• Tidak ada hasil yang ditemukan

S KOR 0900058 Chapter 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S KOR 0900058 Chapter 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencak silat adalah cabang olahraga tradisional, warisan budaya leluhur

bangsa Indonesia. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk

melestarikannya dan mengembangkannya. Proses pelestarian dan pengembangan

itu dilaksanakan melalui upaya pendidikan.

Salah satu upaya untuk mengembangkan dan melestarikan olahraga beladiri

pencak silat yaitu dengan cara mensosialisasikan dan mempelajari apa itu pencak

silat, pencak silat sudah menjadi mulok yang mana pencak silat diajarkan di

sekolah-sekolah dasar, sekolah menengah pertama, maupun sekolah menengah

atas.

Pada mulanya pencak silat diciptakan manusia untuk memperoleh

keamanan dari ancaman binatang buas. Tidak ada yang tahu kapan, dimana, dan

bagaimana pertama kali proses tersebut berlangsung karena informasi yang

tersedia sangat terbatas. Namun menurut catatan sejarah, pencak silat berkembang

dikawasan Indonesia seperti diungkapkan oleh Draeger (1992, hlm.32) dalam

Maryono (1997, hlm.37) bahwa: “pentjak-silat is certainly to be termed a

combative form indigenous to Indonesia. But it is a synthesis product, not purely

autogenic endeavor”.

Pada zaman kerajaan Nusantara, pencak silat dijadikan sebagai alat untuk

mencapai status dan kedudukan sosial. Seseorang yang menguasai kemahiran

beladiri pencak silat disegani oleh masyarakat dan dapat mencapai kekuasaan

politik. Asikin (1975) dalam Maryono (1998, hlm.10) memaparkan bahwa:

(2)

Pada zaman sekarang ini banyak masyarakat yang kurang mengakui dan

mengetahui budaya atau kebiasaannya sendiri. Banyak sekali masyarakat yang

sudah melupakan budaya tradisional atau budaya yang dimiliki oleh bangsa

sendiri. Sehingga mereka sering menganggap biasa atau kuno, padahal kebiasaan

dan budaya yang seharusnya lebih sering digunakan. Kesenian daerah yang

banyak dijadikan khas oleh negara lain dan bela diri khas Indonesia yaitu pencak

silat yang kurang digemari masyarakat kita.

Pencak silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang

dimiliki dari hasil budi daya yang turun-temurun. Pada masa zaman penjajahan

Belanda, pencak silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih

banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru pencak

silat, atau secara turun-temurun dilingkungan keluarga. Jiwa semangat

kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur

budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas nasional. Melalui Panitia

Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPPSI), maka pada tanggal 18 Mei

1948 di Surakarta terbentuklah IPSI yang diketuai oleh Mr. Wongsonegoro.

Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran dari kalangan pencak silat

seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada pemerintah untuk

memasukan pencak silat di sekolah-sekolah.

Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama

BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :

Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk

membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (menunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meninggkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun program-program pencak silat yang telah disimpulkan dan telah

dibahas pada seminar pencak silat di Tugu Bogor, pada tahun 1973. Pemerintah

dan para pembina olahraga pencak silat menggemukakan bahwa :

1. Penetapan istilah yang dipergunakan untuk pencak silat.

2. Pemasukan pencak silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga

pendidikan.

3. Metode pengajaran pencak silat di sekolah.

(3)

5. Pembinaan organisasi guru-guru pencak silat dan kegiatan pencak silat di lingkungan sekolah.

6. Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memasalkan pencak silat di kalangan perlajar/mahasiswa.

Pencak silat adalah suatu seni beladiri tradisional yang berasal dari

Indonesia. Seni beladiri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei,

Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan sesuai dengan penyebaran suku

bangsa Melayu Nusantara.

