3.8.2. Analisis Jalur (Path Analysis)………... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 4.1. Hasil Penelitian………...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,
peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah
(government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran peran tersebut
cenderung menggeser paradigma klasik yang serba negara menuju paradigma
yang lebih memberikan peran kepada masyarakat dan swasta. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 disebutkan bahwa dalam
paradigma kepemerintahan yang baik (good governance) terdapat prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, dan supremasi hukum. Dalam bahasa yang lebih sederhana, terdapat
tiga prinsip utama yang berlaku universal dalam kepemerintahan yang baik yaitu
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Perkembangan wacana di tingkat global tentang new public management
(NPM) juga berpengaruh pada perkembangan wacana good governance di
Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan pelajaran yang dapat diambil dari krisis
ekonomi yang dimulai dari krisis keuangan tahun 1997. Berkaitan dengan krisis
tersebut, Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, banyak
diceramahi tentang kurangnya transparansi dan pentingnya tata pemerintahan
yang baik. Meningkatnya utang luar negeri dari tahun ketahun merupakan salah
satu bukti yang mencerminkan bahwa kinerja pemerintah dalam mengelola
Krisis moneter dan resesi ekonomi yang berkepanjangan, kemudian
berkembang menjadi krisis multidimensi dan lebih jauh lagi menjadi krisis
kepercayaan terhadap pemerintah, terutama bagi Indonesia yang dikenal sebagai
salah satu negara paling korup di dunia, telah menimbulkan berbagai gejolak dan
tuntutan perubahan di masyarakat berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik.
Tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi
dan akuntabilitas publik, telah menuntut setiap organisasi pemerintah untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya agar lebih berorientasi pada
terciptanya good public dan good governance.
Untuk merespon tuntutan reformasi tersebut, maka dilakukan serangkaian
langkah-langkah konkrit melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan
seperti UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, dan PP
sebagai pelaksanaan dari UU tersebut, yaitu PP No. 105 Tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, dan Kepmendagri No. 29
Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah, serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha
keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD.
Dalam prakteknya, penyelenggaraan otonomi daerah bagi sebagian daerah
malah menjadi beban tersendiri. Otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari isu
kapasitas keuangan tiap-tiap daerah, dan seringkali dikaitkan dengan prinsip
automoney. Artinya kemandirian daerah dalam menyelenggarakan
sendiri. Implikasi dari penerapan prinsip automoney ini kemudian mendorong
daerah-daerah untuk giat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), salah
satunya dengan menciptakan berbagai bentuk pajak dan retribusi daerah.
Meskipun kini paradigma penyelenggaraan otonomi daerah telah
mengalami pergeseran dan tidak lagi berpangkal pada prinsip automoney, namun
pada kenyataannya kapasitas keuangan daerah masih dititik beratkan pada
kemampuan menggali PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah, yang justru
menimbulkan beban baru, antara lain menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan
memberatkan bagi masyarakat yang bersangkutan.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong berkembangnya wacana
mengenai perlunya dilakukan reformasi anggaran, agar pengalokasian anggaran
lebih berorientasi pada kepentingan publik. Sistem anggaran yang selama ini
digunakan adalah sistem line item dan incremental (sistem anggaran tradisional)
yang ternyata dalam penerapannya memiliki berbagai kelemahan dan cenderung
memberikan bobot yang lebih besar pada anggaran rutin (biaya aparatur), bukan
pada anggaran pembangunan, sehingga pada akhirnya telah memberi peluang
terjadinya pemborosan dan penyimpangan anggaran. Adapun kelemahan dari
sistem anggaran tradisional tersebut seperti:
Orientasi pada pengendalian pengeluaran dan cenderung mengabaikan
outcome, adanya dikotomi rutin dan pembangunan yang tidak jelas, basis alokasi
yang tidak jelas yang hanya berfokus pada ketaaatan anggaran, dan akuntabilitas
terbatas pada pengendalian anggaran, bukan pada pencapaian hasil. (Sjahruddin
Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah merupakan salah
satu bukti dari orientasi anggaran pada pengendalian pengeluaran, bukan pada
pencapaian hasil. Kinerja instansi hanya diukur dari kemampuan dalam menyerap
anggaran, bukan dari tingkat kinerja yang dicapai. Pemborosan uang negara
sebagai akibat dari adanya dikotomi rutin dan pembangunan yang tidak jelas,
tingginya rata-rata pengeluaran instansi pemerintah dan adanya penumpukkan
kegiatan pada beberapa instansi sebagai bukti dari basis alokasi anggaran yang
tidak jelas.
