• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. KERANGKA TEORI

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah pernyataan hukum. Alf Ross menegaskan responbility is an expression of legal judgment. Pernyataan hukum atas kesalahan pembuat tindak pidana didasarkan atas sistem hukum yang mengandung syarat – syarat faktual (conditioning facts) dan akibat – akibat hukum (legal consequences) sebagaimana digambarkan secara sederhana oleh Alf Ross sebagai Accusation of judgment. Keterkaitan keduanya tidak di hubungkan secara alami atau pun faktual, tetapi harus ditetapkan dalam aturan tertulis berdasarkan sistem hukum negara tertentu. Oleh karenanya sehubungan dengan pertanggunggjawaban pidana, maka aturan Undang- undanglah yang menetapkan siapa – siapakah dipandang sebagai pembuat yang bertanggung jawab itu dan menegaskan apakah ia juga memenuhi syarat – syarat yang diperlukan untuk pertanggung jawaban itu.1

Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan Toerekenbaardheid atau criminal responbility yang mengurus kepada pemidanaan. Dengan maksud lain seseorang yang dikenai sanksi karena melakukan perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana. Ada tiga syarat yang menentukan apakah seseorang dapat dipertanggung jawaban secara pidana atau tidak, yaitu :

1. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat atau dapat

dipertanggungjawabkan dari si pembuat.

2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu : suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya, yaitu :

a. Disengaja

1 Muhammad Ainul Syamsu, Penjatuhan Pidana & Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana,

(2)

2

b. Sikap kurang hati – hati atau lalai

3. Tidak adanya dasar penindakan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggung jawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat (alasan pemaaf atau alasan pembenar).2

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadailan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yng didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggung jawaban pengganti dan pertanggung jawaban ketat. Masalah kesesatan baik kesesatan mengenai keadaannya maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak pidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadannya.3

Masalah pertanggung jawaban dan khususnya pertanggung jawaban pidana mempunyai kaitan yang erat dengan beberapa hal yang cukup luas. Dapat di permasalahkan antara lain :

1. Ada atau tidaknya kebebasan manusia untuk menentukan kehendak? Anatara lain ditentukan oleh indenterminisme dan determinisme. Di sisni dipertanyakan, sebenarnya manusia itu mempunyai kebebasan untuk menentukan kehendaknya atau tidak. Kehendak merupakan aktivitas batin manusia yang pada gilirannya berkaitan dengan pertanggungjawaban manusia atas perbuatannya. Persoalan ini muncul sebagai akibat pertentangan pendapat anatara klasik dan (neo – klasik) dengan aliran modern. Aliran klasik mengutamakan kebebasan individu dengan konsekuensi diterimannya kehendak bebas dari individu. Pendirian mengenai kebebasan individu ini diragukan oleh aliran modern yang

2 Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak, Depublish, Yogyakarta, 2018, hlm., 68. 3 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

(3)

3

membuktikan melalui psikologi dan psikiatri bahwa tidak setiap perbuatan manusia itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, misal saja pada orang gila.

2. Tingkat kemampuan bertanggung jawab; mampu, kurang mampu atau tidak mampu.

Kemmapuan bertanggung jawab merupakan salah satu unsur kesalahan yang tidak dapat dipisahkan dengan dua unsur tindak pidana lain. Istilahnya dalam bahasa Belanda adalah “toerekeningsvatbaar” tetapi pompe lebih suka menggunakan “toerkenbaar”. Pertanggunggjawaban yang merupakan inti dari kesalahan yang dimaksud di dalam hukum pidana adalah pertanggung jawaban menurut hukum pidana. Walaupun sebenarnya menurut etika setiap orang bertanggung jawab atas segala perbuatanya, tetapi dalam hukum pidana yang menjadi pokok permasalahan hanyalah tingkah laku yang mengakibatkan hakim menjatuhkan pidana.4

Tentang kemampuan bertanggung jawab ini terdapat beberapa batasan yang dikemukakan oleh para pakar, antara lain, Simsons : “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan suatu keadaan psikis sedemikian rupa sehingga penerapan suatu upaya pemidanaan, baik ditinjau secara umum maupun dari sudut orangnya dapat dibenarkan” selanjutnya dikatakan, seseorang pelaku tindak pidana mampu bertanggung jawab apabila :

- Mampu mengetahui / menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum.

- Mampu menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tadi.

Pandangan hukum yang dualistis memisahakan tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana, maka bagi mereka yang berpegang pada pandangan dualistis ini berpendapat bahwa jika suatu perbuatan telah memenuhi rumusan undang – undang pidana, maka perbuatan itu merupakan tindak pidana, baik

(4)

4

dilakukan oleh orang yang mampu atau tidak mampu bertanggung jawab. Sebaliknya mereka yang berpegang pada pandangan monistis, tindak itu meliputi juga pertanggung jawaban. Konsekuensinya adalah kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur tindak pidana, jika tidak ada kemampuan bertanggung jawab, maka tidak ada tindak pidana. Simsons yang berpandangan monistis tidak menyinggung masalah konsekuensi ini tetapi dikatakannya bahwa dalam hukum positif kemampuan bertanggung jawab tidak dianggap sebagai unsur tindak pidana, melainkan sebagai keadaan pribadi seseorang yang dapat menghapuskan pidana seperti tersebut dalam pasal 58 KUHP yang merumuskan : “Dalam menggunakan aturan – aturan pidana, keadaan – keadaan pribadi seseorang yang menghapuskan, mengurangkan, atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri”.5

Menurut pandangan tradisional, disamping syarat – syarat objektif, melakukan perbuatan pidana, harus pula dipenuhi pula syarat – syarat subjektif atau syarat – syarat mental untuk dapat dipertanggung jawabkan dan dijatuhkan pidana kepadannya. Syarat subjektif disebut kesalahan, menurut sistem hukum kontinental, syarat – syarat subjektif ini dibagi dua yaitu bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) dan mampu bertanggung jawab, dalam sistem hukum common law syarat – syarat ini disatukan dalam mens rea. Dengan demikian, maka yang di maksud dengan pertanggung jawaban pidana adalah penilian apakah seseorang tersangka / terdakwa dapat di pertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi.6

Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun di dalam pengertian tindak pidana tidak

5 Ibid.

6 Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung,

(5)

5

termasuk masalah pertanggung jawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjukan ke pada dilarangnya suatu perbuatan.7

Kemampuan bertanggungjawab selalu berhubungan dengan keadaan psycis pembuat. Kemapuan bertanggungjawab ini selalu dihubungkan dengan pertanggungjawaban pidana, hal ini yang menjadikan kemampuan bertanggungjawaban menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana. Kemampuan bertanggung jawab merupakan dasar untuk menentukan pemidanaan kepada pembuat. Kemampuan bertanggung jawab ini harus dibuktikan ada tidaknya oleh hakim, karena apabila seseorang terbukti tidak memiliki

kemampuan bertanggung jawab hal ini menjadi dasar tidak

dipertanggungjawabkannya pembuat, artinya pembuat perbuatan tidak dapat dipidana atas suatu kejadian tindak pidana.8

Kemampuan bertanggung jawab juga berhubungan dengan umur tertentu bagi pelaku tindak pidana. Artinya hanya pelaku yang memenuhi batas umur tertentu yang memilki kemampuan bertanggung jawab serta memilki kewajiban pertanggung jawaban atas perbuatan yang telah dilakukan, hal ini dikarenakan karena pada umur tertentu secara psycologi dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Pada dasar nya anak pada umur tertentu belum dapat menyadari dengan baik apa yang telah dilakukan, artinya anak pada umur tertentu juga tidak dapat memisahkan mana yang baik dan mana yang salah tentu juga hal ini mempengaruhi anak tidak dapat menginsafkan perbuatannya. Apabila anak pada tertentu melakukan tindak pidana dan oleh karena perbuatannya dilakukan proses pidana makan secara psycologi anak tersebut akan terganggu dimasa dewasanya9

2. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana

7 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm.,

49.

