pembelian

Kas/Hutang Dagang Rp xxx

(7)

Kas/Piutang Dagang Rp xxx

Saat Penjualan

Harga Pokok Penjualan Rp xxx

Penjualan Rp xxx

Persediaan Barang Dagang Rp xxx

Apabila ada pengembalian pembelian atau potongan, dibukukan sebagai lawan atau kebalikan dari pembukuan tersebut.

Jika hasil perhitungan persediaan mengungkapkan bahwa kuantitas yang sesungguhnya lebih kecil dari kuantitas yang dicatat, maka perkiraan persediaan bahan diturunkan dengan perhitungan selisih tersebut dan pendebetannya dibukukan pada perkiraan harga pokok penjualan atau perkiraan khusus. Pengembalian penjualan biasanya disebut dalam perkiraan kontra spesial yaitu :

Pengembalian Penjualan Rp xxx

Kas/Piutang Rp xxx

b. Sistem pencatatan periodik

Sistem persediaan periodik adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan yang harga pokok penjualan ditentukan dan persediaan dikoreksi pada akhir periode akuntansi bukan pada saat persediaan tersebut dibeli.

Dengan sistem periodik, catatan persediaan diperbaharui pada

saat penjualan dilakukan dan digunakan ketika persediaan terdiri dari

jumlah barang-barang yang beraneka ragam, nilainya relatif kecil.

(8)

Menurut Dyckman Dukes, dan Davis (2000 : 381) mengemukakan sebagai berikut :

Dalam sistem persediaan periodik, perhitungan fisik aktual atas barang-barang yang ada diadakan pada akhir setiap periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur dan jumlahnya dikalikan dengan unit biaya untuk memberi nilai persediaan.

Sebuah catatan yang terus berlangsung atas persediaan bisa, tetapi tidak harus dibuat untuk unit-unit dan jumlah yang dibeli dan dijual (dikeluarkan) serta saldo ditangan.

Sedangkan menurut Horngren, Harrison, Robinson dan Secokusumo (2000 : 455) mengemukakan bahwa :

Dalam sistem periodik, perusahaan tidak selalu mencatat mutasi yang terjadi pada persediaan yang dimiliki. Akibatnya pada akhir periode perusahaan harus melakukan perhitungan secara fisik untuk mengetahui jumlah persediaan yang dimilikinya pada saat itu. Jumlah persediaan itu akan dikalikan dengan unit biaya untuk mendapatkan harga pokok persediaan diakhir periode.

Bagi perusahaan dagang jika mengunakan metode ini maka sistem pencatatannya adalah sebagai berikut :

Pembelian Rp xxx

Saat Pembelian

Kas/Hutang Dagang Rp xxx

Kas/Piutang dagang Rp xxx

Saat Penjualan

Penjualan Rp xxx

Pengembalian pembelian atau potongan dibukukan dalam suatu

perkiraan kontra spesial yaitu :

(9)

Kas/Hutang Dagang Rp xxx

Pengembalian pembelian dan potongan Rp xxx

Pengembalian penjualan juga dimasukkan dalam perkiraan kontra spesial yaitu :

Pengembalian pembelian dan potongan Rp xxx

Kas/Piutang dagang Rp xxx

Menurut Stice dan Skousen (2009 : 667), “ Ada beberapa macam metode penilaian pesediaan yang umum digunakan, yaitu : Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO), Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO), dan Metode Biaya Rata-Rata (Average)”.

1. Masuk pertama, keluar pertama (first in, first out-FIFO)

Metode ini memperlakukan barang yang pertama dibeli atau diproses sebagai unit pertama yang dibebankan atas penjualan atau pengeluaran.

Barang yang terjual (dikeluarkan) dinilai pada biaya per unit terlama dan barang yang tetap di persediaan dinilai pada jumlah biaya per unit terbaru.