Di tingkat nasional olahraga pencak silat menjadi salah satu alat pemersatu

nusantara, bahkan untuk mengharumkan nama bangsa dan menjadi identitas

bangsa. Olahraga pencak silat sudah dipertandingkan di skala internasional. Dan

kategori tanding half body contact menggunakan perhitungan nilai score biasa

dengan menggunakan kertas yang terdapat tabel penilaian untuk kejuaraan,

kejuaraan ini biasanya masih berada pada tingkat kota atau kabupaten, namun

jika sekelas nasional seperti Kejurnas (Kejuaraan Nasional), PON (Pekan

Olahraga Nasional), dan bahkan SEA GAMES (Pekan Olahraga se-asia tenggara)

sudah menggunakan alat penghitung score yang lebih modern dalam hal ini masih

menggunakan kabel antara satu perangkat input dengan hasil pada tampilan

langsung ke proyektor. Dengan begitu teknologi penghitung score pencak silat

untuk kategori tanding saat ini sudah modern.

Dalam olahraga pencak silat dipertandingkan empat kategori pertandingan

yaitu kategori tanding, kategori tunggal, kategori ganda dan kategori regu. Lubis

(2004, hlm.7-8) menjelaskan empat kategori yang dipertandingkan dalam

olahraga pencak silat yaitu sebagai serikut :

1. Kategori tanding adalah kategori yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang berbeda yang saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan.

2. Kategori tunggal adalah kategori pertandingan pencak silat yang

menampilkan seorang pesilat memperagakan kemahirannya dalam jurus baku tunggal secara benar, tepat dan mantap, penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan bersenjata.

3. Kategori ganda adalah ketegori pertandingan pencak silat yang

menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang sama mempergerakkan kemahiran dan kekayaan teknik jurus beladiri pencak silat yang dimiliki. 4. Kategori regu adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan

(4)

jurus baku regu secara benar, tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong.

Kategori tanding harus memiliki tingkat kebugaran/kondisi fisik dan

penguasaan teknik yang baik serta pengalaman yang cukup, atlet juga harus

memiliki mental yang kuat. Cratty (1973, hlm.267) mengatakan bahwa atlet yang

relak dan mempunyai a low anxiety (tidak begitu tegang) serta high achievement

needs (hasrat besar untuk sukses) biasanya akan dapat memperlihatkan prestasi

tinggi.

Tingkat anxiety atau kecemasan seorang atlet dalam sebuah pertandingan

akan berbeda karena dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lawan

yang akan dihadapi,tensi pertandingan yang tinggi, adanya scoring digital

terbuka, scoring manual.

Menurut Harsono (1988, hlm.265) kecemasan atau anxiety yaitu perasaan

takut, cemas, atau khawatir terancam kepribadiannya. Kecemasan merupakan

suatu kondisi yang dialami oleh hampir semua atlet. Hal ini dapat terjadi karena

olahraga pencak silat senantiasa penuh dengan bentrokan-bentrokan baik fisik

maupun mental. Lawan akan melakukan segala cara untuk dapat memenangkan

pertandingan, hal ini bisa terjadi ketika latihan fisik tidak di imbangi dengan

latihan mental. Oleh karena itu atlet yang sedang mengalami anxiety yang sangat

tinggi karena cedera yang sedang atau pernah dialami akan berpengaruh terhadap

penampilan atlet saat sedang bertanding maupun dalam latihan, Harsono (1988,

hal.270) menambahkan atlet dengan anxiety tinggi akan lebih terganggu

keterampilannya pada waktu berada dalam stres dibandingkan dengan atlet yang

rendah anxiety-nya.

Dalam hal ini tingkat kecemasan dapat mempengaruhi keputusan yang akan

diambil oleh atlet tersebut. Atlet yang memiliki tingkat anxiety yang tinggi

cenderung akan melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya dalam mencapai

prestasi,sedangkan atlet yang mempunyai tingkat anxiety yang rendah cenderung

akan dapat mengontrol tingkat kecemasannya dengan baik.

Scoring digital terbuka dalam pencak silat dinamakan komputerisasi.