8 Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hlm., 260.

9 Agus Rusianto, Tindak Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Prenadamedia Group,

(6)

6

Perlindungan anak merupakan perwujudan dari keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian maka perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Secara yuridis usaha pemberian perlindungan hak-hak anak oleh dunia internasional telah dimulai sejak deklarasi PBB Tahun 1959 tentang hak-hak anak dan terakhir Konvensi Hak Anak (Convention of the right of the child) tahun 1989 yang kemudian dituangkan kedalam resolusi PBB tanggal 5 Desember 1989, Konvensi ini berisi tentang pengesahan hak-hak anak, perlindungan anak oleh Negara, dan peran serta berbagai pihak (Negara, masyarakat dan swasta) dalam menjamin perlindungan anak. Upaya – upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenannya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum. Oleh karena itu, perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak.10

Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak di inginkan dalam pelaksanaan kegiatan anak. Untuk itu, kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek. Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai perlindunngan hak – hak anak. Aspek kedua, menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan – peraturan tersebu, karena itu, untuk melakukan perlindungan terhadap hak – hak anak, tentu saja diawali pertanyaan : apa yang di maksud dengan anak? Batasan tentang anak sangat urgen dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah, semata – mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh dan dapat menghadapi segala tantangan dunia.11

10 Nashriana, Op.Cit, hlm., 3. 11 Ibid

(7)

7

Selanjutnya, dalam penjelasan umum No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebut bahwa penyusunan UU No. 11 Tahun 2012 ini merupakan penggantian terhadap UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar – benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa. UU No. 11 Tahun 2012 ini menggunakan nama Sistem Peradilan Pidana Anak tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana diatur dengan pasal 24 ayat 2 UUD 1945, UU No. 11 Tahun 2012 bukan merupakan Undang – Undang tentang Peradilan Anak, karena dalam pertimbangan dibentuknya UU No. 11 Tahun 2012 dan juga dalam penjelasan umum Undang – undang tersebut tidak ada pertimbangan dibentuknya Pengadilan Anak, yang ada pertimbangan dibentuknya Sistem Peradilan Pidana Anak ( lihat huruf e pada menimbang UU No. 11 Tahun 2012). Berbeda dengan UU No. 3 Tahun 1997 yang memang merupakan Undang – Undang tentang Pengadilan Anak, karena dalam pertimbangan dibentuknya UU No. 3 Tahun 1997 ada pertimbangan dibentuknya Pengadilan Anak (lihat huruf d pada menimbang dari UU No. 3 Tahun 1997).12

Di Indonesia apa yang di maksud dengan anak tidak kesatuan pengertian. Hal ini di sebabkan oleh peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan kepentingan anak, masing – masing memberikan pengertiaannya sesuai dengan maksud di keluarkannya peraturam perundang – undangan tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat dibawah ini.

a. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka 2 UU No.4 Tahun 1979 menentukan : Anak adalah seseorang yang belum menvapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Rupanya pembentuk Undang – undang pada waktu membentuk UU No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak terpengaruh pada ordonasi tanggal 31 Januari 1931

12 Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.,

(8)

8

(LN 1931 – 254) yang menentukan : untuk menghilangkan segala keragu – raguan yang timbul karena ordonasi 21 Desember 1917, LN 1917 – 138, dengan mencabut ordonasi ini, ditentukan sebagai berikut.

1. Apabila peraturan perundang – undangan memakai istilah “ belum dewasa” maka sekadar mengenai bangsa Indonesia, dengan istilah itu yang dimaksudkan : segala orang yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dulu telah menikah.

2. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka tidaklah mereka kembali lagi dalam istilah belum dewasa.

3. Dalam paham perkawinan, tidaklah termasuk perkawinan anak – anak. Dari pengertian anak sebagaimana yang dimaksud pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dapat disebut anak jika memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan 2. Belum pernah kawin.

Oleh penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak disebutkan bahwa batas umur genap 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan – pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seseorang anak dicapai pada umur tersebut. Batas umur genap 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas umur dalam peraturan perundang – undangan lainnya dan tidak perlu mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku. Yang dimaksud dengan frasa “belum pernah kawin” dalam pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah belum

(9)

9

pernah kawin dan mengadakan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1979 tentang Perkawinan.13

b. Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 angka 1 menentukan : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dari pengertian anak sebagaimana yang dimaksud pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dapat disebut anak jika memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun 2. Termasuk anak yang masih dalam kandungan

Pasal 1 angka 2 mengatakan : perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak – hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi. Pasal 1 angka 15 mengatakan : Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.14

c. Menurut Konvensi Tentang Hak – Hak Anak

Pasal 1 konvensi tentang Hak – Hak Anak menentukan : “Untuk tujuan – tujuan konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun, kecuali menurut undang – undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal.” Konvensi tentang Hak – Hak Anak ( convention

13

Wiyono, ibid. 4-5.

(10)

10

on the Right of the Child), resolusi Nomor 109 tahun 1990 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 dijadikan salah satu pertimbangan dibentuknya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak. Pasal 1 Konvensi tentang Hak – Hak Anak hendak memberikan pengertian tentang anak, yaitu semua orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali undang – undang menetapkan bahwa kedewasaan dicapai lebih awal. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak kemudian menjabarkan pasal 1 konvensi tentang Hak – Hak Anak dengan menentukan bahwa yang disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Untuk dapat disebut anak menurut pasal 1 Konvensi Hak – Hak Anak, tidak usah mempermasalahkan apabila anak tersebut sudah atau belum kawin.15 d. Menurut UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

Untuk pembahasan Sistem Peradilan Anak, yang menjadi pembahasan utama dan selanjutnya adalah pengertian anak menurut UU No 11 Tahun 2012. Jika diperhatikan pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana di maksud pasal 1 angka 1 UU No. 11 Tahun 2012, maka dapat diketahui bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 adalah sistem mengenai proses penyelesaian perkara “anak yang berhadapan dengan hukum. “Anak yang berhadapan dengan hukum” yang dimaksud oleh UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menurut pasal 1 angka 2 UU No. 11 Tahun 2012, terdiri atas :

1. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 1 angka 3).

2. Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut dengan anak korban adalah anak yang belum berumur (18 delapan belas) tahun

15 Ibid, hlm., 7-9.

(11)

11

yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana ( pasal 1 angka 4).

3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut dengan anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, puntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang di dengar, dilihat dan/atau dialaminya sendiri (pasal 1 angka 5).

4. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (pasal 1 angka 6).16

Pasal 2 Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas : pelindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi Anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak, pembinaan dan pembimbingan Anak, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, penghindaran pembalasan.

Menurut penulis frasa “anak yang berhapan dengan hukum” dalam pasal 1 angka 2 di ambil dari ketentuan yang terdapat dalam pasal – pasal berikut.

Pasal 59 UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan : “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum dan seterusnya.”17

Pasal 64 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan : “Ayat (1) : “perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan

16 Ibid.

(12)

12

hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.”

Dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 angka 3 tersebut dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan anak dalam UU No. 11 Tahun 2012 adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan “tindak pidana”. Atau dengan kata lain yang dimaksud dengan anak dalam UU No. 11 Tahun 2012 adalah anak yang memenuhi syarat – syarat sebagai berikut.18

1. Telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

2. Anak tersebut diduga melakukan tindak pidana.

Perlu ditekankan apa yang disebut dengan anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 adalah anak menurut pengertian hukum, khusus hanya berlaku untuk UU No.11 Tahun 2012 saja. Hal ini yang mungkin berlainan dengan pengertian sehari – hari tentang anak atau pengertian yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan lain selain UU No. 11 Tahun 2012. Dengan adanya syarat bahwa menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak apa yang dimaksud dengan anak harus telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, maka akibatnya anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun bukan “anak” dalam pengertian yang dimaksud oleh UU No. 11 Tahun 2012, Oleh karena itu, persoalan umur dari anak adalah sangat menentukan dalam penyelesaian perkara anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sejalan dengan persoalan menentukan umur dari anak tersebut harus didukung oleh alat – alat bukti berupa surat ( pasal 189 ayat (1) huruf c KUHAP ), misalnya Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga atau Surat Keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud oleh UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jika seandainya alat – alat bukti tersebut belum atau tidak ada, maka dapat diganti dengan alat bukti berupa keterangan

18 Ibid, hlm., 16-18.

(13)

13

saksi (pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP), misalnya keterangan dari orang tua atau wali dari anak. Dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 tersebut, tidak tergantung apakah anak sudah sudah pernah kawin sebelum umur 12 (duabelas) Tahun, bahkan mungkin sudah mempunyai keturunan, anak tersebut masih tetap bukan anak menurut pengertian UU No. 11 Tahun 2012.19

Seorang delikuen sangat membutuhkan adanya perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum bagi anak merupakan salah satu cara melindungi tunas bangsa di masa depan. Perlindungan hukum terhadap terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan mental. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dan perawatan khusus. Anak tidak dapat dirampas kebebasannya secara melaggar hukum atau dengan sewenang – wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraannya sesuai dengan Undang – undang dan harus digunakan sebagai upaya terakhir dalam waktu sesingkat mungkin.20

3. Filosofi Pemidanaan Anak

Pemidanan dalam perspektif perlindungan hukum anak, antara lain pertama, secara faktual anak adalah bagian yang sangat penting bagi kelangsungan dan kualitas hidup serta penentu masa depan bangsa. Lahirnya Konvensi Hak Anak (convention of the right child) berbagai negara meratifikasi KHA sebagai bentuk komitmennya terhadap penegakan hak anak tak terkecuali di Indonesia yang meratifikasinya pada tanggal 25 Agustus 1990 menjadi Kepres RI No. 36 Tahun 1990 yang terdapat prinsip – prinsip dasar didalamnya. Diantaramya adalah non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan. Ditegaskan di dalam Pasal 28b ayat 2 amandemen ke 2 UUD 1945 disebutkan bahwa setiap anak berhak atas

19 Ibid. Hlm., 18-20.

(14)

14

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga dan negara dan bahwa hak anak adalah HAM dan untuk anak kepentingannya hak anak diakui dan dilindungi oleh hukum sejak anak dalam kandungan (Pasal 25) berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014, mereka yang terlibat dalam kasus hukum perlu mendapatkan perlindungan khusus. Anak yang terlibat dalam sebuah kasus perlu mendapatkan pemulihan yang baik, tidak bisa dianggap pelaku pelanggar saja namun juga sebagai korban pola penyelesian yang salah. Artinya selain sistem peradilan anak tidak bisa dilakukan secara maksimal, tindakan rehabilitasi yang dilakukan juga adalah untuk menyelematkan masa depan mereka.21

ketentuan yang terbaru mengenai pemidanaan anak sudah diatur dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (SSPA), Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mana di dalam aturan – aturan tersebut telah memberikan penegasan dan pengaturan tentang proses hukum yang mesti dijalankan terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana serta mendapakan perlindungan khusus. Mereka yang terlibat dalam suatu kasus perlu mendapatkan pemulihan yang baik. Padahal diketahui bersama banyaknya putusan pengadilan anak yang cenderung menjatuhkan pidana penjara daripada tindakan terhadap anak nakal, esensinya sebenarnya tidak sesuai dengan filosofi dari pemidanaan dalam hukum pidana anak. Penjatuhan pidana secara tidak tepat dapat mengabaikan pengaturan perlindungan. Karena pemidanaan anak seharusnya adalah jalan keluar terakhir (ultimum remedium atau the last resort principle) dan dijatuhkannya hanya untuk waktu yang singkat. Penjatuhan pidana sebagai (ultimum remedium atau the las resort principle) adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap kepentingan

21 Hadibah zachra Wadjo, Pemidanaan Anak dalam Perspektif Perlindungan Hukum Anak,

(15)

15

terbaik anak. Dengan demikian keadilan restoratif ini sangat diperlukan dalam pembaruan sistem peradilan pidana anak. Karena hal ini di amanatkan di dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan Perundang – undangan yang mengatur tentang Pemidanaan Anak di Indonesia. Ini sesuai semangat yang tercantum di dadalmnya mengandung nilai yang mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam suasana dalam konteks pelaksanaan perlindungan terhadap anak, maka didalam melindungi anak sesuai dengan kehendak anak yang dilindungi dan tidak memaksakan kehendak dari pihak yang melindungi anak tersebut.22

Pasal 3 ayat 1 Konvensi Hak – Hak Anak, juga menyebutkan dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga – lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah, atau badan legeslatif, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama, artinya pertimbangan utama hakim mengadili dan menjatuhkan putusan terhadap anak adalah adalah kepentingan terbaik bagi anak yang berorientasi kepada keadilan, bukan atas kekauan hukum pidana atau hukum acara. Terhadap anak yang terbukti melakukan kejahatan, hakim harus mengambil keputusan yang bijak dengan memperhatikan latar belakang kehidupan anak, letar belakang kehidupan keluarga, faktor – faktor pencetus terjadinya kejahatan dan yang terpenting, kemampuan mental dan kesehatan fisik seorang anak yang menanggung beban pemidaanaan jika dijatuhi pidana.23

Hal yang perlu di diperhatikan dalam penyelesaian perkara anak adalah berpegang pada prinsip bahwa segala tindakan yang akan diambil oleh negara berkaitan dengan pelangggaran yang dilakukan anak oleh anak sedapat mungkin mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi anak. Anak harus tetap mendapatkan perlindungan dalam bentuk apapun, perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan

22 Ibid.

23 Nurini Aprilianda, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Teori dan Praktik, UB Press,

(16)

