LOGIKA PROPOSISI
3.1 Proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang bernilai benar atau salah, tetapi tidak dapat sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat disebut nilai kebenarannya. Logika yang menangani atau memproses atau memanipulasi penarikan kesimpulan secara logis dari proposisi-proposisi disebut logika proposisional.
Contoh 3.1-1 :
1. Bali memiliki sebutan pulau dewata (Benar).
2. 2 + 2 = 4 (Benar).
3. Semua mahasiswa Manajemen Informatika berparas cantik (Salah). 4. 4 adalah bilangan prima (Salah).
5. 5 x 12 = 90 (Salah).
Ada proposisi-proposisi yang disebut tautologi yaitu proposisi-proposisi yang nilainya selalu benar. Untuk mengenali suatu proposisi, dapat dibantu dengan jawaban jika ada pertanyaan “Apakah nilainya benar atau salah?”
Pernyataan yang tidak tergolong proposisi adalah, jika
pernyataan berupa kalimat perintah dan kalimat pertanyaan pernyataan yang tidak memiliki nilai benar atau salah pernyataan berbentuk kalimat terbuka.
Contoh 3.1-2 :
Komang, bersihkan lantai ini ! (kalimat perintah) Anda mahasiswa jurusan apa ? (kalimat tanya) x + 5 = 7. (kalimat terbuka)
Angka 13 adalah angka keramat (kalimat yang tidak memiliki nilai benar atau salah)
Selain pernyataan yang menimbulkan banyak pendapat, serta kalimat perintah dan kalimat tanya, suatu proposisi tidak boleh digantikan dengan proposisi lain yang artinya sama. Lihat contoh berikut ini :
Contoh 3.1-3 :
Ayu pintar Ayu tidak bodoh
Pada pernyataan pertama dengan pernyataan kedua artinya sama, tetapi pada proposisi, pemberian variabel proposisional harus berlainan karena proposisi tidak diijinkan menafsir arti kalimat.
Contoh 3.1-4 :
A = Ayu pintar, maka “Tidak A” = Ayu tidak pintar. B = Ayu bodoh, maka “Tidak B” = Ayu tidak bodoh.
Jadi tidak diperbolehkan mengganti “Tidak A” dengan B, walaupun arti kalimatnya sama.
Proposisi-proposisi dapat digabung dan dimanipulasi sedemikian rupa dengan berbagai cara sehingga membentuk proposisi yang rumit. Penggabungan tersebut dilakukan dengan perangkai-perangkai sehingga disebut proposisi majemuk (compound propositions). Proposisi majemuk sebenarnya terdiri dari banyak proposisi atomik. Sedangkan proposisi atomik adalah proposisi yang tak dapat dipecah-pecah menjadi beberapa proposisi lagi.
Contoh 3.1-5 :
Wayan sedang memasak dan Kadek sedang mencuci piring
Kalimat di atas merupakan proposisi majemuk yang terdiri dari 2 proposisi atomik yang dirangkai dengan perangkai “dan”. Jika kalimat tersebut dipisah, akan menjadi dua kalimat berikut :
Wayan sedang memasak Kadek sedang mencuci piring 3.2 Pemberian Nilai pada Proposisi
Huruf A, B, C, dan seterusnya digunakan untuk menggantikan proposisi dan disebut variabel-variabel proposisional (variabel logika), dan hanya memiliki nilai benar (True = T) atau salah (False = F). Jadi, pemberian nilai pada variabel-variabel proposisional, hanya ada T dan atau F. Simbul berupa huruf T dan F disebut
konstanta-konstanta proposisional. Tentunya di sini tidak memakai B (benar) dan S (salah) karena akan mengacaukan antara variabel proposisional dengan konstanta proposisional. Variabel proposisional dan konstanta proposisional adalah proposisi atomik, atau proposisi yang tak bisa dipecah-pecah lagi.
Contoh 3.2-1 : A atau B A dan B Tidak A
Setiap proposisi majemuk akan mempunyai nilai tertentu dengan aturan tertentu pula berdasarkan nilai pada setiap variabel proposisional dan atau konstanta proposisional. Pemberian nilai tersebut diberikan dari perangkai logika yang digunakan.
Contoh 3.2-2 :
Berdasarkan contoh 3.2-1 di atas, jika nilai A = T dan B = F, maka “A atau B” menghasilkan nilai T. Nilai-nilai A atau B, dapat ditentukan dengan tabel kebenaran.