APBD pada era otonomi daerah sekarang ini, disusun dengan pendekatan
kinerja, artinya sistem anggaran yang mengutamakan pada pencapaian
hasil/kinerja dari perencanaan alokasi biaya yang telah ditetapkan. Jika
dibandingkan dengan sistem anggaran tradisional, sistem anggaran kinerja
memiliki beberapa keunggulan seperti: “fokus pada hasil, lebih fleksibel, lebih
dapat dievaluasi dan mempermudah pengambilan keputusan”. (Sjahruddin Rasul,
2002:51).
Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja, instansi dituntut untuk
membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan
apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang
diperoleh (fokus pada hasil). Klasifikasi anggaran yang dirinci mulai dari sasaran
strategis sampai pada jenis belanja dari masing-masing program/kegiatan
memudahkan dilakukannya evaluasi kinerja. Dengan demikian, diharapkan
penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala
Secara normatif, penerapan anggaran berbasis kinerja ini ditetapkan
melalui UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, dan UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara, dan PP
No.105 tahun 2000, tepatnya pada pasal 8, yang isinya “APBD disusun dengan
pendekatan kinerja”.
Pada dasarnya, anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penyusunan
dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja
yang harus mencerminkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Beberapa
daerah, kini telah menerapkan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan APBD.
Salah Satunya Pemerintah Daerah Kabupaten Subang yang telah menerapkan
anggaran berbasis kinerja sejak tahun 2004.
Permasalahan pokok yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Subang
sekarang ini adalah otonomi menuntut setiap unit kerja untuk meningkatkan
kinerja ekonomi, efisiensi dan efektivitas (value for money). Penelitian ini
mengambil 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang. Alasan utama
pemilihan di Pemda Kab. Subang disebabkan oleh permasalahan yang berkenaan
dengan kinerja keuangannya yang dinilai kurang efisien mengingat instansi
pemerintah daerah memegang peranan penting dalam meningkatkan
pembangunan di Kabupaten Subang.
Data mengenai kinerja keuangan dilihat dari rasio efisiensi atas belanja
langsung pada 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang dari Tahun
Anggaran 2004 sampai dengan Tahun 2008 disajikan dalam tabel 1.1 di bawah
Tabel 1.1
Kinerja Keuangan 23 SKPD Kab. Subang dilihat dari Rasio Efisiensi
Tahun Rasio Efisiensi
2004 1,566%
2005 1,236%
2006 2,308%
2007 10,814%
2008 7,681%
Sumber: Laporan Keuangan 23 SKPD Kab. Subang diolah kembali
Untuk lebih jelasnya rata-rata rasio efisiensi untuk 23 SKPD Kabupaten
Subang dari Tahun 2004 - 2008 dapat dilihat pada grafik 1.1
Grafik 1.1
Kinerja Keuangan SKPD Kab. Subang Selama Tahun 2004-2008
Sumber: Laporan Keuangan tiap SKPD Kab. Subang diolah kembali
Jika dilihat pada grafik 1.1 terlihat adanya perubahan rasio efisiensi untuk
belanja langsung pada 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab. Subang selama
kurun waktu 5 tahun anggaran. Tingkat efisiensi pengelolaan keuangan SKPD 1.57%
1.24%
2.31%
10.81%
7.68%
0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% 10.00% 12.00%
2004 2005 2006 2007 2008
Kabupaten Subang selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008 termasuk
dalam kategori kurang efisien. Hal tersebut menggambarkan adanya
kecenderungan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja belum dilaksanakan
secara optimal.
Bertolak dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Struktur dan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja
terhadap Kinerja Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh struktur anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja
keuangan SKPD Kab. Subang?
2. Bagaimana pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap
kinerja keuangan SKPD Kab. Subang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh struktur anggaran berbasis kinerja terhadap
kinerja keuangan SKPD Kabupaten Subang.