16

hukum dilaksankan melalui perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak – hak anak.24

Secara filosofis, pemidanaan anak adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dari sebuah bangsa dan negara. Berdasarkan peraturan perundang – undangan dan konvensi – konvensi Internasional yang terkait dengan anak secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pemidanaan anak dalam perspektif perlindungan anak dilaksanakan dalam rangka menjaga harkat dan martabat anak dan anak berhak mendapat perlindungan khusus terutama perlindungan hukum dan sistem peradilan pidana anak secara adil. Karakteristik pemidanaan anak dalam perspektif perlindungan hukum anak dapat dilihat dalam prinsip – prinsip perlindungan hukum anak yang dilakukan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak. Asas – asas tentang hak – hak anak dijunjung tinggi dalam Undang – undang. Implementasi pemidanaan anak dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara masih melihat peraturan yang bersifat umum (lex generalis) dan tidak memperhatikan aturan yang khusus (lex spesialis).25

4. Teori Pembuktian Pidana

Kata pembuktian berasal dari kata bukti artinya sesuatu yang menyatakan kebenaran atau peristiwa, tujuan pembuktian adalah untuk dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang bersalah atau tidaknya sebagaimana yang telah didakwakan oleh penuntut umum. Maka pembuktian adalah mencari, menemukan, dan menetapkan kebenaran – kebenaran yang ada dalam perkara itu, dan bukanlah semata – mata mencari kesalahan orang.26

24 Ibid, hlm., 36.

25 Hadibah zachra Wadjo, Op.Cit, hlm., 1.

(17)

17

Kata pembuktian dapat digunakan dalam dua arti, yaitu terdapatnya suatu kepastian. Dalam hal ini maka penilaian, pemngambilan keputusan, dan tepatnya keputusan itu diambil bergantung terutama kepada lebih atau kurangnya kepastian yang dapat diperoleh dari fakta – fakta sebagai dasar melakukan penilaian, Beberapa pengertian yang lazim dijumpai dalam hukum pembuktian diantaranya :

a. Alat Bukti ialah alat – alat yang digunakan untuk menyampaikan baik berupa keterangan lisan, keterangan tertulis, maupun pengalaman. b. Uraian bukti ialah cara menggunakan alat bukti, hakim harus meniliti

pakah terdakwa dapat dibuktikan telah melakukan hal – hal seperti yang didakwakan padanya.

c. Kekuatan bukti adalah pembuktian dari setiap alat bukti, dalam hal ini, hakim sangat terikat pada ketentuam pembuktian dari pada alat – alat bukti sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP, sebagai alat bukti yang sah.

d. Dasar pembuktian adalah isi dari alat bukti.27

Dalam menilai pembuktian alat – alat bukti yang ada dikenal beberapa sistem atau teori pembuktian, teori tentang pembuktian ada 4 jenis :

a. Teori pembutian berdasarkan Undang – Undang secara positif (objektif murni) dikatakan secara positif karena hanya didasarkan kepada undang undang saja. Berdasarkan tindakannya terdakwa tergantung sepenuhnya pada sejumlah alat bukti yang telah ditetapkan oleh Undang – Undang dan keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. b. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu. Teori ini

sama sekali tidak membutuhkan pertauran menganai pembuktian, dan menyerahkan segala sesuatunya pada kebijaksanaan dan perasaan hakim yang bersifat subjektif.

27 Janji Mukianto, Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia, Fajar Interpratama

(18)

18

c. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis, menurut teori ini tanpa keyakinan hakim terdakwa tidak mungkin dipidana, keyakinan hakim dalam teori harus didasarkan pada suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan pada Undang – Undang, tetapi menurut ketentuan ilmu pengetahuan hakim sendiri tentang pelaksanaan pembuktian mana yang akan digunakan.

d. Teori pembuktian berdasarkan Undang – Undang secara negatif, teori ini bertitik tolak pada ketentuan Undang – Undang yang limitatif. Di mana seseorang baru dapat dipidana jika sekurang – kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah berdasarkan ketentuan yang terdapat Undang – Undang yang disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari adanya alat – alat bukti tersebut. Dengan demikian, walaupun hakim telah yakin, tetapi bukti sah belum cukup, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.28

Pemerikasaan alat bukti merupakan salah satu proses dalam pemeriksaan perkara pidana disidang Pengadilan Negeri. Adapun alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP adalah :

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa.29

Dalam hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara yang mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. Adapun sumber-sumber hukum pembuktian adalah, sebagai berikut:

28 Ibid.

(19)

19

a. Undang-undang

b. Doktrin atau ajaran c. Yurisprudensi.30

5. Teori Pembantuan Pidana

Pasal 56 KUHP, berbunyi sebagai berikut :

1. Mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada saat kejahatan dilakukan.

2. Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, daya upaya (sarana) atau keterangan untuk melakukan (mewujudkan) kejahatan.

Dari Undang – Undang tersebut dapatlah disimpulkan bahwa ada dua jenis pembantu, yaitu dengan sengaja memberi bantuan pada saat kejahtan diwujudkan dan yang dengan sengaja memberikan bantuan untuk melakukan atau mewujudkan kejahatan, dari redaksi Pasal 56, terutama Pasal 57 (4) KUHP dapatlah diketahui bahwa pembantu itu menyokong kejahatan oranga lain, yang berarti bahwa melakukan atau turut serta melakukan saja yang menyebabkan kejahatan yang pelaku atau pelaku pesertanya dapat dipidana.31

Dari uraian diatas tersebut diatas dapatlah diberikan definisi atas batasan sebagai berikut :

1. Pembantu ialah barangsiapa yang dengan sengaja memeberikan bantuan pada saat kejahatan diwujudkan oleh pembuat. Pembantuan demikian bisa disebut pembantu meteril. Kesengajaannya dapat terdiri atas tiga corak, yaitu : sengaja sebagai niat, sengaja sadar atas keharusan, dan sengaja

30 Hari Sasongko dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana untuk

Mahasiswa dan Praktisi, Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm.,10.

31 Jur Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya,

(20)

20

sadar akan kemungkinan. Bantuaannya bersamaan dilakukannya perbuatan pelaksanaan oleh pembuat yang mewujudkan kejahatan.

2. Pembantu ialah barang siapa yang dengan sengaja memberikan kesempatan daya upaya atau keterangan kepada pembuat untuk memwujudkan kejahatan. Pembantu intelektual ialah barangsiapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan salah satu diantara tiga upaya yang disebut secara limitatif didalam Pasal 56 ke 2, yaitu dengan sengaja memeberi kesempatan atau sarana ataupun keterangan untuk melakukan kejahatan. Pembantu jenis ini ialah tanpa inisiatif, yang berbeda dengan pemancing ex Pasal 55 (1) ke 2 KUHP yang menggunkan pula asal salah satu diantara upaya tersebut karena pemancinglah yang mengambil inisiatif untuk menggerakan orang lain untuk melakukan perbuatan yang mewujudkan delik, dengan kata lain, kesengajaan timbul bagi terpancing setelah digerakan oleh pemancing.32 Dalam memahami Pasal 56 KUHP, perlu diperhatikan lebih dahulu rumusan pasal 57 ayat 4 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Untuk menentukan hukuman bagi pembantu, hanya diperhatiakan perbuatan yang dengan sengaja memudahkan atau diperlancar oleh pembantu itu serta akibatnya.” Yang dimaksud dengan sengaja memudahkan adalah perbuatan adalah perbuatan yang memudahkan sipelaku untuk melakukan kejahatan tersebut, yang terdiri atas berbagai bentuk atau jenis, baik materiil atau imateril. Pertanggungjawaban dari membantu diatur dalam pasal 57 KUHP yang berbunyi :

