BAB II
Kajian Teori, Hasil Penelitian Dan Analisis
A. Kerangka Teori 1. Pengertian Narkotika
Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan dan dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU No. 35 Tahun 2009.
Berikut ini jenis dan golongan narkoba narkotika antara lain sebagai berikut:
1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh jenis narkoba golongan satu antara lain adalah ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh jenis narkoba golongan dua antara lain petidin, benzetidin, dan betametadol.
3) Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh jenis narkoba golongan tiga adalah kodein dan turunannya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Bab XV ketentuan pidana, maka perbuatan-perbuatan terlarang yang memiliki hubungan dengan narkotika adalah sebagai berikut:
1) Menanam, memelihara, mempunyai, menyimpan umtuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika golongan 1 dalam bentuk tanama ataupun bukan
2) Memiliki, menyimpan, untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai Narkotika Golongan II dan Golongan III
3) Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan Narkotika Golongan I, II, III
4) Membawa, mengirim, atau mengangkut Narkotika Golongan I, II, III
5) Mengimport, mengeksport, menyalurkan, menjual beli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar Narkotika Golongan I, II, III
6) Menggunakan atau memberikan Narkotika Golongan I, II, III kepada orang lain 7) Menggunakan Narkotika Golongan 1
Pengguna narkotika dapat dibedakan menjadi penyalahguna, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Orang yang menggunakan narkotikan tanpa hak atau melawan hukun dan dalam ketergantungan pada narkotika secara fisik maupun psikis disebut sebagai pecandu narkotika. Seseorang dikatakan memiliki ketergantungan narkotika ditandai dengan kondisi yang mendorongnya untuk menggunakan narkotika terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama, dan apabila penggunaannya dikurangi atau dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
2. Pengetian penyalahgunaan Narkotika
korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang secara tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa atau diancam untuk menggunakan narkotika. Penyalahgunaan narkotika dimaksudkan sebagai penggunaan tanpa hak dan melawan hukum, yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya dalam jumlah berlebihan, cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental dan kehidupan sosial. Adapun beberapa faktor yang menjadi penyebab seseorang menjadi penyalahguna narkoba dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Penyebab dari diri sendiri yaitu Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan Kepribadian yang lemah Kurangnya percaya diri Tidak mampu mengendalikan diri Dorongan ingin tahu,ingin mencoba,ingin meniru Dorongan ingin berpetualang Mengalami tekanan jiwa Tidak memikirkan akibatnya dikemudian hari Ketidaktahuan akan bahaya narkoba .
2) Penyebab yang bersumber dari keluarga (orang tua) Salah satu atau kedua orang tua adalah pengguna narkoba Tidak mendapatkan perhatian,dan kasih sayang dari orang tua Keluarga tidak harmonis(tidak ada komunikasi yang terbuka dalam keluarga) Orang tua tidak memberikan pengawasan kepada anaknya Orang tua terlalu memanjakan anaknya Orang tua sibuk mencari uang/mengejar karir sehingga perhatian kepada anaknya menjadi terabaikan.
3) Penyebab dari teman/kelompok sebaya Adanya satu atau beberapa teman kelompok yang menjadi pengguna narkoba Adanya anggota kelompok yang menjadi pengedar narkoba Adanya ajakan atau rayuan dari teman kelompok untuk menggunakan narkoba Paksaan dari teman kelompok agar menggunakan narkoba karena apabila tidak mau menggunakan akan dianggap tidak setia kawan Ingin menunjukan perhatian kepada teman.
4) Penyebab yang bersumber dari lingkungan Masyarakat tidak acuh atau tidak peduli Longgarnya pengawasan sosial masyarakat Sulit mencari pekerjaan Penegakan hukum lemah Banyaknya pelanggaran hukum Kemiskinan dan pengangguran yang tinggi Menurunnya moralitas masyarakat Banyaknya pengedar narkoba yang mencari konsumen Banyaknya pengguna narkoba disekitar tempat tinggal.
3. Perlindungan Bagi Korban Penyalah Guna Narkotika
Pecandu dan penyalahguna narkotika merupakan “Selfvictimizing victims” yaitu korban kejahatan yang dilakukan sendiri. Karena pecandu dan penyalahguna narkotika mengalami ketergantungan (kecanduan) akibat dari diri sendiri yang menyalahgunakan narkotika. Namun pecandu dan penyalahguna seharusnya mendapatkan perlindungan agar mereka sembuh dari ketergantungan (kecanduan) tersebut.
Double Track System merupakan sistem dua jalur yang mengenai sanksi dalam hukum pidana, yaitu mempunyai jenis sanksi pidana dan sanksi tindakan. Fokus sanksi pidana ditunjukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan seseorang melalui pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera. Fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya pemberian pertolongan pada pelaku agar ia berubah. Sanksi pidana lebih menekankan pada pembalasan sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelaku1
Bedasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa pecandu dan penyalahguna narkotika sebagai selfvictimizing victims yaitu korban sebagai pelaku, dalam hal ini victimologi memposisikan bagi para pecandu dan penyalahguna narkotika sebagai korban, meskipun korban dari tindakan yang dilakukannya sendiri. Dan apabila dikatakan sebagai korban, para
1Sujono, A.R, dan Bony Daniel, (2011), Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 23.
pecandu dan penyalahguna tersebut seharusnya diberikan perlindungan, pembinaan, dan perawatan agar para pecandu dan penyalahguna narkotika tersebut berubah kearah lebih baik.
Pada dasarnya penyalah guna Narkotika mendapatkan jaminan rehabilitasi, baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial. Hal tersebut diatur dalam pasal 4 butir (d) dan pasal 54 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketegantungan NAZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial dan spiritual/agama (keimanan). Dengan konsisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari bauik di rumah, sekolah/kampus, tempat kerja dan lingkungan sosialnya2.