3.3 Perangkai Logika
Setiap perangkai pada logika memiliki nilai kebenarannya masing-masing sesuai dengan jenis perangkai logika yang digunakan. Untuk mengetahui nilai kebenarannya, digunakan aturan dengan memakai tabel kebenaran. Tabel kebenaran adalah suatu tabel yang menunjukkan secara sistematis satu demi satu nilai-nilai kebenaran sebagai hasil kombinasi dari proposisi-proposisi yang sederhana.
Perangkai-perangkai logika yang digunakan adalah
Tabel 3.3-1 Perangkai dan Simbolnya
Perangkai Simbol Bentuk
Tidak / Bukan (not)/Negasi ¬ Tidak …….
Dan (and) / konjungsi ……. dan ……
Atau (or) / disjungsi …… atau ……
Implikasi (if … then / implies) Jika … maka … Ekuivalensi (if and only if) …. Jika dan hanya jika ….
3.3.1 Negasi (Ingkaran, atau Penyangkalan)
Negasi (negation) digunakan untuk menggantikan perangkai “tidak (not)”. Perhatikan pernyataan : “Sekarang hari hujan”. Ingkaran dari pernyataan tersebut : "Sekarang hari tidak hujan”. Jika pernyataan semula bernilai benar maka ingkaran pernyataan itu bernilai salah. Negasi dinotasikan dengan ¬.
Contoh 3.3-1 :
1. Jika p : Jakarta ibu kota RI (T) maka ¬p : Tidak benar bahwa Jakarta ibu kota RI (F) atau ¬p : Jakarta bukan ibu kota RI (F) 2. Jika q : Karisma mempunyai rambut keriting
maka ¬q : Tidak benar bahwa Karisma mempunyai rambut keriting atau ¬q : Karisma tidak mempunyai rambut keriting
3. Jika r : 2 + 7 < 6 (F) maka ¬r : Tidak benar bahwa 2 + 7 < 6 (T)
atau ¬r : 2 + 7 6 (T)
Membentuk ingkaran suatu pernyataan dapat dengan menambahkan kata-kata tidak benar bahwa di depan pernyataan aslinya, atau jika mungkin dengan menambah bukan atau tidak di dalam pernyataan itu. Berdasarkan definisi di atas, dapat dibuat Tabel Kebenaran untuk ingkaran seperti berikut :
Tabel 3.3-2 Tabel kebenaran ¬
A ¬A ¬¬A
F T F
T F T
Negasi berarti hanya kebalikan dari nilai variabel proposisional yang dinegasikan. Jika F menjadi T dan sebaliknya, atau negasi F adalah T. Perangkai ¬ disebut perangkai unary atau monadic karena hanya dapat merangkai satu variabel proposisional.
Saat mengubah suatu pernyataan menjadi variabel proposisional, setiap pernyataan harus memiliki subyek dan predikat masing-masing, dan arti dari kalimat tersebut tidak dipermasalahkan.
Contoh 3.3-2 :
Dayu sabar atau Dayu pemarah
Contoh tersebut diubah menjadi variabel proposisional sehingga akan menjadi A = Dayu sabar
B = Dayu pemarah
Bentuk ekspresi logikanya adalah (A B), tidak boleh ditafsirkan dan diganti menjadi variabel proposisional seperti berikut :
A = Dayu sabar ¬A = Dayu pemarah
Atau disamakan menjadi (A ¬A). Hal ini tentu saja tidak benar karena hal ini tidak boleh dilakukan dalam logika proposisional.
3.3.2 Konjungsi [
]Konjungsi (conjunction) adalah kata lain dari perangkai “dan (and)”. Perhatikan kalimat :
Aku suka chatting dan membaca Maka kalimat itu berarti :
1. Aku suka chatting 2. Aku suka membaca
Jika pernyataan semula bernilai benar maka sub pernyataan 1 dan 2 adalah benar. Jika sub pernyataan 1 atau 2 adalah salah maka pernyataan semula bernilai salah, demikian pula jika kedua sub pernyataan itu salah.
Contoh 3.3-3 :
1. Jika r : Kadek anak pandai, dan s : Kadek anak cekatan.
maka r
s : Kadek anak pandai dan cekatanPernyataan r
s bernilai benar jika Kadek benar anak pandai dan benar-benar anak cekatan.q : Sang Saka bendera RI (T)
maka p
q : 2 + 3 < 6 dan Sang Saka bendera RI (T)Berdasarkan definisi di atas, dapat disusun tabel kebenaran untuk konjungsi seperti berikut :
Tabel 3.3-3 Tabel kebenaran
A B A B
F F F
F T F
T F F
T T T
Perangkai atau operator disebut perangkai binary (binary logical connective ) karena ia merangkai dua variabel proposisional.
