• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR DAN IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA KEUANGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SUBANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR DAN IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA KEUANGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SUBANG."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

3.8.2. Analisis Jalur (Path Analysis)………... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 4.1. Hasil Penelitian………...

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah

(government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran peran tersebut

cenderung menggeser paradigma klasik yang serba negara menuju paradigma

yang lebih memberikan peran kepada masyarakat dan swasta. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 disebutkan bahwa dalam

paradigma kepemerintahan yang baik (good governance) terdapat prinsip-prinsip

profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,

efektivitas, dan supremasi hukum. Dalam bahasa yang lebih sederhana, terdapat

tiga prinsip utama yang berlaku universal dalam kepemerintahan yang baik yaitu

partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Perkembangan wacana di tingkat global tentang new public management

(NPM) juga berpengaruh pada perkembangan wacana good governance di

Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan pelajaran yang dapat diambil dari krisis

ekonomi yang dimulai dari krisis keuangan tahun 1997. Berkaitan dengan krisis

tersebut, Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, banyak

diceramahi tentang kurangnya transparansi dan pentingnya tata pemerintahan

yang baik. Meningkatnya utang luar negeri dari tahun ketahun merupakan salah

satu bukti yang mencerminkan bahwa kinerja pemerintah dalam mengelola

(5)

Krisis moneter dan resesi ekonomi yang berkepanjangan, kemudian

berkembang menjadi krisis multidimensi dan lebih jauh lagi menjadi krisis

kepercayaan terhadap pemerintah, terutama bagi Indonesia yang dikenal sebagai

salah satu negara paling korup di dunia, telah menimbulkan berbagai gejolak dan

tuntutan perubahan di masyarakat berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap

penyelenggaraan pelayanan publik.

Tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi

dan akuntabilitas publik, telah menuntut setiap organisasi pemerintah untuk

memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya agar lebih berorientasi pada

terciptanya good public dan good governance.

Untuk merespon tuntutan reformasi tersebut, maka dilakukan serangkaian

langkah-langkah konkrit melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan

seperti UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah, UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, dan PP

sebagai pelaksanaan dari UU tersebut, yaitu PP No. 105 Tahun 2000 tentang

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, dan Kepmendagri No. 29

Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan

keuangan daerah, serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha

keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD.

Dalam prakteknya, penyelenggaraan otonomi daerah bagi sebagian daerah

malah menjadi beban tersendiri. Otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari isu

kapasitas keuangan tiap-tiap daerah, dan seringkali dikaitkan dengan prinsip

automoney. Artinya kemandirian daerah dalam menyelenggarakan

(6)

sendiri. Implikasi dari penerapan prinsip automoney ini kemudian mendorong

daerah-daerah untuk giat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), salah

satunya dengan menciptakan berbagai bentuk pajak dan retribusi daerah.

Meskipun kini paradigma penyelenggaraan otonomi daerah telah

mengalami pergeseran dan tidak lagi berpangkal pada prinsip automoney, namun

pada kenyataannya kapasitas keuangan daerah masih dititik beratkan pada

kemampuan menggali PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah, yang justru

menimbulkan beban baru, antara lain menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan

memberatkan bagi masyarakat yang bersangkutan.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong berkembangnya wacana

mengenai perlunya dilakukan reformasi anggaran, agar pengalokasian anggaran

lebih berorientasi pada kepentingan publik. Sistem anggaran yang selama ini

digunakan adalah sistem line item dan incremental (sistem anggaran tradisional)

yang ternyata dalam penerapannya memiliki berbagai kelemahan dan cenderung

memberikan bobot yang lebih besar pada anggaran rutin (biaya aparatur), bukan

pada anggaran pembangunan, sehingga pada akhirnya telah memberi peluang

terjadinya pemborosan dan penyimpangan anggaran. Adapun kelemahan dari

sistem anggaran tradisional tersebut seperti:

Orientasi pada pengendalian pengeluaran dan cenderung mengabaikan

outcome, adanya dikotomi rutin dan pembangunan yang tidak jelas, basis alokasi

yang tidak jelas yang hanya berfokus pada ketaaatan anggaran, dan akuntabilitas

terbatas pada pengendalian anggaran, bukan pada pencapaian hasil. (Sjahruddin

(7)

Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah merupakan salah

satu bukti dari orientasi anggaran pada pengendalian pengeluaran, bukan pada

pencapaian hasil. Kinerja instansi hanya diukur dari kemampuan dalam menyerap

anggaran, bukan dari tingkat kinerja yang dicapai. Pemborosan uang negara

sebagai akibat dari adanya dikotomi rutin dan pembangunan yang tidak jelas,

tingginya rata-rata pengeluaran instansi pemerintah dan adanya penumpukkan

kegiatan pada beberapa instansi sebagai bukti dari basis alokasi anggaran yang

tidak jelas.

APBD pada era otonomi daerah sekarang ini, disusun dengan pendekatan

kinerja, artinya sistem anggaran yang mengutamakan pada pencapaian

hasil/kinerja dari perencanaan alokasi biaya yang telah ditetapkan. Jika

dibandingkan dengan sistem anggaran tradisional, sistem anggaran kinerja

memiliki beberapa keunggulan seperti: “fokus pada hasil, lebih fleksibel, lebih

dapat dievaluasi dan mempermudah pengambilan keputusan”. (Sjahruddin Rasul,

2002:51).

Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja, instansi dituntut untuk

membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan

apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang

diperoleh (fokus pada hasil). Klasifikasi anggaran yang dirinci mulai dari sasaran

strategis sampai pada jenis belanja dari masing-masing program/kegiatan

memudahkan dilakukannya evaluasi kinerja. Dengan demikian, diharapkan

penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala

(8)

Secara normatif, penerapan anggaran berbasis kinerja ini ditetapkan

melalui UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah, dan UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara, dan PP

No.105 tahun 2000, tepatnya pada pasal 8, yang isinya “APBD disusun dengan

pendekatan kinerja”.

Pada dasarnya, anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penyusunan

dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja

yang harus mencerminkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Beberapa

daerah, kini telah menerapkan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan APBD.

Salah Satunya Pemerintah Daerah Kabupaten Subang yang telah menerapkan

anggaran berbasis kinerja sejak tahun 2004.

Permasalahan pokok yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Subang

sekarang ini adalah otonomi menuntut setiap unit kerja untuk meningkatkan

kinerja ekonomi, efisiensi dan efektivitas (value for money). Penelitian ini

mengambil 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang. Alasan utama

pemilihan di Pemda Kab. Subang disebabkan oleh permasalahan yang berkenaan

dengan kinerja keuangannya yang dinilai kurang efisien mengingat instansi

pemerintah daerah memegang peranan penting dalam meningkatkan

pembangunan di Kabupaten Subang.

Data mengenai kinerja keuangan dilihat dari rasio efisiensi atas belanja

langsung pada 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang dari Tahun

Anggaran 2004 sampai dengan Tahun 2008 disajikan dalam tabel 1.1 di bawah

(9)

Tabel 1.1

Kinerja Keuangan 23 SKPD Kab. Subang dilihat dari Rasio Efisiensi

Tahun Rasio Efisiensi

2004 1,566%

2005 1,236%

2006 2,308%

2007 10,814%

2008 7,681%

Sumber: Laporan Keuangan 23 SKPD Kab. Subang diolah kembali

Untuk lebih jelasnya rata-rata rasio efisiensi untuk 23 SKPD Kabupaten

Subang dari Tahun 2004 - 2008 dapat dilihat pada grafik 1.1

Grafik 1.1

Kinerja Keuangan SKPD Kab. Subang Selama Tahun 2004-2008

Sumber: Laporan Keuangan tiap SKPD Kab. Subang diolah kembali

Jika dilihat pada grafik 1.1 terlihat adanya perubahan rasio efisiensi untuk

belanja langsung pada 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab. Subang selama

kurun waktu 5 tahun anggaran. Tingkat efisiensi pengelolaan keuangan SKPD 1.57%

1.24%

2.31%

10.81%

7.68%

0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% 10.00% 12.00%

2004 2005 2006 2007 2008

(10)

Kabupaten Subang selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008 termasuk

dalam kategori kurang efisien. Hal tersebut menggambarkan adanya

kecenderungan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja belum dilaksanakan

secara optimal.