Metode ini dapat digunakan baik pada sistem persediaan periodik maupun perpetual. Berikut ini disajikan kalkulasi biaya persediaan FIFO unuk sistem persediaan periodik pada PT Sentosa:

Persediaan awal (200 unit pada Rp 1) Rp 200

Ditambah pembelian selama periode tersebut

Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual 1.120

920

(10)

Dikurangi persediaan akhir (300 unit per perhitungan fisik):

100 unit pada Rp 1,26 (pembeliaan terbaru -24 Jan) Rp 126

200 unit pada Rp 1,16 (pembelian terbaru berikutnya -15 Jan)

Total biaya persediaan akhir

232

Harga pokok penjualan Rp 762

(358)

Kalkulasi biaya persediaan FIFO bila PT Sentosa menggunakan sistem persediaan perpetual disajikan berikut ini :

FIFO Perpetual T

g l

Pembelian Penjualan

(Pengeluaran)

Saldo Persediaan

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

1/1 200* 1,00 200

9 300 1,10 330 200

300

1,00 1,10

200 330

10 200

200

1,00 1,10

200

220 100 1,10 110

15 400 1,16 464 100

400

1,10 1,16

110 464

18 100

200

1,10 1,16

110

232 200 1,16 232

24 100 1,26 126 200

100

1,16 1,26

232 126

Persediaan akhir 358

(11)

Harga pokok penjualan 762

*Persediaan awal

2. Masuk terakhir keluar terakhir (last in, first out-LIFO)

Metode ini menandingkan biaya dari barang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Apabila sistem persediaan periodik, maka diasumsikan bahwa biaya dari total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan berasal dari pembelian terakhir. Berikut ini PT Sentosa menyajikan kalkulasi biaya persediaan LIFO untuk sistem persediaan periodik.

Harga pokok barang tersedia untuk dijual Rp1.120

Dikurangi persediaan akhir (300 unit per perhitungan fisik):

200 unit pada Rp 1 (biaya terlama tersedia dari persediaan 1Jan)Rp200

100 unit pada Rp 1,10 (biaya terlama dari pembelian 9 Jan)

Persediaan akhir

110

Harga pokok penjualan Rp 810

(310)

Apabila metode LIFO digunakan dalam sistem persediaan perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian paling akhir.

Sebagai ilustrasi PT Sentosa menyajikan kalkulasi persediaan LIFO untuk

sistem persediaan perpetual.

(12)

LIFO Perpetual T

g l

Pembelian Penjualan

(Pengeluaran)

Saldo Persediaan

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

1/1 200* 1,00 200

9 300 1,10 330 200

300

1,00 1,10

200 330

10 300

100

1,10 1,00

330

100 100 1,00 100

15 400 1,16 464 100

400

1,00 1,16

100 464

18 300 1,16 348 100

100

1,00 1,16

100 116

24 100 1,26 126 100

100 100

1,00 1,16 1,26

100 116 126

Persediaan akhir 342

Harga pokok penjualan 778

*Persediaan awal

3. Metode Biaya Rata-Rata (Average)

Metode biaya rata-rata mengasumsikan bahwa biaya persediaan di tangan pada akhir periode dan harga pokok penjualan selama periode berjalan mewakili semua biaya yang timbul selama periode tersebut.

Aplikasinya tergantung pada sistem persediaan:

Biaya rata-rata tertimbang (sistem persediaan periodik):

(13)

Pada sistem persediaan periodik, digunakan biaya per unit rata-rata tertimbang. Biaya per unit rata-rata tertimbang =

Biaya persediaan awal + Biaya pembelian periode berjalan Unit persediaan awal + Unit periode berjalan

Biaya per unit rata-rata tertimbang lalu diterapkan ke unit persediaan akhir untuk menghitung saldo persediaan akhir dan unit terjual untuk menghitung harga pokok penjualan. PT Sentosa menghitung persediaannya berikut:

Harga

Total

Unit per Unit

Barang yang tersedia:

Biaya

1 Januari Persediaan awal 200 Rp 1,00 Rp 200

9 Pembelian 300 Rp 1,10 Rp 330

15 Pembelian 400 Rp 1,16 Rp 464

24 Pembelian 100 Rp 1,26 Rp 126

Persediaan akhir pada biaya rata-rata tertimbang:

T

31 Januari (300) Rp 1,12* (Rp336)

Harga pokok penjualan pada biaya rata-rata tertimbang:

Penjualan selama Januari 700** Rp 1,12 Rp 784

(14)

*Unit biaya rata-rata tertimbang (Rp 1.120 : 1.000 = Rp 1,12)

**400 unit pada 10 Januari ditambah 300 unit pada 18 Januari

Biaya rata-rata bergerak (sistem persediaan perpetual):

Pada sistem persediaan perpetual digunakan biaya per unit rata-rata bergerak. Rata-rata bergerak memberikan biaya per unit baru setelah setiap pembelian. Apabila barang dijual atau dikeluarkan, maka biaya per unit rata- rata bergerak pada waktu itu digunakan. Sebagai contoh PT Sentosa menerapkan sistem ini pada persediaannya:

Biaya rata-rata bergerak sistem perpetual T

g l

Pembelian Penjualan

(Pengeluaran)

Saldo Persediaan

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Unit Biaya per unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

1/1 200* 1,00 200

9 300 1,10 330 500 1,06 530

10 400 1,06 424 100 1,6 106

15 400 1,16 464 500 1,14 570

18 300 1,14 342 200 1,14 228

24 100 1,26 126 300 1,18 354

Persediaan akhir 354

Harga pokok penjualan 766

*Persediaan awal

(15)

4. Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Pengertian pengendalian intern menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebecke dalam bukunya Auditing An Integrated Approach (2000 : 315) adalah sebagai berikut:

“Internal control is a process designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of management’s objectives in the following categories :

a. Reliability of financial reporting

b. Effectiveness and efficiency of operations

c. Compliance with applicable laws and regulations”

Dari definisi diatas, maka dapat dilihat bahwa pengendalian intern ditekankan pada konsep-konsep dasar sebagai berikut :

1. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri bukan merupakan suatu tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasif dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas.

2. Pengendalian intern dilakukan oleh manusia. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijaksanaan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi yang mencakup dewan direksi, manajemen dan pesonalia lain yang berperan di dalamnya.

3. Pengendalian intern diharapkan hanya dapat memberikan keyakinan

yang memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan

direksi perusahaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan bawaan

yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan

(16)

pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian.

4. Pengendalian intern disesuaikan dengan pencapaian tujuan didalam kategori pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi yang saling melengkapi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari berbagai kebijakan, prosedur, teknik, peralatan fisik, dokumentasi, dan manusia.

Menurut Mulyadi (2008 : 163) mengemukakan bahwa “Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari bebagai kebijakan, prosedur, teknik, peralatan fisik, dokumentasi dan manusia.

Definisi sistem pengendalian intern tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian pengendalian tersebut diatas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan maupun dengan komputer.

Kesimpulannya adalah bahwa pengendalian intern harus

dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk mencegah

(17)

dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Di perusahaan kecil, pengawasan masih dapat dilakukan langsung oleh pimpinan perusahaan. Namun semakin besar perusahaan, dimana ruang gerak dan tugas-tugas yang harus dilakukan semakin kompleks, menyebabkan pimpinan perusahaan tidak mungkin lagi melakukan pengendalian secara langsung, maka dibutuhkan suatu pengendalian intern yang dapat memberikan keyakinan kepada pimpinan bahwa tujuan perusahaan dapat tercapai.

5. Unsur-unsur Pengendalian Intern

Suatu sistem dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan adanya unsur-unsur atau ciri-ciri khusus untuk menambah kemungkinan diperolehnya data akuntansi yang dapat dipercaya mengamankan harta atau aktiva. Unsur-unsur ini sangat menentukan keberhasilan perusahaan guna mencapai tujuannya.

Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) dalam SAS (Statement on Auditing Standards) No. 78 yang terdapat dalam Standar Profesi Akuntan Publik menyatakan bahwa unsur-unsur pengendalian intern terdiri dari :

a. Lingkungan pengendalian b. Penilaian resiko

c. Informasi dan komunikasi d. Aktivitas pengendalian e. Pemantauan

a) Lingkungan pengendalian

(18)

Lingkungan pengendalian intern adalah hal yang mendasar dalam komponen pengendalian intern. Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur dan dewan komisaris dan pemilik suatu satuan usaha tersebut (Alvin A Arens dan James K. Loebbecke, 2000 : 261). Dari pengertian lingkungan pengendalian intern tersebut dapat diketahui bahwa efektivitas pengendalian dalam suatu organisasi terletak pada sikap manajemen. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern lainnya yang membentuk disiplin dan struktur dalam organisasi.

Menurut Hall Singleton (2007 : 28), lingkungan pengendalian memiliki beberapa elemen penting diantaranya yaitu :

1. falsafah dan gaya manajemen operasi 2. struktur organisasi

3. komite audit

4. penetapan wewenang dan tanggung jawab 5. metode pengendalian manajemen

6. fungsi audit intern

7. praktek dan kebijakan karyawan 8. pengaruh ekstern

1) Falsafah dan Gaya Manajemen Operasi

Falsafah manajemen adalah seperangkat parameter bagi perusahaan dan karyawan. Falsafah merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh perusahaan. Manajemen melalui aktivitasnya, memberikan tanda yang jelas kepada pegawai tentang pentingnya pengendalian. Gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu perusahaan harus dilakukan.

2) Struktur Organisasi

(19)

Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood dalam buku Sistem Informasi Akuntansi (2003 : 174), “Struktur organisasi didefenisikan sebagai pola otoritas dan tanggung jawab yang terdapat dalam perusahaan”. Struktur organisasi formal biasanya digambarkan dalam suatu bagan organisasi. Bagan organisasi ini menunjukkan garis arus komunikasi dalam organisasi.

3) Komite Audit

Dewan komisaris yang efektif adalah yang independen dari manajemen dan anggota-anggotanya aktif menilai aktivitas manajemen. Komite audit biasanya dibebani tanggung jawab mengenai laporan keuangan, mencakup struktur pengendalian intern dan ketaatan terhadap peraturan dan undang-undang. Komite audit harus memelihara komunikasi langsung yang terus menerus, baik antara dewan komisaris dengan auditor internal maupun eksternal agar pengendalian intern menjadi lebih efektif.

4) Penetapan Wewenang dan Tanggung Jawab

Di samping aspek komunikasi informal, metode komunikasi formal

mengenai wewenang dan tanggung jawab dan masalah sejenis yang

berkaitan dengan pengendaliam juga sama pentingnya. Hal ini

mencakup cara-cara seperti memo dari manajemen tentang

pentingnya pengendalian dan masalah yang berkaitan dengan

pengendalian, organisasi formal dan rencana operasi, deskripsi

tugas pegawai dan kebijakan terkait dan dokumen kebijakan yang

(20)

menggambarkan perilaku pegawai seperti perbedaan kepentingan dan kode etik perilaku formal.

5) Metode Pengendalian Manajemen

Metode pengendalian manajemen merupakan metode yang digunakan manajemen untuk memantau aktivitas setiap fungsi dan anggota organisasi. Menurut George H. Bodnar dan William S.

Hopwood (2003 : 178), “metode-metode pengendalian manajemen terdiri dari teknik-teknik yang digunakan oleh manajemen untuk menyampaikan instruksi dan tujuan-tujuan operasi kepada bawahan dan untuk mengevaluasi hasil-hasilnya”.