2. Untuk mengetahui pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Secara teoretis
Sebagai tambahan wawasan mengenai implementasi anggaran berbasis
kinerja dan pengukuran kinerja keuangan.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang dalam meningkatkan kinerja
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
1.1 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
berada dibawah naungan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, yaitu sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Objek Penelitian
No Objek Penelitian Tempat
1 Dinas Bina Marga dan Pengairan Jl. KS Tubun No.16 Subang
2 Dinas Pendidikan Jl. KS Tubun No.2 Subang
3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jl. Palabuan No.9 Subang 4 Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan, dan Aset Daerah
Jl. Dewi Sartika No.2 Subang
5 Dinas Kesehatan Jl. Letjen Suprapto No.103 Subang
6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jl. KS Tubun No.7 Subang
7 Dinas Sosial Jl. D.I Panjaitan No.31 Subang
8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Jl. Mayjen Sutoyo No.50 Subang
9 Dinas Komunikasi dan Informatika Jl. Mayjen Sutoyo No.46 Subang 10 Dinas Pertambangan dan Energi Jl. KS Tubun No.10 Subang 11 Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan
Menengah
Jl. KS Tubun No.4 Subang
12 Dinas Peternakan Jl. Emo Kurnia Atmaja No.6 Subang
13 Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
Jl. Ahmad Yani No.11 Subang
14 Dinas Perhubungan Jl. Otista No. 246 Subang
15 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jl. Mayjen Sutoyo No.48 Subang
16 Dinas Kelautan dan Perikanan Jl. A. Nata Sukarya No.28 Subang 17 Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Pasar
Jl. Aipda KS Tubun No.14 Subang
18 Dinas Tata Ruang, Permukiman dan Kebersihan
Jl. Mesjid Agung No.11 Subang
19 Badan Penanaman Modal dan Perijinan
Jl. Ade Irma Suryani Nasution No.2 Subang
20 Badan Kepegawaian Daerah Jl. Kapten Piere Tendean No.1 Subang
Keluarga Berencana
22 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Jl. Dewi Sartika No.2 Subang
23 Badan Lingkungan Hidup Daerah Jl. Kapten Piere Tendean No.1 Subang
1.2 Metode Penelitian yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
survey-explanatory. Pendekatan survey artinya penelitian ini diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta, mencari keterangan-keterangan faktual serta berusaha untuk
menggambarkan gejala-gejala dari praktek yang sedang berlangsung (M.Nazir,
2006:65). Selain itu, ciri berikutnya dari pendekatan survey menurut Rusidi
(1993:6) adalah pengumpulan informasi diambil dari sampel atas populasi dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya. Sedangkan pendekatan
eksplanatory artinya tujuan penelitian ini adalah berusaha menjelaskan hubungan
kausal dan sekaligus pengujian hipotesis antara beberapa variabel yang diteliti
(Singarimbun, 2006:16)
1.3 Operasionalisasi Variabel
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis pengaruh dua variabel yaitu
variabel eksogen (Struktur dan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja)
terhadap variabel endogen (Kinerja Keuangan). Kemudian variabel-variabel ini
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Dimensi Indikator No. Item Skala
Struktur
Standar biaya • Rincian perhitungan harga satuan unit biaya yang berlaku
• Surplus dan defisit anggaran
6, 7, 8, 19
• Rincian jenis belanja untuk setiap program/kegiatan
• Kesesuaian dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan dalam renstrada • Keterlibatan semua
stakeholders
• Kesesuaian dengan aspirasi publik
• Kesesuaian dengan proses politik yang seharusnya • Kehandalan dan kecakapan
pimpinan eksekutif
(management skill, political,
salesmanship, coalition building)
• Integritas dan kesiapan mental eksekutif
• Sistem akuntansi keuangan /Sistem informasi keuangan
42, 44
41, 43
Variabel Konsep Variabel Dimensi Indikator No. Item Skala
Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran
• Standar kinerja
• Transparansi tolok ukur kinerja
• Pelibatan pihak professional yang independen
1.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini diperlukan sejumlah data sebagai bahan analisis
untuk menjelaskan pengaruh variabel struktur dan implementasi anggaran
berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Subang. Sumber dan cara penentuan data diatur dalam tabel berikut:
Tabel 3.3
Jenis dan Sumber Data
No. Jenis Data Sumber
1 Profil 23 SKPD Kab. Subang
SKPD Kabupaten Subang 2 Struktur Organisasi 23 SKPD Kab. Subang
3
4
Tanggapan setiap pejabat struktural tentang struktur anggaran berbasis kinerja
1.5 Populasi dan Sampel
1.5.1 Populasi
Dalam setiap penelitian ilmiah perlu ditegaskan mengenai populasi dan
sampelnya. Menurut Sugiyono (2004:72), “Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan, diketahui bahwa Pemerintah
Kabupaten Subang terdiri atas 23 SKPD sehingga yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah ke-23 SKPD tersebut, dan populasi respondennya adalah
seluruh pejabat struktural yang ada di 23 SKPD tersebut (lihat lampiran 10).