Contoh berikut menunjukkan tabel kebenaran dari perangkai untuk nilai konjungsi yang lebih rumit.
Tabel 3.3-4 Tabel kebenaran yang rumit
A B C A B (A B) C B C A (B C) F F F F F F F F F T F F F F F T F F F F F F T T F F T F T F F F F F F T F T F F F F T T F T F F F T T T T F T T
Persoalan yang terjadi di sini, perangkai tidak masalah jika diubah tanda kurungnya karena mempunyai sifat asosiatif (associativity), yang mengubah nilai kebenaran yang dihasilkannya.
3.3.3 Disjungsi [ ]
Tanda digunakan sama dengan perangkai “atau (or)”. Disjungsi (disjunction) juga berfungsi sebagai perangkai binary.
Contoh 3.3-4 :
1. Jika p : Karisma tinggal di Singaraja q : Karisma duduk di sekolah dasar
maka p q : Karisma tinggal di Singaraja atau duduk di sekolah dasar 2. Jika r : Dana lahir di Semarapura,
s : Dana lahir di Singaraja,
maka r s : Dana lahir di Semarapura atau di Singaraja. Berikut ini adalah tabel kebenaran untuk disjungsi :
Tabel 3.3-5 Tabel kebenaran
A B A B
F F F
F T T
T F T
T T T
Perangkai , dan ¬ disebut perangkai alamiah atau perangkai dasar karena semua perangkai dapat dijelaskan hanya dengan tiga perangkai tersebut.
3.3.4 Implikasi (Kondisional atau Pernyataan Bersyarat)
Implikasi (implication) menggantikan perangkai “jika … maka (if…then…)”. Imlikasi yang memakai tanda disebut implikasi material (material implication). Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas ditulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”. “Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”. “Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Perhatikan pula contoh berikut ini:
“Jika ABCD belah ketupat maka diagonalnya saling berpotongan di tengah-tengah”. Untuk menunjukkan bahwa diagonal segi empat ABCD saling berpotongan di tengah-tengah adalah cukup dengan menunjukkan bahwa ABCD belah ketupat, atau ABCD belah ketupat merupakan syarat cukup bagi diagonalnya untuk saling berpotongan ditengah-tengah. Dan untuk menunjukkan bahwa ABCD belah ketupan perlu ditunjukkan bahwa diagonalnya saling berpotongan ditengah-tengah, atau diagonal-diagonal segi empat ABCD saling berpotongan ditengah-tengah merupakan syarat perlu (tetapi belum cukup) untuk menunjukkan belah ketupat ABCD. Mengapa ? Karena diagonal-diagonal suatu jajaran genjang juga saling berpotongan di tengah-tengah, dan jajaran genjang belum tentu merupakan belah ketupat. Demikian pula syarat cukup tidak harus menjadi syarat perlu karena jika diagonal segi empat ABCD saling berpotongan di tengah belum tentu segi empat ABCD belah ketupat.
Banyak pernyataan, terutama dalam matematika, yang berbentuk “jika p maka q”, pernyataan demikian disebut implikasi atau pernyataan bersyarat (kondisional) dan ditulis sebagai pq. Pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan implikatif atau pernyataan kondisional. Pernyataan pq dapat dibaca :
a. Jika p maka q b. p berimplikasi q c. p hanya jika q d. q jika p
Dalam implikasi pq, p disebut hipotesa (anteseden) dan q disebut konklusi (konsekuen).
Bila kita menganggap pernyataan q sebagai suatu peristiwa, maka kita melihat bahwa “Jika p maka q” dapat diartikan sebagai “Bilamana p terjadi maka q juga terjadi” atau dapat juga, diartikan sebagai “Tidak mungkin peristiwa p terjadi, tetapi peristiwa q tidak terjadi”.
Tabel 3.3-6 Tabel kebenaran A B A B F F T F T T T F F T T T
Hanya ada satu nilai F dari (A B) jika A bernilai T dan B bernilai F, bukan sebaliknya. Pasangan yang terletak di sisi kiri yakni A disebut antecedent, sedangkan di sisi kanan yakni B disebut consequent. Oleh karena itu, implikasi juga disebut
conditional, atau mengondisikan satu kemungkinan saja dari sebab dan akibat.