Pencipta komputerisasi adalah Suyoto Rahman dari perguruan Persai Diri. Alat

(5)

2010 dalam kejuaraan Porda di Bandung tahun 2010. Scoring digital terbuka

merupakan penilaian hal yang baru bagi atlet pencak silat, scoring digital terbuka

dalam pencak silat adalah proses penilaian atau pengambilan score pada saat

pertandingan. Pengambilan penilaian ini menggunakan alat komputerisasi, dan

proyektor. Cara pengambilan nilai menggunakan scoring digital terbuka tersebut,

adalah:

1. Setiap Wasit Juri harus melihat pergerakan atlet seperti serangan atau belaan

pada atlet tersebut agar terciptanya poin penilaian.

2. Setiap Wasit Juri memasukan poin melalaui komputerisasiuntuk atlet yang

mendapatkan poin.

3. Setiap Wasit Juri yang sudah memasukan poinnya melalui komputerisasi maka

perolehan poin atlet tersebut akan muncul dilayar proyektor.

Scoring manual merupakan penilaian yang dilakukan secara manual, alat

yang digunakannya adalah kertas yang berisi format penilaian antara dua kubu

yang bertanding dan balpoin untuk mencatat score yang didapat dari

pertandingan. Cara pengambilan nilai menggunakan scoring manual tersebut,

adalah:

1. Setiap Wasit Juri harus melihat pergerakan atlet seperti serangan atau belaan

pada atlet tersebut agar terciptanya poin penilaian.

2. Setiap Wasit Juri menulis poin untuk atlet yang mendapat poin pada kertas

yang sudah disediakan.

Proses terjadinya kecemasan pada atlet yang menggunakan scoring digital

terbuka dalam pertandingan pencak silat dimulai dari adanya tuntunan yang

objektif terhadap seseorang yang dipersepsi oleh individu yang bersangkutan

sebagai sebuah ancaman, yang pada akhirnya direspon sebagai reaksi keadaan

cemas oleh yang bersangkutan. Seperti yang kita ketahui saat pertandingan SEA

GAMES 2011, pencak silat kategori tanding sudah menggunakan scoring digital

terbuka. Salah satunya pada saat Indonesia vs Thailand yang mempertandingkan

kategori tanding kelas A/Putra, karena pertandingan ini menggunakan scoring

digital terbuka maka kedua atlet dapat mengetahui poinnya masing-masing. Pada

saat itu, atlet Thailand mengalami ketertinggalan poin dibandingkan atlet

(6)

menyerang atlet Indonesia terus-menerus. Hal tersebut terjadi karena atlet

Thailand mengalami kecemasan melihat ketertinggalan poinnya. Di sisi lain atlet

Indonesia pun mengalami kecemasan, atlet Indonesia cemas pada saat melihat

poin atlet Thailand yang terus mengejar poinnya. Atlet Indonesia sempat

mengantisipasi hal tersebut, atlet Indonesia menghindari serangan-serangan dari

atlet Thailand, namun konsentrasi atlet Indonesia terganggu dengan adanya

scoring digital terbuka, atlet Indonesia terus-menerus melihat poin dalam scoring

digital terbuka, hingga yang dilakukan atlet Indonesia adalah berlari menghindari

serangan atlet Thailand, bahkan sampai berlindung dibelakang wasit yang

memimpin pertandingan.

Dalam hal ini scoring digital terbuka sangat mempengaruhi mental atlet

pencak silat, scoring digital terbuka menimbulkan kecemasan pada atlet yang

sedang bertanding. Pada saat atlet mengalami kecemasan, ia cenderung akan

melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.Proses terjadinya

kecemasan pada atlet yang menggunakan scoring manual dalam pertandingan

pencak silat memiliki beberapa faktor, Menurut Singgih Gunarsa, dkk.(2004) ada

beberapa kecemasan yang menimbulkan kecemasan tersebut:

1. Gejala Fisik, antara lain: a) Adanya perubahan dramatis pada tingkah laku, seperti gelisah; b) Terjadinya ketegangan pada otot. pundak, leher, dagu, dahi, sekitar mata dan rahang; c) Terjadinya perubahan irama pernapasan yang semakin dangkal; d) Debaran jantung, tekanan darah dan denyut nadi menjadi tinggi; e) Kepala pusing, mules, sering buang air kecil, serta dahi sering menyeringai.