1.5.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2004:73), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi”.
Mengingat populasi hanya berjumlah 23, maka keseluruhan populasi
tersebut dijadikan sampel seluruhnya atau disebut sampel jenuh (census
sampling). Terkait dengan variabel independen struktur dan implementasi
anggaran berbasis kinerja, untuk sampel respondennya menggunakan teknik
“proportionate random sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel yang
memberikan kesempatan yang sama untuk semua anggota populasi secara
Dalam penelitian ini, dengan jumlah populasi responden sebanyak 457,
Maka jumlah sampelnya = ),*+ .*,-..,,..,,
.,., *,-! "),*+ ..,,..,, =
Untuk menentukan penyebarannya dilakukan dengan proporsional sebagai
berikut:
Tabel 3.4
Distribusi Sampel Responden Untuk Masing-Masing Unit Analisis
No Unit Analisis Populasi Sampel
1 Dinas Bina Marga dan Pengairan 21 9
2 Dinas Pendidikan 21 9
3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 21 9
4 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah
27 12
5 Dinas Kesehatan 21 9
6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan 21 9
7 Dinas Sosial 21 9
8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 21 9
9 Dinas Komunikasi dan Informatika 17 7
10 Dinas Pertambangan dan Energi 21 9
11 Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Menengah 21 9
12 Dinas Peternakan 21 9
13 Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
20 9
14 Dinas Perhubungan 21 9
15 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 17 7
16 Dinas Kelautan dan Perikanan 21 9
17 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar 21 9
18 Dinas Tata Ruang, Permukiman dan Kebersihan 21 9
20 Badan Kepegawaian Daerah 17 7 21 Badan Pemberdayaan Desa dan Keluarga
Berencana
20 9
22 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 17 7
23 Badan Lingkungan Hidup Daerah 14 7
Jumlah 457 198
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Kuesioner/daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden
penelitian ini.
2) Studi dokumentasi yaitu dengan menganalisis laporan realisasi
anggaran.
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Sebelum menganalisis hasil penyebaran kuesioner, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas atas instrumen penelitian.
3.7.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah untuk mengetahui ketepatan instrumen penelitian
mengukur apa yang seharusnya diukur. Merujuk pada skala yang digunakan yaitu
skala Likert lima point, maka teknik yang sesuai untuk menguji validitas
kuesioner dengan skala tersebut adalah koefisien korelasi item total (Azwar,
2005:59). Koefisien korelasi item total yang dikoreksi (r ) dirumuskan sebagai itd
( )
r= koefisien korelasi antar skor setiap butir pertanyaan dengan skor total x
s = simpangan baku skor setiap butir pertanyaan
i
s = simpangan baku skor total (Sumber: Azwar, 2005:62)
Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, biasanya
digunakan batasan rix≥ 0,3. Semua item yang mencapai koefisien korelasi
minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Item yang memiliki
koefisien korelasi kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai item yang
memiliki daya diskriminasi rendah. Apabila item yang lolos tidak mencukupi
jumlah yang diinginkan, maka kita dapat menurunkan batas kriteria r sampai ix
pada batas 0,2 (Azwar, 2005:65).
3.7.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat pengumpul data yang
digunakan menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsisten
dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu, walaupun
dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Menurut Suharsimi (2002:171), dalam
mengukur reliabilitas sebuah instrumen dapat menggunakan beberapa teknik,
salah satunya adalah alpha cronbach dengan rumus:
2
i
S = jumlah variansi setiap item
2
t
S = variansi skor total
Menurut Hair, Anderson, Tatham dan Black dalam Kusnendi (2008:96)
suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki tingkat reliabilitas memadai
jika koefisien alpha cronbach ≥ 0,7.