Dalam Undang-undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur tentang pengobatan dan rehabilitasi. pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi diberikan kebebasan untuk sembuh, karena sudah ada ketentuan yang mengaturnya dengan kesadaran sendiri atau keluarganya untuk melaporkan dan atau merehabilitasi para pelaku penyalahguna yang kecanduan. Melakukan rehabilitasi bagi para penyalahguna narkotika adalah untuk menempatkan para pengguna narkotika baik yang bersalah maupun tidak bersalah menjalani dan atau perawatan melalui rehabilitasi. Hakim selaku penegak hukum juga diberi wewenang untuk menjatuhkan putusan pada penyalahguna yang tidak bersalah melakukan tindak pidana narkotika untuk tetap menjalani pengobatan dan rehabilitasi.
4. Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tetapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari
2 Dadang Hawari, Psikiater, 2006, Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif), Gaya Baru, Jakarta, hlm.132
von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu3:
a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tindak Pidana dalam Bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata yaitu, straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana juga merupakan terjemahan dari starbaarfeit tetapi tidak terdapat penjelasannya. Tindak pidana biasanya disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yaitu kata delictum4. Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan.
Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya5.
Kebijakan Hukum Pidana Yang Tertuang Dalam Undang- Undang Narkotika atau Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika.
Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:
1. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
3 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 25-27
4 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 25-27
5Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm.33
2. Undang-Undang RI No. 7 tahun 1997 tentang PengesahanUnited Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 (Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)
3. Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti Undang- Undang RI No. 22 tahun 1997.
5. Pasal-Pasal yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Narkotika
Adapun Pasal-pasal yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yaitu pasal 112 dan pasal 127 yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pasal 112 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang berbunyi:
- Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
- Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
2. Pasal 127 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang berbunyi:
1. Setiap Penyalah Guna:
- Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
- Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
- Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
3. Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.6 3. Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang berbunyi:
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
4. Pasal 55 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Berbunyi: Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
5. Pasal 103 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Berbunyi : (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
6 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
6. Teori Pertimbangan Hakim
Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang di periksa dan diadili oleh hakim. Hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:7 1. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan
yang di tuduhkan kepadanya.
2. Keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat di pidana.
3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat di pidana. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan atau yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.
Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dari batas minimal dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari batas maksimal hukuman yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dalam memutus putusan, ada beberapa teori yang dapat digunakan oleh hakim. Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat di pergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut: 8
- Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan yaitu keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang Undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara.
- Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.
Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana. Penjatuhan putusan, hakim mempergunakan pendekatan seni, lebih ditentukan oleh instink atau instuisi daripada pengetahuan dari Hakim.
7Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 74.
8 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 102
- Teori Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.
- Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di hadapinya sehari-hari.
- Teori Ratio
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang di sengketakan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
- Teori Kebijaksanaan
Aspek dari teori ini adalah menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, mendidik, membina dan melindungi terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya. Dalam memutus suatu perkara pidana, hakim harus memutus dengan seadiladilnya dan harus sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
Menurut Van Apeldoorn, hakim itu haruslah:
1.Menyesuaikan Undang-Undang dengan faktor-faktor konkrit, kejadian-kejadian konkrit dalam masyarakat.
2. Menambah Undang-Undang apabila perlu.
7. Teori Pembuktian
Apabila dilihat dari aspek teori, terdapat 4 teori pembuktian yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Positif.
Merupakan pembuktian yang benar-benar berdasarkan undang-undang saja atau hakim hanya diberikan kewenangan dalam menilai suatu pembuktian hanya berdasarkan Undang-undang saja.
2. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Saja (Conviction intime).
Merupakan pembuktian yang berdasarkan kesimpulan hakim berdasarkan keterangan saksi dan pengakuan tersangka
3. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara logis (Conviction Raisonnee).
Merupakan Pembuktian yang berdasarkan keyakinan seorang hakim dengan alasan yang jelas, serta hakim wajib mengurai dan menjelaskan alasan apa yang mendasari keyakinan hakim tersebut.
4. Pembuktian berdasarkan Undang-undang Secara Negatif
HIR maupun KUHAP, begitu pula Ned.Sv yang lama dan yang baru semuanya menganut sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Hal tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP, dahulu Pasal 294 HIR.
Pasal 183 KUHAP berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut diatas nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat-alat bukti yang sah, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.
Hak tersebut dapat dikatakan sama saja dengan ketentuan yang tersebut pada Pasal 294 ayat (1) Herziene Inlands Reglement (HIR) yang berbunyi: “tidak seorangpun boleh dikenakan pidana, selain jika hakim mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah terjadi. Perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu”.
Sebenarnya sebelum diberlakukan KUHAP, ketentuan yang mana telah ditetapkan dalam Undang-undang Pokok Kekuasaqn Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970) Pasal 6 yang berbunyi: “Tiada seorang jua pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabilah pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mandapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya”.
Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief wetterlijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan. Pertama, memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua, ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.
Jadi untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa telah dapat dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sehingga minimum pembuktian yang dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhkan pidana harus dengan sekurang-kurangnya dua alat buktih yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
8. SEMA Tentang Rehabilitasi
Dalam SEMA No. 4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial. Pasal 2 menyatakaan : Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan ;
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a dimas ditemukan barang bukti pemakaian I (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :
1. Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram 2. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir 3. Kelompok Heroin 1,8 gram
4. Kelompok Kokain : 1,8 gram 5. Kelompok Ganja : 5 gram 6. Daun Koka : 5 gram 7. Meskalin : 5 gram
8. Kelompok Psilosybin : 3 gram
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram 10. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram
11. Kelompok Fentanil : 1 gram 12. Kelompok Metadon : 0,5 gram 13. Kelompok Morfin : 1,8 gram 14. Kelompok Petidin : 0,96 gr 15. Kelompok Kodein : 72 gram 16.Kelompok Bufrenorfin : 32 mg
c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik.
d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.