Bertolak dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Struktur dan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

terhadap Kinerja Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah yang akan

diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh struktur anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja

keuangan SKPD Kab. Subang?

2. Bagaimana pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap

kinerja keuangan SKPD Kab. Subang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh struktur anggaran berbasis kinerja terhadap

kinerja keuangan SKPD Kabupaten Subang.

2. Untuk mengetahui pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja

(11)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Secara teoretis

Sebagai tambahan wawasan mengenai implementasi anggaran berbasis

kinerja dan pengukuran kinerja keuangan.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi setiap Satuan

Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Subang dalam meningkatkan kinerja

(12)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

1.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah 23 Satuan Kerja Perangkat Daerah yang

berada dibawah naungan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, yaitu sebagai

berikut:

Tabel 3.1

Objek Penelitian

No Objek Penelitian Tempat

1 Dinas Bina Marga dan Pengairan Jl. KS Tubun No.16 Subang

2 Dinas Pendidikan Jl. KS Tubun No.2 Subang

3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jl. Palabuan No.9 Subang 4 Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan, dan Aset Daerah

Jl. Dewi Sartika No.2 Subang

5 Dinas Kesehatan Jl. Letjen Suprapto No.103 Subang

6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jl. KS Tubun No.7 Subang

7 Dinas Sosial Jl. D.I Panjaitan No.31 Subang

8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Jl. Mayjen Sutoyo No.50 Subang

9 Dinas Komunikasi dan Informatika Jl. Mayjen Sutoyo No.46 Subang 10 Dinas Pertambangan dan Energi Jl. KS Tubun No.10 Subang 11 Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan

Menengah

Jl. KS Tubun No.4 Subang

12 Dinas Peternakan Jl. Emo Kurnia Atmaja No.6 Subang

13 Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga

Jl. Ahmad Yani No.11 Subang

14 Dinas Perhubungan Jl. Otista No. 246 Subang

15 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Jl. Mayjen Sutoyo No.48 Subang

16 Dinas Kelautan dan Perikanan Jl. A. Nata Sukarya No.28 Subang 17 Dinas Perindustrian, Perdagangan

dan Pasar

Jl. Aipda KS Tubun No.14 Subang

18 Dinas Tata Ruang, Permukiman dan Kebersihan

Jl. Mesjid Agung No.11 Subang

19 Badan Penanaman Modal dan Perijinan

Jl. Ade Irma Suryani Nasution No.2 Subang

20 Badan Kepegawaian Daerah Jl. Kapten Piere Tendean No.1 Subang

(13)

Keluarga Berencana

22 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Jl. Dewi Sartika No.2 Subang

23 Badan Lingkungan Hidup Daerah Jl. Kapten Piere Tendean No.1 Subang

1.2 Metode Penelitian yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

survey-explanatory. Pendekatan survey artinya penelitian ini diadakan untuk memperoleh

fakta-fakta, mencari keterangan-keterangan faktual serta berusaha untuk

menggambarkan gejala-gejala dari praktek yang sedang berlangsung (M.Nazir,

2006:65). Selain itu, ciri berikutnya dari pendekatan survey menurut Rusidi

(1993:6) adalah pengumpulan informasi diambil dari sampel atas populasi dengan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya. Sedangkan pendekatan

eksplanatory artinya tujuan penelitian ini adalah berusaha menjelaskan hubungan

kausal dan sekaligus pengujian hipotesis antara beberapa variabel yang diteliti

(Singarimbun, 2006:16)