6) Fungsi Audit Intern

Fungsi audit intern dibuat dalam satuan usaha untuk memantau efektifitas kebijakan dan prosedur lain yang berkaitan dengan pengendalian. Untuk meningkatkan keefektifan fungsi audit intern, adanya staf audit intern yang independen dari bagian operasi dan akuntansi menjadi penting dan melaporkan kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi dalam organisasi baik manajemen puncak atau komite audit dari dewan direksi dan komisaris.

7) Praktek dan Kebijakan Karyawan

Tujuan pengendalian intern dapat dicapai melalui serangkaian

tindakan manusia dalam organisasi maka anggota organisasi

merupakan elemen yang paling penting dalam struktur pengawasan

intern. Tujuan pengendalian intern harus dipandang relevan dengan

(21)

individu yang menjalankan pengendalian tersebut. Oleh karena pentingnya perusahaan memiliki pegawai yang jujur dan kompeten maka perusahaan perlu memiliki kebijakan dan prosedur yang baik dalam penerimaan pegawai, pengembangan kompetensi karyawan, penilaian prestasi dan pemberian kompensasi atas prestasi mereka.

8) Pengaruh Ekstern

Pengaruh ekstern adalah pengaruh yang ditetapkan dan dilakukan oleh pihak luar suatu perusahaan yang mempengaruhi suatu operasi dan praktek perusahaan. Hal ini meliputi pemantauan dan kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan badan legislatif dan instansi yang mengatur. Pengaruh ekstern biasanya merupakan wewenang di luar perusahaan. Pengaruh ini dapat meningkatkan kesadaran dan sikap manajemen terhadap perilaku dan pelaporan operasi perusahaan serta dapat juga mendesak manajemen untuk menetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian intern.

b) Penilaian resiko

Menurut Hall Singleton (2007 : 29), “perusahaan harus melakukan penilaian resiko (risk assessment) untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola resiko yang berkaitan dengan pelaporan keuangan”.

Penilaian resiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan dan

desain serta implementasi aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk

mengurangi resiko tersebut pada tingkat minimum untuk

mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. Tujuan manajemen

(22)

mengadakan penilaian resiko adalah untuk menentukan bagaimana cara mengatasi resiko yang telah diidentifikasi.

c) Informasi dan komunikasi

Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing (2008 : 179-180), sistem akuntansi yang efektif adalah sistem akuntansi yang dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa transaksi dicatat atau terjadi adalah :

1. Sah

2. telah diotorisasi 3. telah dicatat

4. telah dinilai secara wajar 5. telah digolongkan secara wajar

6. telah dicatat dalam periode seharusnya

7. telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar.

Komunikasi menyangkut penyampaian informasi kepada semua yang terlibat dalam pelaporan keuangan agar mereka memahami bagaimana aktivitasnya berhubungan dengan pekerjaan orang lain baik didalam organisasi maupun diluar organisasi. Menurut Mulyadi (2008 : 180), “pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akuntansi dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam struktur pengendalian intern”.

d) Aktivitas pengendalian

Hall Singleton (2007 : 32), “Aktivitas pengendalian (control

activity) adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan

untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan

untuk menangani berbagai resiko yang telah diidentifikasi

perusahaan”. Menurut Hall Singleton (2007 : 33-38), “ Aktivitas

pengendalian dapat dikategorikan dalam beberapa aktivitas

(23)

diantaranya otorisasi transaksi, pemisahan tugas, catatan akuntansi, pengendalian akses dan verifikasi independen”.

1. Otorisasi Transaksi

Tujuan dari otorisasi transaksi adalah untuk memastikan bahwa semua transaksi material yang diproses oleh sistem informasi valid dan sesuai dengan tujuan pihak manajemen (Hall Singleton, 2007 : 33). Setiap transaksi harus diotorisasi dengan semestinya apabila perusahaan menginginkan pengendalian yang memuaskan. Dalam organisasi, otorisasi untuk setiap transaksi hanya dapat diberikan oleh orang yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.