Dalam Pasal 3 menyatakann: Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas temp at rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah :
a. Lembaga rehabiltasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.
b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.
c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkcs RI).
d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri)
B. Hasil Penelitian putusan pengadilan Nomor: 1/Pid.Sus/2020/PN.Son 1. Duduk Perkara
Terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM pada hari kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 WIT bertempat di sebuah rumah kos jl. Sengget, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sorong, melakukan perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan 1 bukan tanaman, serta penyalahgunaan Narkotika Golongan 1 dengan cara sebagai berikut:
Pada hari Rabu tanggal 25 September 2019 terdakwa membeli satu paket narkotika jenis Shabu dari seseorang berinisial P A Y seharga 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) yang disimpan di rumah kontrakan terdakwa kemudian digunakan pada saat istri dan anak terdakwa tertidur
Pada hari kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 WIT terdakwa ditangkap di sebuah rumah kos jl. Sengget, Distrik Terminabuan, kabupaten Sorong Selatan oleh tim Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan karena terdakwa diduga memiliki, menyimpan atau menguasai Narkotika Golongan 1 serta penyalahgunaan Narkotika golongan 1 bagi diri sendiri jenis shabu(metamphetamin) serta dilakukan penggeledahan pada rumah terdakwa ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga narkotika dan alat hisap shabu (bong) beserta barang bukti lainnya.
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik polri Cabang Makassar tehadap barang bukti 1 (satu) paket kecil bening beserta alat hisap (bong) yang disita dari terdakwa, sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris kriminalistik No.
Lab:4039/NNF/X?2019 tanggal 14 Oktober 2019 sebagai berikut:
- 1 (satu) Alat hisap shabu/bong
- Kristal bening seperti diatas adalah benar mengandung metamphetamina netto 0,28 gram - Metamphetamina terdaftar dalam golongan 1 nomor urut 61 Lampiran Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
- Bahwa perbuatan Terdakwa memiliki, menyimpan atau menguasai serta penyalahgunaan Narkotika golongan 1 jenis shabu sebagaimana dijelaskan diatas tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang baik dari pihak Kepolisian ataupun Departemen kesehatan Republik Indonesia
2. Dakwaan
Adapun Surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum merupakan dakwaan yang disusun dalam bentuk dakwaan alternatif, dengan dakwaaan Pasal 112 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika atau pasal 127 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dengan penjabaran sebagai berikut:
Pertama
- Bahwa Ia terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 WIT bertempat di sebuah rumah kos Jl. Sengget, Distrik Teminabuan, kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sorong, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, “tanpa hak atau melawan hukum memliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I bukan tanaman”
yakni 1 (satu) Plastik bening berisikan narkotika jenis shabu dengan berat 0,28 gram yang pada pokoknya dilakukan oleh Terdakwa dengan cara sebagai berikut : - Bahwa berawal pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 Wit saksi Abraham Asamsium bersama Tim Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan mendapat informasi dari masyarakat bahwa terjadi penyalah gunaan narkotika shabu kemudian saksi bersama tim melakukan penyelidikan untuk menindaklanjuti informasi tersebut kemudian saksi bersama tim tiba di sebuah rumah kos Jl. Sengget, Distrik Teminabuan, kabupaten Sorong Selatan lalu saksi bersama tim masuk melakukan penangkapan kemudian dilakukan penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu, beserta Bong (alat hisap), 1 (satu) buah alat sendok shabu, 5 (lima) batang rokok sampoerna, 1 (satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa kemudian terdakwa beserta barang bukti diamankan ke Polres Sorong untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
- Bahwa berawal pada hari Rabu tanggal 25 September 2019 terdakwa membeli satu paket narkotika jenis shabu dari seseorang bernama PAY seharga Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa simpan dirumah kontrakan milik terdakwa. Setelah istri dan anak terdakwa tertidur dimalam hari lalu terdakwa mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut dan setengahnya disisakan untuk dipakai kemudian. Bahwa keesokan harinya terdakwa berangkat kerja dan kembali lagi kerumah untuk mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut saat keadaan rumah sedang sepi namun ketika sedang mempersiapkan alat hisap
shabu datang petugas Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan melakukan penangkapan dan kemudian terdakwa berserta barang bukti diamankan ke Polres Sorong Selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
- Bahwa berdasarkan berita acara Pemeriksaan laboratories Kriminalistik No Lab : 4039/NNF/X/2019 pada hari Senin tanggal 14 Oktober 2019 oleh 1.AKBP. I GEDE SUARTHAWAN,S.Si, M.Si, Kasubbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makasar, 2. HASURA MULYANI,Amd Paur Subbid Kimbiofor pada Labolatorium Forensik Polri , 3. SUBONO SOEKIMAN Pamin Subbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar, masing-masing selaku pemeriksa atas perintah Kepala Laboratorium Polri Cabang Makasar Drs. SAMIR, SSt, Mk, M.A.P, KOMBES POL NRP 62031974 setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
NOMOR BARANG
BUKTI
HASIL PEMERIKSAAN UJI
PENDAHULUAN UJI PENDAHULUAN
9575/2019/NNF (+) Positif Narkotika (+)Positip metamfetamina
Kesimpulan : Setelah dilakukan pemeriksaan secara Labolatoris Kriminalistik disimpulkan bahwa : 9575/2019/NNF, seperti tersebut diatas adalah benar mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
- Bahwa benar Terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang baik dari Pihak Kepolisian ataupun Departemen Kesehatan R.I untuk menjual, memiliki, menyimpan, dan menguasai serta menggunakan atau mengkonsumsi narkotika jenis shabu.
- Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Dokter Rumah Sakit Scholo Keyen pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 Nomor :445/181/RSUD-SS/05/IX/2019 oleh dr.NATSIR MUIN,Sp.PD dokter pemeriksa telah melakukan pengambilan dan pemeriksaan urin dari terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM, dengan hasil pemeriksaan Amphetamin Positif, Pemeriksaan THC/ Ganja Negatif, Pemeriksaan opiate negatif,
Perbuatan terdakwa Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
ATAU Kedua
Bahwa Ia terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 WIT bertempat di sebuah rumah kos Jl. Sengget, Distrik Teminabuan, kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sorong, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, “tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri” yang pada pokoknya dilakukan oleh Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
- Bahwa berawal pada hari Rabu tanggal 25 September 2019 terdakwa membeli satu paket narkotika jenis shabu dari seseorang bernama PAY seharga Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa simpan dirumah kontrakan milik terdakwa. Setelah istri dan anak terdakwa tertidur dimalam hari lalu terdakwa mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut dengan cara mulanya terdakwa merakit alat hisap shabu (bong) menggunakan botol air mineral dan sedotan putih lalu narkotika jenis shabu dimasukkan kedalam pipet kaca selanjutnya dibakar dan menghasilkan asap lalu terdakwa menghisap asap tersebut berulang kali dan disisakan setengahnya untuk dipakai kemudian. Bahwa keesokan harinya terdakwa berangkat kerja dan kembali lagi kerumah untuk mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut saat keadaan rumah sedang sepi namun ketika sedang mempersiapkan alat hisap shabu datang petugas Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan melakukan penangkapan dan kemudian terdakwa berserta barang bukti diamankan ke Polres Sorong Selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
- Bahwa berdasarkan berita acara Pemeriksaan laboratories Kriminalistik No Lab : 4039/NNF/X/2019 pada hari Senin tanggal 14 Oktober 2019 oleh 1.AKBP. I GEDE SUARTHAWAN,S.Si, M.Si, Kasubbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makasar, 2. HASURA MULYANI,Amd Paur Subbid Kimbiofor pada Labolatorium Forensik Polri , 3. SUBONO SOEKIMAN Pamin Subbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar, masing-masing selaku pemeriksa atas perintah Kepala Laboratorium Polri Cabang Makasar Drs. SAMIR, SSt, Mk, M.A.P, KOMBES POL NRP 62031974 setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
NOMOR BARANG BUKTI
HASIL PEMERIKSAAN
UJI
PENDAHULUAN UJI PENDAHULUAN
9575/2019/NNF (+) Positif Narkotika (+)Positip metamfetamina
Kesimpulan : Setelah dilakukan pemeriksaan secara Labolatoris Kriminalistik disimpulkan bahwa : 9575/2019/NNF, seperti tersebut diatas adalah benar mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
- Bahwa benar Terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang baik dari Pihak Kepolisian ataupun Departemen Kesehatan R.I untuk menjual, memiliki, menyimpan, dan menguasai serta menggunakan atau mengkonsumsi narkotika jenis shabu.
- Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Dokter Rumah Sakit Scholo Keyen pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 Nomor :445/181/RSUD-SS/05/IX/2019 oleh dr.NATSIR MUIN,Sp.PD dokter pemeriksa telah melakukan pengambilan dan pemeriksaan urin dari terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM, dengan hasil pemeriksaan Amphetamin Positif, Pemeriksaan THC/ Ganja Negatif, Pemeriksaan opiate negatif, Perbuatan terdakwa Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3. Fakta Persidangan
Alat bukti yang digunakan dalam persidangan berupa keterangan para saksi, terdakwa dan hasil tes pada laboratorium. Adapun penemuan barang bukti, keterangan para saksi dan terdakwa serta bukti hasil tes pada laboratorium yang tersebut dalam putusan adalah sebagai berikut:
a. Keterangan Saksi
Saksi-1 ABRAHAM ASAMSIUM, memberikan keterangan dibawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa saksi adalah anggota Opsnal Sat Narkotika Polres Sorong
2. Bahwa saksi mengetahui terdakawa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis shabu pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 Wit bertempat di sebuah kos-kosan Distrik terminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
3. Bahwa pada hari Kamis tanggal 26 September sekitar pukul 10.30 Wit saksi bersama tim menerima informasi bahwa terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM menggunakan Narkotika jenis sabu-sabu
4. Bahwa berdasarkan informasi tersebut maka saksi bersama dengan tim menuju tempat kediaman terdakwa untuk melakukan penggeledahan
5. Bahwa didalam rumah terdakwa ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis sabu, beserta bong (alat hisap sabu), 1 (satu) buah sendok shabu, 5 batang rokok dan 1(satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa 6. Bahwa menurut pengakuan terdakwa pada saat itu, terdakwa mendapatkan Narkotika
jenis sabu tersebut dari Sdr. PAY yang terdakwa beli seharga 600.000,- (enam ratus ribu rupiah)
7. Bahwa terdakwa tidak memiliki izin untuk menggunakan narkotika jenis shabu tersebut Atas keterangan saksi terdakwa membenarkannya
Saksi-2 FREDIK A. KABAREK, memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut:
1. Bahwa saksi adalah anggota Opsnal Sat Narkotika Polres Sorong
2. Bahwa saksi mengetahui terdakawa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis shabu pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 Wit bertempat di sebuah kos-kosan Distrik terminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
3. Bahwa pada hari Kamis tanggal 26 September sekitar pukul 10.30 Wit saksi bersama tim menerima informasi bahwa terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM menggunakan Narkotika jenis sabu-sabu
4. Bahwa berdasarkan informasi tersebut maka saksi bersama dengan tim menuju tempat kediaman terdakwa untuk melakukan penggeledahan
5. Bahwa didalam rumah terdakwa ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis sabu, beserta bong (alat hisap sabu), 1 (satu) buah sendok shabu, 5 batang rokok dan 1(satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa
6. Bahwa menurut pengakuan terdakwa pada saat itu, terdakwa mendapatkan Narkotika jenis sabu tersebut dari Sdr. PAY yang terdakwa beli seharga 600.000,- (enam ratus ribu rupiah)
7. Bahwa terdakwa tidak memiliki izin untuk menggunakan narkotika jenis shabu tersebut
b. Keterangan Terdakwa
Terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa terdakwa pernah diperiksa dan memberikan keterangan di BAP Polisi
2. Bahwa terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dalam memberikan keterangan di persidangan
3. Bahwa terdakwa ditangkap dan diamankan padah hari kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 wita bertempat di sebuah kos-kosan Distrik Terminabuan Kabupaten Sorong Selatan
4. Bahwa pada saat terdakwa ditangkap di temukan barang bukti berupa 1 buah paket kecil bening beserta alat hisap sabu (bong) 1 buah sendok Shabu 5 batang rokok sampoerna dan 1 (satu) buah HP Vivo putih gold
5. Bahwa cara terdakwa menggunakan Narkotika jenis shabu dibakar pada pipet kaca yang yang tersambung dengan sedotan yang terhubung dengan botol mineral yang didalamnya berisi air setengah botol, sabu dihisap melaui sedotan seperti rokok
6. Bahwa terdakwa tidak memiliki izin memiliki atau meggunakan Narkotika jenis shabu.
7. Bahwa terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak mengulanginya lagi
c. Hasil Tes Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik polri Cabang Makassar tehadap barang bukti 1 (satu) paket kecil bening beserta alat hisap (bong) yang disita dari terdakwa, sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris kriminalistik No.