1. Maksimum hukuman pokok yang diancamkan atas kejahatan, dikurangi sepertiga bagi sipembantu.

2. Jika kejahatan itu dapat dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara selama – lamanya lima belas tahun.

3. Hukuman tambahan untuk kejahatan dan membantu kejahatan itu, sama saja.

32 Ibid.hlm., 580.

(21)

21

4. Untuk menentukan hukuman bagi pembantu hanya diperhatikan perbuatan yang dengan sengaja memudahkan atau diperlancar oleh pembantu itu serta akibatnya.33

B. TEMUAN HASIL PENELITIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KURIR NARKOTIKA ANAK I

Terdapat didalam putusan pengadilan Negeri Pelaihari Putusan No.1/Pid.sus-Anak/2014.PN.Pli dan Pengadilan Negeri Denpasar Putusan No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps.

1. Kasus posisi Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari No.1/Pid.sus-Anak/2014, PN. Pli.

Bersarkan adanya laporan dari masyarakat yang mengatakan bahwa ada seseorang yang akan melakukan transaksi narkotika menggunakan sepeda motor FIZR warna kuning tanpa plat nomor dari arah Desa Tirtajaya menuju arah Pelaihari, selanjutnya atas perintah kasat bersama sdr. Haryono dan di ikuti oleh anggota polisi lainnya menuju tempat kejadian, tidak lama kemudian lewat terdakwa sendirian terdakwa mengendari sepeda motor FIZR warna kuning tanpa plat nomor, bahwa kemudian saksi haryono dan saksi edhi sunardi yang merupakan anggota kepolisian resort tanah laut langsung menghentikan dan melakukan penangkapan terhadap diri terdakwa, dimana pada saat di lakukan pemeriksaan pada diri terdakwa, ditemukan barang bukti berupa 4 (empat) paket narkotika jenis sabu – sabu dengan berat bersih kurang lebih sebesar 0,38 gram, yang masing – masing sebanyak 3 (tiga) paket disimpan terdakwa didalam tempat handphone samsung warna hitam, dan sebanyak 1 (satu) paket disimpan didalam rokok sampoerna menthol, dimana ketika ditanyakan surat ijin perihal terdakwa miliki, atau mengusai sabu – sabu tersebut, terdakwa tidak dapat menunjukannya, serta sabu – sabu tersebut tidak sedang digunakan oleh terdakwa untuk

33 Leden Marpaung, Asas- Teori – Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,

(22)

22

kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya menurut pengakuan terdakwa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan 1 jenis sabu adalah milik temannya yang bernama Hendri warga Desa Tirtajaya dan terdakwa disuruh untuk mengantarkan sabu tersebut kepada orang yang bernama Saidi di Desa Galam Kecamatan Bajuin, 4 (empat) paket kecil narkotika golongan 1 jenis sabu – sabu masing – masing harganya 2 (dua) paket harga Rp. 300.000.00 (tiga ratus ribu rupiah) dan 2 (dua) paket seharga Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu rupiah), berdasarkan keterangannya terdakwa terdakwa sudah 12 (dua belas) kali melakukan penjualan sabu – sabu yang diperoleh dari Hendry als pecok, dalam setiap pengiriman terdakwa mendapatkan upah Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu rupiah) sampai Rp.100.000.00 (seratus ribu rupiah) upah tersebut akan diberi setelah sabu laku terjual, kadang terdakwa juga diberi sabu – sabu oleh Herdy als Pecok untuk di konsumsi.

2. Dakwaan

Atas perbuatannya tersebut terdakwa dihadapkan di persidangan dan didakwa dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, yaitu melanggar :

Pertama : Pasal 114 ayat 1 Undang – Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.,00 (sepuluh miliyar rupiah).”

Kedua : Pasal 112 ayat 1 Undang – Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golingan 1 bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12

(23)

23

(dua belas) tahun dan pidana dena paling sedikit Rp. 800.000.000.00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8. 0000.0000.0000.00 (delapan miliyar rupiah.”

3. Tuntutan

Tuntutan yang diajukan oleh jaksa penutut umum adalah Pasal 114 Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam tuntutan tersebut jaksa penuntut umum memerintahkan agar terdakwa Anak di pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada didalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan membayar denda Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta) subsidair 2 (dua) bulan penjara ;

Kemudian menyatakan barang bukti berupa :

- 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu -1 (satu) buah tempat Handphone Samsung berwarna hitam

-1 (satu) buah kotak rokok Sampoerna Menthol

-1 (satu) buah Handphone merk NOKIA dengan Nomor Simcard 082152749209 -1 (satu) unit sepeda motor merk YAMAHA F1Z-R berwarna kuning tanpa Nopol, dengan Nomor Rangka MH34NS002K730513 dan Nomor Mesin 4WH-407707 beserta anak kunci.

Barang bukti tersebut masih diperlukan oleh Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain, maka dikembalikan kepada penuntut umum untuk digunakan dalam perkara lain atas nama Hendry Lian Firdhani Als Pecok Bin Ngatmari. Serta menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5000,00 (lima ribu rupiah)

4. Pertimbangan Hakim

Pemenuhan unsur dalam pertimbangan hakim dalam memutus perkara unsur yang ada dalam yang lebih bersesuaian dengan fakta yang terungkap

(24)

24

dipersidangan, yaitu Pasal 114 Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang.

Unsur “setiap orang” bahwa yang dimaksud setiap orang dalam perkara ini adalah orang yang diduga telah melakukan perbuatan Pidana dan diajukan sebagai terdakwa dipersidangan oleh Penuntut Umum yang dalam perkara ini yang diduga telah melakukan perbuatan pidana dan diajukan kepersidangan adalah terdakwa dimana setelah Majelis menanyakan identitas terdakwa dipersidangan ternyata sama atau cocok dengan identitas terdakwa yang tercantum dalam surat dakwaan sehingga menurut hemat Majelis unsur setiap orang telah terpenuhi.

b. tanpa hak atau melawan hukum.

Bahwa yang dimaksud dengan “tanpa hak” ialah pada diri seseorang (terdakwa) tidak ada kekuasaan/kewenangan atau sesuatu di mana kewenangan itu baru ada setelah ada ijin/sesuai dengan Undang - Undang / Peraturan yang membolehkan untuk itu. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2014 sekitar jam 12.00 Wita, bertempat di Jalan Desa Galam Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut, terdakwa telah ditangkap polisi karena terdakwa membawa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu, dalam ketentuan Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditegaskan pula dalam Ayat (2) penggunaan Narkotika Golongan I dalam Ilmu Pengetehuan dan Teknologi dalam pengawasan ketat Badan Pengawas Obat dan Makanan, seorang yang bekerja lembaga ilmu pengetahuan yang dapat mendapatkan ijin untuk membawa ataupun menyimpan sediaan Narkotika Golongan I atau dengan kata lain terdakwa tidak memiliki hak dalam membawa sabu-sabu, karena terdakwa bukan termasuk orang yang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 tersebut diatas, sehingga perbuatan terdakwa

(25)

25

membawa sabusabu tersebut adalah melawan hukum sehingga unsur kedua terpenuhi.