1.3 Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis pengaruh dua variabel yaitu

variabel eksogen (Struktur dan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja)

terhadap variabel endogen (Kinerja Keuangan). Kemudian variabel-variabel ini

(14)

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Dimensi Indikator No. Item Skala

Struktur

Standar biaya • Rincian perhitungan harga satuan unit biaya yang berlaku

• Surplus dan defisit anggaran

6, 7, 8, 19

• Rincian jenis belanja untuk setiap program/kegiatan

• Kesesuaian dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan dalam renstrada • Keterlibatan semua

stakeholders

• Kesesuaian dengan aspirasi publik

• Kesesuaian dengan proses politik yang seharusnya • Kehandalan dan kecakapan

pimpinan eksekutif

(management skill, political,

salesmanship, coalition building)

• Integritas dan kesiapan mental eksekutif

• Sistem akuntansi keuangan /Sistem informasi keuangan

42, 44

41, 43

(15)

Variabel Konsep Variabel Dimensi Indikator No. Item Skala

Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran

• Standar kinerja

• Transparansi tolok ukur kinerja

• Pelibatan pihak professional yang independen

1.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan sejumlah data sebagai bahan analisis

untuk menjelaskan pengaruh variabel struktur dan implementasi anggaran

berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kabupaten Subang. Sumber dan cara penentuan data diatur dalam tabel berikut:

Tabel 3.3

Jenis dan Sumber Data

No. Jenis Data Sumber

1 Profil 23 SKPD Kab. Subang

SKPD Kabupaten Subang 2 Struktur Organisasi 23 SKPD Kab. Subang

3

4

Tanggapan setiap pejabat struktural tentang struktur anggaran berbasis kinerja

(16)

1.5 Populasi dan Sampel

1.5.1 Populasi

Dalam setiap penelitian ilmiah perlu ditegaskan mengenai populasi dan

sampelnya. Menurut Sugiyono (2004:72), “Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan, diketahui bahwa Pemerintah

Kabupaten Subang terdiri atas 23 SKPD sehingga yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah ke-23 SKPD tersebut, dan populasi respondennya adalah

seluruh pejabat struktural yang ada di 23 SKPD tersebut (lihat lampiran 10).

1.5.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2004:73), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi”.

Mengingat populasi hanya berjumlah 23, maka keseluruhan populasi

tersebut dijadikan sampel seluruhnya atau disebut sampel jenuh (census

sampling). Terkait dengan variabel independen struktur dan implementasi

anggaran berbasis kinerja, untuk sampel respondennya menggunakan teknik

“proportionate random sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel yang

memberikan kesempatan yang sama untuk semua anggota populasi secara

(17)

Dalam penelitian ini, dengan jumlah populasi responden sebanyak 457,

Maka jumlah sampelnya = ),*+ .*,-..,,..,,

.,., *,-! "),*+ ..,,..,, =

Untuk menentukan penyebarannya dilakukan dengan proporsional sebagai

berikut:

Tabel 3.4

Distribusi Sampel Responden Untuk Masing-Masing Unit Analisis

No Unit Analisis Populasi Sampel

1 Dinas Bina Marga dan Pengairan 21 9

2 Dinas Pendidikan 21 9

3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 21 9

4 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah

27 12

5 Dinas Kesehatan 21 9

6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan 21 9

7 Dinas Sosial 21 9

8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 21 9

9 Dinas Komunikasi dan Informatika 17 7

10 Dinas Pertambangan dan Energi 21 9

11 Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Menengah 21 9

12 Dinas Peternakan 21 9

13 Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga

20 9

14 Dinas Perhubungan 21 9

15 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 17 7

16 Dinas Kelautan dan Perikanan 21 9

17 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar 21 9

18 Dinas Tata Ruang, Permukiman dan Kebersihan 21 9

(18)

20 Badan Kepegawaian Daerah 17 7 21 Badan Pemberdayaan Desa dan Keluarga

Berencana

20 9

22 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 17 7

23 Badan Lingkungan Hidup Daerah 14 7

Jumlah 457 198

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Kuesioner/daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden

penelitian ini.