Dari pernyataan berbentuk implikasi dapat kita turunkan pernyataan-pernyataan baru yang disebut invers, konvers, dan kontraposisi, yaitu
Definisi : Konvers dari implikasi p q adalah q p Invers dari implikasi p q adalah ¬ p ¬ q Kontraposisi dari implikasi p q adalah ¬ q ¬ p
Contoh 3.3-5:
Implikasi : Jika harimau bertaring, maka ia binatang buas
Inversnya : Jika harimau tidak bertaring, maka ia bukan binatang buas Konversnya : Jika harimau binatang buas, maka ia bertaring
Kontraposisinya : Jika harimau bukan binatang buas, maka ia tidak bertaring
Berikut ini adalah tabel dari kondisional (implikasi), konvers, Invers dan Kontraposisi. Kondisional Konvers Invers Kontraposisi
p q ¬p ¬q p q qp ¬p¬q ¬q¬p T T F F T F T F F F T T F T F T T F T T T T F T T T F T T F T T
Dari tabel di atas terlihat bahwa implikasi mempunyai nilai kebenaran sama dengan kontraposisi, dan invers dengan konvers. Sehingga dapat kita katakan bahwa implikasi setara dengan kontraposisi dan invers setara dengan konvers. Bisa kita tulis:
q p ¬p ¬q Contoh 3.3-6:
Tentukan ingkaran atau negasi konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi berikut. “Jika suatu negara adalah negara RI maka lagu kebangsaannya adalah Indonesia Raya” Penyelesaian
Misal p : Suatu negara adalah negara RI
q : Lagu kebangsaannya adalah Indonesia Raya
maka kalimatnya menjadi p q atau jika menggunakan operator, maka p q akan ekuivalen (sebanding/) dengan p q. Sehingga
1. Negasi dari implikasi
Implikasi : (pq) p q Negasinya : (p q) pq
Kalimatnya : “Suatu negara adalah negara RI dan lagu kebangsaannya adalah bukan Indonesia Raya”.
Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :
Implikasi Ekuivalensi
dari Implikasi Negasi dari Implikasi
p q p q pq p q p q T T F F T F T F F F T T F T F T T F T T T F T T F T F F
2. Negasi dari konvers
Konvers : qp q p Negasinya : (q p) q p
Kalimatnya : “Ada lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya dan negaranya adalah bukan negara RI”.
Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :
Konvers Ekuivalensi
dari Konvers Negasi dari Konvers
p q p q q p q p qp T T F F T F T F F F T T F T F T T T F T T T F T F F T F
3. Negasi dari invers
Invers : (pq) (p) q p q Negasinya : ( p q) p q
Kalimatnya : “Suatu negara adalah bukan negara RI dan lagu kebangsaannya adalah Indonesia Raya”.
Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :
Invers Ekuivalensi dari Invers
Negasi dari Invers
p q p q p q p q p q T T F F T F T F F F T T F T F T T T F T T T F T F F T F
4. Negasi dari kontraposisi
Kontraposisi : (qp) (q) p qp Negasinya : (qp) q p
Kalimatnya : “Ada lagu kebangsaan yaitu bukan Indonesia Raya dan negaranya adalah negara RI”.
Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :
Invers Ekuivalensi
dari Invers Negasi dari Invers
p q p q q p q p q p T T F F T F T F F F T T F T F T T F T T T F T T F T F F
3.3.5 Ekuivalensi (Biimplikasi / Bikondisional / Pernyataan Bersyarat Ganda)
Ekuivalensi (equivalence) dengan simbol mengantikan perangkai “…jika dan hanya jika…(…if and only if…)”.
Perhatikan kalimat: ”Jika segi tiga ABC sama kaki maka kedua sudut alasnya sama besar”. Jelas implikasi ini bernilai benar. Kemudian perhatikan: “Jika kedua sudut alas segi tiga ABC sama besar maka segi tiga itu sama kaki”. Jelas bahwa implikasi ini juga bernilai benar. Sehingga segi tiga ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup bagi kedua alasnya sama besar, juga kedua sudut alas sama besar merupakan syarat perlu dan cukup untuk segi tiga ABC sama kaki. Sehingga dapat dikatakan “Segi tiga ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup untuk kedua sudut alasnya sama besar”. Jadi pernyataan tersebut dapat ditulis dengan “Segi tiga ABC sama kaki jika dan hanya jika kedua sudut alasnya sama besar”.