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I.

Berdasarkan fakta dipersidangan pada Rabu tanggal 3 Desember 2014 sekitar jam 12.00 Wita, bertempat di Jalan Desa Galam Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut, terdakwa telah ditangkap polisi karena terdakwa membawa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu, dalam penangkapan tersebut dalam diri terdakwa diperoleh 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I jenis sabu adalah milik temannya yang bernama HENDRY warga Desa Tirtajaya dan terdakwa disuruh untuk mengantarkan sabu tersebut kepada orang yang bernama SAIDI di Desa Galam Kecamatan Bajuin. Bahwa terdakwa disuruh HENDRY untuk mengantarkan sabu kepada SAIDI warga Desa Galam dan berjanji menunggu dibawah pohon, pada saat terdakwa ditengah perjalanan terdakwa ditangkap polisi. Bahwa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I jenis sabu masing-masing harganya 2 (dua) paket harga Rp.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan 2 (dua) paket seharga Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Bahwa terdakwa sudah 12 (dua belas) kali melakukan penjualan sabu yang diperoleh dari HENDRY Als. PECOK. Bahwa terdakwa mendapat keuntungan Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap kali menjual sabu-sabu tersebut dan terdakwa berperan sebagai kurir dalam transaksi narkotika tersebut, sehingga unsur ketiga terpenuhi. Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusannya terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang akan mempengaruhi berat ringannya pidana yang dijatuhkan, yaitu :

Hal-hal yang memberatkan :

- Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam menanggulangi Narkoba

- Perbuatan terdakwa membahayakan diri sendiri dan orang lain Hal-hal yang meringankan :

(26)

26

- Terdakwa telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi

- Terdakwa belum pernah dihukum

- Terdakwa masih berusia muda, diharapkan dapat memperbaiki diri dimasa yang akan datang.

5. Putusan

Dalam putusan pengadilan hakim menyatakan bahwa secara sah dan menyakinkan telah memenuhi unsur Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.,00 (sepuluh miliyar rupiah).”

Kemudian dalam putusan ditetapkan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Tanpa hak menjual Narkotika Golongan I bukan tanaman, dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan, Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, dan memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Memerintah barang bukti berupa :

- 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu - 1 (satu) buah tempat Handphone Samsung berwarna hitam

(27)

27

-1(satu) buah Handphone merk NOKIA dengan Nomor Simcard 082152749209

- 1 (satu) unit sepeda motor merk YAMAHA F1Z-R berwarna kuning tanpa Nopol, dengan Nomor Rangka MH34NS002K730513 dan Nomor Mesin 4WH-407707 beserta anak kunci, dikembalikan kepada penuntut umum untuk digunakan dalam perkara lain atas nama Hendry Lian Firdhani Als Pecok Bin Ngatmari.

Serta membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah)

6. Fakta Persidangan

Pasal yang dikenakan terhadap terdakwa dalam hal ini terdapat pada Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.,00 (sepuluh miliyar rupiah).

Fakta-fakta lain dalam sidang pengadilan nomor 1/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Pli selain pada kasus posisi sesuai putusan pengadilan tersebut, memuat beberapa keterangan yang dinyatakan oleh saksi, terdakwa, laporan penelitian masyarakat (litmas). Seperti sebagai berikut :

a. Saksi Edhi Sunardi adalah anggota satresnarkoba Porles Tanah Laut yang menangkap terdakwa menyatakan dalam keterangannya :

- Bahwa sebelumnya saksi menerima informasi dari masyarakat, yang mengatakan bahwa ada seseorang yang akan melakukan transaksi narkotika menggunakan sepeda motor FIZR warna kuning tanpa plat nomor dari arah Desa Tirtajaya menuju arah Pelaihari.

(28)

28

- Atas perintah Kasat bersama Sdr. Haryono dan diikuti oleh anggota polisi lainnya menuju tempat kejadian, tidak lama kemudian lewat terdakwa sendirian mengendarai sepeda motor FIZR warna kuning tanpa plat nomor.

- kemudian saksi menghentikan terdakwa dan melakukan penggeledahan dan ditemukan 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I jenis sabu terbungkus plastik klip transparan yang tersimpan disebuah kotak HP merk Samsung warna hitam.

- Sepeda yang dikendarai terdakwa adalah milik sdr Hendry dan peran terdakwa sebagai kurir/ tukang antar sabu.

- Saksi mengenali barang bukti yang diajukan dalam persidangan. b. Saksi Hendry Lian Firdani als pecok

- Saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan saudara

- pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2014 sekitar jam 13.00 Wita, bertempat dirumah saksi di Desa Tirtajaya Rt.4 Rw.1 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut, saksi telah ditangkap polisi, karena sebelumnya terdakwa telah ditangkap polisi karena memiliki 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu

- Menurut keterangan saksi Bahwa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I jenis sabu masing-masing harganya 2 (dua) paket harga Rp.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan 2 (dua) paket seharga Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) adalah milik saksi dan rencana akan diantarkan kepada calon pembeli.

- Bahwa saksi sering menyuruh terdakwa untuk mengantarkan sabu namun kadang-kadang saksi juga bersama-sama terdakwa untuk mengantarkan sabu kepada calon pembeli yang sudah terlebih dulu memesan melalaui sms.

- Saksi mengatakan terdakwa mulai menjualkan sabu miliknya sejak 6 (enam) bulan sebelum ditangkap, dan terdakwa mendapat upah Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap kali mengantarkan sabu-sabu dengan paketan harga Rp.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan akan

(29)

29

mendapat upah / keuntungan yang lebih besar pula apabila menjual lebih banyak.

- Saksi mengakui sepeda motor yang dikendarai terdakwa adalah miliknya dan peran terdakwa sebagai kurir / tukang antar sabu

- saksi mengenali barang bukti yang diajukan dipersidangan c. terdakwa

- Bahwa menurut keterangan terdakwa 4 (empat) paket kecil narkotika golongan I jenis sabu adalah milik temannya yang bernama Hendry warga Desa Tirtajaya dan terdakwa disuruh untuk mengantarkan sabu tersebut kepada orang yang bernama Saidi di Desa Galam Kecamatan Bajuin - Terdakwa disuruh Hendry untuk mengantarkan sabu kepada Saidi warga

Desa Galam dan berjanji menunggu dibawah pohon, pada saat terdakwa ditengah perjalanan terdakwa ditangkap polisi.

- terdakwa sudah 12 (dua belas) kali melakukan penjualan sabu yang diperoleh dari Hendry als Pecok, terdakwa mendapat keuntungan Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap kali menjual sabu-sabu tersebut upah tersebut akan terdakwa terima setelah sabu laku dijual selain terdakwa mendapat upah dari Hendry, terdakwa juga kadang-kadang diberi sabu oleh Hendry untuk dikonsumsi sendiri.