2. Pemisahan Tugas

Tujuan utama pemisahaan tugas ini adalah untuk mencegah dan agar dapat dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Pembagian tugas dalam suatu organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip yang akan diuraikan dibawah ini.

a. Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi akuntansi b. Pemisahan fungsi otorisasi transaksi dari fungsi

penyimpanan aktiva yang bersangkutan

c. Pemisahan fungsi otorisasi dari fungsi akuntansi

d. Pemisahan fungsi dalam pusat pengelolaan data elektronik

yaitu fungsi perancangan sistem dan penyusunan program

serta fungsi operasi fasilitas pengolahan data.

(24)

3. Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi (accounting record) tradisional suatu perusahaan terdiri dari dokumen sumber, jurnal dan buku besar (Hall Singleton, 2007 : 37). Dokumen dan catatan adalah objek fisik dimana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan dalam sebuah dokumen yang disebut dengan formulir. Menurut Mulyadi (2008 : 182), “formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang dalam memberikan otorisasi terlaksananya transaksi didalam organisasi”. Oleh karena itu penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi.

4. Pengendalian Akses

Tujuan dari pengendalian akses adalah untuk memastikan

hanya personel yang sah saja yang memiliki akses ke aktiva

perusahaan (Hall Singleton, 2007 : 38). Cara yang paling baik

dalam melindungi aktiva perusahaan dan catatan adalah dengan

menyediakan perlindungan secara fisik, contohnya adalah

penggunaan gudang untuk melindungi persediaan dari

kemungkinan kerusakan, penggunaan lemari besi dan kotak tahan

api untuk melindungi uang tunai dan surat berharga. Selain itu

perlindungan fisik lainnya adalah pembuatan kembali catatan yang

rusak dan penggunaan alat elektronik dalam mencatat sistem

akuntansi.

(25)

5. Verifikasi Independen

Prosedur verifikasi (verification procedure) adalah pemeriksaan independen terhadap sistem akuntansi untuk mendeteksi kesalahan dan kesalahan penyajian (Hall Singleton, 2007 : 40). Keempat aktivitas pengendalian sebelumnya memerlukan pengecekan atau verifikasi intern secara terus menerus untuk memantau efektivitas pelaksanaannya.

e) Pemantauan

Pemantauan (monitoring) adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern secara periodik dan terus menerus.

Pemantauan dilaksanakan oleh orang yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah pengendalian intern telah beroperasi sebagaimana yang telah diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan. Pemantauan dapat dilakukan oleh suatu bagian khusus yang disebut dengan bagian pemeriksaan intern (audit internal).

Selanjutnya Mulyadi (2001 : 164) mengemukakan bahwa unsur pokok sistem pengendalian intern adalah :

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya

3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

(26)

Dibawah ini Mulyadi menjelaskan unsur pokok sistem pengendalian intern yaitu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan, pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini :

1. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan (misalnya pembelian). Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

2. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan

biaya. Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi

dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya

transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem

(27)

yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi.

Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional, sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah :

1. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawab oleh yang berwenang.

2. Pemeriksaan yang mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa dengan jadwal yang tidak teratur.

3. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain.

4. Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat terhindari.

5. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.

6. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan

catatannya.

(28)

7. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain.

Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan serta berbagai cara yang dicapai untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Diantara unsur pokok pengendalian intern tersebut diatas, unsur mutu karyawan merupakan unsur sistem pengendalian yang paling penting.

Tujuan sistem pengendalian intern menurut Niswonger (2000 : 184) mengemukakan bahwa pengendalian intern memberikan jaminan yang wajar yaitu :

1. Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, 2. Informasi bisnis akurat,

3. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan.