2) Studi dokumentasi yaitu dengan menganalisis laporan realisasi

anggaran.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Sebelum menganalisis hasil penyebaran kuesioner, terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas atas instrumen penelitian.

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah untuk mengetahui ketepatan instrumen penelitian

mengukur apa yang seharusnya diukur. Merujuk pada skala yang digunakan yaitu

skala Likert lima point, maka teknik yang sesuai untuk menguji validitas

kuesioner dengan skala tersebut adalah koefisien korelasi item total (Azwar,

2005:59). Koefisien korelasi item total yang dikoreksi (r ) dirumuskan sebagai itd

(19)

( )

r= koefisien korelasi antar skor setiap butir pertanyaan dengan skor total x

s = simpangan baku skor setiap butir pertanyaan

i

s = simpangan baku skor total (Sumber: Azwar, 2005:62)

Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, biasanya

digunakan batasan rix≥ 0,3. Semua item yang mencapai koefisien korelasi

minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Item yang memiliki

koefisien korelasi kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai item yang

memiliki daya diskriminasi rendah. Apabila item yang lolos tidak mencukupi

jumlah yang diinginkan, maka kita dapat menurunkan batas kriteria r sampai ix

pada batas 0,2 (Azwar, 2005:65).

3.7.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat pengumpul data yang

digunakan menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsisten

dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu, walaupun

dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Menurut Suharsimi (2002:171), dalam

mengukur reliabilitas sebuah instrumen dapat menggunakan beberapa teknik,

salah satunya adalah alpha cronbach dengan rumus:

(20)

2

i

S = jumlah variansi setiap item

2

t

S = variansi skor total

Menurut Hair, Anderson, Tatham dan Black dalam Kusnendi (2008:96)

suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki tingkat reliabilitas memadai

jika koefisien alpha cronbach ≥ 0,7.

Guna mempermudah proses pengolahan data untuk uji validitas dan uji

reliabilitas digunakan bantuan MS Excel 2007 dan SPSS 16.0

3.8 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

3.8.1 Analisis Hasil Penyebaran Kuesioner

Penetapan skor untuk kuesioner menggunakan teknik Skala Likert yaitu

skor 1 s.d. 5. Skor maksimum 5 dan minimum 1 atau (20% dari skor maksimum).

Kriteria interpretasi skor yang digunakan dalam mengolah hasil kuesioner

adalah sebagai berikut: (Riduwan dan Sunarto, 2009:23)

Perbandingan antara skor yang dicapai dengan skor maksimum, dianalisis

dengan menggunakan kriteria penilaian berdasarkan persentase, sehingga

diketahui sejauh mana struktur dan implementasi anggaran berbasis kinerja pada

(21)

3.8.2 Analisis Jalur (Path Analysis)

Dalam penelitian ini fenomena yang ingin dianalisis adalah pengaruh

struktur dan implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan

Instansi Pemda Kabupaten Subang.

Untuk menganalisis fenomena tersebut diperlukan satu model analisis jalur

(path analysis). Analisis jalur pada dasarnya merupakan metode untuk mengkaji

pengaruh langsung dan tidak langsung dari seperangkat variabel, sebagai variabel

penyebab (exogenus variable) terhadap seperangkat variabel akibat (endogenus

variable). Melalui analisis jalur ini dapat diketahui masing-masing variabel dan

dapat digambar secara diagramatik struktur pengaruh dari variabel-variabel

tersebut melalui diagram jalur (path diagram).

Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian yang telah

diajukan sebelumnya, maka hubungan kausal antar variabel penelitian dapat

digambarkan secara struktural dalam diagram jalur sebagai berikut:

4

5

678

9:;

5

67

Gambar 3.1

Struktur Kausal antara Variabel X1, X2, dan Y

Secara manual, statistik analisis jalur dihitung dengan basis data matriks

korelasi. Prosedur dijelaskan sebagai berikut:

1. Menghitung koefisien korelasi antar variabel penelitian dengan rumus:

<:

=;

(22)

9 ? ∑ ABCB ∑ AB ∑ CB DE? ∑ AB; ∑ AB ;FE? ∑ C

B

; ∑ CB ;F

Menyatakan koefisien korelasi antar variabel penelitian dalam sebuah matriks

korelasi (R) sebagai berikut:

GG1 618H8 687

787

1 GG

2. Menghitung determinan matriks korelasi R antarvariabel penyebab

3. Mengidentifikasi model atau sub struktur yang akan dihitung koefisien jalurnya

dan merumuskan persamaan strukturalnya

4. Mengidentifikasi matrik korelasi antarvariabel penyebab yang sesuai dengan

sub-sub struktur atau model yang akan diuji.

5. Menghitung matrik invers korelasi antar variabel penyebab untuk setiap model

yang akan diuji dengan rumus:

IB!: :

|I:| KLM. IB

6. Menghitung semua koefisien jalur yang akan diuji dengan rumus:

NO:<P IB!:Q9O:<PR

7. Menghitung koefisien determinasi R2YiXi dan koefisien jalur error variabel (ρei)

melalui rumus:

IO;B<P SQN

O:<PR Q9O:<PR

dan

(23)

8. Menguji kebermaknaan koefisien determinasi dengan statistik uji F sebagai

berikut:

U ?!P!: IOB<P; PV:!IOB<P; W

9. Menguji secara individual setiap koefisien jalur dengan statistik uji t sebagai

berikut:

XB NYZOB<P NOB<P

[Q: IO;B<PR\PP

? P :

10.Melakukan pengujian overall mode fit dengan statistik Q dan atau W dengan

rumus sebagai berikut:

] : I: _^;

Koefisien I^; dan M dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

I^; _ : Q: I:;RQ: I;;R … . . Q: Ia;R

Jika Q = 1 menunjukan model yang diuji fit dengan data. Jika Q < 1, maka

perlu di uji dengan statistik W dengan rumus sebagai berikut:

b ? L cde T ] ? L cf ]

Dimana n adalah ukuran sampel dan d adalah derajat kebebasan (df) yang

ditunjukan oleh jumlah koefisien jalur yang tidak signifikan.

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang diuraikan di bab

IV maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian, variabel struktur anggaran berbasis kinerja

berpengaruh positif sebesar 23,9% terhadap kinerja keuangan, artinya

perubahan kinerja keuangan ditentukan oleh struktur anggaran berbasis

kinerja. Semakin efektif struktur anggaran berbasis kinerja, semakin tinggi

kinerja keuangan yang dicapai.

2. Selain variabel struktur anggaran berbasis kinerja, hasil penelitian juga

menunjukkan implementasi anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif

sebesar 48,6% terhadap kinerja keuangan, artinya implementasi anggaran

berbasis kinerja merupakan variabel yang menyebabkan perubahan dalam

kinerja keuangan. Semakin efektif implementasi anggaran berbasis kinerja,

semakin tinggi kinerja keuangan yang dicapai.

1.2 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan, hasil penelitian dan pembahasan maka dapat

diuraikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Adanya temuan pengaruh yang positif dari struktur anggaran berbasis kinerja

(25)

melakukan koordinasi antar pejabat struktural dalam upaya mencapai rasio

efisiensi yang lebih baik.

2. Adanya temuan pengaruh yang positif dari implementasi anggaran berbasis

kinerja terhadap kinerja keuangan, maka sebaiknya setiap SKPD segera

mengoptimalkan peran setiap pejabat struktural dengan meningkatkan skill

dan upaya saling mengawasi satu sama lainnya sebagai control dalam

pelaksanaan aspek tersebut secara lebih baik, dan bila hal tersebut belum

teratasi dapat dilakukan rotasi jabatan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian serupa dengan

memasukkan unsur rasio ekonomi dan rasio efektivitas sebagai variabel

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Halim. (2001). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat

---. (2002). Akuntansi dan Pengendalian Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Arief Suadi. (1995). Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Azwar, Saifuddin. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Darsono dan Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: ANDI

Gasperz, Vincent. (1991). Ekonometrika Terapan jilid 1. Bandung: Tarsito

Ibnu Syamsi. (1983). Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Jakarta: Bina Aksara

Ihyaul Ulum. (2004). Akuntansi Sektor Publik. Malang: UMM Press

Kaplan dan Norton. (1996). Balance Scorecard. Jakarta: Erlangga

Kusnadi. (2002). Akuntansi Pemerintahan (Publik). Bandung: UNIBRAW Malang

Kusnendi. (2007). Model-Model Persamaan Struktural. Bandung: ALFABETA

(27)

---. (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI

Moh. Nazir. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Mulyadi & Johny Setyawan. (2001). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat

Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat

Munawir. (1990). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE

Prasetya, Gede Edy. (2005). Penyusunan dan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: ANDI

Revrisond Baswir. (2000). Akuntansi Pemerintahan Indonesia. Yogyakarta: BPFE

Riduwan dan Sunarto. (2009). Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta

Singarimbun, Masri dan Effendi, S. (2006). Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta

Sjahruddin Rasul. (2002). Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta: Percetakan Negara RI

Soepomo Prodjoharjono. (2000). Strategi Pengembangan Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Makalah pada Seminar IAI

Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

(28)

Jurnal, Dokumen dan Publikasi Resmi

Akhmad Solikin. (2006). “Penggabungan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Akuntansi Pemerintah Daerah. Vol.2 No.2.

Dede Mariana. (2005). “Otonomi Daerah dan Reformasi APBD”. Bandung: Harian Umum Pikiran Rakyat

Diklat Pengelola Keuangan. (2003). Pemerintah Daerah Kabupaten Subang: Tidak Diterbitkan

Endang Wirjatmi. (2005). “Pengukuran Kinerja di Sektor Publik”. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. 2 No.1. Bandung: STIA LAN Bandung

Firdaus. (2007). “Analisis Pengaruh Anggaran Kinerja (Performance Budgeting) terhadap Efisiensi Pengalokasian Belanja”. Tesis UNPAD. Bandung: SPS UNPAD

Lembaga Administrasi Negara. (2003). Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara

Nugraha. (2005). “Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budgeting) dalam Sistem Akuntabilitas Pemerintah Daerah”. Jurnal Profita. Vol.2 No.3 Bandung: UPI

Simanjuntak, Binsar H. (2005). “Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di Indonesia”. Jurnal Akuntansi Pemerintah Daerah. Vol.1 No.1.

Suhady dan Desi Fernanda. (2001). Dasar-dasar Keperintahan yang Baik. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Gambar

Grafik 1.1 Kinerja Keuangan SKPD Kab. Subang Selama Tahun 2004-2008
Tabel 3.1 Objek Penelitian
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Jenis dan Sumber Data
+3

Referensi

Dokumen terkait

Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan (Depkes,2008) yaitu:.. a) Sebelum melakukan tindakan, misalnya

Politik hukum, suatu undang-undang pertama kali bisa dilihat dalam konsideran menimbang, yakni bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang- UndangDasar Negara

Negara yang memiliki sistem ekonomi politik yang inklusif akan berpotensi menjadi negara kaya, sedangkan negara yang memiliki sistem ekonomi politik yang ekstraktif tinggal

Ruptur perineum pada dasarnya tidak membahayakan namun jika tidak mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat dan baik akan menyebabkan perdarahan yang hebat, infeksi,

[r]

Jika kita mengacu pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa 12 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

Gedung perkantoran yang berlokasi di jalan Gatot Subroto Kavling 59A Jakarta Selatan ini merupakan sebuah gedung 25 lantai yang dilengkapi dengan 3 basement, yang dibangun di

Positioning tempat makan dilakukan dengan Analisis Multidimensional Scaling melalui peta persepsi, yang mana peta persepsi tersebut menggambarkan posisi masing-masing