- Terdakwa sudah 6 (enam) bulan menjual sabu-sabu

- Terdakwa mengenali barang bukti yang diajukan dipersidangan d. Laporan penelitian kemasyarakatan (LITMAS)

- Tindak pelanggaran hukum yang dilakukan Terdakwa, dilatar belakangi oleh salah di dalam memilih teman bergaul, tidak memiliki penghasilan karena sudah tidak bekerja, ekonomi orang tua/keluarga yang terpuruk, adanya dorongan atau keinginan untuk mendapatkan uang secara cepat dan mudah serta adanya keinginan untuk mendapatkan sabu-sabu secara gratis untuk dikonsumsi. Hal ini mencerminkan kepribadian anak yang belum matang dan kurang dapat mengendalikan diri sehingga kurang mengetahui resiko yang harus ditanggung akibat perbuatannya

(30)

30

- Tindak pidana dengan motif dan latar belakang sebagaimana tersebut diatas, maka terhadap klien perlu dilakukan pembinaan, pembimbingan dan pengawasan yang lebih maksimal, sehingga alternatif pemberian tindakan lebih baik dan menguntungkan dari pada pemberian sanksi, demi perlindungan dan kepentingan yang terbaik bagi anak

- Dalam permasalahan ini bila dilihat secara mendalam maka sebenarnya klien juga merupakan korban dari para bandar narkotika yang mengikat klien dengan iming uang dan sabu-sabu gratis untuk dikonsumsi

Perkara kedua Pengadilan Negeri Denpasar No.14/pid.sus-Anak/2015/PN.Dps. Dalam perkara ini juga terdapat kasus yang juga melibatkan anak sebagai kurir Narkotika.

TEMUAN HASIL PENELITIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KURIR NARKOTIKA ANAK II

1. Kasus posisi Pengadilan Negeri Denpasar Perkara No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps.

Kepolisian dari Sat Res Narkoba Polresta Denpasar awalnya mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa ada seorang laki-laki yaitu terdakwa Anak dengan ciri-ciri perawakan kurus, tinggi kurang lebih 165 cm, kulit sawo matang, rambut ikal, tinggal di DENPASAR diduga sering memakai, memiliki, menguasai, menyimpan dan mengedarkan Narkotika jenis sabu – sabu dan ekstasi kemudian berdasarkan informasi tersebut pada tanggal 26 Agustus 2015 sekira pukul 18.00 wita diperoleh terdakwa sedang berada di tempat kos kakaknya yang berlokasi di Denpasar selanjutnya Kanit I Sat Res Narkoba Polresta Denpasar yaitu AKP Djoko Hariadi beserta team langsung mendatangi tempat kos kakak terdakwa dan sekira pukul 18.30 wita terdakwa ditangkap sedang duduk di atas kasur di dalam kamar kos kakaknya pihak kepolisian langsung melakukan penggeledahan. Selanjutnya dari hasil penggeledahaan pada diri terdakwa di temukan 2 (dua) plastik klip yang didalamnya berisi kristal bening Narkotika jenis shabu-shabu dengan berat bersih masing-masing sebanyak 4,17 gram dan 4,83

(31)

31

gram di saku belakang sebelah kanan celana panjang jean warna biru yang digunakan oleh terdakwa, ditemukan 1 (satu) kotak plastik didalamnya terdapat 5 (lima) plastik klip berisi kristal bening Narkotika jenis shabu-shabu dengan berat bersih masing-masing sebanyak 0,80 gram, 0,80 gram, 0,80 gram, 0,80 gram, 0,82 gram, 1 (satu) plastik klip berisi 5 (lima) butir tablet Narkotika jenis ekstasi warna cream dengan berat bersih sebanyak 1,24 gram, 1 (satu) plastik klip berisi 10 (sepuluh) butir tablet Narkotika jenis ekstasi warna biru dengan berat bersih sebanyak 3,01 gram yang ditemukan di saku depan sebelah kanan celana panjang jean, kemudia kanit I Sat Res Narkoba Polresta Denpasar melakukan pengembangan dengan mengintrogasi terdakwa yang menerangkan masih ada menyimpan Narkotika jenis sabu – sabu dan ekstasi di atas plafon kamar rumahnya yang berlokasi di Denpasar dan menanyakan perihal kepimilikan barang bukti yang berhasil di temukan kanit I Sat Res Narkoba Polresta Denpasar tersebut dari keterangan terdakwa barang tersebut adalah milik seseorang yang bernama ebit terdakwa hanya bertugas menempel barang bukti tersebut sesuai dengan perintah ebit dari pekerjaan menempel Narkotika jenis sabu – sabu dan ekstasi tersebut terdakwa diberikan upah sebesar 50.000,- (lima puluh ribu) sekali tempel.

2. Dakwaan

Atas perbuatannya tersebut terdakwa dihadapkan di persidangan dan didakwa dengan dakwaan yang berbentuk alternatifn, yaitu melanggar :

Pertama : Pasal 112 ayat (2) U.U R.I No. 35 Tahun 2009. : “Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan 1 bukan tanaman sebagaimana dimkasud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 ditambah 1/3 (sepertiga).

Kedua : Melanggar Pasal 115 ayat (1) U.U R.I No. 35 Tahun 2009. : “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau

(32)

32

mentrasito narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.0000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8. 000.000.000,00 (delapan miliyar rupiah).

3. Tuntutan

Tuntutan yang diajukan oleh jaksa penutut umum adalah Pasal 112 Ayat (2) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam tuntutan tersebut jaksa penuntut umum memerintahkan agar terdakwa Anak dipidana dengan penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama terdakwa anak berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa anak tetap ditahan dan pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan di yayasan generasi bisa Indonesia di Banjar Gempinis Desa Dalang Kecamatan Selemadeg Timur Kecamatan Tabanan. Kemudian menetapkan barang bukti berupa :

2 (dua) plastik klip yang didalamnya berisi kristal bening Narkotika jenis shabu-shabu dengan berat bersih masing-masing sebanyak 4,17 gram dan 4,83 gram di saku belakang sebelah kanan celana panjang jean warna biru yang digunakan oleh Anak, ditemukan 1 (satu) kotak plastik didalamnya terdapat 5 (lima) plastik klip berisi kristal bening Narkotika jenis sabu - sabu dengan berat bersih masing-masing sebanyak 0,80 gram, 0,80 gram, 0,80 gram, 0,80 gram, 0,82 gram, 1 (satu) plastik klip berisi 5 (lima) butir tablet Narkotika jenis ekstasi warna cream dengan berat bersih sebanyak 1,24 gram, 1 (satu) plastik klip berisi 10 (sepuluh) butir tablet Narkotika jenis ekstasi warna biru dengan berat bersih sebanyak 3,01 gram dan 1 (satu) potong celana panjang jean warna biru ; Memerintahkan untuk dirampas dan di musnahkan. Serta menetapkan agar terdakwa anak dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).

4. Pertimbangan Hakim

Pemenuhan unsur dalam pertimbangan hakim dalam memutus perkara unsur yang ada dalam yang lebih bersesuaian dengan fakta yang terungkap dipersidangan,

(33)

33

yaitu Pasal 112 Ayat (2) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang unsur – unsurnya sebagai berikut :

a. Unsur Setiap Orang.