2. Gejala Psikhis, antara lain: a) Adanya gangguan pada perhatian dan daya konsentrasi; b) Perubahan emosi, gampang tersinggung, dan mudah marah; c) Menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, d) Timbul berbagai obsesi pada pikiran; e) Rendahnya motivasi, harga diri, dan sebagainya.

Oleh karena itu scoring manual berpengaruh terhadap pertandingan atlet

pencak silat, walaupun tidak terlalu besar seperti atlet pencak silat yang

bertanding menggunakan scoring digital terbuka. Akan tetapi scoring manual

pun berperan penting terhadap timbulnya kecemasan atlet saat bertanding.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, bahwa apabila alat

(7)

bertanding akan berbeda pula. Sehubungan dengan hal tersebut, rumusan masalah

yang penulis ajukan adalah sebagaiberikut:

1. Bagaimana tingkat kecemasan atlet saat menggunakan scoring digital terbuka

2. Bagaimana tingkat kecemasan atlet saat menggunakan scoring manual

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat kecemasan atlet menggunakan scoring

digital terbuka dibandingkan menggunakan scoring manual

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sesuatu hal yang ingin dicapai oleh peneliti

setelah penelitian ini selesai. Suharsimi Arikunto (1993, hlm.49) mengemukakan

tujuan penelitian, bahwa: “Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang

menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai”.Sesuai

dengan masalah penelitian yang akan diungkapkan dan dijabarkan oleh penulis

maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Bagaimana tingkat kecemasan atlet ketika menggunakan scoring digital

terbuka dalam pertandingan pencak silat?

2. Bagaimana tingkat kecemasan atlet ketika menggunakan scoring manual

dalam pertandingan pencak silat?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat kecemasan atlet menggunakan scoring

digital terbuka dibandingkan menggunakan scoring manual dalam

pertandingan pencak silat?

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis paparkan di atas, maka

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa khususnya

FPOK dan umumnya bagi pihak lain yang berkepentingan dalam bidang olahraga

pencak silat.

1. Di pandang secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan

yang berarti bagi para atlet maupun pelatih pencak silat dalam upaya

menambahkan keilmuan di bidang kepelatihan.

2. Di pandang secara praktis dapat menjadi acuan bagi paraatlet, pelatih, serta

(8)

E. Struktur Organisasi Skripsi

Agar penelitian terancang dengan baik, maka perlu adanya penyusunan

secara terstruktur. Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian.

Selanjutnya pada Bab II berisi Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan

Hipotesis Penelitian. Bab III Metode Penelitianmeliputi, Populasi dan sampel,

Desain penelitian, Metode penelitian, Definisi operasional, Instrumen penelitian,

Proses pengembangan instrumen, Teknik pengumpulan data, Analisis data. Bab

IV Hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi, pemaparan datadan pembahasan

data. Bab V Saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam peraturan standart umum perusahaan, menghitung tenaga kerja harian lepas adalah : tarif per hari x berapa hari penyelesaian produksi x berapa karyawan yang

Diasumsikan  dalam  pelaksanaan  simulasi  tersebut  ada  sekelompok  masyarakat  yang 

Hal ini tentu seharusnya bukan masalah yang berarti, sebab hukum perdata mengakui bahwa perusahaan ataupun bentuk badan hukum lainnya ( recht persoon ) juga dianggap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di pada karyawan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: Persepsi karyawanDinas Pariwisata

Relevansinya dalam pekerjaan saat ini adalah saya sadar betul bahwa basik saya bukan di dunia perbankkan,ekonomi atau keuangan melainkan kesehatan maka dari itu saya ingin

Sehubungan dengan telah dilakukannya Evaluasi Dokumen Penaw ar an dan Dokumen Kualifikasi, ber sama ini dengan hor mat kami mengundang penyedia jasa agar menghadir i

Tahap selanjutnya yaitu perumusan masalah ke dalam tiga rumusan permasalahan yaitu (1) apakah faktor–faktor internal dan eksternal pada pemberdayaan koperasi tani

Sehubungan dengan telah selesainya pembuktian kualifikasi penimbunan dan pengur ugan halaman gedung kantor Pengadilan Tipikor Palangka Raya Tahun Anggar an 2014, maka ber