Dalam matematika juga banyak didapati pernyataan yang berbentuk “p bila dan hanya bila q” atau “p jika dan hanya jika q”. Pertanyaan demikian disebut bikondisional atau biimplikasi atau pernyataan bersyarat ganda dan ditulis sebagai pq, serta dibaca p jika dan hanya jika q (disingkat dengan p jhj q atau p bhb q). Pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan biimplikatif. Pernyataan “p jika dan hanya jika q” berarti “jika p maka q dan jika q maka p”, sehingga juga berarti “p adalah syarat perlu dan cukup bagi q” dan sebaliknya.
Contoh 3.3-7:
1. Jika p : 2 bilangan genap (T) q : 3 bilangan ganjil (T)
2. Jika r : 2 + 2 5 (T) s : 4 + 4 < 8 (F)
maka r s : 2 + 2 5 jhj 4 + 4 < 8 (F) 3. Jika a : Surabaya ada di jawa barat (F)
b : 23 = 6 (F)
maka a b : Surabaya ada di jawa barat jhj 23 = 6 (T) Berikut ini tabel kebenaran untuk bimplikasi :
Tabel 3.3-7 Tabel kebenaran
A B A B
F F T
F T F
T F F
T T T
Apakah pernyataan berikut ini merupakan pernyataan bikondisional atau bukan? a. Setiap segi tiga sama sisi merupakan segi tiga sama kaki.
b. Sudut-sudut segi tiga sama sisi sama besarnya.
c. Sepasang sisi yang berhadapan pada sebuah jajaran genjang sama panjangnya. d. Sebuah segi tiga sama kaki mempunyai dua sisi yang sama panjang.
(Keempat kalimat di atas berkenaan dengan bangun-bangun geometri)
Perangkai logika digunakan untuk mengkombinasikan proposisi-proposisi atomik menjadi proposisi majemuk dalam bentuk ekspresi logika. Untuk menghindari kesalahan tafsir akibat adanya ambiguitas satu orang dengan lainnya, proposisi majemuk (ekspresi logika) yang akan dikerjakan lebih dahulu akan diberi tanda kurung sehingga proposisi-proposisi dengan perangkai-perangkai yang berada dalam tanda kurung disebut fully parenthesized expression (fpe).
Contoh 3.3-7 :
o A (B (¬A ¬B))
Perhatikan posisi tanda kurung biasa yang benar dan lengkap pada contoh di atas. Sekarang perhatikan contoh yang mirip :
Contoh 3.3-8 :
o A (B ¬A ¬B)) o A(B(¬A ¬B)
Jelas contoh di atas tidak menunjukkan suatu fpe yang baik karena tanda kurung biasa tidak lengkap
Proposisi majemuk yang sangat rumit dapat dipecah-pecah menjadi subekspresi-subekspresi, dan seterusnya tergantung tingkat kesulitannya. Teknik ini disebut
Parsing. Akan tetapi, mungkin saja proposisi majemuk tidak memiliki tanda kurung,
oleh karena itu urutan proses pengerjaannya harus ditentukan terlebih dahulu dan harus ada ketentuan yang mengatur pengurutan tersebut. Hal tersebut akan dibahas pada bagian aturan pengurutan.
3.4 Ekspresi Logika
Ekspresi logika sebenarnya merupakan proposisi-proposisi yang dibangun dengan variabel-variabel proporsional yang berasal dari pernyataan atau argumen. Variabel proporsional dapat berupa huruf-huruf tertentu yang dirangkai dengan perangkai logika, dapat dinamakan ekspresi logika atau formula. Setiap ekspresi logika dapat bersifat atomik atau majemuk tergantung dari variabel proposisional yang membentuknya bersama perangkai yang relevan.
Contoh 3.4-1 :
Jika Ayu hemat dan rajin menabung, maka ia akan mempunyai banyak uang.
Pernyataan di atas dapat diubah menjadi variabel proposisional : A = Ayu hemat
B = Ayu rajin menabung
((A B) C) 3.5 Aturan Pengurutan
Ekspresi-ekspresi logika yang bersifat mejemuk yang memiliki banyak subekspresi akan mempunyai banyak tanda kurung biasa karena berbentuk fpe, sehingga memungkinkan fpe tersebut sulit dibaca dengan mudah. Lihat dua buah fpe berikut : Contoh 3.5-1 :
((A B) (A B)) ((A (B A)) B)
Kedua fpe tersebut berbeda dalam proses pengerjaannya. Oleh karena itu, harus ada aturan untuk memprioritaskan penafsiran hasilnya yang disebut aturan pengurutan. Aturan pengurutan (precedence rules) digunakan untuk memastikan proses pengerjaan subekspresi.