Lab:4039/NNF/X?2019 tanggal 14 Oktober 2019 sebagai berikut:
1. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan urine terdakwa yang dilakukan oleh Balai Laboratorium polri Cabang Makassar pada tanggal 14 Oktober 2019, sebagaimana termuat dalam laporan hasil uji No. Lab: 4039/NNF, dengan hasil Positif (+) Narkotika dan positif (+) metamfetamina.
2. Kristal bening seperti diatas adalah benar mengandung metamphetamin netto 0,28 gram 3. Metamphetamina terdaftar dalam golongan 1 nomor urut 61 Lampiran Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
4. Bahwa perbuatan Terdakwa memiliki, menyimpan atau menguasai Narkotika golongan 1 serta Penyalah gunaan Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri jenis shabu sebagaimana dijelaskan diatas tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang baik dari pihak Kepolisian ataupun Departemen kesehatan Republik Indonesia.
4. Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa tidak mengajukan keberatan;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut: 1. Saksi ABRAHAM ASAMSIUM: dibawah janji pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: - bahwa saksi mengetahui terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis shabu pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30. Wita bertempat di sebuah Kos-kosan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
- Bahwa Pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 Wit saksi bersama Tim mendapatkan informasi bahwa ada orang yang memggunakan Narkotika jenis Sabu, mendengar informasi tersebut tim Opsnal langsung bergerak ke rumah yang dicurigai kemudian setelah melakukan pengamatan dan memastikan situasi, saksi bersama Tim masuk melakukan penangkapan dan saat itu terdakwa usai mengkonsumsi narkotika jenis shabu kemudian saksi bersama tim melakukan penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu, beserta Bong (alat hisap), 1 (satu) buah alat sendok shabu, 5 (lima) batang rokok sampoerna, 1 (satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa kemudian saksi bersama tim mengamankan terdakwa beserta barang bukti ke Polres Sorong selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut. - Bahwa Awalnya saksi tidak tahu dengan cara bagaimanakah terdakwa mendapatkan Narkotika jenis Sabu tersebut namun setelah saksi dan rekanrekan menginterogasinya barulah saksi tahu kalau Narkotika tersebut terdakwa dapatkan dari saudara PAY yang dibeli seharga Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah).
- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin untuk menggunakan narkotika jenis shabu tersebut. - Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya dan tidak berkeberatan
2. Saksi FREDIK A. KABAREK dibawah janji pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: - bahwa saksi mengetahui terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis shabu pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30. Wita bertempat di sebuah Kos-kosan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan. - Bahwa Pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 Wit saksi bersama Tim mendapatkan informasi bahwa ada orang yang memggunakan Narkotika jenis Sabu, mendengar informasi tersebut tim Opsnal lansung bergerak ke rumah yang dicurigai kemudian setelah melakukan pengamatan dan memastikan situasi, saksi bersama Tim masuk melakukan penangkapan dan saat itu terdakwa usai mengkonsumsi narkotika jenis shabu kemudian saksi bersama tim melakukan penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu, beserta Bong (alat hisap), 1 (satu) buah alat sendok shabu, 5( lima ) batang rokok sampoerna, 1 (satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa kemudian saksi bersama tim mengamankan terdakwa beserta barang bukti ke Polres Sorong selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
- Bahwa Awalnya saksi tidak tahu dengan cara bagaimanakah terdakwa mendapatkan Narkotika jenis Sabu tersebut namun setelah saksi dan rekanrekan menginterogasinya barulah saksi tahu kalau Narkotika tersebut terdakwa dapatkan dari saudara PAY yang dibeli seharga Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah).
- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin untuk menggunakan narkotika jenis shabu tersebut.
- Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya dan tidak berkeberatan Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
• Bahwa Terdakwa pernah diperiksa dan memberikan keterangan di BAP Polisi.
• Bahwa terdakwa dalam Keadaan Sehat Jasmani dan Rohani dalam memberikan keterangan di Persidangan
• Bahwa terdakwa telah mendengar dan mengerti atas isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan terhadap dakwaan tersebut terdakwa dan tidak mengajukan bantahan / eksepsi
• Bahwa terdakwa belum pernah dihukum.
• Bahwa terdakwa mengerti diperiksa di Persidangan karena ditangkap oleh Pihak Kepolisian mengkonsumsi narkotika jenis shabu .
• Bahwa terdakwa ditangkap dan diamankan Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30. Wita bertempat di sebuah Koskosan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
• Bahwa Pada saat petugas melakukan penggeledahan, yang didapatkan oleh petugas kepolisian 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu, beserta Bong (alat hisap), 1 (satu) buah alat sendok shabu, 5 (lima) batang rokok sampoerna, 1 (satu) buah HP Vivo putih gold yang diakui milik terdakwa Bahwa benar sebelum ditangkap, terdakwa sudah sering menggunakan narkotika jenis sabu.
• Bahwa Cara terdakwa menggunakan Narkotika jenis sabu yaitu Narkotika jenis sabu dibakar pada pipet kaca yang telah tersambung dengan sedotan yang terhubung dengan botol mineral jenis aqua yang didalamnya berisi air setengah botol, sabu diisap melalui sedotan lainnya yang keluar dari dalam botol aqua, seperti menghisap rokok,asap dari pembakaran Narkotika jenis sabu dihembuskan keluar melalui mulut.
• Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin memiliki atau menggunakan narkotika jenis shabu.
• Bahwa terdakwa mengakui dan menyesali semua perbuatannya serta berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan barang bukti sebagai berikut:
- 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu.
- 1 (satu) alat hisap sahbu (bong), - 1 (satu) buah alat sendok shabu, - 5 (lima) batang rokok sampoerna, - 1 (satu) buah HP Vivo putih gold
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa benar terdakwa RUSTAM SITORUS Alias RUSTAM pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 sekitar pukul 10.30 WIT bertempat di sebuah rumah kos Jl.
