• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Faktor Pencetus Migren Pada Pasien Migren di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Faktor Pencetus Migren Pada Pasien Migren di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Migren

Menurut International Headache Society, 2013, migren adalah nyeri

kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya

unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan

diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan

fonofobia.

Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak

dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau

mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut

telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and Headache of The

World Federation Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial

dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas,

frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai

anoreksia, mual, dan muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh

gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.

Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai

nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan

nyeri kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa

nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan

dan terkadang dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan

sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.

Harsono (2011) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala

berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri

kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau

keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri

kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal,

(2)

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Menurut Harsono (2011), sampai saat ini belum diketahui dengan pasti

faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan

sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular, sehingga migren

termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor resiko

timbulnya serangan migren yaitu :

1. Perubahan hormonal

Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan

akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya

merasakan serangan migren saat menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’

sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat

dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan

penurunan kadar estrogen.

2. Kafein

Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman

ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan

meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis

yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan

sakit kepala.

3. Puasa dan terlambat makan

Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi

pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar

gula darah.

4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat

dari ketegangan.

5. Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu

tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme

ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya

(3)

6. Makanan

Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit

kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika

dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena

ini disebut ‘Chinese Restaurant Syndrome’.Aspartam atau pemanis buatan

pada minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren

bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama.

7. Banyak tidur atau kurang tidur

Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering

terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit

kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan

membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.

8. Faktor herediter

9. Faktor kepribadian

10.Faktor cuaca

Polusi udara, temperatur, suhu ruang yang tidak stabil dipercaya

mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap insidensi terjadinya

(4)

Tabel 2.1. Potential Migraine Triggers

Environmental • Bright light/visual stimuli

• Odors

• Weather changes • Cigarette smoke

Infectious • Upper respiratory infections

Dietary • Caffeinated beverages

• Alcoholic beverages • Aged cheeses • Chocolate • Ice cream

Chemical • Monosodium glutamate

• Tyramine • Nitrates • Aspartame

Hormonal • Menstruation

Dikutip dari : (Martin and Behbehani, 2007).

Gambar 2.1. Frequency of individual triggers occurring at least occasionally (%)

dikutip dari : (Kelman, 2007). 2.3 Klasifikasi Migren

Menurut The International Headache Society (2013), klasifikasi migren

(5)

1. Migren tanpa aura

2. Migren dengan aura

• Migren dengan aura yang khas

• Migren dengan aura yang diperpanjang

• Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

• Migren dengan basilaris

• Migren aura tanpa nyeri kepala

• Migren dengan awitan aura akut

3. Migren oftalmoplegik

4. Migren retinal

5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6. Migren dengan komplikasi

Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

• Tanpa lebihan penggunaan obat

• Kelebihan penggunaaan obat untuk migren Infark migren

7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine.Classic

migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal,

misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.Sedangkan common

migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit

neurologikfokal. Oleh Ad Hoc Comittee of the International Headache

Society diajukan perubahan nama atau sebutan untuk keduanya menjadi

migren dengan aura untuk classic migraine dan migren tanpa aura untuk

common migraine.

2.4 Patofisiologi migren

Patofisiologi migren masih belum jelas, namun ada tiga teori yang dapat

(6)

yang menyebutkan bahwa pada serangan migren terjadi vasodilatasi arteri ekstra

kranial. Teori kedua adalah teori neurologi yang menyebutkan bahwa migren

adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang berbeda dan

dimediasi perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus pada fenomena

depolarisasi kortikal yang menyebar yang menyebabkan munculnya aura. Teori

ketiga menyebutkan tentang perubahan vaskular akibat disfungsi neuronal

sehingga terjadi vasodilatasi meningeal (Charles and Brennan, 2011).