Pada masalah perangkai, urutan atau hierarkinya berdasarkan pada hierarki tertinggi : Tabel 3.5-1 Simbol Perangkai
Di sini ada aturan tambahan yaitu : “jika menjumpai lebih dari satu perangkai pada hierarki yang sama, maka akan dikerjakan mulai dari yang kiri”. Berikutnya akan diberikan contoh suatu pernyataan yang cukup panjang, selanjutnya akan dibentuk proposisi majemuknya dengan aturan pengurutan yang sesuai.
Contoh 3.5-2 :
Jika nilai rapor Karisma bagus, maka orang tuanya akan senang dan Karisma akan mendapat hadiah, tetapi jika nilai rapornya tidak bagus, maka dia akan dihukum atau tidak mendapat hadiah..
Pernyataan di atas dapat diubah menjadi variabel proposisional berikut : Hierarki ke Simbol Perangkai Nama Perangkai 1 ¬ Negasi 2 Konjungsi 3 Disjungsi 4 Implikasi 5 Ekuivalensi
A = Nilai rapor Karisma bagus B = Orang tua Karisma akan senang C = Karisma mendapat hadiah D = Karisma dihukum
Selanjutnya, pernyataan pada contoh di atas yang berupa proposisi majemuk dapat dibuat ekspresi logika yang fpe berdasarkan variabel proposisionalnya, yaitu sebagai berikut :
(A(B C)) ((¬A) (D (¬C)))
Pernyataan di atas dapat lebih disederhanakan dengan mengurangi tanda kurung biasa menjadi :
Contoh 3.5-3 :
(A(B C)) (¬A(D ¬C))
Kegunaan pemberian tanda kurung biasa adalah untuk memastikan agar tidak terjadi ambiguitas sehingga proses pengerjaan dapat dilaksanakan berurutan, mulai dari proposisi majemuk yang berada pada kurung terdalam sampai yang paling luar.
3.6 Tautologi, Kontradiksi dan Kontingensi
Pembuktian validitas ekspresi-ekspresi logika dari suatu argumen dapat dilakukan dengan tabel kebenaran, yaitu terlebih dahulu memberi variabel proposisional pada setiap proposisi dari argumen tersebut dan kemudian membentuk proposisi majemuk untuk setiap pernyataan, dan kemudian mengevaluasi dengan tabel kebenaran.
3.6.1 Tautologi
Argumen yang dibuktikan validitasnya dengan tabel kebenaran harus menunjukkan nilai benar. Jika hasil benar, maka argumen valid, jika tidak maka sebaliknya. Jika pada tabel kebenaran untuk semua pasangan nilai variabel-variabel proposisional yang ada bernilai benar atau T (true), maka disebut tautologi.
Contoh 3.6-1 :
Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut : A B C ¬B ¬C A B ¬B¬C F F F T T F T T T F F T T F F F T T F T F F T F T T T F T T F F F T T T T F F T T F T T T T F T T F F F T T T T F F T T T T T T T T F F T T T T
Jadi, ekspresi logika di atas adalah tautologi karena pada tabel kebenaran semua pasangan menghasilkan nilai T.
Contoh 3.6-2 :
Buktikan apakah (A ¬A) adalah tautologi ? Bukti : buatlah tabel kebenarannya :
A ¬A (A ¬A)
F T T
T F T
Contoh 3.6-3 :
Buktikan apakah (¬(A B) B) adalah tautologi ? Bukti : buatlah tabel kebenarannya :
A B A B ¬(A B) ¬(A B) B
F F F T T
F T F T T
T F F T T
T T T F T
Jadi, ekspresi di atas juga tautologi.
Tautologi juga dapat ditulis dengan simbol (suatu metasymbol, bukan perangkai logika) sehingga pada ekspresi logika di atas akan ditulis :
¬(A B) B C (¬B¬C)
Contoh 3.6-4 :
Diketahui : Jika ¬(A B) B adalah tautologi Buktikan : ¬((A B) C) C juga tautologi
Bukti :
Misalkan memakai skema P dan Q.