Sengget, Distrik Teminabuan, kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat, “tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri”
- Bahwa benar berawal pada hari Rabu tanggal 25 September 2019 terdakwa membeli satu paket narkotika jenis shabu dari seseorang bernama PAY seharga Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah);
- Bahwa benar, kemudian terdakwa mentyimpannya dirumah kontrakan milik terdakwa;
- Bahwa benar setelah istri dan anak terdakwa tertidur dimalam hari lalu terdakwa mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut dengan cara mulanya terdakwa merakit alat hisap shabu (bong) menggunakan botol air mineral dan sedotan putih lalu narkotika jenis shabu dimasukkan kedalam pipet kaca;
- Bahwa benar selanjutnya dibakar dan menghasilkan asap lalu terdakwa menghisap asap tersebut berulang kali dan disisakan setengahnya untuk dipakai kemudian;
- Bahwa benar keesokan harinya terdakwa berangkat kerja dan kembali lagi kerumah untuk mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut saat keadaan rumah sedang sepi;
- Bahwa benar , ketika sedang mempersiapkan alat hisap shabu datang petugas Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan melakukan penangkapan dan kemudian terdakwa berserta barang bukti diamankan ke Polres Sorong Selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
- Bahwa benar berdasarkan berita acara Pemeriksaan laboratories Kriminalistik No Lab : 4039/NNF/X/2019 pada hari Senin tanggal 14 Oktober 2019 oleh
1.AKBP. I GEDE SUARTHAWAN,S.Si, M.Si, Kasubbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makasar,
2. HASURA MULYANI,Amd Paur Subbid Kimbiofor pada Labolatorium Forensik Polri,
3. SUBONO SOEKIMAN Pamin Subbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar, masing-masing selaku pemeriksa atas perintah Kepala Laboratorium Polri Cabang Makasar Drs. SAMIR, SSt, Mk, M.A.P, KOMBES POL NRP 62031974 setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
NOMOR BARANG
BUKTI
HASIL PEMERIKSAAN
UJI
PENDAHULUAN UJI PENDAHULUAN
9575/2019/NNF (+) Positif Narkotika (+)Positip metamfetamina
Kesimpulan : Setelah dilakukan pemeriksaan secara Labolatoris Kriminalistik disimpulkan bahwa : 9575/2019/NNF, seperti tersebut diatas adalah benar mengandung
metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
- Bahwa benar Terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang baik dari Pihak Kepolisian ataupun Departemen Kesehatan R.I untuk menjual, memiliki, menyimpan, dan menguasai serta menggunakan atau mengkonsumsi narkotika jenis shabu
- Bahwa benar berdasarkan Surat Keterangan Dokter Rumah Sakit Scholo Keyen pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 Nomor :445/181/RSUD-SS/05/IX/2019 oleh dr.NATSIR MUIN,Sp.PD dokter pemeriksa telah melakukan pengambilan dan pemeriksaan urin dari terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM, dengan hasil pemeriksaan Amphetamin Positif, Pemeriksaan THC/ Ganja Negatif, Pemeriksaan opiate negative
- Bahwa benar terdakwa menyesali akan perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternatif ke dua sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur- unsurnya adalah sebagai berikut :
1.Unsur setiap penyalah guna 2.Unsur narkotika golongan I 3.Unsur bagi diri sendiri.
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
Ad.1. Unsur setiap penyalah guna ; Menimbang bahwa yang dimaksudkan dengan setiap penyalah gun a berdasarkan pasal 1 angka 15 dari Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dimaksdukan dengan penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. menimbang bahwa dengan adanya kata orang dalam penjelasan diatas menunjuk pada subjek hukum yang pada akhirnya menunjuk kepada orang atau subyek hukum sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan. Dalam perkara ini yang diajukan sebagai terdakwa adalah Rustam Sitorus als Rustam. Menimbang bahwa Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum ;
Ad.2. Unsur narkotika golongan I Menimbang bahwa berdasarkan lampiran Undang- Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika point ke 8 yang dimaksudkan dengan narkotika golongan I adalah opium mentah, tanaman koka, daun koka, kokain mentah, heroina, metamfetamina, dan tanaman ganja. Menimbang bahwa berdasarkan berita acara Pemeriksaan laboratories Kriminalistik No Lab : 4039/NNF/X/2019 pada hari Senin tanggal 14 Oktober 2019 oleh 1.AKBP. I GEDE SUARTHAWAN,S.Si, M.Si, Kasubbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makasar, 2. HASURA MULYANI,Amd Paur Subbid Kimbiofor pada Labolatorium Forensik Polri, 3. SUBONO SOEKIMAN Pamin Subbid Narkobafor pada Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar, masing-masing selaku pemeriksa atas perintah Kepala Laboratorium Polri Cabang Makasar Drs. SAMIR, SSt, Mk, M.A.P, KOMBES POL NRP 62031974 setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
NOMOR BARANG
BUKTI
HASIL PEMERIKSAAN
UJI
PENDAHULUAN UJI PENDAHULUAN
9575/2019/NNF (+) Positif Narkotika (+)Positip metamfetamina
Kesimpulan : Setelah dilakukan pemeriksaan secara Labolatoris Kriminalistik disimpulkan bahwa : 9575/2019/NNF, seperti tersebut diatas adalah benar mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Menimbang bahwa dengan demikian unsur Narkotika Golongan I telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum;
Ad.3.Unsur bagi diri sendiri.;
Menimbang bahwa unsur bagibagi diri sendiri, dalam hal ini dimana terdakwa sendirilah yang telah mengkonsumsi narkotika tersebut dan tidak untuk diberikan kepada orang lain, hal mana bersesuaian dengan keterangan saksi yang menyatakaan antara lain:
- Bahwa berawal pada hari Rabu tanggal 25 September 2019 terdakwa membeli satu paket narkotika jenis shabu dari seseorang bernama PAY seharga Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa simpan dirumah kontrakan milik terdakwa. Setelah istri dan anak terdakwa tertidur dimalam hari lalu terdakwa mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut dengan cara mulanya terdakwa merakit alat hisap shabu (bong)
menggunakan botol air mineral dan sedotan putih lalu narkotika jenis shabu dimasukkan kedalam pipet kaca selanjutnya dibakar dan menghasilkan asap lalu terdakwa menghisap asap tersebut berulang kali dan disisakan setengahnya untuk dipakai kemudian.