Berdasarkan gejala klinis migren, terdapat tiga fase terjadinya migren

yaitu pencetus, aura dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

pencetus melibatkan batang otak sebagai pembangkit migren dan mungkin

berhubungan dengan channelopathy familial. Setelah itu, aliran darah otak

regional berkurang yang diikuti depresi gelombang penyebaran kortikal. Pada

penderita dengan aliran darah otak yang menurun, maka aura akan muncul. Aliran

darah otak yang berkurang ini akan diikuti oleh vasodilatasi selama munculnya

nyeri kepala, yang mungkin akibat dari perubahan aktivitas neuron yang

mensarafi arteri kranial. Penelitian imunohisto kimiawi mendapatkan adanya

neurotransmiter selain noradrenalin dan asetilkolin yang bersifat vasodilator yaitu

5-HT, vasoactive intestinal peptide (VIP), nitric oxide (NO), substansi P,

neurokinin A dan CGRP. Vasodilatasi kranial menyebabkan aliran darah yang

meningkat setiap kali jantung berdetak sehingga terjadi pulsasi pada pembuluh

darah yang terlibat. Pulsasi tersebut akan dirasakan oleh reseptor regangan pada

dinding vaskular dan menyebabkan peningkatan sensorik saraf perivaskular

(trigeminus) sehingga terjadi nyeri kepala dan gejala lain (Noseda and Burstein,

2013). Rangsangan trigeminal ini akan mengeluarkan neuropeptida sehingga

(7)

Gambar 2.2. Mekanisme Migren

(8)

Gambar 2.3. Patofisiologi migren dikutip dari : (Shankar, 2009)

2.5 Manifestasi Klinis Migren

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada

setiap individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi

semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain

(Aminoff, MJ et al, 2015) :

1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya

(9)

letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti

cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari

sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita

atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang

mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap

selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik,

motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada

64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi.

Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak

bintik-bintik kecil yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah

satu sisi lapangan pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang

bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya

scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua

mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk

zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan

kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala,

walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan

awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian

setelah 1-2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan

berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada

anak-anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang

sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam

menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi

menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa

“segar” atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya

(10)

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada

penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase

nyeri kepala, dan fase postdromal.

Gambar 2.4. Fase Migren

dikutip dari : (Dodick and Gargus, 2008)

2.6 Kriteria Diagnosis (Aminoff, MJ et al, 2015) 2.6.1 Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura

A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau

pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri

kepala

(11)

berikut:

1. Lokasi unilateral

2. Sifatnya berdenyut

3. Intensitas sedang sampai berat

4. Diperberat dengan kegiatan fisik

D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah

ini:

1. Mual atau dengan muntah

2. Fotofobia atau dengan fonofobia

E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya

kelainan organik

2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan

organik tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan

lainnya tidak menunjukkan kelaianan

2.6.2 Kriteria Diagnosis Migren dengan Aura

A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B

B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:

1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan

disfungsi hemisfer dan/atau batang otak

2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit,

atau 2 atau gejala aura terjadi bersama-sama

3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih

dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala

mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60

menit, tetapi kadang kadang dapat terjadi sebelum aura.

C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya

kelainan organik

(12)

organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan

lainnya tidak menunjukkan kelainan.

2.6.3 Kriteria Diagnosis Migren Retinal

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah

ini:

A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60

menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita

menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama

serangan tersebut.

B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri

tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri

kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain

atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.

C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat

disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan

jantung dan darah.

2.6.4 Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren

B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro

imaging

C. Terdapat satu atau keduanya dari :

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial

2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial

D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang

(13)

2.7 Komplikasi Migren

a. Status Migrenosus

Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat

pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak

termasuk tidur) (Headache Classification Comittee of International

Headache Society ,2013).

b. Infark Migrenosus

Dahulu disebut migren komplikata. Migren komplikata adalah keadaan

satu atau lebih gejala aura yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7

hari dan atau didapatkan infark iskemik pada konfirmasi pemeriksaan

neuroimaging. Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi

setelah lama menderita migren dengan aura. Patogenesis belum diketahui,

tetapi faktor hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peranan

penting.