I. Masukkan ke ekspresi logika pertama menjadi ¬(P Q) Q
II. Misalkan : P = ¬(A B), sedangkan Q = C, lalu masukkan ke ekspresi logika yang dibuktikan. Maka :
¬((A B) C) C akan menjadi ¬(P Q) Q III. Lihat (I) dan (II) akan terlihat sama, jadi disebut tautologi.
Jika tautologi dipakai pada suatu argumen, berarti argumen harus mempunyai nilai T pada seluruh pasangan pada tabel kebenaran yang ada untuk membuktikan argumen tadi valid atau kadang-kadang disebut argumen yang kuat.
Seperti telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, argumen berarti memiliki premis-premis dan mempunyai kesimpulan. Jika premis-premis-premis-premis benar, maka kesimpulan juga harus benar.
Contoh 3.6-5 :
1. Jika Dewi pergi kuliah, maka Komang juga pergi kuliah. (Premis 1) 2. Jika Made belajar, maka Komang pergi kuliah. (Premis 2)
3. Dengan demikian, jika Dewi pergi kuliah atau Made belajar, maka Komang pergi
kuliah. (Kesimpulan/Konklusi)
Diubah ke variabel proposisional : A = Dewi pergi kuliah B = Komang pergi kuliah C = Made belajar
Diubah menjadi ekspresi logika yang terdiri dari premis-premis dan kesimpulan, yaitu :
(1). AB (premis1)
(2). CB (premis 2)
Selanjutnya, dapat dituliskan sebagai berikut : ((AB) (CB)) ((A C)B)
Tabel kebenaran dari ekspresi logika di atas adalah sebagai berikut :
A B C AB CB (AB)(CB) AC (AC)B F F F T T F T T T F F T T F F F T T F T F F T F T T T F T T F F F T T T T F F T T F T T T T F T T F F F T T T T F F T T T T T T T T F F T T T T
Jadi, jika tabel kebenaran menunjukkan hasil tautologi, maka argumen tersebut valid. Dalam logika, tautologi dapat ditulis T atau 1 saja. Jadi jika A adalah tautologi, maka A = T atau A = 1.
3.6.2 Kontradiksi
Kebalikan dari tautologi adalah kontradiksi (contradiction), yakni jika pada semua pasangan dari tabel kebenaran menghasilkan nilai F. Lihat contoh berikut : Contoh 3.6-6 :
A ¬A
Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut :
A ¬A (A ¬A)
F T F
T F F
Jadi, pada tabel kebenaran, semua bernilai F sehingga disebut kontradiksi.
Pada argumen, suatu kontradiksi dapat dijumpai jika antara premis-premis bernilai T, sedangkan kesimpulan bernilai F. Hal ini tentunya tidak mungkin terjadi, karena premis-premis yang benar harus menghasilkan kesimpulan yang benar. Dalam bahasa logika, konjungsi dari semua premis-premis dengan negasi dari kesimpulan selalu
bernilai F, dan terjadi kontradiksi. Negasi kesimpulan berarti bernilai F pada negasi kesimpulan. Lihat contoh ekspresi logika berikut :
Contoh 3.6-7 :
((A B) ¬A) ¬B) Tabel kebenarannya sebagai berikut :
A B ¬A ¬B A B (A B) ¬A ((A B) ¬A) ¬B
F F T T F F F
F T T F T T F
T F F T T F F
T T F F T F F
Jadi ekspresi logika di atas terjadi kontradiksi. Dalam logika, kontradiksi dapat ditulis F saja. Oleh karena itu, jika A adalah kontradiksi, maka A = F atau A = 0.
3.6.3 Kontingensi
Jika pada semua nilai kebenaran menghasilkan nilai F dan T, disebut kontingensi atau formula campuran.
Lihat contoh berikut ini : Contoh 3.6-8 :
((A B) C) A
Tabel kebenarannya sebagai berikut :
A B C A B (A B) C ((A B)C) A F F F F T F F F T F T F F T F F T F F T T F T F T F F F T T T F T F T T T T F T F T T T T T T T
3.7 Ekuivalen Logis dan Operasi Penyederhanaan
Jika suatu ekspresi logika termasuk tautologi, maka ada implikasi logis yang diakibatkannya, yakni jika dua buah ekspresi logika ekuivalen, contohnya : A B adalah ekuivalen secara logis jika terbukti tautologi.