- Bahwa keesokan harinya terdakwa berangkat kerja dan kembali lagi kerumah untuk mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut saat keadaan rumah sedang sepi namun ketika sedang mempersiapkan alat hisap shabu datang petugas Opsnal Sat Narkoba Polres Sorong Selatan melakukan penangkapan dan kemudian terdakwa berserta barang bukti diamankan ke Polres Sorong Selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif ke dua;
Menimbang, bahwa dipersidangan Penasihat Hukum terdakwa telah meminta keringanan hukuman terdakwa karena terdakwa merupakan korban pemakaian narkotika dan juga merupakan tulang punggung keluarga;
Menimbang, bahwa dengan melihat kepada besarnya atau banyaknya barang bukti atau narkotika jenis shabu yang dikonsumsi oleh terdakwa di tinjau dari SEMA Nomor 4 Tahun 2010 maka perlu di perhitungkan tentang lamanya masa penahanan yang harus dijalani oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa barang bukti berupa
- 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu.
- 1 (satu) alat hisap sahbu (bong), - 1 (satu) buah alat sendok shabu, - 5 (lima) batang rokok sampoerna, - 1 (satu) buah HP Vivo putih gold
yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk mengulangi kejahatan , maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut: dimusnahkan ;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa; Keadaan yang memberatkan:
• Bahwa perbuatan terdakwa dapat merusak diri sendiri
•Terdakwa tidak melaksanakan program Pemerintah tentang Pemberantasan Narkotika.
Keadaan yang meringankan:
o Terdakwa mengakui perbuatannya secara terus terang ; o Terdakwa sebagai pelaku sekaligus korban Narkotika;
o Terdakwa berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara;
Memperhatikan, Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
5. Tuntutan
Memperhatikan, Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
1. Menyatakan Terdakwa RUSTAM SITORUS ALS RUSTAM terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak Pidana penyalahguna
Narkotika Golongan I bagi diri sendiri sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaan Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM.
dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi masa penahanan selama Terdakwa ditahan.
3. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu.
- 1 (satu) alat hisap sahbu (bong),
- 1 (satu) buah alat sendok shabu, - 5 (lima) batang rokok sampoerna, - 1 (satu) buah HP Vivo putih gold
4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan ;
5. Membebankan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.3.000,- (Tiga ribu rupiah).
6. Putusan
1) Menyatakan Terdakwa RUSTAM SITORUS ALS RUSTAM terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahguna Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri
2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RUSTAM SITORUS ALS RUSTAM tersebut dengan pidana Penjara selama 1(satu) tahun dan 6 (enam) bulan beserta denda sebesar Rp. 800.000.000,-(delapan ratus juta rupiah) apabila denda tidak dibayar maka digantikan dengan tambahan masa penahanan selama 1 bulan
3) Menetapkan masa penagkapan dana penahanan terhadap terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang diajtuhkan
4) Menetapkan terdakwa tetap didalam tahanan 5) Menetapkan barang bukti dalam perkara ini:
1. 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi Narkotika jenis shabu, 2. 1 (satu) alat hisap shabu (bong)
3. 1 (satu) alat sendok sabu
4. 5 (lima) batang rokok sampoerna 5. 1 (satu) Hp Vivo putih gold
Untuk Dimusnahkan
6) Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.000,-(tiga ribu rupiah).
C. Analisis Pertimbangan Hakim
Putusan hakim merupakan puncak dari suatu perkara atau kasus yang sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, hakim membuat keputusan harus memperhatikan berbagai aspek serta unsur-unsur didalamnya mulai dari kehati-hatian, meminimalisir ketidak cermatan baik yang bersifat formal maupun bersifat materil sampai adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. Sebelum hakim memutuskan sanksi atau pidana terhadap terdakwa, hakim terlebih dahulu harus menafsirkan Undang-undang diakrenakan Peraturan perundang-undanngan selintas jelas, ada keterhubungan dengan peristiwa konkret namun seringkali membutuhkan penjelasan.
Adapun Pertimbangan hakim terhadap terdakwa dapat dijabarkan sebagai berikut:Untuk melihat apakah putusan hakim tersebut telah sesuai atau tidak dengan tindak pidana yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan tuntutan oleh jaksa penuntut umum maka, hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pertimbangan Yuridis
A. Pertimbangan Hakim Terhadap Dakwaan
Dalam dakwaan yang di ajukan oleh Jaksa penutut umum bersifat alternative karena terdapat 2 karena dalam surat dakwaan terdapat 2 kemungkinan hukuman yang dapat dipindanakan terhadap terdakwa yaitu pasal 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan didakwa dengan pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Berdasarkan dakwaan alternatif tersebut maka majelis hakim akan memilih dakwaan yang berpotensi terpenuhi diantara Dakwaan kesatu dan Dakwaan kedua. Berdasarkan fakta- fakta hukum yang terungkap di persidangan dan berdasarkan penilaian Majelis Hakim bahwa dakwaan kedua yang memiliki kesesuaian dengana fakta yang berada di persidangan. Dan sesuai dengan alat bukti serta fakta-fakta persidangan dimana bbahwa barang bukti berupa :
- 1 (satu) paket kecil bening yang diduga berisi narkotika jenis shabu.
- 1 (satu) alat hisap sahbu (bong),
- 1 (satu) buah alat sendok shabu, - 5 (lima) batang rokok sampoerna, - 1 (satu) buah HP Vivo putih gold
Serta keterangan saksi-saksi yang dapat dilihat bahwa mengakui secara langsung perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut. Dan saksi-saksi yang merupakan anggota kepolisian yang menagkap langsung terdakwa ketika hendak memakai kembali narkoba yang di beli sebelum nya.
Dari penjelasan diatas penulis berpendapat bahwa tidak mengacu pada pasal 127 ayat 2 jo pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika karena berdasarkan fakta-fakta, alat bukti, dan keterangan saksi maka dari itu jaksa tidak menggunakan pasal 127 ayat 2 jo pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika sebagai acuan dalam medakwa pelaku tersebut.