Perbedaan antara Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura

Dalam klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache

Association, definisi migren tanpa aura (MTA) dan migren aura (MA) dibedakan

oleh kriteria diagnostik. Secara klinisnya keduanya dapat dibedakan dari ada dan

tidak adanya gejala aura, gejala aura terjadi secara simultan dengan penurunan

aliran darah otak, sedangkan pada MTA aliran darah otak normal. Selanjutnya

pada fase nyeri terjadi dilatasi dari arteri serebri media baik pada MTA maupun

MA.Hal tersebut menunjukkan bahwa patogenesis MA dan MTA pasa fase awal

berbeda tetapi hampir serupa pada fase nyeri. Beberapa perbedaan lain antara MA

(14)

Tabel 2.2. Perbedaan migren tanpa aura dengan migren aura

Migren tanpa aura Migren aura

prevalensi 14.7% 7.9%

Rasio laki-laki : perempuan 1:2,2 1:1,5

Usia saat onset Sesuai kurva normal (unimodal)

Kurva dengan dua puncak

(bimodal) Sensitivitas terhadap hormon

wanita

Sensitifitas terhadap sinar terang

(-) >>

Pola keluarga < >

Frekuensi serangan Sering Jarang

Lama serangan Panjang Pendek

Penurunan CBF (-) (+)

dikutip dari : (Harsono, 2011).

2.8 Diagnosis Migren

Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala

merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan

neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.

2.8.1 Anamnesis

Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala

premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat dan

riwayat keluarga. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan

diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat

serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu

dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan

(15)

2.8.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan

neurologis yang meliputi: Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan

bola mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah

retina, kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik

terutama sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri

superfisialis temporalis.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan

diagnosis. Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan

struktural yang mempunyai gejala seperti migren (Sprenger, 2012).

a. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan

aktifitas listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala

belakang, pada sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang

tajam yang tidak spesifik.

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan MRI pada 91

penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan lesi kecil di substansia alba

pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada kontrol 11 dari 98

orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan bermakna.

c. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan

migren pada 5 penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian

dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah pemberian, terjadi penurunan

(16)

2.9 Penatalaksanaan Migren

2.9.1 Mencegah atau menghindari faktor pencetus. 2.9.2 Pengobatan non-medik.

Karena faktor pencetus tidak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan

pengobatan non- medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya obat

migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi.Termasuk dalam

pengobatan non-medik adalah latihan relaksasi otot (Emma, 2012).

2.9.3 Pengobatan simptomatik

Harsono (2011), menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai

berikut :

a. Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur

b. Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat memicu

aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu saat

serangan migren.

c. Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat

menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu aktivitas

gastrointestinal.

d. Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini bifasik, bergantung pada tahanan

darah yang telah ada sebelumnya.

2.9.4 Pengobatan abortif

Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.

Obat yang dapat digunakan (Kelley and Tepper, 2012) :

a. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat

antiemetik, analgesik, atau sedatif.

b. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman

dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping

mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.

c. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi

(17)

2.9.5 Pengobatan pencegahan

Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebih dari 2 kali serangan

dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Kelley, 2012) :

a. Beta-blocker

b. Antagonis Ca

c. Antiserotonin dan antihistamin

d. Antidepresan trisiklik

Gambar

Gambar 2.1. Frequency of individual triggers occurring at least occasionally
Gambar 2.2. Mekanisme Migren dikutip dari : (Charles and Brennan, 2011).
Gambar 2.3. Patofisiologi migren dikutip dari : (Shankar, 2009)
Gambar 2.4. Fase Migren dikutip dari : (Dodick and Gargus, 2008)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Prevalensi penderita karsinoma hepatoseluler proporsi terbanyak pada kelompok umur 40-60 tahun yaitu 89 pasien (58,2%) , pada penelitian ini jenis kelamin terbanyak

Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa DM adalah salah satu penyakit yang sangat tinggi angka kejadiannya di dunia dan Sumatera Utara, sementara tingkat

Dan untuk gejala klinis yang paling sering dirasakan oleh penderita adalah pusing berputar, mual muntah, dan keringat dingin (27,3%).. Kata kunci:

protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita dengan resistensi insulin. Peningkatan kadar kompleks imun pada penderita DM tidak

Pencegahan tersier ini merupakan rehabilitasi yang dilakukan pada penderita stroke yang telah mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat

Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas)..

Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik

Tumor ganas ovarium tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal, hal ini yang menyebabkan lebih dari 70% penderita tumor ganas ovarium ditemukan pada stadium yang