3.7.1 Ekuivalensi Logis
Pada tautologi dan juga kontradiksi, dapat dipastikan bahwa jika dua buah ekspresi logika adalah tautologi, maka kedua buah ekspresi logika tersebut ekuivalen secara logis, demikian juga jika keduanya kontradiksi. Persoalannya ada pada kontingensi, karena memiliki semua nilai T dan F. Tetapi urutan T dan F atau sebaliknya pada tabel kebenaran tetap pada urutan yang sama, maka tetap disebut ekuivalensi secara logis. Perhatikan pernyataan berikut :
Lihat ekspresi logika dari suatu pernyataan berikut ini : Contoh 3.7-1 :
Dewi sangat ramah dan lembut Dewi lembut dan sangat ramah
Kedua pernyataan di atas, tanpa dipikir panjang akan dikatakan ekuivalen atau sama saja. Dalam bentuk ekspresi logika dapat ditampilkan berikut ini :
A = Dewi sangat ramah B = Dewi lembut
Maka ekspresi logika tersebut adalah : 1. A B
Jika dikatakan kedua buah ekspresi logika tersebut ekuivalen secara logis, maka dapat
ditulis :
(A
B)
(B
A)
Ekuivalensi logis dari kedua ekspresi logika dapat dibuktikan dengan tabel kebenaran
berikut ini :
Tabel 3.7-1 Tabel kebenaran dari (A B)
(B A)A B A B B A
F F F F
F T F F
T F F F
T T T T
Pembuktian dengan tabel kebenaran di atas, walaupun setiap ekspresi logika memiliki
nilai T dan F, tetapi karena memiliki urutan yang sama, maka secara logis tetap dikatakan
ekuivalen. Tetapi jika urutan T dan tidak sama, maka tidak dapat dikatakan ekuivalens
secara logis.
Tabel kebenaran merupakan alat untuk membuktikan kebenaran ekuivalensi logis.
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil dari tabel kebenaran tersebut. Lihat pernyataan
berikut ini :
Contoh 3.7-2 :
1. Komang tidak jujur, atau dia tidak setia
2. Adalah tidak benar jika Komang jujur dan setia
Secara intuitif dapat ditebak kalau kedua pernyataan di atas sebenarnya sama saja, tetapi
bagaimana jika dibuktikan dengan tabel kebenaran berdasarkan ekspresi logika.
Ubah dahulu pernyataan pada contoh 4-2 menjadi ekspresi logika dengan memberi
variabel proposisional :
A = Komang jujur
B = Komang setia
Selanjutnya berdasarkan variabel proposisional di atas, pernyataan pada contoh 4-2 akan
menjadi :
1. ¬A
¬B
2. ¬ (A
B)
Tabel 3.7-2 Tabel kebenaran dari (¬A ¬B) dan ¬ (A B) A B A B ¬A ¬B ¬ (A B) F F F T T F T F T T T F F T T T T T F F
Perhatikan ekspresi di atas! Meskipun kedua ekspresi logika di atas memiliki nilai
kebenaran yang sama, ada nilai T dan F, keduanya baru dikatakan ekuivalensi secara
logis jika dihubungkan dengan perangkai ekuivalensi dan akhirnya menghasilkan
tautologi.
Perhatikan lanjutan tabel kebenarannya sebagai berikut :
Tabel 3.7-3 Tabel kebenaran dari (¬A ¬B)
¬ (A B)(¬A ¬B)
( ¬ (A B)) TT T T
Kedua ekspresi di atas dapat dikatakan ekuivalensi secara logis karena semua nilai
kebenarannya bernilai T atau tautologi.
Berikut ini adalah daftar ekuivalensi logis dilengkapi dengan hukum-hukum logika
propossional.
Tabel 3.7-4 Daftar ekuivalensi logis (plus hukum-hukum logika proposisional)
Ekuivalensi Logis Nama
A 1
A A 0
A Identity of Zero of A 1
1 A 0
0 Identity of Zero of A ¬A
1 A ¬A
0 Tautologi Kontradiksi A A
A IdemA A
A¬¬A
A Negasi gandaA B
B A A B
B A Komutatif (A B) C
A (B C) (A B) C
A (B C) Asosiatif A (B C)
( A B) (A C) A (B C)
(A B) (A C) Distributif A (A B)
A A (A B)
A Absorsi A (¬A B)
A B A (¬A B)
A B AbsorsiEkuivalensi Logis Nama
¬ (A B)