Tetapi hakim tidak dapat memutus Terdakwa rehabilitasi karena hakim tidak dapat memutus diluar dakwaan maka dari itu hakim tidak bisa memutus terdakwa menggunakan pasal 127 (2) Undang-Undang Nomor 35 Tentang Narkotika.
B. Pertimbangan Hakim Terhadap Tuntutan
Dalam tuntutan jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan Menyatakan Terdakwa RUSTAM SITORUS ALS RUSTAM terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak Pidana penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaan Penuntut Umum, Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa RUSTAM SITORUS Als RUSTAM. dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi masa penahanan selama Terdakwa ditahan.
Karena menurut jaksa penutut umum bahwa terdakwa tidak termasuk dalam kategori korban penyalahgunaan narkotika kemudian yakin bahwa terdakwa memelanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka dari itu jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
C. Dalam Putusan
Pertimbangan yuridis maksudnya adalah hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil. Hakim secara yuridis, tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain itu dipertimbangkan pula bahwa perbuatan terdakwa melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan.
Didalam pertimbangan hakim memiliki pertimbangan bahwa terdakwa terbukti bersalah atas kepimilikan sabu berdasar barang bukti 0,29 gram yang sudah di tampilkan di muka persidangan.
Sesuai dengan hasil penelitian dapat kita lihat bahwa hakim dalam melakukan putusan terhadap terdakwa mempertimbangan kan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dengan minimal 2 alat bukti beserta saksi sesuai dengan teori pembuktian secara Undang-Undang positif dan juga sesuai dengan ketentuan pembuktian pidana pada KHUP pasal 138.
Dalam memutus perkara ini hakim telah malakukan pertimbangan dengan hasil bahwa terdakwa telah terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan Kedua pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Maka dari itu menurut penulis, hakim dalam memutus perkara ini telah sesuai dengan teori pertimbangan hakim dan juga KUHP dimana sekurang-kurang 2 alat bukti.
Unsur-unsur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1. Setiap penyalahguna Unsur “setiap penyalahguna” menurut pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah orang-orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum, maksud dari “tanpa hak”
pada umumnya merupakan bagian dari “melawan hukum” yaitu setiap perbuatan yang melanggar hukum tertulis dan asas-asas hukum umum dari hukum tertulis. Unsur “setiap penyalahguna” menurut penulis telah terpenuhi dalam diri terdakawa karena terdakwa mendapatkan narkotika jenis ganja dengan cara membeli dan tidak memiliki izin khusus dalam mendapatkannya.
2. Bagi diri sendiri Unsur “bagi diri sendiri” memiliki pengertian untuk dipergunakan atau dikonsumsi sendiri bukan untuk dijual kepada orang lain. Unsur “bagi diri sendiri”
menurut penulis telah terpenuhi dalam diri terdakwa karena terdakwa membeli narkotika jenis sabu dari saksi terdakwa mengaku untuk digunakan atau dikonsumsi sendiri.
Didalam pertimbangan nya hakim memberikan penjelasan mengenai pemilihan pasal yang di gunakan dalam mempertimbangkan putusan tersebut di dalam pertimbangan hakim langsung merujuk pada dakkwaan yang menggunakan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Sebagai pasal yang di gunakan untuk memutus perkara ini.
Didalam pertimbangan hakim dapat kita lihat bahwa pembuktian yang dilakukan oleh hakim terhadap kaksus tersebut lebih mengarah pada dakwaan kedua yang di ajukan oleh jaksa penuntut umum karena hakim melihat Alat-alat bukti sebagai berikut yaitu Barang Bukti yang di hadirkan oleh kejaksaan dan juga saksi-saksi yang memberikan kesaksian di muka persidangan mempekuat hakim untuk memutus dengan menggunakan dakwaan kedua yaitu Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Hakim dalam hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil yang didasarkan atas 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim.9 Dalam pencarian kebenaran materil tersebut nantinya akan memperoleh kesimpulan mengenai hal- hal yang meringankan dan memberatkan. Tentunya dalam hukum pidana dan hukum acara pidana sangat terikat erat dengan asas legalitas. Hakim tidak hanya memperhatikan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tetapi juga SEMA No.
4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial. Hal itu disebabkan karena pasal tersebut tidak membuat parameter atau konstruksi yang jelas seseorang dapat dikenakan penyalahguna bagi diri sendiri didalam Pasal 127 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Kondisi di atas dengan hakim memperhatikan SEMA No. 4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial maka hakim dalam kedua putusan tersebut memperhatikan manfaat yang diperoleh oleh terdakwa jika dijatuhi sebuah hukuman. Hal tersebut sesuai dengan premis pertama dari the utilitarian theory of punishment, yakni hukuman yang dijatuhkan itu pantas atas dasar pembenaran bahwa hukuman itu akan membawa manfaat kepada kebaikan secara umum terutama untuk mencegah orang melakukan kejahatan.
9 Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga , Jakarta. hlm. 17
Artinya, saat hakim menggunakan SEMA No. 4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial sebagai pertimbangannya maka dapat dianggap hakim mencoba mencari hukuman yang bermanfaat bagi terdakwa. 10
Hakim tidak memutuskan rehabilitasi terhadap terdakwa karena terdak tidak memenuhi :
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan ;
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a dimas ditemukan barang bukti pemakaian I (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :
1. Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram 2. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir 3. Kelompok Heroin 1,8 gram
4. Kelompok Kokain : 1,8 gram 5. Kelompok Ganja : 5 gram 6. Daun Koka : 5 gram 7. Meskalin : 5 gram
8. Kelompok Psilosybin : 3 gram
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram 10. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram
11. Kelompok Fentanil : 1 gram 12. Kelompok Metadon : 0,5 gram 13. Kelompok Morfin : 1,8 gram 14. Kelompok Petidin : 0,96 gr 15. Kelompok Kodein : 72 gram 16.Kelompok Bufrenorfin : 32 mg
10 Ratna WP, 2017, Aspek Pidana Penyalahgunaan Narkotika: Rehabilitasi Versus Penjara (Menyoroti Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009), Legality, Yogyakarta, hlm 32