Di bawah ini Niswonger menjelaskan tujuan sistem pengendalian intern yaitu : pengendalian intern dapat melindungi aktiva dengan mencegah pencurian, penggelapan, penyalahgunaan atau penempatan pada lokasi yang tidak tepat. Informasi bisnis yang akurat diperlukan demi keberhasilan usaha. Penjagaan aktiva dan informasi yang akurat sering berjalan seiring.

Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan dan peraturan

yang berlaku serta standar pelaporan keuangan. Contoh-contoh dari

standar serta peraturan tersebut meliputi ketentuan mengenai

(29)

lingkungan hidup, syarat-syarat kontrak, peraturan keselamatan, dan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Di bawah ini terdapat dua buah hasil penelitian terdahulu, yaitu :

Nama Judul

Penelitian

Perumusan Masalah Hasil Penelitian

Santy Tahun Penelitian:

2005

Erna Priska

Analisis Sistem Pengendalian Intern atas Persediaan

pada PT Cemara

Cahaya Cemerlang

Pengawasan Intern

Bagaimana penerapan pengendalian intern atas persediaan pada PT Cemara Cahaya Cemerlang dan apakah penerapan

pengendalian intern atas persediaan tersebut sudah berjalan

dengan efektif.

Sejauhmana sistem pengawasan intern

(a) struktur organisasi perusahaan garis lurus, (b) prosedur pengambilan

barang gudang perusahaan ini sudah

cukup efektif, (c) sistem otorisasi telah dilakukan oleh masing-masing kepala bagian namun

pada prosedur pengeluaran barang tidak

memiliki otorisasi bagian gudang, (d) persediaan dicatat dengan metode perpetual dan melakukan

program inventory control sehingga semua bagian dapat mengetahui

informasi tentang persediaan, (e) perusahaan ini telah

menggunakan formulir bernomor urut cetak pada setiap transaksi, (f) tidak ada internal cek pada prosedur penerimaan dan pengeluaran barang, (g) karyawan yang bekerja diperusahaan ini telah ditempatkan sesuai dengan keahlian masing-

masing.

Sistem pencatatan dan

penilaian perusahaan

(30)

Sinuhaji Tahun Penelitian:

2005

Persediaan

pada PT Madju

Medan Cipta

persediaan dilakukan perusahaan dalam mengamankan

persediaan yang ada di dalam perusahaan tersebut.

terhadap persediaan sudah dilakukan dengan baik yaitu dengan menggunakan sistem pencatatan perpetual, dari sini dapat dengan jelas

diketahui jumlah persediaan dan keadaannya setiap saat,

dan pengawasan persediaan melalui beberapa prosedur dilakukan dengan baik, dimana setiap prosedur dipertanggungjawabkan oleh bagian yang berwenang

menanganinya.

Referensi

Dokumen terkait

 Berdasarkan berbagai pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa organisasi sosial adalah perkumpulan sosial berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang

Etiologi Komorbiditas Antara GB dengan GPZ GB + GPZ GPZ + GB GPZ = GB o Akibat gejala mood, misalnya  mengobati diri sendiri (depresi), mencari kesenangan, perilaku

Hidroksiprolin yang terbentuk mempunyai peranan penting dalam stabilisasi ikatan triple helix yang terbentuk, sedangkan hidroksilisin berperan dalam stabilisasi ikatan cross link

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1) Dalam

Latar belakang karya sastra meliputi semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, yang meliputi: geografi, sejarah, tipografi, iklim, mitologi, legenda,

Masukan dan saran dari praktisi pembelajaran pada validasi tahap pertama yaitu, perbaikan materi pada jenis Danau Maninjau, perbaikan keterangan siklus hidrologi

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah “apakah terdapat perbedaan persepsi antara karyawan bank swasta dengan karyawan bank

Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi serbuk besi, preparasi larutan bahan (larutan Cr(VI) 30 ppm, larutan DPC 0.25%, dan larutan Ce(IV) 0.4%),