Guna mempermudah proses pengolahan data untuk uji validitas dan uji
reliabilitas digunakan bantuan MS Excel 2007 dan SPSS 16.0
3.8 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
3.8.1 Analisis Hasil Penyebaran Kuesioner
Penetapan skor untuk kuesioner menggunakan teknik Skala Likert yaitu
skor 1 s.d. 5. Skor maksimum 5 dan minimum 1 atau (20% dari skor maksimum).
Kriteria interpretasi skor yang digunakan dalam mengolah hasil kuesioner
adalah sebagai berikut: (Riduwan dan Sunarto, 2009:23)
Perbandingan antara skor yang dicapai dengan skor maksimum, dianalisis
dengan menggunakan kriteria penilaian berdasarkan persentase, sehingga
diketahui sejauh mana struktur dan implementasi anggaran berbasis kinerja pada
3.8.2 Analisis Jalur (Path Analysis)
Dalam penelitian ini fenomena yang ingin dianalisis adalah pengaruh
struktur dan implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan
Instansi Pemda Kabupaten Subang.
Untuk menganalisis fenomena tersebut diperlukan satu model analisis jalur
(path analysis). Analisis jalur pada dasarnya merupakan metode untuk mengkaji
pengaruh langsung dan tidak langsung dari seperangkat variabel, sebagai variabel
penyebab (exogenus variable) terhadap seperangkat variabel akibat (endogenus
variable). Melalui analisis jalur ini dapat diketahui masing-masing variabel dan
dapat digambar secara diagramatik struktur pengaruh dari variabel-variabel
tersebut melalui diagram jalur (path diagram).
Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian yang telah
diajukan sebelumnya, maka hubungan kausal antar variabel penelitian dapat
digambarkan secara struktural dalam diagram jalur sebagai berikut:
4
5
6789:;
5
67Gambar 3.1
Struktur Kausal antara Variabel X1, X2, dan Y
Secara manual, statistik analisis jalur dihitung dengan basis data matriks
korelasi. Prosedur dijelaskan sebagai berikut:
1. Menghitung koefisien korelasi antar variabel penelitian dengan rumus:
<:
=;
9 ? ∑ ABCB ∑ AB ∑ CB DE? ∑ AB; ∑ AB ;FE? ∑ C
B
; ∑ CB ;F
Menyatakan koefisien korelasi antar variabel penelitian dalam sebuah matriks
korelasi (R) sebagai berikut:
GG1 618H8 687
787
1 GG
2. Menghitung determinan matriks korelasi R antarvariabel penyebab
3. Mengidentifikasi model atau sub struktur yang akan dihitung koefisien jalurnya
dan merumuskan persamaan strukturalnya
4. Mengidentifikasi matrik korelasi antarvariabel penyebab yang sesuai dengan
sub-sub struktur atau model yang akan diuji.
5. Menghitung matrik invers korelasi antar variabel penyebab untuk setiap model
yang akan diuji dengan rumus:
IB!: :
|I:| KLM. IB
6. Menghitung semua koefisien jalur yang akan diuji dengan rumus:
NO:<P IB!:Q9O:<PR
7. Menghitung koefisien determinasi R2YiXi dan koefisien jalur error variabel (ρei)
melalui rumus:
IO;B<P SQN
O:<PR Q9O:<PR
dan
8. Menguji kebermaknaan koefisien determinasi dengan statistik uji F sebagai
berikut:
U ?!P!: IOB<P; PV:!IOB<P; W
9. Menguji secara individual setiap koefisien jalur dengan statistik uji t sebagai
berikut:
XB NYZOB<P NOB<P
[Q: IO;B<PR\PP
? P :
10.Melakukan pengujian overall mode fit dengan statistik Q dan atau W dengan
rumus sebagai berikut:
] : I: _^;
Koefisien I^; dan M dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
I^; _ : Q: I:;RQ: I;;R … . . Q: Ia;R
Jika Q = 1 menunjukan model yang diuji fit dengan data. Jika Q < 1, maka
perlu di uji dengan statistik W dengan rumus sebagai berikut:
b ? L cde T ] ? L cf ]
Dimana n adalah ukuran sampel dan d adalah derajat kebebasan (df) yang
ditunjukan oleh jumlah koefisien jalur yang tidak signifikan.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang diuraikan di bab
IV maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian, variabel struktur anggaran berbasis kinerja
berpengaruh positif sebesar 23,9% terhadap kinerja keuangan, artinya
perubahan kinerja keuangan ditentukan oleh struktur anggaran berbasis
kinerja. Semakin efektif struktur anggaran berbasis kinerja, semakin tinggi
kinerja keuangan yang dicapai.