Yang dimaksud dengan setiap orang adalah setiap orang yang dapat dijadikan sebagai subyek hukum yang mampu bertanggung jawab karena tidak cacat jiwanya. Dalam hal ini, dihadapkan ke depan persidangan dan didakwa telah melakukan tindak pidana adalah Anak TERDAKWA ANAK, yang identitasnya telah jelas diuraikan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum serta diakui dan dibenarkan oleh yang bersangkutan. Selain itu selama pemeriksaan persidangan berlangsung anak dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dan Penuntut Umum secara baik dan lancar. Oleh sebab itu semua perbuatan anak dapat dipertanggungjawabkan sendiri oleh anak dan tidak ditemukan adanya alasan penghapus pidana dari segala perbuatan yang dilakukan oleh anak, dengan demikian unsur setiap orang telah terpenuhi.

b. Unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum

Dalam Pasal 7 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan /atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan dalam Pasal 8 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa :

1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Unsur ini dapat dibuktikan berdasarkan alat bukti dari keterangan para saksi serta pengakuan anak sendiri dalam persidangan. Berdasarkan pengakuan Anak yang

(34)

34

menguasai narkotika tersebut tanpa ada ijin dari pihak yang berwenang dan bukan digunakan untuk kepetingan pelayanan kesehatan maka dengan demikian unsur tanpa hak atau melawan hukum telah terpenuhi.

c. Unsur Memiliki, Menyimpan, menguasai atau menyediakan

Memperhatikan rumusan unsur-unsur tersebut, maka terlihat adanya rumusan unsur yang bersifat alternatif dan oleh karenanya sesuai dengan ketentuan apabila salah satu unsur telah dipenuhi oleh perbuatan terdakwa maka dianggap keseluruhannya telah terbukti maka berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan berdasarkan alat bukti masing-masing berupa keterangan para saksi yang saling bersesuaian satu dengan lainnya, keterangan anak, petunjuk, surat dan barang bukti yang telah diajukan dalam persidangan maka unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan telah teruaraikan dalam fakta persidangan dengan demikian unsur ketiga meiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan telah terpenuhi.

Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusannya terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang akan mempengaruhi berat ringannya pidana yang dijatuhkan, yaitu :

Hal – hal yang memberatkan :

• Bahwa perbuatan Anak tidak mendukung program Pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas Narkotika.

Hal – hal yang meringankan :

• Bahwa Anak bersikap sopan dalam persidangan. • Anak belum pernah dihukum.

• Anak mengakui secara terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan.

(35)

35

mengulangi lagi.

• Bahwa Anak masih tergolong anak yang berusia 17 tahun, oleh karenanya masih dapat untuk memperbaiki perilaku dan perbuatannya menjadi lebih baik. 5. Putusan

Dalam putusan Menyatakan anak Terdakwa Anak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah memenuhi unusur Pasal 122 ayat (2) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 : “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentrasito narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.0000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8. 000.000.000,00 (delapan miliyar rupiah), menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Anak, dengan pidana penjara selama : 3 (tiga) tahun di Lembaga Pembinaan khusus Anak di Karangasem, menetapkan lamanya Anak berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan serta menetapkan lamanya Anak ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, menjatuhkan pula kepada Anak dengan pidana Pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan di Yayasan Generasi Biasa Indonesia di Banjar Gempinis Desa Dalang Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan. Menetapkan barang bukti untuk di rampas dan di musnahkan, Membebankan kepada Anak untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- ( dua ribu rupiah ).

6. Fakta Persidangan

Pasal yang dikenakan terhadap terdakwa dalam hal ini terdapat pada Pasal 122 ayat (2) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 : “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentrasito narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

(36)

36

800.000.0000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8. 000.000.000,00 (delapan miliyar rupiah).

Fakta-fakta lain dalam sidang pengadilan nomor 14/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Dps selain pada kasus posisi sesuai putusan pengadilan tersebut, memuat beberapa keterangan yang dinyatakan oleh saksi – saksi, terdakwa seperti sebagai berikut :

a. Ketut Gatra Adnyana merupakan team Res Narkoba Polresta Denpasar yang menangkap terdakwa menyatakan dalam keterangannya :

- Saksi menyatakan bersama dengan saksi I Wayan Budiana dan team dari Res Narkoba Polresta Denpasar telah melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap terdakwa pada hari Rabu tanggal 26 Agustus 2015 sekira pukul 18.30 wita bertempat di dalam kamar kos yang berlokasi di Denpasar dan di dalam kamar yang berlokasi di Denpasar karena terdakwa kedapatan memiliki, menguasai, menyimpan dan membawa barang terlarang yaitu Narkotika jenis sabu –sabu dan ekstasi - saat terdakwa ditangkap dan digeledah berhasil diamankan barangbukti

berupa 31 (tiga puluh satu) plastik klip didalamnya berisi kristal bening Narkotika jenis shabu-shabu dengan jumlah berat bersih sebanyak 114,14 gram dan 365 butir tablet Narkotika jenis ekstasi warna biru, hijau, cream, hijau dengan jumlah berat bersih sebanyak 92,72 gram.

- Bahwa saksi dan saksi I Wayan Budiana yang merupakan petugas Kepolisian dari Sat Res Narkoba Polresta Denpasar awalnya mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa ada seorang laki-laki yaitu terdakwa dengan ciri-ciri perawakan kurus, tinggi kurang lebih 165 cm, kulit sawo matang, rambut ikal, tinggal di Denpasar diduga sering memakai, memiliki,menguasai, menyimpan dan mengedarkan Narkotika jenis sabu – sabu dan ekstasi, berdasarkan informasi tersebut saksi dan saksi I Wayan

Budiana sesuai dengan Surat Perintah Tugas Nomor :

SP.Gas/88/VIII/2015/Res Narkoba tanggal 26 Agustus 2015 melakukan penyelidikan pada hari Rabu tanggal 26 Agustus 2015 sekira pukul 18.00 wita diperoleh informasi bahwa Anak berada di tempat kos kakaknya yang

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal tersebut yang banyak mempengaruhi harga rumah dari segi arsitektural semuanya mempunyai konfigurasi 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi hal ini disesuaikan

KOMPETENSI DASAR Siswa dapat mengenal dan memahami tugas Gereja yang menguduskan, mewartakan, memberi kesaksian, dan melayani sehingga merasa terpanggil untuk terlibat dalam

Dengan demikian, informasi tentang peluang terjadinya deret hari kering selama beberapa hari sangat diperlukan dalam menentukan musim tanam yang aman; artinya kita dapat

Maka dari data tersebut dapat disimpulkan Ho diterima dan H  ditolak artinya bahwa pemberian kacang merah tidak efektif untuk untuk mengontrol kadar gula darah pada

Hasil penelitian menunjukkan rendahnya kualitas hubungan mahasiswa calon guru dengan siswa terutama siswa berkebutuhan khusus dalam kelas inklusif, hal ini

Hastuti (2004) menerangkan bahwa salah satu hambatan guru BK dalam melaksanakan peranannya di sekolah adalah persepsi siswa yang salah; siswa tidak memahami

Dengan pemanfaatan controller SDN, administrator jaringan dapat mengubah sifat dan prilaku jaringan secara riil time dan mendeploy aplikasi baru dan layanan

Bervariasinya nilai moneter yang diterima auditor pada tiap pekerjaan audit yang dilakukannya berdasarkan hasil negosiasi, tidak menutup kemungkinan akan