2. Selain variabel struktur anggaran berbasis kinerja, hasil penelitian juga
menunjukkan implementasi anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif
sebesar 48,6% terhadap kinerja keuangan, artinya implementasi anggaran
berbasis kinerja merupakan variabel yang menyebabkan perubahan dalam
kinerja keuangan. Semakin efektif implementasi anggaran berbasis kinerja,
semakin tinggi kinerja keuangan yang dicapai.
1.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan, hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
diuraikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Adanya temuan pengaruh yang positif dari struktur anggaran berbasis kinerja
melakukan koordinasi antar pejabat struktural dalam upaya mencapai rasio
efisiensi yang lebih baik.
2. Adanya temuan pengaruh yang positif dari implementasi anggaran berbasis
kinerja terhadap kinerja keuangan, maka sebaiknya setiap SKPD segera
mengoptimalkan peran setiap pejabat struktural dengan meningkatkan skill
dan upaya saling mengawasi satu sama lainnya sebagai control dalam
pelaksanaan aspek tersebut secara lebih baik, dan bila hal tersebut belum
teratasi dapat dilakukan rotasi jabatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian serupa dengan
memasukkan unsur rasio ekonomi dan rasio efektivitas sebagai variabel
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Halim. (2001). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat
---. (2002). Akuntansi dan Pengendalian Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Arief Suadi. (1995). Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Azwar, Saifuddin. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Darsono dan Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: ANDI
Gasperz, Vincent. (1991). Ekonometrika Terapan jilid 1. Bandung: Tarsito
Ibnu Syamsi. (1983). Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Jakarta: Bina Aksara
Ihyaul Ulum. (2004). Akuntansi Sektor Publik. Malang: UMM Press
Kaplan dan Norton. (1996). Balance Scorecard. Jakarta: Erlangga
Kusnadi. (2002). Akuntansi Pemerintahan (Publik). Bandung: UNIBRAW Malang
Kusnendi. (2007). Model-Model Persamaan Struktural. Bandung: ALFABETA
---. (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI
Moh. Nazir. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mulyadi & Johny Setyawan. (2001). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat
Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat
Munawir. (1990). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE
Prasetya, Gede Edy. (2005). Penyusunan dan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: ANDI
Revrisond Baswir. (2000). Akuntansi Pemerintahan Indonesia. Yogyakarta: BPFE
Riduwan dan Sunarto. (2009). Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta
Singarimbun, Masri dan Effendi, S. (2006). Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta
Sjahruddin Rasul. (2002). Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta: Percetakan Negara RI
Soepomo Prodjoharjono. (2000). Strategi Pengembangan Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Makalah pada Seminar IAI
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Jurnal, Dokumen dan Publikasi Resmi
Akhmad Solikin. (2006). “Penggabungan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Akuntansi Pemerintah Daerah. Vol.2 No.2.
Dede Mariana. (2005). “Otonomi Daerah dan Reformasi APBD”. Bandung: Harian Umum Pikiran Rakyat
Diklat Pengelola Keuangan. (2003). Pemerintah Daerah Kabupaten Subang: Tidak Diterbitkan
Endang Wirjatmi. (2005). “Pengukuran Kinerja di Sektor Publik”. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. 2 No.1. Bandung: STIA LAN Bandung
Firdaus. (2007). “Analisis Pengaruh Anggaran Kinerja (Performance Budgeting) terhadap Efisiensi Pengalokasian Belanja”. Tesis UNPAD. Bandung: SPS UNPAD
Lembaga Administrasi Negara. (2003). Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Nugraha. (2005). “Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budgeting) dalam Sistem Akuntabilitas Pemerintah Daerah”. Jurnal Profita. Vol.2 No.3 Bandung: UPI
Simanjuntak, Binsar H. (2005). “Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di Indonesia”. Jurnal Akuntansi Pemerintah Daerah. Vol.1 No.1.
Suhady dan Desi Fernanda. (2001). Dasar-dasar Keperintahan yang Baik. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.